Untuk melakukan audit, harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat diverifikasi dan
beberapa standar (criteria) yang dapat digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi
tersebut, yang dapat dan memang memiliki banyak bentuk. Para auditor secara rutin
melakukan audit atas informasi yang dapat diukur, termasuk laporan keuangan perusahaan
dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor juga mengaudit informasi yang
lebih subjektif, seperti efektivitas system computer dan efisiensi operasi manufaktur. Untuk
informasi yang lebih subjektif, kriterianya lebih sulit ditetapkan. Biasanya, auditor dan entitas
yang diaudit telah sepakat mengenai criteria yang akan digunakan sebelum audit dimulai.
Sebagai contoh, dalam audit atas efektivitas aspek-aspek khusus dalam operasi computer,
kriterianya mungkin mencakup tingkat kesalahan input atau output yang masih bisa
ditolerir.
Untuk memenuhi tujuan audit, auditor harus memperoleh bukti dengan kualitas dan jumlah
yang mencukupi. Auditor harus menentukan jenis dan jumlah bukti yang diperlukan serta
mengevaluasi apakah informasi itu sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan.
Para auditor berusaha keras mempertahankan tingkat independensi yang tinggi demi
menjaga kepercayaan para pemakai yang mengandalkan laporan mereka. Auditor yang
mengeluarkan laporan mengenai laporan keuangan perusahaan sering kali disebut auditor
independen. Walaupun auditor ini menerim fee dari perusahaan, mereka biasanya cukup
independen dalam melakukan audit yang dapat diandalkan oleh para pemakai. Bahkan
auditor internal yang bekerja pada perusahaan yang mereka audit biasanya langsung
melapor ke manajemen puncak dan dewan komisaris, sehingga para auditor ini tetap
independen dari unit operasi yang mereka audit.
4. Pelaporan
Tahap terakhir dalam proses auditing adalah menyiapkan laporan audit (audit report), yang
menyampaikan temuan-temuan auditor kepada pemakai. Laporan seperti ini memiliki sifat
yang berbeda-beda, tetapi semuanya harus member tahu para pembaca tentang derajat
kesesuaian antara informasi yang telah diaudit dan criteria yang telah ditetapkan. Laporan
juga memiliki bentuk yang berbeda dan dapat bervariasi mulai dari jenis yang sangat teknis
yang biasanya dikaitkan dengan audit laporan keuangan hingga laporan lisan yang
sederhana dalam audit operasional atas efektivitas suatu departemen kecil.
2. Ketika mengaudit data akuntansi, auditor berfokus pada penentuan apakah informasi
yang dicatat itu mencerminkan dengan tepat peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi
selama periode akuntansi. Untuk mengevaluasi apakah informasi akuntansi telah dicatat
sebagaimana mestinya, auditor harus benar-benar memahami standar akuntansi tersebut.
Selain memahami akuntansi, auditor juga harus memiliki keahlian dalam mengumpulkan
dan menginterpretasikan bukti audit. Keahlian inilah yang membedakan auditor dengan
akuntan. Menentukan prosedur audit yang tepat, memutuskan jumlah dan jenis item yang
harus diuji, serta mengevaluasi hasilnya adalah tugas yang hanya dilakukan oleh auditor.
Ini adalah perkiraan mengandalkan tingkat bank bisa mendapatkan dengan berinvestasi
catatan US treasury untuk jangka waktu yang sama dengan pinjaman bisnis.
Risiko ini mencerminkan kemungkinan bahwa bisnis tidak akan mampu membayar kembali
pinjamannya karena kondisi ekonomi atau bisnis seperti resesi, yang lain.
3. Resiko Informasi
1. Jauhnya Informasi
Dalam perekonomian global, hampir mustahil bagi seseorang pengambil keputusan untuk
mengetahui secara langsung organisasi yang menjadi rekan usahanya. Informasi yang
disediakan oleh pihak lain harus menjadi andalan. Apabila informasi diperoleh dari pihak
lain, kemungkinan bahwa informasi itu disalahsajikan secara sengaja ataupun tidak sengaja
jauh lebih besar.
2. Bias dan Motif si Penyedia
Jika informasi disediakan oleh seseorang yang tujuannya tidak sejalan dengan tujuan si
pengambil keputusan, informasi itu mungkin dibiaskan demi menguntungkan si penyedia.
Alasannya mungkin saja murni rasa optimism tentang peristiwa-peristiwa di masa depan
atau penekanan disengaja yang dirancang untuk mempengaruhi pemakai informasi.
Apapun alasannya, hal itu akan menghasilkan salah saji informasi.
Semakin besar organisasi, semakin besar volume transaksi pertukaran yang diperlukan. Hal
ini memperbesar kemungkinan dimasukkannya informasi yang dicatat secara tidak tepat ke
dalam catatan mungkin tersembunyi dalam sejumlah besar informasi lainnya
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, transaksi pertukaran antarorganisasi sudah menjadi
semakin kompleks sehingga lebih sulit dicatat dengan tepat. Peningkatan kompleksitas
transaksi ini juga menyebabkan standar akuntansi menjadi semakin kompleks.
Pengguna dapat menjadi dasar tuntutan hukum kepada manajemen. Jika pengguna
mengandalkan laporan keuangan yang tidak akurat dan sebagai akibatnnya akan
menanggung kerugian keuangan. Hal ini memungkinkan kesulitan dalam informasi
manajemen adalah pengguna tidak akan menerima penggantian atas kerugian yang
dideritanya.
c) Laporan keuangan yang diaudit sudah disediakan dari sisi ini peran auditor
sangat diharapkan untuk meminimalisir resiko informasi
Pengambilan keputusan dapat memanfaatkan hasil audit dengan asumsi lengkap, akurat,
dan tidak bias. Biasanya manajemen suatu perusahaan tertutup atau komite audit
perusahaan terbuka menugaskan auditor untuk memberikan kepastian kepada pemakai
bahwa laporan keuangan perusahaan tersebut itu dapat diandalkan.
1.4. Jasa Assurance
Jasa assurance adalah jasa professional independen yang meningkatkan kualitas informasi
bagi para pengambil keputusan. Jadi semacam ini dianggap penting karena si penyedia jasa
assurance itu independen dan dianggap tidak bias berkenaan dengan informasi yang
diperikas. Individu-individu yang bertanggungjawab membuat keputusan bisnis
memerlukan jasa assurance untuk membantu meningkatkan keandalan dan relevansi
informasi yang digunakan sebagai dasar keputusannya.. Jasa assurance dapat dilakukan
oleh akuntan public atau oleh berbagai professional lainnya.
Para akuntan public sudah bertahun-tahun memberikan jasa assurance , terutama assurance
tentang informasi laporan keuangan historis. Kantor Akuntan Publik (KAP) juga sudah
melakukan jasa assurance yang berkaitan dengan lotere dan kontes untuk memberikan
kepastian bahwa para pemenang ditentukan dengan cara yang tidak bias serta sesuai
dengan aturan-aturan kontes. Sebagai contoh, perusahaan dan konsumen yang
menggunakan internet untuk melakukan bisnis memerlukan kepastian yang independen
mengenai reliabilitas dan keamanan informasi elektronik tersebut. Permintaan akan jasa
assurance diperkirakan terus meningkat karena permintaan akan informasi juga meningkat
karena semakin banyak informasi real time yang tersedia melalui internet.
Salah satu kategori jasa assurance yang diberikan oleh akuntan public adalah jasa
atestasi. Jasa Atestasi (attestation service) adalah jenis jasa assurance di mana KAP
mengeluarkan laporan tentang suatu permasalahan atau asersi yang disiapkan pihak lain.
Jasa atestasi dibagi menjadi lima kategori:
KAP melakukan berbagai jasa lain yang umumnya berada di luar lingkup jasa assurance.
Tiga contoh yang spesifik adalah:
2. Jasa pajak
3. Jasa konsultasi manajemen
Tujuan utama jasa assurance adalah meningkatkan mutu informasi, sedangkan tujuan utama
penugasan konsultasi manajemen adalah memberikan rekomendasi kepada manajemen.
a. Jasa Astetasi
Salah satu kategori jasa assurance yang diberikan oleh akuntan publik adalah jasa atestasi.
Jasa atestasi (attestation service) adalah jenis jasa assurance dimana KAP mengeluarkan
laporan tentang realibilitas suatu asersi yang disiapkan pihak lain. Jasa atestasi dibagi
menjadi lima kategori, yaitu:
1. Audit atas laporan keuangan historis => laporan tertulis yang menyatakan pendapat
bahwa laporan keuangan secara wajar sesuai dengna prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
3. Telaah (review) atas laporan keuangan historis => tingkat kepastian moderat atas
laporan keuangan biasanya dilakukan oleh organisasi non publik.Jasa atestasi mengenai
teknologi informasi => jasa web trust yaitu memberi kepastian kepada pengguna situs
internet ada juga jasa sys strust yaitu mengevaluasi dan menguji reliabilitas sistem dalam
berbagai bidang.
4. Jasa atestasi lain => memenuhi keinginan klien yang menginginkan kepastian yang
independen suatu informasi .
Kebanyakan layanan jaminan lainnya tidak memenuhi definisi formal jasa atestasi.
Persyaratan KAP ke layanan jaminan lain:
Komite Elliott telah dibebankan dengan meneliti dan mengembangkan pelayanan peluang
jaminan bagi KAP untuk memberikan kepada nasabah bisnis dan individu yang
membutuhkan informasi yang relevan dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan
baru kritis.
1. Kontrol atas dan risiko yang berkaitan dengan investasi, termasuk kebijakan yang terkait
dengan derivatif, melibatkan penilaian proses dalam praktek-praktek investasi perusahaan
untuk mengidentifikasi risiko dan untuk menentukan efektivitas proses-proses tersebut.
2. Mystery shopping, melibatkan melakukan belanja anonim untuk menilai tenaga penjual
yang transaksi dengan pelanggan dan prosedur yang mereka ikuti.
4. Penilaian Resiko tindakan Fraud dan ilegal, meliputi pengembangan profil resiko fraud
dan menilai kecukupan sistem dan kebijakan perusahaan dalam mencegah dan mendeteksi
fraud dan tindakan-tindakan ilegal.
7. Sertifikasi ISO 9000, melibatkan sertifikasi kepatuhan perusahaan ISO 9000 standar
kualitas kontrol, yang membantu memastikan produk perusahaan berkualitas tinggi
Jasa Non Assurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya tidak
memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain
keyakinan. Jenis jasa non assurance yang dihasilkan olah akuntan publik adalah jasa
kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Dalam jasa kompilasi, akuntan publik melaksanakan berbagai jasa akuntansi kliennya,
seperti pencatatan transaksi akuntansi sampai dengan penyusunan laporan keungan. Jasa
perpajakan meliputi bantuan yang diberikan oleh akuntan publik kepada kliennya dalam
pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) pajak penghasilan, perencanaan pajak,
dan bertidak mewakili kliennya dalam menghadapi masalah perpajakan. Jasa konsultasi
diatur dalam Standar Jasa Konsultasi. Jasa konsultasi dapat meliputi jasa-jasa berikut ini:
1. Konsultation (consultations)
3. Jasa Implementasi
4. Jasa Transaksi
6. Jasa produk
1. Audit operasional
Mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi
organisasi. Pada akhirnya audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan
rekomendasi untuk memperbaiki operasi. Contoh: auditor mungkin mengevaluasi efisiensi
dan akurasi pemrosesan transaksi penggajian dengan system computer yang baru dipasang.
Ada beberapa jenis auditor yang dewasa ini berpraktik:
Bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh
semua perusahaan terbuka, kebanyakan perusahaan lain yang cukup besar, dan banyak
perusahaan serta organisasi nonkomersial yang lebih kecil.
Bertanggung jawab untuk mengaudit SPT pajak wajib pajak untuk menentukan apakah
SPT itu sudah mematuhi peraturan pajak yang berlaku. Audit ini murni bersifat audit
ketaatan. Auditor yang melakukan pemeriksaan ini disebut internalrevenue agent (agen
penerimaan negara).
4. Auditor Internal
Dipekerjakan oleh perusahaan untuk melakukan audit bagi manajemen. Tanggung jawab
auditor internal sangat beragam, tergantung pada si pemberi kerja.Ada staf audit internal
yang hanya terdiri atas satu atau dua karyawan yang melakukan audit ketaatan secara rutin.
1.6. Kegiatan Kantor Akuntan Publik
Kantor Akuntan Publik menyediakan jasa-jasa audit dan telah memperluas cakupan jasanya
dengan menyediakan tambahan jasa-jasa atestasi dan assurance. Di dalam jasa-jasa
tambahan yang umumnya disediakan oleh Kantor Akuntan Publik tersebut termasuk pula
jasa akuntansi dan pembukuan, jasa perpajakan serta jasa konsultasi manajemen. Kantor
AKuntan Publik secara berkesinambungan terus mengembangkan produk-produk dan jasa-
jasa baru, termasuk pula spesialisasi dalam perencanaan keuangan dan penilaian bisnis.
Kebanyakan klien kecil dengan staf akuntansi yang terbatas menyadarkan diri pada Kantor
Akuntan Publik untuk mempersiapkan laporan keuangan mereka. Beberapa klien kecil
kekurangan personil atau keahlian untuk mempersiapkan bahkan jurnal dan buku besar
mereka sendiri. Selanjutnya, Kantor Akuntan Publik melaksanakan serangkaian jasa
akuntansi dan pembukuan untuk memenuhi kebutuhan dari para klien ini. Pada banyak
kasus, ketika laporan keuangan akan diberikan kepada pihak ketiga pula, suatu review
bahkan suatu proses audit dilaksanakan. Ketika tak satupun dari hal tersebut dilakukan,
laporan keuangan hanya akan disertai dengan sejenis laporan dari kantor akuntan public
yang dikenal suatu laporan kompilasi, yang sama sekali tidak memberikan keandalan
kepada pihak ketiga.
2. Jasa Perpajakan
Mayoritas Kantor Akuntan Publik menyediakan beberapa jasa tertentu yang membuat
kliennya mampu mengelola bisnis secara lebih efektif. Jasa-jasa ini dikenal dengan sebutan
konsultasi manajemen atau jasa penasihat manajemen. Jasa-jasa ini beragam mulai dari
saran-saran sederhana untuk meningkatkan system akuntansi klien hingga saran dalam
strategi pemasaran, instalasi computer, serta konsultasi manfaat aktuaria. Banyak dari
Kantor Akuntan Publik yang besar memiliki departemen yang terlibat secara eksklusif dalam
jasa konsultasi manajemen dengan interaksi yang sangat kecil pada staf audit atau staf
perpajakan. Pendapatan dari jasa konsultasi manajemen telah meningkatkan secara
signifikan dalam tahun-tahun terakhir ini.
Pemakaian gelar certified public accounting (CPA) diatur oleh hukum Negara bagian melalui
departemen pemberi lisensi disetiap Negara bagian. Dalam setiap Negara bagian, peraturan
untuk mempertahankan lisensi demi berpraktiksetelah gelar itu diperoleh untuk pertama
kalinya. Sebagian besar professional muda yang ingin menjadi CPA memulai karir mereka
dengan bekerja pada sebuah KAP. Setelah menjadi CPA, banyak yang meninggalkan KAP
asalnya dan bekerja di lingkungan industry, pemerintahan, atau pendidikan.
1. Persyaratan Pendidikan
Lulus sarjana akuntansi atau sarjana ekonomi bidang akuntansi dan sudah mendapatkan
nomor register Negara bidang akuntan.
Lulus ujian sertifikasi akuntan public yang terdiri dari empat ujian yakni: Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan; Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial dan Perpajakan; Auditing dan
Assurance; dan Akuntansi Manajemen, Manajemen Keuangan dan System Informasi
3. Persyaratan Pengalaman
3. Standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International
Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan
kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk penerapannya, IAASB juga
telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis yang diberi
nama International Related Service Practice Statements (IRSPSs).
Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan standar
untuk memberikan mutu pelayanan yang baik. Standar ini dinamakan International
Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).
SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan
standar teknis yang dikodifikasi dalam SPAP terdiri dari :
Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei
2000.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu
pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi tiga bagian
utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.
Pendekatan pekerjaan audit di ISA dibagi dalam enam tahap. Tahap pertama dimulai
dengan persetujuan penugasan (agreement of engagement). Kemudian, tahap kedua
melakukan pengumpulan informasi, pemahaman bisnis dan sistim akuntansi klien, serta
penentuan unit yang akan diaudit. Tahap ketiga adalah pengembangan strategi audit. Hal
ini dilakukan dengan memperhatikan access inherent list.
Tahap selanjutnya adalah execute the audit, yaitu mulai melaksanakan audit. Pada saat
melaksanakan audit maka akan dilakukan test of control, substantive and analytical
procedure dan other substantive procedure. Tahap kelima, mulai membentuk opini. Dan
tahap terakhir adalah membuat laporan audit.
Dari keenam tahapan pekerjaan audit yang diatur dalam ISA tersebut sepertinya tidak jauh
berbeda dengan pengaturan dalam SPAP yang menjadi pedoman audit bagi KAP di
Indonesia. Demikian sedikit gambaran International Standar on Auditing (ISA) yang
merupakan standar audit internasional dibandingkan dengan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) yang merupakan standar audit yang berlaku di Indonesia.
Kalimat pertama dalam pragraf lingkup berbunyi sebagai berikut : “kami melaksanakan
audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia”. Dalam
kalimat ini auditor menyatakan bahwa audit yang dilakukan atas laporan keuangan bukan
sembarang audit, melainkan audit yang dilakasnakan berdasarkan standar yang ditetapkan
oleh badan penyusun standar. Di Indonesia, badan yang berwenang menyusun standar
auditing adalah Dewan Standar Profesional Akuntan Publik, Komponen Akuntan Publik,
Ikatan Akuntan Indonesia. Tidak setiap orang yang dapat melakukan audit terhadap laporan
keuangan yang dapat menyatakan auditnya dilakukan berdasarkan standar auiditing.
Standar auditing mengatur syarat-syarat diri auditor, pekerja lapangan, dan penyusun
laporan audit.
Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar
auditing terdiri dari 10 standar yang dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing
(PSA). PSA memberikan penjelasan lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum
dalam standar auditing.
Di negara lain contohnya Amerika Serikat standar ini dikeluarkan oleh the American Institute
of Certified Public Accountants (AICPA) dan standar auditnya bernama Generally Acceptef
Auditing Standards (GAAS).
Standar auditing dijelaskan di dalam PSA adalah ketentuan-ketentuan dan pedoman utama
yang harus diterapkan oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan audit nantinya. Kepatuhan
terhadap PSA yang disahkan oleh IAPI bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI.
Di dalam PSA terdapat Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA) yang merupakan
interpretasi yang resmi dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan yang ada di dalam PSA.
IPSA dapat memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dari penafsiran ketentuan
yang dimuat dalam PSA yang artinya interpretasi ini lebih lanjut dan luas dari berbagai
ketentuan di dalam PSA.
Standar auditing terbagi menjadi 3 bagian diantaranya Standar Umum, Standar Pekerjaan
Lapangan dan Standar Pelaporan.
A. Standar Umum
Standar umum berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya sehingga
bersifat pribadi. Standar ini mencakup tiga bagian diantaranya:
1. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang mempunyai keahlian dan
pelatihan teknis yang memadai sebagai auditor.
2. Auditor harus mempertahankan mental dari segala hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi.
3. Auditor wajib menggunakan keahlian profesionalnya dalam melaksanakan pelaksanaan
audit dan pelaporan dengan cermat dan seksama.
5. Tak hanya memperhatikan standar auditing saja, pemahaman yang memadai atas
pengendalin intern sangat dibutuhkan untuk merencanakan audit dan menentukan sifat
6. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi pengamatan, permintaan
keterangan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk dapat memberikan
pernyataan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
C. Standar Pelaporan
Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:
7. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
8. Hasil Laporan auditor harus menunjukkan, apabila ada ketidak konsistenan penerapan
prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dengan penerapan
pada periode sebelumnya.
b. Konstitusi organisasi.
2. Manajemen Personalia
Kebijakan dan prosedur perusahaan yang berkaitan dengan manajemen personalian harus
dilengkapi dengan keyakinan yang memadai bahwa:
b. Perikatan diserahkan kepada personel yang memiliki pelatihan teknis dan kemampuan
yang dipersyaratkan dalam perikatan
c. Personel yang terpilih untuk peningkatan karir harus memiliki kualifikasi yang
diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab yang akan diberikan kemudian.
d. Personel yang berpartisipasi dalam industri umum atau spesifik harus mengikuti
pendidikan professional berkelanjutan serta kegiatan pengembangan professional lainnya
yang meningkatkan kemampuan mereka untuk memenuhi tanggung jawab perikatan dan
persyaratan AICPA serta badan pengatur.
Secara umum perusahaan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang dapat
meminimalkan kemungkinan keterkaitan dengan klien yang manajemennya kurang memiliki
integritas. Selain itu, mereka harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk:
b. Memperoleh pemahaman yang sama dengan klien tentang sifat, lingkup dan
keterbatasan jasa yang akan dilaksanakan.
4. Kinerja Perikatan
b. Memastikan bahwa personel akan berkonsultasi dengan professiobal lain dan mencari
bantuan dari orang-orang yang memiliki keahlian, pertimbangan dan wewenang yang tepat
serta tepat waktu.
5. Pemantauan
Pemantauan adalah proses evaluasi yang akan berlangsung terus menerus atas system
pengendalian mutu perusahaan. Inspeksi adalah ukuran system pengendalian mutu pada
suatu titik waktu tertentu. Perusahaan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang
dapat memberikan pertimbangan dan evaluasi terus menerus tentang:
Standar Pengendalian Mutu mencangkup struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan untuk memberikan kyakinan yang memadai tentang kesesuaian perikatan
profesional dengan SPAP. Sistem pengendalian mutu haruslah komprehensif dan harus
dirancang selaras dengan struktur organisasi, kebijakan dan sifat prakteknya.
Setiap pengendalian mutu memiliki keterbatasan bawaan yang dapat berpengaruh terhadap
efektivitasnya. Perbedaan antar staff dan pemahaman persyaratan profesioanal, dapat
memengaruhi tingkat kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur pengendalian mutu,
yang kemudian memengaruhi efektivitas system tersebut.
KAP wajib mempertimbangkan setiap unsur pengendalian mutu yang akan dibahas, sejauh
mana akan diterapkan dalam pratiknya, dalam menentukan kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu lainnya. Unsur-unsur pengendalian mutu berhubungan satu samalain,
oleh karena itu, praktik pemekerjaan KAP memengaruhi kebijakan pelatihannya dan praktik-
praktik lainnya. Untuk memenuhi ketentuan yang dimaksud, KAP wajib membuat kebijakan
dan Prosedur pengendalian Mutu mengenai:
8. Penerimaan Dan Keberlanjutan Klien yaitu menentukan apakah perikatan dari klien akan
diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan
klien yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada prinsip pertimbangan
kehati-hatian (prudence)
Setiap Kantor Akuntan Publik (KAP) wajib memiliki sistem pengendalian mutu yang harus
diterapkan pada semua jasa audit, atestasi, akuntansi dan review, yang standarnya telah
ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Dalam setiap penugasan jasa profesional, KAP bertanggung jawab untuk mematuhi SPAP.
Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, KAP wajib mempertimbangkan integritas
stafnya, independensi terhadap klien, kompetensi, objektivitas serta penggunaan kemahiran
profesionalnya secara cermat dan seksama. Oleh karena itu, KAP harus memiliki sistem
pengendalian mutu yang mencakup struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan KAP untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan
profesional dengan SPAP.
Sistem Pengendalian Mutu KAP diatur dalam Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
(PSPM) No. 01 yang dikeluarkan oleh Komite SPAP.
Sifat dan lingkup kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang ditetapkan oleh KAP
dapat berbeda antara antara KAP yang satu dengan lainnya karena penyusunan sistem
pengendalian mutu KAP dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ukuran KAP, tingkat
otonomi yang diberikan kepada staf dan kantor-kantor cabangnya, sifat praktik, organisasi
kantor serta pertimbangan biaya manfaat.
Pada umumnya, komunikasi akan lebih baik apabila dilakukan secara tertulis, namun
keefektifan sistem pengendalian mutu KAP tidak terpengaruh oleh ketiadaan dokumentasi
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang ditetapkan oleh KAP. Ukuran, struktur, dan
sifat praktek KAP harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah dokumentasi kebijakan
dan prosedur pengendalian mutu diperlukan dan, jika diperlukan, seberapa luas
dokumentasi tersebut dilaksanakan.
Umumnya, dokumentasi kebijakan dan prosedur pengendalian mutu pada KAP besar akan
lebih ekstensif dibandingan dengan dokumentasi pada KAP kecil, begitu pula dokumentasi
akan lebih ekstensif pada KAP yang memilki banyak kantor dibandingkan dengan
dokumentasi pada KAP yang hanya memiliki satu kantor.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang
berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha,
pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya. .
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau
Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat
terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama
anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan
oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Prinsip Etika
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku
bagi seluruh anggota.
2. Aturan Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota
Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan
dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Prinsip etika yang
tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi
akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota
dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen.
Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan
jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin
masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas
pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
6. Kerahasiaan
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, menunjukkan komitmen atau profesionalisme.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan isntitusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak bboleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Integritas juga
mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.
Setiap anggota harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas megharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari
benturan kepentingan atau berada di bawah pengarug pihak lain. Anggota bekerja dalam
berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka diberbagai
situasi.
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan
perundang-undangan yang relevan.
2. Objektivitas, Akuntan Profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa terjadi,
tidak boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan, atau tidak boleh mempengaruhi
kepentingan pihak lain secara tidak pantas yang dapat mengesampingkan pertimbangan
professional atau pertimbangan bisnis.
Sebagian besar akuntan dan kebanyakan bukan akuntan memegang pendapat bahwa
penguasaan akuntansi dan atau teknik audit merupakan senjata utama proses akuntansi.
Tetapi beberapa skandal keuangan disebabkan oleh kesalahan dalam penilaian tentang
kegunaan teknik atau yang layak atau penyimpangan yang terkait dengan hal itu. Beberapa
kesalahan dalam penilaian berasal dari salah mengartikan permasalahan dikarenakan
kerumitannya, sementara yang lain dikarenakan oleh kurangnya perhatian terhadap nilai
etik kejujuran, integritas, objektivitas, perhatian, rahasia, dan komitmen terhadap
mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Berikut
penjelasannya :
3. Inovasi ; pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja
dengan metode baru.
4. Simplisitasi ; pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang
timbul dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
2.4. Perilaku Etika & Interpretasi Etika dalam Pemberian
Jasa Akuntan Publik
Setiap profesi yang meyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik
akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik
sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber
dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak –
pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang
berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai
dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
§ Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat
terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama
anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan
oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
§ Fungsi Etika
Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang
membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap
yang wajar dalam suasana pluralisme.
2.5. Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik dalam
Etika Profesi sebagai Entitas Bisnis
Milton Friedman memaparkan tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan
sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti
atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya
diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk
memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri, setiap
orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu dengan
yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak
melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan
dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik sebagai Entitas Bisnis bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik
meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu
mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik
dibanding mengejar laba.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk ”uang”
dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor
Akuntansi Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan
publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakn kepentingan publik dan juga
memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Tanggung jawab manajemn atas kewajaran penyajian (asersi) laporan keuangan berkaitan
dengan privilege untuk menentukan penyajiaan dan pengungkapaan apa yang dianggap
perlu. Jika manajemen bersikeras dengan pengungkapan laporan keuangan yang menurut
auditor tidak dapat diterimah, auditor dapat memilih untuk menerbitkan pendapat tidak
wajar atau pendapat wajar dengan pengecualiaan atau mengundurkan diri dari penugasan
tersebut.
SAS 1 (AU 110) menyatakan : Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan
keuangan telah bebas dari salah saji material , apakah itu disebabkan oleh kekeliruan
ataupun kecurangan. Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat
memperoleh kepastian yang layak, tetapi tidak absolut, bahwa salah saji yang material
dapat dideteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan
audit guna memperoleh kepastian yang layak bahwa salah saji, apakah yang disebabkan
oleh kekeliruan ataupun kecurangan, yang tidak material bagi laporan keuangan dapat
dideteksi.
d. Spektisme professional
e. Kecurangan berasal dari pelaporan keuangan yang curang versus misapropriasi aktiva
h. Pengumpulan bukti jika ada alsan untuk percaya bawa ada tindakan iligal yang
berdampak tidak langsung
i. Pengumpulan bukti dan tindakan lainya apabila ada alasan untuk mempercayai bahwa
tindakan iligal yang bedapak langsung atau tidak langsung telah terjadi.
Para auditor merencanakan dan melaksanakan audit guna mendeteksi kesalahan yang
dilakukan secara tidak sengaja oleh manajemen maupun para karyawan. Auditor
menemukan berbagai kesalahan atau kekeliruan yang berasal dari hal-hal seperti kesalahan
kalkulasi, penghilangan, kesalahpahaman dan misaplikasi standar akuntansi, serta
pengikhtisaran dan deskripsi yang tidak benar.
Auditor harus memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan keuangan telah
bebas dari salah saji yang material. Standar auditing mengakui bahwa kecurangan lebih sulit
dideteksi karena manajemen atau karyawan yang melakukan kecurangan akan berusaha
menyembunyikan kecurangan itu.
Tindakan ilegal (tindakan yang melawan hukum) didefinisikan dalam SAS 54 (AU 317)
sebagai pelanggaran terhadap hukum atau peraturan pemerintah selain kecurangan.
Tiga tingkat tanggung jawab auditor untuk menemukan dan melaporkan tindakan
ilegal:
a. Pengumpulan bukti jika tidak ada alasan untuk percaya bahwa ada tindakan ilegal yang
berdampak tidak langsung.
b. Pengumpulan bukti dan tindakan lainnya apabila ada alasan untuk mempercayai bahwa
tindakan ilegal yang berdampak langsung atau tidak langsung telah terjadi.
1. Salah Saji yang Material vs Tidak Material. Tingkat materialitas diukur dari kemungkinan
salah saji atas laporan keuangan untuk mempengaruhi atau bahkan mengubah keputusan
pengguna laporan keuangan. Auditor bertanggung jawab untuk memperoleh kepastian
yang layak bahwa ambang batas materialitas telah dipenuhi. Sedangkan untuk menemukan
semua salah saji yang tidak material memerlukan biaya yang sangat besar, tidak sejalan
dengan prinsip cost-benefit.
2. Kepastian yang Layak. Kepastian yang layak adalah tingkat kepastian yang tinggi, tetapi
tidak absolut, bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Konsep ini
menunjukkan bahwa auditor bukanlah penjamin atau pemberi garansi atas kebenaran
laporan keuangan. Jadi kemungkinan salah saji yang material tidak ditemukan dapat terjadi.
Alasan auditor bertanggung jawab atas kepastian yang layak:
b) Auditor mengandalkan bukti audit yang persuasif, tetapi tidak meyakinkan. Hal ini
disebabkan karena penyajian akuntansi mengandung estimasi yang kompleks, yang
melibatkan sejumlah ketidakpastian serta dapat dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa di
masa depan.
c) Laporan keuangan yang disusun dengan penuh kecurangan seringkali tidak mungkin
untuk dideteksi oleh auditor. Pembelaan auditor jika salah saji yang material tidak
terungkap adalah melaksanakan audit sesuai dengan standar auditing.
3. Kekeliruan (Error) vs Kecurangan (Fraud). Kekeliruan adalah salah saji dalam laporan
keuangan yang tidak disengaja, sementara kecurangan adalah salah saji yang disengaja.
Keduanya dapat bersifat material maupun tidak material. Kecurangan dapat dibedakan
menjadi misaprosiasi aktiva (penyalahgunaan/kecurangan karyawan) dan pelaporan
keuangan yang curang (kecurangan manajemen).
4. Skeptisme Profesional. Agar auditing dapat memberikan kepastian yang layak untuk
mendeteksi kekeliruan ataupun kecurangan, maka auditing harus direncanakan dan
dilaksanakan dengan sikap skeptisme profesional, yaitu sikap yang penuh dengan
keingintahuan serta penilaian kritis atas bukti audit.
5. Kecurangan yang Berasal dari Pelaporan Keuangan yang Curang vs Misaprosiasi Aktiva.
Pelaporan keuangan yang curang akan merugikan pemakai karena menyediakan informasi
laporan keuangan yang tidak benar untuk membuat keputusan sedangkan misaprosiasi
aktiva akan mengakibatkan pemegang saham, kreditor, serta pihak lainnya mengalami
kerugian karena aktiva tersebut tidak lagi menjadi milik pemiliknya yang sah.
Hak dan kewajiban merupakan satu-satunya asersi yang berkaitan dengan saldo tanpa
melibatkan asersi yang berkaitan dengan transaksi yang serupa, tujuan audit yang berkaitan
dengan penyajiaan dan pengungkapan yang berhubungan erat dengan tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo. Auditor seringkali mempertimbangkan tujuan audit yang berkaitan
dengan penyajiaan dan pengungkapan ketika menetapkan tujuan audit yang berkaitan
dengan saldo.
Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti harus dikumpulkan untuk
memenuhi tujuan tersebut pada setiap audit. Untuk melakukan hal tersebut, auditor
mengikuti proses audiit, yaitu metodologi yang telah didefinisikan dengan baik untuk
meneta audit guna memastikan bahwa bukti yang diperoleh sudah mencukupi serta tepat,
dan bahwa semuah tujuan audit yang disyaratkan sudah ditetapkan dan dipenuhi. Ada dua
pertimbangan utama yang mempengaruhi pendekatan yang akan digunakan auditor;
1. Bukti audit yang mencukupi harus dikumpulkan agar dapat memenuhi tanggung jawab
profesional auditor.
4. Mengetahui tujuan audit umum untuk kelas transaksi, akun, dan pengungkapan
5. Mengetahui tujuan audit khusus untuk kelas transaksi, akun, dan pengungkapan.
Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing
Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA).
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang tercantum di
dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus
diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA
yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk di dalam
PSA adalah Interpretasi.
Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan
oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan
demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut
berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota
IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
Standar umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
Standar pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
1. Audit laporan keuangan ( financial statement audit ). Audit laporan keuangan adalah
audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk
memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-
kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan
seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak.
2. Audit kepatuhan (compliance audit ). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah
yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu . Kriteria-
kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda.
Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur
pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal, karena oleh
pegawai perusahaan.
b. Informasi yang dievaluasi adalah informasi yang dapat diukur. Hal-hal yang bersifat
kualitatif harus dikelompokkan dalam kelompok yang terukur, sehingga dapat dinilai
menurut ukuran dan kriteria yang jelas.
c. Entitas ekonomi. Untuk menegaskan bahwa yang diaudit adalah kesatuan, baik berupa
perusahaan, divisi, atau yang lain.
e. Melaporkan hasilnya. Laporan berisi informasi tentang kesesuaian antara informasi yang
diuji dan kriterianya, atau ketidak-sesuaian informasi yang diuji dengan kriterianya serta
menunjukkan fakta atas ketidak-sesuaian tersebut.
Auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur penting yang diuraikan berikut ini.
Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau
prosedur yang logis, bererangka dan terorganisasi. Auditing dilaksanakan dengan suatu
urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan.
Proses sistematik tersebut ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan
yang dibuat oleh individu atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau
berperasangka terhadap bukti-bukti tersebut. Sebagai contoh, suatu badan usaha membuat
suatu pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi yang disajikan dalam laporan
keuangan dan auditor melakukan audit atas pernyataan yang dibuat oleh badan usaha
tersebut. Dalam auditnya, auditor tersebut melakukan proses sistematik untuk memperoleh
bukti-bukti yang menjadi dasar pernyataan yang disajikan oleh badan usaha tersebut dalam
laporan keuangannya, dan mengevaluasinya secara objektif, tidak memihak, baik kepada
pemberi kerja (manajemen) maupun kepada pihak ketiga (pemakai hasil audit).
3. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi.
Yang dimaksud dengan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi di sini adalah
hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran dan
penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi ini
menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan, yang umumnya
terdiri dari empat laporan keuangan pokok; neraca, laporan laba-rugi, laporan saldo laba
(retained earnings), dan laporan arus kas. Laporan keuangan dapat pula berupa laporan
biaya pusat pertanggungjawaban tertentu dalam perusahaan.
Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti
tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan criteria
yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan criteria tersebut
kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kuantitatif.
Kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan (yang berupa
hasil proses akuntansi) dapat berupa:
Umumnya, auditor yang bekerja di instansi pajak, di Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (Bepeka) menggunakan criteria
undang-undang (merupakan produk badan legislatif negara), prinsip akuntansi berterima
umum, atau peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan
audit atas laporan pertanggungjawaban keuangan instansi pemerintah, perusahaan swasta,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta projek
pemerintah. Auditor yang bekerja sebagai auditor intern di suatu perusahaan menggunakan
kriteria anggaran atau tolok ukur kinerja lain dalam melaksanakan auditnya. Auditor
independen menggunakan kriteria prinsip akuntansi berterima umum dalam menilai
laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.
6. Penyampaian hasil.
Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan atestasi (attestation). Penyampain hasil
ini dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report). Atestasi dalam
bentuk laporan tertulis ini dapat menaikkan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai
informasi keuangan atas asersi yang dibuat oleh pihak yang diaudit. Misalnya, jika auditor
independen menyatakan bahwa laporan keuangan auditan adalah wajar, maka pemakai
laporan keuangan tersebut akan mempercayai informasi yang tercantum dalam laporan
tersebut. Sebaliknya, jika auditor independen menyatakan bahwa laporan keuangan
keuangan auditan tidak wajar, maka kepercayaan pemakai laporan keuangan atas laporan
tersebut akan sangat berkurang atau hilang.
Dalam dunia bisnis, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para
pemakai informasi keuangan seperti; pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor
dan kreditur, organisasi buruh, dan kantor pelayanan pajak.
Tujuan pengauditan umum atas laporan keuangan oleh auditor independen merupakan
pemberian opini atas kewajaran di mana laporan tersebut telah disajikan secara wajar,
dalam segala hal yang material , posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlak umum di Indonesia.
Jika auditor yakin bahwa laporan tidak disajikan secara wajar atau tidak mampu menarik
kesimpulan dikarenakan bahan bukti yang tidak memadai, maka auditor bertanggung jawab
untuk menginformasikan kepada para pengguna laporan keuangan melaui laporan
auditnya.
Secara umum, audit yang dilakukan bertujuan untuk melakukan verifikasi bahwa subyek dari
audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktek yang
telah disetujui dan diterima. Secara terperinci, tujuan audit adalah untuk :
d. membuat penilaian (valuation). Kegiatan audit juga bertujuan untuk memastikan bahwa
semua prinsip akuntansi yang berlaku umum diterapkan dengan benar.
f. membuat pisah batas (cut off). Audit yang dilakukan untuk memastikan bahwa semua
transaksi yang dekat dengan tanggal neraca dicatat pada periode yang sesuai.
Tujuan audit terkait saldo artinya beberapa tujuan audit harus terpenuhi oleh masing-
masing saldo akun. Tujuan audit terkait transaksi artinya beberapa tujuan audit harus
terpenuhi sebelum auditor dapat menyimpulkan bahwa transaksi tersebut telah dicatat
dengan tepat. Tujuan audit terkait penyajian artinya terdapat tujuan audit spesifik terkait
penyajian dan pengungkapan akun piutang dagang dan wesel bayar.
PSA 07 (SA 326) mengelompokkan asersi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut :
1. Asersi mengenai kelompok-kelompok transaksi dan kejadian-kejadian selama periode
yang diaudit
3. Akurasi (accuracy). Asersi akurasi membahas apakah transaksi telah dicatat dengan
jumlah yang benar. Menggunakan harga yang salah untuk mencatat transaksi pembelian
dan kesalahan dalam perhitungan harga dikalikan dengan kuantitas merupakan contoh
pelanggara akurasi.
5. Pisah Batas (cut off). Asersi pisah batas membahas apakah transaksi telah dicatat pada
periode pembukuan yang tepat.
4. Hak dan Kewajiban (Rights and obligations). Asersi ini menekankan pada apakah aset
merupakan hak entitas tersebut dan apakah liabilitas merupakan kewajiban dari entitas
tersebut pada suatu tanggal tertentu.
1. Keterjadian dan Hak dan Kewajiban (occurence and Rights and obligation). Asersi ini
membahas apakah kejadian-kejadian yang diungkapkan telah benar-benar terjadi dan
merupakan hak dan kewajiban dari entitas tersebut.
3. Akurasi dan Penilaian (Accuracy and Valuation). Asersi akurasi dan penilaian dan alokasi
terkait dengan apakah informasi keuangan telah diungkapkan dengan wajar dan dengan
jumlah yang tepat.
SA Seksi 326 paragraf 03 menyebutkan berbagai asersi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Asersi tersebut dapat bersifat implisit maupun eksplisit. Asersi manajemen yang
disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar
berikut ini:
Behubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan
apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
2. Asersi Kelengkapan
Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan
dalam laporan keuangan.
Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
4. Asersi Penilaian atau Alokasi
Berhubungan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah
dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.
Secara tidak langsung, hal tersebut diatas telah melukiskan hubungan antara asersi
manajemen dengan tujuan umum audit. Karena kewajaran laporan keuangan sangat
ditentukan integritas berbagai asersi manajemen yang terkandungdalam laporan keuangan.
Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor atas aktiva
yang berwujud (tangible asset). Jenis bukti ini sering berkaitan dengan persediaan dan kas,
tetapi dapat pula diterapkan untuk berbagai verifikasi atas surat berharga, surat piutang,
serta aktiva tetap yang berwujud Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap aktiva
merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang bersangkutan.
Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan
observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan
erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.
b. Konfirmasi (confirmation)
Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secara tertulis mupun lisan dari
pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan keakuratan informasi sebagaimana
yang diminta oleh auditor. Permintaan ini ditujukan bagi klien, dan klien meminta pihak
ketiga yng independen untuk memberikan tanggapannya secara langsung kepada auditor.
Karena konfirmasi-konfirmasi ini datang dari berbagai sumber yang independent terhadap
klien, maka jenis bukti audit ini sangatlah dihargai dan merupakan jenis bukti yang paling
sering dipergunakan, walaupun banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:
c. Dokumentasi (documentation)
Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan klien untuk
mendukung informasi yng tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan. Berbagai
dokumen yang di uji auditor adalah catatan-catatan yang dipergunakan oleh klien untuk
menyediakan informasi bagi pelaksanaan bisnis yang terorganisasi. Karena pada umumnya
setip transaksi dalam organisasi klien ini minimal didukung oleh selembar dokumen,maka
jenis bukti audit ini tersedia dalam jumlah besar.
Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara
langsung.
2) Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
Dokumentasi merupakan suatu bentuk bukti yang dipergunakan secara luas dalam setiap
penugasan audit karena pada umumnya jenis bukti ini telah tersedia bagi auditor dengan
biaya perolehan bukti yang relative rendah.seringkali jenis bukti ini merupakan satu-satunya
jenis bukti audit yang layak dan siap pakai.
Walaupun banyak bukti yang diperoleh dari klien berasal dari hasil wawancara ini, bukti
tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti yang meyakinkan karena tidak diperoleh dari
sumber yang independen dan barangkali cenderung mendukung pihak klien. Oleh karena
itu, saat auditor memperoleh bukti dari hasil wawancara ini, pada umumnya merupakan
suatu keharusan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit lainnya yang lebih meyakinkan
melalui berbagai prosedur lainnya.
Hitung uji ini melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer informasi
yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit pada sejumlah
sampel yang diambil auditor. Pengujian kembali atas berbagai perhitungan ini terdiri dari
pengujian atas keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur seperti
pengujian perkalian dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam
jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung, serta menguji perhitungan atas beban
depresiasi dan beban dibayar di muka. Pengujian kembali atas berbagai transfer informasi
mencakup penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat informasi
tersebut dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu dicatat
dalam nilai yang sama pada setiap saat.
g. Observasi (observation)
Bukti audit didasarkan atas standar pekerjaan lapangan ketiga. Ada empat kata penting
dalam standar tersebut, yaitu:
1. Bukti Audit
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor. Data akuntansi
berupa jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman akuntansi,
memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja (work sheet) yang
mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan merupakan bukti
yang mendukung laporan keuangan. Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti
cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang
mengetahui; informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan,
inspeksi, dan pemeriksaan fisik; serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia
bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang
kuat.
Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan
oleh auditor. Pertimbangan profesional auditor memegang peranan yang penting. Ada
beberapa factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menetukan cukup atau
tidaknya bukti audit:
Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit yang
lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak material. Untuk akun yang
memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah bukti
audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan
akun yang memilliki kemungkinan kecil untuk salah disajikan dalam laporan keuangan.
b. Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti
tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya.
Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih
banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak
bukti audit yang diperlukan.
c. Faktor Ekonomi
Pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua faktor: waktu dan
biaya. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan
yang sama tingginya dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, aditor memilih untuk
memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi: biaya dan
manfaat (cost and benefit).
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan
untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui bahwa
klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan
usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor mengenai keandalan
informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan
akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor
mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
2. Tipe Informasi Penguat
1. Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva
berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk mengidentifikasi
sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu usaha untuk
menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
2. Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka
atau symbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:
1) Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung
kepada auditor.
2) Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip klien.
4. Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang
beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.
Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara lisan dari
klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan
tersebut merupakan tipe bukti lisan.
Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang lebih
intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan,
dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus
dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh
auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien.
Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada ditangan
auditor. Jika auditor menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang kompeten,
hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat
wajar. Jika auditor puas dengan hasil penemuan spesialis, dan jika ia memberikan pendapat
selain pendapat wajar, maka ia dapat menunjukkan hasil pekerjaan spesialis tersebut untuk
mendukung alasan tidak diberikan pendapat wajar dalam laporan auditnya.
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan
informasi penguat. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan
akuntansi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Pada umumnya,
kecukupan bukti diukur dengan ukuran sampel yang dipilih oleh auditor. Misalnya untuk
suatu prosedur audit, bukti yang diperoleh dari sampel sebesar 100 bukti umumnya akan
lebih memadai daripada pengambilan sampel sebanyak 50 bukti.Kompetensi informasi
penguat dipengaruhi oleh beberapa faktor:
b. Sumber, bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya
merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi.
d. Objektivitas, bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang
bersifat subjektif.
Bukti Audit Sebagai Dasar yang Layak untuk Menyatakan Pendapat Auditor
Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
b. Integritas manajemen, auditor akan meminta bukti kompeten jika terdapat keraguan
terhadap integritas manajemen.
c. Kepemilkikan publik versus terbatas, auditor memerlukan tingkat keyakinan yang lebih
tinggi dalam audit atas laporan keuangan perusahaan publik dibandingkan dengan audit
atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh dikalangan terbatas.
Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (Ikatan Akuntan
Indonesia, 2001) mensyaratkan agar audit dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
atas pendeteksian salah saji yang material dalam laporan keuangan.
Menurut SA Seksi 326 (PSA No. 07), Paragraf Audit No. 20 menyatakan bahwa Auditor pada
hakikatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang wajar.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup
audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan
kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis
entitas.
1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas
tersebut.
3. Metode yang digunakan oleh ent itas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi
yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi
akuntansi pokok perusahaan.
7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti
risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.
8. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor
tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam,
laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).
Rencana Audit adalah prinsip dasar audit, yang mengatakan bahwa auditor harus
memperoleh detail bisnis yang dilakukan oleh klien. Ini untuk memastikan sifat, waktu dan
tingkat prosedur audit, yang dilakukan oleh anggota tim perikatan. Selain fakta-fakta lain,
harus dikembangkan untuk mencakup:
Agar dapat membuat perencanaan audit secara memadai, auditor harus memiliki
pengetahuan tentang bisnis kliennya agar memahami kejadian, transaksi, dan praktik yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan.
a. Jenis usaha, jenis produk dan jasa, lokasi perusahaan, dan karakteristik operasi
perusahaan, seperti misalnya metode produksi dan pemasaran.
b. Jenis industri, dan mudah tidaknya industri terpengaruh oleh kondisi ekonomi, serta
praktik dan kebijakan yang lazim dalam industri tersebut.
a. Dalam tahap perencanaan audit, membantu auditor dalam merencanakan sifat, waktu dan
luasnya prosedur audit lainnya.
b. Dalam tahap pengujian, sebagai pengujian yang substantif untuk memperoleh bukti
mengenai suatu asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau transaksi.
c. Pada panyelesaian audit, didalam melakukan review akhir terhadap kelayakan keseluruhan
laporan keuangan yang diaudit.
c. Melaksanakan perhitungan/perbandingan
Tahap ini sering disebut dengan materialitas perencanaan dimana sedikit berbeda dengan
tingkat materialitas yang digunakan dalam penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan
audit karena situasi yang ada disekitarnya mungkin akan berubah dan informasi tambahan
klien akan diperoleh selama masa pelaksanaan audit. Dalam merencanakan suatu audit,
auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat berikut :
a. Tingkat laporan keuangan kerena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai
laporan keuangan secara keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan
keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.
Konsep risiko audit sangat penting sebagai dasar mengekspresikan konsep keyakinan yang
memadahi. Dalam tahap ini auditor harus membuat penilaian megenai berbagai komponen
risiko audit yaitu risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Hai ini diperlukan
untuk mengarahkan keputusan tentang sifat, waktu, dan luas prosedur audit dan keputusan
mengenai penetapan staf audit.
Resiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material, dengan
mengasumsikan tidak terdapat pengendalian. Prosedur yang dilaksanakan untuk
mendukung penilaian risiko bawaan biasanya serupa dengan untuk memperoleh
pemahaman mengenai bisnis dan industri. Risiko pengendalian adalah risiko bahwa salah
saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak akan sapat dicegah atau dideteksi
dengan tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko deteksi adalah risiko bahwa
auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Risiko deteksi
dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi dari risiko prosedur analitis dan risiko pengujian
terinci. Dalam menentukan risiko deteksi auditor juga harus mempertimbangkan
kemungkinan akan membuat suatu kekeliruan.
Auditor kadang membuat keputusan pendahuluan tentang komponen model resiko audit
dan mengembangkan strategi awal untuk mengumpulkan bukti – bukti. Setelah
memperbaharui pengetahuan perubahan – perubahan dalam entitas dan lingkungan, dan
menjalankan sedikit prosedur rencana audit awal, auditor mungkin harus memulai untuk
mengembangkan harapan apakah pengendalian internal berfungsi sesuai yang diharapkan.
Auditor mengembangkan strategi audit awal untuk mengaudit asersi.
Mengembangkan strategi audit awal untuk asersi yang signifikan bertujuan agar auditor
dalam perencanaan dan pelaksanaan audit dapat menurunkan risiko audit pada tingkat
serendah mungkin untuk mendukung pendapat auditor mengenai kewajaran laporan
keuangan. Terdapat dua alternatif strategi audit yaitu:
Strategi ini biasa digunakan dalam audit klien yang pertama kali daripada audit atas klien
lama. Strategi ini lebih mengutamakan pengujian substantif dari pada pengujian
pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk memperoleh
pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien.
Ini merupakan kebalikan dari strategi yang pertama, dimana yang lebih diutamakan dalam
strategi ini adalah pengujian pengendalian daripada pengujian substantif. Tetapi auditor
dalam hal ini auditor bukan berarti tidak melakukan pengujian substantif tapi tidak se-
ektensif pada pendekatan yang pertama. Auditor lebih banyak melakukan prosedur untuk
memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien. Strategi ini sering
digunakan dalam audit klien lama.
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan,kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku,dan efektivitas dan efisiensi operasi. Secara umum,
auditor perlu memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern kliennya untuk
perencanaan auditnya. Secara khusus pemahaman auditor tentang pengendalian intern
yang berkaitan dengan suatu asersi digunakan dalam kegiatan: kemungkinan dapat atau
tidaknya audit dilaksanakan, salah saji material yang potensialdapat terjadi, risiko deteksi,
dan perancangan pengujian substantive.
Sebelum melaksanakan pekerjaan audit, terlebih dahulu auditor internal harus menyusun
rencana audit secara sistematis. Rencana audit tersebut berfungsi sebagai:
f. Bahan pertimbangan bagi akuntan publik yang diberi penugasan oleh perusahaan.
Hal yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit adalah:
a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana
satuan usaha tsb beroperasi didalamnya,
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut,
c. Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi
akuntansi,
g. kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, dan
1. Hal-hal mengenai klien, pengetahuan tentang bisnis klien membantu auditor dalam
mengindentifikasi bidang yang memerlukan pertimbangan khusus; menilai kondisi yang
didalamnya data akuntansi yang dihasilkan,diolah, di-review dan dikumpulkan dalam
organisasi; menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas persediaan, depresiasi,
penyisihan piutang ragu-ragu, persentase penyelesaian kontrak jangka panjang; menilai
kewajaran representasi manajemenen; mempertimbangkan kesesuaian prinsip akuntansi
yang diterapkan dan kecukupan pengungkapannya.
3. Rencana Kerja Auditor. Hal-hal pentingnya antara lain : Staffing, pemeriksaan, dan jasa-
jasa audit yang diberikan. Hal-hal tambahannya : bantuan yang dapat diberikan klien seperti
mengisi formulir konfirmasi utang piutang, dan membuat jadwal-jadwal, time schedule.
Ruang lingkup dari perencanaan pemeriksaan ini adalah bervariasi sesuai dengan besarnya
dan kompleksitas permasalahan objek yang diperiksa dan pengetahuan mengenai jenis
usaha objek yang diperiksa. Adapun elemen-elemen perencanaan audit menurut Arens and
Loebbecke (2000:219) adalah :
1. Pra Plan (Perencanaan Awal). Beberapa hal penting yang terdapat dalam perencanaan
awal ini adalah menyangkut informasi mengenai alasan klien untuk diaudit,menerima atau
menolak klien baru maupun klien lama, mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit,
menentukan staf untuk penugasan dan memperoleh surat penugasan.
2. Memperoleh informasi mengenai latar belakang klien. Auditor harus memiliki tentang
ciri-ciri lingkungan kegiatan perusahaan klien yang akan diaudit yang berguna sebagai
acuan dalam menentukan surat penugasan atau perlu tidaknya prosedur-prosedur audit
khusus. Hal-hal yang harus dilakukan untuk memperoleh informasi sehingga dapat
memahami latar belakang klien adalah dengan cara : meninjau lokasi pabrik dan kantor,
menelaah kebijakan-kebijakan penting perusahaan,mengidentifikasi pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa serta mengevaluasi kebutuhan akan spesialis dari luar.
5. Menentukan materialitas dan menetapkan risiko audit yang dapat diterima. Besarnya
salah saji dalam informasi akuntansi dapat membuat pertimbangan pengambilan keputusan
terpengaruh. Tanggung jawab auditor adalah menetapkan apakah suatu laporan keuangan
terdapat salah saji material, apabila auditor berpendapat adanya salah saji yang material ia
harus memberitahukan hal ini pada klien, sehingga koreksi dapat dilakukan. Jika klien
menolak untuk mengoreksi laporan keuangan tersebut maka auditor dapat memberikan
pendapat dengan pengecualian.
Auditor menggunakan informasi yang didapatkan dari prosedur penilaian risiko terkait
dengan penerimaan klien dan perencanaan awal, memahami bisnis dan industry klien,
menilai risiko bisnis klien, dan melakukan prosedur analitis pendahuluan. Auditor
menggunakan penilaian materialitas, risiko audit yang dapat diterima, risiko bawaan, risiko
pengendalian, dan setiap risiko kecurangan yang teridentifikasi untuk mengembangkan
keseluruhan perencanaan audit. Diakhir fase I, auditor harus memiliki suatu rencana audit
dan program audit spesifik yang sangat jelas untuk audit secara keseluruhan.
2. Pengujian terperinci saldo, yang mana prosedur audit digunakan untuk menguji salah
saji moneter dalam saldo-saldo akun laporan keuangan.
2. Selama fase terakhir ini auditor melakukan prosedur audit terkait dengan liabilitas
kontejensi dan kejadian-kejadian setelah tanggal neraca. Peristiwa setelah tanggal neraca
menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi setelah tangga neraca, namun sebelum
penerbitan laporan keuangan dalam laporan audit yang berpengaruh terhadap laporan
keuangan.
Auditor harus mendapatkan bukti berikut untuk laporan secara keseluruhan selama fase
penyelesaian.
4. Membaca informasi dalam laporan tahunan untuk meyakinkan bahwa informasi yang
disajikan konsisten dengan laporan keuangan
Jenis laporan audit yang diterbitkan bergantung pada bukti yang dikumpulkan dan temuan-
temuan auditnya.
Program audit adalah cetak biru rencana audit, yang menentukan, bagaimana audit akan
dilakukan, siapa yang akan melakukan dan apa langkah-langkah yang harus diikuti untuk
melakukan hal yang sama. Ini adalah seperangkat instruksi, yang dikejar staf audit, untuk
pelaksanaan audit yang tepat.
Setelah rencana audit dirumuskan, program audit, yang terdiri dari berbagai langkah,
dikembangkan. Ini hanyalah rencana komprehensif untuk menerapkan prosedur audit,
dalam kondisi tertentu, dengan arahan untuk memilih metode yang tepat untuk mencapai
tujuan audit. Ini terutama didasarkan pada ukuran entitas dan faktor lain yang serupa.
Program audit menentukan apa dan berapa banyak bukti atau fakta yang harus diperoleh
dan dianalisis. Lebih lanjut, itu membagi tanggung jawab untuk staf audit, untuk melakukan
audit. Program audit harus cukup fleksibel untuk direvisi, sesuai dengan kondisi yang
berlaku.
Penyusunan program audit harus disesuaikan dengan kondisi organisasi/ bidang/ area
fungsional yang akan diaudit. Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan
program audit adalah:
Program audit individual yaitu program audit yang disusun tersendiri untuk masing-masing
audit, dan tidak menggunakan bentuk standar, serta disusun setelah melaksanakan survai
pendahuluan.
Program audit proforma yaitu program audit yang dikembangkan untuk berbagai tujuan
dan disiapkan guna mengumpulkan informasi yang sama dari beberapa periode untuk
melihat kecenderungan/trend dan perubahan-perubahannya. Program audit proforma
disiapkan sebelum survai pendahuluan dilaksanakan, dan dapat direvisi bila hasil survai
pendahuluan menunjukkan adanya perubahan-perubahan dari kegiatan-kegiatan yang
diaudit.
Program audit disiapkan oleh Ketua Tim Audit Internal dan disetujui oleh Kepala Bagian
Audit Internal. Program audit yang baik harus memuat informasi mengenai:
a. Tujuan audit
Tujuan audit yang dimaksud dalam program audit adalah tujuan yang bersifat khusus bukan
tujuan umum seperti yang terdapat pada batasan dan ruang lingkup audit internal. Tujuan
audit yang bersifat khusus tersebut dikaitkan dengan tujuan operasi yang akan diauditnya,
dimana tujuan audit ditetapkan untuk menentukan apakah sistem operasi yang dirancang
dan diimplementasikan dapat mencapai tujuannya atau tidak.
c. Prosedur audit.
Prosedur audit merupakan suatu teknik yang digunakan auditor untuk memperoleh bukti
audit yang akan digunakan untuk menentukan apakah tujuan operasi yang diaudit dapat
tercapai atau tidak.
d. Staf pelaksana.
Agar efektif, program audit harus terfokus kepada apa yang esensial (terpenting) dari suatu
operasi yang diaudit guna mencapai tujuannya, dan bukan terfokus kepada apa yang
menarik dari suatu operasi yang diaudit. Sebagai contoh: Pada aktivitas pembelian bahan
baku, salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh barang dengan harga yang
benar, oleh karena itu yang terpenting dari aktivitas pembelian untuk mencapai tujuan
tersebut adalah apakah ada mekanisme penawaran yang terbuka dan kompetitif atau tidak?,
dan bila ada apakah mekanisme tersebut dilaksanakan?. itulah yang harus menjadi fokus
dalam program audit, dan bukan kondisi yang mungkin menarik misalnya bahwa salah satu
dari supliernya memiliki hubungan keluarga dengan manajer logistik.
a. Review atas laporan audit, program audit, dan kertas kerja audit periode sebelumnya,
serta dokumen lain dari audit sebelumnya termasuk hal-hal yang masih memerlukan tindak
lanjut audit. Hal tersebut bermanfaat sebagai dasar untuk menentukan ruang lingkup audit
yang akan dilaksanakan.
c. Review atas kebijakan dan prosedur dari fungsi yang diaudit guna menentukan area/
bidang yang memungkinkan dapat diukur dan dinilai, dan menentukan apakah fungsi
tersebut berjalan/ beroperasi sesuai dengan yang diharapkan oleh manajemen.
d. Review atas literatur audit internal yang berkenaan dengan area yang diaudit. Hal
tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi terbaru mengenai teknik pengujian yang
dapat diterapkan pada aktivitas yang diaudit.
e. Menyusun bagan arus dari operasi/ aktivitas yang diaudit untuk mengidentifikasi
kelemahan sistem, dan untuk melakukan analisis visual atas proses transaksi.
f. Review atas standar kinerja (internal atau eksternal/ industri bila ada) untuk
memperoleh tolok ukur guna menguji dan mengevaluasi efisiensi dan efektivitas operasi
yang diaudit dan menentukan apakah operasi yang dimaksud mengacu kepada standar
yang telah ditetapkan.
g. Melakukan interview dengan auditee dan menyampaikan tujuan dan ruang lingkup
audit untuk memperoleh kesepahaman (menghindari kesalahpahaman) dengan auditee.
h. Menyusun anggaran yang merinci sumber daya yang diperlukan, guna menggambarkan
estimasi mengenai jumlah staf dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan audit.
j. Membuat daftar mengenai risiko yang material yang harus dipertimbangkan untuk
memastikan bahwa bidang/ area yang paling rentan terhadap ancaman (terjadinya
kesalahan/penyimpangan) mendapat perhatian yang tepat/ khusus.
Program audit perlu memperhatikan kriteria tertentu agar tujuan audit yang ditetapkan
dapat tercapai. Kriteria yang dimaksud antara lain:
a. Tujuan dari suatu operasi yang diaudit harus dinyatakan secara hati-hati dan disetujui
oleh auditee, sehingga tujuan audit atas operasi yang dimaksud dapat ditetapkan dengan
tepat.
b. Program audit harus disesuaikan dengan penugasan auditnya, dan tidak bersifat
memaksakan/ mendikte.
c. Setiap langkah kerja yang diprogram harus memperlihatkan alasan yang kuat, yaitu
berdasarkan tujuan operasi yang diaudit dan pengendalian yang diuji.
d. Langkah kerja diungkapkan dalam bentuk instruksi bukan dalam bentuk pertanyaan “ya”
atau “tidak” atau dangkal serta bias.
e. Program audit harus mengindikasikan skala prioritas dari langkah kerja (upaya untuk
memperoleh bukti audit utama harus didahulukan).
g. Program audit harus fisibel untuk dilaksanakan, baik dari aspek anggaran, staf
pelaksana, maupun (rentang) waktunya.
h. Program audit hanya memuat informasi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
audit (ringkas, jelas, dan fokus).
i. Program audit harus memuat bukti persetujuan Pimpinan Bagian Auidt Internal
sebelum dilaksanakan, termasuk perubahannya.
1. Rencana audit didefinisikan sebagai skema atau desain yang disiapkan oleh auditor
untuk melakukan audit, secara efektif. Di sisi lain, program audit mengacu pada rencana
lengkap yang terdiri dari daftar langkah verifikasi, yang akan diterapkan, ke akun akhir
organisasi, untuk mengumpulkan fakta dan bukti yang cukup, sehingga memudahkan
auditor untuk mengekspresikan pendapat .
2. Rencana audit tidak lain adalah prinsip audit yang pertama dan terpenting. Sebaliknya,
program audit adalah serangkaian langkah pemeriksaan dan verifikasi.
3. Rencana audit dirancang oleh auditor terlebih dahulu, setelah itu program audit
komprehensif yang terdiri dari berbagai langkah dibuat.
Tahap awal dalam audit laporan keuangan adalah mengambil keputusan untuk
menerima/menolak suatu kesempatan menjadi auditor untuk klien baru/ untuk melanjutkan
sebagai auditor bagi klien yang sudah ada.
2. Perencanaan audit
Tahap kedua ini untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit. Pada tahap ini perlu
diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing.
Tujuan utama tahap ini adalah mendapatkan bukti audit mengenai efektivitas struktur
pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangannya. Pada tahap ini harus
diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing.
4. Pelaporan temuan
Laporan audit bisa berupa laporan standar, yaitu laporan audit dengan pendapat wajar
tanpa perkecualian/ bisa juga menyimpang dari laporan standar.
4. Mengevaluasi independensi
Apabila perusahaan klien pernah mengalami kesulitan karena adanya gugatan hukum, dan
apabila penggugat bisa menemukan alasan bahwa ia dirugikan karena keputusan yang
diambilnyadidasarkan pada laporan keuangan , maka situasi demikian sangat mungkin akan
melibatkan auditor. Bila hal itu terjadi , maka auditor terancam untuk membayar denda atas
putusan pengadilan. Oleh karena itu, auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi dan
menolak calon klien yang memiliki risiko tinggi terkena gugatan hukum. Hal yang sama juga
perlu diperhatikan auditor, apabila calon klien menunjukkan ketidakstabilan keuangan ,
seperti tidak mampu membayar utang yang jatuh tempo.
c. Seorang senio/ lebih yang bertanggungjawab atas sebagian program audit dan
melakukan supervise serta mereview pekerjaan staf asisten.
2. Insinyur tambang untuk menentukan jumlah cadangan atau deposit barang tambang
yang ada di suatu pertambangan.
3. Aktuaris untuk menentukan jumlah rup[iah program pensiun yang akan digunakan
dalam akuntansi.
4. Penasehat hukum untuk memperkirakan hasil akhir dari suatu perkara pengadilan yang
masih berjalan.
1. Pada tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat,
saat, dan luas prosedur audit lainnya.
2. Pada tahap pengujian, sebagi pengujian substantive untuk memperoleh bukti tentang
asersi tertentu, yang berhubungan dengan saldo rekening atau jenis transaksi.
3. Pada tahap review akhir audit, sebagai review menyeluruh informasi keuangan dalam
laporan keuangan setelah diaudit
Tahapan-tahapan sistematis :
3. Melakukan perhitungan/perbandingan.
Dalam melakukan prosedur Audit, akan ada kesalahan atau kelalaian yang sering terjadi
dalam melaksanakannya. Berikut kesalahan yang sering terjadi dan yang harus Anda
hindari :
1. Ketika melakukan penulisan pada prosedur audit tanpa menjelaskan alasan prosedur.
Misalnya, auditor akan memeriksa contoh barang dari lembar inventaris ke inventaris,
namun tidak memberi tahu tujuan dan alasan prosedur dalam melakukan hal tersebut.
4. Menulis prosedur yang tidak jelas . Misalnya, periksa faktur, periksa catatan yang
diterima, dan lain sebagainya. Ini merupakan Prosedurtidak jelas, dan tidak seharusnya
untuk dilakukan dalam melakukan prosedur audit. Karena tidak menyebutkan apa yang
harus diperiksa dan alasan untuk apa memeriksanya. Ketika melakukan berbagai tindakan
seperti memeriksa catatan haruslah memiliki izin dan prosedur yang sudah ditetapkan.
8. Menulis prosedur audit yang tidak relevan. Misalnya, ketika Anda diminta untuk menulis
yang berkaitan dengan depresiasi aset tidak lancar, tidak tepat untuk memberikan prosedur
audit umum yang berkaitan dengan audit aset tidak lancar.
Prosedur audit pada awalnya disiapkan pada tahap perencanaan berdasarkan risiko yang
dinilai sesuai dengan lingkungan pengendalian internal serta pengendalian internal atas
pelaporan keuangan.
5. Menetapkan materialitas dan menilai risiko akseptibilitas audit serta risiko inheren
Dalam penerapan Materialitas tersebut ada lima tahap yang perlu diketahui, yaitu :
b. Evaluasi Hasil :
5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau pertimbangan
yang telah direvisi tentang tingkat materialitas.
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
(guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor
memberikan keyakinan berikut ini :
Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,
1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:
b. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada tingkat
minimum tertentu.
Karena sifatnya yang relatif maka tingkat materialitas dapat berubah. Selama pelaksanaan
audit tingkat materialitas bisa berubah-ubah karena :
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
· Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
pengendalian intern yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo
akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.
· Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi
yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern
entitas.
· Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.
Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor untuk
menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan kewajaran
penyajian saldo akun tertentu.
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material dengan asumsi
tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.
Risiko bawaan selalu ada dan tidak pernah mencapai angka nol. Risiko bawaan tidak dapat
diubah oleh penerapan prosedur audit yang paling baik sekalipun. Risiko bawaan bervariasi
untuk setiap asersi. Sebagai contoh, asersi keberadaan dan keterjadian kas mempunyai
risiko bawaan yang lebih tinggi daripada aktiva tetap. Hal inji disebabkan uang tunai
merupakan suatu asset yang sangat rawan terhadap manipulasi, dan semua orang berminat
terhadap uang. Sedangkan aktiva tetap lebih jelas keberadaannya.
Risiko bawaan juga dibedakan atas risiko bawaan setiap akun dan risiko bawaan
keseluruhan untuk banyak akun. Berikut merupakan beberapa faktor yang menentukan
risiko bawaan pada banyak akun: Profitabilitas perusahaan secara relative dibandingkan
dengan perusahaan pada umumnya. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan,
semakin kecil risiko bawaannya. Jenis usaha dan sensitivitas operasi. Perusahaan yang
bergerak pada bidang keuangan lebih besar risiko bawaannya daripada perusahaan
ekspedisi karena bidang keuangan sangat sensitive terhadap perubahan kurs mata uang,
dan perubahan tingkat suku bunga. Oleh karena itu, semakin sensitive operasi perusahaan,
semakin tinggi risiko bawaannya. Bidang usaha yang sangat dipengaruhi perkembangan
teknologi, dan kompetensi usahanya ketat, mengakibatkan risiko bawaan yang tinggi.
Masalah kelangsungan usaha. Perusahaan yang sedang mengalami masalah kebangkrutan
mempunyai risiko bawaan yang tinggi. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi
dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila
banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya. Integritas, reputasi, dan
pengetahuan akuntansi dari manajemen. Semakin baik integritas, reputasi, dan
pengetahuan tentang akuntansi yang dimiliki manajemen klien, semakin kecil risiko
bawannya.
Berikut ini merupakan faktor yang menentukan risiko bawaan suatu akun tertentu:
Auditabilitas akun atau transaksi. Semakin tinggi tingkat aktivitas akun, semakin rendah
risiko bawaan pada akun tersebut. Kerumitan masalah akuntansi terkait. Masalah akuntansi
terkait meliputi masalah pengakuan dan kerumitan penilaian akun. Masalah akuntansi yang
rumit akan meningkatkan risiko audit. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi
dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila
banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.
2. Risiko Pengendalian (Control Risk)
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material, yang dapat terjadi dalam
suatu asersi, tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh
berbagai kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern perusahaan. Risiko
pengendalian tidak pernah mencapai keyakinan penuh bahwa semua salah saji material
akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Risiko pengendalian merupakan fungsi dari
efektivitas struktur pengendalian intern. Semakin efektif struktur pengendalian intern
perusahaan klien, semakin kecil risiko pengendaliannya. Penetapan risiko pengendalian
didasarkan atas kecukupan bukti audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian
intern klien adalah efektif.
Risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi.
Risiko deteksi tergantung atas penerapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan dan
risiko pengendalian. Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi.
Sebaliknya semakin besar risiko bawaan ataupun risiko pengendalian, semakin kecil risiko
deteksi.
AR = IR X CR X DR
Risiko deteksi sebesar 13%, berarti auditor perlu merencanakan pengujian subtantif dengan
suatu cara yang akan menghasilkan risiko yang dapat diterima bahwa terdapat
kemungkinan kegagalan sekitar sebesar 13% dalam mendeteksi salah saji yang material.
Risiko ini dapat diterima jika auditor memiliki keyakinan dari sumber-sumber lain untuk
mendukung penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian.
2. Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari
pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang
organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.
3. Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan
keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas.
4. Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan
keuangan, kepatuhan dan operasi.
1. Lingkup dan ukuran entitas bisnis semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan
manajemen harus mengendalikan laporan dan analisis yang cukup agar peranan
pengendalian dapat berjalan efektif.
1. Tanggung jawab.
Struktur pengendalian intern mempunyai kaitan erat dengan auditor. Auditor mempunyai
kepentingan dengan kebijakan dan prosedur sasaran finansial. Istilah kebijakan adalah
kerangkan yang telah ditetapkan oleh manajemen untuk mencapai sasaran finansial,
sedangkan prosedur adalah langkah-langkah khusus, yang ada dalam kebijakan yang harus
diamati. Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa, tidak semua kebijakan dan prosedur
yang tercakup dalam struktur pengendalian intern relevan dengan audit. Kebijakan dan
prosedur yang relevan dengan audit adalah kebijakan dan prosedur mengenai kemampuan
entitas dalam mengolah data transaksi menjadi informasi laporan keuangan dan kebijakan
serta prosedur lainnya yang menyangkut data yang dipakai auditor dalam menerapkan
prosedur audit misalnya data statistik penjualan untuk yang dipakai prosedur analitik.
Struktur pengendalian yang efektif dirancang dengan tujuan pokok sebagai berikut:
· Struktur organisasi
2. Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan adalah penaksiran risiko
yang terkandung dalam asersi tertentu dalam laporan keuangan dan desain dan
implementasi aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk mengurangi risiko tersebut pada
tingkat minimum, dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat.
4. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan
keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan.
5. Pemantauan
Manajemen dan personel lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang
diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi,
keterbatasan waktu atau tekanan lain.
2. Gangguan
Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara
keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya
perhatian atau kelelahan.
3. Kolusi
Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi
(collusion).
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk
tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang
berlebihan atau kepatuhan semu.
Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian intern tidak boleh melebihi
manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut.
Informasi yang dikumpulkan oleh auditor dalam melaksanakan prosedur audit adalah:
Sistem informasi entitas sangat menentukan risiko salah saji dalam laporan keuangan.
Sistem akuntansi yang didesain dengan baik dan diimplementasikan dengan baik akan
menghasilkan informasi yang andal.
Auditor harus memahami jenis aktivitas yang digunakan oleh klien untuk memantau
efektivitas pengendalian intern untuk menghasilkan laporan keuangan yang andal.
Manajemen dan bukan auditor yang harus menyusun dan memonitor struktur pengendalian
internnya. Konsep ini sesuai dengan ketentuan yang menyatakan bahwa manajemen dan
bukan auditor yang bertanggung jawab dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku.
2. Kepastian yang Wajar
Struktur pengendalian intern tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif, meskipun telah
dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya. Bahkan, meskipun sistem yang ideal telah
dirancang, keberhasilannya tetap bergantung pada kompetensi dan kehandalan oleh
pelaksananya. Sebagai contoh, misalkan prosedur penghitungan persediaan telah disusun
dengan seksama dan dibutuhkan dua orang karyawan yang harus menghitung secara
terpisah. Apabila kedua karyawan yang bertugas tidak memahami petunjuk-petunjuk yang
mereka terima, atau keduanya bekerja ceroboh, penghitungan persediaan itupun cenderung
tidak benar. Bahkan apabila hasil penghitungan itu benar, manajemen mungkin
mengabaikan prosedurnya dan memerintahkan karyawannya untuk menaikkan jumlah
perhitungan barang-barang yang telah dibuat, untuk menaikkan laba yang dilaporkan.
Sama halnya bila karyawan yang bersangkutan, mungkin dengan sengaja menaikkan jumlah
perhitungannya untuk menutupi pencurian barang-barang tersebut oleh salah seorang atau
keduanya.Inilah yang disebut persekongkolan (collusion). Karena keterbatasan yang melekat
pada struktur pengendalian tersebut dan arena auditor tidak dapat mengharapkan
kepastian yang wajar dari keefektifannya, maka kepercayaan tidak dapat sepenuhnya
diletakkan pada beberapa tingkat risiko pengendalian. Karena itu, untuk merancang sistem
pengendalian intern yang efektif, auditor harus memperoleh bukti audit yang cukup dalam
menguji pengendalian intern. Selalu ada kemungkinan bahwa sistem pengendalian tidak
dapat melacak seluruh kesalahan yang material.
8. Matriks pengendalian.
3. Menilai apakah mungkin bahwa penilaian resiko pengendalian yang lebih rendah
dapat didukung
1. Permintaan keterangan
2. Pengamatan
Pengamatan dilaksanakan terhadap pekerjaan personel, dan dapat menghasilkan bukti yang
serupa dengan permintaan keterangan. Pengamatan yang baik dilakukan tanpa
sepengetahuan personel yang diamati dan bersifat mendadak.
3. Inspeksi
4. Pelaksanaan kembali
Lingkup pengujian pengendalian secara langsung dipengaruhi oleh taksiran tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan. Diperlukan pengujian dengan ruang lingkup yang lebih
luas untuk taksiran tingkat risiko pengendalian moderat atau rendah.
(2) Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah saji yang material
Untuk kebijakan dan prosedur yang relevan dengan asersi tertentu, auditor menggunakan
tipe jawaban ya/tidak dan komentar tertulis di dalam kuesioner, kelebihan, dan kekurangan
dicatat dalam bagan alir dan memoranda naratif.
2. Lakukan Identifikasi Salah Saji Potensial yang Dapat Terjadi dalam Asersi Entitas.
Untuk mengevaluasi desain dan operasi pengendalian intern klien, auditor kemudian
mengembangkan pengujian pengendalian terhadap setiap pengendalian yang diperlukan
untuk setiap asersi. Tujuan pengujian pengendalian ini adalah untuk menentukan efektivitas
desain dan operasi pengendalian intern.
Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi laporan keungan akhirnya didasarkan atas
hasil evaluasi terhadap bukti yang diperoleh dari :
(1) prosedur yang digunakan untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern
yang relevan dengan pelaporan keuangan
(2) pengujian pengendalian yang bersangkutan. Bugkti yang dikumpulkan oleh auditor
dapat berupa bukti dokumentar, elektronik, matematik, lisan, atau bukti fisik. Jika berbagai
tipe bukti mendukung kesimpuglan mengenai keefektifan suatu pengendalian, tingkat
keyakinan yang dapat diberikan oleh auditor meningkat. Sebaliknya, jika bukti yang
dikumpulkan tidak mendukung berbagai kesimpulan, tingkat keyakinan yang diberikan oleh
auditor menjadi berkurang.
Penaksiran risiko pengendalian dapat dilakukan oleh auditor dalam bentuk kuantitatif atau
kualitatif. Dalam bentuk kuantitatif, auditor misalnya dapat menyatakan bahwa terdapat
40% risiko pengendalian yang bersangkutan tidak dapat mencegah atau mendeteksi salah
saji tertentu. Dalam bentuk kualitatif, auditor dapat menyatakan bahwa terdapat risiko
rendah, menengah, atau tinggi pengendalian yang bersangkutan tidak akan dapat
mencegah atau mendeteksi salah saji.
Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi merupakan faktor penentu tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima untuk suatu asersi, yang pada gilirannya akan berdampak
terhadap tingkat pengujian substantif yang direncanakan (yang mencakup sifat, saat, dan
lingkup pengujian substantif) yang harus dilakukan untuk menyelesaikan audit. Jika risiko
pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan
auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya
tidak efektif. Sebaliknya, jika risiko pengendalian ditaksir telalu tinggi, auditor dapat
melakukan pengujian substantif melebihi dari jumlah yang diperlukan, sehingga auditor
melakukan audit yang tidak efesien.
Semakin luas lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor, akan dapat
dikumpulkan bukti lebih banyak mengenai efektivitas pengendalian intern.
Lingkup pengujian pengendalian secara langsung dipengaruhi oleh taksiran tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan. Diperlukan pengujian dengan lingkup yang lebih luas
untuk taksiran tingkat pengendalian moderat atau rendah.
1. Sifat Pengujian; mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit yang dilakukan oleh
auditor.
Jenis pengujian substantif mencakup (a) prosedur analitik, (b) pengujian terhadap transaksi
rinci, (c) pengujian terhadap saldo akun rinci.
2. Saat Pengujian; tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berdampak terhadap saat
pelaksanaan pengujian substantif. Jika risiko deteksi adalah tinggi, pengujian substantif
dapat dilaksanakan beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit, dan sebaliknya.
3. Lingkup Pengujian; bukti audit diperlukan lebih banyak untuk mencapai tingkat risiko
deteksi rendah bila dibandingkan dengan tingkat risiko deteksi tinggi.
· Tentukan prosedur audit awal; ditujukan untuk memperoleh keyakinan bahwa asersi
dalam laporan keuangan didukung oleh catatan akuntansi yang andal.
· Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci; terdiri dari pengusutan (tracing) dan
pemeriksaan bukti pendukung (vouching) untuk membuktikan asersi keberadaan atau
keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan
pengungkapan transaksi atau golongan transaksi
· Tentukan pengujian terhadap akun rinci; auditor menentukan berbagai prosedur audit
untuk membuktikan asersi keberadaan, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian,
penyajian dan pengungkapan akun tertentu.
1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas mereka.
5. Konfirmasi
6. Analisis
Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe
pengujian substantif yang dapat digunakan yaitu:
3. Prosedur analitis
Pengujian rinci atau detail saldo, metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi
empat tahapan, yaitu:
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.
Prosedur analitis, meliputi jumlah yang tercatat dengan harapan yang dikembangkan
auditor juga meliputi perhitungan rasio oleh auditor.
4. Untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan pengurangan atas pengujian audit detail.