Anda di halaman 1dari 83

Pedoman Perencanaan Kontingensi

Versi 5.0

Desember 2021

Direktorat Kesiapsiagaan
Kedeputian Bidang Pencegahan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Kata Pengantar

2
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

PEDOMAN PERENCANAN KONTINGENSI


Versi 5.0

PENGARAH
Prasinta Dewi - Deputi Bidang Pencegahan - BNPB

PENANGGUNGJAWAB
Pangarso Suryotomo - Direktur Kesiapsiagaaan, BNPB

EDITOR
Eko Teguh Paripurno - PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta

PENYUSUN
Puji Pujiono Pujiono Centre
Sigit Purwanto Pujiono Centre
Sugeng Triutomo Yayasan PRB
Sumino LPTP Surakarta
Yugyasmono Lingkar
Dyah Rusmiasih BNPB
Dian Oktiari BNPB
Ardhy Abetriawan BNPB
Catur Sudiro MPBI
Gandar Mahojwala KAPPALA
Anggoro Budi Prasetyo Pujiono Centre

KONTRIBUTOR
Meliawati BNPB
Indah Fitrianasari BNPB
Mochamad Andrian BNPB
Rini Ambarwati BNPB
Gita Tamba O. BNPB
Faiz Damayanti BNPB
Zela Septikasari Pujiono Centre
Putu Hendra Wijaya Pujiono Centre
Ficky Adi Kurniawan Pujiono Centre
Arif Jauhari IAMMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Jimmy Jati IAMMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Wana Kristanto IAMMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Inggit Fandayati MMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Slamet Haryanto MMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Wiratama Putra PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Wahyu Sugeng Triadi PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta

81 halaman; 21cm x 29,7cm


ISBN 978-623-389-105-9

Direktorat Kesiapsiagaan
Kedeputian Bidang Pencegahan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
2021

3
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................................. 2


Daftar Isi ............................................................................................................................ 4
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 5
1.2. Landasan Hukum ......................................................................................................... 7
1.3. Tujuan Pedoman .......................................................................................................... 8
1.4. Sasaran Pedoman ........................................................................................................ 9
1.5. Ruang Lingkup Pedoman ............................................................................................. 9
1.6. Pengertian.................................................................................................................... 9
BAB 2. KONSEP PERENCANAAN KONTINGENSI .............................................................. 11
2.1. Kerangka Konseptual Perencanaan Kontingensi ....................................................... 11
2.2. Fungsi Perencanaan Kontingensi ............................................................................... 11
2.3. Perencanaan Kontingensi Dalam Hirarki Perencanaan Penanggulangan Bencana .. 11
2.4. Perencanaan Kontingensi dan Konteks Wabah Penyakit .......................................... 13
2.5. Prinsip Perencanaan Kontingensi .............................................................................. 14
BAB 3. TATALAKSANA PERENCANAAN KONTINGENSI .................................................... 15
3.1. Pemrakarsa ................................................................................................................ 15
3.2. Metode dan Pendekatan ........................................................................................... 15
3.3. Penganggaran ............................................................................................................ 15
3.4. Waktu Perencanaan Kontingensi .............................................................................. 15
3.5. Dasar Perencanaan Kontingensi ................................................................................ 15
3.6. Ambang Batas Kewenangan ...................................................................................... 16
3.7. Penetapan Hasil Perencanaan Kontingensi ............................................................... 16
3.8. Pemutakhiran ............................................................................................................ 16
3.9. Tim Penyusun ............................................................................................................ 16
3.10. Narasumber dan fasilitator........................................................................................ 18
BAB 4. TAHAPAN DAN PROSES PERENCANAAN KONTINGENSI ....................................... 19
4.1. Tahap Persiapan ........................................................................................................ 19
4.2. Tahap Pelaksanaan .................................................................................................... 20
4.3. Tahap Finalisasi .......................................................................................................... 26
4.4. Tahap Tindak Lanjut................................................................................................... 26
BAB 5. STRUKTUR DAN ISI DOKUMEN RENCANA KONTINGENSI ..................................... 29
5.1. Struktur Isi Dokumen Rencana Kontingensi .............................................................. 29
5.2. Panduan Penulisan Dokumen Rencana Kontingensi ................................................. 31
BAB 6. PENUTUP............................................................................................................ 81

4
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Perencanaan kontingensi merupakan pemodelan mutakhir respon bencana cepat, tepat,
efektif, efisien, bertanggung gugat1 dalam pelaksanaan mandat perlindungan dan
pengungsian masyarakat terpapar bencana secara terpadu antara pemerintah, perguruan
tinggi, media, dunia usaha, masyarakat. Konstruksi logika dan hukumnya ada pada undang-
undang, peraturan, SNI, pedoman-pedoman dan sistem respon kemanusiaan global.

Alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 yang eksplisit menyatakan “melindungi segenap bangsa
Indonesia'' dituangkan pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Klausul
relevan terhadap perencanaan kontingensi pada UU tersebut ada di Pasal 33, huruf b;
penyelenggaraan penanggulangan bencana saat tanggap darurat. Pengertian tanggap darurat
dijelaskan pada Pasal 1 Ayat 10 dengan bunyi; “bahwa tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana”. Tanggap darurat
kemudian diatur terperinci dilanjutkan mulai dari Pasal 48 hingga Pasal 59 yang secara garis
besar memberikan arahan tegas penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat.

Arahan penyelenggaraan tanggap darurat lebih operasional dijabarkan dalam aturan turunan
yakni Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana. Di dalamnya, Pasal 17 Ayat 1, berbunyi; “rencana penanggulangan kedaruratan
bencana (RPKB) merupakan acuan bagi pelaksanaan penanggulangan bencana dalam keadaan
darurat. Selanjutnya rincian tata laksana penyelenggaraan tanggap darurat diatur pada BAB
III, mulai Pasal 21 sampai dengan Pasal 54, yang terdiri dari tujuh bagian pengaturan sasaran,
teknis, manajerial, dan administratif. Pasal 17 ayat 3, menyatakan bahwa rencana
penanggulangan kedaruratan bencana dapat dilengkapi dengan penyusunan rencana
kontingensi. Tahun 2019, BNPB menerbitkan pedoman Rencana Penanggulangan Kedaruratan
Bencana (RPKB) sebagai rujukan dan panduan bagi pemerintah di berbagai tingkatan, baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, maupun pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya situasi
kedaruratan akibat bencana.

1
Tanggung gugat adalah posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk
kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang atau badan
hukum yang diakibatkan entah oleh perbuatan melawan hukum, pelanggaran norma, atau kegagalan
melaksanakan kewajiban, tidak melaksanakan selayaknya, atau tidak tepat waktu.
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Perencanaan Kontingensi Sebagai Bagian dari Kewajiban Pemerintah Daerah


Demi memastikan perlindungan warga dari bahaya (bencana) maka Kementerian Dalam
Negeri menerbitkan Permendagri Nomor 101 Tahun 2018 Tentang Standar Teknis Pelayanan
Dasar. Permendagri tersebut menegaskan perencanaan kontingensi sebagai kewajiban dalam
standar pelayanan minimal sub-urusan bencana daerah kabupaten/kota.

Gambar 1.1. Diagram Standar Pelayanan Minimal (Permendagri 101/2018)

Pelaksanaan Permendagri 101/2018 diatur dan dijelaskan lebih rinci dalam Kepmendagri No
050-3708 Tahun 2020. Permendagri ini menetapkan nomenklatur perencanaan
pembangunan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di dalamnya tegas menyatakan perencanaan
kontingensi merupakan urusan wajib pemerintah kabupaten/kota dan diakomodir dalam
perencanaan pembangunan dengan kode rekening pembiayaan khusus.

Pada tahun 2019 BNPB bersama BSN menerbitkan Standar Nasional Indonesia Perencanaan
Kontingensi (SNI 8751:2019) sebagai acuan standar minimal perencanaan kontingensi yang
dapat menjadi standar perencanaan kontingensi tingkat kabupaten. Di tahun yang sama BNPB
menerbitkan Pedoman Perencanaan Kontingensi 4.0. Pedoman tersebut bersifat lebih
operasional sebagai turunan SNI tersebut.

Pedoman perencanaan kontingensi 5.0 merupakan pembaharuan pedoman yang ada dengan
mempertimbangkan perkembangan situasi mutakhir, terutama:
 Peningkatan kompleksitas karakteristik bahaya dan penanganan kedaruratannya.
 Peningkatan risiko akibat pandemi dan atau endemi.
 Perkembangan pola pengendalian penanggulangan kedaruratan bencana.

6
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

1.2. LANDASAN HUKUM


Penyusunan Pedoman Perencanaan Kontingensi ini dibuat berdasarkan landasan idiil
Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan landasan konstitusional,
yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan landasan operasional hukum dan standar yang
dirujuk dalam pedoman ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
6. Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan
Bantuan Bencana.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Lembaga Asing dalam
Penanggulangan Bencana.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas Terhadap
Permukiman, Pelayanan Publik, dan Perlindungan dari Bencana Bagi Penyandang
Disabilitas.
14. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial bagi Penyandang Disabilitas.
15. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan,
dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang
Disabilitas.
16. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
17. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak.
18. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan
Bencana 2020-2044.
19. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan
Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

7
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar
Pelayanan Minimal
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana Daerah
Kabupaten/Kota.
22. Peraturan Menteri PPN Bappenas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi
terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
23. Peraturan Menteri Pemberdayaan PPPA Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perlindungan Hak
Perempuan pada Situasi Darurat dan Kondisi Khusus.
24. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2018 tentang
Penggunaan Dana Siap Pakai
25. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 08 Tahun 2018 tentang
Penanganan Pengungsi Pada Keadaan Darurat Bencana.
26. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2016 tentang Sistem Komando Penanganan
Darurat Bencana.
27. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 11 Tahun 2014
tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
28. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 12 Tahun 2014
tentang Peran Serta Lembaga Usaha dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
29. Peraturan Kepala BNPB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di
Bidang Penanggulangan Bencana.
30. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun 2014
tentang Penanganan, Perlindungan, dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam
Penanggulangan Bencana.
31. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 07 tahun 2008
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar.
32. Keputusan Presiden Nomor 36/1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the
Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak).
33. SNI 7937:2013 tentang Layanan Kemanusiaan dalam Bencana.
34. SNI 8751:2019 tentang Perencanaan Kontingensi.

1.3. TUJUAN PEDOMAN


Memberikan pegangan atau panduan dalam melakukan perencanaan kontingensi yang
menyeluruh, terarah dan terpadu di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota atau unit pemerintahan
lainnya (kecamatan/desa), perguruan tinggi, swasta, serta organisasi masyarakat dan
organisasi kemanusiaan dengan penyesuaian pada karakter kelembagaan, mandat dan
lingkup kewenangan masing-masing.

8
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

1.4. SASARAN PEDOMAN


Pedoman perencanaan kontingensi dimaksudkan untuk menyasar pemerintah daerah beserta
mitra pemangku dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

1.5. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman perencanaan kontingensi ini meliputi:
1. Konsep Perencanaan Kontingensi
2. Tatalaksana Perencanaan Kontingensi
3. Tahapan dan Proses Perencanaan Kontingensi
4. Struktur Isi dan Penulisan Dokumen Rencana Kontingensi
5. Rencana tindak lanjut

1.6. PENGERTIAN
1. Perencanaan Kontingensi adalah suatu proses perencanaan penanganan situasi darurat
bencana pada jenis bahaya tertentu, dalam keadaan yang tidak menentu, dengan
skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem
tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau
menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat dan ditetapkan secara formal.
2. Dokumen Rencana Kontingensi adalah suatu dokumen memuat kesepakatan-
kesepakatan tentang sistem tanggapan situasi darurat dalam seluruh proses perencanaan
kontingensi terbagi dalam bab-bab dan lampiran pendukung.
3. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat merupakan kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat.
4. Bahaya adalah suatu proses, fenomena atau aktivitas manusia yang dapat menyebabkan
hilangnya nyawa, cedera atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan properti, gangguan
sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan.
5. Kapasitas adalah kombinasi semua kekuatan, atribut, dan sumber daya yang tersedia
dalam organisasi, komunitas atau masyarakat untuk mengelola dan mengurangi risiko
bencana dan memperkuat ketahanan.
6. Kerentanan adalah kondisi yang ditentukan oleh faktor fisik, sosial, ekonomi dan
lingkungan atau proses yang meningkatkan risiko individu, komunitas, aset atau sistem
terhadap dampak bahaya.
7. Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal
kejadian, lokasi, jenis bencana, korban, dan ataupun kerusakan. Jika terjadi kejadian
bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung
sebagai satu kejadian.
8. Skenario Kejadian adalah gambaran kejadian secara jelas dan rinci tentang bencana yang
diperkirakan akan terjadi meliputi lokasi, waktu, durasi dan dampak bencana yang terjadi.

9
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

9. Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin


kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
Lembaga yang berwenang.
10. Keadaan Darurat Bencana adalah suatu keadaan yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat yang memerlukan tindakan
penanganan segera dan memadai.
11. Status Keadaan Darurat Bencana adalah Keadaan Darurat Bencana yang ditetapkan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi
badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan bencana dimulai sejak
status siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan.
12. Status Siaga Darurat adalah keadaan ketika potensi ancaman bencana sudah mengarah
pada terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya informasi peningkatan ancaman
berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampak yang
akan terjadi di masyarakat.
13. Status Tanggap Darurat adalah keadaan ketika ancaman bencana terjadi dan telah
mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat.
14. Status Transisi Darurat ke Pemulihan adalah keadaan ketika ancaman bencana yang
terjadi cenderung menurun eskalasinya dan/atau telah berakhir, sedangkan gangguan
kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat masih tetap berlangsung.
Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana adalah satu kesatuan upaya terstruktur
dalam satu komando yang digunakan untuk mengintegrasikan kegiatan penanganan
darurat secara efektif dan efisien dalam mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan
menanggulangi dampak pada saat keadaan darurat bencana.
15. Bidang Operasi adalah kelompok tugas yang melakukan tugas/peran sejenis. Pelaku
dalam bidang operasi terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat dan lembaga usaha.

10
BAB 2. KONSEP PERENCANAAN KONTINGENSI

2.1. KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN KONTINGENSI


Perencanaan kontingensi merupakan satu dari sekumpulan perencanaan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dirancang untuk melakukan pengaturan -
pengaturan kesiagaan untuk mempersiapkan segala kemungkinan sehubungan dengan risiko
luar biasa yang berpeluang untuk mengakibatkan bencana, dan dapat mencakup kebijakan,
strategi dan operasi untuk mengurangi potensi dampak bencana.

Perencanaan kontingensi merupakan suatu proses perencanaan penanganan situasi darurat


bencana untuk mencegah dan/atau menanggulangi secara lebih baik situasi darurat. Ini
dilakukan terhadap suatu jenis bahaya tertentu yang menunjukkan tanda, mempunyai
kecenderungan, atau dipandang berpeluang, untuk terjadi. Baik dalam situasi ketika kejadian
sudah dapat ditentukan ataupun belum, dalam perencanaan ini disusun suatu skenario
sebagai dasar perencanaan dan disepakati tujuan, penetapan, tindakan manajemen dan
pengaturan teknis, dan persetujuan tentang sistem tanggapan dan pengerahan potensi yang
disetujui bersama. Kegiatan ini dimaksud untuk dan yang hasilnya ditetapkan secara formal.

2.2. FUNGSI PERENCANAAN KONTINGENSI


a. Perencanaan kontingensi dilakukan untuk membantu mengkoordinasikan lembaga,
organisasi, dan perorangan untuk memberikan respon yang cepat dan efektif.
b. Perencanaan kontingensi memastikan kemampuan sumberdaya yang tersedia dan
menciptakan mekanisme untuk pengambilan keputusan yang cepat yang mampu
mempersingkat respon bencana dan yang terpenting adalah menyelamatkan nyawa.
c. Perencanaan kontingensi merupakan ikhtiar menyatukan komitmen di antara pihak yang
terlibat untuk bertindak dengan cara yang terkoordinasi sebelum keadaan darurat terjadi.
d. Perencanaan kontingensi mewujudkan rencana konkrit dan berlanjut sampai keadaan
darurat terjadi dan dapat dilanjutkan apabila bahaya tidak lagi mengancam.
e. Perencanaan kontingensi untuk menggerakkan sumberdaya secara efektif saat
penanganan darurat terjadi

2.3. PERENCANAAN KONTINGENSI DALAM HIRARKI PERENCANAAN


PENANGGULANGAN BENCANA
Perencanaan dalam sistem penanggulangan bencana di Indonesia, merupakan salah satu pilar
membangun ketangguhan bangsa terhadap bencana. Peraturan perundang-undangan telah
menyebutkan sejumlah perencanaan di dalam sistem penanggulangan bencana.

Kajian Risiko Bencana (KRB) merupakan dasar penyusunan Rencana Induk Penanggulangan
Bencana (RIPB) dan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). RPB memuat perencanaan
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

penanggulangan bencana secara strategis yang meliputi tahap pra bencana, tahap
penanganan darurat hingga tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Masing-masing tahapan
tersebut menurunkan perencanaan di lingkupnya masing-masing yakni,
1) Rencana Aksi (Renaksi) PRB untuk tahap pra bencana,
2) RPKB untuk tahap penanganan darurat dan
3) Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk tahap pasca bencana.

Dalam lingkup kesiapsiagaan terdapat berbagai bentuk perencanaan untuk diaplikasikan pada
situasi kedaruratan. Secara hierarkis, strata perencanaan kesiapsiagaan untuk menghadapi
kedaruratan bencana secara terdiri dari RPKB, rencana kontingensi, rencana operasi darurat
bencana dan rencana aksi/tindak harian.
Gambar 2.3. Hierarki Rencana Kedaruratan

a. RPKB, rencana kontingensi dan rencana operasi darurat bencana adalah tiga
perencanaan untuk penanganan kedaruratan bencana. RPKB disusun saat potensi
ancaman dikenali dan memuat garis besar tindakan penanganan kedaruratan bencana
untuk semua jenis ancaman.
b. Rencana kontingensi disusun ketika gejala satu jenis ancaman bereskalasi dan memuat
rincian tindakan penanganan kedaruratannya.
c. Rencana operasi disusun saat darurat bencana terjadi sebagai pedoman pelaksanaan
operasi darurat bencana. Rencana operasi ini didasarkan pada rencana kontingensi
yang telah diperbaharui dengan data karakteristik kedaruratan waktu nyata melalui
prosedur dan mekanisme sesuai peraturan.
d. Rencana Aksi Tindakan Harian

12
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2.4. PERENCANAAN KONTINGENSI DAN KONTEKS WABAH PENYAKIT


Wabah penyakit perlu diperhatikan karena bila tidak ditangani dengan baik akan berkembang
menjadi endemi dan bahkan pandemi. Pengalaman pandemi Covid-19 telah memberi
pelajaran bahwa potensi wabah penyakit telah meningkatkan risiko dan menjadi jenis bahaya
sekunder atau dampingan. Pedoman ini mengarahkan proses perencanaan kontingensi yang
mempromosikan penanganan wabah penyakit dengan 6 pendekatan baru.

1. Transformasi digital
Perkembangan teknologi informasi memungkinkan proses-proses perencanaan dilakukan
melalui proses atau menggunakan platform digital. Sehingga, proses perencanaan
kontingensi menjadi lebih terbuka, partisipatif, efektif, dan efisien.

2. Situasi wabah penyakit sebagai bahaya sekunder atau dampingan.


Penanganan kedaruratan bencana penting untuk juga memperhatikan situasi
pandemi/endemi/wabah penyakit yang terjadi sebelum ataupun bersamaan. Konsentrasi
massa (masyarakat terdampak/penyintas dan para responder dari berbagai wilayah) di
situasi darurat, berpotensi menimbulkan peningkatan penularan wabah penyakit. Dan
pedoman ini mengarahkan wabah penyakit menjadi satu kesatuan perencanaan
kontingensi.

3. Standar layanan kesehatan


Pengalaman pandemi Covid-19 telah menuntut perubahan mendasar pada standar-
standar layanan kesehatan. Pedoman ini mengarahkan pemenuhan standar layanan
kesehatan dalam penanganan kedaruratan bencana sekaligus penanganan wabah
penyakit.

4. Prosedur tetap (SOP) wabah penyakit


Penerapan standar dan prosedur pencegahan penularan wabah merujuk pada regulasi
dan/atau pedoman Kementerian Kesehatan.

5. Peningkatan fungsi bidang kesehatan


Bidang operasi kesehatan dalam melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan pada masa
darurat bencana sekaligus melakukan;
(1) Pengawasan dan penegakan protokol kesehatan untuk memastikan penerapan
standar dan prosedur penanganan dan pencegahan penularan wabah penyakit
(2) Penanganan penyintas, pegiat maupun pekerja kemanusiaan yang terinfeksi wabah
penyakit.

6. Rencana Operasi
Rencana operasi adalah jantung proses bisnis operasi darurat bencana. Untuk itu, rencana
operasi harus merujuk pada ketentuan rencana operasi diatur dalam Perka BNPB Nomor

13
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

24 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Operasi sebagai penjabaran dari Pasal 50 PP
21/2008 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular atau peraturan sejenis yang terbaru.

2.5. PRINSIP PERENCANAAN KONTINGENSI


Perencanaan kontingensi merupakan proses menemukan kesepakatan multipihak mengenai
tindakan teknis dan manajerial, sistem tanggapan dan pengerahan sumberdaya terhadap
suatu skenario kejadian dan dampak sebuah ancaman, dengan prinsip-prinsip:

1. Untuk penanggulangan kedaruratan bencana dan menjadi dasar penyusunan rencana


operasi penanganan darurat bencana.
2. Proses penyusunan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama, inklusif, dan
terbuka.
3. Berlaku untuk satu jenis ancaman bencana dengan memperhitungkan pemicu beserta
kemungkinan bencana turunan yang akan terjadi (collateral).
4. Pembagian peran dan tugas setiap pemangku kepentingan disepakati berdasarkan
bidang tugas sesuai kompetensi dan mandat masing-masing dan diorganisasikan
dalam Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana.
5. Pengerahan sumberdaya bertumpu pada sumberdaya yang tersedia/pengerahan
sumberdaya lokal
6. Disusun berdasarkan skenario, asumsi, dan tujuan yang disepakati bersama
7. Selalu dimutakhirkan atau dikaji ulang secara periodik berdasarkan perubahan
komponen risiko, yaitu ancaman, kerentanan, dan kapasitas.
8. Menjadi mandat bersama pemangku kepentingan dan bertanggung-gugat pada para
pemangku kepentingan.

14
BAB 3. TATALAKSANA PERENCANAAN KONTINGENSI

3.1. PEMRAKARSA
Selain pemerintah sebagai pemangku mandat penanggulangan bencana, lembaga/organisasi
non pemerintah juga dapat memprakarsai atau mendukung penyusunan perencanaan
kontingensi. Pelaksanaan perencanaannya dikoordinasikan oleh BPBD
(Kabupaten/Kota/Provinsi). Namun jika daerah belum memiliki BPBD, maka koordinasi
dilakukan oleh Bappeda atau OPD yang memiliki tugas dan fungsi bidang penanggulangan
bencana. Dalam penyusunan dengan bersumber pada APBN atau APBD, perencanaan
kontingensi dapat disusun melalui mekanisme swakelola atau kontraktual.

3.2. METODE DAN PENDEKATAN


Perencanaan kontingensi dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan pertemuan atau rapat
untuk koordinasi, asistensi, audiensi, pengkajian data, review, diskusi publik, konsultasi publik,
dan legalisasi dengan bentuk kegiatan pengumpulan data, pemetaan, survei lapangan,
lokakarya, diskusi kelompok terarah/FGD, dan sebagainya.

Kegiatan-kegiatan tersebut di atas dapat dilaksanakan secara daring, luring (tatap muka)
dengan menerapkan protokol kesehatan ketat atau hybrid (paduan daring-luring).

3.3. PENGANGGARAN
Perencanaan kontingensi dapat menggunakan beberapa sumber pendanaan, antara lain:
 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
 Dukungan dana dari lembaga usaha, lembaga sosial, lembaga donor dan lembaga lain
serta sumber pendanaan lain yang tidak mengikat

3.4. WAKTU PERENCANAAN KONTINGENSI


Perencanaan kontingensi sesuai sifatnya dilaksanakan pada tahap pra bencana. Tidak tersedia
acuan baku mengenai durasi waktu ideal proses perencanaan kontingensi. Batasan atau
kerangka waktu proses perencanaan kontingensi berupa tahapan proses yang dibahas pada
BAB IV serta pertimbangan-pertimbangan dasar perencanaan kontingensi pada bagian 3.5.

3.5. DASAR PERENCANAAN KONTINGENSI


Perencanaan kontingensi dapat dilaksanakan untuk:
1. Merespon tingkat bahaya yang telah bereskalasi dan diperkirakan keadaan darurat
bencana akan segera terjadi berdasarkan data dan analisis resmi dari lembaga
kredibel;
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2. Menyusun template dokumen rencana kontingensi yang akan dikembangkan jika


kelak suatu jenis bahaya meningkat atau
3. Memenuhi kebutuhan kompetensi perencanaan kontingensi (pelatihan,
pembekalan atau bimtek)

3.6. AMBANG BATAS KEWENANGAN


Perencanaan kontingensi disusun dengan mempertimbangkan skenario kejadian, intensitas
risiko yang ditimbulkan, dan kemampuan sumberdaya daerah untuk menangani situasi
kedaruratan. Untuk itu, perencanaan kontingensi perlu memastikan bagaimana pembagian
peran, fungsi, dan kewenangan masing-masing pemangku mandatnya. Pemangku mandat
tersebut adalah pemerintah tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Desa. Fungsi dan peran
perencanaan kontingensi setidaknya dapat dibagi 2 (dua), yaitu pelaksana penanganan dan
pendukung/pendamping penanganan. Dengan telah memastikan peran dan fungsi masing-
masing tingkat pemerintahan diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penanganan
kedaruratan untuk kejadian yang sama.

3.7. PENETAPAN HASIL PERENCANAAN KONTINGENSI


Perencanaan kontingensi menghasilkan dokumen rencana kontingensi yang selanjutnya
ditetapkan sebagai peraturan atau perundangan daerah. Legalisasi ini penting untuk
memastikan kekuatan hukum agar dapat dilaksanakan. Selain itu, hal ini dapat menjadi
perekat dari masing-masing instansi/lembaga dan sekaligus untuk mengetahui tugas dan
fungsi masing-masing pelaku di dalam perencanaan tersebut.

3.8. PEMUTAKHIRAN
Perencanaan kontingensi perlu mendapatkan peninjauan untuk pemutakhiran/pembaruan
secara periodik setidaknya 3 tahun sekali atau dengan mempertimbangkan perubahan faktor-
faktor risiko bencana (bahaya/ancaman, kerentanan, dan kapasitas).

3.9. TIM PENYUSUN


Sebagai koordinator, BPBD dan / atau Bappeda, dapat membentuk Tim Penyusun untuk
mengorganisasikan, memfasilitasi, menyiapkan rancangan dokumen, dan memastikan
substansi dokumen. Struktur Tim Penyusun dapat terdiri dari Tim Teknis, Penulis, dan
Sekretariat.

 Tim Teknis adalah para pemangku kepentingan dan multi sektor yang
bertanggungjawab dan mempunyai mandat dalam melaksanakan penanggulangan
bencana, baik dari unsur-unsur instansi pemerintah, organisasi non pemerintah,
lembaga usaha, media dan masyarakat; yang memiliki kemauan, kemampuan dan

16
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

otoritas dalam pengambilan keputusan untuk mewakili instansi/lembaga/


organisasinya; tanpa diskriminasi, berkeadilan dan kesetaraan gender.

Tim Teknis mewakili instansi/lembaga/organisasi pemilik mandat yang berkaitan


dengan kebencanaan di daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Personil
yang masuk dalam tim ini tidak harus Kepala OPD, Direktur, atau pejabat pada instansi
tersebut, tapi dapat diisi oleh personil yang memiliki pemahaman substansi dan dapat
memberikan informasi. Adapun kriteria Tim Teknis meliputi:
1. Perwakilan resmi lembaga/instansi pemilik mandat dibuktikan dengan surat
tugas atau bukti syah sejenisnya.
2. Berkomitmen terlibat secara penuh dalam setiap kegiatan di seluruh tahapan
perencanaan.
3. Memiliki kewenangan pengambilan keputusan mobilisasi sumberdaya di
lembaga/instansinya
4. Proses perencanaan di setiap tahapan dengan perspektif kuat dan
mempertimbangkan kesetaraan gender, keterlibatan kelompok
berkebutuhan khusus, serta kelompok rentan.
Tim Teknis memiliki tugas:
 Memberikan data dan informasi secara substansi untuk RPB
 Mengawal proses penyusunan rencana kontingensi dan bertanggung jawab
terhadap kualitas rencana kontingensi
 Menyelaraskan arah kebijakan dan sebagai quality control.
 Memastikan pengarusutamaan kesetaraan gender, disabilitas, dan kelompok
rentan lainnya dalam perencanaan kontingensi
 Menindaklanjuti dokumen rencana kontingensi dalam pengarusutamaan pada
pelaku dan dokumen perencanaan lainnya
 Penulis adalah seseorang atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk menulis
naskah dokumen rencana kontingensi berdasarkan bahan-bahan yang dihasilkan dari
tiap-tiap tahapan. Penulis ini dapat terpisah atau merupakan bagian dari Tim Penyusun
atau dapat merekrut dari pihak di luar OPD.
Penulis memiliki tugas:
 Menuliskan dokumen rencana kontingensi sesuai dengan format yang telah
ditentukan dalam pedoman penyusunan rencana kontingensi
 Melakukan studi literatur dan turut serta dalam pengumpulan data
 Menjadi notulen dan merumuskan hasil dari tiap-tiap tahapan teknis yang
dilaksanakan.
 Sekretariat adalah seseorang atau beberapa orang yang bertanggung jawab
mengkoordinasikan teknis penyelenggaraan kegiatan perencanaan kontingensi.
Sekretariat ini dapat dibentuk dari unsur BPBD atau instansi lain (misalnya Bappeda)

17
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

jika di daerah belum ada BPBD atau kondisi lain yang menyebabkan BPBD tidak mampu
menjadi pelaksana.
Sekretariat memiliki tugas:
 Menyusun timeline tiap tahapan penyusunan rencana kontingensi
 Mengidentifikasi pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam proses penyusunan
rencana kontingensi
 Mempersiapkan penyelenggaraan secara teknis untuk tiap tahapan
penyusunan rencana kontingensi
 Melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan administrasi kegiatan

3.10. NARASUMBER DAN FASILITATOR


Narasumber adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan kompetensi di bidangnya
untuk menyampaikan materi, arahan, dan masukan khususnya dalam penentuan kejadian
bencana, penilaian risiko, dan pengembangan skenario, serta dampak bencana, agar skenario
yang disusun dapat dipertanggung-jawabkan secara keilmuan.

Narasumber merupakan perwakilan resmi dari lembaga teknis, akademisi, birokrasi, praktisi
atau gabungan dari keempatnya yang bertanggung gugat mendiseminasikan data analisis
karakteristik bahaya hasil kajian ilmiah yang menjadi subjek perencanaan kontingensi.

Fasilitator adalah seseorang atau beberapa orang yang membantu proses untuk memahami
tujuan bersama dan membantu membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa
mengambil posisi tertentu dalam diskusi.

Fasilitator merupakan pelaksana tugas dan fungsi berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan
ketrampilannya memaparkan materi/topik, mengarahkan diskusi dan tanya jawab,
memberikan tugas kelompok, serta pendampingan pada proses penyusunan rencana
kontingensi sampai dengan selesainya penyusunan detail dokumen rencana kontingensi di
lokakarya.

Kriteria fasilitator yang diperlukan untuk membantu proses perencanaan kontingensi, antara
lain adalah (1) dapat berasal dari praktisi, akademisi, birokrasi berkualifikasi menguasai
konsep dan konteks perencanaan dalam penanggulangan bencana, (2) memahami sistem
respon kemanusiaan nasional-global, (3) menguasai dan mampu mendemonstrasikan
penerapan metode-metode perencanaan partisipatif serta (4) berkomitmen memfasilitasi
proses perencanaan kontingensi hingga tuntas.
Fasilitator memiliki tugas:
 Menyiapkan bahan-bahan untuk fasilitasi
 Menentukan metode fasilitasi yang sesuai dengan tujuan dan kondisi peserta
 Mengarahkan/mengingatkan peserta kembali pada tujuan jika diskusi meluas
ke tema yang berbeda

18
BAB 4. TAHAPAN DAN PROSES PERENCANAAN KONTINGENSI

Perencanaan kontingensi merupakan suatu proses yang terdiri dari rangkain kegiatan
partisipatif yang melibatkan parapihak untuk membangun kesepakatan dan komitmen.
Kegiatan dilaksanakan melalui pertemuan rapat dan lokakarya terdiri dari 4 tahapan, yaitu
Tahap Persiapan, Tahap Pelaksanaan, Tahap Finalisasi, dan Tahap Tindak Lanjut. Setiap
tahapan terdiri dari beberapa kegiatan seperti digambarkan dalam diagram berikut ini.

4.1. TAHAP PERSIAPAN


1. Penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan
Kerangka kerja penyusunan perencanaan kontingensi meliputi latarbelakang,
maksud dan tujuan, metode, rangkaian rencana dan waktu kegiatan (timeline),
rencana anggaran, serta sumber anggaran.

2. Penentuan Jenis Bahaya


Penentuan jenis bahaya dalam perencanaan kontingensi didasarkan pada kajian
risiko bencana, atau adanya tanda tanda awal akan terjadi bencana; yang
disepakati bersama oleh para pemangku kepentingan

3. Identifikasi dan Pengorganisasian Pelaku


Pelaku penyusunan perencanaan kontingensi terdiri dari Tim Penyusun dan
Narasumber. Tim Penyusun memiliki tugas untuk mengorganisasikan,
memfasilitasi, menyiapkan rancangan, dan memastikan substansi perencanaan
kontingensi. Tim Penyusun terdiri dari Tim Teknis, Penulis, Fasilitator, dan
Sekretariat. Tim Penyusun dapat ditetapkan melalui Surat Keputusan pejabat yang
berwenang.
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Sedangkan Narasumber adalah seseorang yang merupakan perwakilan resmi dari


lembaga teknis, akademisi, birokrasi, praktisi atau gabungan dari keempatnya
yang bertanggung gugat mendiseminasikan data analisis terutama dalam
karakteristik bahaya hasil kajian ilmiah yang menjadi subjek perencanaan
kontingensi.

4. Pengumpulan dan Pengelolaan Data


Kegiatan untuk mengumpulkan, mengorganisasir, dan analisis data/informasi
yang diperlukan untuk seluruh kegiatan penanggulangan kedaruratan bencana.
Data dan informasi tersebut meliputi:

 Gambaran ancaman bencana, mengacu pada dokumen kajian risiko


bencana yang tersedia dan kajian ancaman yang dikeluarkan oleh lembaga
terkait;
 Peraturan dan kebijakan daerah terkait kebencanaan dan penganggaran;
 Standar pemenuhan kebutuhan dasar;
 Prosedur tetap instansi terkait;
 Ketersediaan sumberdaya lembaga/organisasi pelaku penanggulangan
kedaruratan bencana (personel, peralatan, dan logistik);
 Sarana-prasarana vital

4.2. TAHAP PELAKSANAAN


Tahap ini merupakan tahapan substantif penyusunan perencanaan kontingensi yang
dilaksanakan melalui lokakarya partisipatif untuk membangun kesepakatan perencanaan.
Proses lokakarya dipandu oleh Fasilitator secara squence untuk menyepakati:

1. Penentuan Cakupan Kedaruratan


Meliputi cakupan geografis, demografis, dan intensitas kedaruratan yang
dirangkum dalam 3 bagian, yakni karakteristik bahaya/ancaman, skenario
kejadian, dan asumsi dampak bencana.

1) Karakteristik Bahaya
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun persepsi dan pemahaman tentang
gambaran bahaya dan potensi risiko akibat bencana di daerah. Karakteristik
bahaya disusun dengan membangun genesa keterjadian bencana yang meliputi:
meliputi lokasi, waktu, asal/penyebab, durasi, frekuensi, durasi, periode, luasan
terdampak, intensitas, kecepatan kejadian, jarak, proses, serta potensi bahaya
lanjutan atau ikutannya.

20
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2) Pengembangan Skenario dan Asumsi Dampak


Pengembangan skenario adalah prakiraan kejadian yang mungkin timbul akibat
suatu bencana yang melanda. Skenario disusun berdasarkan data/kajian ilmiah
dengan memperhatikan masukan dari Narasumber atau Pakar yang kompeten
atau berasal dari instansi berwenang/memiliki otoritas di bidangnya untuk
memberikan perspektif, pertimbangan, dan arahan tentang bahaya dan
faktor/elemen risiko bencana di daerah/kawasan. Selain itu, skenario dapat
merujuk atau mempertimbangkan sejarah kebencanaan terburuk yang pernah
dialami. Skenario kejadian dapat disusun dengan mempertimbangkan waktu
kejadian, lokasi, asal/penyebab, intensitas, kecepatan kejadian, jarak, proses,
luasan terdampak, serta potensi bahaya lanjutan atau ikutannya.

Asumsi dampak adalah prakiraan/proyeksi dampak negatif yang mungkin timbul


akibat suatu bencana yang melanda. Proyeksi akibat langsung dikembangkan
berdasarkan skenario kejadian dan peta risiko atau peta bahaya dengan
mempertimbangkan aspek kerentanan dan kapasitas publik/swasta/komunitas
yang terkena dampak bencana. Asumsi dampak diklasifikasikan dalam aspek-
aspek sebagai berikut; lingkungan, kependudukan, ekonomi, infrasturktur/fisik,
dan layanan sipil pemerintahan.

Dapat berupa asumsi terburuk berdasarkan sejarah kejadian, atau asumsi yang
paling mungkin terjadi. Dikembangkan berdasarkan kesepakatan para pemangku
kepentingan.

2. Pengembangan Kerangka Tanggapan


Meliputi turunan dari kebijakan dalam RPKB untuk mengarahkan tanggapan,
seperti azas, prinsip, kerangka kebijakan-strategi dan tujuan.

3. Penentuan Rancangan Tanggapan


Merupakan pengaturan langkah demi langkah dari “mesin” yang akan
menggerakkan dan mengendalikan jalannya operasi penanganan kedaruratan.
Rancangan tanggapan terdiri dari:

1) Penatalaksanaan Tanggapan
Tata laksana penanganan kedaruratan meliputi:

(1) Tugas Pokok, yaitu menyepakati mandat yang diberikan kepada organisasi
penanganan kedaruratan bencana sebagai pedoman pelaksanaan operasi
tanggap darurat. Disusun sebagai narasi (satu paragraf) yang memuat
doktrin (asas, prinsip), tujuan tanggap darurat—hanya penanganan darurat
bencana dan tujuan khusus sesuai kebijakan daerah; dan kerangka
waktu/periode operasi yang ditentukan.

21
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

(2) Sasaran, yaitu menyepakati target atau capaian dari tugas pokok atau
operasi penanganan kedaruratan. Sasaran dapat disajikan/dinyatakan
dalam angka atau prosentase.
(3) Konsep Operasi dan Sasaran Tindakan, yaitu ruang lingkup operasi tanggap
darurat dan penjabaran tindakan yang akan dilakukan dalam kerangka
waktu atau periode operasi yang telah ditentukan. Konsep operasi tanggap
darurat terdiri dari 3 fase, yaitu Siaga Darurat, Tanggap Darurat, dan
Transisi Darurat ke Pemulihan. Setiap fase dijabarkan dalam tindakan-
tindakan yang sesuai dan fokus pada tanggap darurat.
(4) Struktur Organisasi Penanganan Kedaruratan, yaitu mengidentifikasi dan
menyepakati fungsi-fungsi atau bidang-bidang dan struktur organisasi
penanganan kedaruratan bencana. Fungsi/bidang dipilih dan disepakati
berdasarkan dan atau berorintasi untuk menangani akibat sesuai dengan
skenario/asumsi dampak kejadian bencana.
(5) Fungsi dan Kegiatan Pokok, yaitu menyapakati definisi operasional dari
masing-masing fungsi/bidang dan penjabaran kegiatan pokok dari setiap
fungsi/bidang. Kegiatan pokok merupakan kerangka tanggapan dalam
penyusunan rencana kontingensi. Kegiatan-kegiatan pokok harus disusun
sebagai strategi-taktis penanganan kedaruratan bencana, terutama pada
fungsi operasi. Kegiatan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan prioritas
dan kegiatan-kegiatan lain, di mana kegiatan prioritas dirancang
berdasarkan kemampuan sumberdaya yang tersedia.
(6) Tugas-Tugas Bidang, yaitu menyepakati tugas-tugas dari setiap fungsi dan
sub bidang atau unit di bawahnya. Tugas-tugas setiap fungsi atau sub-
bidang/unit disusun secara spesifik berdasarkan kelompok-kelompok
kegiatan pokok.
Pernyataan tentang Sasaran, Sasaran Tindakan, Kegiatan, dan Tugas-tugas
harus memiliki karakter “SMART”, yaitu
 Specific (Spesifik). Kata-katanya harus tepat dan tidak ambigu dalam
menggambarkan sasaran.
 Measurable (Dapat diukur). Rancangan dan pernyataan sasaran
harus memungkinkan untuk dilakukannya penilaian akhir, apakah
sasaran telah tercapai.
 Act (Berorientasi pada tindakan). Sasarannya harus memiliki kata
kerja tindakan yang menggambarkan pencapaian yang diharapkan.
 Realistic (Realistis/relevan). Sasaran harus dapat dicapai dengan
sumber daya yang dapat dialokasikan badan (badan pembantu)
untuk keadaan darurat itu, meskipun mungkin diperlukan beberapa
periode operasional untuk menyelesaikannya.
22
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

 Time-boud (Memperhatikan waktu). Kerangka waktu harus


ditetapkan (jika dapat diterapkan).
(7) Instruksi Koordinasi, yaitu menyepakati ringkasan arahan/perintah/pokok-
pokok mandat/langkah penanganan darurat bencana yang diberikan oleh
otoritas dan Komandan Penanganan Darurat Bencana. Instruksi juga dapat
disajikan sebagai rangkuman dari rangkaian proses/mekanisme mulai dari
peringatan dini, pengkajian cepat, penetapan status darurat, hingga
perintah pelaksanaan dan pengelolaan pananganan kedaruratan oleh
Komandan Penanganan Darurat Bencana.

2) Penatakelolaan Admin dan Logistik


Tata kelola administrasi dan logistik mencakup mekanisme pembiayaan
penanggulangan kedaruratan bencana dan pemenuhan kebutuhan logistik yang
digunakan dalam melaksanakan operasi. Selain sumberdaya lokal, tata kelola ini
mengatur dan penyepakati mekanisme pembagian peran dan tanggung jawab
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional dalam pembiayaan maupun logistik
penanggulangan kedaruratan bencana.

(1) Administrasi, yaitu menyepakati mekanisme pengelolaan administrasi dan


keuangan untuk penanganan kedaruratan, termasuk sumber-sumber
pembiayaan yang dapat dikelola, sesuai berdasarkan regulasi dan kebijakan
yang berlaku
(2) Logistik, yaitu menyepakati mekanisme pengelolaan sumberdaya
penanganan kedaruratan dengan menjabarkan ketersediaan, kebutuhan,
dan kesenjangan (gap) sumberdaya. Di bagian ini termasuk menyepakati
mekanisme dan strategi mengurangi dan menghilangan kesenjangan.
Detail ketersediaan dan kebutuhan dirincikan dalam Lampiran Dokumen
Rencana Kontingensi.

3) Pengendalian
Pengendalian penanganan kedaruratan bencana terdiri dari 4 komponen utama
yang saling terkait dalam sistem komando penanganan darurat bencana, yaitu:

(1) Komando dan Kendali (Command and Control) yaitu mengidenfikasi dan
menyepakati tentang kewenangan untuk memberikan perintah,
mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi
kegiatan tanggap darurat bencana. Identifikasi dan kesepakatan yang
dibangun pada bagian ini meliputi:

23
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

 Komandan, yaitu menyepakati individu yang diberikan tugas dan


kewenanganan untuk memimpin operasi. Individu yang ditunjuk dan
dipilih dengan mempertimbangkan kapasitas/kemampuan yang
dimiliki.

 Pos Komando (Posko), yaitu menyepakati lokasi/posisi atau letak


koordinat Pusat Komando dan Kendali Operasi.

 Pos Lapangan, yaitu menyepakati lokasi/posisi atau letak koordinat pos-


pos operasi dan pelayanan penanganan darurat.

 Posisi Pos Pendukung/Pendamping, yaitu menyepakati pos lokasi/posisi


atau letak koordinat pos pendukung dan atau pos pendamping.

(2) Koordinasi (Coordination), yaitu menyepakati mekanisme pemaduan peran


dan fungsi sektor-sektor yang terkait secara proporsional, sinergis dan
saling mendukung dalam penanganan tanggap darurat bencana. Koordinasi
terdiri dari koordinasi horisontal dan koordinasi vertikal.

Koordinasi horizontal dilakukan untuk memastikan tanggap darurat


berjalan efektif dan semua entitas yang terlibat tidak mengupayakan tujuan
yang saling berlawanan, mengurangi efektivitas respon, saling
memperebutkan sumber daya, dan menyebabkan kebingungan di wilayah
bencana. Koordinasi ini dilakukan di antara pelbagai pelaku tanggapan, baik
kementerian, lembaga dan organisasi nonpemerintah dan unit
pemerintahan.

Koordinasi vertikal dilakukan antar entitas-entitas nasional dan daerah


untuk memastikan kesatuan respon dan menghindarkan persaingan
sumber daya. Koordinasi ini bertujuan untuk menghindari atau
meminimalisir terjadinya inkongruensi dalam implementasi kebijakan di
tingkat daerah yang menyebabkan kebingungan di kalangan masyarakat
terdampak dan persepsi bahwa perangkat komando-kendali, koordinasi,
komunikasi, informasi tidak efektif.

Koordinasi dapat terlaksana melalui komunikasi langsung, melalui petugas


perantara (Liaison officer) pada setiap lembaga yang terlibat atau dengan
saling berbagi Rencana Aksi Tanggap Darurat.

(3) Komunikasi (Communications), yaitu menyepakati moda komunikasi yang


digunakan dalam penanganan kedaruratan.

Dalam struktur organisasi komando, komunikasi harus bersifat dua arah,


yang memungkinkan pejabat yang lebih tinggi memberikan arahan dan

24
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

pejabat bawahan mengajukan pertanyaan, menyampaikan informasi


menyangkut kegiatan tanggap darurat dan permintaan sumber daya.

Jalur komunikasi formal perlu diciptakan, bila pertukaran informasi pada


hakekatnya bersifat formal. Jalur komunikasi informal, utamanya metode
orang-ke-orang dapat dimanfaatkan untuk berbagi informasi dan
koordinasi secara informal, tetapi dapat menyebabkan informasi penting
gagal dilaporkan ke struktur organisasi komando.

(4) Pengelolaan Informasi (Information management), yaitu menyepakati


pengelolaan data dan informasi untuk mendukung operasi penanganan
kedaruratan.

Pengelolaan data dan informasi merupakan kunci dalam pengambilan


keputusan, perumusan tujuan/sasaran, rencana, taktik maupun pengkajian
efektivitas tanggap darurat. Standarisasi pengumpulan, pengiriman,
integritas, dan interoperabilitas data menjadi penting untuk memastikan
relevansi dan kualitas data.

Efektivitas pengelolaan dan berbagi informasi (information sharing)


meningkatkan pemahaman situasi secara realtime (real-time situational
awareness). Pengelolaan informasi tidak hanya mencakup data, tetapi juga
sistem, aplikasi, metode analisis, dan pengguna akhir yang memberikan
data awal/mentah. Agar mekanisme berbagi informasi menjadi efektif,
perlu dirumuskan template dan standar data bakunya, sebagai data primer.
Selain itu, data dapat diperoleh dan dianalisis dari berbagai sumber lainnya,
termasuk laporan maupun media sosial.

4) Perencanaan Kelengkapan Operasi


Kelengkapan operasi merupakan dokumen dan atau perangkat pendukung
perencanaan kontingensi yang menjadi rujukan dan panduan taktis organisasi
penanganan darurat Bencana dalam melaksanakan operasi. Dokumen/perangkat
dapat menggunakan dokumen formal dari instansi/lembaga, seperti peta
bahaya/risiko, peta jalur/titik evakuasi, dan lainnya. Selain itu, terdapat
dokumen/perangkat yang harus disusun dan disepakati bersama, seperti susunan
pelaksana tugas, proyeksi wilayah dan penduduk terdampak, SOP atau prosedur
tetap, dan lainnya.

Kelengkapan operasi terletak di bagian dari Lampiran Dokumen Kontingensi, yang


meliputi;

25
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 1. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi:


Penyusunan Rencana Operasi Penanganan Darurat
Lampiran 2. Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak
Lampiran 3. Susunan Pelaksana Tugas
Lampiran 4. Jaring Komunikasi
Lampiran 5. Estimasi Ketersediaan dan Kebutuhan Sumberdaya
Lampiran 6. Album Peta
Lampiran 7. Mata Rantai Peringatan Dini
Lampiran 8. Rencana Evakuasi
Lampiran 9. SOP / Protap
Lampiran 10. Lembar Komitmen
Lampiran 11. Lembar Berita Acara Penyusunan
Lampiran 12. Profil Lembaga/Organisasi

4.3. TAHAP FINALISASI


1. Konfirmasi Kesepakatan Parapihak
Diseminasi rencana kontingensi ditujukan kepada pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat dan lembaga usaha, agar diperoleh informasi dan timbul
pemahaman terkait tugas dan kewajiban pada saat penanganan darurat bencana.
Diseminasi dilaksanakan melalui diskusi dalam forum untuk memperoleh
kesepakatan para pihak.

2. Penyempurnaan Draf Rencana Kontingensi


Penyempurnaan draf rencana kontingensi dapat dilakukan dengan metode
latihan, rapat koordinasi, geladi ruang, geladi posko dan geladi lapang.

4.4. TAHAP TINDAK LANJUT


1. Formalisasi Perencanaan Kontingensi
Proses formalisasi perencanaan kontingensi melalui penetapan/legalisasi
Perencanaan Kontingensi sebagai peraturan atau perundangan daerah yang
menjadi lembar daerah.

2. Penyepakatan Komitmen Parapihak


Memastikan komitmen parapihak dalam penanganan kedaruratan perlu
diwujudkan dalam sebuah kesepakatan formal. Komitmen yang dibangun dan
disepakati meliputi:

1) Komitmen peran, tugas, dan tanggungjawab dalam bidang dan atau kegiatan
penanganan kedaruratan.

26
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2) Komitmen mobilisasi sumberdaya untuk mengurangi dan menghilangkan


kesenjangan (gap) dari proyeksi kebutuhan sumberdaya. Pokok sumberdaya yang
menjadi objek komitmen meliputi kuantitas dan kualitas.

3. Uji Perencanaan Kontingensi


Pengujian sistem melalui latihan kesiapsiagaan untuk (1) pengujian
operasionalitas perencanaan dan mobilitasi sumberdaya; (2) membangun
kesadaran peran parapihak dalam penanganan kedaruratan, dan (3) membangun
pengetahuan dan ketrampilan dalam penanganan kedaruratan.

Latihan kesiapsiagaan dilaksanakan melalui penyelenggaraan:


1) Latihan Dasar, yaitu kegiatan-kegiatan dalam bentuk diskusi, seminar, lokakarya
untuk membangun dan memperkuat pemahaman parapihak dalam rencana
kontingensi, serta pembagian peran dan tugas dalam penanganan darurat
bencana. Kegiatan ini dipandu oleh narasumber atau instruktur.
2) Simulasi, yaitu kegiatan uji latihan untuk meningkatkan ketrampilan pada
bidang-bidang atau aktivitas spesifik dalam penanganan darurat, seperti Simulasi
Rapat Koordinasi, gladi ruang, simulasi dapur umum, simulasi SAR, dan lainnya.
Kegiatan ini dipandu oleh fasilitator.
3) Uji Sistem, yaitu kegiatan pengujian untuk operasionalitas dan kesesuaian
perencanaan melalui gladi posko/uji posko dan gladi lapang/uji lapang. Kegiatan
ini dilaksanakan dengan menghadirkan evaluator untuk memberikan penilaian
operasionalitas fungsi-fungsi.

4. Pemutakhiran Dokumen Rencana Kontingensi


Pemutakhiran rencana kontingensi bertujuan untuk memutakhirkan rencana
sesuai dengan situasi terkini. Data yang dimutakhirkan mencakup perubahan:

 besaran ancaman bencana


 besaran kerentanan;
 kapasitas atau kemampuan sumberdaya.
Pemutakhiran data dilakukan melalui berbagai cara antara lain:
 menyusun rencana kegiatan tindak lanjut dalam tabel yang memuat tahapan
dan para pelaku/sektor serta waktu pelaksanaan kegiatan;
 melakukan inventarisasi, pemeliharaan ketersediaan dan kesiapan sumber
daya, sarana dan prasarana yang ada dilakukan secara berkala;
 melakukan pertemuan berkala untuk kaji ulang dalam rangka pemutakhiran
data dan asumsi dampak bencana atau proyeksi kebutuhan sumberdaya;
 menyusun prosedur tetap untuk mendukung pelaksanaan/aktivasi rencana
kontingensi yang telah disusun;

27
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

 melakukan pemantauan secara periodik terhadap ancaman dan peringatan


dini beserta diseminasinya;
 melakukan pemutakhiran data dengan mempertimbangkan kajian apabila
tidak terjadi bencana dalam suatu periode tertentu.

28
BAB 5. STRUKTUR DAN ISI DOKUMEN RENCANA KONTINGENSI

Dokumen rencana kontingensi merupakan manifestasi dari keseluruhan proses dan tahapan
perencanaan kontingensi. Dokumen ini memuat aspek dan gambaran situasi kedaruratan,
kebijakan, manajerial, dan tindakan penanganannya. Uraian-uraian penjelasan pada bagian
lampiran yang terpisah.

5.1. STRUKTUR ISI DOKUMEN RENCANA KONTINGENSI


Outline Struktur isi Dokumen Rencana Kontingensi
LEMBAR PENGESAHAN PIMPINAN DAERAH
RINGKASAN EKSEKUTIF
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Landasan Hukum
1.3. Kebijakan dan Strategi
1.4. Maksud dan Tujuan
1.5. Ruang Lingkup
1.6. Pendekatan, Metode, dan Tahapan Proses
1.7. Umpan Balik
1.8. Masa Berlaku dan Pemutakhiran
1.9. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi

BAB II. SITUASI


2.1. Karakteristik Bahaya
2.2. Skenario Kejadian
2.3. Asumsi Dampak

BAB III. TUGAS POKOK DAN FUNGSI POKOK ORGANISASI KOMANDO


PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA
3.1. Tugas Pokok
3.2. Sasaran

BAB IV PELAKSANAAN
4.1. Konsep Operasi dan Sasaran Tindakan
4.2. Struktur Organisasi Komando
4.3. Fungsi dan Kegiatan Pokok
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

4.4. Tugas-Tugas Bidang


4.5. Instruksi Koordinasi

BAB V ADMINISTRASI DAN LOGISTIK


5.1. Administrasi
5.2. Logistik

BAB VI PENGENDALIAN
6.1. Komando
6.2. Kendali
6.3. Koordinasi
6.4. Komunikasi
6.5. Informasi

BAB VII RENCANA TINDAK LANJUT


7.1. Komitmen Parapihak dalam Penanganan Kedaruratan
7.2. Penyiapan Kesiapsiagaan

LAMPIRAN
Lampiran 1. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi: Penyusunan
Rencana Operasi Penanganan Darurat
Lampiran 2. Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak
Lampiran 3. Susunan Pelaksana Tugas
Lampiran 4. Jaring Komunikasi
Lampiran 5. Estimasi Ketersediaan dan Kebutuhan Sumberdaya
Lampiran 6. Album Peta
Lampiran 7. Mata Rantai Peringatan Dini
Lampiran 8. Rencana Evakuasi
Lampiran 9. SOP / Protap
Lampiran 10. Lembar Komitmen
Lampiran 11. Lembar Berita Acara Penyusunan
Lampiran 12. Profil Lembaga/Organisasi

30
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

5.2. PANDUAN PENULISAN DOKUMEN RENCANA KONTINGENSI


PENGESAHAN PIMPINAN DAERAH
Surat Keputusan/Peraturan Kepala Daerah:
1. komitmen pengerahan sumberdaya secara optimal untuk penanganan
kedaruratan
2. tanggal mulai berlaku,
3. tanggal kadaluarsa,
4. jadwal pemutakhiran
5. klausul yang mewajibkan semua pihak mematuhi perencanaan kontingensi

RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan eksekutif disusun maksimal 2 halaman yang terdiri dari 4 hal yaitu:
a. Ringkasan tentang latar belakan dan mandat perencanaan kontingensi. Bagian
ini merupakan ringkasan dari BAB II.
b. Ringkasan tentang karakteristik bahaya, skenario kejadian dan asumsi dampak.
Bagian ini merupakan ringkasan dari BAB II.
c. Penjelasan ringkas tentang tata kelola dan tata laksana penanganan
kedaruratan. Bagian ini merupakan ringkasan dari BAB III s/d BAB VI.
d. Penjelasan yang menegaskan kegiatan tindak lanjut yang harus dilakukan
setelah penyusunan perencanaan kontingensi. Bagian ini merupakan ringkasan
dari BAB VII

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN


Bagian ini memuat penjelasan istilah-istilah dan singkatan yang digunakan dalam
Dokumen Rencana Kontingensi untuk mempermudah pemahaman pembaca.
Pengertian istilah tersebut merujuk pada pengertian dan atau definisi yang ada dalam
peraturan-peraturan dari pemerintah atau pemerintah daerah. Apabila terdapat
pengertian istilah lain, pemerintah daerah dapat memberikan pengertian sesuai
dengan konteksnya.

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bagian ini menjelaskan latar belakang dan urgensi perencanaan kontingensi bagi
daerah.
1. Gambaran umum daerah
2. Gambaran risiko bahaya
3. Gambaran umum urgensi perencanaan kontingensi, yaitu memberikan
perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat.

31
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

1.2. Landasan Hukum


Regulasi yang dirujuk dalam perencanaan kontingensi, yaitu;
1. Undang-Undang
2. Peraturan Pemerintah
3. Peraturan/Instruksi/Keputusan Presiden
4. Peraturan/Keputusan/Instruksi Tingkat Kementerian
5. Peraturan BNPB
6. Peraturan Daerah
7. Peraturan/Keputusan Kepala Daerah

1.3. Maksud dan Tujuan


Narasi yang menyatakan tentang maksud dan tujuan atau manfaat penyusunan
perencanaan kontingensi bagi daerah yang bersangkutan.

Contoh:
Dokumen rencana kontingensi ini disusun sebagai landasan strategi, operasional, dan pedoman
dalam penanganan darurat bencana tsunami akibat gempabumi megathrust Jawa Timur dan
sebagai dasar untuk pengerahan sumberdaya dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat
dalam penanganan darurat bencana di wilayah Kabupaten Malang.

1.4. Ruang Lingkup


Yaitu penjelasan tentang ruang lingkup atau cakupan dokumen Rencana Kontingensi.
Ruang lingkup Rencana Kontingensi terdiri dari 3 (tiga) hal, yaitu:
1. Lingkup Bahaya dan Risiko Bencana, yaitu jenis bahaya/ancaman bencana yang
disusun perencanaan kontingensinya.
2. Lingkup Wilayah Risiko, yaitu menjelaskan batas penanganan yang dikelola
penanganan kedaruratannya, seperti desa, kabupaten, provinsi, nasional, atau
berbasis kawasan.
3. Lingkup Pelaksana Aksi, yaitu menjelaskan tata kelola dan tata laksana
penanganan kedaruratan. Selain pemerintah sebagai pemangku pemangku
utama, semua pemangku kepentingan penanggulangan bencana, baik lembaga
usaha, kelompok masyarakat, perguruan tinggi, dan lembaga non-pemerintah
lainnya, yang dilibatkan dalam penanganan kedaruratan.

Contoh:
Ruang lingkup rencana kontingensi ini mencakup hal-hal yang perlu dilaksanakan untuk menghadapi
kemungkinan terjadinya peristiwa dan situasi darurat bencana tsunami akibat gempabumi
megathrust Jawa Timur di wilayah Kabupaten Malang, yaitu:
a. Pengumpulan data dan informasi dari berbagai unsur baik Pemerintah, Swasta, Lembaga Non
Pemerintah, dan Masyarakat
b. Pembagian peran dan tanggung jawab antar sektor
c. Proyeksi kebutuhan lintas sektor

32
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

d. Identifikasi, inventarisasi dan penyiapan sumber daya dari setiap sektor.


e. Pemecahan masalah berdasarkan kesepakatan-kesepakatan dan komitmen untuk melakukan
peninjauan kembali/kaji ulang Rencana Kontingensi, jika tidak terjadi bencana, termasuk
dilaksanakan geladi sebagai metode/alat uji coba rencana kontingensi.

1.5. Kebijakan dan Strategi


Bagian ini menjelaskan Kebijakan dan Strategi Penanganan Kedaruratan Daerah. Bagi
daerah yang sudah memiliki dokumen Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana
(RPKB), penanganan kedaruratan dapat merujuk pada kebijakan dan strategi yang
telah ditetapkan.

Kebijakan. Tanggap darurat mewujudkan pemberian hak masyarakat (yang dijamin


dalam UU Penanggulangan Bencana), yakni mendapatkan perlindungan sosial dan rasa
aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; dimana setiap orang
yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

Prinsip-prinsip penanggulangan bencana yakni cepat dan tepat, prioritas, koordinasi


dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna; transparansi dan akuntabilitas;
kemitraan, pemberdayaan, nondiskriminatif, dan nonproseliti.

Strategi. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat


meliputi: pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya; penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi
masyarakat terkena bencana; pemenuhan kebutuhan dasar; perlindungan terhadap
kelompok rentan; dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Contoh:
Kebijakan penanganan darurat bencana adalah arahan/pedoman umum yang bersifat mengikat
bagi para pihak yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya serta Struktur Komando
Penanganan Darurat Bencana dalam melaksanakan tugas pokok dan operasinya. Kebijakan-
kebijakan tersebut adalah sebagai berikut;
1) Menetapkan koordinasi pelaksanaan Penanggulangan Bencana (PB) secara terencana,
terpadu dan menyeluruh,
2) Memberikan perlindungan pada masyarakat terdampak,
3) Optimalisasi pos anggaran Biaya Tidak Terduga (BTT) APBD tahun berjalan untuk
penanggulangan kedaruratan bencana (PKB),
4) Mengajukan pendampingan dan fasilitas Dana Siap Pakai (DSP) kepada Pemerintah Pusat
melalui BNPB,
5) Membuka jejaring bantuan dari masyarakat, swasta, lembaga non pemerintah, dan luar
negeri,
6) Melibatkan masyarakat, relawan dan pemberi bantuan dalam pencarian dan pertolongan.
7) Membebaskan seluruh biaya pelayanan kesehatan untuk masyarakat terdampak bencana.
8) Melaksanakan sosialisasi dan pendampingan pemenuhan kebutuhan masyarakat pasca
bencana
9) Melakukan monitoring dan evaluasi penanganan penanggulangan bencana.

33
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Strategi penanganan kedaruratan bencana adalah pedoman pelaksanaan umum bagaimana


kebijakan diimplementasikan selama operasi guna mencapai efektifitas kebijakan. Strategi-strategi
tersebut adalah;
1) Mengaktifkan Sistem Komando Penanggulangan Darurat Bencana (SKPDB),
2) Meningkatkan akses informasi satu data dalam penanganan penanggulangan bencana,
3) Melaksanakan pencarian dan pertolongan jiwa yang terdampak,
4) Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak
5) Perbaikan sarpras vital serta pemulihan fungsi layanan umum dan layanan pemerintahan
diwilayah terdampak bencana,
6) Pembuatan pos bantuan,
7) Pengerahan personil pencarian dan pertolongan yang terlatih, sarana pencarian dan evakuasi
yang mencukupi dengan melibatkan masyarakat, relawan dan pemberi bantuan,
8) Pemanfaatan semua fasilitas umum yang aman milik pemerintah atau masyarakat sebagai
tempat evakuasi,
9) Pengobatan gratis bagi korban bencana dan Psychological First Aid,
10) Mendistribusikan cadangan logistik untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat
terdampak bencana,
11) Monitoring dan evaluasi penanganan penanggulangan bencana disemua sektor.

1.6. Pendekatan, Metode dan Tahapan Proses


Bagian ini menjelaskan metode-strategi dalam penyusunan perencanaan kontingensi,
yaitu;
1. Pendekatan dan metode yang dalam penyusunan (partisipatif)
2. Tahapan proses/kegiatan penyusunan
3. Para Pihak yang terlibat dalam penyusunan

Contoh:
Pendekatan partisipatif dilakukan untuk memastikan bahwa penyusunan rencana kontingensi ini
disepakati para pihak yang terlibat dalam penangganan darurat bencana erupsi Gunungapi Rinjani-
Barujari.
Kegiatan penyusunan rencana kontingensi ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Penyamaan persepsi terhadap semua pelaku penanggulangan bencana tentang pentingnya
rencana kontingensi erupsi Gunungapi Rinjani-Barujari.
2. Pengumpulan data dan pembaruan: Pengumpulan data dilakukan pada semua sektor
penanganan bencana dan lintas administratif.
2. Verifikasi data: Analisa data sumberdaya yang ada dibandingkan proyeksi kebutuhan
penanganan bencana saat tanggap darurat.
3. Penyusunan dokumen rencana kontingensi, pembahasan dan perumusan dokumen rencana
kontingensi disepakati dalam wokshop yang meliputi penilaian karakteristik bahaya dan
penentuan kejadian, pengembangan skenario, penyusunan kebijakan dan strategi,
perencanaan sektoral dan rencana tindak lanjut.
4. Penandatanganan komitmen, public hearing/konsultasi publik hasil rumusan rencana
kontingensi: Penyebaran/ diseminasi dokumen rencana kontingensi kepada pelaku
penanggulangan bencana (multi stake holder).

34
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

1.7. Umpan Balik


Bagian ini menjelaskan tentang peluang pemutakhiran/penyempurnaan dari
parapihak. Pemutakhiran terkait dengan data-data terbaru dan metode
pemutakhiran/penyempurnaan. Inisiatif reviu dan pemutakhiran perencanaan
kontingensi dapat dikoordinasikan melalui BPBD Provinsi Papua atau organisasi
perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi penanggulangan bencana di daerah.

Contoh:
Untuk memastikan rencana kontingensi sesuai dengan situasi dan kondisi yang terbarukan maka
diperlukan masukan-masukan terutama terkait data-data, sehingga perlu dilakukan dengan
lokakarya atau rapat konsultasi. Inisiatif reviu dan pemutakhiran perencanaan kontingensi dapat
dikoordinasikan melalui BPBD Provinsi Papua.

1.8. Masa Berlaku dan Pemutakhiran


Bagian ini menjelaskan masa berlaku dan pemutakhiran perencanaan kontingensi.
Secara umum masa berlaku atau waktu yang harus dilakukan pemutahiran adalah 3
tahun. Pemutakhiran sebelum masa berlaku dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan; adanya perubahan faktor risiko (ancaman, kerentanan, dan
kapasitas) dan adanya kejadian bencana di daerah.

Contoh:
Dokumen rencana kontingensi erupsi Gunungapi Rinjani-Barujari berlaku selama 3 (tiga) tahun.
Agar rencana kontingensi sesuai dengan situasi terbaru seperti misalnya: perubahan dinamika skala
bencana, perubahan besaran dan bentuk atau jenis kerentanan, perubahan kapasitas atau
kemampuan sumberdaya maka dapat dilakukan kaji ulang atau update sesuai kebutuhan.

1.9. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi


Bagian ini menjelaskan penegasan perencanaan kontingensi sebagai basis penyusunan
rencana operasi.

Contoh:
Rencana kontingensi ini menjadi dasar dalam menyusun rencana operasi penanganan kedaruratan
erupsi Gunungapi Rinjani-Barujari. Aktivasi rencana kontingensi dilakukan setelah mendapatkan
data dan analisis kaji cepat bencana.

35
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

BAB II. SITUASI


2.1. Karakteristik Bahaya
Bagian ini menjelaskan tentang karakteristik bahaya dan faktor-faktor risiko yang
dituangkan berdasarkan data analisa resmi dari lembaga kompeten dan kredibel.
Karakter bahaya setidaknya memberikan informasi tentang pemicu, tanda-tanda,
unsur yang mengancam, frekuensi, periode, durasi, tipe, kecepatan, jarak, dan lainnya.
Perlu disampaikan juga kategori bahaya, apakah berangsur / lambat (slow onset) atau
tiba-iba / mendadak (rapid onset). Bagaimana system peringatan dini yang ada,
layanan informasi tentang bahaya tersebut dan lainnya. Karakter bahaya ini akan
berkaitan dengan masalah yang ditimbukannya, dan berujung pada dampaknya.
Setiap bahaya mempunyai karakter yang dipengaruhi oleh sumberdaya yang ada di
lokasi tersebut.

Contoh:
Karakteristik Bahaya Bencana Tsunami yang dipicu gempabumi megathrust Jawa Timur
Kabupaten Malang
Generator gempa yang dapat memicu tsunami di selatan Provinsi Jawa Timur adalah zona subduksi
lempeng Australia dan Eurasia. Potensi kegempaan zona subduksi di Jawa, termasuk Jawa Timur,
besar kemungkinan mengikuti pola isolated locked-zone di batas subduksi Jawa, yaitu gempa yang
akan datang kemungkinan terjadi di daerah yang terdapat seismic gap (zona dengan seismisitas
rendah) di sepanjang zona seismik yang sempit (Pusgen, 2017). Data seismisitas BMKG menunjukkan
adanya zona seismik gap di selatan Jawa Timur. Zona seismik gap perlu diwaspadai karena pada zona
ini seharusnya relatif aktif secara tektonik, tetapi jarang terjadi gempa signifikan dalam jangka waktu
yang lama. Kondisi ini dikhawatirkan terjadi akumulasi energi gempa, sehingga dapat terjadi gempa
dengan magnitude yang tinggi serta dapat memicu tsunami yang lebih besar.
Berdasarkan pengkajian dan modelling BMKG (2021) wilayah pesisir selatan Jawa tsunami yang
dipicu oleh gempabumi. Secara geologis, jarak garis pantai selatan Jawa dengan zona pertumbukan
(subduction zone) 200-250 km di mana pertumbukan 2 (dua) lempeng benua Lempeng Indo-
Australia dan Lempeng Benua Eurasia. Pertumbukan terjadi karena Lempeng Indo-Australia yang
bergerak ke utara menunjam Lempeng Benua Eurasia dengan kecepatan ± 7 cm/tahun.

36
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Gambar…. Sumber Gempabumi Pemicu Tsunami dan Distribusi Gempa Bumi 2001-2020 (BMKG, 2021)

BMKG mencatat tiga kejadian yang dipicu oleh gempa di zona subduksi selatan Jawa Timur, yaitu
tahun 1859 (M 7,5) di selatan Kabupaten Pacitan serta tahun 1985 dan 1994 (M 7,8) di selatan
Banyuwangi (BMKG, 2019). Gempa tahun 1994 memicu terjadinya tsunami dengan tinggi
gelombang 13,9 meter dan menelan korban jiwa sekitar 250 orang. Di Kabupaten Malang, Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan tercatat memiliki riwayat diterjang tsunami pada
tahun 1996 dan 2004.

Mengikuti modeling skenario terburuk tsunami akibat gempa megatrust BMKG tersebut diatas,
potensi gempabumi berkekuatan 8,7-8,8 berpotensi memicu tsunami di selatan Pulau Jawa, di Jawa
Timur wilayah berpotensi terdampak mencakup Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Jember, wilayah pantai selatan dan pantai timur Banyuwangi, dan Kabupaten Situbondo. Di
Kabupaten Malang sendiri, 6 kecamatan dan 20 desa berpotensi terdampak tsunami akibat
gempabumi megathrust ini.

37
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2.2. Skenario Kejadian


Bagian ini memuat perincian skenario kejadian. Bagian ini juga memuat tentang
bahaya primer dan bahaya sekunder. Skenario dikembangkan dengan menggunakan
perkiraan skenario yang didasarkan dari data dan analisis resmi dari lembaga yang
memiliki otoritas maupun memiliki kompetensi dan kredibilitas. Pengembangan
skenario juga dapat mempertimbangkan sejarah kejadian bencana terburuk yang
pernah terjadi. Penyajian Skenario Kejadian dapat dilengkapi dengan tabel.

Contoh:
Kejadian gempabumi megathrust berpotensi memicu tsunami di selatan Pulau Jawa. Nilai
magnitude maksimum yang dipakai dan yang mungkin terjadi serta lokasi titik pusat gempa
mengadopsi skenario terburuk yang dibuat oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG).

Gambar …. Peta Bahaya Tsunami Skenario Terburuk, Pantai Sendang Biru & Sekitarnya Kab. Malang (BMKG, 2021)

Ringkasan Skenario Kejadian

Waktu kejadian Tsunami terjadi pada hari Minggu, siang harI

Lokasi Pesisir pantai wilayah selatan Kabupaten Malang:


Pantai Clungup, Pantai Sendang Biru, __

Pemicu Kejadian Gempa berdurasi 20 detik dengan skala magnitude 8,7 – 8,8
atau Skala MMI V – VII, terjadi di zona subduksi megathrust Jawa
Timur: koordinat 10,23 LS dan 110,39 BT, Kedalaman 18 Km

38
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Bahaya primer Reruntuhan akibat gempa dan terjangan gelombang tsunami. Tinggi
gelombang maksimal 17-20 meter, kedatangan landaan tsunami ke
wilayah terdampak 17-20 menit

Peringatan Dini Peringatan dini potensi bencana tsunami dari BMKG dikeluarkan 5
Bencana menit setelah kejadian gempa

Cakupan wilayah 6 kecamatan dan 20 desa, yang terdiri dari;


terdampak

Bahaya sekunder Wabah atau sumber penyakit dari pembusukan bahan organik pada
sisa-sisa genangan tsunami.

Bahaya pendamping Epidemi atau Pandemi COVID-19

2.3. Asumsi Dampak


Bagian ini memuat tentang perkiraan akibat atau dampak langsung dari kejadian
bencana sesuai Skenario Kejadian yang ditetapkan. Identifikasi akibat/dampak
langsung dituangkan dalam 5 aspek, yaitu kependudukan, fisik/infrastruktur, ekonomi,
lingkungan, dan layanan publik/pemerintahan. Identifikasi dampak langsung menjadi
pertimbangan penyusunan sektor-sektor atau bidang dan kegiatan penanganan
kedaruratan. Asumsi dampak dapat disajikan dalam format tabel.

1. Aspek Kependudukan, yaitu perkiraan tentang jumlah dan kondisi (meninggal,


luka, mengungsi). Detail data terpilah sebaiknya dirincikan dalam Lampiran
Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak. Data pilah penduduk dapat disajikan
berdasarkan jenis kelamin, usia, kerentanan; bayi, balita, bumil, busui, sakit, lansia,
difabel, maupun penduduk dengan komorbid.
2. Aspek Fisik/Infrastruktur, yaitu perkiraan jenis dan jumlah kerusakan atau
perubahan fisik infrastruktur. Selain permukiman penduduk, bagian ini juga
merincikan jenis infrastruktur publik vital yang mengalami kerusakan, seperti jalan,
jembatan, jaringan listrik, jaringan air, fasilitas energi, jaringan komunikasi, tempat
ibadah, sarana pendidikan, tempat pelayanan kesehatan, dan lainnya. Bentuk
kerusakan dinilai dalam 3 kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat/hilang.
3. Aspek Ekonomi, yaitu perkiraan bentuk-bentuk kehilangan aset dan gangguan
fungsi ekonomi yang rusak atau tidak berfungsi.
4. Aspek Lingkungan, yaitu bentuk kerusakan/gangguan lingkungan hidup, baik
kuantitas maupun kualitasnya. Elemen lingkungan, meliputi air, udara, tanah,
vegetasi dan lainnya.
5. Aspek Layanan Publik/Pemerintahan, yaitu perkiraan gangguan fungsi layanan
publik vital. Layanan publik tersebut meliputi; layanan administrasi pemerintahan
desa/kelurahan/daerah, layanan kesehatan, layanan pendidikan, , layanan ibadah
dan lainnya

39
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Contoh:

A. Aspek Kependudukan
Asumsi jumlah penduduk yang akan terdampak langsung di tiga Kabupaten di Pulau Lombok
berdasarkan Kajian Risiko Bencana Tahun 2020 adalah sekitar 4.093 KK, 20.467 jiwa, terdiri dari
10.457 laki-laki, 12.375 perempuan. Jumlah penduduk terluka sekitar 91 orang, terdiri dari luka
ringan 68 orang, luka berat 23 orang, dan meninggal dunia 3 orang. Sedangkan jumlah wisatawan
domestik terdampak diperkirakan sekitar 1.883 orang dan wisatawan mancanegara sekitar 129
orang (Laporan Pengunjung Gunung rinjani National Park 2020).
Berikut asumsi jumlah penduduk terdampak yang tersebar di Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten
Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Utara.
1. Kabupaten Lombok Timur
Asumsi lokasi terparah berada di Kecamatan Sembalun (Desa Sembalun Lawang, Desa Sembalun
Bumbung, Desa Sembalun Timbang Gading, Desa Sembalun), Kecamatan Suela (Desa Bebidas),
Kecamatan Wanasaba (Desa Karang Baru), Kecamatan Aik Mel (Desa Lanek Daya), Kecamatan
Pringgasela (Desa Timba Nuh, Desa Jurit Baru, Desa Pengadangan Barat), Kecamatan Sikur (Desa
Kembang Kuning, Desa Tete Batu, Desa Jeruk Manis, Desa Tete Batu Selatan), Kecamatan Montong
Gading (Desa Perian, Desa Jenggik Utara, Desa Pesanggrahan, Desa Pringgajurang Utara) dengan
jumlah penduduk terancam sebanyak 12.328 atau 16,5% dari jumlah penduduk keseluruhan (16,5%
x 74.370 jiwa). Adapun perkiraan dampak korban yang ditimbulkan sebagai berikut:
Jiwa terancam : 12.328 orang (16,5% dari jumlah penduduk keseluruhan)
Meninggal : 1 orang
Hilang : 3 orang
Mengungsi : 11.173 orang (± 90% dari jumlah jiwa terancam)
Luka berat : 13 orang
Luka ringan : 51 orang

2. Kabupaten Lombok Tengah


Asumsi lokasi terparah berada di Kecamatan Batu Keliang Utara (Desa Karang Sidemen, Desa Lantan,
Desa Aik Berik, Desa Setiling) dan Kecamatan Kopang (Desa Aik Buai, Desa Waje Geseng) dengan
jumlah penduduk terancam sebanyak 6.563 atau 15% dari jumlah penduduk keseluruhan (15% x
43.742 jiwa). Adapun perkiraan dampak korban yang ditimbulkan sebagai berikut:
Jiwa terancam : 6.563 orang (15% dari jumlah penduduk keseluruhan)
Meninggal : 1 orang
Hilang :0
Mengungsi : 5.704 orang (± 87% dari jumlah jiwa terancam)
Luka berat : 7 orang
Luka ringan : 12 orang

3. Kabupaten Lombok Utara


Asumsi lokasi terparah berada di Kecamatan Bayan (Desa Sambik Elen, Desa Loloan, Desa Senaru,
Desa Sukadana, Desa Bayan Baleg),dan Kecamatan Kayangan ( Desa Santong, Desa Sesait,
Gumantar, Selengen, Salut), dengan jumlah penduduk terancam sebanyak 4729 atau ± 15% dari
jumlah penduduk keseluruhan (15% x 31529 jiwa). Adapun perkiraan dampak korban yang
ditimbulkan sebagai berikut:
Jiwa terancam : 1.576 orang (15% dari jumlah penduduk keseluruhan)
Meninggal : 1 orang
Hilang :0

40
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Mengungsi : 4.114 orang (± 87% dari jumlah jiwa terancam)


Luka berat : 3 orang
Luka ringan : 5 orang

2. Aspek Fisik
Berdasarkan skenario erupsi G. Rinjani bahaya primer berupa awan panas, lontaran batu pijar, abu
vulkanik, dan gas beracun diperkirakan mengenai KRB III (3 km dari puncak). Diperkirakan fasilitas
dan sarana prasarana yang terkena adalah fasilitas umum jalur tracking G. Rinjani beserta pos-pos
pendakian. Selain itu, bahaya primer erupsi G. Rinjani lainnya berupa sebaran abu vulkanik (aliran
piroklastik) dan lahar dingin (bahaya sekunder) akan melanda hingga KRB I sejauh 8 kilometer. Hal
ini diperkirakan akan mengancam sarana prasarana serta aset yang berada di wilayah 3 kabupaten,
bahkan dampak abu vulkanik juga dirasakan di seluruh Pulau Lombok sampai ke Pulau Bali dan Jawa
timur. Adapun sarana prasarana yang diperkirakan terkena dampak ikutan bencana erupsi G. Rinjani
adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Proyeksi Sarana Prasarana Terdampak Abu Vulkanik di 3 Kabupaten


No Jenis Kerusakan Terancam (%) Keterangan
1 Prasarana jalan dan jembatan 30 Rusak Ringan
2 Kantor Pemerintahan 30 Rusak Ringan
3 Instalasi Listrik 30 Rusak Ringan
4 Telekomunikasi (BTS) 30 Rusak Ringan
5 Prasarana Transportasi Darat 30 Gangguan operasional
6 Prasarana Transportasi Laut 30 Gangguan operasional
7 Prasarana Transportasi Udara 80 Tidak beroperasi
8 Prasarana Ekonomi (Pasar, Toko, Peternakan, 30 Rusak Ringan
Perikanan, Perkebunan, Pertanian)
9 Penginapan 30 Rusak Ringan
10 Pasar/pertokoan 30 Rusak Ringan

(Rencana Kontingensi G. Api Barujari/Rinjani NTB 2016)

Tabel 2. Proyeksi Sarana Prasarana Terdampak Lahar Dingin di 3 Kabupaten


No Jenis Kerusakan Kerusakan (%) Keterangan
1 Prasarana jalan dan jembatan 45 Rusak Berat
2 Kantor Pemerintahan 35 Rusak Sedang
3 Instalasi Listrik 35 Rusak Sedang
4 Telekomunikasi (BTS) 35 Rusak Sedang
5 Prasarana Sumber Daya Air 45 Rusak Berat
6 Prasarana Ekonomi (Pasar, Toko, Peternakan, 35 Rusak Sedang
Perikanan, Perkebunan, Pertanian)
7 Penginapan 40 Rusak Sedang
8 Pasar/pertokoan 20 Rusak Sedang
(Rencana Kontingensi G. Api Barujari/Rinjani NTB 2016)

Tabel 3. Proyeksi Jembatan Terdampak Lahar Dingin di 3 Kabupaten


No Kabupaten Kecamatan Nama Jembatan Koordinat
1 Lombok Tengah Batu Keliang Utara
2 Lombok Utara Bayan Jembatan Karang Bajo
Aikmel Jembatan Lanek Daya
3 Lombok Timur
Pringgasela Jembatan Juri Baru

41
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Jembatan Pengadangan

C. Aspek Ekonomi
Pada sektor ekonomi diperkirakan dampak yang ditimbulkan berupa kerugian baik di bidang
perdagangan, jasa, pariwisata, retail, industri, transportasi, pertanian, perkebunan, perikanan,
hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat, menurut data InaRisk diperkiraan total kerugian
bisa mencapai 7,5 M. Untuk total kerugian akibat bandara ditutup selama beberapa hari mencapai
Rp 3 Miliar, terdiri dari kerugian yang dialami maskapai, bandara dan pedagang. Sementara PT
Angkasa Pura I mengalami kerugian mencapai ratusan juta dari airport tax yang diterima.

D. Aspek Lingkungan
Dampak erupsi G. Rinjani juga diperkirakan akan berpengaruh terhadap lingkungan berupa
kerusakan cukup parah pada kondisi air, tanah/lahan, udara, hutan. Berikut skenario dampak yang
ditimbulkan dari erupsi G. Rinjani.
1. Air dalam tanah (sumber mata air berasal dari sungai dan mata air sekitar G. Rinjani)
G. Rinjani merupakan sumber mata air utama bagi Pulau Lombok. Puluhan sungai di Pulau Lombok
berhulu di G. Rinjani. Erupsi G. Rinjani menyebabkan terganggunya stabilitas sumberdaya air
(kuantitas dan kualitas) di Daerah Tangkapan Air (DTA), selain itu juga menyebabkan terganggunya
aliran sungai yang berhulu dari G. Rinjani karena membawa material lahar hujan dan luapan Danau
Segara Anak hingga kawasan permukiman.
2. Udara
30% udara Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur dan kawasan yang dilalui angin akan
tercampur abu vulkanik dengan ketebalan endapan 2-3 mm. Berdasarkan data satelit dan kondisi
lapangan, asap dan abu vulkanik Gunung Barujari berpotensi membahayakan keselamatan
penerbangan. Beberapa bandara dihentikan operasionalnya untuk sementara seperti Bandar Udara
Internasional Lombok (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah yang melayani rute penerbangan ke
sejumlah provinsi di Indonesia dan luar negeri, Bandara Selaparang di Mataram yang digunakan
untuk kegiatan pelatihan penerbangan, Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin III (Brangbiji)
Kabupaten Sumbawa, Bandar Udara Ngurah Rai di Bali, dan Bandar Udara Internasional
Banyuwangi.
3. Tanah/lahan
Erupsi G. Rinjani diperkirakan berpengaruh terhadap berbagai bidang kehidupan manusia termasuk
bidang pertanian. Lahan pertanian penduduk dan vegetasi akan tertutup material erupsi sehingga
menyebabkan kerugian sektor ini. Kandungan pH yang tinggi pada abu vulkanik akan menyebabkan
tanaman rusak dan gagal panen. Dampak lahar dingin terhadap lahan pertanian perlu diwaspadai
karena berpengaruh pada pengurangan kesuburan lahan pertanian akibat tergerus atau tertutup
lahar. Wilayah yang kemungkinan terdampak lahar dingin adalah yang dekat dengan bantaran
sungai diantaranya yang dilewati Kokok Belimbing, Kokok Joga, Kokok Beringin, Kokok Tanggek,
Kokok Putih, Kokok Jelingo, Kokok Sedutan, Kokok Penggolong, Kokok Lenek, Telabah Dasanagung,
Kokok Bubak.
5. Hutan dan Flora Fauna di Taman Nasional Gunung Rinjani
Dengan meningkatnya aktivitas G. Rinjani menyebabkan suhu air danau akan terus meningkat dan
akan mengganggu habitat flora dan fauna di area danau. Selain itu aneka tumbuhan endemik yang
dikenai aliran lava juga akan mengalami kerusakan baik tumbuhan besar maupun kecil.

E. Aspek Layanan Publik/Pemerintahan


Tidak ada

42
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

BAB III. TUGAS POKOK


Bab ini menjelaskan tentang 2 hal, yaitu Tugas Pokok dan Sasaran. Tugas Pokok
merupakan uraian naratif/tabel tugas pokok organisasi komando penanggulangan
darurat bencana di dalam operasi tanggap darurat yang dilakukan dalam
periode/proyeksi waktu operasi yang ditentukan. Sedangkan sasaran merupakan
uraian target pencapaian dari tugas pokok. Sasaran dapat disajikan/dinyatakan dalam
angka atau prosentase.

Tugas pokok menyatakan:


1. Nama organisasi komando
2. Batasan waktu operasi (hari),
3. Tujuan-tujuan operasi, antara lain; a) penyelamatan jiwa; b) penyelamatan aset
warga dan pemerintah; dan c) pemenuhan kebutuhan dasar
pengungsi/penyintas di wilayah terpapar
4. Prinsip-prinsip pelaksanaan operasi

Contoh:
3.1. Tugas Pokok
Komando Penanganan Darurat Bencana Tsunami Kabupaten Malang, melaksanakan operasi
penanganan darurat bencana tsunami dan tugas kemanusiaan selama 30 hari atau dapat
diperpanjang atau dipersingkat sesuai situasi di lapangan, secara cepat dan terpadu untuk evakuasi,
pencarian dan penyelamatan, perlindungan, pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak,
pemulihan sarana-prasarana vital, serta mengendalikan situasi darurat.

3.2. Sasaran
1. Tersusunnya rencana operasi penanganan darurat bencana dalam waktu 72 jam
2. Terselenggaranya koordinasi yang melibatkan 5 unsur helix dan 20 desa terdampak.
3. Terlaksananya pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak dengan setidaknya 80%
sumberdaya dan anggarannya bersumber dari DSP dan BTT.
4. Terkerahkan 90% sumber daya dari seluruh pihak terkait yang telah berkomitmen dalam
operasi penanganan darurat bencana.
5. Terselenggaranya 100% evakuasi warga terdampak atau korban.
6. Terlaksananya 100% pelayanan kesehatan untuk warga terdampak atau korban dan
pencegahan mencegah penularan COVID-19 di lokasi bencana.
7. Terselenggaranya 100% pemullihan fungsi sementara (rehabilitasi) sarana-prasarana vital
meliputi jaringan air, listrik, dan komunikasi.
8. Terlaksananya 30 hari operasi penanganan darurat bencana dengan tanggung jawab dan
bertanggung gugat penuh.

43
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

BAB IV. PELAKSANAAN


4.1. Konsep Operasi dan Sasaran Tindakan
Konsep Operasi. Bagian ini memuat tentang definisi operasional dari setiap fase dalam
Tahap Tanggap Darurat dalam perencanaan kontingensi. Fase tersebut meliputi Fase
Siaga Darurat, Fase Tanggap Darurat, dan Transisi Darurat ke Pemulihan.

Sasaran Tindakan. Bagian ini menjabarkan dan merincikan sasaran tindakan atau
target dari setiap fase kedaruratan.

Contoh:
1. Fase Siaga Darurat; serangkaian tindakan penyelamatan awal yang dilakukan segera saat
potensi bahaya terdeteksi, meliputi penyelamatan dan evakuasi, pengamanan harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan dan pengurusan pengungsi.
2. Fase Tanggap Darurat; serangkaian tindakan yang dilakukan segera saat bencana terjadi,
meliputi kaji cepat, layanan pengungsian dan perlindungan untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan bencana,
3. Fase Transisi Darurat; serangkaian tindakan layanan pengungsian dan perlindungan serta
pengelolaan data perencanaan rehabilitasi-rekonstruksi

Fase Siaga Darurat Fase Tanggap Darurat Fase Transisi Darurat

1…….. 1…….. 1……..

2…….. 2…….. 2……..

dst……. dst……. dst…….

Sasaran Tindakan
Fase Sasaran Tindakan
1 Tersedianya material, tim dan jadwal pelaksanaan diseminasi
sistem peringatan dini banjir bandang di kawasan berisiko
2 Terdesiminasinya sistem peringatan dini banjir bandang kepada
masyarakat di kawasan berisiko
3 Masyarakat di kawasan berisiko mengetahui Sistem Peringatan
Dini (SPD) banjir bandang dan memiliki perencanaan evakuasi
Siaga Darurat 4 Tersedianya Surat Keputusan Bupati tentang Status Siaga Darurat
Bencana
5 Terselenggaranya jejaring SPD banjir bandang
6 Masyarakat di kawasan berisiko melakukan evakuasi
penyelamatan nyawa dan harta benda
7 Terselenggaranya pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan
sosial penyintas
1 Terselenggaranya kaji cepat di kawasan terdampak banjir
Tanggap Darurat
bandang

44
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2 Tersedianya data hasil kaji cepat yang diperbaharui setiap hari

3 Tersedianya Surat Keputusan Bupati tentang Status Tanggap


Darurat Bencana

4 Terselenggaranya rapat penyusunan rencana operasi

5 Tersedianya rencana operasi PDB Banjir Bandang

6 Terbentuknya SKPDB banjir bandang Kabupaten Bima

7 Terselenggaranya posko PDB banjir bandang

8 Terselenggaranya pemenuhan kebutuhan dasar dan


perlindungan sosial penyintas

9 Terselenggaranya pengamanan aset penyintas di kawasan


rawan bencana
1 Diterbitkannya Keputusan Bupati tentang Status Transisi Darurat
Ke Pemulihan
Transisi Darurat ke 2 Berfungsinya sementara sarana-prasarana layanan publik
Pemulihan
3 Pengakhiran status dari transisi darurat ke pemulihan yang
dilanjutkan dengan rehabilitasi dan rekonstruksi.

4.2. Struktur Organisasi Komando


Menggambarkan fungsi-fungsi dalam struktur organisasi penanggulangan kedaruratan
bencana

45
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Contoh:

4.3. Kegiatan Pokok


Bagian ini merupakan penjabaran kegiatan utama untuk mencapai Sasaran Tindakan.

Untuk mencapai seluruh sasaran tindakan, organisasi menurunkan setiap pekerjaan


dari masing-masing fungsi dalam bentuk kegiatan-kegaitan yang harus dijalankan
setiap Fungsi dan bidang/unit dibawahnya. Pastikan bahwa seluruh tindakan yang
ditetapkan sebagai sasaran operasi dapat tercapai.

Agar nanti perencanaan dan operasi benar-benar (nyata) dapat dilaksanakan, maka
kegiatan-kegiatan harus disusun sebagai strategi-taktis penanganan kedaruratan
bencana – terutama pada fungsi operasi. Kegiatan dapat dikelompokkan menjadi
kegiatan prioritas dan kegiatan-kegiatan lain, dimana kegiatan prioritas dirancang
berdasarkan kemampuan sumberdaya yang tersedia.

Contoh:

TINDAKAN KEGIATAN POKOK

TIndakan 1 ……………………. Kegiatan 1.1. ……………………

Kegiatan 1.2. ……………………

dst

46
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

TIndakan 2. …………………… Kegiatan 2.1. ……………………

Kegiatan 2.2. ……………………

dst

dst

Contoh Kegiatan Pokok.


1. Melakukan kajian pemenuhan kebutuhan penanganan darurat bencana berdasarkan hasil
kaji cepat dan rencana kontingensi;
2. Mengkoordinasikan instansi/lembaga terkait;
3. Mengendalikan pelaksanaan penanganan darurat bencana;
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penanganan darurat bencana;
5. Melaksanakan manajemen informasi pelaksanaan penanganan darurat bencana;
6. Menyusun rencana kegiatan operasi penanganan darurat bencana;
7. Melakukan kajian awal upaya/rencana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi;

47
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

4.4. Tugas-Tugas
Bagian ini memuat dan merincikan tugas-tugas dari setiap fungsi/bidang/subbidang
Contoh:
Pelaksana
Fungsi Penjabaran Tugas Sub-Bidang/ Unit/ Penjabaran Tugas
Seksi

1. Komando, …………………… Komando, Kendali, ……………………


Kendali, Koordinasi,
Koordinasi, Komunikasi dan
Komunikasi dan Informasi
Informasi
Sekretariat dan ……………………
Hubungan Masyarakat
(Humas)

Keamanan dan ……………………


Keselamatan

Penghubung ……………………
(perwakilan institusi)

2. Administrasi …………………… …………………… ……………………


dan Keuangan

3. Perencanaan …………………… …………………… ……………………

…………………… ……………………

…………………… ……………………

4. Operasi …………………… …………………… ……………………

…………………… ……………………

…………………… ……………………

5. Logistik …………………… …………………… ……………………

…………………… ……………………

…………………… ……………………

Fungsi Uraian Fungsi/Keterangan

Koordinasi dan  Pelaporan seluruh kegiatan PDB kepada Pos Komando.


Pelaporan  Pengkoordinasian kepada Pos Komando serta Pengawasan aktivitas penanganan
bencana di Pos Lapangan.

Koordinasi dan  Membantu koordinator dalam penyusunan laporan seluruh kegiatan PDB
Pelaporan kepada Pos Komando
 Membantu Koordinator dalam pengkoordinasian kepada Pos Komando serta
Pengawasan aktivitas penanganan bencana di Pos Lapangan.

48
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Administrasi  Pelaksanaan fungsi tatakelola administrasi yang memenuhi prinsip akuntabilitas


dalam PDB di tingkat Pos Lapangan.
 Penyiapan wadah untuk saran, masukan, dan aduan dari masyarakat di tingkat
Unit Pos Lapangan

Koordinasi  Pengkoordinasian kegiatan Evakuasi, Perlindungan dan Pengungsi Kepada Pos


Komando.
 Pelaksanaan Evakuasi, Perlindungan dan Pengungsi di Pos Lapangan.
 Penyiapan ruang isolasi dan identifikasi bagi korban bencana.
 Pelibatan dan pengkoordinasian dengan Forum PRB dan kelompok-kelompok
siaga bencana di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa.

Pengumpulan dan  Penyiapan tempat dan penampungan sementara logistik.


Penyimpanan  Pendistribusian logistik ke masyarakat terdampak.
Logistik  Pencatatan keluar masuk logistikdari penampungan sementara.

Penyediaan  Koordinasi Penyediaan hunian dan bantuan non pangan.


 Pelaporan

Layanan  Koordinasi Penyediaan layanan air bersih, sanitasi hunian dan layanan
kesehatan.
 Pelaporan

Pengamanan dan  Pengamanan dan penertiban lingkungan.


Ketertiban  Pengamanan evakuasi tanggap darurat dan distribusi bantuan logistik kepada
pengungsi.
 Mengkoordinir masyarakat yang tergabung dalam bidangpengamanan.
 Pelibatan Forum PRB dan kelompok- kelompok siaga bencana di tingkat
kabupaten, kecamatan dan desa

4.5. Instruksi Koordinasi


Memuat arahan/perintah/pokok-pokok mandat kepada organisasi komando
penanganan darurat bencana yang diberikan oleh otoritas, atau komandan kepada
seluruh fungsi/sub-bidang/unit dalam organisasi. Tujuanya adanya instruksi koordinasi
untuk menggerakkan seluruh ’sistem’ atau kesatuan tatalaksana organisasi
penanggulangan kedaruratan bencana ini.

Contoh:
Instruksi Koordinasi
1. Pengkajian Cepat Akibat Bencana Tsunami.
BPBD Kabupaten Malang melakukan pengkajian cepat untuk menilai akibat langsung dari bencana
Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa Timur. Pengkajian dilakukan dengan pengumpulan
data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan menugaskan dan mengerahkan Tim Reaksi
Cepat ke lokasi terdampak bencana. Data sekunder dihimpun dari pelaporan, media massa,
instansi/lembaga terkait, masyarakat, internet, dan informasi lainnya yang relevan. Lingkup kaji
cepat meliputi:
• Apa : jenis bencana
• Bilamana : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat
• Di mana : tempat/lokasi/daerah bencana

49
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

• Berapa : jumlah korban, kerusakan sarana dan prasarana


• Penyebab : penyebab terjadinya bencana
• Bagaimana : upaya yang telah dilakukan

2. Penetapan Status / Tingkat Bencana


Bupati Kabupaten Malang menetapkan Status Darurat Bencana Tsunami Kabupaten Malang dengan
mempertimbangkan:
a. Laporan BPBD Kabupaten Malang atas hasil pengkajian cepat Tsunami Akibat Gempabumi
Megathrust Jawa Timur.
b. Pertimbangan para pihak dalam forum rapat dengan instansi/lembaga/organisasi.
c. Penerbitan Surat Keputusan Bupati tentang Status Darurat Bencana Kabupaten Malang.
 Surat Keputusan Bupati sekaligus sebagai keputusan mengaktivasi rencana kontingensi
operasi penanganan kedaruratan, melalui pemutakhiran atau penyesuaian situasi dan
dampak kejadian yang ada, menjadi Rencana Operasi Penanganan Darurat Bencana.
 Dalam Surat Keputusan Bupati sekaligus menegaskan keputusan aktivasi Sistem
Komando Penanganan Darurat Bencana Kabupaten Malang dan personil-personil yang
diberi mandat sebagai pengampu tugas pendukungan penanganan kedaruratan
bencana Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa Timur.
 Dalam Surat Keputusan Bupati sekaligus memastikan dan menegaskan pemerintah
kabupaten merupakan pengampu utama penanganan kedaruratan melalui Sistem
Komando Penanganan Darurat Bencana Kabupaten Malang dan Pos Komando
Kabupaten Malang.
 Dalam Surat Keputusan Bupati sekaligus memastikan penggunaan relokasi anggaran
Pemerintah Daerah Kabupaten Malang untuk penanganan kedaruratan bencana.
3. Penyusunan Rencana Operasi
Penyusunan Rencana Operasi Penanganan Kedaruratan Bencana berdasarkan Rencana Kontingensi
yang disesuaikan dengan intensitas dampak langsung bencana.
4. Penyelenggaraan Operasi Penanganan Kedaruratan Bencana Tsunami Akibat Gempabumi
Megathrust Jawa Timur, meliputi:
 Pengerahan sumberdaya Provinsi Jawa Timur
 Aktivasi Pos Lapangan
 Aktivasi Jaringan Komunikasi
5. Pengorganisasian Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana Kabupaten Malang.

BAB V. ADMINISTRASI DAN LOGISTIK


Bab ini memuat kebijakan, mekanisme atau strategi pemenuhan kebutuhan logistik
yang digunakan dalam melaksanakan operasi, termasuk pembagian peran dan
tanggung jawab Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional terkait pembiayaan atau
pengerahan sumberdaya untuk penanggulangan kedaruratan bencana.

5.1. Administrasi
Bagian ini menjabarkan mekanisme administrasi dan keuangan dalam penanganan
kedaruratan.

50
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Contoh:
Mekanisme administrasi dalam pendukungan penanganan darurat bencana tsunami pada situasi
Pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut:
a. Pada saat awal kejadian bencana, seluruh sumber daya lokal Provinsi Jawa Timur
dioptimalkan baik dari sektor pemerintah, lembaga usaha, lembaga sosial dan juga
masyarakat (seperti APBD, membuka rekening donasi dari ASN, swasta, lembaga sosial dan
masyarakat umum)
b. Jika sumberdaya keuangan Provinsi Jawa Timur tidak mencukupi dalam penanganan bencana
maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat meminta bantuan pada Pemerintah Pusat.
c. Pemerintah Pusat, melalui BNPB, dapat memberikan instruksi pada pemerintah provinsi
terdekat yang memiliki kapasitas untuk membantu penanganan darurat bencana di Provinsi
Jawa Timur.
d. Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat meminta dukungan penanganan darurat bencana ke
Pemerintah Pusat terkait Dana Siap Pakai (DSP), Biaya Tidak Terduga (BTT), Pendampingan
administrasi kegiatan, serta logistik dan peralatan yang tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi
Jawa Timur.
i. Mekanisme Pencairan Belanja Tidak Terduga (BTT) berdasarkan Permendagri No 77 Tahun
2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah:
1. Penetapan SK Tanggap Darurat.
2. Penetapan SK Struktur Komando Penanggulangan Darurat.
3. Penetapan SK Pengguna Anggaran dan bendahara penerima.
4. BPBD Provinsi Jawa Timur mengajukan surat permohonan dan rencana
kebutuhan belanja kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)
selaku Bendahara Umum Daerah (BUD).
5. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)selaku Bendahara Umum
Daerah (BUD) mencairkan dana kebutuhan belanja kepada BPBD Provinsi Jawa
Timur.
6. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)selaku Bendahara Umum
Daerah (BUD) mencairkan dana kebutuhan belanja paling lambat 1 hari kerja
terhitung sejak menerimanya rencana kebutuhan belanja.
ii. Mekanisme pencairan Dana Siap Pakai (DSP) berdasarkan Perka BNPB No 6A Tahun 2011
tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai:
1. Penetapan SK Tanggap Darurat.
2. Penetapan SK Struktur Komando Penanggulangan Darurat.
3. Surat Usulan Gubernur tentang bantuan Dana Siap Pakai (DSP) ke BNPB.
4. Penetapan SK Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerima.
5. Surat pernyataan siap menerima dana hibah.
6. Kwitansi dan berita acara penyerahan bantuan.
7. Kepala BPBD Jawa Timur berwenang mengelola bantuan Dana Siap Pakai (DSP).

Adapun jenis sumber keuangan Penanganan Darurat Bencana Tsunami di Provinsi Jawa Timur
adalah sebagai berikut.

No Jenis Sumber Keuangan Penanganan Darurat Bencana Tsunami

1 APBN Dana Siap Pakai: BNPB

2 APBD Provinsi Belanja Tak Terduga: Pemprov ……….

3 Swasta Donasi tidak mengikat dari ………, ………, dst

4 NGO/CSO Donasi tidak mengikat dari ………, ………, dst

51
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

5 Akademisi Donasi tidak mengikat dari ………, ………, dst

6 Masyarakat Donasi tidak mengikat dari ………, ………, dst

5.2. Logistik
Bagian ini menjelaskan mekanisme logistik sumberdaya yang akan dikerahkan.

Contoh:
Mekanisme logistik dalam mendukung penanganan darurat bencana di wilayah di Provinsi Jawa
Timur adalah sebagai berikut:
1. Menjalankan protokol kesehatan Covid-19 di semua langkah dan tindakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
2. Menyiapkan buffer stock (persediaan/cadangan) kebutuhan dasar yang disiapkan oleh Dinas
Sosial untuk mendukung operasi penanganan di tiap kabupaten jika diperlukan.
3. Melakukan koordinasi ke instansi Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang terkait.
4. Memfasilitasi dan mengkoordinir kerjasama multipihak untuk pengadaan logistik.
5. Memfasilitasi dan mengkoordinir bantuan dengan kabupaten terdekat.
6. Permintaan bantuan ke provinsi terdekat (kebutuhan dasar dan peralatan)
7. Mendistribusikan kebutuhan tepat sasaran dan tepat waktu.
8. Memastikan penerimaan bantuan dan relawan masuk dalam satu pintu tercatat dan
termonitor dalam sistem Posko.
9. Menjaga alur penerimaan bantuan dan relawan dengan membangun mekanisme pelaporan
ke Posko.
10.Sistem pelaporan dan pencatatan di lapangan agar memisahkan antar relawan dan bantuan
barang kemanusiaan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas laporan.
11.Memberikan laporan kegiatan kepada Komandan PDB Provinsi Jawa Timur

BAB VI. PENGENDALIAN


6.1. Komando
Bagian ini menjabarkan mekanisme komando penanganan darurat bencana.

Contoh:
Komando Operasi Penanganan Darurat Bencana Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa
Timur dipimpin Gubernur/Wakil Gubernur dan/atau Komandan yang ditunjuk oleh Gubernur.
a. Pos Komando
Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Provinsi Jawa Timur, selanjutnya disebut Pos
Komando/Posko berfungsi sebagai pusat komando operasi darurat bencana untuk
mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan darurat bencana,
berkedudukan di Kantor XXXXXXX, Jl. YYYYYYY.
b. Pos Lapangan
Pos Lapangan Penanganan Darurat Bencana Provinsi Jawa Timur, selanjutnya disebut Pos Lapangan
PDB, berfungsi sebagai pelaksana operasi pendukungan penanganan darurat bencana kepada

52
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

SKPDB Kabupaten, berkedudukan dan lebur dalam Komando SKPDB di masing-masing Pos Komando
Kabupaten.

Kecamatan
(untuk renkon Kabupaten)
Pos Lapangan Koordinat
Kabupaten/Kota
(untuk renkon Provinsi)

c. Pos Pendukung
Pos Pendukung Provinsi Jawa Timur, selanjutnya disebut Pos Pendukung, berfungsi memperlancar
akses masuk, keluar, dan mobilisasi/distribusi bantuan penanganan darurat bencana, baik dalam
maupun luar negeri. Pos Pendukung berkedudukan seperti pada tabel 5.2.

Pos Pendukung Lokasi Koordinat

Pos Pendukung 1 Bandara Juanda Sidoarjo

Pos Pendukung 2 Pintu Keluar Tol

d. Pos Pendamping
Pos Pendamping Nasional, selanjutnya disebut Pospenas atau Pos BNPB berfungsi untuk
mempermudah akses dan efektivitas terhadap sumberdaya untuk penanganan tanggap darurat,
berkedudukan di Kantor XXXXXXX, Jl. YYYYYYY.

6.2. Kendali
Bagian ini menjabarkan fungsi pengendalian penanganan kedaruratan oleh komandan
PDB dalam penanganan darurat bencana.

Contoh:
Komandan PDB melaksanakan fungsi pengendalian untuk pengerahan sumber daya manusia,
peralatan, logistik dan operasi penanganan darurat bencana.

6.3. Koordinasi
Memuat mekanisme koordinasi para pihak untuk mengupdate perkembangan
penanganan darurat bencana.

Contoh:
Koordinasi melibatkan perwakilan seluruh SKPDB bersifat wajib, dipimpin oleh komandan dan
dilaksanakan di Pos Komando Tanggap Darurat 1 (satu) kali setiap hari selama masa darurat pada
waktu yang disepakati. Koordinasi membahas laporan perkembangan oleh setiap bidang operasi
serta alternatif-alternatif solusi.

53
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

6.4. Komunikasi
Bagian ini menjelaskan tentang moda komunikasi dan mekanisme komunikasi semua
unsur yang terlibat dalam penanganan darurat bencana.

Contoh:
Sarana dan prasarana Komunikasi merupakan salah satu fasilitas komando darurat bencana untuk
mengatur jalur informasi, mendukung arus komunikasi, kendali, koordinasi secara internal maupun
eksternal. Komandan melakukan komunikasi kepada semua unsur organisasi, pos lapangan, para
pihak yang terkait. Komandan PDB bertanggung jawab atas kejelasan arus komunikasi untuk
mendukung efektivitas operasi darurat tsunami dan menyampaikan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan dibantu oleh Bagian Data Informasi melalui media dan alat
komunikasi. Moda komunikasi dalam komando penanganan darurat bencana Kabupaten Malang
adalah sebagai berikut:
a. Pos Komando
i. Telepon
ii. Telepon genggam/HP/Whatsapp
iii. Radio
1. Frekuensi Frekuensi Radio HF/SSB
Frekuensi Radio HF yang dialokasikan kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB
adalah 11.473,5 MHz. Penggunaan frekuensi diperuntukan BNPB dan BPBD.
2. Frekuensi Radio VHF
Frekuensi Radio VHF yang dialokasikan kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB
adalah 171.300 MHz, dengan frekuensi repeater 170.300 MHz untuk RX dan 165.300 MHz
untuk TX dengan Tone TX 123. Penggunaan frekuensi diperuntukan BNPB dan BPBD.
3. Frekuensi Cadangan : …………… MHZ (RAPI)
4. Frekuensi Cadangan : …………… MHZ (ORARI)
iv. Faksimile:
v. Email:
vi. Website:

b. Pos Lapangan
i. Telepon genggam/HP/Whatsapp
ii. Radio:
1. Frekuensi Utama: …………… MHZ
2. Frekuensi Cadangan: …………… MHZ

6.5. Informasi
Bagian menjelaskan tentang mekanisme mengumpulkan, menganalisis, dan
mendistribusikan informasi.

Contoh:
Informasi dapat diperoleh dan dianalisis dari berbagai sumber termasuk dari laporan dari aparat
desa dan kecamatan dan juga laporan dari berbagai media sosial secara real-time. Informasi
tersebut dapat dijadikan acuan untuk pengambilan keputusan oleh Komandan Operasi dan yang
terlibat di dalam Struktur Komando Penanggulangan Darurat Bencana. Pengelolaan informasi tidak
hanya mencakup pengolahan data saja, tetapi juga sistem dan aplikasi yang digunakan

54
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

BAB VII. RENCANA TINDAK LANJUT


Bab ini memuat dan menjelaskan 2 hal sebagai tindaklanjut setelah finalisasi
penyusunan perencanaan kontingensi, yaitu; Komitmen Para Pihak dalam Penanganan
Kedaruratan dan Penyiapan Kesiapsiagaan.

7.1. Komitmen Para Pihak dalam Penanganan Kedaruratan


Bagian memuat komitmen parapihak dalam mengurangi dan menghilangkan
kesenjangan sumberdaya untuk penanganan kedaruratan, termasuk

Contoh:
Agar dokumen rencana kontingensi dapat dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuan
penyusunannya, diperlukan komitmen semua pihak, baik Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi,
Dunia Usaha, Media, maupun Organisasi Non Pemerintah, untuk dapat berperan, mengampu tugas
dan fungsinya dalam sistem komando penanganan darurat. Untuk memperkuat dan mengikat bagi
semua pihak yang terlibat, dokumen rencana kontingensi ditandatangani dalam lembar komitmen,
serta disahkan oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur.

7.2. Penyiapan Kesiapsiagaan


Bagian ini memuat kegiatan simulasi/uji coba melalui penyelenggaraan kegiatan
Simulasi Rapat Koordinasi, Table Top Exercise, Uji Posko/Gladi Posko, dan Uji
Lapang/Gladi Lapang.

Contoh:
Setelah disusun dan dikaji ulang, rencana kontingensi perlu diuji dengan berbagai cara di bawah ini.
Uji ini bertujuan memastikan bahwa rencana kontingensi sesuai untuk dilaksanakan dan para
pemangku kepentingan memahami apa saja peran mereka dan mengetahui kapan serta bagaimana
menjalankang peran tersebut.
1. Simulasi Rapat Koordinasi
Kegiatan ini merupakan finalisasi Rencana Kontingensi tingkat daerah. Ketentuan simulasi yakni:
a. Dipimpin oleh Kepala Daerah/Sekretaris Daerah
b. Diawali dengan paparan setiap bidang operasi tentang kesiapan sumberdaya
c. Merumuskan hasil Rencana Kontingensi final disepakati bersama
2. Kegiatan Table Top Exercise (TTX)
Kegiatan ini merupakan latihan di dalam ruangan, untuk menguji kemampuan peran para pihak
dalam kedaruratan didasarkan pada rencana kontingensi.
3. Kegiatan Uji Posko/Geladi Posko
Kegiatan diikuti oleh setiap unsur pemangku kepentingan yang terlibat dalam rencana
kontingensi sesuai bidang masing-masing. Uji/geladi posko ini bertujuan memastikan setiap
peserta mengetahui/memahami peran masing-masing dan bagaimana mekanisme dan tata cara
koordinasi antar instansi/lembaga maupun antar bidang operasi
4. Kegiatan Uji Lapang/Geladi Lapang
Merupakan latihan di lapangan bertujuan untuk menguji/evaluasi perencanaan bidang operasi.
Geladi lapang melibatkan sumberdaya yang ada di [nama wilayah].

55
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi: Penyusunan
Rencana Operasi Penanganan Darurat
Contoh:
Berdasarkan Formulir 8. Perka No 24 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Operasi Darurat
Bencana. Disesuaikan.

RENCANA OPERASI DARURAT BENCANA


Lembar No.____ dari ____ lembaran

Nama Lokasi (koordinat peta) : __________________


Tanggal waktu pembuatan Rencana Operasi : __________________

RENCANA OPERASI :
__________________________________________________________
__________________________________________________________
Nomor : _________________________________________

PENUNJUKAN:
1. Peta : Nasional/Wilayah/Daerah
2. Skala : __________________________ (skala peta)
3. Tahun : __________________________ (tahun pengeluaran peta)
4. Daerah Waktu : _______ WIB / WITA / WIT
5. Landasan Hukum : __________________________ (landasan hukum pembuatan
Rencana Operasi)
6. Dokumen : Rencana Kontingensi _____________________________

DAERAH WAKTU : WIB / WITA / WIT


SANDI OPERASI :
SUSUNAN TUGAS :
1. Situasi
a. Macam/ jenis bencana yang telah terjadi terdiri dari: (tulis informasi dari Informasi
Bencana)
1) Macam/ jenis bencana, tanggal waktu kejadian, lokasi/ daerah bencana, korban
manusia, kerusakan bangunan, sarana, prasarana umum, ekonomi dan dampak
sosial.
2) Informasi lanjutan tentang perkembangan situasi bencana dan informasi
dukungan bantuan kemanusiaan.
b. Kebijakan Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah.

2. Tugas Pokok
Lihat Bab III

3. Pelaksanaan
a. Konsep Operasi dan Sasaran Operasi
Lihat BAB IV SUB BAB 4.1
b. Struktur Organisasi dan Penjabaran Komando Tanggap Darurat Bencana.
Lihat BAB IV SUB BAB 4.2 dan SUB BAB 4.3
c. Instruksi dan Koordinasi.
Lihat BAB IV SUB BAB 4.4

56
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

d. Administrasi dan Logistik


Lihat BAB V
e. Pengendalian
Lihat BAB VI
f. Penutup

Tanggal ______________(penetapan)
Ditetapkan oleh: Komandan Darurat Bencana

Lampiran :
A. Surat Penetapan Status Darurat Gubernur
B. Struktur Organisasi dan Susunan Pejabat Operasi
C. Penjabaran tugas pejabat operasi
D. Jaring Komunikasi
E. Rencana Dukungan Anggaran

57
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 2. Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak


Lampiran ini menyajikan proyeksi/estimasi wilayah dan penduduk terdampak bencana sesuai skenario kejadian. Lampiran ini merupakan
penjabaran dari BAB II Sub-Bab 2.3. Asumsi Dampak. Detail pilah proyeksi penduduk terdampak tergantung pada ketersediaan data pilah
dari organisasi perangkat daerah (OPD) pemangku wali data.

Contoh 1:
Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa Timur
(Perencanaan Kontingensi Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa Timur Dalam Situasi Pandemi Covid-19 Provinsi Jawa Timur, 2021)

Kriteria
No Wilayah (penduduk terpapar)
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
1 Kab. Banyuwangi (165.202 jiwa) 1652 330 148682 826 8260
1.1 Kec. Bangorejo (0 jiwa) 0 0 0 0 0
1.2 Kec. Banyuwangi (21.302 jiwa) 213 43 19172 107 1065
Dan seterusnya … … … … …
2 Kab. Blitar (3.099 jiwa) 31 6 2789 15 155
2.1 Kec. Bakung (0 jiwa) 0 0 0 0 0
Dan seterusnya … … … … …
3 Kab. Jember (139.835 jiwa) 1394 279 125426 697 6968
Dan seterusnya … … … … …

Keterangan: K1 = Meninggal dunia K2 = Belum ditemukan K3 = Mengungsi


K4 = Luka Berat K5 = Luka Ringan K6 = Wisatawan asing
K7 = Wisatawan domestik
Catatan: Wisatawan baik lokal maupun asing belum ada data

58
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Contoh 2:
Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak Banjir Kabupaten Pandeglang
(Perencanaan Kontingensi Bencana Banjir Kabupaten Pandeglang, 2021)

Penduduk KK Terdampak Meninggal Hilang Pengungsi


No Kecamatan Pengungsi
terpapar(Jiwa) Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah KK
1 Angsana 16.644 4.161 0,012 2 0,012 2 40 6.658 1.664
2 Cikeusik 41.696 10.424 0,012 5 0,007 3 50 20.848 5.212
3 Munjul 898 225 - 0 0,111 1 50 449 112
4 Pagelaran 31.594 7.899 0,009 3 0,006 2 60 18.956 4.739
5 Panimbang 40.322 10.081 0,002 1 0,005 2 50 20.161 5.040
6 Dan seterusnya … … … … … … … … …
TOTAL 223.055 55.764 20 20 122.022 30.506

KEADAAN PENGUNGSI
No KECAMATAN LUKA RINGAN LUKA SEDANG LUKA BERAT NON RAWATAN
JML L P JML L P JML L P JML L P JML L P
1 Angsana 6.658 3.449 3209 5 2 3 1 0 1 2 1 1 6.650 3.446 3.204
2 Cikeusik 20.848 10.648 10200 1 1 0 3 1 2 1 1 0 20.843 10.645 10.198
3 Munjul 449 251 198 2 1 1 1 0 1 2 1 1 444 249 195
4 Pagelaran 18.956 9.609 9347 2 2 0 1 1 0 1 0 1 18.952 9.606 9.346
5 Panimbang 20.161 10.174 9987 1 1 0 3 2 1 1 1 0 20.156 10.170 9.986
6 Patia 18.766 9.666 9100 0 0 0 1 1 0 2 1 1 18.763 9.664 9.099
7 Dan seterusnya … … … … … … … … … … … … … … …
122.022 61.011 61011 16 9 7 19 9 10 15 8 7 121972 62135 59837

59
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 3. Susunan Pelaksana Tugas


No Fungsi/SubBagian/Unit Organisasi
1 Komandan Tanggap Darurat
Wakil Komandan
2 Sekretariat Pemimpin (Lead)
Pendukung
3 Humas Pemimpin (Lead)
Pendukung
4 Penghubung Pemimpin (Lead)
Pendukung
5 Bidang Administrasi dan Pemimpin (Lead)
Keuangan Pendukung
6 Bidang Keamanan Dan Pemimpin (Lead)
Keselamatan Pendukung
7 Bidang Perencanaan Koordinator
Unit Data dan Informasi Pemimpin (Lead)
Pendukung
Unit Strategi Pemulihan Pemimpin (Lead)
Pendukung
8 Bidang Operasi Koordinator
Unit Pencarian dan Pemimpin (Lead)
Pertolongan Pendukung
Unit Air Bersih dan Sanitasi Pemimpin (Lead)
Pendukung
Unit Kesehatan Pemimpin (Lead)
Pendukung
9 Bidang Logistik Koordinator
Unit Transportasi Pemimpin (Lead)
Pendukung
Unit …………. Pemimpin (Lead)
Pendukung
Unit …………. Pemimpin (Lead)
Pendukung

60
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 4. Jaring Komunikasi

Contoh:
Contoh Konfigurasi Jaring Komunikasi BNPB

Contoh Konfigurasi Jaring Komunikasi Karhutla – Asian Games 2018

61
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 5. Estimasi Ketersediaan dan Kebutuhan Sumberdaya


Lampiran ini merincikan sumberdaya yang tersedia dan proyeksi kebutuhan

Ketersediaan Sumber Daya


Ketersediaan Sumber Daya Manusia

No Jenis Keahlian Jumlah Lokasi Personil Kontak Keterangan


Administrasi dan Sekretariat

Publikasi dan Informasi

Perencanaan dan Pendataan

Operasi Tanggap Darurat

Ketersediaan Peralatan
No Peralatan Jumlah Kondisi Lokasi Kontak Keterangan
Kendaraan Roda 4

Alat Berat

Kendaraan Penyedia Air

Kendaraan Dapur Umum

Kendaraan Pelayanan Kesehatan

Peralatan Penyelamatan

Peralatan Pengungsian

Peralatan Publikasi dan Informasi

Tempat Pelayanan Kesehatan

Gedung

62
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Ketersediaan Bahan/Sediaan (Habis Pakai)


No Jenis Jumlah Satuan Kondisi Lokasi Kontak Keterangan
Obat Obatan

Pangan

Perlengkapan

Persediaan Alat

Proyeksi Kebutuhan Sumberdaya


Siaga Darurat
TUGAS/KEGIATAN SUMBERDAYA KETERANGAN
NO. (* KEGIATAN
KATEGORI JENIS KEMAMPUAN KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KESENJANGAN
POKOK)
1
Manusia: -
Peralatan:

Bahan:

2
Manusia: -
Peralatan:

Bahan:

Peralatan:

Bahan:

Tanggap Darurat
TUGAS/KEGIATAN SUMBERDAYA KETERANGAN
NO. (* KEGIATAN
KATEGORI JENIS KEMAMPUAN KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KESENJANGAN
POKOK)
1
Manusia: -
Peralatan:

Bahan:

2
Manusia: -
Peralatan:

63
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

TUGAS/KEGIATAN SUMBERDAYA KETERANGAN


NO. (* KEGIATAN
KATEGORI JENIS KEMAMPUAN KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KESENJANGAN
POKOK)

Bahan:

Peralatan:

Bahan:

Transisi Darurat ke Pemulihan


TUGAS/KEGIATAN SUMBERDAYA KETERANGAN
NO. (* KEGIATAN
KATEGORI JENIS KEMAMPUAN KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KESENJANGAN
POKOK)
1
Manusia: -
Peralatan:

Bahan:

2
Manusia: -
Peralatan:

Bahan:

Peralatan:

Bahan:

64
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 6. Album Peta


1. Peta Bahaya
Contoh:
Peta Bahaya (Sumber: PVMB, BMKG)

65
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2. Peta Wilayah Terdampak


Contoh:
Peta Potensi Inundasi untuk Tsunami Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang

66
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

3. Peta Jalur dan Titik Evakuasi


Lampiran yang memuat peta rencana jalur, titik evakuasi (sementara dan akhir) yang
disepakati dan/atau ditetapkan. Peta disusun berdasarkan skenario rencana evakuasi
(Lihat Lampiran Rencana Evakuasi). Peta dapat disusun mulai dari tingkat
komunitas/desa/kelurahan hingga tingkat kabupaten/provinsi. Peta jalur dan evakuasi
dapat merujuk dari peta yang dihasilkan dari program pengembangan ketangguhan
desa/kelurahan, seperti Program Destana, maupun inisiatif komunitas dalam
penyusunan peta evakuasi.

Contoh:
Jalur Evakuasi Desa Banding Kecamatan Rajabasa
Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung

67
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Contoh:
Peta Jalur Evakuasi dan Titik Evakuasi Sementara
Pantai Kuncaran dan Pantai Ngudel Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur

68
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

4. Peta Operasi Penanganan Kedaruratan

Contoh:
Peta Operasi SKPDB Tsunami Kabupaten Malang

: Pos Komando, : Pos Lapangan, : Pos Pendukung, : Helipad

69
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 7. Mata Rantai Peringatan Dini

Contoh:

70
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 8. Rencana Evakuasi


Lampiran ini memuat perencanaan evakuasi.

Contoh:

Gempa 6,5 MMI diikuti dengan Berbunyinya Sirine Peringatan Tsunami terjadi pada waktu hari
Minggu jam 09.00 WIB dimana kegiatan masyarakat dan wisatawan pada umumnya yang berlibur
di pantai, dengan kegiatan ekonomi yang ada yaitu para nelayan dan pedagang di sekitar pantai
dan kegiatan sosial seperti kegiatan ibadah di gereja setempat dan kegiatan Pos Kesehatan Desa .
Penduduk di RT 11 dan RT 12 / RW 04 segera akan mengungsi setelah mendengarkan sirine baik
yang mandiri maupun yang harus di pandu secara intens; tetapi ada satu keluarga dengan 1 warga
yang sedang menjalankan isolasi mandiri COVID-19 tetapi ada warga yang tidak merespon (Dusun
Sendang Biru) karena pos nya terbatas dalam jangkauan penerimaan bunyi sirine.
Landaan tsunami bermula dari gempa yang terjadi dan diperkirakan sampai ke wilayah RT 11 dan
RT 12 RW 04. Ketinggian gelombang mulai 20m di beberapa lokasi/wilayah/RT 12 RW 04 Sampai
dengan yang tertinggi setinggi 28 m di lokasi di wilayah RT 12 RW 04.

1. PERINGATAN DINI BAHAYA BENCANA


PERINGATAN DINI BENCANA BERBASIS MASYARAKAT: TANDA ALAM DAN
KEJADIAN
PENGETAHUAN LOKAL
GEMPA
TANDA PERINGATAN SARAN TINDAKAN ORANG
Jika gempabumi terasa sedikit tapi Menjauhi pantai dan tepi sungai, ke tempat
berlangsung lama yang telah ditentukan dan mencari informasi

5-10 MENIT Jika gempa bumi terasa kuat dan


berlangsung lama (misalnya lebih dari 1
SETELAH menit dan orang tidak bisa berdiri)
GEMPA PERINGATAN DINI BENCANA RESMI OLEH BMKG
MELALUI:SIARAN TV/RADIO, SIRENE PERINGATAN TSUNAMI
TINGKAT
PERKIRAAN TINGGI SARAN TINDAKAN SARAN TINDAKAN
PERINGATAN
GELOMBANG PEMERINTAH DAERAH ORANG
TSUNAMI (LEVEL)
STATUS AWAS: Ketinggian tsunami Pemerintah Evakuasi daerah
EVAKUASI lebih dari 3 meter daerah/BPBD setempat bahaya, pergi ke
WAKTU SEGERA segera mengekauasi tempat aman yang
KEDATA-NGAN masyarakat ke tempat sudah disepakati,
aman. menunggu
TSUNAMI
informasi
STATUS SIAGA: Ketinggian tsunami Pemerintah Evakuasi daerah
18 – 33 MENIT EVAKUASI antara ½ meter – 3 daerah/BPBD setempat bahaya, pergi ke
SEGERA meter segera mengekauasi tempat aman yang
masyarakat ke tempat sudah disepakati,
evakuasi terdekat. mencari informasi
STATUS Ketinggian tsunami Pemerintah Menjauhi pantai
WASPADA: kurang dari ½ meter. daerah/BPBD setempat dan tepian sungai,
MENJAUHI segera mengarahkan mencari informasi
PANTAI & TEPIAN masyarakat menjauhi
SUNGAI pantai dan tepian
sungai.
INFO GEMPA: Kembali ke
TIDAK ADA aktivitas normal
ANCAMAN (tergantung tingkat
kerusakan akibat
gempa)
Gambar 1. Matrik Peringatan dan Respon Tindakan, Kabupaten Malang, Tsunami Megatrust

71
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

2. PEMICU EVAKUASI
 Gempa dirasakan diatas 6,5 MMI di Desa Tambakrejo, tersedianya EWS/Sirine
(jangkauan kurang lebih 2-3 Km dari Titik-Sirena Terpasang)
 Gempa dirasakan diatas 6,5 MMI di beberapa Desa
 Orang menerima informasi peringatan dini bencana dari TV/Radio/SMS

Orang melakukan evakuasi mandiri dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan sesuai
informasi peta/jalur evakuasi.
 Menuju titik aman (tidak ada rambu)
 Pilihan terdekat, Menuju tempat kumpul terdekat mengikuti jalur evakuasi (tempat
evakuasi sementara, dilengkapi rambu)
 Pilihat terdekat, Menuju tempat pengungsian terdekat mengikuti jalur evakuasi
(tempat evakuasi akhir, dilengkapi rambu)

3. STRATEGI EVAKUASI
Perintah Evakuasi di Desa Tambakrejo mengikuti Komando dari Tim Siaga Desa/Forum PRB
 Komando untuk evakuasi dari Tim Siaga Desa/Forum PRB
 Untuk yang perlu dipandu dihimbau secara intens untuk segera menuju titik kumpul
[Apakah ada kelompok rentan? Yang memerlukan dukungan dalam evakuasi?]
Jumlah warga/penduduk yang mengungsi adalah 1.500 orang ini meliputi sebanyak 7 RT 1 RW. Yang
terdiri dari : 500 orang laki-laki, 50 orang lanjut usia laki-laki, 650 orang perempuan, 10 orang
perempuan hamil, 60 orang lanjut usia perempuan, 30 bayi, 195 anak-anak, dan diantaranya
terdapat 5 penyandang disabilitas tuna rungu .

72
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Fasilitas Evakuasi
TITIK PENGUNGSIAN/
GRUP WARGA TITIK AMAN TITIK EVAKUASI PENAMPUNGAN
(EVAKUASI AKHIR)
Desa Tambakrejo 1. Perhutani di (RT. 11 dan Lapangan Desa Tunggak
RT. 12) Jati (RT. 04, RT. 05, RT.
2. Balai Desa Tambakrejo 18)
(RT. 07,dan RT. 15)
Desa Jembatan Panjang Perhutani perempatan JLS Balai Desa
Sumberbening Titik Aman di belakang dari Kampung Nelayan 1,5 Sumberbening
pemukiman (tebing tinggi) KM

Desa Tumpakrejo - Pantai Nganteb - Pantai Nganteb (Bukit SDN 5 Tumpakrejo


(pegunungan) Tamanayu dan bukit Bulu)
- Pantai Wonogoro
(tambang pasir besi)
Warga Dalam Penampungan
Kondisi Isolasi/ Lain/Khusus Jika Ada di
Karantina ---

Transportasi [Jika perlu, dipergunakan untuk siapa atau kondisi apa dan bagaimana
Evakuasi pengaturannya? Jelaskan]

CARA/TEKNIS KETERANGAN
Evakuasi Jalan Rumah ke titik kumpul (jalan kaki/berlari)
kaki/lari
Evakuasi Titik kumpul ke evakuasi
Menggunakan
kendaraan roda 4
Evakuasi orang Penyandang disabilitas, Orang Lanjut usia
perlu pertolongan
khusus/orang lain

Perencanaan jalur evakuasi bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif yang dihasilkan oleh
bencana dan mencari jalan tersingkat menuju daerah aman bagi masyarakat yang bertempat tinggal
didaerah rawan bencana. Penentuan jalur evakuasi disesuaikan dengan jumlah penduduk serta
perkiraan kapasitas pengungsian. Penentuan jalur evakuasi bencana didasarkan pada kondiisi
jaringan jalan, tingkat risiko beencana, lokasi permukiman, lokasi aman dari bencana, jarak dari
rawan bencana, guna lahan titik evakuasi, dan kepemilikan lahan titik evakuasi.
Penentuan waktu tempuh menuju titik evakuasi berdasarkan rata-rata kecepatan berjalan kaki saat
evakuasi bencana menggunakan kecepatan 1,07 m/detik, diasumsikan 1 m/detik atau 3,6 km/jam
dan jarak menuju titik evakuasi. Titik evakuasi yang akan ditentukan harus dapat melayani dan
menampung sesuai dengan kebutuhan data ruang terhadap pengungsi yang akan ditampung.
Kebutuhan ruang pengungsi diperoleh dari jumlah perkiraan penduduk terdampak dikalikan dengan
kebutuhan ruang minimal per orang 1,65 m2 .
Tujuan dari dibuatnya jalur evakuasi perdesa agar tidak terjadi penumpukan massa ketika evakuasi
penduduk saat terjadi bencana agar lebih cepat dan efisien. Jalur evakuasi di Desa Sitiarjo dan
Tambakrejo melewati jalan lingkungan, dan lokal.

73
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

4. PETA EVAKUASI

74
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

5. PROSEDUR TETAP
STATUS
SARAN TINDAK STATUS PDB PDB STATUS PDB KEDARURATAN
EVAKUASI WASPADA SIAGA BENCANA:
MASYARAKAT TANGGAP DARURAT
PSR dan FPRB Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
membantu proses dari 6 MMI Maka warga dihimbau 6,5 MMI
evakuasi warga Maka warga dihimbau untuk tetap tenang dan Maka semua warga
untuk tetap tenang dan siap siaga untuk di diperintahkan untuk
waspada evakuasi segera di evakuasi
Kepala Desa Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
menyiapkan dari 6 MMI Maka Kepala Desa dan 6,5 MMI
tempat untuk Maka Kepala Desa dan Perangkat menyiapkan Maka semua warga
evakuasi dan Perangkat berkoordinasi sarana dan prasarana diperintahkan untuk
penyiapan dengan BPBD Kabupaten transportasi bersama segera di evakuasi
kebutuhan dasar Malang untuk menyiapkan partisipasi warga dan Pos Ke tempat pengungsian
warga jalur evakuasi TNI AL, Polsek, Koramil dan sementara (shelter)
Pos AIRUD. Bersama Untuk warga yang
pemuka agama untuk isolasi mandiri
menyiapkan tempat disediakan tempat
pengungsian sementara. tersendiri.
Dinas Sosial Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
dari 6 MMI Maka Dinas Sosial 6,5 MMI
Maka Dinas Sosial (TAGANA) mengoperasikan Maka Dinas Sosial
menyiapkan Dapur Umum Dapur Umum dan Logistik mendistribusikan tenda
dan Logistik dan logistik untuk
pengungsian
PMI Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
dari 6 MMI Maka PMI membantu 6,5 MMI
Maka PMI menyiapkan proses persiapan Maka PMI membantu
Dapur Umum, Tim transportasi dan evakuasi pendirian tenda,
Evakuasi, komunikasi dan membantu
transportasi mengelompokkan
pengungsi berdasarkan
usia dan kerentanan
BPBD Kabupaten Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
Malang dari 6 MMI Maka BPBD Kabupaten 6,5 MMI
Maka BPBD Kabupaten melaporkan ke Kalaksa dan Maka BPBD Kabupaten
Malang melaporkan ke Sekda Kabupaten Malang Malang melaporkan ke
Kalaksa terkait kondisi untuk perintah lebih lanjut Kalaksa, Sekda
terkini dan menyusun Kabupaten Malang dan
laporan kejadian Bupati Malang untuk
menetapkan kondisi
Darurat Bencana

75
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 9. SOP / Protap


Lampiran ini memuat SOP-SOP atau Protap-protap yang digunakan penanganan
kedaruratan.

Contoh:

SOP EVAKUASI MANDIRI dan JALUR EVAKUASI


(Untuk Masyarakat)
1. Masyarakat di kawasan pantai harus mengetahui perkiraan batas area genangan (zona
Merah)
2. Batas zona merah area genagan akibat tsunami diperkirakan sampai batas kaki bukit, degan
demikian diharapkan semua masyarakat melakukan evakuasi mandiri kearah perbukitan
setelah merasakan guncangan gempa yang kuat.
3. Setelah merasakan gempabumi masyarakat harus sadar bahwa tsunami mungkin bisa terjadi
setelah merasakan getaran yang kuat dan lama jangan menunggu lagi peringatan resmi
segera lakukan evakuasi mandiri dan tinggalkan ZONA MERAH menuju arah perbukitan.
4. Setelah gelombang pertama datang gelombang yang lain mungkin akan menyusul tunggu
pemberitahuan resmi “TSUNAMI TELAH BERAKHIR” sebelum meninggalkan area perbukitan.
5. Segera cari informasi tempat lokasi Posko dan tempat-tempat pengungsian.
6. Ikuti tanda-tanda (rambu-rambu) evakuasi yang terpasang.
7. Pemerintah Desa dan Masyarakat harus menjaga dan memelihara rambu-rambu yang
terpasang di setiap jalan arah.
8. Penentuan jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara (TES) harus di sepakati bersama
oleh masyarakat
9. Daftar lokasi tempat evakuasi sementara

76
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 10. Lembar Komitmen


Lampiran ini memuat lembar komitmen instansi/lembaga/organisasi dalam
penanganan kedaruratan, baik pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, media
massa, dan organisasi masyarakat sipil.

Contoh Templat :
-------- Kop Surat Pemerintah Daerah --------

Lembar Komitmen

Kami yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan akan melaksanakan langkah - langkah sebagai
tindak lanjut dari Kegiatan Penyusunan Dokumen Rencana Kontingensi Kab. Malang Provinsi Jawa
Timur yang dilaksanakan di Hotel Grand Mercure Malang Jl. Raden Panji Suroso No.7, Purwodadi,
Kec. Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, pada tanggal 1 Desember 2021, dengan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada tabel di bawah ini:

NO KEGIATAN
1. Diseminasi Rencana Kontingensi Ancaman Bencana Tsunami
2. Uji coba Rencana Kontingensi melalui simulasi dan gladi
3. Pemutakhiran data secara berkala Rencana Kontingensi setidak-tidaknya sekali setiap tahun
4. Perpanjangan masa berlaku suatu Rencana Kontingensi apabila sampai pada akhir masa
berlakunya bencana yang direncanakan tanggapan daruratnya tidak terjadi
5. Aktivasi dengan penyesuaian Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi Penanganan
Darurat Bencana pada saat terjadi bencana
6. De-aktivasi Rencana Kontingensi dengan menyatakannya tidak berlaku jika sampai pada akhir
masa berlakunya tidak terjadi bencana
7. Aktivasi kembali Rencana Kontingensi yang telah dinyatakan tidak berlaku untuk dapat
dijadikan Rencana Operasi dengan pemutakhiran seperlunya jika sewaktu- waktu diperlukan

Nama Nama Nama


Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga

77
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 11. Lembar Berita Acara Penyusunan

Contoh templat:

-------- Kop Surat Pemerintah Daerah --------

BERITA ACARA
PENYUSUNAN RENCANA KONTINGENSI
MENGHADAPI BENCANA ...........................................

Telah dilaksanakan lokakarya penyusunan dokumen Rencana Kontingensi Menghadapi


Bencana ............................ pada tanggal dd/mm/yyyy s.d dd/mm/yyyy di
Kabupaten/Kota/Provinsi ............................. Lokakarya telah dilaksanakan secara partisipatif
dengan melibatkan perwakilan dari Organisasi Pemerintah, Organisasi Non Pemerintah,
Lembaga Usaha, Organisasi Masyarakat Sipil dan Akademis. Proses penyusunan dokumen telah
menggunakan Data dan Informasi dari Lembaga yang berpartisipasi.

Nama Nama Nama


Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga

Nama Nama Nama


Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga

Nama Nama Nama


Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga

Nama Nama Nama


Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga Jabatan& Instansi/lembaga

78
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Lampiran 12. Profil Lembaga/Organisasi


Form Profil Organisasi dan Sumberdaya Organisasi
Operasi Penanggulangan Kedaruratan Bencana

Profil Organisasi dan Sumberdaya Organisasi Operasi Penanggulangan Kedaruratan


Bencana
A. Profil Organisasi

1 Nama Organisasi :
Unit/Divisi/Bagian :
Alamat :
No. Telpon/Faksimili :
Email :

2 Narahubung (contact person) :


Jabatan :
No. Telpon :
No. HP :
Email :

3 Tugas-fungsi organisasi :
(mandat)
Cakupan wilayah kerja :

B. Peran Kebencanaan

1 Tugas-fungsi organisasi :
(mandat)
2 Peran dalam Pra-Bencana :
(normal)
3 Kepentingan terkait :
kebencanaan
4 Peran Saat Bencana (Penganggulangan Kedaruratan Bencana)
Sebelum status bencana :
ditetapkan
Dalam status 'siaga darurat' :
Dalam status 'tanggap darurat' :
Dalam status 'transisi darurat' :
5 Peran dalam Pasca Bencana :
(pemulihan)

79
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0

Form Profil Organisasi dan Sumberdaya Organisasi


Operasi Penanggulangan Kedaruratan Bencana

C.Sumberdaya Organisasi
1. Sumberdaya Manusia
Jumlah
No Jenis Keahlian Lokasi Personil Kontak Keterangan
Personil

2. Peralatan
No Jenis Jumlah Kondisi Lokasi Kontak Keterangan

3. Logistik (bahan/sediaan)
No Jenis Jumlah Kondisi Lokasi Kontak Keterangan

Contoh:

No Jenis Jumlah Kondisi Lokasi Kontak Keterangan


1 Pickup 4 buah 1 bagus Korem Pak Gede Bisa
Karangasem HP: 08xx dimobilisasi
dengan bantuan
BBM
1 bagus Korem Pak Made Bisa
Badung HP: 08xx dimobilisasi
tanpa bantuan
BBM
1 rusak Korem Bu Agung Tidak dapat
Tabanan HP: 08xx dimobilisasi
1 rusak Korem Pak Ketut Tidak dapat
Denpasar HP: 08xx dimobilisasi

80
BAB 6. PENUTUP

Pedoman ini diharapkan dapat menjadi panduan atau acuan bagi pemangku kepentingan baik
pemerintah, pemerintah provinsi/kabupaten/kota maupun organisasi kemasyarakatan dalam
memfasilitasi penyusunan perencanaan kontingensi. Rencana kontingensi sebagai sebuah
dokumen yang berisi komitmen bersama para pemangku kepentingan dalam penanggulangan
bencana, maka proses dan mekanisme penyusunannya sesuai dengan aturan yang sudah
ditetapkan dalam pedoman ini. Hal-hal yang belum tercantum dalam pedoman ini, akan
dimuat dalam petunjuk pelaksanaan penyusunan rencana kontingensi. Pedoman ini berlaku
sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila terdapat perubahan akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai