Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya panjatkan puja dan puji


syukur atas kehadiran-Nya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan Rahmat,
Taufik, Hidayah, dan Inayahnya, kepada kita sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
tentang “Adab Berjalan, Berpakaian, Makan dan Minum” untuk memenuhi tugas dari
Mata Kuliah Pendidikan Aqidah Akhlak.

Tidak lupa pula, marilah kita hadiahkan Shalawat kita kepada Baginda Nabi Besar,
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membawa kita dari zaman yang penuh
kegelapan hingga dapat sampailah kita disini untuk bisa membaca dan memahami ilmu
pengetahuan.

Makalah ini telah saya susun dengan usaha semaksimal mungkin dan mendapatkan
bantuan dari setiap orang sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terima kasih
banyak kepada setiap orang yang telah membantu membuat makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan,
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Langsa, 10 Desember 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 3
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
A. Hakikat Budaya ............................................................................................................ 5
1. Pengertian Budaya .................................................................................................... 5
2. Karakteristik Budaya ............................................................................................... 7
3. Karakteristik Budaya ............................................................................................... 9
B. Hubungan antara Unsur-Unsur Budaya dalam Masyarakat ................................. 10
C. Dinamika Unsur-Unsur Budaya ................................................................................ 10
a. Peran Keluarga ........................................................................................................ 10
b. Peran Masyarakat ................................................................................................... 11
D. Gambaran Kehidupan Budaya Minangkabau ......................................................... 11
1. Budaya Minang ....................................................................................................... 11
E. Elemen Pokok Konseling dalam Lintas Budaya ...................................................... 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 14
B. Saran ............................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua orang yakin bahwa setiap daerah memiliki andil yang sangat besar
terhadap sebuah budaya. Macam-macam budaya di indonesia sangat beragam
sehingga satu dengan yang lainnya dapat saling mengenal dalam membantu
meningkatkan dan mengembangkan karakteristik juga sifat dari berbagai budaya serta
dapat mewujudkan suatu tujuan secara optimal. Keyakinan ini muncul karena
manusia adalah makhluk yang unik, yang dalam perkembangannya senantiasa
membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Semua itu
menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya,
demikian juga budaya, ketika suatu daerah memiliki budaya maka pada saat itu juga
ia menaruh harapan terhadap pengakuan dari budaya lain, agar budaya mereka dapat
berkembang secara optimal.
Budaya adalah bentuk daripada karakteristik milik bersama dengan hasil
belajar kemudian didasarkan pada lambang tertentu dan menentukan kehidupan, yang
menjadi panutan dan identifikasi bagi para masyarakat, dan lingkungannya. Oleh
karena itu, macam-macam budaya masyarakat indonesia dalam pengetahuan adalah
membantu para individu atau kelompok sosial yang sedang berkembang untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan
memahami maupun mencermati dalam kehidupan yang ada.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa hal yang menjadi bahanpembahasan pada makalah ini
adalah :
1. Sebenarnya apa itu Budaya?
2. Apa hubungan antara unsur budaya dengan masyarakat?
3. Apa saja Dinamika dari unsur-unsur Budaya?
4. Bagaimana Gambaran kehidupan Budaya Minang?
5. Apa Elemen Pokok dari Konseling dalam Lintas Budaya?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan ini adalah :
1. Mengetahui Hakikat dari Budaya.
2. Mengetahui Hubungan unsur budaya dalam masyarakat.
3. Mengetahui Dinamika dari unsur-unsur Budaya.
4. Mengetahui Kehidupan dari Budaya Minang.
5. Mengetahui Elemen pokok dari Konseling dalam Lintas Budaya.
BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Budaya
1. Pengertian Budaya
Kata budaya berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian budaya diartikan
sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Melville J. Herkovits
memandang budaya sebagai suatu yang superorganic karena dapat diwariskan
secara yang turun-temurun dari generasi ke generasi dan tetap hidup walaupun
orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa berganti. Sementara itu
Edward B. Taylor melihat budaya sebagai hal kompleks yang mencangkup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral hukum, adat-istiadat, kemampuan-
kemampuan, kebiasaan-kebiasaan atau semua hal yang dimiliki manusia sebagai
anggota masyarakat.
Definisi budaya dapat didekati dari beberapa macam pendekatan.
Pendekatan pendekatan itu seperti pendekatan antropologi, psikologi bahkan dari
pendidikan. Salah satu tokoh antropologi yaitu E. B. Tylor (dalam Ahmadi, 1986;
Soekanto, 1997) mendefinisikan budaya sebagai berikut, budaya adalah
keseluruhan yang komplek, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan yang lain,
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Para ahli
antropologi lainnya, mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu bentuk perilaku,
suatu hubungan atau interaksi antara manusia yang di dalamnya terdapat
keyakinan, nilai nilai dan peraturan (Graves, 1986: Rose et all, 1982; Spradley,
1979; McDermot, 1980; Brislin, 1981; Linton, 1939. Dalam Herr, 1989).
Kluckhohn (dalam Rosjidan:1995) mendefinisikan budaya sebagai berikut:
Budaya terdiri dari berbagai pola tingkah laku, eksplisit dan implisit, dan
pola tingkah laku itu (diperoleh dan dipindahkan melalui simbol, merupakan
karya khusus kelompok kelompok manusia, termasuk penjelmaannya dalam
bentuk hasil budi manusia; inti utama budaya terdiri dari ide ide tradisional,
terutama nilai nilai yang melekatnya; sistem budaya pada satu sisi dapat
dipandang sebagai hasil perbuatan, pada sisi lain, sebagai pengaruh yang
menentukan perbuatan perbuatan selanjutnya.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan budaya sebagai
semua hasil karya rasa dan cipta masyarakat. Contoh hasil karya masyarakat
adalah teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material
culture). Budaya kebendaan itu diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya. Contoh hasil rasa yang meliputi jiwa manusia adalah segala kaidah dan
nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan secara
umum dan luas. Rasa meliputi agama, ideologi, kebatinan, kesenian dan semua
unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia sebagai anggota masyarakat.
Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang
yang hidup dimasyarakat. Contoh hasil cipta manusia antara lain filsafat dan ilmu
pengetahuan. Semua karya, rasa dan cipta ini diakui oleh manusia dan
dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan sebagai besar atau seluruh masyarakat.
Dari berbagai definisi diatas, dapat kita simpulkan bahwa budaya merupakan
sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat didalam
pikiran manusia. Lebih lanjut, tokoh pendidikan nasional kita bapak Ki Haiar
Dewantara (1977) memberikan definisi budaya sebagai berikut:
Budaya berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia
terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan jaman (kodrat dan masyarakat),
dalam mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai bagal
rintangan dan kesukaran didalam hidup penghidupannya, guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan, yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Pendapat Ki Hajar Dewantara diperkuat oleh Soekanto (1997) dan Ahmadi
(1996) yang mengarahkan budaya dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah yang
merupakan suatu bentuk jamak kata "buddhi" yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan diartikan sebagai hal hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Lebih ringkas, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, mendefinisikan budaya
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari definisi di atas, tampak bahwa suatu budaya tertentu akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat tertentu (walau bagaimanapun kecilnya).
Dengan demikian, Suatu hasil budaya kelompok masyarakat tertentu akan
dianggap lebih tinggi dan bahkan mungkin lebih diinginkan. Hal ini dilakukan
agar kelompok masyarakat tertentu itu memiliki derajat atau tingkatan yang lebih
baik dari "tetangganya".
Nilai selalu berhubungan dengan hal hal yang bersifat baik atau buruk,
bagus atau jelek, positif atau negatif, indah atau buruk. Karena nilai berkaitan erat
dengan keyakinan yang dimiliki oleh individu, maka hal tersebut akan terkait pula
dengan bagaimana individu mengadopsi nilai nilai. Sedangkan apa yang telah
diadopsi tersebut akan ditampakkan dalam wujud perilaku, sikap, ide ide serta
penalaran. Dengan demikian, antara individu yang satu dengan individu yang lain
dapat mempunyai perbedaan walau mereka berasal dari latar budaya yang sama.

2. Karakteristik Budaya
Secara umum, budaya-budaya masyarakat di dunia memiliki beberapa
karakteristik umum. Diantaranya adalah bahwa budaya merupakan milik bersama,
merupakan hasil belajar, didasarkan pada lambang dan terintegrasi.
1) Budaya adalah milik bersama, artinya bahwa unsur-unsur yang
tercakup dalam budaya, seperti ide, nilai dan pola perilaku,
dijalankan dan dipelihara bersama-sama oleh seluruh anggota
masyarakat. Dengan demikian pandangan atau tindakan-tindakan
tertentu yang hanya dilakukan satu orang bukanlah sebuah pola
budaya, melainkan hanyalah sebuah kebiasaan pribadi. Contohnya
kebiasaan seorang yang makan nasi dengan dicampur pisang
bukanlah suatu budaya. Budaya dihayati dan dijalankan bersama
oleh seluruh anggota masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu
masyarakat akan mudah memahami tindakan individu dalam
kelompoknya. Selain itu, karena memiliki budaya yang sama,
anggota masyarakat yang satu dapat meramalkan atau
memperkirakan perbuatan anggota lainnya dalam situasi tertentu
didalam kelompoknya, lalu mengambil tindakan yang sesuai.

2) Budaya merupakan hasil belajar, artinya semua unsur budaya


adalah hasil belajar dan bukan warisan biologis (dibawa sejak
lahir). Dengan demikian, budaya suatu masyarakat dapat berbeda
dengan budaya dari masyarakat lainnya. Contoh, orang indonesia
makan dengan menggunakan sendok dan orang cina makan dengan
menggunakan sumpit. Kedua pola perilaku ini tidak dibawa
seseorang sejak ia lahir, tetapi merupakan hasil belajar dari pola
perilaku generasi sebelumnya. Seseorang mempelajari budaya
dengan cara ikut serta menjadi besar didalam budaya tersebut.
Ralph Linton mengatakan bahwa budaya adalah warisan sosial
sosial umat manusia. Artinya, budaya diwariskan melalui
hubungan-hubungan sosial yang terus menerus. Proses penelusuran
budaya dari suatu generasi ke generasi yang lainnya disebut
enkulturasi atau pembudayaan.

3) Budaya didasarkan pada lambang, artinya seorang ahli


antropologi, Leslie White mengemukakan bahwa semua perilaku
manusia dimulai dengan penggunaan lambang-lambang tertentu.
Sebagaimana kita ketahui kekuatan dan ketaatan individu atau
kelompok dapat dibangkitkan dengan adanya lambang-lambang,
seperti lambang keagamaan, seni, politik dan ekonomi. Aspek
simbolis yang terpenting dari gambar budaya adalah bahasa.
Bahasa telah berhasil menggantikan objek gambar dengan lambang
berupa bunyi-bunyi yang memiliki makna yang berbeda-beda.
Stanley Salthe menegaskan bahwa bahasa simbolis adalah
fundamen atau dasar tempat budaya manusia dibangun. Unsur-
unsur budaya seperti struktur politik, agama, kesenian, organisasi
ekonomi, tidak mungkin ada tanpa lambang-lambang. Dengan
menggunakan bahasa itulah manusia dapat meneruskan budaya
dari generasi yang satu kepada generasi yang lain.
3. Karakteristik Budaya
Secara umum, sifat-sifat budaya adalah sebagai berikut :
1) Budaya bersifat universal, akan tetapi perwujudan kebudayaan
memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun
lokasinya. Masyarakat dan budaya adalah dwitunggal yang tidak
dapat di pisahkan. Hal ini mengakibatkan setiap masyarakat pasti
memiliki kebudayaan. Jadi, budaya bersifat universal, yakni
sebagai atribut setiap masyarakat didunia ini. Namun demikian,
setiap budaya memiliki ciri-ciri khusus berdasarkan latar belakang
atau pengalaman-pengalamannya. Contoh, Ahmad dari indonesia
dan James dari inggris sama-sama memiliki kebudayaan (bersifat
universal).
2) Budaya bersifat stabil dan dinamis. Setiap budaya pasti mengalami
perubahan atau perkembangan, walaupun kecil dan seringkali tidak
dirasakan oleh anggota-anggotanya. Coba perhatikan corak pakaian
potret nenek Anda ketika masih muda, lalu bandingkan dengan
corak pakaian Anda saat ini! Tentu berbeda. Itulah contoh kecil
perubahan dalam masyarakat. Umumnya , unsur kebendaan seperti
teknologi lebih terbuka untuk sebuah proses perubahan,
dibandingkan dengan unsur rohani seperti moral dan agama.
3) Budaya cenderung mengisi dan menentukan jalannya kehidupan
manusia walaupun jarang disadari oleh manusia itu sendiri. Budaya
merupakan atribut manusia. Namun, tidak mungkin seseorang
mengetahui dan meyakini seluruh unsur budayanya. Betapa sulit
bagi seorang untuk mengetahui seluruh unsur-unsur budaya yang
didukung oleh masyarakat. Sebagai contoh, jarang kita temukan
orang yang berasal dari indonesia misalnya yang mengetahui
unsur-unsur budaya indonesia sehingga sekecil-kecilnya. Padahal
budaya tersebut menentukan arah serta perjalanan hidupnya.
B. Hubungan antara Unsur-Unsur Budaya dalam Masyarakat
1) Peralatan dan perlengkapan hidup, teknologi muncul sebagai cara-cara
manusia untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, sebagai cara-cara manusia
untuk mengorganisasikan masyarakat, serta sebagai cara-cara manusia untuk
mengekspresikan rasa keindahan.
2) Sistem mata pencaharian berburu dan meramu, beternak, bertani, dan
menangkap ikan.
3) Sistem kemasyarakatan kekerabatan, organisasi sosial, bahasa, kesenian.
4) Sistem Ilmu dan Pengetahuan, secara sederhana pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat keadaan dan harapan-
harapan.
5) Sistem kepercayaan (religi), dalam suku-suku bangsa indonesia saat ini sistem
kepercayaan dipengaruhi oleh kehadiran agama-agama besar yakni islam,
katolikk, protestan, hindu dan budha. Dari keseluruhan uraian tentang unsur-
unsur kebudayaan diatas, terlihat bahwa unsur-unsur kebudayaan tersebut
tidaklah berdiri sendiri.

C. Dinamika Unsur-Unsur Budaya


a. Peran Keluarga
Proses kepemilikan (sosialisasi) budaya dari generasi ke generasi tidak
bersifat herediter. Proses kepemilikan budaya antar generasi melalui proses belajar
(Ihrom, 1988). Hal ini menunjukkan bahwa peran orang yang lebih tua akan
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan budaya itu sendiri. Pengertian
sosialisasi dalam bahasan ini adalah suatu proses yang harus dilalui manusia muda
untuk memperoleh nilai nilai dan pengetahuan mengenai kelompoknya dan belajar
mengenai peran sosialnya yang cocok dengan kedudukannya di situ (Goode,
1991).
b. Peran Masyarakat
Dari peran lingkup sosial yang paling kecil, selanjutnya akan kita bahas
peran lingkup sosial yang berikutnya, yaitu masyarakat. Masyarakat merupakan
suatu kesatuan dari beberapa keluarga inti yang mempunyai ciri ciri yang hampir
sama. Masyarakat ini pada, umumnya tinggal di suatu daerah yang mempunyai
batas dengan dengan daerah daerah lainnya. Pada masyarakat tertentu, batasan
batasan ini biasanya dengan mempergunakan tembok tembok besar atau tanaman
tanaman bambu (Koentjaraningrat, 1988). Pembatasan daerah yang satu dengan
daerah lain ini bertujuan agar ketenangan suatu masyarakat tertentu tidak terusik
oleh masyarakat yang lainnya. Pada masa lalu batasan atau pagar desa ini
mempunyai tujuan agar mereka tidak diserang oleh desa atau masyarakat lainnya
(Koentjaraningrat, 1988). Lebih daripada itu, pagar desa ini bertujuan agar mereka
dapat melestarikan budaya yang selama ini dianutnya.

D. Gambaran Kehidupan Budaya Minangkabau


1. Budaya Minang
Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang. Dalam percakapan
awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk
kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Prinsip adat
Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al-Qur'an)
yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam. Orang Minangkabau sangat menonjol
di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan
pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar
berdagang dan dinamis.
Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam
perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar,
seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya.
Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan,
Malaysia dan Singapura. Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang
populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia
bahkan sampai mancanegara.
E. Elemen Pokok Konseling dalam Lintas Budaya
Dalam mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akan dapat lepas
dari istilah konseling dan budaya. Pada paparan paparan terdahulu telah disajikan
secara lengkap mengenai pengertian konseling dan pengertian budaya. Dalam
pengertian konseling terdapat empat elemen pokok yaitu (1) adanya hubungan, (2)
adanya dua individu atau lebih, (3) adanya proses, (4) membantu individu dalam
memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sedangkan dalam pengertian budaya,
ada tiga elemen yaitu (1) merupakan produk budidaya manusia, (2) menentukan ciri
seseorang, (3) manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Konseling lintas budaya (cross-culture counseling) mempunyai arti suatu
hubungan konseling dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar belakang
budaya, nilai nilai dan gaya hidup (Sue et al dalam Suzette et all 1991; Atkinson,
dalam Herr, 1939). Definisi singkat yang disampaikan oleh Sue dan Atkinson tersebut
ternyata telah memberikan definisi konseling lintas budaya secara luas dan
menyeluruh.
Dari pengertian di atas, maka konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika
antara konselor dan klien mempunyai perbedaan. Kita tahu bahwa antara konselor dan
klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar. Perbedaan budaya
itu bisa mengenai nilai nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. Perbedaan ini
muncul karena antara konselor dan klien berasal dari budaya yang berbeda. Konseling
lintas budaya akan dapat terjadi jika konselor kulit putih memberikan layanan
konseling kepada klien kulit hitam atau konselor orang Batak memberikan layanan
konseling pada klien yang berasal dari Ambon.
Layanan konseling lintas budaya tidak saja terjadi, pada mereka yang berasal
dari dua suku bangsa yang berbeda. Tetapi layanan konseling lintas dapat pula
muncul pada suatu suku bangsa yang sama. Sebagai contoh, konselor yang berasal
dari jawa Timur memberikan layanan konseling pada klien yang berasal dari jawa
tengah, mereka sama sama berasal dari suku atau etnis jawa. Tetapi perlu kita ingat,
ada perbedaan mendasar antara orang jawa Timur dengan orang Jawa Tengah.
Mungkin orang Jawa Timur lebih terlihat "kasar", sedangkan orang jawa Tengah lebih
"halus".
Dari contoh di atas, terlihat bahwa orang jawa Timur mempunyai nilai nilai
sendiri yang berhubungan dengan kesopanan, perilaku, pemikiran dan lain sebagainya
dan ini terbungkus dalam satu kata "kasar". Demikian pula individu yang berasal dari
jawa Tengah, tentunya dia akan membawa seperangkat nilai nilai, ide, pikiran dan
perilaku tertentu yang terbungkus dalam satu kata "halus". Kenyataannya, antara
"halus" dan "kasar" itu sulit sekali untuk disatukan dalam kehidupan sehari. Ini akan
menjadi permasalahan tersendiri dalam proses konseling.
Dalam praktik sehari-hari, konselor pasti akan berhadapan dengan klien yang
berbeda latar belakang sosial budayanya. Dengan demikian, tidak akan mungkin
disamakan dalam penanganannya (Prayitno, 1994). Perbedaan perbedaan ini
memungkinkan terjadinya pertentangan, saling mencurigai, atau perasaan perasaan
negatif lainnya. Pertentangan, saling mencurigai atau perasaan yang negatif terhadap
mereka yang berlainan budaya sifatnya adalah alamiah atau manusiawi. Sebab,
individu akan selalu berusaha untuk bisa mempertahankan atau melestarikan nilai
nilai yang selama ini dipegangnya. Jika hal ini muncul dalam pelaksanaan konseling,
maka memungkinkan untuk timbul hambatan dalam konseling.
Jika kita memakai pengertian tersebut di atas, maka semua proses konseling
akan dikatagorikan sebagai konseling lintas budaya (Speight et all, 1991; Atkinson,
dalam Herr, 1939). Hal ini disebabkan setiap konselor dan klien adalah pribadi yang
unik. Unik dalam hal ini mempunyai pengertian adanya perbedaan perbedaan tertentu
yang sangat prinsip. Setiap manusia adalah berbeda (indivi¬dual deferences). Hal lain
yang berhubungan dengan definisi konseling lintas budaya adalah bagaimana
konselor dapat bekerja sama dengan klien? Dalam melakukan hubungan konseling
dengan klien, maka konselor sebaiknya bisa memahami klien seutuhnya. Memahami
klien seutuhnya ini berarti konselor harus dapat memahami budaya spesifik yang
mempengaruhi klien, memahami keunikan klien dan memahami manusia secara
umum/universal (Speight, 1991).
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa macam-macam budaya
masyarakat indonesia khususnya Minang dan Sunda dalam konseling lintas budaya
sangat penting karena sebagai manusia yang berintelektual/berfikir harus bisa
memahami macam-macam budaya secara konteksional dalam aktifitas pengembangan
yang di rencanakan untuk membantu masyarakat dalam melakukan tugas-tugasnya
sebagai masyarakat, dengan harapan dapat saling memahami nilai-nilai pribadi serta
asumsinya tentang perilaku manusia dan mengenali bahwa tiap manusia berbeda.
Dalam melaksanakan konseling dengan klien, konselor harus sadar penuh terhadap
nilai-nilai yang dimilikinya. Konselor harus sadar bahwa dalam melaksanakan
konseling, konselor tidak akan bisa lepas dari nilai nilai yang dibawa dari lingkungan
di mana dia berada, juga nilai nilai yang sesuai dengan tugas perkembangannya.
Namun, saat ini upacara-upacara adat tersebut sudah amat jarang ditemui,
karena sangat sedikit masyarakat yang masih menggelar upacara-upacara-upacara
tersebut yang mungkin memang sangat rumit prosesi pelaksanaannya. Hal ini
disebabkan oleh lunturnya nilai budaya yang tertanam dalam masyarakat itu sendiri.

B. Saran
 Hendaknya sebagai masyarakat yang berbudaya harus dapat menjaga dan
melestarikan kebudayaan yang kita miliki, khususnya kebudayaan daerah masing-
masing.
 Hendaknya sebagai masyarakat yang berbudaya kita patut mengenali kebudayaan
yang kita miliki, sebelum kita memperkenalkan kekayaan budaya yang kita miliki
kepada bangsa lain.
 Indonesia kaya akan keragaman budaya, namun, kekayaan tersebut tidak akan
bernilai tambah apabila tidak dilestarikan dan dimanfaatkan secara baik, dan
benar.
 Jangan biarkan kebudayaan yang kita miliki mengalami kepunahan, tanamkan
nilai kebudayaan di dalam diri kita masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Cassier, Ernst. 1990. Manusia dan Kebudayaan, Sebuah Esai tentang Manusia. Jakarta: PT
Gramedia.
Dewantara, KH. 1977. Pendidikan 9(cetakan kedua). Yogyakarta: Majalis Luhur Persatuan
Taman Siswa.
Koentjaraningrat. 1988. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Koentjaraningrat. 1990. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta : Djambatan.
Maryati, kun dan Suryawati, juju. 2001. Sosiologi SMA dan MA Kelas XI. Jakarta : PT
Gelora Aksara Pratama.
Lubis, lysna. 2010. Bahan Ajar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta:UNJ.

Anda mungkin juga menyukai