Versi 5.0
Desember 2021
Direktorat Kesiapsiagaan
Kedeputian Bidang Pencegahan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Kata Pengantar
2
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
PENGARAH
Prasinta Dewi - Deputi Bidang Pencegahan - BNPB
PENANGGUNGJAWAB
Pangarso Suryotomo - Direktur Kesiapsiagaaan, BNPB
EDITOR
Eko Teguh Paripurno - PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta
PENYUSUN
Puji Pujiono Pujiono Centre
Sigit Purwanto Pujiono Centre
Sugeng Triutomo Yayasan PRB
Sumino LPTP Surakarta
Yugyasmono Lingkar
Dyah Rusmiasih BNPB
Dian Oktiari BNPB
Ardhy Abetriawan BNPB
Catur Sudiro MPBI
Gandar Mahojwala KAPPALA
Anggoro Budi Prasetyo Pujiono Centre
KONTRIBUTOR
Meliawati BNPB
Indah Fitrianasari BNPB
Mochamad Andrian BNPB
Rini Ambarwati BNPB
Gita Tamba O. BNPB
Faiz Damayanti BNPB
Zela Septikasari Pujiono Centre
Putu Hendra Wijaya Pujiono Centre
Ficky Adi Kurniawan Pujiono Centre
Arif Jauhari IAMMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Jimmy Jati IAMMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Wana Kristanto IAMMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Inggit Fandayati MMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Slamet Haryanto MMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Wiratama Putra PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Wahyu Sugeng Triadi PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Direktorat Kesiapsiagaan
Kedeputian Bidang Pencegahan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
2021
3
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Daftar Isi
4
BAB I. PENDAHULUAN
Alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 yang eksplisit menyatakan “melindungi segenap bangsa
Indonesia'' dituangkan pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Klausul
relevan terhadap perencanaan kontingensi pada UU tersebut ada di Pasal 33, huruf b;
penyelenggaraan penanggulangan bencana saat tanggap darurat. Pengertian tanggap darurat
dijelaskan pada Pasal 1 Ayat 10 dengan bunyi; “bahwa tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana”. Tanggap darurat
kemudian diatur terperinci dilanjutkan mulai dari Pasal 48 hingga Pasal 59 yang secara garis
besar memberikan arahan tegas penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat.
Arahan penyelenggaraan tanggap darurat lebih operasional dijabarkan dalam aturan turunan
yakni Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana. Di dalamnya, Pasal 17 Ayat 1, berbunyi; “rencana penanggulangan kedaruratan
bencana (RPKB) merupakan acuan bagi pelaksanaan penanggulangan bencana dalam keadaan
darurat. Selanjutnya rincian tata laksana penyelenggaraan tanggap darurat diatur pada BAB
III, mulai Pasal 21 sampai dengan Pasal 54, yang terdiri dari tujuh bagian pengaturan sasaran,
teknis, manajerial, dan administratif. Pasal 17 ayat 3, menyatakan bahwa rencana
penanggulangan kedaruratan bencana dapat dilengkapi dengan penyusunan rencana
kontingensi. Tahun 2019, BNPB menerbitkan pedoman Rencana Penanggulangan Kedaruratan
Bencana (RPKB) sebagai rujukan dan panduan bagi pemerintah di berbagai tingkatan, baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, maupun pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya situasi
kedaruratan akibat bencana.
1
Tanggung gugat adalah posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk
kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang atau badan
hukum yang diakibatkan entah oleh perbuatan melawan hukum, pelanggaran norma, atau kegagalan
melaksanakan kewajiban, tidak melaksanakan selayaknya, atau tidak tepat waktu.
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Pelaksanaan Permendagri 101/2018 diatur dan dijelaskan lebih rinci dalam Kepmendagri No
050-3708 Tahun 2020. Permendagri ini menetapkan nomenklatur perencanaan
pembangunan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di dalamnya tegas menyatakan perencanaan
kontingensi merupakan urusan wajib pemerintah kabupaten/kota dan diakomodir dalam
perencanaan pembangunan dengan kode rekening pembiayaan khusus.
Pada tahun 2019 BNPB bersama BSN menerbitkan Standar Nasional Indonesia Perencanaan
Kontingensi (SNI 8751:2019) sebagai acuan standar minimal perencanaan kontingensi yang
dapat menjadi standar perencanaan kontingensi tingkat kabupaten. Di tahun yang sama BNPB
menerbitkan Pedoman Perencanaan Kontingensi 4.0. Pedoman tersebut bersifat lebih
operasional sebagai turunan SNI tersebut.
Pedoman perencanaan kontingensi 5.0 merupakan pembaharuan pedoman yang ada dengan
mempertimbangkan perkembangan situasi mutakhir, terutama:
Peningkatan kompleksitas karakteristik bahaya dan penanganan kedaruratannya.
Peningkatan risiko akibat pandemi dan atau endemi.
Perkembangan pola pengendalian penanggulangan kedaruratan bencana.
6
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
7
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar
Pelayanan Minimal
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana Daerah
Kabupaten/Kota.
22. Peraturan Menteri PPN Bappenas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi
terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
23. Peraturan Menteri Pemberdayaan PPPA Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perlindungan Hak
Perempuan pada Situasi Darurat dan Kondisi Khusus.
24. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2018 tentang
Penggunaan Dana Siap Pakai
25. Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 08 Tahun 2018 tentang
Penanganan Pengungsi Pada Keadaan Darurat Bencana.
26. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2016 tentang Sistem Komando Penanganan
Darurat Bencana.
27. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 11 Tahun 2014
tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
28. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 12 Tahun 2014
tentang Peran Serta Lembaga Usaha dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
29. Peraturan Kepala BNPB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di
Bidang Penanggulangan Bencana.
30. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun 2014
tentang Penanganan, Perlindungan, dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam
Penanggulangan Bencana.
31. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 07 tahun 2008
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar.
32. Keputusan Presiden Nomor 36/1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the
Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak).
33. SNI 7937:2013 tentang Layanan Kemanusiaan dalam Bencana.
34. SNI 8751:2019 tentang Perencanaan Kontingensi.
8
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
1.6. PENGERTIAN
1. Perencanaan Kontingensi adalah suatu proses perencanaan penanganan situasi darurat
bencana pada jenis bahaya tertentu, dalam keadaan yang tidak menentu, dengan
skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem
tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau
menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat dan ditetapkan secara formal.
2. Dokumen Rencana Kontingensi adalah suatu dokumen memuat kesepakatan-
kesepakatan tentang sistem tanggapan situasi darurat dalam seluruh proses perencanaan
kontingensi terbagi dalam bab-bab dan lampiran pendukung.
3. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat merupakan kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat.
4. Bahaya adalah suatu proses, fenomena atau aktivitas manusia yang dapat menyebabkan
hilangnya nyawa, cedera atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan properti, gangguan
sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan.
5. Kapasitas adalah kombinasi semua kekuatan, atribut, dan sumber daya yang tersedia
dalam organisasi, komunitas atau masyarakat untuk mengelola dan mengurangi risiko
bencana dan memperkuat ketahanan.
6. Kerentanan adalah kondisi yang ditentukan oleh faktor fisik, sosial, ekonomi dan
lingkungan atau proses yang meningkatkan risiko individu, komunitas, aset atau sistem
terhadap dampak bahaya.
7. Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal
kejadian, lokasi, jenis bencana, korban, dan ataupun kerusakan. Jika terjadi kejadian
bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung
sebagai satu kejadian.
8. Skenario Kejadian adalah gambaran kejadian secara jelas dan rinci tentang bencana yang
diperkirakan akan terjadi meliputi lokasi, waktu, durasi dan dampak bencana yang terjadi.
9
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
10
BAB 2. KONSEP PERENCANAAN KONTINGENSI
Kajian Risiko Bencana (KRB) merupakan dasar penyusunan Rencana Induk Penanggulangan
Bencana (RIPB) dan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). RPB memuat perencanaan
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
penanggulangan bencana secara strategis yang meliputi tahap pra bencana, tahap
penanganan darurat hingga tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Masing-masing tahapan
tersebut menurunkan perencanaan di lingkupnya masing-masing yakni,
1) Rencana Aksi (Renaksi) PRB untuk tahap pra bencana,
2) RPKB untuk tahap penanganan darurat dan
3) Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk tahap pasca bencana.
Dalam lingkup kesiapsiagaan terdapat berbagai bentuk perencanaan untuk diaplikasikan pada
situasi kedaruratan. Secara hierarkis, strata perencanaan kesiapsiagaan untuk menghadapi
kedaruratan bencana secara terdiri dari RPKB, rencana kontingensi, rencana operasi darurat
bencana dan rencana aksi/tindak harian.
Gambar 2.3. Hierarki Rencana Kedaruratan
a. RPKB, rencana kontingensi dan rencana operasi darurat bencana adalah tiga
perencanaan untuk penanganan kedaruratan bencana. RPKB disusun saat potensi
ancaman dikenali dan memuat garis besar tindakan penanganan kedaruratan bencana
untuk semua jenis ancaman.
b. Rencana kontingensi disusun ketika gejala satu jenis ancaman bereskalasi dan memuat
rincian tindakan penanganan kedaruratannya.
c. Rencana operasi disusun saat darurat bencana terjadi sebagai pedoman pelaksanaan
operasi darurat bencana. Rencana operasi ini didasarkan pada rencana kontingensi
yang telah diperbaharui dengan data karakteristik kedaruratan waktu nyata melalui
prosedur dan mekanisme sesuai peraturan.
d. Rencana Aksi Tindakan Harian
12
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
1. Transformasi digital
Perkembangan teknologi informasi memungkinkan proses-proses perencanaan dilakukan
melalui proses atau menggunakan platform digital. Sehingga, proses perencanaan
kontingensi menjadi lebih terbuka, partisipatif, efektif, dan efisien.
6. Rencana Operasi
Rencana operasi adalah jantung proses bisnis operasi darurat bencana. Untuk itu, rencana
operasi harus merujuk pada ketentuan rencana operasi diatur dalam Perka BNPB Nomor
13
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
24 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Operasi sebagai penjabaran dari Pasal 50 PP
21/2008 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular atau peraturan sejenis yang terbaru.
14
BAB 3. TATALAKSANA PERENCANAAN KONTINGENSI
3.1. PEMRAKARSA
Selain pemerintah sebagai pemangku mandat penanggulangan bencana, lembaga/organisasi
non pemerintah juga dapat memprakarsai atau mendukung penyusunan perencanaan
kontingensi. Pelaksanaan perencanaannya dikoordinasikan oleh BPBD
(Kabupaten/Kota/Provinsi). Namun jika daerah belum memiliki BPBD, maka koordinasi
dilakukan oleh Bappeda atau OPD yang memiliki tugas dan fungsi bidang penanggulangan
bencana. Dalam penyusunan dengan bersumber pada APBN atau APBD, perencanaan
kontingensi dapat disusun melalui mekanisme swakelola atau kontraktual.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas dapat dilaksanakan secara daring, luring (tatap muka)
dengan menerapkan protokol kesehatan ketat atau hybrid (paduan daring-luring).
3.3. PENGANGGARAN
Perencanaan kontingensi dapat menggunakan beberapa sumber pendanaan, antara lain:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Dukungan dana dari lembaga usaha, lembaga sosial, lembaga donor dan lembaga lain
serta sumber pendanaan lain yang tidak mengikat
3.8. PEMUTAKHIRAN
Perencanaan kontingensi perlu mendapatkan peninjauan untuk pemutakhiran/pembaruan
secara periodik setidaknya 3 tahun sekali atau dengan mempertimbangkan perubahan faktor-
faktor risiko bencana (bahaya/ancaman, kerentanan, dan kapasitas).
Tim Teknis adalah para pemangku kepentingan dan multi sektor yang
bertanggungjawab dan mempunyai mandat dalam melaksanakan penanggulangan
bencana, baik dari unsur-unsur instansi pemerintah, organisasi non pemerintah,
lembaga usaha, media dan masyarakat; yang memiliki kemauan, kemampuan dan
16
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
17
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
jika di daerah belum ada BPBD atau kondisi lain yang menyebabkan BPBD tidak mampu
menjadi pelaksana.
Sekretariat memiliki tugas:
Menyusun timeline tiap tahapan penyusunan rencana kontingensi
Mengidentifikasi pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam proses penyusunan
rencana kontingensi
Mempersiapkan penyelenggaraan secara teknis untuk tiap tahapan
penyusunan rencana kontingensi
Melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan administrasi kegiatan
Narasumber merupakan perwakilan resmi dari lembaga teknis, akademisi, birokrasi, praktisi
atau gabungan dari keempatnya yang bertanggung gugat mendiseminasikan data analisis
karakteristik bahaya hasil kajian ilmiah yang menjadi subjek perencanaan kontingensi.
Fasilitator adalah seseorang atau beberapa orang yang membantu proses untuk memahami
tujuan bersama dan membantu membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa
mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Fasilitator merupakan pelaksana tugas dan fungsi berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan
ketrampilannya memaparkan materi/topik, mengarahkan diskusi dan tanya jawab,
memberikan tugas kelompok, serta pendampingan pada proses penyusunan rencana
kontingensi sampai dengan selesainya penyusunan detail dokumen rencana kontingensi di
lokakarya.
Kriteria fasilitator yang diperlukan untuk membantu proses perencanaan kontingensi, antara
lain adalah (1) dapat berasal dari praktisi, akademisi, birokrasi berkualifikasi menguasai
konsep dan konteks perencanaan dalam penanggulangan bencana, (2) memahami sistem
respon kemanusiaan nasional-global, (3) menguasai dan mampu mendemonstrasikan
penerapan metode-metode perencanaan partisipatif serta (4) berkomitmen memfasilitasi
proses perencanaan kontingensi hingga tuntas.
Fasilitator memiliki tugas:
Menyiapkan bahan-bahan untuk fasilitasi
Menentukan metode fasilitasi yang sesuai dengan tujuan dan kondisi peserta
Mengarahkan/mengingatkan peserta kembali pada tujuan jika diskusi meluas
ke tema yang berbeda
18
BAB 4. TAHAPAN DAN PROSES PERENCANAAN KONTINGENSI
Perencanaan kontingensi merupakan suatu proses yang terdiri dari rangkain kegiatan
partisipatif yang melibatkan parapihak untuk membangun kesepakatan dan komitmen.
Kegiatan dilaksanakan melalui pertemuan rapat dan lokakarya terdiri dari 4 tahapan, yaitu
Tahap Persiapan, Tahap Pelaksanaan, Tahap Finalisasi, dan Tahap Tindak Lanjut. Setiap
tahapan terdiri dari beberapa kegiatan seperti digambarkan dalam diagram berikut ini.
1) Karakteristik Bahaya
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun persepsi dan pemahaman tentang
gambaran bahaya dan potensi risiko akibat bencana di daerah. Karakteristik
bahaya disusun dengan membangun genesa keterjadian bencana yang meliputi:
meliputi lokasi, waktu, asal/penyebab, durasi, frekuensi, durasi, periode, luasan
terdampak, intensitas, kecepatan kejadian, jarak, proses, serta potensi bahaya
lanjutan atau ikutannya.
20
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Dapat berupa asumsi terburuk berdasarkan sejarah kejadian, atau asumsi yang
paling mungkin terjadi. Dikembangkan berdasarkan kesepakatan para pemangku
kepentingan.
1) Penatalaksanaan Tanggapan
Tata laksana penanganan kedaruratan meliputi:
(1) Tugas Pokok, yaitu menyepakati mandat yang diberikan kepada organisasi
penanganan kedaruratan bencana sebagai pedoman pelaksanaan operasi
tanggap darurat. Disusun sebagai narasi (satu paragraf) yang memuat
doktrin (asas, prinsip), tujuan tanggap darurat—hanya penanganan darurat
bencana dan tujuan khusus sesuai kebijakan daerah; dan kerangka
waktu/periode operasi yang ditentukan.
21
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
(2) Sasaran, yaitu menyepakati target atau capaian dari tugas pokok atau
operasi penanganan kedaruratan. Sasaran dapat disajikan/dinyatakan
dalam angka atau prosentase.
(3) Konsep Operasi dan Sasaran Tindakan, yaitu ruang lingkup operasi tanggap
darurat dan penjabaran tindakan yang akan dilakukan dalam kerangka
waktu atau periode operasi yang telah ditentukan. Konsep operasi tanggap
darurat terdiri dari 3 fase, yaitu Siaga Darurat, Tanggap Darurat, dan
Transisi Darurat ke Pemulihan. Setiap fase dijabarkan dalam tindakan-
tindakan yang sesuai dan fokus pada tanggap darurat.
(4) Struktur Organisasi Penanganan Kedaruratan, yaitu mengidentifikasi dan
menyepakati fungsi-fungsi atau bidang-bidang dan struktur organisasi
penanganan kedaruratan bencana. Fungsi/bidang dipilih dan disepakati
berdasarkan dan atau berorintasi untuk menangani akibat sesuai dengan
skenario/asumsi dampak kejadian bencana.
(5) Fungsi dan Kegiatan Pokok, yaitu menyapakati definisi operasional dari
masing-masing fungsi/bidang dan penjabaran kegiatan pokok dari setiap
fungsi/bidang. Kegiatan pokok merupakan kerangka tanggapan dalam
penyusunan rencana kontingensi. Kegiatan-kegiatan pokok harus disusun
sebagai strategi-taktis penanganan kedaruratan bencana, terutama pada
fungsi operasi. Kegiatan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan prioritas
dan kegiatan-kegiatan lain, di mana kegiatan prioritas dirancang
berdasarkan kemampuan sumberdaya yang tersedia.
(6) Tugas-Tugas Bidang, yaitu menyepakati tugas-tugas dari setiap fungsi dan
sub bidang atau unit di bawahnya. Tugas-tugas setiap fungsi atau sub-
bidang/unit disusun secara spesifik berdasarkan kelompok-kelompok
kegiatan pokok.
Pernyataan tentang Sasaran, Sasaran Tindakan, Kegiatan, dan Tugas-tugas
harus memiliki karakter “SMART”, yaitu
Specific (Spesifik). Kata-katanya harus tepat dan tidak ambigu dalam
menggambarkan sasaran.
Measurable (Dapat diukur). Rancangan dan pernyataan sasaran
harus memungkinkan untuk dilakukannya penilaian akhir, apakah
sasaran telah tercapai.
Act (Berorientasi pada tindakan). Sasarannya harus memiliki kata
kerja tindakan yang menggambarkan pencapaian yang diharapkan.
Realistic (Realistis/relevan). Sasaran harus dapat dicapai dengan
sumber daya yang dapat dialokasikan badan (badan pembantu)
untuk keadaan darurat itu, meskipun mungkin diperlukan beberapa
periode operasional untuk menyelesaikannya.
22
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
3) Pengendalian
Pengendalian penanganan kedaruratan bencana terdiri dari 4 komponen utama
yang saling terkait dalam sistem komando penanganan darurat bencana, yaitu:
(1) Komando dan Kendali (Command and Control) yaitu mengidenfikasi dan
menyepakati tentang kewenangan untuk memberikan perintah,
mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi
kegiatan tanggap darurat bencana. Identifikasi dan kesepakatan yang
dibangun pada bagian ini meliputi:
23
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
24
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
25
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
1) Komitmen peran, tugas, dan tanggungjawab dalam bidang dan atau kegiatan
penanganan kedaruratan.
26
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
27
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
28
BAB 5. STRUKTUR DAN ISI DOKUMEN RENCANA KONTINGENSI
Dokumen rencana kontingensi merupakan manifestasi dari keseluruhan proses dan tahapan
perencanaan kontingensi. Dokumen ini memuat aspek dan gambaran situasi kedaruratan,
kebijakan, manajerial, dan tindakan penanganannya. Uraian-uraian penjelasan pada bagian
lampiran yang terpisah.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Landasan Hukum
1.3. Kebijakan dan Strategi
1.4. Maksud dan Tujuan
1.5. Ruang Lingkup
1.6. Pendekatan, Metode, dan Tahapan Proses
1.7. Umpan Balik
1.8. Masa Berlaku dan Pemutakhiran
1.9. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi
BAB IV PELAKSANAAN
4.1. Konsep Operasi dan Sasaran Tindakan
4.2. Struktur Organisasi Komando
4.3. Fungsi dan Kegiatan Pokok
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
BAB VI PENGENDALIAN
6.1. Komando
6.2. Kendali
6.3. Koordinasi
6.4. Komunikasi
6.5. Informasi
LAMPIRAN
Lampiran 1. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi: Penyusunan
Rencana Operasi Penanganan Darurat
Lampiran 2. Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak
Lampiran 3. Susunan Pelaksana Tugas
Lampiran 4. Jaring Komunikasi
Lampiran 5. Estimasi Ketersediaan dan Kebutuhan Sumberdaya
Lampiran 6. Album Peta
Lampiran 7. Mata Rantai Peringatan Dini
Lampiran 8. Rencana Evakuasi
Lampiran 9. SOP / Protap
Lampiran 10. Lembar Komitmen
Lampiran 11. Lembar Berita Acara Penyusunan
Lampiran 12. Profil Lembaga/Organisasi
30
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan eksekutif disusun maksimal 2 halaman yang terdiri dari 4 hal yaitu:
a. Ringkasan tentang latar belakan dan mandat perencanaan kontingensi. Bagian
ini merupakan ringkasan dari BAB II.
b. Ringkasan tentang karakteristik bahaya, skenario kejadian dan asumsi dampak.
Bagian ini merupakan ringkasan dari BAB II.
c. Penjelasan ringkas tentang tata kelola dan tata laksana penanganan
kedaruratan. Bagian ini merupakan ringkasan dari BAB III s/d BAB VI.
d. Penjelasan yang menegaskan kegiatan tindak lanjut yang harus dilakukan
setelah penyusunan perencanaan kontingensi. Bagian ini merupakan ringkasan
dari BAB VII
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bagian ini menjelaskan latar belakang dan urgensi perencanaan kontingensi bagi
daerah.
1. Gambaran umum daerah
2. Gambaran risiko bahaya
3. Gambaran umum urgensi perencanaan kontingensi, yaitu memberikan
perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat.
31
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Dokumen rencana kontingensi ini disusun sebagai landasan strategi, operasional, dan pedoman
dalam penanganan darurat bencana tsunami akibat gempabumi megathrust Jawa Timur dan
sebagai dasar untuk pengerahan sumberdaya dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat
dalam penanganan darurat bencana di wilayah Kabupaten Malang.
Contoh:
Ruang lingkup rencana kontingensi ini mencakup hal-hal yang perlu dilaksanakan untuk menghadapi
kemungkinan terjadinya peristiwa dan situasi darurat bencana tsunami akibat gempabumi
megathrust Jawa Timur di wilayah Kabupaten Malang, yaitu:
a. Pengumpulan data dan informasi dari berbagai unsur baik Pemerintah, Swasta, Lembaga Non
Pemerintah, dan Masyarakat
b. Pembagian peran dan tanggung jawab antar sektor
c. Proyeksi kebutuhan lintas sektor
32
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Kebijakan penanganan darurat bencana adalah arahan/pedoman umum yang bersifat mengikat
bagi para pihak yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya serta Struktur Komando
Penanganan Darurat Bencana dalam melaksanakan tugas pokok dan operasinya. Kebijakan-
kebijakan tersebut adalah sebagai berikut;
1) Menetapkan koordinasi pelaksanaan Penanggulangan Bencana (PB) secara terencana,
terpadu dan menyeluruh,
2) Memberikan perlindungan pada masyarakat terdampak,
3) Optimalisasi pos anggaran Biaya Tidak Terduga (BTT) APBD tahun berjalan untuk
penanggulangan kedaruratan bencana (PKB),
4) Mengajukan pendampingan dan fasilitas Dana Siap Pakai (DSP) kepada Pemerintah Pusat
melalui BNPB,
5) Membuka jejaring bantuan dari masyarakat, swasta, lembaga non pemerintah, dan luar
negeri,
6) Melibatkan masyarakat, relawan dan pemberi bantuan dalam pencarian dan pertolongan.
7) Membebaskan seluruh biaya pelayanan kesehatan untuk masyarakat terdampak bencana.
8) Melaksanakan sosialisasi dan pendampingan pemenuhan kebutuhan masyarakat pasca
bencana
9) Melakukan monitoring dan evaluasi penanganan penanggulangan bencana.
33
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Pendekatan partisipatif dilakukan untuk memastikan bahwa penyusunan rencana kontingensi ini
disepakati para pihak yang terlibat dalam penangganan darurat bencana erupsi Gunungapi Rinjani-
Barujari.
Kegiatan penyusunan rencana kontingensi ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Penyamaan persepsi terhadap semua pelaku penanggulangan bencana tentang pentingnya
rencana kontingensi erupsi Gunungapi Rinjani-Barujari.
2. Pengumpulan data dan pembaruan: Pengumpulan data dilakukan pada semua sektor
penanganan bencana dan lintas administratif.
2. Verifikasi data: Analisa data sumberdaya yang ada dibandingkan proyeksi kebutuhan
penanganan bencana saat tanggap darurat.
3. Penyusunan dokumen rencana kontingensi, pembahasan dan perumusan dokumen rencana
kontingensi disepakati dalam wokshop yang meliputi penilaian karakteristik bahaya dan
penentuan kejadian, pengembangan skenario, penyusunan kebijakan dan strategi,
perencanaan sektoral dan rencana tindak lanjut.
4. Penandatanganan komitmen, public hearing/konsultasi publik hasil rumusan rencana
kontingensi: Penyebaran/ diseminasi dokumen rencana kontingensi kepada pelaku
penanggulangan bencana (multi stake holder).
34
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Untuk memastikan rencana kontingensi sesuai dengan situasi dan kondisi yang terbarukan maka
diperlukan masukan-masukan terutama terkait data-data, sehingga perlu dilakukan dengan
lokakarya atau rapat konsultasi. Inisiatif reviu dan pemutakhiran perencanaan kontingensi dapat
dikoordinasikan melalui BPBD Provinsi Papua.
Contoh:
Dokumen rencana kontingensi erupsi Gunungapi Rinjani-Barujari berlaku selama 3 (tiga) tahun.
Agar rencana kontingensi sesuai dengan situasi terbaru seperti misalnya: perubahan dinamika skala
bencana, perubahan besaran dan bentuk atau jenis kerentanan, perubahan kapasitas atau
kemampuan sumberdaya maka dapat dilakukan kaji ulang atau update sesuai kebutuhan.
Contoh:
Rencana kontingensi ini menjadi dasar dalam menyusun rencana operasi penanganan kedaruratan
erupsi Gunungapi Rinjani-Barujari. Aktivasi rencana kontingensi dilakukan setelah mendapatkan
data dan analisis kaji cepat bencana.
35
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Karakteristik Bahaya Bencana Tsunami yang dipicu gempabumi megathrust Jawa Timur
Kabupaten Malang
Generator gempa yang dapat memicu tsunami di selatan Provinsi Jawa Timur adalah zona subduksi
lempeng Australia dan Eurasia. Potensi kegempaan zona subduksi di Jawa, termasuk Jawa Timur,
besar kemungkinan mengikuti pola isolated locked-zone di batas subduksi Jawa, yaitu gempa yang
akan datang kemungkinan terjadi di daerah yang terdapat seismic gap (zona dengan seismisitas
rendah) di sepanjang zona seismik yang sempit (Pusgen, 2017). Data seismisitas BMKG menunjukkan
adanya zona seismik gap di selatan Jawa Timur. Zona seismik gap perlu diwaspadai karena pada zona
ini seharusnya relatif aktif secara tektonik, tetapi jarang terjadi gempa signifikan dalam jangka waktu
yang lama. Kondisi ini dikhawatirkan terjadi akumulasi energi gempa, sehingga dapat terjadi gempa
dengan magnitude yang tinggi serta dapat memicu tsunami yang lebih besar.
Berdasarkan pengkajian dan modelling BMKG (2021) wilayah pesisir selatan Jawa tsunami yang
dipicu oleh gempabumi. Secara geologis, jarak garis pantai selatan Jawa dengan zona pertumbukan
(subduction zone) 200-250 km di mana pertumbukan 2 (dua) lempeng benua Lempeng Indo-
Australia dan Lempeng Benua Eurasia. Pertumbukan terjadi karena Lempeng Indo-Australia yang
bergerak ke utara menunjam Lempeng Benua Eurasia dengan kecepatan ± 7 cm/tahun.
36
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Gambar…. Sumber Gempabumi Pemicu Tsunami dan Distribusi Gempa Bumi 2001-2020 (BMKG, 2021)
BMKG mencatat tiga kejadian yang dipicu oleh gempa di zona subduksi selatan Jawa Timur, yaitu
tahun 1859 (M 7,5) di selatan Kabupaten Pacitan serta tahun 1985 dan 1994 (M 7,8) di selatan
Banyuwangi (BMKG, 2019). Gempa tahun 1994 memicu terjadinya tsunami dengan tinggi
gelombang 13,9 meter dan menelan korban jiwa sekitar 250 orang. Di Kabupaten Malang, Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan tercatat memiliki riwayat diterjang tsunami pada
tahun 1996 dan 2004.
Mengikuti modeling skenario terburuk tsunami akibat gempa megatrust BMKG tersebut diatas,
potensi gempabumi berkekuatan 8,7-8,8 berpotensi memicu tsunami di selatan Pulau Jawa, di Jawa
Timur wilayah berpotensi terdampak mencakup Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Jember, wilayah pantai selatan dan pantai timur Banyuwangi, dan Kabupaten Situbondo. Di
Kabupaten Malang sendiri, 6 kecamatan dan 20 desa berpotensi terdampak tsunami akibat
gempabumi megathrust ini.
37
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Kejadian gempabumi megathrust berpotensi memicu tsunami di selatan Pulau Jawa. Nilai
magnitude maksimum yang dipakai dan yang mungkin terjadi serta lokasi titik pusat gempa
mengadopsi skenario terburuk yang dibuat oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG).
Gambar …. Peta Bahaya Tsunami Skenario Terburuk, Pantai Sendang Biru & Sekitarnya Kab. Malang (BMKG, 2021)
Pemicu Kejadian Gempa berdurasi 20 detik dengan skala magnitude 8,7 – 8,8
atau Skala MMI V – VII, terjadi di zona subduksi megathrust Jawa
Timur: koordinat 10,23 LS dan 110,39 BT, Kedalaman 18 Km
38
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Bahaya primer Reruntuhan akibat gempa dan terjangan gelombang tsunami. Tinggi
gelombang maksimal 17-20 meter, kedatangan landaan tsunami ke
wilayah terdampak 17-20 menit
Peringatan Dini Peringatan dini potensi bencana tsunami dari BMKG dikeluarkan 5
Bencana menit setelah kejadian gempa
Bahaya sekunder Wabah atau sumber penyakit dari pembusukan bahan organik pada
sisa-sisa genangan tsunami.
39
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
A. Aspek Kependudukan
Asumsi jumlah penduduk yang akan terdampak langsung di tiga Kabupaten di Pulau Lombok
berdasarkan Kajian Risiko Bencana Tahun 2020 adalah sekitar 4.093 KK, 20.467 jiwa, terdiri dari
10.457 laki-laki, 12.375 perempuan. Jumlah penduduk terluka sekitar 91 orang, terdiri dari luka
ringan 68 orang, luka berat 23 orang, dan meninggal dunia 3 orang. Sedangkan jumlah wisatawan
domestik terdampak diperkirakan sekitar 1.883 orang dan wisatawan mancanegara sekitar 129
orang (Laporan Pengunjung Gunung rinjani National Park 2020).
Berikut asumsi jumlah penduduk terdampak yang tersebar di Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten
Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Utara.
1. Kabupaten Lombok Timur
Asumsi lokasi terparah berada di Kecamatan Sembalun (Desa Sembalun Lawang, Desa Sembalun
Bumbung, Desa Sembalun Timbang Gading, Desa Sembalun), Kecamatan Suela (Desa Bebidas),
Kecamatan Wanasaba (Desa Karang Baru), Kecamatan Aik Mel (Desa Lanek Daya), Kecamatan
Pringgasela (Desa Timba Nuh, Desa Jurit Baru, Desa Pengadangan Barat), Kecamatan Sikur (Desa
Kembang Kuning, Desa Tete Batu, Desa Jeruk Manis, Desa Tete Batu Selatan), Kecamatan Montong
Gading (Desa Perian, Desa Jenggik Utara, Desa Pesanggrahan, Desa Pringgajurang Utara) dengan
jumlah penduduk terancam sebanyak 12.328 atau 16,5% dari jumlah penduduk keseluruhan (16,5%
x 74.370 jiwa). Adapun perkiraan dampak korban yang ditimbulkan sebagai berikut:
Jiwa terancam : 12.328 orang (16,5% dari jumlah penduduk keseluruhan)
Meninggal : 1 orang
Hilang : 3 orang
Mengungsi : 11.173 orang (± 90% dari jumlah jiwa terancam)
Luka berat : 13 orang
Luka ringan : 51 orang
40
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
2. Aspek Fisik
Berdasarkan skenario erupsi G. Rinjani bahaya primer berupa awan panas, lontaran batu pijar, abu
vulkanik, dan gas beracun diperkirakan mengenai KRB III (3 km dari puncak). Diperkirakan fasilitas
dan sarana prasarana yang terkena adalah fasilitas umum jalur tracking G. Rinjani beserta pos-pos
pendakian. Selain itu, bahaya primer erupsi G. Rinjani lainnya berupa sebaran abu vulkanik (aliran
piroklastik) dan lahar dingin (bahaya sekunder) akan melanda hingga KRB I sejauh 8 kilometer. Hal
ini diperkirakan akan mengancam sarana prasarana serta aset yang berada di wilayah 3 kabupaten,
bahkan dampak abu vulkanik juga dirasakan di seluruh Pulau Lombok sampai ke Pulau Bali dan Jawa
timur. Adapun sarana prasarana yang diperkirakan terkena dampak ikutan bencana erupsi G. Rinjani
adalah sebagai berikut:
41
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Jembatan Pengadangan
C. Aspek Ekonomi
Pada sektor ekonomi diperkirakan dampak yang ditimbulkan berupa kerugian baik di bidang
perdagangan, jasa, pariwisata, retail, industri, transportasi, pertanian, perkebunan, perikanan,
hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat, menurut data InaRisk diperkiraan total kerugian
bisa mencapai 7,5 M. Untuk total kerugian akibat bandara ditutup selama beberapa hari mencapai
Rp 3 Miliar, terdiri dari kerugian yang dialami maskapai, bandara dan pedagang. Sementara PT
Angkasa Pura I mengalami kerugian mencapai ratusan juta dari airport tax yang diterima.
D. Aspek Lingkungan
Dampak erupsi G. Rinjani juga diperkirakan akan berpengaruh terhadap lingkungan berupa
kerusakan cukup parah pada kondisi air, tanah/lahan, udara, hutan. Berikut skenario dampak yang
ditimbulkan dari erupsi G. Rinjani.
1. Air dalam tanah (sumber mata air berasal dari sungai dan mata air sekitar G. Rinjani)
G. Rinjani merupakan sumber mata air utama bagi Pulau Lombok. Puluhan sungai di Pulau Lombok
berhulu di G. Rinjani. Erupsi G. Rinjani menyebabkan terganggunya stabilitas sumberdaya air
(kuantitas dan kualitas) di Daerah Tangkapan Air (DTA), selain itu juga menyebabkan terganggunya
aliran sungai yang berhulu dari G. Rinjani karena membawa material lahar hujan dan luapan Danau
Segara Anak hingga kawasan permukiman.
2. Udara
30% udara Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur dan kawasan yang dilalui angin akan
tercampur abu vulkanik dengan ketebalan endapan 2-3 mm. Berdasarkan data satelit dan kondisi
lapangan, asap dan abu vulkanik Gunung Barujari berpotensi membahayakan keselamatan
penerbangan. Beberapa bandara dihentikan operasionalnya untuk sementara seperti Bandar Udara
Internasional Lombok (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah yang melayani rute penerbangan ke
sejumlah provinsi di Indonesia dan luar negeri, Bandara Selaparang di Mataram yang digunakan
untuk kegiatan pelatihan penerbangan, Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin III (Brangbiji)
Kabupaten Sumbawa, Bandar Udara Ngurah Rai di Bali, dan Bandar Udara Internasional
Banyuwangi.
3. Tanah/lahan
Erupsi G. Rinjani diperkirakan berpengaruh terhadap berbagai bidang kehidupan manusia termasuk
bidang pertanian. Lahan pertanian penduduk dan vegetasi akan tertutup material erupsi sehingga
menyebabkan kerugian sektor ini. Kandungan pH yang tinggi pada abu vulkanik akan menyebabkan
tanaman rusak dan gagal panen. Dampak lahar dingin terhadap lahan pertanian perlu diwaspadai
karena berpengaruh pada pengurangan kesuburan lahan pertanian akibat tergerus atau tertutup
lahar. Wilayah yang kemungkinan terdampak lahar dingin adalah yang dekat dengan bantaran
sungai diantaranya yang dilewati Kokok Belimbing, Kokok Joga, Kokok Beringin, Kokok Tanggek,
Kokok Putih, Kokok Jelingo, Kokok Sedutan, Kokok Penggolong, Kokok Lenek, Telabah Dasanagung,
Kokok Bubak.
5. Hutan dan Flora Fauna di Taman Nasional Gunung Rinjani
Dengan meningkatnya aktivitas G. Rinjani menyebabkan suhu air danau akan terus meningkat dan
akan mengganggu habitat flora dan fauna di area danau. Selain itu aneka tumbuhan endemik yang
dikenai aliran lava juga akan mengalami kerusakan baik tumbuhan besar maupun kecil.
42
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
3.1. Tugas Pokok
Komando Penanganan Darurat Bencana Tsunami Kabupaten Malang, melaksanakan operasi
penanganan darurat bencana tsunami dan tugas kemanusiaan selama 30 hari atau dapat
diperpanjang atau dipersingkat sesuai situasi di lapangan, secara cepat dan terpadu untuk evakuasi,
pencarian dan penyelamatan, perlindungan, pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak,
pemulihan sarana-prasarana vital, serta mengendalikan situasi darurat.
3.2. Sasaran
1. Tersusunnya rencana operasi penanganan darurat bencana dalam waktu 72 jam
2. Terselenggaranya koordinasi yang melibatkan 5 unsur helix dan 20 desa terdampak.
3. Terlaksananya pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak dengan setidaknya 80%
sumberdaya dan anggarannya bersumber dari DSP dan BTT.
4. Terkerahkan 90% sumber daya dari seluruh pihak terkait yang telah berkomitmen dalam
operasi penanganan darurat bencana.
5. Terselenggaranya 100% evakuasi warga terdampak atau korban.
6. Terlaksananya 100% pelayanan kesehatan untuk warga terdampak atau korban dan
pencegahan mencegah penularan COVID-19 di lokasi bencana.
7. Terselenggaranya 100% pemullihan fungsi sementara (rehabilitasi) sarana-prasarana vital
meliputi jaringan air, listrik, dan komunikasi.
8. Terlaksananya 30 hari operasi penanganan darurat bencana dengan tanggung jawab dan
bertanggung gugat penuh.
43
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Sasaran Tindakan. Bagian ini menjabarkan dan merincikan sasaran tindakan atau
target dari setiap fase kedaruratan.
Contoh:
1. Fase Siaga Darurat; serangkaian tindakan penyelamatan awal yang dilakukan segera saat
potensi bahaya terdeteksi, meliputi penyelamatan dan evakuasi, pengamanan harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan dan pengurusan pengungsi.
2. Fase Tanggap Darurat; serangkaian tindakan yang dilakukan segera saat bencana terjadi,
meliputi kaji cepat, layanan pengungsian dan perlindungan untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan bencana,
3. Fase Transisi Darurat; serangkaian tindakan layanan pengungsian dan perlindungan serta
pengelolaan data perencanaan rehabilitasi-rekonstruksi
Sasaran Tindakan
Fase Sasaran Tindakan
1 Tersedianya material, tim dan jadwal pelaksanaan diseminasi
sistem peringatan dini banjir bandang di kawasan berisiko
2 Terdesiminasinya sistem peringatan dini banjir bandang kepada
masyarakat di kawasan berisiko
3 Masyarakat di kawasan berisiko mengetahui Sistem Peringatan
Dini (SPD) banjir bandang dan memiliki perencanaan evakuasi
Siaga Darurat 4 Tersedianya Surat Keputusan Bupati tentang Status Siaga Darurat
Bencana
5 Terselenggaranya jejaring SPD banjir bandang
6 Masyarakat di kawasan berisiko melakukan evakuasi
penyelamatan nyawa dan harta benda
7 Terselenggaranya pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan
sosial penyintas
1 Terselenggaranya kaji cepat di kawasan terdampak banjir
Tanggap Darurat
bandang
44
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
45
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Agar nanti perencanaan dan operasi benar-benar (nyata) dapat dilaksanakan, maka
kegiatan-kegiatan harus disusun sebagai strategi-taktis penanganan kedaruratan
bencana – terutama pada fungsi operasi. Kegiatan dapat dikelompokkan menjadi
kegiatan prioritas dan kegiatan-kegiatan lain, dimana kegiatan prioritas dirancang
berdasarkan kemampuan sumberdaya yang tersedia.
Contoh:
dst
46
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
dst
dst
47
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
4.4. Tugas-Tugas
Bagian ini memuat dan merincikan tugas-tugas dari setiap fungsi/bidang/subbidang
Contoh:
Pelaksana
Fungsi Penjabaran Tugas Sub-Bidang/ Unit/ Penjabaran Tugas
Seksi
Penghubung ……………………
(perwakilan institusi)
…………………… ……………………
…………………… ……………………
…………………… ……………………
…………………… ……………………
…………………… ……………………
…………………… ……………………
Koordinasi dan Membantu koordinator dalam penyusunan laporan seluruh kegiatan PDB
Pelaporan kepada Pos Komando
Membantu Koordinator dalam pengkoordinasian kepada Pos Komando serta
Pengawasan aktivitas penanganan bencana di Pos Lapangan.
48
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Layanan Koordinasi Penyediaan layanan air bersih, sanitasi hunian dan layanan
kesehatan.
Pelaporan
Contoh:
Instruksi Koordinasi
1. Pengkajian Cepat Akibat Bencana Tsunami.
BPBD Kabupaten Malang melakukan pengkajian cepat untuk menilai akibat langsung dari bencana
Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa Timur. Pengkajian dilakukan dengan pengumpulan
data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan menugaskan dan mengerahkan Tim Reaksi
Cepat ke lokasi terdampak bencana. Data sekunder dihimpun dari pelaporan, media massa,
instansi/lembaga terkait, masyarakat, internet, dan informasi lainnya yang relevan. Lingkup kaji
cepat meliputi:
• Apa : jenis bencana
• Bilamana : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat
• Di mana : tempat/lokasi/daerah bencana
49
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
5.1. Administrasi
Bagian ini menjabarkan mekanisme administrasi dan keuangan dalam penanganan
kedaruratan.
50
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Mekanisme administrasi dalam pendukungan penanganan darurat bencana tsunami pada situasi
Pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut:
a. Pada saat awal kejadian bencana, seluruh sumber daya lokal Provinsi Jawa Timur
dioptimalkan baik dari sektor pemerintah, lembaga usaha, lembaga sosial dan juga
masyarakat (seperti APBD, membuka rekening donasi dari ASN, swasta, lembaga sosial dan
masyarakat umum)
b. Jika sumberdaya keuangan Provinsi Jawa Timur tidak mencukupi dalam penanganan bencana
maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat meminta bantuan pada Pemerintah Pusat.
c. Pemerintah Pusat, melalui BNPB, dapat memberikan instruksi pada pemerintah provinsi
terdekat yang memiliki kapasitas untuk membantu penanganan darurat bencana di Provinsi
Jawa Timur.
d. Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat meminta dukungan penanganan darurat bencana ke
Pemerintah Pusat terkait Dana Siap Pakai (DSP), Biaya Tidak Terduga (BTT), Pendampingan
administrasi kegiatan, serta logistik dan peralatan yang tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi
Jawa Timur.
i. Mekanisme Pencairan Belanja Tidak Terduga (BTT) berdasarkan Permendagri No 77 Tahun
2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah:
1. Penetapan SK Tanggap Darurat.
2. Penetapan SK Struktur Komando Penanggulangan Darurat.
3. Penetapan SK Pengguna Anggaran dan bendahara penerima.
4. BPBD Provinsi Jawa Timur mengajukan surat permohonan dan rencana
kebutuhan belanja kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)
selaku Bendahara Umum Daerah (BUD).
5. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)selaku Bendahara Umum
Daerah (BUD) mencairkan dana kebutuhan belanja kepada BPBD Provinsi Jawa
Timur.
6. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BKAD)selaku Bendahara Umum
Daerah (BUD) mencairkan dana kebutuhan belanja paling lambat 1 hari kerja
terhitung sejak menerimanya rencana kebutuhan belanja.
ii. Mekanisme pencairan Dana Siap Pakai (DSP) berdasarkan Perka BNPB No 6A Tahun 2011
tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai:
1. Penetapan SK Tanggap Darurat.
2. Penetapan SK Struktur Komando Penanggulangan Darurat.
3. Surat Usulan Gubernur tentang bantuan Dana Siap Pakai (DSP) ke BNPB.
4. Penetapan SK Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerima.
5. Surat pernyataan siap menerima dana hibah.
6. Kwitansi dan berita acara penyerahan bantuan.
7. Kepala BPBD Jawa Timur berwenang mengelola bantuan Dana Siap Pakai (DSP).
Adapun jenis sumber keuangan Penanganan Darurat Bencana Tsunami di Provinsi Jawa Timur
adalah sebagai berikut.
51
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
5.2. Logistik
Bagian ini menjelaskan mekanisme logistik sumberdaya yang akan dikerahkan.
Contoh:
Mekanisme logistik dalam mendukung penanganan darurat bencana di wilayah di Provinsi Jawa
Timur adalah sebagai berikut:
1. Menjalankan protokol kesehatan Covid-19 di semua langkah dan tindakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
2. Menyiapkan buffer stock (persediaan/cadangan) kebutuhan dasar yang disiapkan oleh Dinas
Sosial untuk mendukung operasi penanganan di tiap kabupaten jika diperlukan.
3. Melakukan koordinasi ke instansi Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang terkait.
4. Memfasilitasi dan mengkoordinir kerjasama multipihak untuk pengadaan logistik.
5. Memfasilitasi dan mengkoordinir bantuan dengan kabupaten terdekat.
6. Permintaan bantuan ke provinsi terdekat (kebutuhan dasar dan peralatan)
7. Mendistribusikan kebutuhan tepat sasaran dan tepat waktu.
8. Memastikan penerimaan bantuan dan relawan masuk dalam satu pintu tercatat dan
termonitor dalam sistem Posko.
9. Menjaga alur penerimaan bantuan dan relawan dengan membangun mekanisme pelaporan
ke Posko.
10.Sistem pelaporan dan pencatatan di lapangan agar memisahkan antar relawan dan bantuan
barang kemanusiaan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas laporan.
11.Memberikan laporan kegiatan kepada Komandan PDB Provinsi Jawa Timur
Contoh:
Komando Operasi Penanganan Darurat Bencana Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa
Timur dipimpin Gubernur/Wakil Gubernur dan/atau Komandan yang ditunjuk oleh Gubernur.
a. Pos Komando
Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Provinsi Jawa Timur, selanjutnya disebut Pos
Komando/Posko berfungsi sebagai pusat komando operasi darurat bencana untuk
mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan darurat bencana,
berkedudukan di Kantor XXXXXXX, Jl. YYYYYYY.
b. Pos Lapangan
Pos Lapangan Penanganan Darurat Bencana Provinsi Jawa Timur, selanjutnya disebut Pos Lapangan
PDB, berfungsi sebagai pelaksana operasi pendukungan penanganan darurat bencana kepada
52
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
SKPDB Kabupaten, berkedudukan dan lebur dalam Komando SKPDB di masing-masing Pos Komando
Kabupaten.
Kecamatan
(untuk renkon Kabupaten)
Pos Lapangan Koordinat
Kabupaten/Kota
(untuk renkon Provinsi)
c. Pos Pendukung
Pos Pendukung Provinsi Jawa Timur, selanjutnya disebut Pos Pendukung, berfungsi memperlancar
akses masuk, keluar, dan mobilisasi/distribusi bantuan penanganan darurat bencana, baik dalam
maupun luar negeri. Pos Pendukung berkedudukan seperti pada tabel 5.2.
d. Pos Pendamping
Pos Pendamping Nasional, selanjutnya disebut Pospenas atau Pos BNPB berfungsi untuk
mempermudah akses dan efektivitas terhadap sumberdaya untuk penanganan tanggap darurat,
berkedudukan di Kantor XXXXXXX, Jl. YYYYYYY.
6.2. Kendali
Bagian ini menjabarkan fungsi pengendalian penanganan kedaruratan oleh komandan
PDB dalam penanganan darurat bencana.
Contoh:
Komandan PDB melaksanakan fungsi pengendalian untuk pengerahan sumber daya manusia,
peralatan, logistik dan operasi penanganan darurat bencana.
6.3. Koordinasi
Memuat mekanisme koordinasi para pihak untuk mengupdate perkembangan
penanganan darurat bencana.
Contoh:
Koordinasi melibatkan perwakilan seluruh SKPDB bersifat wajib, dipimpin oleh komandan dan
dilaksanakan di Pos Komando Tanggap Darurat 1 (satu) kali setiap hari selama masa darurat pada
waktu yang disepakati. Koordinasi membahas laporan perkembangan oleh setiap bidang operasi
serta alternatif-alternatif solusi.
53
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
6.4. Komunikasi
Bagian ini menjelaskan tentang moda komunikasi dan mekanisme komunikasi semua
unsur yang terlibat dalam penanganan darurat bencana.
Contoh:
Sarana dan prasarana Komunikasi merupakan salah satu fasilitas komando darurat bencana untuk
mengatur jalur informasi, mendukung arus komunikasi, kendali, koordinasi secara internal maupun
eksternal. Komandan melakukan komunikasi kepada semua unsur organisasi, pos lapangan, para
pihak yang terkait. Komandan PDB bertanggung jawab atas kejelasan arus komunikasi untuk
mendukung efektivitas operasi darurat tsunami dan menyampaikan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan dibantu oleh Bagian Data Informasi melalui media dan alat
komunikasi. Moda komunikasi dalam komando penanganan darurat bencana Kabupaten Malang
adalah sebagai berikut:
a. Pos Komando
i. Telepon
ii. Telepon genggam/HP/Whatsapp
iii. Radio
1. Frekuensi Frekuensi Radio HF/SSB
Frekuensi Radio HF yang dialokasikan kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB
adalah 11.473,5 MHz. Penggunaan frekuensi diperuntukan BNPB dan BPBD.
2. Frekuensi Radio VHF
Frekuensi Radio VHF yang dialokasikan kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB
adalah 171.300 MHz, dengan frekuensi repeater 170.300 MHz untuk RX dan 165.300 MHz
untuk TX dengan Tone TX 123. Penggunaan frekuensi diperuntukan BNPB dan BPBD.
3. Frekuensi Cadangan : …………… MHZ (RAPI)
4. Frekuensi Cadangan : …………… MHZ (ORARI)
iv. Faksimile:
v. Email:
vi. Website:
b. Pos Lapangan
i. Telepon genggam/HP/Whatsapp
ii. Radio:
1. Frekuensi Utama: …………… MHZ
2. Frekuensi Cadangan: …………… MHZ
6.5. Informasi
Bagian menjelaskan tentang mekanisme mengumpulkan, menganalisis, dan
mendistribusikan informasi.
Contoh:
Informasi dapat diperoleh dan dianalisis dari berbagai sumber termasuk dari laporan dari aparat
desa dan kecamatan dan juga laporan dari berbagai media sosial secara real-time. Informasi
tersebut dapat dijadikan acuan untuk pengambilan keputusan oleh Komandan Operasi dan yang
terlibat di dalam Struktur Komando Penanggulangan Darurat Bencana. Pengelolaan informasi tidak
hanya mencakup pengolahan data saja, tetapi juga sistem dan aplikasi yang digunakan
54
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Agar dokumen rencana kontingensi dapat dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuan
penyusunannya, diperlukan komitmen semua pihak, baik Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi,
Dunia Usaha, Media, maupun Organisasi Non Pemerintah, untuk dapat berperan, mengampu tugas
dan fungsinya dalam sistem komando penanganan darurat. Untuk memperkuat dan mengikat bagi
semua pihak yang terlibat, dokumen rencana kontingensi ditandatangani dalam lembar komitmen,
serta disahkan oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur.
Contoh:
Setelah disusun dan dikaji ulang, rencana kontingensi perlu diuji dengan berbagai cara di bawah ini.
Uji ini bertujuan memastikan bahwa rencana kontingensi sesuai untuk dilaksanakan dan para
pemangku kepentingan memahami apa saja peran mereka dan mengetahui kapan serta bagaimana
menjalankang peran tersebut.
1. Simulasi Rapat Koordinasi
Kegiatan ini merupakan finalisasi Rencana Kontingensi tingkat daerah. Ketentuan simulasi yakni:
a. Dipimpin oleh Kepala Daerah/Sekretaris Daerah
b. Diawali dengan paparan setiap bidang operasi tentang kesiapan sumberdaya
c. Merumuskan hasil Rencana Kontingensi final disepakati bersama
2. Kegiatan Table Top Exercise (TTX)
Kegiatan ini merupakan latihan di dalam ruangan, untuk menguji kemampuan peran para pihak
dalam kedaruratan didasarkan pada rencana kontingensi.
3. Kegiatan Uji Posko/Geladi Posko
Kegiatan diikuti oleh setiap unsur pemangku kepentingan yang terlibat dalam rencana
kontingensi sesuai bidang masing-masing. Uji/geladi posko ini bertujuan memastikan setiap
peserta mengetahui/memahami peran masing-masing dan bagaimana mekanisme dan tata cara
koordinasi antar instansi/lembaga maupun antar bidang operasi
4. Kegiatan Uji Lapang/Geladi Lapang
Merupakan latihan di lapangan bertujuan untuk menguji/evaluasi perencanaan bidang operasi.
Geladi lapang melibatkan sumberdaya yang ada di [nama wilayah].
55
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Konversi Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi: Penyusunan
Rencana Operasi Penanganan Darurat
Contoh:
Berdasarkan Formulir 8. Perka No 24 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Operasi Darurat
Bencana. Disesuaikan.
RENCANA OPERASI :
__________________________________________________________
__________________________________________________________
Nomor : _________________________________________
PENUNJUKAN:
1. Peta : Nasional/Wilayah/Daerah
2. Skala : __________________________ (skala peta)
3. Tahun : __________________________ (tahun pengeluaran peta)
4. Daerah Waktu : _______ WIB / WITA / WIT
5. Landasan Hukum : __________________________ (landasan hukum pembuatan
Rencana Operasi)
6. Dokumen : Rencana Kontingensi _____________________________
2. Tugas Pokok
Lihat Bab III
3. Pelaksanaan
a. Konsep Operasi dan Sasaran Operasi
Lihat BAB IV SUB BAB 4.1
b. Struktur Organisasi dan Penjabaran Komando Tanggap Darurat Bencana.
Lihat BAB IV SUB BAB 4.2 dan SUB BAB 4.3
c. Instruksi dan Koordinasi.
Lihat BAB IV SUB BAB 4.4
56
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Tanggal ______________(penetapan)
Ditetapkan oleh: Komandan Darurat Bencana
Lampiran :
A. Surat Penetapan Status Darurat Gubernur
B. Struktur Organisasi dan Susunan Pejabat Operasi
C. Penjabaran tugas pejabat operasi
D. Jaring Komunikasi
E. Rencana Dukungan Anggaran
57
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh 1:
Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa Timur
(Perencanaan Kontingensi Tsunami Akibat Gempabumi Megathrust Jawa Timur Dalam Situasi Pandemi Covid-19 Provinsi Jawa Timur, 2021)
Kriteria
No Wilayah (penduduk terpapar)
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
1 Kab. Banyuwangi (165.202 jiwa) 1652 330 148682 826 8260
1.1 Kec. Bangorejo (0 jiwa) 0 0 0 0 0
1.2 Kec. Banyuwangi (21.302 jiwa) 213 43 19172 107 1065
Dan seterusnya … … … … …
2 Kab. Blitar (3.099 jiwa) 31 6 2789 15 155
2.1 Kec. Bakung (0 jiwa) 0 0 0 0 0
Dan seterusnya … … … … …
3 Kab. Jember (139.835 jiwa) 1394 279 125426 697 6968
Dan seterusnya … … … … …
58
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh 2:
Proyeksi Wilayah dan Penduduk Terdampak Banjir Kabupaten Pandeglang
(Perencanaan Kontingensi Bencana Banjir Kabupaten Pandeglang, 2021)
KEADAAN PENGUNGSI
No KECAMATAN LUKA RINGAN LUKA SEDANG LUKA BERAT NON RAWATAN
JML L P JML L P JML L P JML L P JML L P
1 Angsana 6.658 3.449 3209 5 2 3 1 0 1 2 1 1 6.650 3.446 3.204
2 Cikeusik 20.848 10.648 10200 1 1 0 3 1 2 1 1 0 20.843 10.645 10.198
3 Munjul 449 251 198 2 1 1 1 0 1 2 1 1 444 249 195
4 Pagelaran 18.956 9.609 9347 2 2 0 1 1 0 1 0 1 18.952 9.606 9.346
5 Panimbang 20.161 10.174 9987 1 1 0 3 2 1 1 1 0 20.156 10.170 9.986
6 Patia 18.766 9.666 9100 0 0 0 1 1 0 2 1 1 18.763 9.664 9.099
7 Dan seterusnya … … … … … … … … … … … … … … …
122.022 61.011 61011 16 9 7 19 9 10 15 8 7 121972 62135 59837
59
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
60
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Contoh Konfigurasi Jaring Komunikasi BNPB
61
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Ketersediaan Peralatan
No Peralatan Jumlah Kondisi Lokasi Kontak Keterangan
Kendaraan Roda 4
Alat Berat
Peralatan Penyelamatan
Peralatan Pengungsian
Gedung
62
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Pangan
Perlengkapan
Persediaan Alat
Bahan:
2
Manusia: -
Peralatan:
Bahan:
Peralatan:
Bahan:
Tanggap Darurat
TUGAS/KEGIATAN SUMBERDAYA KETERANGAN
NO. (* KEGIATAN
KATEGORI JENIS KEMAMPUAN KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KESENJANGAN
POKOK)
1
Manusia: -
Peralatan:
Bahan:
2
Manusia: -
Peralatan:
63
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Bahan:
Peralatan:
Bahan:
Bahan:
2
Manusia: -
Peralatan:
Bahan:
Peralatan:
Bahan:
64
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
65
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
66
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Jalur Evakuasi Desa Banding Kecamatan Rajabasa
Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung
67
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Peta Jalur Evakuasi dan Titik Evakuasi Sementara
Pantai Kuncaran dan Pantai Ngudel Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur
68
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Peta Operasi SKPDB Tsunami Kabupaten Malang
69
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
70
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
Gempa 6,5 MMI diikuti dengan Berbunyinya Sirine Peringatan Tsunami terjadi pada waktu hari
Minggu jam 09.00 WIB dimana kegiatan masyarakat dan wisatawan pada umumnya yang berlibur
di pantai, dengan kegiatan ekonomi yang ada yaitu para nelayan dan pedagang di sekitar pantai
dan kegiatan sosial seperti kegiatan ibadah di gereja setempat dan kegiatan Pos Kesehatan Desa .
Penduduk di RT 11 dan RT 12 / RW 04 segera akan mengungsi setelah mendengarkan sirine baik
yang mandiri maupun yang harus di pandu secara intens; tetapi ada satu keluarga dengan 1 warga
yang sedang menjalankan isolasi mandiri COVID-19 tetapi ada warga yang tidak merespon (Dusun
Sendang Biru) karena pos nya terbatas dalam jangkauan penerimaan bunyi sirine.
Landaan tsunami bermula dari gempa yang terjadi dan diperkirakan sampai ke wilayah RT 11 dan
RT 12 RW 04. Ketinggian gelombang mulai 20m di beberapa lokasi/wilayah/RT 12 RW 04 Sampai
dengan yang tertinggi setinggi 28 m di lokasi di wilayah RT 12 RW 04.
71
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
2. PEMICU EVAKUASI
Gempa dirasakan diatas 6,5 MMI di Desa Tambakrejo, tersedianya EWS/Sirine
(jangkauan kurang lebih 2-3 Km dari Titik-Sirena Terpasang)
Gempa dirasakan diatas 6,5 MMI di beberapa Desa
Orang menerima informasi peringatan dini bencana dari TV/Radio/SMS
Orang melakukan evakuasi mandiri dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan sesuai
informasi peta/jalur evakuasi.
Menuju titik aman (tidak ada rambu)
Pilihan terdekat, Menuju tempat kumpul terdekat mengikuti jalur evakuasi (tempat
evakuasi sementara, dilengkapi rambu)
Pilihat terdekat, Menuju tempat pengungsian terdekat mengikuti jalur evakuasi
(tempat evakuasi akhir, dilengkapi rambu)
3. STRATEGI EVAKUASI
Perintah Evakuasi di Desa Tambakrejo mengikuti Komando dari Tim Siaga Desa/Forum PRB
Komando untuk evakuasi dari Tim Siaga Desa/Forum PRB
Untuk yang perlu dipandu dihimbau secara intens untuk segera menuju titik kumpul
[Apakah ada kelompok rentan? Yang memerlukan dukungan dalam evakuasi?]
Jumlah warga/penduduk yang mengungsi adalah 1.500 orang ini meliputi sebanyak 7 RT 1 RW. Yang
terdiri dari : 500 orang laki-laki, 50 orang lanjut usia laki-laki, 650 orang perempuan, 10 orang
perempuan hamil, 60 orang lanjut usia perempuan, 30 bayi, 195 anak-anak, dan diantaranya
terdapat 5 penyandang disabilitas tuna rungu .
72
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Fasilitas Evakuasi
TITIK PENGUNGSIAN/
GRUP WARGA TITIK AMAN TITIK EVAKUASI PENAMPUNGAN
(EVAKUASI AKHIR)
Desa Tambakrejo 1. Perhutani di (RT. 11 dan Lapangan Desa Tunggak
RT. 12) Jati (RT. 04, RT. 05, RT.
2. Balai Desa Tambakrejo 18)
(RT. 07,dan RT. 15)
Desa Jembatan Panjang Perhutani perempatan JLS Balai Desa
Sumberbening Titik Aman di belakang dari Kampung Nelayan 1,5 Sumberbening
pemukiman (tebing tinggi) KM
Transportasi [Jika perlu, dipergunakan untuk siapa atau kondisi apa dan bagaimana
Evakuasi pengaturannya? Jelaskan]
CARA/TEKNIS KETERANGAN
Evakuasi Jalan Rumah ke titik kumpul (jalan kaki/berlari)
kaki/lari
Evakuasi Titik kumpul ke evakuasi
Menggunakan
kendaraan roda 4
Evakuasi orang Penyandang disabilitas, Orang Lanjut usia
perlu pertolongan
khusus/orang lain
Perencanaan jalur evakuasi bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif yang dihasilkan oleh
bencana dan mencari jalan tersingkat menuju daerah aman bagi masyarakat yang bertempat tinggal
didaerah rawan bencana. Penentuan jalur evakuasi disesuaikan dengan jumlah penduduk serta
perkiraan kapasitas pengungsian. Penentuan jalur evakuasi bencana didasarkan pada kondiisi
jaringan jalan, tingkat risiko beencana, lokasi permukiman, lokasi aman dari bencana, jarak dari
rawan bencana, guna lahan titik evakuasi, dan kepemilikan lahan titik evakuasi.
Penentuan waktu tempuh menuju titik evakuasi berdasarkan rata-rata kecepatan berjalan kaki saat
evakuasi bencana menggunakan kecepatan 1,07 m/detik, diasumsikan 1 m/detik atau 3,6 km/jam
dan jarak menuju titik evakuasi. Titik evakuasi yang akan ditentukan harus dapat melayani dan
menampung sesuai dengan kebutuhan data ruang terhadap pengungsi yang akan ditampung.
Kebutuhan ruang pengungsi diperoleh dari jumlah perkiraan penduduk terdampak dikalikan dengan
kebutuhan ruang minimal per orang 1,65 m2 .
Tujuan dari dibuatnya jalur evakuasi perdesa agar tidak terjadi penumpukan massa ketika evakuasi
penduduk saat terjadi bencana agar lebih cepat dan efisien. Jalur evakuasi di Desa Sitiarjo dan
Tambakrejo melewati jalan lingkungan, dan lokal.
73
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
4. PETA EVAKUASI
74
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
5. PROSEDUR TETAP
STATUS
SARAN TINDAK STATUS PDB PDB STATUS PDB KEDARURATAN
EVAKUASI WASPADA SIAGA BENCANA:
MASYARAKAT TANGGAP DARURAT
PSR dan FPRB Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
membantu proses dari 6 MMI Maka warga dihimbau 6,5 MMI
evakuasi warga Maka warga dihimbau untuk tetap tenang dan Maka semua warga
untuk tetap tenang dan siap siaga untuk di diperintahkan untuk
waspada evakuasi segera di evakuasi
Kepala Desa Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
menyiapkan dari 6 MMI Maka Kepala Desa dan 6,5 MMI
tempat untuk Maka Kepala Desa dan Perangkat menyiapkan Maka semua warga
evakuasi dan Perangkat berkoordinasi sarana dan prasarana diperintahkan untuk
penyiapan dengan BPBD Kabupaten transportasi bersama segera di evakuasi
kebutuhan dasar Malang untuk menyiapkan partisipasi warga dan Pos Ke tempat pengungsian
warga jalur evakuasi TNI AL, Polsek, Koramil dan sementara (shelter)
Pos AIRUD. Bersama Untuk warga yang
pemuka agama untuk isolasi mandiri
menyiapkan tempat disediakan tempat
pengungsian sementara. tersendiri.
Dinas Sosial Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
dari 6 MMI Maka Dinas Sosial 6,5 MMI
Maka Dinas Sosial (TAGANA) mengoperasikan Maka Dinas Sosial
menyiapkan Dapur Umum Dapur Umum dan Logistik mendistribusikan tenda
dan Logistik dan logistik untuk
pengungsian
PMI Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
dari 6 MMI Maka PMI membantu 6,5 MMI
Maka PMI menyiapkan proses persiapan Maka PMI membantu
Dapur Umum, Tim transportasi dan evakuasi pendirian tenda,
Evakuasi, komunikasi dan membantu
transportasi mengelompokkan
pengungsi berdasarkan
usia dan kerentanan
BPBD Kabupaten Jika status gempa kurang Jika gempa 6 - 6,5 MMI Jika gempa lebih dari
Malang dari 6 MMI Maka BPBD Kabupaten 6,5 MMI
Maka BPBD Kabupaten melaporkan ke Kalaksa dan Maka BPBD Kabupaten
Malang melaporkan ke Sekda Kabupaten Malang Malang melaporkan ke
Kalaksa terkait kondisi untuk perintah lebih lanjut Kalaksa, Sekda
terkini dan menyusun Kabupaten Malang dan
laporan kejadian Bupati Malang untuk
menetapkan kondisi
Darurat Bencana
75
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh:
76
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh Templat :
-------- Kop Surat Pemerintah Daerah --------
Lembar Komitmen
Kami yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan akan melaksanakan langkah - langkah sebagai
tindak lanjut dari Kegiatan Penyusunan Dokumen Rencana Kontingensi Kab. Malang Provinsi Jawa
Timur yang dilaksanakan di Hotel Grand Mercure Malang Jl. Raden Panji Suroso No.7, Purwodadi,
Kec. Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, pada tanggal 1 Desember 2021, dengan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada tabel di bawah ini:
NO KEGIATAN
1. Diseminasi Rencana Kontingensi Ancaman Bencana Tsunami
2. Uji coba Rencana Kontingensi melalui simulasi dan gladi
3. Pemutakhiran data secara berkala Rencana Kontingensi setidak-tidaknya sekali setiap tahun
4. Perpanjangan masa berlaku suatu Rencana Kontingensi apabila sampai pada akhir masa
berlakunya bencana yang direncanakan tanggapan daruratnya tidak terjadi
5. Aktivasi dengan penyesuaian Rencana Kontingensi menjadi Rencana Operasi Penanganan
Darurat Bencana pada saat terjadi bencana
6. De-aktivasi Rencana Kontingensi dengan menyatakannya tidak berlaku jika sampai pada akhir
masa berlakunya tidak terjadi bencana
7. Aktivasi kembali Rencana Kontingensi yang telah dinyatakan tidak berlaku untuk dapat
dijadikan Rencana Operasi dengan pemutakhiran seperlunya jika sewaktu- waktu diperlukan
77
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
Contoh templat:
BERITA ACARA
PENYUSUNAN RENCANA KONTINGENSI
MENGHADAPI BENCANA ...........................................
78
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
1 Nama Organisasi :
Unit/Divisi/Bagian :
Alamat :
No. Telpon/Faksimili :
Email :
3 Tugas-fungsi organisasi :
(mandat)
Cakupan wilayah kerja :
B. Peran Kebencanaan
1 Tugas-fungsi organisasi :
(mandat)
2 Peran dalam Pra-Bencana :
(normal)
3 Kepentingan terkait :
kebencanaan
4 Peran Saat Bencana (Penganggulangan Kedaruratan Bencana)
Sebelum status bencana :
ditetapkan
Dalam status 'siaga darurat' :
Dalam status 'tanggap darurat' :
Dalam status 'transisi darurat' :
5 Peran dalam Pasca Bencana :
(pemulihan)
79
Pedoman Perencanaan Kontingensi 5.0
C.Sumberdaya Organisasi
1. Sumberdaya Manusia
Jumlah
No Jenis Keahlian Lokasi Personil Kontak Keterangan
Personil
2. Peralatan
No Jenis Jumlah Kondisi Lokasi Kontak Keterangan
3. Logistik (bahan/sediaan)
No Jenis Jumlah Kondisi Lokasi Kontak Keterangan
Contoh:
80
BAB 6. PENUTUP
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi panduan atau acuan bagi pemangku kepentingan baik
pemerintah, pemerintah provinsi/kabupaten/kota maupun organisasi kemasyarakatan dalam
memfasilitasi penyusunan perencanaan kontingensi. Rencana kontingensi sebagai sebuah
dokumen yang berisi komitmen bersama para pemangku kepentingan dalam penanggulangan
bencana, maka proses dan mekanisme penyusunannya sesuai dengan aturan yang sudah
ditetapkan dalam pedoman ini. Hal-hal yang belum tercantum dalam pedoman ini, akan
dimuat dalam petunjuk pelaksanaan penyusunan rencana kontingensi. Pedoman ini berlaku
sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila terdapat perubahan akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.