Anda di halaman 1dari 56

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN DI KANTOR

KELURAHAN ORO-ORO DOWO

Laporan Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

Disusun oleh :
ELIANA MELDA
NIM : 2017110280

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020
ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN DI KANTOR
KELURAHAN ORO-ORO DOWO

Laporan Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan
(PKL)

Disusun oleh :
ELIANA MELDA
NIM : 2017110280

Merupakan salah satu syarat untuk memenuhi Tugas


Praktek Kerja Lapangan pada Fakultas Ekonomi
Universitas Tribhuwana Tunggadewi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN DI KANTOR


KELURAHAN ORO-ORO DOWO

Laporan Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan

Disusun oleh :
ELIANA MELDA
NIM : 2017110280

Mengetahui : Menyetujui :
Ketua Program Studi Akuntansi Dosen Pembimbing

Dr. Hendrik Suhendri, SE.,MSA.,CSRA Sri Andika Putri, S.Pd.,M.A


Tanggal : Tanggal :
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN DI KANTOR


KELURAHAN ORO-ORO DOWO

Laporan Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan

Disusun oleh :
ELIANA MELDA
NIM : 2017110280

Tim Penguji :

(Sri Andika Putri, S.Pd.,M.A)

Menyetujui
Dekan Fakultas Ekonomi

Dr. Nur Ida Iriani, MM


RINGKASAN

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN DI KANTOR


KELURAHAN ORO-ORO DOWO

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan dengan melakukan


penelitian tentang Analisis Penerapan Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan
Oro-Oro Dowo. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan
Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo. Metode pengumpulan
data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Permasalahan yang dihadapi
dalam penelitian ini adalah Bendahara Pengeluaran Pembantu yang kurang
menguasai aplikasi yang digunakan oleh pihak perpajakan (Direktorat Jenderal
Pajak) sehingga akan berdampak pada kesalahan dalam penghitungan pajak. Dengan
demikian, penulis menawarkan solusi berupa pelatihan atau seminar mengenai
aplikasi tersebut. Pelatihan dan seminar ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman Bendahara Pengeluaran Pembantu mengenai aplikasi tersebut sehingga
dapat mengurangi kesalahan dalam penghitungan pajak.
Kata Kunci: Akuntansi Perpajakan

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulisan laporan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
dengan judul “ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN DI
KANTOR KELURAHAN ORO-ORO DOWO” akhirnya dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Terlaksananya Praktek Kerja Lapangan ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari semua pihak. Untuk itu penulis patut mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Nur Ida Iriani, MM. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang.
2. Bapak Ahmad Mukoffi, SE. MSA. selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
3. Bapak Dr. Hendrik Suhendri, S.E., M.SA., CSRA. selaku Ketua Program Studi
jurusan Akuntansi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
4. Ibu Sri Andika Putri, S.Pd.,M.A. selaku Dosen Pembimbing.
5. Bapak Hajar Iswantoro, S.Sos. selaku Kepala Kelurahan Oro-Oro Dowo tempat
pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.
6. Bapak dan Ibu selaku orang tua kandung yang selalu mendoakan sehingga tugas
Praktek Kerja Lapangan dapat berjalan lancar.
7. Teman-teman di kos yang selalu ada saat dibutuhkan.
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini berisi tentang semua hasil kegiatan yang
dilakukan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Kantor
Kelurahan Oro-Oro Dowo.
Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk
memenuhi atau menyelesaikan salah satu tugas akhir pada kurikulum Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang. Kemudian untuk menambah wawasan dan
pengalaman bekerja yang akan menjadi bekal mahasiswa untuk terjun ke dunia kerja.

ii
Sebagai akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak yang
belum sempurna, segala kritik dan saran dari semua pihak demi penyempurnaan
Laporan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan sangat diharapkan agar penulisan
laporan ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Malang, 04 Mei 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

RINGKASAN............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL......................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................viii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi..........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan................................................................2
1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan..............................................................2
1.4 Khalayak Sasaran Atau Lokasi..................................................................3

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN


2.1 Realisasi Pelaksanaan Kegiatan..................................................................4
2.2 Sumber Data...............................................................................................5
2.3 Metode Dan Variabel Yang Diamati..........................................................6

BAB III ANALISIS DAN EVALUASI


3.1 Gambaran Umum Lokasi............................................................................8
3.2 Profil Kelurahan Oro-Oro Dowo................................................................9
3.3 Struktur Organisasi.....................................................................................10
3.4 Evaluasi Penerapan Akuntansi Perpajakan.................................................11

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Akuntansi..................................................................................12
4.2 Pengertian Pajak.........................................................................................13
4.3 Pajak Penghasilan Pasal 21.........................................................................24
4.4 Pajak Penghasilan Pasal 22.........................................................................32
4.5 Pajak Penghasilan Pasal 23.........................................................................35

iv
4.6 Penerapan Akuntansi Perpajakan...............................................................37
4.7 Permasalahan Yang Dihadapi.....................................................................40
4.8 Solusi Yang Ditawarkan.............................................................................40

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................................41
5.2 Saran...........................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................42

LAMPIRAN..............................................................................................................43

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Daftar Kegiatan......................................................................................................4
2. Tarif Pajak Aparat Sipil Negara Berdasarkan Golongan.......................................38

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Denah Lokasi.........................................................................................................8
2. Bagan Struktur Organisasi.....................................................................................10

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Foto Kegiatan PKL................................................................................................43

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi

Covid -19 atau Virus Corona adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2).COVID -19 dapat
menyebabkan gangguan sistem pernafasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu,
hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia. COVID-19 (coronavirus disease 2019)
adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus dari golongan coronavirus,
yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut virus corona. Kasus pertama penyakit
ini terjadi di Kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Setelah itu, COVID-19
menular antarmanusia dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara,
termasuk Indonesia, dalam beberapa bulan.

Penyebaranya yang begitu cepat membuat negara indonesia menerapkan


kebijakan untuk memberlakukan lockdown untuk mencegah penularan virus corona.
Di Indonesia pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala Besar
(PSBB) untuk menekankan penyebaran virus ini.

Pajak adalah salah satu sumber utama penerimaan negara, dan bagi negara
semakin besar pajak akan semakin baik keuangan suatu negara, kontribusi pajak bagi
Pendapatan asli negara begitu besar dan sangat menunjang perekonomian suatu
bangsa. Pemerintah saat ini memperbaiki sistem pajaknya karena sistem lama
dianggap banyak mempunyai kelemahan-kelemahan, ini dilakukan untuk
mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak agar tidak bocor, upaya ini
dilakukan agar penerimaan negara dari pajak dari tahun ke tahun terus meningkat.
Akuntansi Perpajakan adalah salah satu bidang akuntansi yang diterapkan
dengan tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Secara sederhana
Akuntansi Perpajakan dapat didefinisikan sebagai bidang Akuntansi yang
mengkalkulasi, menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi
perpajakan sehubungan dengan transaksi pada suatu instansi.

1
2

Dengan adanya penerapan Akuntansi Perpajakan yang baik tentunya akan


memberikan dampak yang baik pula dalam sebuah instansi. Oleh karena itu, penulis
mengambil judul laporan Praktek Kerja Lapangan tentang “Analisis Penerapan
Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo” untuk mengetahui
bagaimana penerapan Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo
dan penulis dapat memberikan solusi apabila terdapat permasalahan yang dihadapi
oleh Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo mengenai penerapan Akuntansi Perpajakan.
Dengan demikian, akan meningkatkan perkembangan dan perbaikan penerapan
Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan


Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengetahui Bagaimana
Penerapan Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo yang sudah
terlaksana.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan


Adapun manfaat dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
a) Menambah wawasan
b) Melatih mahasiswa dalam bekerja
c) Memperoleh gambaran langsung tentang PPh 21, PPh 22, dan PPh 23
d) Mengaplikasikan teori-teori yang sudah diperoleh selama perkuliahan dan
melihat perbandingan antara teori dan kenyataannya.
2. Bagi Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo
Praktek kerja lapangan ini diharapkan dapat memberikan ide atau sumbangan
pemikiran berupa masukan yang berguna untuk perkembangan dan perbaikan
penerapan Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo.
3. Bagi Akademisi
Praktek kerja lapangan ini dapat dijadikan bahan pembelajaran atau acuan
dalam penelitian di masa yang akan datang.
3

1.4 Khalayak Sasaran dan Lokasi


Khalayak sasaran atau lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan
di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo yang beralamat di Jl. Kunir No. 9A, Kecamatan
Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1 Realisasi Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini di lakukan di “Kantor Kelurahan
Oro-Oro Dowo” Jl. Kunir No. 9A, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.
Pelaksanaan dimulai dari 04 Februari 2020. Dalam praktek kerja lapangan ini
dilaksanakan langsung di lapangan selama 1 bulan. Kegiatan ini di mulai pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
Adapun kegiatan yang di lakukan selama melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) adalah sebagai berikut:

Tabel 1.
Daftar Kegiatan
No Hari/Tanggal Kegiatan
1. 04 Februari 2020 Perkenalan
2. 05 Februari 2020 Membantu memisahkan data
3. 06 Februari 2020 Menghitung pengeluaran
4. 07 Februari 2020 Mendata pemindahan data BPJS
5. 10 Februari 2020 Mengetik berita acara Musrenbang 2020
6. 11 Februari 2020 Izin
7. 12 Februari 2020 Membuat surat pengantar tugas
8. 13 Februari 2020 Membuat berita acara serah terima
administrasi hasil pekerjaan
9. 14 Februari 2020 Membuat surat pengantar tugas
10. 17 Februari 2020 Menulis surat inventaris
11. 18 Februari 2020 Membuat berita acara serah terima
administrasi hasil pekerjaan
12. 19 Februari 2020 Membuat berita acara serah terima hasil
pekerjaan
13. 20 Februari 2020 Mengetik berita acara Musrenbang 2020

4
5

14. 21 Februari 2020 Mendata pemindahan BPJS


15. 24 Februari 2020 Memisahkan data penduduk
16. 25 Februari 2020 Membuat surat tugas
17. 26 Februari 2020 Membuat berita acara serah terima hasil
pekerjaan
18. 27 Februari 2020 Membuat berita acara serah terima hasil
pekerjaan
19. 28 Februari 2020 Menulis inventaris
20. 02 Maret 2020 Menulis inventaris
21. 03 Maret 2020 Membuat berita acara serah terima hasil
pekerjaan
22. 04 Maret 2020 Perpisahan

2.2 Sumber Data


2.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan atau didapat oleh peneliti secara
langsung dari sumber datanya. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus
mengumpulkannya secara langsung.
Data yang diperoleh penulis yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo.

2.2.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti dari Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan,
jurnal, dan lain-lain.
Data yang diperoleh penulis yaitu dari Bendahara Pengeluaran Pembantu
yang bekerja di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo.
6

2.3 Metode dan Variabel Yang Diamati


Metode penelitian adalah pembahasan mengenai konsep teoritik tentang
berbagai metode, kelebihan dan kelemahannya yang dalam karya ilmiah kemudian
dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan. Metodologi adalah
pengkajian terhadap langkah-langkah yang menggunakan metode. Sedangkan
metode penelitian adalah ilmu yang mengemukakan secara teknis tentang metode
yang digunakan dalam penelitian (Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat: 2011: 23).
2.3.1 Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi
langsung dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya
peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang diselidikinya. Sedang
observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat
berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki.
Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan
secara langsung di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo selama 1 (satu) bulan.
b. Wawancara
Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama
dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka antara si pencari
informasi dengan sumber informasi. Secara sederhana wawancara diartikan
sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan tanya jawab antar pencari
informasi dan sumber informasi.
Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data dengan mewawancarai langsung
Bendahara Pengeluaran Pembantu yang bekerja di Kantor Kelurahan Oro-Oro
Dowo.
c. Dokumentasi
Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis,
terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat,
teori, dalil/hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
penyelidikan.
7

Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data dengan mencari atau


mengumpulkan dokumen-dokumen penting yang diperlukan.

2.3.2 Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti kasus sekelompok manusia, suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

2.3.3 Metode Penyajian Data


Hasil analisis data dalam penelitian dapat disajikan secara informal dan
formal. Penyajian hasil analisis data secara informal yaitu dilakukan dengan cara
merumuskan dengan kata-kata biasa. Sedangkan penyajian analisis data secara
formal yaitu penyajian dilakukan dengan perumusan mengunakan tanda-tanda atau
lambang-lambang. Disini penulis menyajikan hasil analisis data secara informal dan
formal karena data yang disajikan dengan cara merumuskan menggunakan kata-kata
biasa, gambar, dan tabel.

2.4 Jenis Penilitian


2.4.1 jenis kuantitatif

Jenis penelitian kuantitatif dilakukan berdasarkan paradigma positivisme,


menggunakan metode kuantitatif dan analisis kuantitatif, serta hasil akhirnya berupa
generalisasi. Jenis penelitian kuantitatif ini bersifat sistematis dan menggunakan
model-model yang bersifat matematis. Jenis penelitian kuantitatif dapat bersifat
deskriptif, korelasi, dan asosiatif berdasarkan hubungan antarvariabelnya. Penelitian
kuantitatif deskriptif biasanya hanya mengukur tingkat suatu variabel pada populasi
atau sampel.
8

2.4.2 Jenis Kualitatif

Berbeda dengan jenis penelitian kuantitatif, jenis penelitian kualitatif


dilakukan berdasarkan paradigma fenomenologi/natural inquiry,
menggunakan metode kualitatif dan analisis kualitatif, dengan hasil
akhir berupa deskripsi/penjelasan. Metode penelitian ini berfokus pada
pemahaman terhadap fenomena sosial yang terjadi di masyarakat.

Peneliti menggunakan perspektif dari partisipan sebagai gambaran


dalam memperoleh hasil penelitian. Contoh penelitian kualitatif antara
lain metode naratif, fenomenologi, grounded, etnografi, serta studi
kasus.
BAB III
ANALISIS DAN EVALUASI

3.1 Gambaran Umum Lokasi


Kelurahan Oro-Oro Dowo merupakan kelurahan yang terdapat di wilayah
Kecamatan Klojen, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Kelurahan Oro-Oro Dowo
memiliki luas wilayah 136,96 Ha, dengan koordinat wilayah terletak pada
112,6243346 BT dan -7,9682479 LS. Seluruh wilayah Kelurahan Oro-Oro Dowo
merupakan dataran sedang dengan kemiringan tanah 0˚ s/d 1˚. Kelurahan Oro-Oro
Dowo merupakan wilayah yang berada sekitar 500 M diatas permukaan laut dan
secara administratif, Kelurahan Oro-Oro Dowo memiliki 10 RW dan 97 RT dengan
batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Kelurahan Penanggungan dan Kelurahan Samaan
b. Sebelah Timur : Kelurahan Samaan dan Kelurahan Klojen
c. Sebelah Selatan : Kelurahan kauman, Kelurahan Bareng dan Kelurahan Gading
Kasri
d. Sebelah Barat : Kelurahan sumbersari dan Kelurahan Gading Kasri

Gambar 1.
Denah Lokasi

Sumber: Maps data 2020 google

9
10

3.2 Profil Kelurahan Oro-Oro Dowo


Kantor Kelurahan Oro-oro Dowo dipimpin oleh seorang Lurah. Dalam
mengembankan tugasnya sehari-hari, Lurah Oro-oro Dowo dibantu oleh staf dengan
jumlah personil 10 orang. Tugas pokok Kelurahan ialah melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta mempunyai
fungsi untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan, pemberdayaan
masyarakat, pelayanan masyarakat, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum dan pembinaan lembaga kemasyarakatan. Dalam merealisasikan tugas pokok
dan fungsi tersebut, Kelurahan Oro-oro Dowo memiliki mitra kerja. Mulai dari
bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, ekonomi masyarakat, keamanan dan
ketertiban, partisipasi masyarakat, pemerintahan, lembaga masyarakat, hingga
pemberdayaan kesejahteraan keluarga yang didukung oleh adanya organisasi sosial
kemasyarakatan seperti karang taruna, karang werda, kader lingkungan, PSM
(Pekerja Sosial Masyarakat), Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani dan Nelayan),
KKB (Kader Keluarga Berencana), BKB (Bina Keluarga Balita), WKSBM (Wahana
Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat), Tokoh Masyarakat, Gerdu Taskin,
PLKB, Dasawisma, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK, Modin, Satgas
Linmas, dan lain-lain.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung misi Kota Malang
sebagai salah satu kota pendidikan di Jawa Timur, maka pendidikan dari tingkat
dasar, menengah pertama, hingga menengah atas dapat ditemukan di wilayah
Kelurahan Oro-oro Dowo pun. Adapun sekolah elit yang kondang di Kelurahan ini
antara lain adalah SMA Katolik St. Albertus (Dempo), SMA dan SMP
Muhammadiyah 1, SMP Negeri 1, dan SMP Katolik Mardiwiyata dan ada pula
kampus Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Di Kelurahan Oro-oro Dowo juga
terdapat Jalan Besar Ijen Boulevard yang membentang dari selatan ke utara. Potensi
wisata sejarah sangat besar di jalan ini, lantaran terdapat Museum Brawijaya,
Monumen Melati, Monumen dan Taman Makam Pahlawan TRIP, serta bangunan
rumah dengan arsitektur khas Belanda di zaman kolonial.
11

3.3 Struktur Organisasi


Struktur organisasi adalah suatu susunan hubungan antara tiap bagian serta
posisi yang ada pada suatu organisasi atau instansi pemerintahan dalam menjalankan
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif.

Gambar 2 : Bagan Struktur Organisasi

LURAH

HAJAR ISWANTORO, S.Sos

NIP 19680502 200112 1 003

SEKRETARIS

HERMA YUDIANTO

NIP 19630423 199012 1 001

KASI PEM & TRANTIM UMUM KASI PRASARANA & SARANA KASI PEM
UMUM
ELZI LEONARDO, S.AP.,M.Si YUNI R BAIYANTI
IRMAWATI
NIP 19820710 200604 1 021 NIP 19640606 199003 2 012
NIP 19621027 198303 2 015

PENGADMINISTRASI UMUM PENGADMINISTRASI UMUM VERIFIKATUR KEUANGAN

AISAH INDAH SRI RAHAYU SUGIYONO

NIP 19640624 200701 2 010 NIP 19780214 201407 2 003 NIP 19760313 201407 1 007
12

3.4 Evaluasi Penerapan Akuntansi Perpajakan


Evaluasi adalah proses menentukan nilai untuk suatu hal atau objek yang
berdasarkan pada acuan-acuan tertentu untuk menentukan tujuan tertentu. Evaluasi
terhadap hasil analisis dengan pendekatan teori-teori bidang akuntansi. Evaluasi
dikuatkan dengan acuan teori yang relevan dan pustaka (buku literatur) yang dapat
mendukung guna memperkuat pemahaman dan kepercayaan diri mahasiswa
sehingga dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran untuk
perkembangan tempat Praktek Kerja Lapangan dilakukan.
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan dilakukan di Kantor Kelurahan Oro-Oro
Dowo. Kegiatan PKL ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penerapan
Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo. Setelah melakukan
kegiatan PKL, diketahui bahwa selama ini penerapan Akuntansi Perpajakan berjalan
lancar. Namun, penulis menemukan permasalahan yang dihadapi oleh Kantor
Kelurahan Oro-Oro Dowo yaitu Bendahara Pengeluaran Pembantu kurang
menguasai aplikasi yang digunakan oleh pihak perpajakan (Direktorat Jenderal
Pajak). Dengan demikian, dapat mengakibatkan kesalahan dalam penghitungan
pajak. Penulis menawarkan solusi berupa pelatihan atau seminar mengenai aplikasi
tersebut untuk meningkatkan pemahaman Bendahara Pengeluaran Pembantu,
sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penghitungan pajak.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Akuntansi


Akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, mengolah
data menjadi laporan, dan mengomunikasikan hasilnya kepada para pengambil
keputusan. Akuntansi adalah “bahasa bisnis” karena dengan akuntansi sebagian besar
informasi bisnis dikomunikasikan. Perusahaan mendistribusikan laporan akuntansi
yang meringkas kinerja keuangan perusahaan kepada pemilik, kreditur, pemerintah,
dan calon investor. Semakin baik anda menguasai bahasa bisnis, akan semakin baik
pula anda mengelola perusahaan.
Ditinjau dari sudut pemakainya, akuntansi dapat didefinisikan sebagai ”suatu
disiplin yang menyediakan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
secara efisien dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan suatu entitas”.
Ditinjau dari sudut kegiatannya, akuntansi dapat didefinisikan sebagai
“proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisisan data
keuangan suatu entitas”. Definisi ini menunjukkan bahwa kegiatan akuntansi
merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut bermacam-macam kegiatan.
Akuntansi menyajikan informasi tentang keadaan yang terjadi selama periode
tertentu bagi manajemen atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan tujuan
untuk menilai kondisi dan kinerja perusahaan. Sedangkan dalam perpajakan
menggunakan istilah pembukuan/pencatatan, bukan menggunakan istilah akuntansi.
Pembukuan/pencatatan sendiri memiliki lingkup yang lebih sempit dibandingkan
dengan akuntansi.
Akuntansi diselenggarakan dalam suatu entitas (bisa berupa organisasi bisnis
maupun organisasi nirlaba). Informasi akuntansi yang dihasilkan adalah informasi
tentang entitas. Informasi akuntansi sangat penting dalam menyelenggarakan
kegiatan perusahaan. Informasi ini digunakan dalam pengambilan keputusan intern
organisasi (oleh manajemen-yaitu orang yang diberi tugas untuk memimpin
perusahaan), dan juga untuk pengambilan keputusan oleh pihak ekstern organisasi
(oleh investor-yaitu orang-orang yang menanamkan uangnya dalam perusahaan

13
14

untuk mendapatkan laba; oleh kreditur yaitu orang-orang yang memberi pinjaman
kepada perusahaan dan pihak lainnya).

4.2 Pengertian Pajak


Pajak didefinisikan sebagai iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-
Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat asa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran-
pengeluaran umum.
Rasa keadilan dalam pemungutan pajak ialah pajak dikenakan langsung
kepada perolehan penghasilan masyarakat, khususnya Wajib Pajak. Hal ini
dipandang lebih adil, karena pajak itu dipungut berdasarkan kekuatan atau
kemampuan daya pikul secara individual dari anggota masyarakat.
Pada umumnya di negara yang ekonominya sudah maju, hasil pengutan pajak
atas Penghasilan atau Pajak Langsung (PPh, PBB) itu jauh lebih besar daripada
pungutan atas konsumsi atau Pajak Tidak Langsung (PPN, PPnBM, Bea Materai).
Jika suatu negara di mana penerimaan Pajak Tidak Langsung (PTL) lebih besar dari
Pajak Langsung (PL), itu menandakan negara itu masih primitif, sosial ekonominya
masih dalam keadaan terbelakang.

4.2.1 Kedudukan Hukum Pajak


Hukum secara umum terbagi atas hukum perdata dan hukum publik. Hukum
perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam
masyarakat sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara
pemerintah dengan rakyatnya. Hukum publik terdari dari hukum tata negara, hukum
tata usaha (hukum administratif), hukum pajak dan hukum pidana. Dengan demikian
kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.
Hukum pajak merupakan ilmu pengetahuan sendiri yang terlepas dari hukum
publik. Hal tersebut dikarenakan:
1. Tugas hukum pajak bersifat berbeda dengan hukum administrasi negara,
2. Hukum pajak berkaitan erat dengan hukum perdata,
3. Hukum pajak dapat secara langsung digunakan sebagai politik perekonomian dan
15

4. Hukum pajak memiliki ketentuan dan istilah-istilah yang khas untuk bidang
tugasnya.
Dalam mempelaari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis
derogat Lex Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada
peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan
khusus maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal
ini, peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hukum
publik atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.
Hukum pajak menganut paham imperative sedangkan hukum pidana
menganut paham opurtunitas. Paham imperatif menuntut pelaksanaan yang tidak
dapat ditunda. Misalnya dalam pengajuan kebaratan, sebelum ada keputusan dari
Direktur Jenderal Pajak bahwa keberatan tersebut diterima maka wajib Pajak yang
mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah
ditetapkan. Sedangkan paham oportunitas pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada
keputusan lain.
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku
pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Dalam kaitannya hubungan
antara wajib pajak dan fiskus, hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak
materiil dan hukum pajak formil.
Hukum pajak material, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang
dikenai pajak (subjek pajak), berapa besar tarif, timbul dan hapusnya utang pajak,
dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh dari hukum
materiil adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan. Sedangkan hukum pajak formil
memuat bentuk atau tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan.
Hukum ini memuat antara ini tata cara penyelenggaraan atau prosedur penetapan
suatu utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para
wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang
pajak dan kewajiban pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
16

4.2.2 Fungsi Pajak


Terdapat dua fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh
penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli
barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin
tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini
dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang
mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan agar pihak yang
memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak)
yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

4.2.3 Tarif Pajak


Tarif pajak digunakan dalam perhitungan besarnya pajak terutang. Dengan
kata lain, tarif pajak merupakan tarif yang digunakan untuk menentukan besarnya
pajak yang harus dibayar. Tarif pajak secara umum dinyatakan dalam bentuk
prosentase.
17

Berdasarkan pola prosentase pajak, tarif pajak dibagi menjadi empat (4)
macam yaitu:
1. Tarif pajak proporsional/sebanding
Tarif pajak proporsional adalah prosentase pengenaan pajak yang tetap atas
berapapun dasar pengenaan pajaknya, sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contohnya adalah PPN
akan dikenakan tarif sebesar 10% atas berapapun penyerahan barang kena pajak
atau jasa kena pajak, PPh Badan yang dikenakan tarif sebesar sebesar 28% atas
berapapun penghasilan kena pajak.
2. Tarif pajak tetap
Tarif pajak tetap adalah jumlah nominal pajak yang tetap terhadap berapapun
yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh: Tarif atas bea materai.
3. Tarif pajak degresif
Tarif pajak degresif adalah prosentase pajak yang menurun seiring dengan
peningkatan dasar pengenaan pajaknya.
4. Tarif pajak progresif
Tarif pajak progresif adalah prosentase pajak yang bertambah seiring dengan
peningkatan dasar pengenaan pajaknya. Contohnya adalah Pajak Penghasilan
(PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi setiap terjadi peningkatan pendapatan dalam
level tertentu maka tarif yang dikenakan juga akan meningkat.
Wajib Pajak orang pribadi dengan penghasilan kena pajak sampai dengan
Rp.50.000.000 akan dikenakan tarif pajak 5%, penghasilan kena pajak diatas
Rp.50.000.000 sampai dengan Rp.250.000.000 akan dikenakan tarif 15%,
penghasilan kena pajak diatas Rp.250.000.000 sampai dengan Rp.500.000.000 akan
dikenakan tarif 25% sedangkan penghasilan kena pajak diatas Rp.500.000.000
dikenakan tarif pajak 30%.
Jika kenaikan prosentase pajaknya semakin besar maka disebut tarif pajak
progresif progresif sedangkan jika kenaikan prosentase pajaknya semakin kecil maka
disebut tarif pajak progresif degresif dan jika kenaikan prosentase pajaknya tetap
maka disebut tarif progresif tetap.
18

4.2.4 Jenis Pajak


Di Indonesia, pajak dapat dikelompokkan menurut golongan, sifat dan
lembaga pemungutannya. Berikut ini jenis pajak berdasarkan pengelompokannya:
1. Jenis Pajak Menurut Golongannya
a. Pajak langsung
Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain,
tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak langsung karena
pengenaan pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak yang menerima
penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak lain.
b. Pajak tak langsung
Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah contoh dari pajak tak
langsung sebab yang menjadi Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
seharusnya adalah penjualnya, karena penjualnyalah yang mengakibatkan
adanya pertambahan nilai, tetapi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
dapat digeser kepada pembeli (pihak lain).
2. Jenis Pajak Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif
Pajak yang didasarkan atas keadaan subjeknya, memperhatikan keadaan
diri Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya
(memperhatikan keadaan Wajib Pajak).
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak subjektif, karena
pengenaan PPh memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang menerima
penghasilan.
b. Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan diri Wajib
Pajak.
Contoh:
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena pengenaan PPN adalah
peningkatan nilai dari suatu barang, bukan pada penjual yang
meningkatkan nilai barang.
19

2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena Pajak Bumi dan


Bangunan dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan,
bukan dari keadaan pemiliknya.
3. Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat (Negara)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara.
Contoh:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPN dan PPnBM)
3. Bea Materai
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP No. 18 tahun 1997
sebagaimana diubah dengan PP No. 28 tahun 2009. Pajak daerah dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Pajak Provinsi
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Disamping pengelompokkan pajak diatas, pajak juga dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pajak final dan pajak tidak final. Pajak final berarti bahwa pajak
yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak melalui pemungutan atau pemotongan pihak
lain dalam tahun berjalan dapat tidak dikreditnya atau dikurangkan pada total PPh
yang terutang pada akhir tahun saat pengisian SPT Tahunan PPh. Sebagian besar
pajak yang berlaku di Indonesia adalah pajak tidak final. Pajak tidak final adalah
20

pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak melalui pemungutan atau pemotongan
pihak lain dalam tahun berjalan dan dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang
pada akhir tahun saat pengisian SPT Tahunan, misalnya adalah Pajak Penghasilan
pasal 21, 22, 23, 24 dan PPN. Sedangkan contoh dari pajak final adalah sebagai
berikut:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi penjualan saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.
e. Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yaitu sampai dengan Rp.
4.800.000.000,-

4.2.5 Teori Pemungutan Pajak


Pemungutan pajak yang dilaksanakan oleh suatu negara khususnya Indonesia,
didasarkan atas beberapa teori yang melandasinya, teori-teori tersebut adalah teori
asuransi, teori kepentingan, teori daya pikul, teori bakti dan teori asas daya beli.
1. Teori Asuransi
Dalam perjanjian asuransi, dinyatakan bahwa setiap peserta asuransi wajib
untuk membayar premi asuransi dengan tujuan sebagai perlindungan bagi orang
yang bersangkutan atas keselamatan dan harta bendanya. Jika ada salah satu dari
peserta asuransi mengalami risiko atas keselamatan atas diri dan harta bendanya,
maka perusahaan asuransi akan membayar klaim asuransi yang sebenarnya
berasal dari premi yang dibayarkan oleh anggota lainnya. Demikian halnya
dengan pajak, wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak disamakan dengan
21

pembayar premi. Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi kerena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
Teori asuransi ditentang sebagai dasar pemungutan pajak karena (a) dalam
hal timbul kerugian, tidak ada penggantian secara langsung dari negara dan (b)
antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah
terdapat hubungan langsung.
2. Teori Kepentingan
Dalam teori ini pembebanan pajak kepada masyarakat didasarkan atas
besarnya kepentingan masyarakat dalam suatu negara. Kepentingan yang
dimaksud adalah perlindungan masyarakat atas jiwa dan hartanya yang
seharusnya diselenggarakan oleh pemerintah, oleh sebab itu sudah sewajarnya jika
pengeluaran negara untuk perlindungan ini dibebankan kepada masyarakat.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang
harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Teori ini menyatakan bahwa biaya-biaya atas perlindungan yang diberikan
oleh negara kepada warga negara haruslah dipikul oleh segenap orang yang
menikmatinya dalam bentuk pajak. Dengan berdasarkan pada asas keadilan, maka
pajak yang dikenakan terhadap masyarakat tergantung dari daya pikul dari
masing-masing masyarakat. Daya pikul seseorang dapat diukur berdasarkan
besarnya penghasilan yang telah mempertimbangkan pengeluaran seseorang
sehingga masyarakat dengan penghasilan yang lebih tinggi memiliki daya pikul
yang lebih tinggi pula.
Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu unsur
objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif dilakukan dengan melihat besarnya
penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan unsur
subjektif dilakukan dengan memperhatikan besarnya kebutuhan material yang
harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari
22

bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. Masyarakat dianggap


memiliki kewajiban mutlak yaitu untuk berbakti kepada negara dan untuk
membuktikan baktinya, masyarakat harus menyadari bahwa pajak adalah suatu
kewajiban. Oleh sebab itu negara memiliki hak mutlak untuk memungut pajak
dari masyarakat. Teori bakti dikenal juga sebagai teori kewajiban pajak mutlak.
Berkebalikan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak mengutamakan negara
diatas kepentingan warganya, teori ini mengutamakan kepentingan negara diatas
kepentingan masyarakat.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk
rumah tangga. Teori ini beranggapan bahwa pajak digunakan untuk menarik daya
beli masyarakat walaupun pada akhirnya negara akan menyalurkan kembali daya
beli yang sudah ditarik ini kepada masyarakat. Dengan demikian kepentingan
seluruh masyarakat lebih diutamakan.

4.2.6 Asas Pemungutan Pajak


Pelaksanaan pemungutan pajak harus sesuai dengan asas-asas yang melandasi
pemungutan pajak. Pelakasanaan asas-asas pemungutan ini dilakukan agar
pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan. Menurut Adam
Smith, pemungutan pajak seharusnya didasarkan atas:
1. Asas Equality
Harus terdapat keadilan persamaan hak dan kewajiban di antara Wajib Pajak
dalam suatu negara. Persamaan hak dan kewajiban berarti bahwa tidak boleh ada
diskriminasi antara Wajib Pajak. Akan tetapi pemungutan pajak hendaknya
memperhatikan kemampuan Wajib Pajak untuk membayar pajak (ability to pay)
dan sesuai dengan kepentingan dan manfaat yang diterima Wajib Pajak dari
pemerintah.
Keadilan mensyaratkan bahwa setiap sumbangan Wajib Pajak untuk
pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta. Keadilan
dalam pemungutan pajak ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
23

a. Keadilan Horizontal
Keadilan horizontal berarti beban pajak yang sama kepada semua Wajib Pajak
yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang
sama tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan.
b. Keadilan Vertikal
Keadilan vertikal berarti bahwa pemungutan pajak adil jika Wajib Pajak dalam
kondisi kemampuan finansial yang sama dikenakan pajak yang sama.
Menurut Musgrave dan Musgrave, terdapat dua macam asas keadilan
pemungutan pajak, yaitu:
1. Benefit Principle
Benefit Principle berarti bahwa untuk menciptakan sistem perpajakan yang
adil, setiap wajib pajak membayar pajak sebanding dengan manfaat yang
dinikmati dari pemerintah. Asas ini sering disebut sebagai Revenue and
Expenditure Approach.
2. Ability Principle
Ability Principle berpedoman bahwa untuk mewujudkan sistem perpajakan
yang adil maka pembebasan pajak didasarkan atas kemampuan Wajib Pajak
untuk membayar.
2. Asas Certainty
Penetapan pajak harus jelas, tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Wajib
Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak terutang, kapan
harus dibayar dan batas waktu pembayarannya. Pemungutan pajak yang jelas akan
memberikan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban Wajib Pajak, sehingga
akan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak.
3. Asas Convenience
Pemungutan pajak harus memperhatikan kenyamanan (convenience) dari wajib
pajak, dalam arti pajak harus dibayar oleh Wajib Pajak pada saat-saat yang tidak
menyulitkan Wajib Pajak, yaitu pada saat memperoleh penghasilan (pay as you
earn). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan Wajib Pajak berupaya
secara ilegal menghindari kewajiban membayar pajak karena pajak dipungut saat
penghasilan tersebut diterima.
24

4. Asas Economics
Biaya untuk pemungutan pajak harus seminim mungkin. Dengan biaya
pemungutan yang minimal diharapkan dapat menghasilkan penerimaan pajak
yang sebesar-besarnya. Dengan prinsip ini, maka pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah, dapat melakukan rasionalisasi dalam
pemungutan pajak, sehingga hanya pajak yang menghasilkan penerimaan besar
dengan biaya rendah yang akan dikembangkan, sedangkan pajak yang
pemasukannya kecil dan memerlukan biaya yang besar akan ditinggalkan.

4.2.7 Syarat Pemungutan Pajak


Berdasarkan asas pemungutan pajak, dan juntuk menghindari perlawanan pajak,
maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini:
1. Pemungutan pajak harus adil
Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan merata,
sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan
manfaat yang diminta Wajib Pajak dari pemerintah. Selain itu, keadilan sesuai
dengan tujuan hukum diartikan pencapaian keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang
Untuk mewujudkan pemungutan yang adil, pemungutan pajak harus dapat
memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya. Oleh karena itu
pemungutan pajak harus didasarkan atas Undang-Undang yang disahkan oleh
lembaga legislatif dan untuk mewujudkan pemungutan pajak dilandaskan atas
Undang-Undang, yaitu Pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Hal ini memberikan jaminan
hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Negara menghendaki agar perekonomian negara dan masyarakat dapat senantiasa
meningkat. Oleh karena itu pemungutan pajak yang merupakan penyerapan
25

sebagian sumber daya dari masyarakat tidak boleh mengganggu kelancaran


kegiatan produksi dan perdagangan yang akan mengakibatkan kelesuan
perekonomian negara. Oleh karena itu dimungkinkan pemberian falisitas
perpajakan sejauh pemberian falisitas ini berdampak positif bagi perekonomian
negara.
4. Pemungutan pajak harus efisien
Biaya untuk pemungutan pajak haruslah seminimal mungkin, dan hasil
pemungutan pajak hendaknya digunakan secara optimal untuk membiayai
pengeluaran negara seperti yang tercantum dalam APBN. Oleh sebab itu
pemungutan pajak harus menggunakan prinsip cost and benefit analysis, dalam
arti biaya pemungutan pajak harus lebih kecil daripada pajak yang dipungut.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara sederhana sehingga akan
memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu,
sistem pemungutan pajak yang sederhana akan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-
undang perpajakan yang baru yaitu PP No 46 Tahun 2013. Dalam PP No 46
Tahun 2013 tujuan utamanya adalah memberikan kesederhanaan perhitungan bagi
Wajib Pajak yaitu sebesar 1% dari peredaran bruto.

4.3 Pajak Penghasilan Pasal 21


Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh oleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan.
Subjek Pajak PPh pasal 21 adalah setiap penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 terdiri dari pegawai tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima
upah serta orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dari pemotong pajak.
Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan
suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk
yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara dan
26

badan usaha milik daerah. Pegawai dapat dibedakan menjadi dua yaitu pegawai tetap
dan pegawai lepas. Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi
kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala,
termasuk di dalamnya adalah anggota dewan komisaris dan anggota dewan
pengawas yang secara teratur terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan
secara langsung.
Pegawai lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang
hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima
atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk
orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tabungan hari tua atau tunjangan
hari tua.
Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh
imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.
Berbeda dengan penerima honorarium, penerima upah adalah orang pribadi
yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan. Upah
harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar hari kerja, upah
mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan, upah
borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian
pekerjaan tertentu sedangkan upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan
atas dasar banyaknya satuan produk yang dihasilkan.
Selain pegawai tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium
dan penerima upah, bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan juga merupakan subjek pajak
penghasilan pasal 21. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan terdiri dari:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c. Olahragawan;
27

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;


e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. Agen iklan;
h. Pengawas atau pengelola proyek;
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
j. Petugas penjaja barang dagangan;
k. Petugas dinas luar asuransi;
l. Distributor multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya.
Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan juga merupakan subjek PPh pasal
21 meliputi:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lin perlombaan olahraga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. Peserta kegiatan lainnya.

4.3.1 Objek PPh Pasal 21


Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah penghasilan
yang diterima atau diperoleh secara teratur maupun penghasilan yang diterima secara
tidak teratur. Penghasilan yang diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun
bulanan, upah honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau
dewan anggota pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang
tunggu, uang ganti rugi, tunjangan teratur, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang
dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun.
Sedangkan yang dimaksud dengan penghasilan tidak teratur adalah jasa produksi,
28

tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus,
premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan yang
biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.
Pegawai biasanya tidak hanya menerima gaji atau upah saja dalam satu
bulannya, masih ada komponen-komponen lain yang diperhitungkan dalam
pembayaran seorang pegawai, yaitu uang lembur, tunjangan, komisi, honorarium,
dam gratifikasi.
Secara lebih lengkap, objek PPh pasal 21 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun
bulanan, upah honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau
anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang
tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan,
tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transportasi, tunjangan pajak,
tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi
yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama
apapun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan
tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya dengan nama
apapun.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan:
a. Upah harian adalah upah terutang atau yang dibayarkan atas dasar jumlah dari
hasil kerja.
b. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan.
c. Upah satuan adalah upah terutang atau yang dibayarkan atas dasar banyaknya
satuan yang dihasilkan.
d. Upah borongan adalah upah terutang atau yang dibayarkan atas dasar
penyelesaian pekerjaan tertentu.
4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon, dan pembayaran lain yang sejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
29

sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak Dalam Negeri, terdiri dari:
a. Tenaga ahli, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan,
notaris, penilai, dan aktuaris;
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pamahat, pelukis, dan seniman
lainnya;
c. Olahragawan;
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, dan moderator;
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Pemberi jasa dalam bidang teknik, komputer, dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
g. Agen iklan;
h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala
bidang kegiatan;
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
j. Peserta perlombaan;
k. Petugas penjaja barang dagangan;
l. Petugas dinas luar asuransi;
m. Peserta pendidikan, pelatihan; dan pemagangan;
n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain terkait gaji yang diterima oleh
pejabat negara, PNS serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang
sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiun termasuk janda
atau duda dan atau anak-anaknya.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
perhitungan khusus (deemend profit).
30

4.3.2 Pemotong PPh Pasal 21


Pengenaan PPh Pasal 21 bersifat pemotongan. Pemotongan yang dimaksud
adalah ketika pegawai menerima gaji atau upah, maka gaji atau upah yang diterima
tidak lagi utuh tetapi sudah dipotong dengan PPh Pasal 21. Pemotong pajak untuk
Pajak Penghasilan Pasal 21, yang biasa disebut sebagai pemotong pajak terdiri dari:
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran
lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas.
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan.
Sedangkan yang tidak termasuk sebagai pemotong pajak yang wajib memotong,
menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 adalah:
a. Badan perwakilan negara asing
b. Organisasi internasional yang tercantum dalam keputusan Menteri Keuangan.

4.3.3 Tarif PPh Pasal 21


Dalam menentukan besarnya PPh pasal 21 terdapat tiga macam jenis tarif
yang bisa digunakan, yaitu:
1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU No 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir
dengan UU No 36 tahun 2008, yaitu:
a) Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%
b) Di atas Rp. 50.000.000 – Rp.250.000.000,00 15%
c) Di atas Rp. 250.000.000,00 – Rp.500.000.000,00 25%
d) Di atas Rp. 500.000.000,00 30%
31

Tarif ini bisa dikenakan berdasarkan penghasilan kena pajak maupun


berdasarkan penghasilan bruto. Tarif pasal 17 berdasarkan penghasilan kena pajak
dikenakan atas pegawai tetap, penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara
bulanan dan pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang dibayarkan secara
bulanan. Pegawai tetap, penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan
dan pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang dibayarkan secara bulanan
penghasilan kena pajak dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan
PTKP.
Sedangkan pengenaan tarif sesuai dengan tarif pasal 17 UU No 7 Tahun 1983
sebagaimana diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 berdasarkan penghasilan
bruto adalah:
1) Honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak
merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
2) Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
3) Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus
sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
4) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain peserta
perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; peserta
rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; peserta atau
anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
peserta pendidikan dan pelatihan; serta peserta kegiatan lainnya.
2. Tarif 5%
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga
Kerja Lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan,
dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan
akan dikenakan tarif 5% sepanjang:
32

1) Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp.200.000,00 atau


2) Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya, dalam hal
jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi
Rp. 2.025.000,00
Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah
melebihi Rp. 7.000.000,00, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena
Pajak yang disetahunkan.

3. Tarif 2,5%
Tarif 2,5% adalah tarif efektif atas 50% dari tarif pasal 17. Tarif ini dikenakan
atas penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan akutuaris;
2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto
model,peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat pelukis,
dan seniman lainnya;
3) Olahragawan;
4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7) Agen iklan;
8) Pengawas atau pengelola proyek;
9) Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10) Petugas penjaja barang dagangan;
11) Petugas dinas luar asuransi;
33

12) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan


kegiatan sejenis lainnya;
Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% dari tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

4.4 Pajak Penghasilan Pasal 22


Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga tinggi lainnya. PPh Pasal 22
dikenakan terhadap pembayaran atas penyerahan barang kepada badan pemerintah
atau kegiatan impor atau kegiatan di bidang usaha tertentu. PPh Pasal 22 dibayarkan
dalam tahun berjalan melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan pihak-pihak
tertentu.
Dalam Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ada tiga hal yang menjadi fokus
pemungutan pajak, yaitu (1) Bendaharawan Pemerintah Pusat atau Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang yang biasa disebut sebagai PPh Pasal 22
Bendaharawan; (2) Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan di bidang impor biasa disebut PPh Pasal 22 atas impor;
dan (3) Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok kretek atau
putih, industri kertas, industri baja, industri kertas, industri baja, industri otomotif,
penjualan hasil produksi Pertamina dan penyaluran oleh Bulog.

4.4.1 Sifat Pemungutan PPh Pasal 22


Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final. Jenis PPh Pasal
22 yang pemungutannya bersifat final adalah: (a) PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil
produksi baja, (b) PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan
usaha lain yang sejenis kepada penyalur atau agen.
34

Sedangkan PPh Pasal 22 yang pemungutannya bersifat tidak final adalah;


a. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi Pertamina atau badan usaha lain
yang sejenis kepada pembeli lain (pabrikan)
b. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri semen
c. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri kertas
d. PPh Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi industri otomotif
e. PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dibayar dengan dana dari
APBN/APBD
f. PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh instansi atau badan
usaha tertentu sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan atau pemungut
pajak
g. PPh Pasal 22 atas impor barang
h. PPh Pasal 22 atas pembelian barang-barang atau ekspor hasil produksi oleh
eksportir industri perkebunan, perhutanan, pertanian dan perikanan.

4.4.2 Pemungutan PPh Pasal 22


Tata cara Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 didasarkan atas suatu
pemungutan, dalam arti setiap terjadi transaksi maka Wajib Pajak akan dipungut PPh
Pasal 22 pihak lain yang disebut sebagai pemungut PPh Pasal 22. Menteri Keuangan
dapat menetapkan (a) bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang, (b) badan-badan tertentu untuk
memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain dan (c) Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut
pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Penjabaran
atas pemungut PPh pasal 22 ini dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jendral
Pajak SE – 02/PJ/2013, yang menyebutkan bahwa pemungut PPh pasal 22 terdiri
dari:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang;
35

3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang


yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuas Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan.
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas,industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
9. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
PPh Pasal 22 yang berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan barang
yang bersumber dari dana APBN atau APBD pemungutannya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat atau Daerah dan
BUMN atau BUMD, sedangkan PPh Pasal 22 atas impor pemungutannya dilakukan
oleh Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi, pemungutannya dilakukan oleh
badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja dan industri otomotif dan farmasi, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri atau Pertamina
dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis
premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya serta Badan Urusan Logistik
(Bulog), atas penyerahan gula pasir tepung terigu.
36

4.5 Pajak Penghasilan Pasal 23


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi
maupun badan) maupun bentuk usaha tetap dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21, meliputi deviden, bunga, royalti, hadiah dan
penghargaan, sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta, serta
imbalan jasa tertentu.

4.5.1 Tarif Pajak PPh Pasal 23


Pasal 23 UU No. 17 Tahun 2000 memberlakukan tarif tunggal yaitu 15%.
Tarif 15% tersebut dikenakan atas dasar pengenaan (pemotongan) pajak yang
berbeda-beda. Penerapan tarif PPh Pasal 23 dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Tarif 15% dari jumlah penghasilan bruto, diterapkan untuk penghasilan berupa:
1. Dividen;
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
3. Royalti;
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
b. Tarif 15% dari jumlah bruto dan bersifat final, diterapkan untuk penghasilan
berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
c. Tarif 15% dari penghasilan neto, diterapkan untuk penghasilan berupa:
1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.

4.5.2 Dasar Pemotongan PPh Pasal 23


Dasar pengenaan (pemotongan) pajak dibedakan menjadi penghasilan bruto
dan penghasilan neto.
37

Dasar pengenaan/pemotongan pajak adalah jumlah penghasilan bruto, untuk


penghasilan sebagai berikut:
a. Dividen;
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. Royalti;
d. Hadiah dan penghargaan;
e. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
Dasar pemotongan/pemungutan pajak adalah penghasilan neto untuk untuk
penghasilan sebagai berikut:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pemungutan harta;
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21.
Jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 berdasar perkiraan penghasilan
neto beserta tarif perkiraan penghasilan neto, ditetapkan dalam Peraturan Dirjen
Pajak No. PER-178/PJ/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen
Pajak No. PER-70/PJ/2007.

4.5.3 Pemotong PPh Pasal 23


PPh Pasal 23 dipotong atas penghasilan yang terdiri dari dividen, bunga,
royalti, hadiah dan penghargaan, sewa dan imbalan yang sehubungan atas jasa
teknik. Adapun yang menjadi Subjek Pajak adalah menerima dari penghasilan di
atas, terdiri dari Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Sifat dari PPh Pasal 23 adalah pemotongan, dalam arti penerima penghasilan
yang dikenai PPh Pasal 23 dipotong terlebih dahulu PPh Pasal 23 oleh pemberi
penghasilan. Pemotong PPh Pasal 23 terdiri dari:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
38

6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak (WP) dalam negeri tertentu, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23, yaitu
akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali
PPAT kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas dan orang pribadi yang menjalankan usaha yang
menyelenggarakan pembukuan, atas pembayaran berupa sewa.

4.6 Penerapan Akuntansi Perpajakan


Akuntansi menyajikan informasi tentang keadaan yang terjadi selama periode
tertentu bagi manajemen atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan tujuan
untuk menilai kondisi dengan kinerja perusahaan. Sedangkan dalam perpajakan
menggunakan istilah pembukuan/pencatatan.
Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra-prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Akuntansi Perpajakan sangatlah penting, karena menekankan perlunya
pemahaman perpajakan yang baik oleh Wajib Pajak (terutama Wajib Pajak Badan)
agar jangan sampai terjadi kesalahan dalam penghitungan pajaknya karena dapat saja
sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan pajak oleh aparat pajak/fiskus.
Fungsi Akuntansi Perpajakan adalah mengolah data kuantitatif yang akan
digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan
perpajakan.
Setelah melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan, selama ini penerapan
Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo sudah berjalan lancar
sesuai dengan Undang-Undang Pajak yang berlaku. Dalam hal ini, sistem
pembayaran pajak mengikuti sistem pembayaran berdasarkan Undang-Undang
Pajak. Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo melakukan sistem pembayaran langsung
yang berarti pembayaran pajak bersamaan dengan pencairan dana dari Badan
Kerjasama Antar Desa (BKAD).
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang
untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBD/APBN
39

pada kantor/satuan kerja kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah. Bendahara


Pengeluaran wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Untuk mempermudah
pengadministrasian baik itu penyetoran dan pelaporan pajak, maka Bendahara
Pengeluaran berbelanja dengan rekanan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Terdapat beberapa jenis Pajak yang dipotong/dipungut di Kantor Kelurahan
Oro-Oro Dowo, yaitu:
1. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)
PPh Pasal 21 yaitu pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada
orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan (Aparat Sipil
Negara dan Honorarium).
A. Objek Pajak
1. Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima oleh Pegawai,
seperti gaji dan tunjangan (PPh 21 ditanggung Pemerintah).
2. Penghasilan tidak tetap dan tidak teratur yang diterima oleh Pegawai, Bukan
Pegawai, dan Peserta Kegiatan, seperti: honor kegiatan, honor narasumber,
dan sebagainya (Dipotong PPh Pasal 21).
Terdapat 9 (Sembilan) orang Aparat Sipil Negara yang ada di Kantor
Kelurahan Oro-Oro Dowo, dengan gaji yang langsung dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21 oleh Bendahara Kota.
B. Tarif Pajak
1. Tarif Pasal 17 UU PPh x Dasar Pengenaan PPh (untuk PPh tidak bersifat
final).
2. Tarif Final x Jumlah Bruto (untuk PPh bersifat final).

Tabel 2.
Tarif Pajak Aparat Sipil Negara Berdasarkan Golongan
Penerima Penghasilan Tarif
Golongan I dan II 0%
Golongan III 5%
Golongan IV 15%
40

2. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)


PPh Pasal 22 yaitu pemungutan atas penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan pembelian barang.
A. Objek Pajak
Pembelian barang, seperti: komputer, mebel, alat tulis kantor, dan barang
lainnya oleh Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo kepada Wajib Pajak rekanan penjual
barang. Berikut ini pengenaan Pajak berdasarkan jumlah pembelian barang:
1. Apabila pembelian barang dibawah Rp.1.000.000 maka tidak dikenakan
Pajak.
2. Apabila pembelian barang berkisar Rp.1.000.000 sampai dengan
Rp.1.999.999 maka hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
3. Apabila pembelian barang diatas Rp.2.000.000 maka dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 22.
B. Tarif Pajak
1,5% x Harga Beli (tidak termasuk PPN)
1. Apabila yang menerima penghasilan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
maka dikenakan tarif 1,5%.
2. Apabila yang menerima penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak, maka dikenakan tarif 3%.
3. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23)
PPh Pasal 23 yaitu pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan berupa
jasa. Dalam hal ini, berapa pun jumlah pengeluarannya, maka akan dikenakan PPh
Pasal 23.
A. Objek Pajak
1. Penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain/rekanan berupa sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (selain
tanah/bangunan), seperti sewa kendaraan atau sewa sound system.
2. Penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain/rekanan berupa imbalan
sehubungan dengan jasa kebersihan, jasa katering, dan sebagainya.
41

B. Tarif Pajak
2% x Jumlah Bruto (tidak termasuk PPN)
1. Apabila yang menerima penghasilan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
maka dikenakan tarif 2%.
2. Apabila yang menerima penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak, maka dikenakan tarif 4%.

4.7 Permasalahan Yang Dihadapi


Setelah melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan, selama ini penerapan
Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo sudah berjalan lancar
sesuai dengan Undang-Undang Pajak yang berlaku. Namun demikian, penulis
menemukan permasalahan yang dihadapi oleh Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo
yaitu Bendahara Pengeluaran Pembantu yang kurang menguasai aplikasi yang
digunakan oleh Pihak Perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak). Aplikasi yang
digunakan oleh pihak perpajakan hanya digunakan oleh Bendahara Pengeluaran
Pembantu. Salah satu tugas dari Bendahara Pengeluaran Pembantu yaitu melakukan
pemotongan/pemungutan dan penghitungan Pajak yang ada di Kantor Kelurahan
Oro-Oro Dowo. Dengan demikian, apabila Bendahara Pengeluaran Pembantu kurang
menguasai aplikasi yang digunakan oleh pihak perpajakan, maka akan
mengakibatkan kesalahan dalam penghitungan pajak.

4.8 Solusi Yang Ditawarkan


Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh Kantor Kelurahan Oro-Oro
Dowo mengenai Bendahara Pengeluaran Pembantu yang kurang menguasai aplikasi
yang digunakan oleh pihak perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak), maka penulis
menawarkan solusi berupa pelatihan dan seminar mengenai aplikasi tersebut.
Pelatihan dan seminar ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman Bendahara
Pengeluaran Pembantu mengenai aplikasi tersebut sehingga dapat mengurangi
kesalahan dalam penghitungan pajak.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian
mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan
pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam
perusahaan, organisasi non-profit, dan lembaga pemerintah.
Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang,
sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Akuntansi Perpajakan adalah salah satu bidang akuntansi diterapkan dengan
tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Dengan adanya akuntansi
perpajakan yang baik tentunya akan memberikan dampak yang baik pula dalam
sebuah instansi.
Setelah melakukan penelitian tentang Analisis Penerapan Akuntansi
Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo maka dapat disimpulkan bahwa
dalam hal Penerapan Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo
sudah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku baik dalam penggunaan,
penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23.
Namun demikan, terdapat permasalahan yang dihadapi dalam penerapan Akuntansi
Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo, tetapi sudah mendapatkan solusi.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah:
1. Sebaiknya instansi mengadakan pelatihan atau seminar mengenai aplikasi yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Penerapan Akuntansi Perpajakan di Kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo sudah baik
dan benar, namun perlu untuk selalu diawasi dan bisa juga dikembangkan guna
memperbaiki sistem dan selalu update dengan peraturan perpajakan yang
berlaku.

42
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2013. Akuntansi Perpajakan, Edisi 3.


Penerbit Salemba Empat.
Darmadi, Hamid. Metode Penelitian Pendidikan Dan Sosial, Teori Konsep Dasar
Dan Implementasi. Penerbit Alfabeta Bandung.
Al Haryono Jusuf. Dasar-Dasar Akuntansi Jilid I Edisi 5. Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Lubis, Gustian Djuanda Irwansyah. 2002. Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai,
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lubis, Irsan. 2015. Mahir Akuntansi Pajak Terapan. Penerbit Andi Yogyakarta.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Diterbitkan oleh Gadjah Mada
University Press.
Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia.
Supramono dan Theresia Woro Damayanti. 2014. Perpajakan Indonesia. Penerbit
Andi Yogyakarta.
Waluyo. 2012. Akuntansi Pajak, Edisi 6. Penerbit Salemba Empat.
Waluyo dan Wirawan B Ilyas. 1999. Perpajakan Indonesia. Penerbit Salemba
Empat.

43
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Foto Kegiatan Praktek

44

Anda mungkin juga menyukai