Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS PANGAN

ACARA II
PROTEIN

Rombongan 1
Kelompok 4

Penanggung Jawab:
Nuraini Sari Indah (A1M014031)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia sebagai sumber zat gizi
yang penting bagi tubuh. Berbagai zat gizi dalam bahan pangan dapat
dikelompokkan kedalam golongan makronutrien seperti air, karbohidrat, protein
dan lemak; serta golongan mikronutrien seperti vitamin, mineral dan senyawa
lain. Analisis pangan diartikan sebagai upaya pengukuran dan pengukuran
kandungan zat gizi dalam pangan. Hasil pengukuran tersebut dapat dimanfaatkan
antara lain untuk menentukan komposisi zat gizi bahan pangan, menentukan
kualitas bahan pangan, menentukan adanya bahan ikutan/tambahan dalam
makanan, juga untuk mendeteksi terjadinya perubahan selama penanganan dan
pengolahan bahan pangan (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Cara analisis yang
dilakukan pada bahan pangan tertentu berbeda satu dengan yang lainnya
tergantung jenis bahan pangan, zat yang akan dianalisis, jenis analisis
(kuantitatif/kualitatif), serta tingkat ketelitian yang diinginkan.
Senyawa dalam bahan pangan yang sering dianalisis diantaranya adalah
protein. Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara
kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif yaitu terdiri dari
reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan
reaksi Sakaguchi. Sedangkan, analisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan
dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode Biuret,
dan metode spektrofotometri UV (Poedjiadi dan Titin, 2009). Salah satu metode
analisis protein yang dipelajari dan digunakan dalam praktikum ini adalah metode
Lowry.

B. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami cara analisis protein terlarut dengan metode
Lowry.
2. Memahami pengaruh jenis bahan terhadap protein terlarut.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Analisis pangan adalah suatu analisis yang bermanfaat menguraikan


komponen–komponen suatu bahan pangan untuk menentukan jenis dan
jumlahnya; menentukan kualitas bahan pangan; menentukan ada tidaknya bahan
tambahan pangan; mendeteksi adanya bahan metabolit beracun; mengikuti
terjadinya perubahan bahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk
pengawasan proses (Sudarmadji, 2010).
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein
berperanan lebih penting dalam pembentukkan jaringan dibanding sebagai sumber
energi. Keistimewaan lain dari protein yaitu strukturnya yang mengandung unsur
N, disamping unsur C, H, O, N, dan S (yang juga dimiliki oleh karbohidrat dan
lemak) (Sudarmadji, 2010). Protein terlarut adalah suatu oligopeptida atau asam-
asam amino yang mudah diserap oleh sistem pencernaan, sedangkan protein total
merupakan kandungan nitrogen pada sampel (Purwoko dan Noor, 2006).
Analisis protein dalam bahan pangan sering dilakukan dengan tujuan
menera jumlah kandungan protein dalam bahan pangan, menentukan tingkat
kualitas protein dari segi gizi, juga untuk menelaah protein sebagai salah satu
bahan kimia misalnya biokimiawi, fisiologis, reologis, enzimatis, dan telaah lain
yang lebih mendasar (Soedarmadji, 2010). Analisis protein dapat dilakukan
dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein
secara kualitatif yaitu terdiri dari reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole,
reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan, analisis
protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi
formol, metode Lowry, metode Biuret, dan metode spektrofotometri UV
(Poedjiadi dan Titin, 2009).
Metode Lowry pada dasarnya terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah
reaksi antara  protein dengan CuSO4 dan tartrat (reagen Lowry B) dalam keadaaan
basa, hasilnya akan terbentuk kompleks Cu-Protein tertradentat. Tahap kedua
adalah penambahan reagen folin (reagen Lowry A) yang akan mereduksi
kompleks tersebut. Hasilnya akan terbentuk suatu produk yang larut dalam air.
Penentuan ini dilakukan secara spektrofotometer pada panjang gelombang 600-
750 nm. Metode ini adalah metode yang sangat sensitif dan sederhana (Daeli,
2009).
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain
(Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan
dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara
500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak
kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan
konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode
ini lebih sensitif untuk protein konsentrasi rendah dibanding metode biuret
(Soeharsono, 2006).
Prinsip kerja spektrofometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun
campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan
dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu dan sisanya diteruskan. Nilai
yang dikeluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi
karena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel (Mohan, 2002). Cahaya
yang diserap diukur sebagai absorbansi (A), sedangkan cahaya yang hamburkan
diukur sebagai transmitan (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer atau
Hukum Beer yang berbunyi, “jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet,
inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan
merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”
(Neldawati, 2013). Pengukuran absorbansi atau transmitan dalam spektroskopi
UV – Vis digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif spesies kimia. Jika
suatu berkas cahaya melewati suatu medium homogen, sebagian dari cahaya
datang (Po) diabsorpsi sebanyak (Pa), sebagian dapat diabaikan dipantulkan (Pr),
sedangkan sisanya akan ditransmisikan (Kristianingrum, 2015).
Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang mempunyai energi
tinggi dan sekaligus sumber protein nabati yang potensial, karena itu peranannya
dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Kacang merah memiliki kadar
karbohidrat yang tertinggi, kadar protein yang setara kacang hijau, kadar lemak
yang jauh lebih rendah dibandingkan kacang kedelai dan kacang tanah, serta
memiliki kadar serat yang setara dengan kacang hijau, kedelai dan kacang tanah.
Kadar serat pada kacang merah jauh lebih tinggi dibandingkan beras, jagung,
sorgum dan gandum (Astawan, 2009).

Protein yang terdapat pada biji jagung yaitu prolamin (zein), glutein,
albumin dan globulin. Prolamin merupakan protein yang larut dalam etanol 70–
80%, glutein larut dalam basa dan asam encer, albumin larut dalam garam encer
dan globulin larut dalam air. Protein zein kekurangan asam amino triptofan, lisin,
treonin, valin dan asam amino bersulfur. Sedangkan albumin, globulin dan glutein
jagung mempunyai komposisi asam amino yang cukup baik (kadar lisin tinggi)
(Koswara, 2009).
Ikan lele memiliki kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cepat,
memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak
dan kandungan gizinya cukup tinggi serta harganya murah. Komposisi gizi ikan
lele meliputi kandungan protein (17,7 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %), dan air
(76 %) (Astawan, 2009).
Belut merupakan salah satu jenis ikan bertubuh panjang yang tidak
bersisik dan memiliki lapisan lendir disekujur tubuhnya. Lapisan lendir inilah
yang membuat tubuh belut menjadi licin, dan ini merupakan senjata untuk
menghindari serangan musuh. Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber
protein tinggi, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan prospektif.
Komposisi zat gizi belut (Monopterus albus) tidak kalah tinggi dibandingkan
dengan sumber protein hewan lainya. Terbukti, dalam 100 gram daging belut
terkandung 14 gram protein, 27 gram lemak, 20 mg kalsium, 1.600 SI (Satuan
Internasional), 2 mg vitamin A, 2 mg vitamin C,dan 0,1 mg vitamin B (Santoso,
2010).
BAB III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat:
- Labu ukur - Corong
- Pisau - Pipet ukur
- Blender - Cup plastik
- Timbangan - Spatula
- Erlenmeyer - Spektrofotometer

Bahan:
- Kacang merah - Larutan BSA
- Jagung manis - Reagen Lowry A
- Ikan lele - Reagen Lowry B
- Belut - Aquades
- Kertas saring - Tissue

B. Prosedur Kerja
 Penyiapan Kurva Standar Larutan Protein

Sebanyak 0,3 g Bovine Serum Albumin (BSA) ditimbang dan


dimasukkan ke labu ukur 100 ml, lalu ditambah aquades hingga
batas tera.

Tabung reaksi disiapkan sebanyak 11 buah, lalu masing-masing


diisi 0 ; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7 ; 0,8 ; 0,9 dan 1 ml
larutan BSA 3 ppm yang telah dibuat sebelumnya dan masing-
masing secara berurutan ditambahkan 1 ; 0,9 ; 0,8 ; 0,7 ; 0,6 ; 0,5
; 0,4 ; 0,3 ; 0,2 ; 0,1 dan 0 ml aquades.

Larutan ditambahkan 8 ml reagen Lowry B dan dibiarkan 10


menit, lalu ditambahkan 1 ml reagen Lowry A dan dibiarkan
kembali 20 menit.
Kemudian absorbansi ditentukan menggnakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 600 nm. Setelah itu dibuat kurva
standar larutan protein.

 Penyiapan Sampel

Sebanyak 2 g bahan ditimbang dan dihaluskan dengan blender.

Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur, dan ditambahkan


aquades hingga 100 ml dan dikocok selama 5 menit.

Larutan disaring dengan kertas saring hingga didapatkan filtrat.


Lalu filtrat diencerkan dengan seri pengenceran 50 dan 100 kali.

Larutan disaring dengan kertas saring hingga didapatkan filtrat.


Lalu filtrat diencerkan dengan seri pengenceran 50 dan 100 kali.

Reagen Lowry B sebanyak 8 ml ditambahkan ke larutan sampel


dengan berbagai pengenceran lalu dibiarkan 10 menit.
Kemudian, Reagen Lowry A sebanyak 1 ml ditambahkan ke
larutan sampel dengan berbagai pengenceran lalu dibiarkan 20
menit.

Setelah itu, dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang


gelombang 600 nm. Kemudian dilakukan perhitungan kadar
protein terlarut.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
 Tabel konsentrasi dan absorbansi larutan standar
Larutan standar : Larutan BSA 3 ppm (mg/ml)

Volume (ml) Konsentrasi Absorbansi


(ppm)
0 0 0
0,1 0,3 0,064
0,2 0,6 0,149
0,3 0,9 0,238
0,4 1,2 0,317
0,5 1,5 0,396
0,6 1,8 0,469
0,7 2,1 0,553
0,8 2,4 0,642
0,9 2,7 0,718
1 3 0,815

 Kurva standar protein

Abs
0.9
0.8
f(x) = 0.271272727272728 x − 0.0104545454545454
0.7 R² = 0.999368042840799
0.6
Abs
0.5 Linear (Abs)
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
 Data hasil pengamatan
a. Absorbansi dan konsentrasi bahan

Bahan Absorbansi X (konsentrasi bahan)


Blanko 0,057 -
Kacang merah 0,272 0,8302
Lele 0,174 0,4686
Jagung 0,387 1,255
Belut 0,188 0,5203

b. Kadar protein terlarut


Bahan Kadar protein terlarut (%)
Kacang merah 2,0756
Jagung 3,1365
Lele 1,1716
Belut 1,3007

 Perhitungan
a. Konsentrasi bahan
Penentuan konsentrasi bahan dilakukan menggunakan regresi yang diperoleh dari
kurva standar protein, yaitu:
y = 0,271x – 0,010
y : Absorbansi (absorbansi bahan – absorbansi blanko)
x : Konsentrasi

 Kacang merah
( 0,272−0,057 )+ 0,010
x= = 0,83
0,271

 Jagung manis
( 0,387−0,057 ) +0,010
x= = 1,25
0,271
 Lele
( 0,174−0,057 ) +0,010
x= = 0,470
0,271

 Belut
( 0,188−0,057 )+ 0,010
x= = 0,520
0,271

b. Kadar protein terlarut (%)


X x faktor pengenceran
Kadar protein terlarut = x 100%
berat awal sampel(mg)
 Kacang merah
0,83 x 50
Kadar protein terlarut = x 100% = 2,07%
2000

 Jagung manis
1,25 x 50
Kadar protein terlarut = x 100% = 3,13%
2000

 Lele
0,470 x 50
Kadar protein terlarut = x 100% = 1,71%
2000

 Belut
0,520 x 50
Kadar protein terlarut = x 100% = 1,30%
2000
B. Pembahasan
Sebuah praktikum dilakukan untuk mengetahui dan memahami metode
Lowry dalam menganalisis protein pada beberapa jenis bahan. Prinsip analisis
kuantitatif protein dengan metode Lowry yaitu protein dengan asam fosfotungstat-
fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang
intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang dianalisis. Konsentrasi
protein diukur berdasarkan optical density pada panjang gelombang 600 nm
(Sudarmadji, 2010). Praktikum kali ini menganalisis kadar protein dari beberapa
bahan yaitu adalah kacang merah, jagung manis, ikan lele, dan belut. Kadar
protein terlarut merupakan oligopeptida atau asam-asam amino yang mudah
dicerna oleh tubuh. Kadar protein terlarut berbeda dengan kadar protein total yang
merupakan total kandungan N (nitrogen) dalam bahan pangan. Kadar protein yang
dianalisis dalam praktikum ini adalah kadar protein terlarut.
Sampel bahan yang telah berbentuk larutan dicampur dengan reagen
Lowry lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Data absorbansi
larutan sampel bahan yang telah didapatkan kemudian dihitung dalam penentuan
kadar protein terlarut. Mula-mula konsentrasi larutan sampel hasil pengenceran 50
x ditentukan dengan memasukkan data absorbansi larutan sampel yang telah
dikurangi dengan absorbansi blanko dalam persamaan kurva standar yaitu y =
0.271x - 0.010. Persamaan ini didapatkan dari kurva hubungan antara konsentrasi
dan absorbansi larutan standar protein BSA (Bovine Serum Albumin) dengan
konsentrasi bertingkat dari 0 hingga 3 ppm. Menurut Sudarmadji (2010), larutan
BSA adalah larutan yang biasa digunakan untuk membuat kurva standar yang
menggambarkan hubungan antara konsentrasi dan absorbansi. Setelah konsentrasi
larutan sampel diketahui, konsentrasi tersebut digunakan untuk menghitung kadar
protein terlarut tiap bahan dengan rumus yang telah ditentukan. Suatu bahan
memiliki kadar protein terlarut yang lebih rendah dibanding kadar protein total.
Hal ini disebabkan tidak semua protein dalam suatu bahan merupakan protein
yang mudah dicerna/larut. Protein kasar tidak hanya mengandung protein saja
tetapi juga mengandung nitrogen yang bukan berasal dari protein (non protein
nitrogen).
Protein mengandung asam-asam amino yang saling berhubungan dengan
ikatan peptida. Ikatan peptida ini menyebabkan sampel yang berprotein menjadi
biru ketika ditambahkan dengan Cu2+. Selain itu juga dihasilkan akibat terjadinya
reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan yang
merupakan residu asam amino. Asam fosfotungstat-fosfomolibdat ini terdapat
pada reagen Lowry yang digunakan dalam uji metode Lowry. Warna biru ini
dapat digunakan untuk pengukuran kadar protein sampel mengukur absorbansi
sampel pada panjang gelombang maksimal yaitu 600 nm. Metode Lowry
merupakan metode uji protein yang sensitif pada kadar protein yang kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel jagung manis memiliki kadar protein
terlarut tertinggi yaitu 3,13%. Kemudian, diikuti dengan kacang merah dan lele
sebesar 2,07%, dan 1,71%, lalu belut 1,30%.
Menurut Kurniawan (2008), ikan lele salah satu jenis ikan yang
mempunyai kadar protein yang tinggi yaitu sekitar 20% (massa). Berdasarkan
hasil pengamatan, kadar protein lele adalah sebesar 1,71%. Hal ini mungkin
berbeda pada setiap lele tergantung kepada jenis, kualitas pakan yang diberikan
serta faktor lingkungan seperti tempat tinggal. Begitu juga dengan belut yang
memiliki kadar protein terlarut sebesar 1,30%. Winarno (2008) menyatakan
bahwa kelebihan ikan sebagai sumber energi yaitu memiliki struktur protein yang
lebih mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan dengan protein dari hewan
terestrial. Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang
terkandung dalam protein tersebut.
Kadar protein terlarut pada kacang merah dan jagung manis masing-
masing adalah sebesar 2,07% dan 3,13%. Menurut Suarni dan Widowati (2010),
selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber protein yang
penting dalam menu masyarakat Indonesia. Protein jagung (8-11%) terdiri atas
lima fraksi, yaitu: albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein.
Sedangkan, kacang merah merupakan golongan leguminosa yang juga kaya akan
protein. Perbedaan kadar protein terlarut ini disebabkan karena sifat alamiah dari
bahan masing-masing.
BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode Lowry merupakan metode pengujian kadar protein terlarut
menggunakan reagen dengan kandungan fosfotungstat-fosfomolibdat yang dapat
menyebabkan warna biru pada sampel yang mengandung tinggi ikatan-ikatan
peptida. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa belut memiliki kadar protein
terlarut terendah yaitu 1,30%, lele sebesar 1,71%, kacang merah 2,07%, dan
jagung manis sebesar 3,13%. Kadar protein terlarut suatu bahan dipengaruhi oleh
jenis bahan itu sendiri.

B. Saran
Praktikan harus melakukan praktikum dengan lebih rapi lagi agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, ketelitian dan kecermatan juga
sangat dibutuhkan oleh praktikan baik selama praktikum maupun saat perhitungan
analisis kadar yang akan ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made. (2009). Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Daeli, Jul Hasratman. (2009).  Induksi Enzim Polifenol Oksidase (PPO) Tanaman
Pisang Kultivar Kepok (Musa paradisiaca L.) sebagai Respon Fisiologis
terhadap Bakteri Penyakit Darah. Skripsi. Padang: Universitas Andalas.
Kurniawan, Ronny. (2008). Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu
Fermentasi terhadap Kualitas Kecap Ikan Lele. Jurnal Teknik Kimia, 2(2) :
127 – 135.
Kristianingrum, Susila. (2015). Spektroskoskopi Ultra-Violet dan VIS. Handout.
Website: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Susila%20Kris
tianingrum,%20Dra.,%20M.Si./Handout-INSTRUMEN -UV-VIS-
Susi .pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2016.
Legowo, Anang Mohamad dan Nurwantoro. (2004). Diktat Kuliah Analisis
Pangan. Semarang: Universitas Dipenogoro.
Mohan, J. (2002). Organic Spectroscopy, Principles and Application. New Delhi:
Narosa Publishing House.
Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
PIillar of Physics Journal, 2(1) : 76 - 83.
Poedjiadi, Anna dan Titin Supriyanti. (2009). Dasar-Dasar Biokimia. Edisi
Revisi. Jakarta: UI Press.
Purwoko, Tjahjadi dan Noor Soesanti Handajani. (2006). Kandungan Protein
Total dan Terlarut Kecap Manis tanpa Fermentasi Moromi Hasil
Fermentasi Rhyzopus oryzae dan Rhyzopus oligosporus. Biodiversitas,
8(2) : 223 – 227.
Santoso, Budi. (2010). Belut Pemeliharaan dan Pembesaran. Yogyakarta:
Kanisius.
Soeharsono. (2006). Biokimia 1. Yogyakarta: UGM Press.
Suarni dan Widowati. (2010). Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sudarmadji, Slamet, H. Bambang, dan Suhardi. (2010). Analisis Bahan Makanan.
Edisi Kedua. Yogyakarta: Liberty.
Winarno. (2008). Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: Mbrio Press.
LAMPIRAN 1
(FOTO)

(1) (2)

(3) (4) (5)

Keterangan gambar:
(1) Penimbangan sampel sebanyak 2 g
(2) Penuangan larutan sampel ke dalam cup gelas
(3) Penuangan larutan sampel ke dalam cup gelas
(4) Penyaringan larutan sampel dengan kertas saring pada corong
(5) Pembuatan larutan sampel
LAMPIRAN 2

 Pembuatan Reagen Lowry A

Folin dilarutkan dalam aquades dengan rasio perbandingan 1:1.

 Pembuatan Reagen Lowry B

Sebanyak 2 g Na2CO3 dilarutkan dengan NaOH 0,1 N hingga


100 ml.

Larutan ditambahkan dengan CuSO4.5H20 dan K.Na Tartrat


masing-masing sebanyak 1 ml.
LAMPIRAN 3
(ACCAN)
LAMPIRAN 4

(LOGBOOK)

Anda mungkin juga menyukai

  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen6 halaman
    Dokumen
    Erika Srizubaida Sirait
    Belum ada peringkat
  • Isi Laporan Mid PTP
    Isi Laporan Mid PTP
    Dokumen26 halaman
    Isi Laporan Mid PTP
    Erika Srizubaida Sirait
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen10 halaman
    Bab II
    Erika Srizubaida Sirait
    Belum ada peringkat
  • BPFR2A
    BPFR2A
    Dokumen29 halaman
    BPFR2A
    Erika Srizubaida Sirait
    Belum ada peringkat