ANALISIS PANGAN
ACARA II
PROTEIN
Rombongan 1
Kelompok 4
Penanggung Jawab:
Nuraini Sari Indah (A1M014031)
A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia sebagai sumber zat gizi
yang penting bagi tubuh. Berbagai zat gizi dalam bahan pangan dapat
dikelompokkan kedalam golongan makronutrien seperti air, karbohidrat, protein
dan lemak; serta golongan mikronutrien seperti vitamin, mineral dan senyawa
lain. Analisis pangan diartikan sebagai upaya pengukuran dan pengukuran
kandungan zat gizi dalam pangan. Hasil pengukuran tersebut dapat dimanfaatkan
antara lain untuk menentukan komposisi zat gizi bahan pangan, menentukan
kualitas bahan pangan, menentukan adanya bahan ikutan/tambahan dalam
makanan, juga untuk mendeteksi terjadinya perubahan selama penanganan dan
pengolahan bahan pangan (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Cara analisis yang
dilakukan pada bahan pangan tertentu berbeda satu dengan yang lainnya
tergantung jenis bahan pangan, zat yang akan dianalisis, jenis analisis
(kuantitatif/kualitatif), serta tingkat ketelitian yang diinginkan.
Senyawa dalam bahan pangan yang sering dianalisis diantaranya adalah
protein. Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara
kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif yaitu terdiri dari
reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan
reaksi Sakaguchi. Sedangkan, analisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan
dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode Biuret,
dan metode spektrofotometri UV (Poedjiadi dan Titin, 2009). Salah satu metode
analisis protein yang dipelajari dan digunakan dalam praktikum ini adalah metode
Lowry.
B. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami cara analisis protein terlarut dengan metode
Lowry.
2. Memahami pengaruh jenis bahan terhadap protein terlarut.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Protein yang terdapat pada biji jagung yaitu prolamin (zein), glutein,
albumin dan globulin. Prolamin merupakan protein yang larut dalam etanol 70–
80%, glutein larut dalam basa dan asam encer, albumin larut dalam garam encer
dan globulin larut dalam air. Protein zein kekurangan asam amino triptofan, lisin,
treonin, valin dan asam amino bersulfur. Sedangkan albumin, globulin dan glutein
jagung mempunyai komposisi asam amino yang cukup baik (kadar lisin tinggi)
(Koswara, 2009).
Ikan lele memiliki kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cepat,
memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak
dan kandungan gizinya cukup tinggi serta harganya murah. Komposisi gizi ikan
lele meliputi kandungan protein (17,7 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %), dan air
(76 %) (Astawan, 2009).
Belut merupakan salah satu jenis ikan bertubuh panjang yang tidak
bersisik dan memiliki lapisan lendir disekujur tubuhnya. Lapisan lendir inilah
yang membuat tubuh belut menjadi licin, dan ini merupakan senjata untuk
menghindari serangan musuh. Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber
protein tinggi, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan prospektif.
Komposisi zat gizi belut (Monopterus albus) tidak kalah tinggi dibandingkan
dengan sumber protein hewan lainya. Terbukti, dalam 100 gram daging belut
terkandung 14 gram protein, 27 gram lemak, 20 mg kalsium, 1.600 SI (Satuan
Internasional), 2 mg vitamin A, 2 mg vitamin C,dan 0,1 mg vitamin B (Santoso,
2010).
BAB III. METODE
Bahan:
- Kacang merah - Larutan BSA
- Jagung manis - Reagen Lowry A
- Ikan lele - Reagen Lowry B
- Belut - Aquades
- Kertas saring - Tissue
B. Prosedur Kerja
Penyiapan Kurva Standar Larutan Protein
Penyiapan Sampel
A. Hasil
Tabel konsentrasi dan absorbansi larutan standar
Larutan standar : Larutan BSA 3 ppm (mg/ml)
Abs
0.9
0.8
f(x) = 0.271272727272728 x − 0.0104545454545454
0.7 R² = 0.999368042840799
0.6
Abs
0.5 Linear (Abs)
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Data hasil pengamatan
a. Absorbansi dan konsentrasi bahan
Perhitungan
a. Konsentrasi bahan
Penentuan konsentrasi bahan dilakukan menggunakan regresi yang diperoleh dari
kurva standar protein, yaitu:
y = 0,271x – 0,010
y : Absorbansi (absorbansi bahan – absorbansi blanko)
x : Konsentrasi
Kacang merah
( 0,272−0,057 )+ 0,010
x= = 0,83
0,271
Jagung manis
( 0,387−0,057 ) +0,010
x= = 1,25
0,271
Lele
( 0,174−0,057 ) +0,010
x= = 0,470
0,271
Belut
( 0,188−0,057 )+ 0,010
x= = 0,520
0,271
Jagung manis
1,25 x 50
Kadar protein terlarut = x 100% = 3,13%
2000
Lele
0,470 x 50
Kadar protein terlarut = x 100% = 1,71%
2000
Belut
0,520 x 50
Kadar protein terlarut = x 100% = 1,30%
2000
B. Pembahasan
Sebuah praktikum dilakukan untuk mengetahui dan memahami metode
Lowry dalam menganalisis protein pada beberapa jenis bahan. Prinsip analisis
kuantitatif protein dengan metode Lowry yaitu protein dengan asam fosfotungstat-
fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang
intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang dianalisis. Konsentrasi
protein diukur berdasarkan optical density pada panjang gelombang 600 nm
(Sudarmadji, 2010). Praktikum kali ini menganalisis kadar protein dari beberapa
bahan yaitu adalah kacang merah, jagung manis, ikan lele, dan belut. Kadar
protein terlarut merupakan oligopeptida atau asam-asam amino yang mudah
dicerna oleh tubuh. Kadar protein terlarut berbeda dengan kadar protein total yang
merupakan total kandungan N (nitrogen) dalam bahan pangan. Kadar protein yang
dianalisis dalam praktikum ini adalah kadar protein terlarut.
Sampel bahan yang telah berbentuk larutan dicampur dengan reagen
Lowry lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Data absorbansi
larutan sampel bahan yang telah didapatkan kemudian dihitung dalam penentuan
kadar protein terlarut. Mula-mula konsentrasi larutan sampel hasil pengenceran 50
x ditentukan dengan memasukkan data absorbansi larutan sampel yang telah
dikurangi dengan absorbansi blanko dalam persamaan kurva standar yaitu y =
0.271x - 0.010. Persamaan ini didapatkan dari kurva hubungan antara konsentrasi
dan absorbansi larutan standar protein BSA (Bovine Serum Albumin) dengan
konsentrasi bertingkat dari 0 hingga 3 ppm. Menurut Sudarmadji (2010), larutan
BSA adalah larutan yang biasa digunakan untuk membuat kurva standar yang
menggambarkan hubungan antara konsentrasi dan absorbansi. Setelah konsentrasi
larutan sampel diketahui, konsentrasi tersebut digunakan untuk menghitung kadar
protein terlarut tiap bahan dengan rumus yang telah ditentukan. Suatu bahan
memiliki kadar protein terlarut yang lebih rendah dibanding kadar protein total.
Hal ini disebabkan tidak semua protein dalam suatu bahan merupakan protein
yang mudah dicerna/larut. Protein kasar tidak hanya mengandung protein saja
tetapi juga mengandung nitrogen yang bukan berasal dari protein (non protein
nitrogen).
Protein mengandung asam-asam amino yang saling berhubungan dengan
ikatan peptida. Ikatan peptida ini menyebabkan sampel yang berprotein menjadi
biru ketika ditambahkan dengan Cu2+. Selain itu juga dihasilkan akibat terjadinya
reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan yang
merupakan residu asam amino. Asam fosfotungstat-fosfomolibdat ini terdapat
pada reagen Lowry yang digunakan dalam uji metode Lowry. Warna biru ini
dapat digunakan untuk pengukuran kadar protein sampel mengukur absorbansi
sampel pada panjang gelombang maksimal yaitu 600 nm. Metode Lowry
merupakan metode uji protein yang sensitif pada kadar protein yang kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel jagung manis memiliki kadar protein
terlarut tertinggi yaitu 3,13%. Kemudian, diikuti dengan kacang merah dan lele
sebesar 2,07%, dan 1,71%, lalu belut 1,30%.
Menurut Kurniawan (2008), ikan lele salah satu jenis ikan yang
mempunyai kadar protein yang tinggi yaitu sekitar 20% (massa). Berdasarkan
hasil pengamatan, kadar protein lele adalah sebesar 1,71%. Hal ini mungkin
berbeda pada setiap lele tergantung kepada jenis, kualitas pakan yang diberikan
serta faktor lingkungan seperti tempat tinggal. Begitu juga dengan belut yang
memiliki kadar protein terlarut sebesar 1,30%. Winarno (2008) menyatakan
bahwa kelebihan ikan sebagai sumber energi yaitu memiliki struktur protein yang
lebih mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan dengan protein dari hewan
terestrial. Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang
terkandung dalam protein tersebut.
Kadar protein terlarut pada kacang merah dan jagung manis masing-
masing adalah sebesar 2,07% dan 3,13%. Menurut Suarni dan Widowati (2010),
selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber protein yang
penting dalam menu masyarakat Indonesia. Protein jagung (8-11%) terdiri atas
lima fraksi, yaitu: albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein.
Sedangkan, kacang merah merupakan golongan leguminosa yang juga kaya akan
protein. Perbedaan kadar protein terlarut ini disebabkan karena sifat alamiah dari
bahan masing-masing.
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode Lowry merupakan metode pengujian kadar protein terlarut
menggunakan reagen dengan kandungan fosfotungstat-fosfomolibdat yang dapat
menyebabkan warna biru pada sampel yang mengandung tinggi ikatan-ikatan
peptida. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa belut memiliki kadar protein
terlarut terendah yaitu 1,30%, lele sebesar 1,71%, kacang merah 2,07%, dan
jagung manis sebesar 3,13%. Kadar protein terlarut suatu bahan dipengaruhi oleh
jenis bahan itu sendiri.
B. Saran
Praktikan harus melakukan praktikum dengan lebih rapi lagi agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, ketelitian dan kecermatan juga
sangat dibutuhkan oleh praktikan baik selama praktikum maupun saat perhitungan
analisis kadar yang akan ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, Made. (2009). Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Daeli, Jul Hasratman. (2009). Induksi Enzim Polifenol Oksidase (PPO) Tanaman
Pisang Kultivar Kepok (Musa paradisiaca L.) sebagai Respon Fisiologis
terhadap Bakteri Penyakit Darah. Skripsi. Padang: Universitas Andalas.
Kurniawan, Ronny. (2008). Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu
Fermentasi terhadap Kualitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Teknik Kimia, 2(2) :
127 – 135.
Kristianingrum, Susila. (2015). Spektroskoskopi Ultra-Violet dan VIS. Handout.
Website: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Susila%20Kris
tianingrum,%20Dra.,%20M.Si./Handout-INSTRUMEN -UV-VIS-
Susi .pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2016.
Legowo, Anang Mohamad dan Nurwantoro. (2004). Diktat Kuliah Analisis
Pangan. Semarang: Universitas Dipenogoro.
Mohan, J. (2002). Organic Spectroscopy, Principles and Application. New Delhi:
Narosa Publishing House.
Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
PIillar of Physics Journal, 2(1) : 76 - 83.
Poedjiadi, Anna dan Titin Supriyanti. (2009). Dasar-Dasar Biokimia. Edisi
Revisi. Jakarta: UI Press.
Purwoko, Tjahjadi dan Noor Soesanti Handajani. (2006). Kandungan Protein
Total dan Terlarut Kecap Manis tanpa Fermentasi Moromi Hasil
Fermentasi Rhyzopus oryzae dan Rhyzopus oligosporus. Biodiversitas,
8(2) : 223 – 227.
Santoso, Budi. (2010). Belut Pemeliharaan dan Pembesaran. Yogyakarta:
Kanisius.
Soeharsono. (2006). Biokimia 1. Yogyakarta: UGM Press.
Suarni dan Widowati. (2010). Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sudarmadji, Slamet, H. Bambang, dan Suhardi. (2010). Analisis Bahan Makanan.
Edisi Kedua. Yogyakarta: Liberty.
Winarno. (2008). Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: Mbrio Press.
LAMPIRAN 1
(FOTO)
(1) (2)
Keterangan gambar:
(1) Penimbangan sampel sebanyak 2 g
(2) Penuangan larutan sampel ke dalam cup gelas
(3) Penuangan larutan sampel ke dalam cup gelas
(4) Penyaringan larutan sampel dengan kertas saring pada corong
(5) Pembuatan larutan sampel
LAMPIRAN 2
(LOGBOOK)