Anda di halaman 1dari 6

TUGAS SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA

NAMA : ZUHDI DARMA


NPM : 2110018412043
TANGGAL : 18 MARET 2022

Sejarah ketatanegaraan di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu


periode pra kemerdekaan dan periode pasca kemerdekaan dan reformasi. Sistem
ketatanegaraan dan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda
adalah menggunakan asas dekonsentrasi. Dan pada masa pendudukan Jepang paham
militeristik menjadi model bagi pengaturan sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Setelah Indonesia Merdeka Sejarah ketatanegaraan di Indonesia dapat dibagi menjadi


beberapa periode, yaitu periode pra kemerdekaan dan periode pasca kemerdekaan Indonesia
serta Sistem setelah Era Reformasi

Pasca Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Maka periodisasi Ketatanegaraan Indonesia


dapat dibagi Menjadi

1. UUD 1945 (17 Agustus – 27 Desember 1949)

Sehari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, UUD 1945 disahkan pertama kali
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), pada saat itu dimulailah babak
baru penyelenggaraan ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945 bersamaan dengan
itu telah dipilih dan ditetapkan pula Presiden dan Wakil Presiden yaitu masing-
masing Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.

Sebagai kelengkapan pelaksanaan ketatanegaraan dan pelaksanaan pemerintahan


maka dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). KNIP berfungsi sebagai
pembantu presiden dalam tugas-tugas melaksanakan kedaulatan rakyat dan tugas
lembaga tinggi negara lainnya (MPR, DPR, dan DPA) sebelum badan itu
dibentuk. Keanggotaan KNIP sebanyak 135 orang yang mencerminkan dari
tokoh-tokoh perjuangan, tokoh agama, pemimpin partai,pemimpin masyarakat,
pemimpin ekonomi yang terkemuka. Kemudian tanggal 2 September dibentuk
dan dilantik oleh Ir. Soekarno kabinet pertama yang dipimpin langsung oleh Ir.
Soekarno.

Tanggal 16 Oktober 1945 wakil presiden mengeluarkan maklumat No. X Tahun


1945, yang menetapkan bahwa : “Bahwa KNIP, sebelum terbentuknya MPR dan
DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar dari pada
haluan negara”.

Menanggapi usul bahwa Menteri Menteri bertanggung Jawab kepada KNIP,


maka pada tanggal 14 Nopember 1945 kabinet presidensiil dibawah pimpinan Ir.
Soekarno meletakkan jabaan dan diganti oleh kabinet baru, dengan Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri, dan mulai saat itu kekuasaan eksekutif telah bergeser
dari presiden kepada perdana menteri.

2. Konstitusi RIS (27 Desember 1949– 17 Agustus 1950)

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945,


Belanda masih merasa berkuasa atas Hindia Belanda sebagai negara bekas
jajahan saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda. Pihak Belanda
pada waktu itu
beralasan:

a) Ketentuan Hukum Internasional. Dalam kaca mata Hukum Internasional, tak


ada perubahan mengenai status suatu wilayah yang sebelumnya pernah
diduduki oleh bangsa lain. Sehingga, Hindia Belanda yang dulu berada dalam
pendudukan Jepang menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Hindia Belanda
dianggap berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda selaku penguasa
semula lantaran Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

b) Perjanjian Postdan. Terselenggara menjelang berakhirnya Perang Dunia


II, perjanjian ini diadakan oleh Negara Sekutu dengan Jepang, Jerman, dan
Italia. Menurut perjanjian ini, setelah Perang Dunia II selesai, wilayah yang
diduduki oleh ketiga negara tersebut akan dikembalikan kepada penguasa
semula. Dengan mendasarkan diri pada ketentuan di atas, Belanda merasa
mempunyai kedaulatan atas HindiaBelanda secara de jure.
Pandangan ini pada akhirnya menimbulkan konflik senjata antara Tentara
Rakyat Indonesia (TRI) dengan NICA pada 10 Nopember 1946 di
Surabaya. Guna mengatasi konflik, Perundingan Linggar jati digelar pada 25
Maret 1947 di Linggarjati. Perundingan ini menetapkan;

1. Secara de facto Belanda mengakui penguasaan RI atas Jawa,


Madura dan Sumatra. Sementara wilayah wilayah lainnya berada
dalam penguasaan Belanda.
2. Indonesia dan Belanda berencana melakukan kerja sama dalam
membentuk RIS.
3. Indonesia dan Belanda berencana menciptakanUni Indonesia Belanda

Beragam penafsiran terhadap perjanjian Linggarjati menyulut terjadinya Agresi


Militer I pada 21 Juli 1947 dan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Dalam
perspektif Indonesia, Belanda melanggar sekaligus melakukan penyerbuan
terhadap wilayah
Negara Republik Indonesia yang sebelumnya telah mendapatkan pengakuan.
Atas dasar inilah, apa yang dilakukan oleh Belanda dianggap sebagai agresi.
Adapun Belanda menganggap bahwa meletusnya agresi militer tersebut
bertujuan menertibkan wilayah Kedaulatan Belanda. Bentrok senjata yang
terjadi antara Indonesia dan Belanda berhasil diatasi oleh Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) Keduanya akhirnya memilih genjatan senjata serta
menginisiasi Perjanjian Renville.

Peristiwa terbentuknya negara RIS diawali dari Konferensi Meja Bundar anatara
Belanda dan Indonesia di Den Haag dari tanggal 23 Agustus- 2 Novenber 1949
ialah kerajaan Belanda harus memulihkan kedaulatan atas wilayah Indonesia
kepada Pemerintahan Republik Indonesia Serikat. Dan pada hari yang sama pula
Republik Indonesia menyerahkan kedaulatan kapada Republik Indonesia Serikat
dan menjadi salah satu dari enam belas negara bagian dari Republik Indonesia
serikat.

Negara Serikat yang berbentuk federal merupakan baentukan dari Belanda seperti
Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Pasundan, Negara
Sumatra Selatan , Negara Jawa Timur, Negara Madura, dan lain-lain. Akan tetapi
walaupun berbentuk Negara Serikat yang terpisah-pisah rakyat tetap merasakan
sebagai Negara kesatuan yang tujuan  utamanya mempertahan Negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

3. UUDS 1950 (17 Agustus 1950- 5 juli 1959)

Seperti telah diketahui bahwa negara RIS adala hasil kompromi antara Indonesia
dengan Belanda dalam posisi terdesak Indonesia menerima RIS, namun Negara
RIS hasil dari KMB tidak sejalan dengan cita-cita dan perjuangan bangsa
Indonesia, maka pada tanggal 27 Desember 1949 dirintis untuk kembali kepada
Negara kesatuan dengan proses pemulihan kedaulatan

Maka pada tanggal 18 Agustus 1950, UUDS 1950 dinyatakan berlaku, UUDS
1950  ini sangat berbeda dengan UUDS 1945 hasil proklamasi terutama sistem
pemerintahan yang parlementer, kepada pemerintahan di pimpin oleh Perdana
Menteri. Pada periode ini Pemerintahan ini tidak stabil sering terjadi pergantian
pemerintahan, untuk itu diadakanlah Pemilihan Umum untuk Konstituante bulan
Desember 1955 yang diikuti oleh banyak partai politik, pada tanggal 10
November 1956 Presiden Soekarno membuka dengan resmi sidang pertama
Konstituante di Bandung. Presiden Soekarno meminta agar Konstituante agar
tidak terlalu lama bersidang untuk menghasilkan UUD. Tetapi setelah itu
Konstituante telah menjadi medan perdebatan yang tidak berkesudahan, medan
pertarungan bagi partai politik dan pemimpin-pemimpin politik mengenai
persoalan-persoalan prinsipil.

Dengan berlakunya UUDS 1950 ini maka Presiden dan Wakil Presiden tidak bisa
diganggu gugat, Menteri Menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah dan Presiden berhak membubarkan DPR.

4. Orde Lama (5 Juli 1959-11 Maret 1966)

Konstiuante telah menyelanggarakan sidang-sidang membahas rencana


penggantian UUDS 1950, akan tetapi kentyataanya Konstituante tidak berhasil
membuat rumusan tentang undang-undang dasar yang dapat dijadikan pengganti
UUDS 1950. Karena kemacetan kerja Konstituante maka pada tanggal 22 April
tahun 1959 Presiden menyampaikan amanat kepada Konstituante yang memuat
anjuran kepala negara dan pemerintahan untuk kembali kepapda UUD 1945.
Amanat Presiden diperdebatkan dalam suatu pemandangan umum sidang
Konstituante tanggal 29 April sampai 13 mei 1959 serta tanggal 16 sampai 26
Mei 1959.

Maka dengan pertimbangan keselamatan negara dan bangsa pada tanggal 5 Juli
1959 Presiden Soekarno mengumumkan ”Dekrit” yang berisi: pembubaran
Konstituante, penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi
UUDS 1950.

Dengan Dekrit Presiden 1959 maka; 1. Berlaku Kembali UUD 45 2.


Dibubarkannya Konstituante 3. Pembentukan MPRS dan DPAS. Pada periode ini
banyaka terjadi penyimpangan penyimpangan pelaksanaan UUD

5. Orde Baru (11 Maret 1966- 21 Mei 1998)

Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) adalah surah intruksi dari Presiden
Soekarno kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban
(Pangkopkamtib), Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu dalam mengatasi situasi keamanan, kestabilan pemerintahan, dan
jalannya proses revolusi.

Dengan adanya Supersemar ini maka Orde lama berakhir Orde Baru muncul.

1. Diawali dengan Supersemar


2. Orba bertekat menjalankan UUD 1945 & Pancasila secara murni &
konsekuen
3. Demokrasi Pancasila dibawah kepemimpinan Soeharto (Sistem
Presidensial)
4. Pemilu 5 tahun sekali tapi tidak demokratis
5. Kuatnya kekuasaan Presiden dalam menopang & mengatur seluruh proses
politik, terjadi sentralistik kekuasaan pada presiden
6. Pembangunan ekonomi terlaksana tapi tidak berbasis ekonomi kerakyatan
7. Indikator demokrasi tidak terlaksana yaitu rotasi kekuasaan eksekutif tidak
ada, rekrutmen politik tertutup, pemilu jauh dari semangat demokrasi, ham
terbatas, kebebasan politik dibatasi, kkn merajalela

Demikian sejarah Singkat Ketatanegaraan Indonesia mulai awal kemerdekaan sampai


dengan Supersemar.

Sumber:

1. http://www.e-jurnal.unisda.ac.id/index.php/mimbar/article/view/1864 (diakses tanggal


16 Maret 2022 jam 9.00 WIB
2. http://www.shintahappyyustiari.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/SEJARAH-
KETATANEGARAAN-INDONESIA1.pdf ( diakses tanggal 16 Maret 2022 Jam 9.00
WIB )
3. http://enitawahyuni.blogspot.com/2015/03/sejarah-ketatanegaraan-indonesia-
lengkap.html ( diakses tanggal 16 Maret 2022 Jam 9.00 WIB )

Anda mungkin juga menyukai