Anda di halaman 1dari 3

Pada kedua gambar diatas merupakan peta kecepatan kecepatan V1 dan V2 diatas dibuat

menggunakan software bernama Surfer. Peta tersebut diolah menggunakan data Offset (x), data
kedalaman (y) dan data kecepatan (z) yang sebelumnya diolah menggunakan excel. Dari data
lintasan 1 sampai lintasa ke 10, dimana kedua gambar diatas menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara V1 dan V2. Peta kecepatan V1 metode Plus Minus memiliki rentan kecepatan
150 m/s sampai 400 m/s yang dikategorikan menjadi 3, yaitu kecepatan rendah yang memiliki
indeks warna ungu sampai biru (150 - 220 m/s), kecepatan sedang memiliki indeks warna hijau
sampai kuning (230 – 320 m/s) dan kecepatan tinggi yang memiliki indeks warna jingga-merah
(330 - 400 m/s). Peta kecepatan V2 metode Plus Minus memiliki rentang kecepatan 0 m/s
sampai 1800 m/s yang dikategorikan menjadi 3, yaitu kecepatan rendah yang memiliki indeks
warna ungu sampai biru (0 - 500 m/s), kecepatan sedang memiliki indeks warna hijau sampai
kuning (600 - 1200 m/s) dan kecepatan tinggi yang memiliki indeks warna jingga-merah (1300 –
1800 m/s).

Pada peta kecepatan v1 dan v2 ini dapat kita interpretasikan kekompakan batuannya
berdasarkan kecepatan tiap lintasannya. Pada peta kecepatan v1 dapat kita lihat pada lintasan
pertama memiliki warna biru – ungu dengan kecepatan 190 – 150 m/s, lintasan kedua ini
memiliki warna biru – hijau muda 200 – 280 m/s, lintasan ketiga memiliki warna orange 350 -
360 m/s, lintasan keempat memiliki warna hijau 270 – 280 m/s, lintasan kelima memiliki warna
merah 380 – 400 m/s, lintasan keenam memiliki warna merah keorenan 360 m/s, lintasan ketujuh
memiliki warna kuning keorenan 340 m/s, lintasan kedelapan memiliki warna orange 350 – 360
m/s, lintasan kesembilan memiliki warna hijau 240 - 260 m/s, lintasan kesepuluh memiliki warna
hijau 250 – 290 m/s. Pada peta kecepatan v2 dapat kita lihat pada lintasan pertama memiliki
warna biru dengan kecepatan 500 m/s, lintasan kedua ini memiliki warna biru – hijau 500 - 600
m/s, lintasan ketiga memiliki warna merah 1500 - 1700 m/s, lintasan keempat memiliki warna
biru – hijau 400 – 600 m/s, lintasan kelima memiliki warna biru 300 – 400 m/s, lintasan keenam
memiliki warna merah hijau 600 - 700 m/s, lintasan ketujuh memiliki warna biru 400 m/s,
lintasan kedelapan memiliki warna biru 400 m/s, lintasan kesembilan memiliki warna hijau
kebiruan 500 m/s, lintasan kesepuluh memiliki warna hijau 700 m/s. Berdasarkan kecepatan
masing masing lintasan dapat kita interpretasikan berdasarkan asumsi seismik dimana kecepatan
gelombang bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman maka dari itu berdasarkan v1
lintasan kelima merupakan lintasan paling dalam karena memiliki kecepatan yang paling besar
dan lintasan pertama merupakan lintasan paling dangkal karena memiliki paling kecil. Pada peta
kecepatan v2 lintasan ketiga merupakan lintasan paling dalam karena memiliki kecepatan yang
paling besar dan lintasan kelima merupakan lintasan paling dangkal karena memiliki paling
kecil. Selain itu berdasarkan asumsi seismik semakin bertambahnya kedalaman maka batuan
lapisan paling kompak maka dari itu pada peta kecepatan v1 lintasan kelima merupakan lapisan
batuan paling kompak sedangkan pada peta kecepatan v2 lintasan ketiga merupakan lapisan
batuan paling kompak.

Berdasarkan klasifikasi Jakosky pada peta kecepatan V1 dapat kita interpretasikan


litologinya berdasarkan kecepatan dimana litologinya berupa soil karena rentang kecepatannya
berkisar 305 – 610 m/s. Pada peta kecepatan v2 ini dapat kita interpretasikan litologinya
berdasarkan kecepatan dimana litologinya berupa soil dengan indeks warna biru hingga biru
kehijauan karena rentang kecepatannya soil yang berkisar 305 – 610 m/s. Lalu pada kecepatan
dengan indeks warna biru hingga kuning memiliki litologi krikilan dengan kecepatan berkisar
468 – 915 m/s. Lalu pada kecepatan dengan indeks warna hijau hingga merah memiliki litologi
berupa batupasir dengan kecepatan berkisar 610 – 1830 m/s. Berdasarkan litologi tersebut dapat
kita kaitkan dengan kekompakan batuannya dimana semakin kompak suatu batuan makan energi
atau gelombang memiliki cepat rambat semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada peta kecepatan
v1 lintasan kelima memiliki kekompakan batuan yang besar sehingga dapat diasumsikan
daerahnya terhindar dari longsor, selain itu pada daerah timur laut merupakan daerah yang rawan
longsor karena kecepatannya rendah dan juga litologi penyusunnya kurang kompak. Pada peta
kecepatan v2 lintasan ketiga memiliki kekompakan batuan yang besar sehingga dapat
diasumsikan terhindar dari longsor dilihat dari litologinya berupa batupasir dan pada peta
kecepatan v2 ini dapat dilihat bahwa daerah barat laut merupakan daerah rawan longsor karena
memiliki kecepatan yang rendah dan litologi yang kurang kompak. Adanya litologi yang kurang
kompak pada daerah miring dapat menjadi material longsoran dimana kohesitas tanah yang
rendah dapat membuat air menembus sampai tanah yang kedap air yang nantinya berperan
sebagai bidang gelincir, maka tanah yang licin dan lunak dapat berperan sebagai material longsor
akan bergerak mengikuti kemiringan lereng karena faktor gravitasi dan juga curah hujan yang
tinggi di daerah penelitian pada bulan Desember, Januari, Februari. Selain itu pemicu longsor di
daerah ini juga didukung dengan adanya kemiringan lereng dimana semakin tinggi nilai
kelerengannya maka memungkinkan untuk terjadinya gerakan tanah, selain itu faktor pengontrol
struktur juga dapat menyebabkan terjadinya longsor di daerah ini dimana berupa sesar opak dan
patahan patahan minor di daerah cinomati dimana semakin dekat daerah tersebut dengan
keberadaan sesar maka semakin rawan daerah tersebut terjadi longsor. Selain itu tataguna lahan
daerah ini daerah ini juga mempengaruhi longsor dimana tegalan dan tanah terbuka pada daerah
ini sangat rawan akan terjadinya erosi sedangkan pada hutan tak sejenis merupakan daerah yang
paling tahan longsor karena tahan terhadap erosi.

Anda mungkin juga menyukai