KOGNITIVISME
KOGNITIVISME
Oleh :
I Putu Budiana, I Nyoman Wiguna Adi Putra, I Dewa Gede Purwa Diastra,
Abstrak
Kognitivisme merupakan suatu bentuk teori yang sering di sebut sebagai
model kognitif atau perseptual. Di dalam model ini tingkah laku seseorang di
tentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan-tujuannya. Dal hal ini belajar di pandang sebagai perubahan persepsi
maupun pemahanan, yang tidak selalu terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini
menganggap inti dari belajar adalah pengertian terhadap bahan ajar (insight learning).
Memahami apa yang di pelajari adalah hal utama dalam belajar menurut
kognitivisme. Menurut Galloway (1976) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain.
Proses belajar merupakan pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikan
dengan struktur kognitif yang terbentuk secara personal berdasarkan pada
pengalamannya. Ada dua teori umum tentang kognitivisme yaitu teori yang di ajukan
oleh piaget dan vygotsky, dimana teori piaget menekankan pada skemata
perkembangan intelektual berdasarkan umur sedangkan vygotsky menekankan pada
perkembangan intelektual dari segi historis dan dari segi sign sistemnya atau sistem
isyarat.
PENDAHULUAN
Dalam proses belajar dan pembelajaran diperlukan adanya suatu teori belajar.
Teori belajar menyatakan hukum-hukum atau prinsip-prinsip umum yang melukiskan
kondisi terjadinya belajar. Teori belajar menerangkan tentang apa yang terjadi selama
1
siswa belajar. Saat ini terdapat banyak jenis teori belajar yang digunakan dalam
proses belajar dan pembelajaran tersebut. Seperti Behaviorisme, Kognitivisme, Teori
Belajar Sosial, Teori Belajar dari Gagne. Dari semua teori tersebut memiliki letak
penekanan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Kini yang menjadi masalah adalah
teori manakah yang paling baik dan relevan untuk digunakan. Hal ini dapat dibijaki
dengan cara menyesuaikan antara teori belajar yang akan digunakan dengan karakter
siswa yang dihadapi. Namun kita harus berhati-hati dalam pemilihan teori belajar
tersebut agar tidak terjadi ketidaksesuaian yang nantinya justru dapat menyebabkan
kegagalan dalam proses belajar dan pembelajaran itu sendiri. Salah satu solusi yang
dapat ditempuh yakni memilih teori belajar kognitivisme. Teori ini menekankan pada
gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan konteks
seluruh situasi tersebut. Di dalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-
tujuannya. Teori belajar kognitivisme meliputi Teori Perkembangan dari Piaget,
Teori Vygotsky.
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh antara lain, bagi guru: dapat
menerapkan teori belajar yang sesuai dengan karakter siswa, sehingga tujuan
pembelajaran lebih cepat tercapai, bagi siswa: dapat menerima pelajaran dan mampu
mengembangkannya dengan baik, karena teori belajar yang digunakan sesuai.
2
PEMBAHASAN
Pengertian Kognitivisme
Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana
tingkah laku itu terjadi. Berikut ini deskripsi beberapa teori belajar yang didasarkan
pada kognitivisme dan yang sering digunakan dalam pembelajaran.
Jean Piaget (1896-1980), ahli biologi dan psikologi. Piaget merupakan salah
satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri
pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan
Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar
bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku
sebagai pemberi informasi.
3
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas),
yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami,
dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata
ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa
memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.
Scheme berhubungan dengan :
4
Perkembangan skemata ini berlangsung terus -menerus melalui adaptasi
dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu
dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola
penalaran dan tingkat intelegensi anak itu.
2. Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu
menghadapi sesuatu masalah.
Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu:
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Asimilasi
5
2. Akomodasi
1. Kematangan
3. Transmisi social
4. Equilibrium
6
berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di
Swiss.
Sebaran umur pada setiap tahap tersebut adalah rata-rata (sekitar) dan
mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini
berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra)
Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu
objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai
berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari
pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari
objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai
terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur
kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan
objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara
kendaraan, suara binatang, dll.
7
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema
dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks.
Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang
tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah
Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis
dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami
konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu
memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek
8
Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran
logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional
konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini
masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
Kesimpulan pada tahap ini adalah: Anak telah dapat mengetahui symbol-
simbol matematis, tetapi belum dapatt menghadapi hal-hal yang abstrak (tak
berwujud).
Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara
kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-
benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan
dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur
kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide,
astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk
melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-
hubungan, memahami konsep promosi.
9
Sebagai contoh eksperimen Piaget berikut ini :
Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “pak Pendek” dan untaian
klip (penjepit kertas) untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Kemudian
ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” itu mempunyai
teman “Pak Tinggi”. Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang
korek api tinggi “Pak Pendek”empat batang sedangkan tinggi “Pak Tinggi” enam
batang korek api.
Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan
masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.
Karakteristik dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kekampuan untuk
melakukan penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun
serangkaian hipotesis dan mengujinya (child, 1977 : 127)
Kesimpulan pada tahap ini adalah: Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah
mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument
(karena itu disebut operasional formal).
Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika
orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan
penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan berkembangnya
system nilai dan ideal, serta pemahaman untuk masalah-masalah filosofis.
10
menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu akan
mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan
mempermudah pertumbuhan kognitif.
Secara terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan
di kelas:
1. Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding
dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak,
bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2. Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Arrtinya disini
adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru
tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas
khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan
menyelesaikan masalah sendiri.
3. Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya
ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang
lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar
tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya
menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi
pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk menanggulanginya.
4. Guru dapat menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran
materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
11
menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah
sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
12
Se-zaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an
dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-
an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah
pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif
terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi
Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya
sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri.
13
anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk
memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak
memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan
masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat
kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu
diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama
pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara
berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang
dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain
dalam kebudayaannya.
14
Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak
mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya.
Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ”ruang hampa sosial” (social
vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita
memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh
keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini,
kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks
sosial yang luas menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan
dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993). Dengan demikian
aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak.
Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak
dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Suatu peran lingkungan yang
membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil disebut
motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan
frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal, dan dengan kalimat-
kalimat yang sederhana.
Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam
tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada
dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden & Snow, 1991; Maratsos,
1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat dipengaruhi
oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini
jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang diperkirakan di masa lalu ( Von
Tetzchner & Siegel, 1989).
15
komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak
mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu
memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan
bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari
menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret,
percakapan batiniah tidak terdengar lagi.
16
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan
dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di
sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk
memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih
terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang
lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap,
siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan
dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini
adalah bahwa siswa belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulasi).
1. Walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting
bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripad peran yang diusulkan
Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya.
Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun anak tetap dilibatkan dalam
pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-
anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona
perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama
melalui ZPD.
17
pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja
kelompok secara kooperatif ( cooperative groupwork) tampaknya mempercepat
perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi
oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya
yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan keberhasilan
pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak
bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri
baru saja melewati tahap itu sehingga bis adengan mudah melihat kesulitan-
kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
18
PENUTUP
Simpulan
Teori Piaget adalah teori yang berpendapat bahwa anak membangun sendiri
pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan
Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar
bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku
sebagai pemberi informasi.
Saran
Di dalam proses belajar dan pembelajaran, guru harus memilih teori yang
sesuai dengan karakter siswanya agar kesuksesan dapat tercapai dengan baik. Dengan
itu antara guru dengan siswa akan terbentuk suatu hubungan yang jauh lebih aktif dan
interaktif.
19
DAFTAR RUJUKAN
20