1. Jelaskan konsep konsep pendidikan IPS ditinjau dari :
a. konsep filosofis Jawab : Konsep dasar filosofis merupakan proses pendidikan di sekolah sejati adalah bagaimana mengatarkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik serta dapat berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Secara teoritis, pendidikan IPS membawa misi misi tersebut untuk dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang memiliki kecerdasan sosial yang mumpuni (sosial smart) sesuai dengan jati diri karakter bangsa Indonesia (Sumantri, 2001). Suud 2008 menyatakan tujuan pendidikan IPS yang sesungguhnya adalah untuk mengembangkan pribadi peserta didik menjadi aktor sosial yang cerdas (intelegence social actor). Oleh sebab itulah maka perlu dijelaskan terlebih dahulu konsep-konsep dasar dalam IPS secara akademis lebih terperinci dan mendalam untuk tujuan Pendidikan. Konsep- konsep dasar tersebut akan bahwa kita cara aplikatif. Karena mempelajari IPS berarti kita akan menghadirkan secara praktik sosial (social practice) materi kajian IPS untuk dapat diimplementasikan pada kehidupan nyata (real of life). Jadi filosofis sendiri merupakan sebuah perjalanan hidupnya apakah manusia akan memilih jalan kehidupan yang individualis dengan hidup dengan segala kemewahan duniawi yang menjadi parameter kesuksesan dunia (materialisme oriented) sebagaimana telah banyak dijelaskan dalam filsafat Karl Marx (Marx dan Engels, 1989; Sayers; Creaven, 2001; Ritzer dan Goodman, 2004; Ritzer dan Smart, 2008). Ataukah memilih jalan sunyi menyepi, menjauh dari keramaian hiruk piruk dunia dengan memfokuskan diri pada olah batin, rohani dan olah spiritual yang senantiasa haus ingin selalu berintim dengan Tuhan. Ataukah memiliki kehidupkan sosial sebagai sarana panggilan atau calling untuk melayani umat manusia. Artinya, menjadikan kehidupan sosial sebagai ladang amal dan ibadah kita. Itu dapat dicapai manakala kehidupan kita secara rasional dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sosial kita Pengembangan suatu kurikulum haruslah memiliki landasan filosofis, dimaksudkan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implimentasinya. Filsafat pendidikan mengandung suatu nilai-nilai atau cita-cita masyarakat, berdasarkan cita-cita tersebut terdapat sebuah landasan, yang tidak lain mau dibawa kemana arah pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsif – prinsif pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok (1) Cita-cita masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan utama dalam mengembangkan kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan Filosofis. b. konsep masyarakat Jawab : Konsep masyarakat disini memiliki keterkaitan dengan IPS karena masyarakat merupakan makluk sosial yang berjiwa sosial sehingga membutuhkan pengetahuan IPS untuk pedoman dalam kehidupan sosial di lingkungan. IPS sebagai program pendidikan dan bidang pengetahuan, tidak hanya menyajikan pengetahuan sosial semata-mata, melainkan harus pula membina peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga negara yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan pembelajaran IPS untuk memicu daya dukung ketercapaian peserta didik pada penguatan nilai- nilai kekritisan siswa masih sangat perlu dilakukan. Pengembangan pembelajaran berbasis kritis tersebut sebagai jawaban atas kontruksi masyarakat yang selama ini menganggap bahwa materi pelajaran pada studi IPS lebih menekankan pada hafalan monoton dan membosankan. Seyogianya temuan-temuan di atas harus segera mungkin dapat ditangkap oleh pemerintah terutama pemegang kebijakan kurikulum pendidikan tingkat dasar dan menengah untuk bergerak cepat memperbarui kurikulum pendidikan IPS yang sudah tidak sesuai dengan realitas sosial saat ini. Pendidikan IPS yang harus dikembangkan adalah mengendapankan pada pemecahan problem- promblem sosial masyarakat. Dengan demikian, siswa setelah mendapat pengetahuan dari mata pelajaran tersebut diharapkan menjadi aktor-aktor sosial yang cerdas (intellegence social actor) sehingga dapat menjadi warga negara yang baik. c. konsep pendidikan IPS di Indonesia Jawab : Konsep pendidikan IPS di Indonesia telah beberapa kali mengalami pembaruan. Sejarah munculnya mata pelajaran IPS dalam Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia pertama kali muncul dalam kurikulum 1975 pada tingkatan SD, SMP, dan SMA. Sejarah perkembangan pendidikan IPS pada waktu itu masih dianggap reaktif baru. Oleh karena masih dalam tatanan pengembangan awal maka materi pelajaran IPS pada awalnya bersifat terpadu. Keterpaduan disini dimaknai bahwa materi pembelajaran IPS masih memadukan materi-materi seperti geografi, sejarah, PKn, ekonomi, hukum antropologi, dan sosiologi. Beberapa definisi istilah IPS pun telah dirumuskan bersama oleh para pakar pendidikan ilmu sosial beberapa istilah IPS tersebut meliputi ilmu sosial yang kemudian sering disebut dengan (social sciences), studi sosial (social studies) dan ilmu pengetahuan sosial (IPS). Masing- masing definisi telah banyak dipergunakan baik di berbagai negara Barat maupun di Indonesia sendiri yang selanjutnya dimaknai sebagai mata pelajaran IPS. Definisi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut a) Ilmu sosial (social science) Ilmu Sosial dimaknai sebagai disiplin ilmu pengetahuan sosial yang dalam pengkajiannya dilaksanakan secara ilmiah. Ahmad Sanusi (dalam Saidihardjo, 1996 : 2) memberikan batasan tentang ilmu sosial sebagai berikut: “ Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”. Ilmu Sosial lebih spesifik memandang bahwa ilmu sosial adalah disiplin ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial yang akan selalu berinteraksi dengan masyarakat, baik itu secara kelompok maupun secara individual yang bersama-sama membentuk masyarakat. b) Studi sosial (social studies) Bila cabang ilmu sosial mempelajari secara akademis tentang cabang- cabang keilmuannya maka studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Dalam kerangka kerja pengkajiannya, studi sosial menggunakan bidang-bidang keilmuan yang termasuk ilmu sosial. Problem-problem sosial adalah sebagai penumpang materi dari kajian studi sosial. Dalam perspektif definisi studi sosial ini Sanusi (19071 : 18) memberi penjelasan bahwa studi sosial tidak selalu bertaraf akademik-universitas, namun lebih merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar. Selanjutnya dalam berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan atau jenjang berikutnya kepada disiplin ilmu sosial. Studi sosial lebih bersifat interdisipliner dengan menetapkan pilihan masalah-masalah tertentu berdasarkan suatu kerangka referensi dan meninjaunya dari beberapa sudut sambil mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu dengan lainnya. c) Ilmu pengetahuan sosial (IPS) Ilmu pengetahuan sosial di Indonesia mulai digagas dan dipergunakan dalam kurikulum 1975 dan dibakukan menjadi nama IPS. Studi IPS di Amerika Serikat dinamai dengan “Sosial Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “committee of social studies” yang didirikan pada 1913. Tujuan awal dari berdiri pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmu-ilmu sosial yang mempunyai minat yang sama. Nama komite itulah yang kemudian digunakan sebagai nama kurikulum yang mereka hasilkan. Berbagai persoalan sosial yang semakin kompleks melanda Amerika Serikat waktu itu menjadikan para ilmuwan dan akademisi sosial berkumpul membentuk asosiasi sehingga lahirlah bidang studi social studies. Nama studies menjadi semakin terkenal pada 1960-an, ketika pemerintah mulai memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut (Somantri, 2001; Abu Su’ud, 2008; Pramono, 2013)