Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada proses penambangan pada tambang terbuka dilakukan proses blasting
yang apabila diperlukan. Blasting atau peledakan adalah kegiatan pemecahan
suatu material (batuan) dengan menggunakan bahan peledak .Proses blasting
dilakukan di daerah atau kawasan yang batuan yang memiliki tekstur yang keras.
Pada proses blasting ini diperlukan berbagai bahan yang mendukung terjadinya
proses suatu peledakan, yang utama yaitu bahan peledak.
Bahan peledak (handak) adalah suatu bahan kimia yang berupa senyawa
tunggal atau campurannya yang berbentuk padat atau cair, yang apabila dikenai
suatu aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal dapat bereaksi dengan
kecepatan tinggi dan akan berubah menjadi bahan-bahan yang lebih stabil yang
sebagian atau seluruhnya berbentuk gas dan disertai dengan panas dan tekanan
yang sangat tinggi.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengertahui tujuan dari peledakan
2. Dapat mengetahui kriteria penggalian dan alat bor
3. Dapat mengetahui bahan peledak dan kesetimbangan oksigen
4. Dapat mengetahui peralatan dan perlengkapan peledakan
5. Dapat mengetahui rancangan dan efek peledakan
6. Dapat mengetahui fragmentasi hasil peledakan
7. Dapat mengetahui pengelompokan lubang ledak pada tambang bawah
tanah

1
BAB II
LAPORAN PRAKTIKUM

2.1 Acara I Tujuan Peledakan


2.1.1 Pendahuluan
Teknik peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pembora,
dimana tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari batuan induknya agar
menjadi fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil sehngga memudahkan
dalam pendorongan, pemuatan, pengangkutan dan konsumsi matrial pada
crusher yang terpasang.

2.1.2 Latar Belakang Teori


Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan,
yaitu :
a. Membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan
induknya
b. Memecah dan memindahkan batuan
c. Membuat rekahan
Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar
batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu perlu dimanfaatkan
sebagai barang yang berguna, disamping juga merupakan barang yang
berbahaya. Untuk itu dalam pelaksanan pekerjaan peledakan harus hati-hati
sesuai dengan peraturan dan teknik-teknik yang diterapkan, sehingga
pemanfaatannya lebih efisien dan aman.
Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari tujuan peledakan dan
pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Untuk mencapai pekerjaan
peledakan yang optimum sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan faktor-
faktor sebagai berikut :
a. Karakteristik batuan yang diledakan
b. Karakteristik bahan peledak yang digunakan
c. Teknik atau metode peledakan yang diterpakan

2
Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat
lubang tembak yang diisi dengan sejumlah bahan peledak dengan penerapan
metode peledakan, geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

3
PEMBAHASAN

4
2.1.4 Kesimpulan
Sebelum melakukan peledakan kita harus mengetahui tahapan- tahapan
peledakan dimulai dengan: pembersihan lahan, penentuan titik bor, proses
drilling, pengisian bahan peledak, persiapan peledakan, pengamanana area,
peledakan.

5
2.2 Acara II Kriteria Penggalian Dan Alat Bor
2.2.1 Pendahuluan
Dalam dunia pertambangan ada banyak cara dan teknik yang dipakai
untuk mendapatkan solusi terhadap suatu permasalahan. Salah satunya adalah
mengenai pembongkaran batuan (bahan galian) yang sangat keras, dimana
batuan tersebut tidak dapat dibongkar secara manual maupun mekanis. Maka
dipilih teknik pemboran dan peledakan. Untuk itu diperlukan suatu
pengenalan dengan mengikuti praktikum pemboran dan peledakan ini.
2.2.2 Latar Belakang Teori
Cara menentukan kriteria penggalian yaitu :
a. Kriteria penggalian menurut RMR

Gambar 2.1 hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader


kelas > 50 Mpa (Fowell dan Jhonson, 1982 dan 1991)
RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja Roadheader Dosco
SL-120 (Sandbak 1985, lihar Gambar 2.1). penelitian ini dilaksanakan pada
bijih tembaga Kalamazoo dan San Manuel, Arizona.

6
Gambar 2.2 Hubungan laju penggalian roadheader vs RMR (sandbak
1985)

b. Kriteria Penggalian menurut RMR dan Q-sistem

Gambar 2.3 Klasifikasi metoda penggalian menurut RMR dan Q-sistem

7
c. Kriteria penggalian menurut kecepatan seismik

Gambar 2.4 Metoda kecepatan seismik untuk penentuan macam


penggalian (Atkinson, 1971)

Gambar 2.5 Kriteria penggaruan dengan D9R

d. Kriteria penggalian menurut indeks kekuatan batuan

Gambar 2.6 Kriteria indeks kekuatan batu (Franklin,dkk.,1971)

8
Gambar 2.7 Grafik kriteria kemampugaruan

Rumus :

e. Kriteria penggalian menurut kuat tekan uniaksial (UCS)

Gambar 2.8 Kriteria penggalian menurut Kolleth (1990)

9
Cara kerja pemboran mata bor ada tiga jenis, tumbuk, putar, putar
tumbuk.
1. Metode pemboran perkusif (percussive drill)
Pada pemboran ini energi dari mesin bor (rock drill) diteruskan oleh batang
bor dan mata bor untuk menemukan batuan. Komponen utama dari mesin bor
ini ialah piston yang mendorong dan menarik tangkai (shank) batang bor.
Energi kinetik piston diteruskan ke batang bor dalam bentuk gelombang kejut
(shock wave) yang bergerak sepanjang batang bor dengan kecepatan ±
5000m/detik (setara kecepatan suara pada baja).
2. Metode Rotari (Rotary drill)
Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotary terbagi menjadi 2 sistem
yaitu tricone dan drag bit. Disebut tricone jika penetrasinya berupa gerusan
(crushing) dan drag bit jika hasil penetrasinya berupa potongan. Sistem
tricone digunakan untuk batuan sedang hingga lunak, system drag bit
digunakan untuk batuan lunak. Contoh alat bor dengan sistem ini adalah
hydrolic rotary drill
3. Metode Rotary Perkusif (Rotary-percussive drill)
Pada pemboran Rotary-perkusif, aksi penumbukan oleh mata bor
dikombinasikan dengan aksi putaran, sehngga terjadi proses peremukan dan
pengerusan permukaan batuan. Metode ini dapat digunakan pada bermacam-
macam jenis batuan.

Metode putar tumbuk terbagi menjadi dua, yaitu :


a. Top Hammer
Metode pemboran Top hammer adalah metode pemboran yang terdiri dari 2
kegiatan dasar yaitu putaran dan tumbukan. Kegiatan ini dieroleh dari
gerakan gigi dan piston, yang kemudian ditransformasikan melalui shank
adaptor dan batang bor menuju mata bor. Berdasarkan jenis penggerak
putaran dan tumbukannya, metode ini dibagi menjadi dua jenis yaitu :
hydrolic top hammer dan pnemumatic top hammer.

10
b. Down the Hole Hammer ( DTH Hammer)
Metode pemboran ini adalah metode pemboran tumbuk-putar yang sumber
dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer dipasang dibelakang
mata bor, didalam lubang sehingga hanya sedikit energi tumbukan yang
hilang akibat melewati batang bor dan sambungan-sambungannya. Contoh
dari alat bor dengan menggunakan sistem tumbuk putar adalah jack hammer.

11
PEMBAHASAN

12
2.2.4 Kesimpulan
Mahasiswa dapat mengetahui cara pembongkaran batuan yang sangat keras
dengan menggunakan metode peledakan dan pembongkaran.

13
2.3 Acara III Bahan Peledak Dan Kesetimbangan Oksigen
2.3.1 Pendahuluan
Secara umum BP dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari unsur
padat, cair atau gas yang berkondisi metastabil dan dapat melakukan reaksi
kimia dengan cepat tanpa ada unsur lainnya, seperti oksigen atmosfir.
Reaksnya dapat dipicu secara mekanis kejut atau panas. Ketahanan untuk
melakukan reaksi mencerminkan sensitivitas bahan peledak.
2.3.2 Latar Belakang Teori

Gambar 2.9 Segitiga detonasi bahan peledak


Berdasarkan kategorinya dasar pembentukan proses ledakan, maka BP
dapat dibagi sebagai berikut :
1. Nukir, contoh : bom atom, uranium, plutonium
2. Mekanis, contoh : pemanasan air dalam wadah tertutup, kawah
3. Kimia, contoh : kejut, dekomposisi hebat campuran kimia.
Menurut Manon (1976), bahan peledak dibagi menjadi :
a. Bahan peledak kimia
b. Bahan peledak mekanis
c. Bahan peledak nuklir
Menurut Mike Smith (mining magazine, feb. 1988) bahan peledak dibagi
menjadi :
a. Bahan peledak kuat ( high explosives)
b. Blasting agents
c. Speciallity exsplosives
d. Explosive substitutes

14
Gambar 2.10 Klasifikasi bahan peledak menurut JJ Manon, 1976

Gambar 2.11 Kalasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith


Dalam suatu rekasi peledakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar bahan peledak yang digunakan efektif dan dampak lingkungan yang
ditimbulkan minimum. Salah stunya adalah keseimbangan oksigen dalam
reaksi.
Keseimbangan oksigen dalam reaksi peledakan perlu diperhitungkan
agar gas beracun yang ditimbulkan oleh reaksi peledakan tersebut sangat
kecil dan agar bahan peledak yang digunakan itu efisien. Maksudnya, energi
yang dihasilkan maksimum dan dampak lingkungan atau gas beracun
minimum.
Dalam prkatikum teknik peledakan yang membahas hal mengenai
keseimbangan oksigen ini, praktikan diajak untuk membahas masalah
keseimbangan oksigen dalam suatu rangkaian peledakan.

15
Karakteristik gas hasil peledakan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. ZOB ( zero oxygen balance ); terjadi kesetimbangan rekasi kimiawi
sehingga semua gas bereaksi dan terbentuk smoke.
Contoh :

b. Deficient Oxygen Balance ( Negative / Minus Oxygen Balance


) ; tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil
reaksi kekurangan Oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.
Contoh :

c. Excessive Oxygen Balance ( Positive / Surplus Oxygen Balace


) ; tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil
reaksi kelebihan Oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.
Contoh :

16
PEMBAHASAN

17
2.3.4 Kesimpulan
Dari prinsip kesetimbangan oksigen tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
segitiga detonasi bahan peledak dapat dikatakan terbakar jika kecepatan <1600
m/s, dan dikatakan meledak jika kecepatan >1600 m/s.

18
2.4 Acara IV Perlengkapan Dan Peralatan Peledakan
2.4.1 Pendahuluan
1. Peralatan Peledakan
Alat – alat yang diperlukan untuk menguji dan menyalakan
rangkaian peledakan.
2. Perlengkapan Peledakan
Material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan
sehingga isian handak dapat dinyalakan.

2.4.2 Latar Belakang Teori


Ada beberapa peralatan yang biasanya digunakan untuk operasi
peledakan dengan listrik, yaitu :
1. Exploder (Blasting Machine), ada dua tipe yang diperdagangkan yaitu :
a. Generator Type
b. Condenser Discharge (CD) Type
Kedua tipe alat tersebut dibuat untuk menghasilkan arus searah
berteggangan tinggi. Kapasitas alat ini biasanya dinyatakan dalam
jumlah detonator listrik dengan panjang leg wire 30 ft bila sambungan
seri. Tipe yang pertama tidak pernah untuk digunakan sambungan
parallel karena ada kemungkinan misfire (konsleting). Tipe yang
kedua terutama digunakan untuk peledakan yang lebih besar. Bentuk
blasting machine sangat beraneka ragam, mulai dari bentuk kuno
sampai yang bentuk remote control saat ini.
Tabel 2.1
Peralatan dan pelengkapan dalam setiap metode peledakan
METODE PERLENGKAPAN PERALATAN
PELEDAKAN
SUMBU API (CAP 1. Plain detonator 1. Cap crimper
& FUSE) 2. Sumbu api 2. Penyulut (lighter) :
3. Igneter cord korek api.
4. Igneter cord conector 3. Tamper

19
SUMBU LEDAK 1. Sumbu ledak Tergantung detonator
2. Detonatring yang dipakai
Relay /Dellay
connector
3. Initator (detonator
listrik/biasa)
LISTRIK 1. Detonator listrik 1. Blasting machine/
2. Connecting wire exploder
2. Blasting machine tester
: - Rheostat
-Blasting VOM meter
3. Circuit tester :
- Galvanometer
- Voltmeter
4. Tamper
5. Leading wire
NON LISTRIK 1.Detonator non listrik 1. Exploder
(Nonel, Hercudet) 2. Gas supply unit (untuk
2. Connector hercudet)
3. Sumbu ledak (untuk 3. Circuit tester
nonel)

2. Blasting Machine Tester


Adalah sangat penting bahwa exploder hendaknya selalu dipelihara dan
ditest secara teratur terhadap kapasitas penyalaan. Efektifitas exploder
type generatorn biasanya ditest dengan menggunakan Rheostat yang
dihubungkan dengan detonator.
3. Circuit tester
Sebelum peledakan dilakukan, setelah semua sirkuit dipasang, maka
harus ditest terlebih dahulu. Beberapa alat yang digunakan untuk circuit
tester adalah :

20
a. Du Pont Rheostat
b. Du Pont Blasting Glavanometer
c. Du Pont Blasting Voltohmeter

Tipe-tipe blasting machine yaitu :


1. Tipe generator
Untuk mengumpulkan energi listrik menggunakan gerakan mekanis dengan
cara memutar engkol (handle) yang telaah disediakan. Putaran engkol
dihentikan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah
maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang
digunakan.
2. Tipe baterai (listrik)
Pengumpulan energi listrik melalui baterai, yaitu dengan cara mengontakan
kunci kearah “starter” dan setelah lampu indikator menyala berarti kapasitor
penuh dan arus sudah maksimal serta siap dileaskan.
Alat pemicu peledakan nonel :
 Disebut dengan shot gun dan shot firer atau nonel starter
 Fungsi : sebagai penyuplai gelombang kejut pada detonator nonel
melalui sumbu nonel (nonel tube)
 Tipe : didasarkan atas pemicunya, digerakan secara mekanis atau oleh
baterai untuk membentuk gelombang kejut terhadap HMX yang
terdapat didalam sumbu nonel.
 Ciri-ciri khusus : untuk tipe yang digerakan secara mekanis dilengkapi
shot shell primer, sedangkan yang menggunakan baterai dapat
menimbulkan percikan api bertekanan tinggi.

Cramper :
 Alat khusus yang digunakan untuk menjepit atau mengikat kuat
detonator biasa dengan sumbu api
 Sumbu api dikategorikan juga sebagai sumbu non-electric
 Cara penggunaan :

21
 Masukan sumbu api ke dalam detonator biasa. Persyaratan
pemotongan sumbu api harus dippenuhi sebelum dimasukan
kedalam detonator biasa.
 Yakinkan bahwa sumbu api benar-benar telah menyentuh ramuan
pembakaran dalam detonator biasa.
 Posisikan cramper pada ujung detonator biasa, kemudian jepit
detonatornya. Saudara bisa melakukan penjepitan lebih dari satu
kali untuk meyakinkan sambungan cukup kuat.

Kabel yang digunakan didalam peledakan listrik dibagi menjadi 3 bagian


yaitu :
1. Leading wire → peralatan
2. Leg wire → perlengkapan
3. Connecting → perlengkapan

Perlengkapan peledakan (blasting supplies/blasting accessories) adalah


material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian
bahan peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai
untuk satu kali penyalaan saja. Hal-hal yang harus kita perhatikan didalam
memilih perlengkapan peledakan :
1. Bahan peledak komersial adalah dari kelas bahan peledak kimia. Dalam
hal ini detonator, sumbu ledak, dan sumbu api harus diperlakukan
sebagai bahan peledak
2. Pabrik bahan peledak selalu memberikan keterangan mengenai
spesifikasi bahan peledak yang dihasilkan.
3. Untuk pedoman pelaksanannya beberapa sifat bahan peledak yang harus
diperhatikan adalah :
a. Kekuatan (strenght)
b. Kerapatan/berat jenis (density/specific gravity)
c. Kecepatan detonasi (detonation velocity)
d. Kepekaan (sensitivity)
e. Ketahanan terhadap air (water resistensy)

22
f. Gas beracun (fumes)
g. Kemasan (package)
4. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari detonator, sumbu api, sumbu
ledak, dll.

23
PEMBAHASAN

24
2.4.4 Kesimpulan
Dalam melakukan kegiatan peledakan yang perlu diperhatikan adalah
perlengkapan dan peralatan peledakan agar mendapatkan hasil yang diinginkan
dan peledakan tidak mengalami misfire.

25
2.5 Acara V Rancangan Dan Efek Peledakan
2.5.1 Pendahuluan
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanan ledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan.
2.5.2 Latar Belakang Teori
Berikut akan dijelaskan perhitungan geometri peledakan menurut C.J.
Konya (1990). Seperti pada gambar 2.12

Gambar 2.12 Geometri peledakan menurut konya (1990)


Geometri peledakan menurut Konya (1990) adalah sebagai berikut :
1. Burden (B)
Yaitu jarak tegak lurusterpendek antara muatan bahan peledak dengan
bidang bebas yang terdekat atau kearah dimana batuan akan terlempar.
Secara sistematis besarnya burden dan hubungan dengan faktor-faktor
tersebut dinyatakan sebagai berikut :
SGe
B = 3,15 De ( ) o,33
SGr
SGe
B = [(2 + 1,5 )] De
SGr
SGe
B = 0,67 De ( ) 0,33
SGr

26
Dimana :
B = burden (ft)
De = Diameter bahan peledak (inchi)
SGe = SG bahan peledak
Stv = Relative bulk strength (ANFO = 100)

Setelah diketahui nilai burden dasarnya, maka menurut konya (1990)


harus dikoreksi terhadap beberapa faktor penentu, yaitu faktor jumlah garis
lubang ledak (Kr), faktor bentuk lapisan batuan (Kd), dan faktor kondisi dari
struktur geologinya (Ks). Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil
nilai burden dapat dikoreksi dengan banyaknya baris yang akan diledakan
serta kondisi geologi setempat dalam pelaksanan peledekan. Adapun besarnya
faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1, 5.2, 5.3.

Tabel 2.2
Faktor koreksi terhadap jumlah baris dalam satu lubang ledak
CORRECTION FOR NUMBER OF Kr
ROW
One or two rows of holes 1,00
Trird and subsequent rows or buffer blast 0,9

Tabel 2.3
Posisi lapisan batuan
CORRECTION FOR ROCK DEPOSITION Kd
Bedding steeply dipping into cut 1,18
Bedding steeply dipping into face 0,95
Other cases of deposition 1,00

Tabel 2.4
Faktor koreksi terhadap struktur geologi
CORRECTION FOR GEOLOGY Ks
STRUCTURE

27
Heavy cracked, frequent with joint, weakly 1,30
cemented 1,10
Layers 0,95
Thin well cemented layers with tight joint
Massive intact rock

Secara matematis persamaan burden terkoreksi dapat ditulis :


Bc = Kr x Kd x Ks B
Dimana :
B = burden hasil perhitungan dengan rumus dasar (inchi)
Bc = burden terkoreksi (inchi)
Kd = faktor terhadap posisi lapisan batuan (tabel 2.2)
Kr = faktor terhadap baris lubang ledak (tabel 2.3)
Ks = faktor terhadap struktur geologi (tabel 2.4)
2. Spacing (S)
Spacing adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar
dengan bidang bebas (free face).

(L+ 7 B)
s=
8

Keterangan :
S = spacing (m)
L = tinggi jenjang (m)
B = burden (m)

Tabel 2.5
Persamaan untuk menentukan jarak spacing
Tipe Detonator L/B < 4 L/B > 4
( L+2 B)
Instantaneous S= S = 2.B
3

28
( L+2 B)
Delay S= S = 1,4.B
8

3. Stemming
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak diatas kolom isian
bahan peledak. Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak
stemming adalah :
Stv 0,33
T = 0,45 x De x [ ]
SGr
Keterangan :
De = Diameter lubang ledak, (inchi)
Stv = Relative Bulk Strength (ANFO =100)
4. Subdrilling
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada dibawah
garis lantai jenjang, yang berfungsi untuk membuat lantai jenjang relative
rata setelah peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling
menurut Konya adalah sebagai berikut :

J = 0,3 . B

Keterangan :
J = subdrilling (m)
B = burden (m)
5. Waktu Tunda
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan
perbedaan waktu peledakan antara dua lubang ledak sehingga diperoleh
peledakan secara beruntun. Pengaturan waktu ini dapat diterapkan pada
peledakan beruntun dalam tiap-tiap baris. Detonator tunda digunakan
untuk peledakan beruntun antar baris lubang ledak, maka persamaan yang
digunakan untuk menentukan waktu tundanya adalah sebagai berikut :

Tr = Tr x B

Keterangan :

29
tr = waktu tunda antara baris lubang ledak (ms)
Tr = konstanta waktu tunda
B = burden (ft)
Tabel 2.6
Konstanta waktu tunda antar baris
Akibat yang dihasilkan Konstanta Tr
Keras, Airblast berlebihan, back break, dll 2
Runtuhan tinggi dekat jenjang, airblast moderat 2-3
Tinggi runtuhan cukup, airblast dan back break cukup 3-4
Runtuhan berpencar dengan back break minimum 4-6
Casting peledakan 7-14

6. Pemakaian bahan peledak


Untuk menentukan jumlah bahan peledak yang digunakan dalam setiap
lubnah ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Untuk
menentukan loading density digunakan rumus :

de = 0,34 x Sge x De2

Keterangan :
de = loading density, lb handak/ft kolom isisan
SGe = berat jenis bahan peledak
De = diameter bahan peledak (inchi)
Untuk menentukan banyaknya bahan peledak pada setiap lubang
digunakan

E = Pc x de x N

Keterangan :
E = jumlah bahan peledak
Pc = tinggi kolom isisan

30
de = loading density (kg/m3)
N = jumlah lubang ledak

RL.ASH (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri


peledakan jenjang berdasarkan pengalaman empiric yang diperoleh
diberbagai tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan berbeda-beda.
Sehingga RL. ASH berhasil mengajukan rumusan-rumusan empiric yang
dapat digunakan sebagai pedoman dalam racangan awal suatu peledakan
batuan
Dalam pelakasanaannya nanti hasil perhitungan dengan cara RL.Ash
ternyta selalu harus dicoba dilapangan untuk memperoleh gambaran dan
perubahan kearah geometri yang lebih mendekati kondisi sesungguhnya.
Percobaan dilapangan dilakukan dengan cara trial dan error sampai
diperoleh geometri peledakan yang optimal.
Nomenklatur geometri peledakan jenjang RL. Ash

Gambar 2.13 Geometri peledakan menurut terori R.L Ash (1967)

Notasi :
B = burden S = spacing H = kedalaman lubang ledak
L = tinggi jenjang T = stemming PC = panjang isian handak
J = subdrilling

31
1. Penentuan Burden (B)
Dimensi yang pertama kali ditentukan ialah burden (B), yang
diturunkan berdasarkan diameter lubang tembak atau diameter mata bor
atau diameter dodol bahan peledak (handak).
Untuk menentukan burden, R.L Ash (1967) mendasarkan pada acuan
yang dibuat secara empiric, yaitu adanya batuan standart dan bahan
peledak standart. Batuan standart memiliki bobot isi 160 lb/cuft, da bahan
peledak standart memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12000
fps. Apabila batuan yang akan diletakan sama dengan batuan standart dan
bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standart, maka digunakan
burden ratio (Kb) standart yaitu 30. Tetapi apabila batuan yang akan
diledakan tidak sama dengan batuan standart dan bahan peledak yang
dipakai bukan pula bahan peledak standart maka harga Kb-standart itu
harus dikoreksi menggunakan faktor penyesuai (adjustment factor).
Jika :
De = diameter lubang ledak = diameter dodol handak
B = burden
Kb = burden ratio

Kb x De
B= ft atau B =
12

Bobot isi batuan standart = 160 lb/cuftBahan peledak : SGstd = 1,20 ;


Vestd=VOD std = 12000 fps
Kb standart = 30
Faktor penyesuai (adjustment factor)
 Batuan yang akan diledakan (Af1)
 Bahan peledaak yang dipakai ( Af2)
Maka :
Kb koreksi = 30 x Af1 x Af2
Af1 = adjustment factor untuk batuan yang diledakan
Af2 = adjustment faktor untuk handak yang dipakai

32
Dengan :

Dstd 1/3
Af1 = ( )
D
2
SGVe
Af2 = ( 2
SGstd x Vestd

Keterangan :
SG = BJ handak yang dipakai
Ve = VOD handak yang dipakai

Jadi :

Kb Terkoreksi x De
B= meter
39,3

2. Spacing (S)
Ks = S/B
Ks = Spacing ratio (1,00-2,00)
S = Ks. B ( meter)
Ukuran spacing dipengaruhi oleh :|
 Cara peledakan yang digunakan : serentak atau beruntun
 Fragmentasi yang diinginkan
 Delay interval
Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan
hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari hasil
ketentuan, akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (bolder) dan
tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan.
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing
adalah sebagai berikut :
 Peledakan serentak = 2B
 Peledakan dengan delay interval lama (second delay) S = B

33
 Peledakan dengan milisecond delay S antara 1 B hingga 2 B
 Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus. Santara 1,2 B hingga 1,8
B
 Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam
baris yang sama S =1,15 B

Gambar 2.14 Pengaruh spacing pada penyebaran energi ledakan

3. Stemming (T)
Kt = T/B
Kt = Stemming Ratio (0,75 - 1,00)
T = Kt. B
Fungsi stemming :
 Meningkatkan Confining pressure dari akumulasi gas hasil ledakan
 Menyeimbangkan tekanan didaerah stemming
4. Kedalaman lubang ledak (H)
Kh = H/B
Kh = Hole dept ratio ( 1,5 - 4,0)
H = Kh.B (meter)
Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.
5. Subdrilling (J)
Kj = J/B
Kj = subdrilling ratio ( 2,0 - 0,3)
J = Kj.B (meter)

34
Panjang subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan
kemiringan lubang ledak.
6. Charge Lenght ( PC)
PC =H–T
PC = panjang kolom isian (meter)
H = kedalaman lubang tembak (meter)
T = stemming (meter)
7. Loading Density (de)
Loading density ialah jumlah isian handak per meter panjang kolom isian
de = 71,63 De2/SC
de = 0,508 De2(SG)
de = loading density (kg/m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
SG = BJ bahan peledak
Jadi jumlah handak dalam stu lubang ledak (E) = PC.de.Kilogram
8. Powder factor (P)
Pf = W/E
Pf = powder factor (ton/kg)
W =berat batuan yang diledakan (ton)
E = berat bahan yang digunakan(kg)
Efek Peledakan
Efek peledakan yang dimaksud adalah pengaruh adanya peledakan
terhadap lingkungan sekitarnya dengan keamanan yaitu :
- Ground vibration (getaran tanah)
- Air blast (suara ledakan)
- Fly rock (batu terbang)
Ground Vibration
Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis. Pada daerah
ini tegangan yang diterima mineral lebih kecil dan kuat tarik mineral sehingga
hanya menyebabkan bentuk dan volume.
Air Blast (Suara Ledakan)

35
Suara ledakan (air blast) adalah suara yang ditimbulkan oleh atau pada
saat terjadi ledakan air blast tidak seperti yang didengarkan seperti biasa,
tetapi merupakan gelombang tekanan yang terjadi pada atmosfer yang
terindikasikan oleh frekuensi tinggi, frekuensi rendah bahkan yang tidak
terdengar sekalipun.
Fly Rock
Batu terbang yaitu batu yang terlempar secara liar pada saat terjadi
peledakan. Batu terbang dapat terjadi oleh beberapa sebab, antara lain
karena :
- Penempatan lubang bor tidak tempat
- Kesalahan pola penyalaan
- Lantai jenjang kotor
- Evaluasi pemboran tidak tepat
- Kesalahan penyambungan
- Jumlah isian terlalu banyak
- Karena ada struktur retakan, kekar, dan sebangainya.

36
PEMBAHASAN

37
2.5.3 Kesimpulan
Sebelum melakukan peledakan kita harus merancang geometri peledakan
sesuai dengan yang dibutuhkan prusahaan dan meminimalisir efek dari peledakan
tersebut.

38
2.6 Acara VI Perhitungan Fragmentasi
2.6.1 Pendahuluan
Jumlah boulder merupakan salah satu kriteria keberhasilan suatu
peledakan. Perkiraan jumlah boulder diperoleh dari persamaan fragmentasi
model Kuz-ram. Faktor-faktor yang terkait dalam memperkirakan jumlah
boulde dengan menggunakan persamaan model Kuz-Ram diantaranya adalah
faktor batuan. Untuk mendapatkan nilai faktor batuan digunakan pembobotan
massa batuan, yaitu blastability index.
2.6.2 Latar Belakang Teori
A. Perhitungan Tingkat Fragmentasi Hasil Peledakan
Parameter pembobotan massa batuan yang berhubungan dengan
peledakan berdasarkan nilai indeks peledakan, yang disusun oleh Carlos L
Jimeno (1995), dapat dilihat dibawah ini :
Untuk menghitung nilai rock factor masing-masing batuan maka terlebih
dahulu harus dihitung nilai blastability indexnya. Parameter pembobotan
massa batuan berdasarkan nilai indeks peledakan, dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 2.7
Pembobotan massa batuab di lapangan
PARAMETER PEMBOBOTAN
1. Rock mass description (RMD)
1.1 Powdery7/friabel 10
1.2 Blocky 20
1.3 Totally massive 30
2. Joint plane spacing (JPS)
2.1 Close (Spasi < 0,1 m) 10
2.1 intermediate (spasi 0,1 -1 m) 20
2.3 Wide (Spasi > 1m) 50
3. Joint plane orientatione (JPO)
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip out of face 20

39
3.3 Strikr normal to face 30
3.4 Dip into face 40
4. Specific grafity infuence
SGI = 25 x SG – 50
5. Hardness (H) 1-10

Berdasarkan pembobotan massa batuan seperti diatas, maka dapat


diketahui blastability index dan faktor batuan sebagai berikut :
 Blasttability Index (BI) = 0,5 (RMD + JPS + JPO + SGI +
HD)
 Faktor Batuan (RF) = BI x 0,12
Ukuran rata-rata fragmentasi hasil peledakan, dapat diperkirakan
dengan menggunakan persamaan Kuznetov (1973) yaitu sebagai
berikut :
V 0,8
X=Ax[ ¿ x Q0,17 x (E / 115)-0,63
Q
Dimana :
X = Rata-rata ukuran fragmentasi
A = Faktor batuan (Rock Faktor = RF)
V = Volume batuan yang terbongkar (m3)
Q = Jumlah bahan peledaak pada setiap lubang ledak (kg)
E = Relative Weight Stength bahan peledak, emulsion = 100
Untuk mengetahui besarnya prosentase bongkah pada hasil peledakan
digunakan rumus indek keseragaman (n) dan karakteristik ukuran (Xc),
dengan persamaan sebagai berikut :
'
B W PC
n = ( 2,2 - 14 ¿ x [ 1+ A ]0,5 x (1− ) x( )
De 2 B L
Dimana :
B = Burden
De = Diameter
A’ = Nisbah spasi dan burden

40
Perhitungan nilai karakteristik ukuran (Xc) menggunakan rumus sebagai
berikut :
X
Xc = 1/ n
(0,693)
Perhitungan prosentase bongkah adalah sebagai berikut :
X
Rx = e−( Xc )

Dimana :
Rx = Prosentase material yang tertahan pada ayakan (%)
X = Ukuran ayakan (cm)
n = indek keseragaman

41
PEMBAHASAN

42
2.6.4 Kesimpulan
Jumlah boulder merupakan salah satu kriteria keberhasilan suatu
peledakan. Faktor-faktor yang terkait dalam memperkirakan jumlah boulder
dengan menggunakan persamaan model Kuz-Ram diantaranya adalah faktor
batuan. Untuk mendapatkan nilai faktor batuan digunakan pembobotan massa
batuan,yaitu:blastabilityindex.

43
2.7 Acara VII Peledakan Tambang Bawah Tanah
2.7.1 Pendahuluan
Peledakan bawah tanah mempunyai beberapa tunuan, yaitu :
1. Meledakkan batuan dengan tujuan menghasilkan ruangan untuk gudang, jalan,
saluran, terowongan pipa, dan lain sebagainya.
2. Meledakan batuan dengan tujuan mengambil material/operasi penambangan.
Dari kedua jenis kegiatan diatas terowongan merupakan bagian yang
terpenting dari keseluruhan kegiatan. Terowongan umumnya dibuat dengan
arah mendatar, miring, atau vertikal kebawah maupun ke atas.
2.7.2 Latar Belakang Teori
Daur waktu kerja pembuatan terowongan adalah :
1. Pemboran
2. Pemuataan bahan peledak
3. Peledakan
4. Pembersihan asap (ventilasi)
5. “scaling” (“grouting” apabila diperlukan)
6. Pengangkutan
7. Mempersiapkan pemboran dan lain-lain selanjutnya.
Dari jenis-jenis pekerjaan diaatas yang perlu diperhatikan khusus adalah
pekerjaan pemboran. Lubang ledak harus dibor tepat ditempat yang telah
ditentukan dan dengan kemiringan yang benar atau dengan perkataan lain
pemboran lubang ledak harus sempurna.
Untuk pemboran lubang ledak bawah tanah dapat dilakukan dengan 2
metode, yaitu :
1. Handheld Drilling, dengan menggunakan alat bor Jackleg.
2. Mechanized Drilling, dengan menggunakan alat bor Jumbo Drill
Perbedaan utama antara peledakan bawah tanah dengan peledakan
dipermukaan tanah adalah :
1. Peledakan bawah tanah dilakukan kearah satu bidang bebas (free face),
sedangkan peledakan dipermukaan tanah dilakukan kearah dua atau lebih
bidang bebas.

44
2. Tempat peledakan atay ruangan bawah tanah lebih terbatas.
Oleh karena itu batuan akan lebih sukar untuk diledakan dan perlu dibuat
bidaang bebas kedua yang akan merupakan arah peledakan selanjutnya.
Dalam pembuatan terowongan bidaang bebas kedua diperoleh dengn
membuat “cut” pada permukaan terowongan. Macam-macam “cut” yang
dipergunakan untuk membuat terowongan adalah “paralel hole cut”, “V-cut”,
“fun-cut” dan lain-lain.

Gambar 2.15 Macam-macam cut pada peledakan tambang bawah tanah

“cut” dapat diletakan sembarangan tempat pada muka terowongan, tetapi


harus diperhatikan bahwa letak “cut” mempengaruhi : lemparan, konsumsi
bahan peledak, dan jumlah lubang ledak dalam “round”.
Untuk mendapatkan arah peledakan kedepan dan tumbukan ditengah, “cut”
diletakkan ditengah-tengah penampang dan agak kebawah. Posisi ini akan
menghasilkan lemparan yang dekat dan konsumsi bahan peledak lebih sedikit
karena semua “stoping” kearah bawah.

45
Posisi “cut” yang tinggi akan memberikan kemudahan pemuatan hasil
peledakan, tetapi konsumsi bahan peledak lebih tinggi karena banyak
“stoping” kearah atas.

Gambar 2.16 Letak “cut” pada muka terowongan


Lubang ledak pada terowongan dikelompokan menjadi beberapa jenis
berdasarkan letak dan fungsinya. Pengelompokan lubang ledak antara lain :
1. Roof Holes
2. Stoping Holes
3. Wall Holes
4. Floor Holes
5. Spreader Holes
6. Cut Holes

Gambar 2.17 Pengelompokan lubang ledak pada terowongan

46
PEMBAHASAN

47
2.7.4 Kesimpulan
Untuk membuat terowongan pada tambang bawah tanah kita harus
membuat cut holes (berfungsi sebagai bidang bebas), cut spreader holes
(untuk memperlebar bidang bebas), floor holes (meledakan bidang lantai),
stoping holes (untuk meledakan bagaian tengah dan penampang lubang
bukaan), wall holes (bagian dinding kiri dan kanan), dan roof holes
(meledakan bagian atap ). Dan harus memperhatikan ventilasi udara
tambgang bawah tanah karena ruang gerak terbatas.

48
BAB III
KESIMPULAN

Dalam melakukan kegiatan peledakan kita harus memperhatikan bahan


peledak sesuai dengan density batuan, merancang geometri peledakan untuk
mencari nilai PF (Powder Factor) rendah, maka cost rendah dengan hasil
peledakan sesuai dengan yang diinginkan.
Untuk membuat terowongan pada tambang bawah tanah kita harus membuat
cut holes (berfungsi sebagai bidang bebas), cut spreader holes (untuk
memperlebar bidang bebas), floor holes (meledakan bidang lantai), stoping holes
(untuk meledakan bagaian tengah dan penampang lubang bukaan), wall holes
(bagian dinding kiri dan kanan), dan roof holes (meledakan bagian atap ). Dan
harus memperhatikan ventilasi udara tambgang bawah tanah karena ruang gerak
terbatas.

49
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kritik
Peralatan untuk praktikum peledakan untuk saaat ini belum memadai dan
pada saat praktek peledakan belum sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.
4.2 Saran
Diharapakan untuk praktikum peledakan selanjutnya bisa diupauyakan lagi
untuk peningkatan peralatan praktikum, agar bisa menunjang saat berjalannya
praktikum dan mendapatkan hasil output yang maksimal.

50
DAFTAR PUSTAKA

 Sumarjono, Erry S.T. Buku Petunujuk Praktikum Teknik Peledakan.


Yogyakarta.
 http://image.slidesharecdn.com/02polapeledakantamkadantamda-
140604214059-phpapp02/95/pola-peledakan-tamka-dan-tamda-13-
638.jpg?cb=1401918074
 http://www.slideshare.net/dienztinginpulank/pola-peledakan-tamka-dan-
tamda
 https://id.scribd.com/presentation/267674804/Peledakan-Pada-Tambang-
Bawah-Tanah
 https://id.scribd.com/document/191939221/B-A-B-III
 http://fardensaragih.blogspot.co.id/2012/12/landasan-teori.html

51

Anda mungkin juga menyukai