Anda di halaman 1dari 18

Mengenal Sumber

Bahan Baku dan


Metode Pembuatan
Biodiesel
BAB I

Sejarah Perkembangan Biodiesel

A. Definisi

Istilah biodiesel berasal dari dua kata yaitu, ‘bio’ dan ‘diesel’. Bio berarti bahan alami

yang berasal dari mahluk hidup, dapat berkembang biak sehingga dapat dengan mudah

diperbaharui serta mudah kembali untuk terurai di alam. Sedangkan diesel sebenarnya

berasal dari nama suatu mesin injeksi yang diciptakan oleh Rudolph Diesel.

Jadi, biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak nabati

atau hewani yang dapat bekerja pada mesin diesel konvensional, sekalipun tanpa perlu ada

modifikasi ataupun dengan penambahan converter kit (bahan pelindung). Komponen kimia

utama pembetuk biodiesel adalah senyawa ester yang memiliki rantai alkil metil atau etil.

Sebagai contoh, metil laurat, metil miristat, metil palmitat, metil oleat, dan lain-lain. Atau etil

laurat, etil miristat, etil palmitat, etil oleat, dan lain-lain.

B. Keunggulan-Keunggulan Biodiesel

Bioenergi seperti biodiesel dirasa cocok untuk mengatasi masalah energi karena

beberapa kelebihannya.

1. Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai solar, sehingga sangat

prospektif untuk dikembangkan.


2. Berdasarkan uji di laboratorium, biodiesel memiliki nilai angka setana (cetane

number) lebih tinggi (>57) daripada angka setana pada minyak kasar sehingga

efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar.

3. Bebas timbal dan senyawa karsinogenik serta dapat hancur di alam (biodegradable).

4. Dapat digunakan secara murni atau dicampur dengan solar dalam berbagai

perbandingan.

5. Bahan bakar ini merupakan sumber energi terbarukan (renewable energy) karena

terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui, dan dapat mengurangi

ketergantungan impor bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal.

C. Standar Mutu Biodiesel

Seperti halnya dengan bahan bakar lain, biodiesel juga memiliki standar mutu yang

diukur melalui beberapa parameter berikut:

1. Kekentalan (viskositas)

Viskositas atau kekentalan minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh

volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter kecil

tertentu. Nilai standar ASTM viskositas untuk bahan bakar biodiesel minimal sebesar

1,9 cSt dan maksimal 6,0 cSt pada 40oC.

2. Densitas

Densitas menunjukkan perbandingan berat per satuan volume, karakteristik ini

berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per

satuan volume bahan bakar. Densitas bahan bakar diesel diukur dengan menggunakan
metode ASTM D287 atau ASTM D1298 dan mempunyai satuan kilogram per

meter kubik (kg/m3).

3. Sisa karbon Conradson

Sisa karbon Conradson adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan

pembakaran habis. Sisa karbon Conradson ditentukan berdasarkan prosedur ASTM D

189 dengan nilai batas maksimum untuk biodiesel sebesar 0,05% berat.

4. Titik nyala (flash point)

Titik nyala adalah temperatur yang paling rendah yang harus dicapai dalam

pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika disinggungkan

dengan suatu nyala api. Nilai standar ASTM titik nyala untuk biodiesel minimal

adalah 100oC.

5. Titik tuang (pour point)

Nilai titik tuang dari biodiesel mengindikasikan kesesuaiannya untuk digunakan pada

musim dingin, dimana titik tuang yang tinggi mengakibatkan mesin sulit dinyalakan

pada temperatur rendah. Titik tuang ditentukan berdasarkan prosedur dalam ASTM D

97 dimana nilai maksimal adalah 65 oF.

6. Titik embun (cloud point)

Titik embun adalah suhu dimana mulai terlihatnya cahaya yang berwarna suram

relatif terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak diesel dalam proses

pendinginan. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metoda ASTM D 97.

7. Mutu penyalaan

Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika diinjeksikan ke

dalam pengisian udara tekan dalam silinder mesin diesel. Mutu penyalaan adalah
salah satu sifat yang paling penting dari bahan bakar diesel untuk dipergunakan

dalam mesin kecepatan tinggi. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan

memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus, tidak bising, terutama akan

menonjol pada beban ringan.

8. Bilangan setana (cetane number)

Mutu penyalaan diukur dengan indeks yang disebut setana. Bilangan setana bahan

bakar adalah persen volume dari setana dalam campuran setana dan alfa-metil

naftalena yang mempunyai mutu penyalaan yang sama dan bahan bakar yang diuji.

Setana mempunyai mutu penyalaaan yang sangat baik dan alfa-metil naftalena

mempunyai mutu penyalaaan yang buruk. Bilangan cetana 48 berarti bahan bakar

setana dengan campuran yang terdiri atas 48% setana dan 52% alfa-metil naftalena.

9. Belerang

Belerang dalam bahan bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas yang

sangat korosif yang diembunkan oleh dinding-dinding silinder, terutama ketika mesin

beroperasi dengan beban ringan dan temperatur silinder menurun. Kandungan

belerang dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 1,5 %.

10. Abu dan endapan

Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan mengeras yang

mengakibatkan keausan mesin. Kandungan abu maksimal yang diijinkan adalah

0,01% dan endapan 0,05%.


BAB II

Sumber Bahan Baku Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari sumber hayati, baik dari minyak

nabati, lemak, binatang, ganggang ataupun mikroalga. Namun, diantara bahan baku tersebut,

yang umum digunakan adalah minyak nabati atau lebih tepatnya adalah minyak yang

dikandung oleh tanaman-tanaman tertentu. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan minyak

nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai

berikut:

1. Sumber minyak nabati mudah diperoleh.

Indonesia merupakan negara tropis, kekayaan sumber daya alam hayatinya sangat

beragam sehingga Indonesia sangat berpotensi mengembangkan bahan bakar

biodiesel yang berasal dari minyak nabati.

2. Proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat

konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95%).

3. Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis

tanamannya.

Banyak penelitian yang telah dilakukan sebagai upaya menggali potensi sumber daya

alam Indonesia dalam menghasilkan energi alternatif masa depan ini. Dalam bab ini akan

dijelaskan beberapa minyak nabati dari berbagai sumber yang telah banyak diolah untuk

menghasilkan biodiesel.
A. Kelapa (Cocos nucifera)

Kini minyak kelapa telah dikembangkan sebagai bahan bakar. Hal ini dikarenakan

dalam satu molekul minyak kelapa terdiri atas 1 unit gliserin dan sejumlah asam lemak baik

asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh yang dapat diubah menjadi biodiesel.

Jika minyak kelapa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel maka asam

lemak-asam lemak diatas akan terkonversi menjadi ester asam lemak, diantaranya ester

kaproat, ester kaprilat, ester kaprat, ester laurat, ester miristat, ester palmitat, ester stearat,

ester oleat, dan ester linoleat (dimana ester bisa berupa rantai metil jika reaktan yang

digunakan metanol, atau etil jika reaktan yang digunakan etanol).

B. Sawit (Elais guineensis)

Beberapa sumber minyak dari Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel diantaranya dijelaskan sebagai berikut:

1. Minyak Sawit Mentah

Dengan adanya air dan serat halus menyebabkan minyak sawit tidak dapat langsung

digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan. Oleh karena itu minyak yang

dihasilkan oleh daging buah sawit ini sering disebut minyak sawit mentah (crude palm

oil/CPO). Selanjutnya kita sebut CPO saja yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel.

2. Minyak Inti Sawit (PKO: Palm Kernel Oil)

Bahan baku biodiesel yang berasal dari kernel sawit merupakan salah satu alternatif

yang saat ini banyak dikembangkan di Indonesia karena selain menghasilkan CPO, pabrik

kelapa sawit juga menghasilkan kernel sebagai produk utama. Apalagi kenyataannya
sejumlah besar kernel yang dihasilkan langsung diekspor tanpa terlebih dahulu diolah

menjadi produk yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis tinggi.

3. Limbah Minyak Sawit (CPO reject)

Tingginya kandungan asam lemak bebas dalam CPO reject menyebabkan sebelum

diolah menjadi biodiesel, CPO reject biasanya harus melalui tahap pemisahan asam lemak

bebas dari limbah minyak sawit yaitu dengan melakukan ekstraksi menggunakan pelarut

etanol atau dengan memanfaatkan adsorben yang dapat mereduksi asam lemak bebas dalam

limbah minyak sawit tersebut.

Pemanfaatan limbah minyak sawit menjadi biodiesel merupakan salah satu nilai

tambah dari proses pengolahan minyak sawit mentah karena secara langsung akan

mengurangi limbah yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit (PPKS).

4. Sludge Oil (Lumpur Sawit)

Sludge Oil merupakan limbah atau hasil samping yang diperoleh dari PPKS

sebelum menghasilkan CPO. Dasar pemanfataan sludge oil sebagai bahan baku biodiesel

adalah kandungan asam lemak bebas yang tinggi yaitu sekitar 70%, yang menyebabkan pH

sludge oil cukup rendah sekitar 3-4.

Beberapa keunggulan yang dapat diperoleh apabila sludge oil digunakan sebagai

bahan baku dalam pembuatan biodiesel diantaranya: 1) harga biodiesel yang dihasilkan akan

lebih murah. Hal ini dikarenakan sludge oil merupakan limbah yang harganya relatif

sepertiga lebih murah dibandingkan CPO, 2) teknologi proses dalam negeri yang tersedia

memungkinkan memproduksi biodiesel dari bahan baku sludge oil CPO dengan investasi

yang lebih kecil.


C. Jarak Pagar (Jatropha curcas)

Biji buah jarak adalah yang banyak mengandung minyak dengan randemen sekitar

30-40 %. Sebelum digunakan sebagai bahan baku biodiesel, minyak jarak dimurnikan

terlebih dahulu untuk menghilangkan senyawa pengotor, seperti gum (getah atau lendir yang

terdiri dari posfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin), asam lemak bebas, dan

senyawa pengotor lainnya.

D. Kemandah (Croton tiglium)

Minyak kemandah mengandung asam lemak terdiri dari asam oleat, asam linoleat,

asam arakidonat, asam stearat, asam palmitat, asam miristat dan juga mengandung asam

asetat, asam format dan sisanya terdiri dari laurat, tiglat, volerat, dan butirat. Minyak

kemandah didapat dari hasil ekstraksi pelarut.

Penelitian mengenai karakteristik minyak biji kemandah dan biodiesel dari minyak

biji kemandah ini masih sangat terbatas. Satu penelitian telah menunjukkan sifat fisik minyak

biji kemandah dan metil ester yang dihasilkannya.

E. Minyak Goreng Bekas (Minyak Jelantah)

Adanya asam lemak bebas dalam minyak goreng tidak bagus pada kesehatan. FFA

dapat pula menjadi ester jika bereaksi dengan metanol, sedang jika bereaksi dengan soda

akan mebentuk sabun. Sisa soda yang ada pada biodiesel dapat menghidrolisa dan memecah

biodiesel menjadi FFA yang kemudian terlarut dalam biodiesel itu sendiri. Kandungan FFA

dalam biodiesel tidak bagus karena dapat menyumbat filter atau saringan dengan endapan

dan menjadi korosi pada logam mesin diesel.


F. Alpukat (Persea gratissima)

Minyak biji alpukat mengandung asam lemak yang berpotensi sebagai bahan bakar

alternatif, kemudian bisa saja dikenal avocado biodiesel. Beberapa saat nanti, bisa saja mobil

berbahan bakar minyak alpukat akan melintas dijalanan layaknya mobil biasa. seperti di

Amerika Serikat sejak akhir 2004. Emisi CO dan CO2 bisa ditekan sehingga polusi udara pun

bisa dikurangi.

G. Kacang Tanah (Arachys hipogea)

Kacang tanah mengandung minyak dengan kadar yang tinggi. Biasanya dari 100 kg

kacang tanah bisa menghasilkan minyak kacang sebesar 35-55 kg minyak. Oleh karena itu

pula kacang tanah biasanya digunakan sebagai bahan dasar minyak untuk menggoreng atau

dikenal sebagai minyak kacang tanah.

H. Sirsak (Annona muricata)

Pemanfaatan tanaman sirsak yang selama ini hanya sebatas untuk konsumsi pangan

dan obat herbal, padahal tanaman sirsak memiliki potensi lain yang belum tergali berkaitan

dengan jumlah kandungan minyak dalam bijinya yang cukup besar dan potensinya sebagai

bahan baku biodiesel. Minyak yang dapat diesktraksi dari biji sirsak adalah sekitar 20-30%

dari berat serbuk kering.


BAB III

Bagaimana Biodiesel Dihasilkan ?

Ada beberapa hal mengenai senyawa-senyawa kimia yang perlu kalian ingat agar

kalian mudah memahami prinsip-prinsip pembuatan biodiesel, diantaranya:

1. Asam karboksilat

Asam karboksilat, yaitu segolongan asam organik alifatik (rantai terbuka) yang

memiliki gugus fungsional karboksil (biasa dilambangkan dengan -COOH).

2. Alkohol

Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik

apapun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang dia

sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Ada 2 jenis alkohol yang

sering sekali digunakan dalam pembuatan biodiesel, yaitu dari jenis alkohol rantai

pendek seperti metanol (CH3OH) dan etanol (C2H5OH).

3. Ester

Senyawa ester atau disebut ester karboksilat merupakan senyawa utama penyusun

biodiesel. Ester karboksilat tersebut memiliki viskositas yang lebih rendah daripada

asam karboksilat penyusunnya. Asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati bisa

terdapat sebagai asam lemak bebas (asam lemak yang berdiri sendiri, sering disebut

asam lemak saja) maupun dalam bentuk trigliseridanya.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa biodiesel dapat dihasilkan dengan hanya

mereaksikan minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan suatu alkohol. Atau

dengan mereaksikan triester dengan alkohol membentuk monoester. Tentulah reaksi ini dapat

terjadi dengan komposisi reaktan dan kondisi yang sesuai.

Berikut akan dibahas dua jenis reaksi yang dapat menghasilkan ester, yaitu

esterifikasi dan transesterifikasi.

A. Esterifikasi dan Transesterifikasi

1. Esterifikasi

Esterifikasi adalah suatu reaksi pembentukan ester dengan cara memanaskan asam

karboksilat bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Esterifikasi merupakan reaksi

yang reversibel (dapat balik) yang reaksi umumnya dituliskan pada gambar berikut.

O O
H+
R C OH + HO R' R C OR' + H2O
Asam Lemak Alkohol Ester Air

Reaksi Umum Esterifikasi antara Asam Lemak dan Alkohol dengan Kehadiran Katalis Asam (H+)

Dari reaksi yang digambarkan diatas, tentulah dapat dikatakan bahwa reaksi

esterifikasi dapat dilakukan dalam pembuatan biodiesel jika sumber minyak nabati yang

digunakan mengandung asam lemak bebas yang relatif lebih banyak daripada asam lemak

yang terikat sebagai trigliseridanya.

2. Transesterifikasi

Jika sumber minyak nabati yang digunakan mengandung asam lemak bebas dalam

jumlah yang relatif kecil atau dengan penentuan kadar asam lemak bebas (ALB)
menggunakan metode titrasi dengan KOH menunjukkan nilai < 5%, maka pembuatan

biodiesel dilakukan melalui proses transesterifikasi. Transesterifikasi juga merupakan reaksi

yang reversibel (dapat balik) yang reaksi umumnya dituliskan pada gambar berikut.

O C R' OH
O O
katalis
O C R' + 3 H3C OH OH + 3 R' C
O O CH3
O C R' OH

Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester

Reaksi Umum Transesterifikasi antara Trigliserida dan Alkohol dengan Kehadiran Katalis Basa (OH -)

Pada proses transesterifikasi akan dihasilkan metil ester di bagian atas dan gliserol di

bagian bawah. Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dimurnikan.

Metil ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin

biodiesel.

B. Perkembangan Proses dan Metode Pembuatan Biodiesel

1. Produksi biodiesel dangan katalis biologis (Biocatanalyst)

Katalis biologis merupakan jenis katalis yang sedang dikembangkan sebagai katalis

alternatif lain dalam proses produksi biodiesel. Pengembangan katalis biologis ditunjukkan

untuk mengurangi konsumsi energi proses serta menghilangkan terikutnya senyawa-senyawa

pengotor dalam biodiesel kasar, seperti gliserol, air, sisa katalis, dan sabun yang umum

timbul pada proses esterifikasi maupun transesterifikasi dengan menggunakan katalis

kimiawi (katalis asam atau basa).


C. Proses Pembuatan Biodiesel Melalui Transesterifikasi Langsung

Perbedaan mencolok metode ini dari metode-metode yang telah dikembangkan

sebelumnya adalah tidak adanya proses ekstraksi minyak sebelum proses transesterifikasi

dilakukan. Pada metode baru ini, proses ekstraksi dan transesterifikasi dapat dilakukan dalam

satu tahap secara bersamaan dalam satu wadah sehingga pembuatan biodiesel akan lebih

cepat dan efisien. Proses ini dikenal dengan transesterfikasi langsung (direct

transesterfication).

Selain perkembangan baru pada metode transesterifikasinya, proses ini juga

menggunakan katalis yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan. Katalis yang telah

terbukti dapat berperan dalam reaksi transesterifikasi langsung adalah katalis yang berasal

dari limbah abu tandan kosong sawit dan bonggol jagung.

D. Teknologi Pembuatan Biodiesel Tanpa Katalis

Dalam metode ini, proses transesterifikasi minyak dilakukan pada suhu dan tekanan

tinggi, yaitu sekitar 350°C dan tekanan 43 Mpa. Proses ini sering disebut sebagai proses

transesterifikasi dengan kondisi superkritik alcohol, jika digunakan mehanol maka disebut

superkritik metanol.

Namun, metode ini memiliki kelemahan karena penggunaan reaktor bertekanan tinggi

memerlukan investasi (harga reaktor) dan biaya produksi tinggi. Selain itu juga beresiko

membahayakan keamanan dan keselamatan karena menjadi lebih mudah meledak

(eksplosif), sehingga untuk diterapkan pada skala komersial masih perlu dipertimbangkan.
BAB V

Proses Pemurnian Biodiesel

A. Pencucian Biodiesel dengan Metode Water Washing

Teknik pemurnian water washing (pencucian dengan air) merupakan teknik

permunian yang paling umum dan banyak digunakan. Metode water washing memiliki

kelemahan yaitu membutuhkan proses waktu yang lama (dapat mencapai 2,5 jam),

membutuhkan air dengan jumlah yang besar, dan menghasilkan limbah berupa emulsi sabun,

gliserol, metanol, dan katalis dalam jumlah besar dan tidak dapat dibuang begitu saja ke

lingkungan. Jumlah limbah cair yang diprokduksi sekitar 30% dari jumlah biodiesel yang

dihasilkan. Setelah itu, metode ini harus dilanjutkan dengan proses drying untuk

menguapkan air sisa pencucian yang terkandung di dalam biodiesel, sehingga diperlukan

inovasi teknologi baru yang dapat mengatasi mermasalahan tersebut.

B. Penggunaan Cleaning Agent dalam Metode Dry Washing

Proses purifikasi dengan metode dry washing menggunakan cleaning agent

marupakan salah satu solusi teknologi yang ditawarkan untuk mengatasi kelemahan metode

water washing. Metode dry washing menggunakan cleaning agent dapat mengapsorbsi

bahan-bahan pengotor yang terkandung di dalam crude biodiesel. Keberhasilan taknologi

purifikasi biodiesel dengan memanfaatkan cleaning agent memiliki peluang besar untuk

dimanfaatkan dalam skala industri.


Kelebihan metode dry washing dibandingkan dengan metode water washing

diantaranya adalah mengurangi jumlah penggunaan air sampai 100%, memperpendek proses

pemurnian biodiesel hingga hanya sekitar 30 menit, mengurangi terbentuknya limbah cair

dalam jumlah besar, dan biaya operasional yang lebih kecil. Selain itu metode dry washing

dapat menurunkan biaya investasi karena mengurangi kebutuhan reaktor pencucian, tangki

pengeringan, dan tangki penampungan limbah cair. Penghematan yang lain adalah

berkurangnya jumlah pompa yang digunakan, berkurangnya penggunaan energi yang

dibutuhkan, baik energi yang digunakan untuk pemanasan air pada proses pencucian,

maupun energi yang dingunakan untuk pengeringan biodiesel.

Dengan menggunakan teknologi dry washing, waktu yang diperlukan untuk

memproses biodiesel akan dapat diperpendek secara signifikan dan akan berimplikasi pada

pengurangan biaya operasional proses produksi biodiesel.


BAB VI

http://www.made-in-
Membuat Sendiri Biodiesel ?
china.com/image/2f0j00HCBaQAvWaTri
M/Biodiesel-Scew-Oil-Press-Oil-Expeller-
Extruder-6YL-80-6YL-95-6YX-100-ZX-
18-ZX-20-.jpg

Bagi kita yang ingin mulai menggunakan energi alternatif ini, membuat sendiri

biodiesel mungkin bisa menjadi sebuah awal yang baik. Dalam bab ini akan diberikan salah

satu contoh untuk memproduksi biodiesel.

Bahan dasar biodiesel sebenarnya adalah minyak sayur. Untuk dijadikan biodiesel

konsumsi sendiri, tentu saja minyak yang digunakan lebih baik jangan beli di supermarket,

tapi bisa digunakan minyak jelantah bekas menggoreng. Minyak goreng sisa atau dikenal

jelantah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bukan berarti tidak berguna, karena

minyak bekas itu dapat didaur ulang menjadi biodiesel, menggantikan solar.

Untuk membuat biodiesel dari minyak jelantah diperlukan bahan-bahan lain seperti

metanol 99% dan soda kue (NaHCO3) dengan peralatan ember plastik, gelas ukur, panci,

kompor, sarung tangan karet, timbangan, pompa udara akuarium, kain katun tipis untuk

penyaring, dan selang.

Bahan pelarut dibuat dengan mencampurkan 1 liter metanol dan 25 g soda kue hingga

larut selama 15 menit. Campurkan pelarut ke dalam ember berisi 3 liter minyak jelantah dan

aduk memakai sendok plastik selama 30 menit atau hingga campuran rata. Biarkan 4-12 jam

sampai terjadi pengendapan. Pengendapan ditandai dengan dua lapisan berbeda warna

dengan lapisan gelap berada di bawah yang disebut gliserol, sedangkan lapisan atas berwarna

bening, adalah lapisan biodiesel kasar (biodiesel yang masih bercampur dengan pelarutnya).
Pisahkan biodiesel kasar dari gliserol lalu masukkan ke dalam ember untuk dicuci dengan

cara mencampurkan air bersih sebanyak dua liter.

Proses selanjutnya, pompakan udara melalui pompa udara akuarium dan biarkan

beberapa saat sehingga muncul warna putih susu. Pisahkan biodiesel kasar yang berwarna

kuning dengan air warna putih melalui selang. Biodiesel yang telah bening dimasukkan ke

panci lalu panaskan hingga 100oC beberapa menit agar air dan sisa metanol menguap.

Biodiesel yang telah dipanaskan dan didinginkan dapat langsung dipergunakan untuk mobil

maupun mesin diesel industri.

Jika kalian ingin menggunakan bahan lain, tentu saja bisa namun dengan komposisi

bahan yang sedikit berbeda.

Anda mungkin juga menyukai