Anda di halaman 1dari 92

TOPIK 1.

PERMINTAAN JASA ASSURANCE & PROFESI AKUNTAN PUBLIK

1.1. Sifat Auditing


Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan
melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan criteria yang telah ditetapkan.
Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

1.    Informasi dan Kriteria yang Telah Ditetapkan

Untuk melakukan audit, harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat diverifikasi dan
beberapa standar (criteria) yang dapat digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi
tersebut, yang dapat dan memang memiliki banyak bentuk. Para auditor secara rutin
melakukan audit atas informasi yang dapat diukur, termasuk laporan keuangan perusahaan
dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor juga mengaudit informasi yang
lebih subjektif, seperti efektivitas system computer dan efisiensi operasi manufaktur. Untuk
informasi yang lebih subjektif, kriterianya lebih sulit ditetapkan. Biasanya, auditor dan entitas
yang diaudit telah sepakat mengenai criteria yang akan digunakan sebelum audit dimulai.
Sebagai contoh, dalam audit atas efektivitas aspek-aspek khusus dalam operasi computer,
kriterianya mungkin mencakup tingkat kesalahan input atau output yang masih bisa
ditolerir.

2.    Mengumpulkan dan Mengevaluasi Bukti

Bukti (evidence) adalah setiap informasi yang digunakan audtor untuk menentukan apakah


informasi yang diaudit dinyatakan sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Bukti
memiliki banyak bentuk yang berbeda, termasuk:

a.    Data elektronik dan data lain tentang transaksi

b.    Komunikasi tertulis dengan pihak luar

c.    Observasi oleh auditor

d.   Kesaksian lisan pihak yang diaudit (klien)

Untuk memenuhi tujuan audit, auditor harus memperoleh bukti dengan kualitas dan jumlah
yang mencukupi. Auditor harus menentukan jenis dan jumlah bukti yang diperlukan serta
mengevaluasi apakah informasi itu sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan.

3.    Orang yang Kompeten dan Independen


a.    Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami criteria yang digunakan dan
harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna
mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu.

b.    Auditor juga harus memiliki sikap mental independen. Kompetensi orang-orang yang


melaksanakan audit akan tidak ada nilainya jika mereka tidak independen dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti.

Para auditor berusaha keras mempertahankan tingkat independensi yang tinggi demi
menjaga kepercayaan para pemakai yang mengandalkan laporan mereka. Auditor yang
mengeluarkan laporan mengenai laporan keuangan perusahaan sering kali disebut auditor
independen. Walaupun auditor ini menerim fee  dari perusahaan, mereka biasanya cukup
independen dalam melakukan audit yang dapat diandalkan oleh para pemakai. Bahkan
auditor internal yang bekerja pada perusahaan yang mereka audit biasanya langsung
melapor ke manajemen puncak dan dewan komisaris, sehingga para auditor ini tetap
independen dari unit operasi yang mereka audit.  

4.    Pelaporan

Tahap terakhir dalam proses auditing adalah menyiapkan laporan audit (audit report), yang
menyampaikan temuan-temuan auditor kepada pemakai. Laporan seperti ini memiliki sifat
yang berbeda-beda, tetapi semuanya harus member tahu para pembaca tentang derajat
kesesuaian antara informasi yang telah diaudit dan criteria yang telah ditetapkan. Laporan
juga memiliki bentuk yang berbeda dan dapat bervariasi mulai dari jenis yang sangat teknis
yang biasanya dikaitkan dengan audit laporan keuangan hingga laporan lisan yang
sederhana dalam audit operasional atas efektivitas suatu departemen kecil.

1.2. Perbedaan antara Auditing dan Akuntansi


1.    Akuntansi adalah pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran peristiwa-peristiwa
ekonomi dengan cara yang logis yang bertujuan menyediakan informasi keuangan untuk
mengambil keputusan. Untuk menyediakan informasi yang relevan, para akuntan harus
memiliki pemahaman yang mendalam atas prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang menjadi
dasar penyiapan informasi akuntansi. Selain itu, akuntan juga harus mengembangkan suatu
system untuk memastikan bahwa peristiwa-peristiwa ekonomi dari entitas yang
bersangkutan dicatat secara tepat waktu dan dengan biaya yang wajar.

2.    Ketika mengaudit data akuntansi, auditor berfokus pada penentuan apakah informasi
yang dicatat itu mencerminkan dengan tepat peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi
selama periode akuntansi. Untuk mengevaluasi apakah informasi akuntansi telah dicatat
sebagaimana mestinya, auditor harus benar-benar memahami standar akuntansi tersebut.
Selain memahami akuntansi, auditor juga harus memiliki keahlian dalam mengumpulkan
dan menginterpretasikan bukti audit. Keahlian inilah yang membedakan auditor dengan
akuntan. Menentukan prosedur audit yang tepat, memutuskan jumlah dan jenis item yang
harus diuji, serta mengevaluasi hasilnya adalah tugas yang hanya dilakukan oleh auditor.

1.3. Aspek Ekonomi dalam Permintaan akan Auditing


Resiko informasi menggambarkan kemungkinan bahwa informasi terkait dengan keputusan
bisnis dibuat tidak akurat. Auditing dapat menggambaran signifikan resiko informasi.
Sebagai gambaran kebutuhan akan auditing adalah pertimbangan manahger bank dalam
keputusan untuk pinjaman bisnis. Keputusan ini berdasarkan faktor-faktor seperti hubungan
keuangan sebelumnya dengan usaha dan kondisi keuangan usaha sebagaimana tercermin
dari laporan keuangan. Jika bank membuat pinjaman tersebut, ia akan mengenakan tingkat
bunga ditentukan terutama oleh tiga faktor:

1.    Risiko Suku bunga bebas

Ini adalah perkiraan mengandalkan tingkat bank bisa mendapatkan dengan berinvestasi
catatan US treasury untuk jangka waktu yang sama dengan pinjaman bisnis.

2.    Risiko bisnis bagi pelanggan

Risiko ini mencerminkan kemungkinan bahwa bisnis tidak akan mampu membayar kembali
pinjamannya karena kondisi ekonomi atau bisnis seperti resesi, yang lain.

3.    Resiko Informasi

Risiko informasi mencerminkan kemungkinan bahwa informasi di atas dimana keputusan


risiko usaha dibuat tidak akurat. Penyebab kemungkinan risiko informasi adalah
kemungkinan laporan keuangan tidak akurat.

Dengan semakin kompleksnya masyarakat, semakin besar pula kemungkinan para


pengambil keputusan menerima informasi yang tidak andal. Beberapa alasannya adalah:

1.    Jauhnya Informasi

Dalam perekonomian global, hampir mustahil bagi seseorang pengambil keputusan untuk
mengetahui secara langsung organisasi yang menjadi rekan usahanya. Informasi yang
disediakan oleh pihak lain harus menjadi andalan. Apabila informasi diperoleh dari pihak
lain, kemungkinan bahwa informasi itu disalahsajikan secara sengaja ataupun tidak sengaja
jauh lebih besar.
2.    Bias dan Motif si Penyedia

Jika informasi disediakan oleh seseorang yang tujuannya tidak sejalan dengan tujuan si
pengambil keputusan, informasi itu mungkin dibiaskan demi menguntungkan si penyedia.
Alasannya mungkin saja murni rasa optimism tentang peristiwa-peristiwa di masa depan
atau penekanan disengaja yang dirancang untuk mempengaruhi pemakai informasi.
Apapun alasannya, hal itu akan menghasilkan salah saji informasi.

3.    Data yang Sangat Banyak

Semakin besar organisasi, semakin besar volume transaksi pertukaran yang diperlukan. Hal
ini memperbesar kemungkinan dimasukkannya informasi yang dicatat secara tidak tepat ke
dalam catatan mungkin tersembunyi dalam sejumlah besar informasi lainnya

4.    Transaksi Pertukaran yang Kompleks

Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, transaksi pertukaran antarorganisasi sudah menjadi
semakin kompleks sehingga lebih sulit dicatat dengan tepat. Peningkatan kompleksitas
transaksi ini juga menyebabkan standar akuntansi menjadi semakin kompleks.

Mengurangi resiko informasi :

a)    Pengguna memverifikasi informasi

Pengguna biasanya memperoleh informasi tentang keandalan dan reabilitas secara


langsung. Akan tetapi cara tersebut tidak efisien dan tidak praktis dari segi biaya. Secara
ekonomis juga tidak efisien bagi semua pemakai untuk memverifikasi sendiri informasi itu.

b)   Pengguna berbagi resiko informasi dengan manajemen

Pengguna dapat menjadi dasar tuntutan hukum kepada manajemen. Jika pengguna
mengandalkan laporan keuangan yang tidak akurat dan sebagai akibatnnya akan
menanggung kerugian keuangan. Hal ini memungkinkan kesulitan dalam informasi
manajemen adalah pengguna tidak akan menerima penggantian atas kerugian yang
dideritanya.

c)    Laporan keuangan yang diaudit sudah disediakan dari sisi ini peran auditor
sangat diharapkan untuk meminimalisir resiko informasi

Pengambilan keputusan dapat memanfaatkan hasil audit dengan asumsi lengkap, akurat,
dan tidak bias. Biasanya manajemen suatu perusahaan tertutup atau komite audit
perusahaan terbuka menugaskan auditor untuk memberikan kepastian kepada pemakai
bahwa laporan keuangan perusahaan tersebut itu dapat diandalkan.
1.4. Jasa Assurance
Jasa assurance adalah jasa professional independen yang meningkatkan kualitas informasi
bagi para pengambil keputusan. Jadi semacam ini dianggap penting karena si penyedia jasa
assurance itu independen dan dianggap tidak bias berkenaan dengan informasi yang
diperikas. Individu-individu yang bertanggungjawab membuat keputusan bisnis
memerlukan jasa assurance untuk membantu meningkatkan keandalan dan relevansi
informasi yang digunakan sebagai dasar keputusannya.. Jasa assurance dapat dilakukan
oleh akuntan public atau oleh berbagai professional lainnya.

Para akuntan public sudah bertahun-tahun memberikan jasa assurance , terutama assurance
tentang informasi laporan keuangan historis. Kantor Akuntan Publik (KAP) juga sudah
melakukan jasa assurance yang berkaitan dengan lotere dan kontes untuk memberikan
kepastian bahwa para pemenang ditentukan dengan cara yang tidak bias serta sesuai
dengan aturan-aturan kontes. Sebagai contoh, perusahaan dan konsumen yang
menggunakan internet untuk melakukan bisnis memerlukan kepastian yang independen
mengenai reliabilitas dan keamanan informasi elektronik tersebut. Permintaan akan jasa
assurance diperkirakan terus meningkat karena permintaan akan informasi juga meningkat
karena semakin banyak informasi real time yang tersedia melalui internet.

Salah satu kategori jasa assurance yang diberikan oleh akuntan public adalah jasa
atestasi. Jasa Atestasi  (attestation service) adalah jenis jasa assurance di mana KAP
mengeluarkan laporan tentang suatu permasalahan atau asersi yang disiapkan pihak lain.
Jasa atestasi dibagi menjadi lima kategori:

1.    Audit atas laporan keuangan historis

2.    Audit atas pengendalian internal atas pelaporan keuangan

3.    Review laporan keuangan historis

4.    Jasa atestasi mengenai teknologi informasI

5.    Jasa atestasi lain yang dapat diterapkan pada berbagai permasalahan

KAP melakukan berbagai jasa lain yang umumnya berada di luar lingkup jasa assurance.
Tiga contoh yang spesifik adalah:

1.    Jasa akuntansi dan pembukuan

2.    Jasa pajak
3.    Jasa konsultasi manajemen

Tujuan utama jasa assurance adalah meningkatkan mutu informasi, sedangkan tujuan utama
penugasan konsultasi manajemen adalah memberikan rekomendasi kepada manajemen.

a.    Jasa Astetasi

Salah satu kategori jasa assurance yang diberikan oleh akuntan publik adalah jasa atestasi.
Jasa atestasi (attestation service) adalah jenis jasa assurance dimana KAP mengeluarkan
laporan tentang realibilitas suatu asersi yang disiapkan pihak lain. Jasa atestasi  dibagi
menjadi lima kategori, yaitu:

1.    Audit atas laporan keuangan historis => laporan tertulis yang menyatakan pendapat
bahwa laporan keuangan secara wajar sesuai dengna prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum.

2.    Atestasi mengenai pengendalian internal aas pelaporan keuangan => menegaskan


bahwa pengendalian internal telah dikembangkan dan diimplementasikan mengikuti kriteria
yang sudah ditentukan.

3.    Telaah (review) atas laporan keuangan historis => tingkat kepastian moderat atas
laporan keuangan biasanya dilakukan oleh organisasi non publik.Jasa atestasi mengenai
teknologi informasi => jasa web trust yaitu memberi kepastian kepada pengguna situs
internet ada juga jasa sys strust yaitu mengevaluasi dan menguji reliabilitas sistem dalam
berbagai bidang.

4.    Jasa atestasi lain => memenuhi keinginan klien yang menginginkan kepastian yang
independen suatu informasi .

5.    Jasa assurance lainnya : meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan,


misalnya ISO 9000, audit lingkungan, jasa konsultan manajemen (konsultasi adalah
memberikan rekomendasi) untuk itu auditor harus memahami tentang GAAP, keahlian
dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan bukti audit, serta informasi yang
berorientasi modern seperti penggunaan teknologi internet untuk memberikan
rekomendasi yang dapat meningkatkan mutu perusahaan.

 b.      Jasa assurance lainnya

Kebanyakan layanan jaminan lainnya tidak memenuhi definisi formal jasa atestasi.
Persyaratan KAP ke layanan jaminan lain:

1.    KAP harus mandiri.


2.    KAP harus memberikan jaminan.

3.    KAP tidak diharuskan untuk memberikan laporan tertulis.

Komite Elliott telah dibebankan dengan meneliti dan mengembangkan pelayanan peluang
jaminan bagi KAP untuk memberikan kepada nasabah bisnis dan individu yang
membutuhkan informasi yang relevan dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan
baru kritis.

Contoh Jasa Assurance Lain

1.    Kontrol atas dan risiko yang berkaitan dengan investasi, termasuk kebijakan yang terkait
dengan derivatif, melibatkan penilaian proses dalam praktek-praktek investasi perusahaan
untuk mengidentifikasi risiko dan untuk menentukan efektivitas proses-proses tersebut.

2.    Mystery shopping, melibatkan melakukan belanja anonim untuk menilai tenaga penjual
yang transaksi dengan pelanggan dan prosedur yang mereka ikuti.

3.    Menilai risiko akumulasi, distribusi, dan penyimpanan informasi digital, melibatkan


resiko keamanan menilai dan terkait kontrol atas data dan informasi lainnya disimpan secara
elektronik, termasuk kecukupan cadangan penyimpanan dan off-site.

4.    Penilaian Resiko tindakan Fraud dan ilegal, meliputi pengembangan profil resiko fraud
dan menilai kecukupan sistem dan kebijakan perusahaan dalam mencegah dan mendeteksi
fraud dan tindakan-tindakan ilegal.

5.    Kepatuhan terhadap kebijakan perdagangan dan prosedur, melibatkan memeriksa


transaksi antara mitra dagang untuk memastikan bahwa transaksi sesuai dengan perjanjian,
mengidentifikasi dalam perjanjian

6.    Kepatuhan terhadap perjanjian royalti hiburan, melibatkan menilai apakah royalti


dibayarkan kepada seniman, penulis, dan lain-lain sesuai dengan perjanjian royalty

7.    Sertifikasi ISO 9000, melibatkan sertifikasi kepatuhan perusahaan ISO 9000 standar
kualitas kontrol, yang membantu memastikan produk perusahaan berkualitas tinggi

8.    Lingkungan audit, melibatkan menilai apakah kebijakan perusahaan dan praktek


memastikan kepatuhan perusahaan dengan standar lingkungan dan hukum,

 c.    Jasa-jasa non- Assurance yang diberikan Akuntan Publik


Kantor Akuntan Publik melakukan berbagai layanan lain yang umumnya berada di luar
cakupan layanan jaminan. Contoh spesifik jasa non assurance dari KAP adalah menyediakan
termasuk jasa akuntansi dan pembukuan, jasa perpajakan, dan jasa konsultasi manajemen.

Jasa Non Assurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya tidak
memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain
keyakinan. Jenis jasa non assurance yang dihasilkan olah akuntan publik adalah jasa
kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.

Dalam jasa kompilasi, akuntan publik melaksanakan berbagai jasa akuntansi kliennya,
seperti pencatatan transaksi akuntansi sampai dengan penyusunan laporan keungan. Jasa
perpajakan meliputi bantuan yang diberikan oleh akuntan publik kepada kliennya dalam
pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) pajak penghasilan, perencanaan pajak,
dan bertidak mewakili kliennya dalam menghadapi masalah perpajakan. Jasa konsultasi
diatur dalam Standar Jasa Konsultasi. Jasa konsultasi dapat meliputi jasa-jasa berikut ini:

1.    Konsultation (consultations)

2.    Jasa pemberian saran profesional (advisory service)

3.    Jasa Implementasi

4.    Jasa Transaksi

5.    Jasa penyediaan staf dan jasa pendukung lainya

6.    Jasa produk

1.5. Jenis-jenis Audit & Auditor


Akuntan public melakukan tiga jenis utama audit:

1.    Audit operasional

   Mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi
organisasi. Pada akhirnya audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan
rekomendasi untuk memperbaiki operasi. Contoh: auditor mungkin mengevaluasi efisiensi
dan akurasi pemrosesan transaksi penggajian dengan system computer yang baru dipasang.

2.    Audit Ketaatan (Compliance audit)


   Dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak audit mengikuti prosedur, aturan, atau
ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Contohmya:
menentukan apakah personel akuntansi mengikuti prosedur yang digariskan oleh kontroler
perusahaan. Hasil dari audit ketaatan biasanya dilaporkan kepada manajemen, bukan
kepada pemakai luar, karena manajemen adalah kelompok utama yang berkepentingan
dengan tingkat ketaatan terhadap prosedur dan peraturan yang digariskan. Oleh karena itu,
sebagian besar pekerjaan jenis ini sering kali dilakukan oleh auditor yang bekerja pada audit
unit organisasi itu.

3.    Audit Laporan keuangan (financial statement audit)

Dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan(informasi yang diversifikasi) telah


dinyatakan sesuai dengan criteria tertentu.

 
Ada beberapa jenis auditor yang dewasa ini berpraktik:

1.    Kantor Akuntan Publik

     Bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh
semua perusahaan terbuka, kebanyakan perusahaan lain yang cukup besar, dan banyak
perusahaan serta organisasi nonkomersial yang lebih kecil.

2.    Auditor Badan Akuntabilitas Pemerintah

    Auditor yang bekerja untuk Government Accountability Office (GAO) berfungsi


melaksanakan fungsi audit bagi kongres dan badan ini memikul banyak tanggung jawab
audit yang sama seperti sebuah KAP. Mengaudit sebagian besar informasi keuangan yang
disiapkan oleh berbagai badan pemerintah federal sebelum diserahkan kepada Kongres

3.    Agen Penerimaan Negara

    Bertanggung jawab untuk mengaudit SPT pajak wajib pajak untuk menentukan apakah
SPT itu sudah mematuhi peraturan pajak yang berlaku. Audit ini murni bersifat audit
ketaatan. Auditor yang melakukan pemeriksaan ini disebut internalrevenue agent (agen
penerimaan negara).

4.    Auditor Internal

    Dipekerjakan oleh perusahaan untuk melakukan audit bagi manajemen. Tanggung jawab
auditor internal sangat beragam, tergantung pada si pemberi kerja.Ada staf audit internal
yang hanya terdiri atas satu atau dua karyawan yang melakukan audit ketaatan secara rutin.
1.6. Kegiatan Kantor Akuntan Publik
Kantor Akuntan Publik menyediakan jasa-jasa audit dan telah memperluas cakupan jasanya
dengan menyediakan tambahan jasa-jasa atestasi dan assurance. Di dalam jasa-jasa
tambahan yang umumnya disediakan oleh Kantor Akuntan Publik tersebut termasuk pula
jasa akuntansi dan pembukuan, jasa perpajakan serta jasa konsultasi manajemen. Kantor
AKuntan Publik secara berkesinambungan terus mengembangkan produk-produk dan jasa-
jasa baru, termasuk pula spesialisasi dalam perencanaan keuangan dan penilaian bisnis.

1.    Jasa akuntansi dan pembukuan

Kebanyakan klien kecil dengan staf akuntansi yang terbatas menyadarkan diri pada Kantor
Akuntan Publik untuk mempersiapkan laporan keuangan mereka. Beberapa klien kecil
kekurangan personil atau keahlian untuk mempersiapkan bahkan jurnal dan buku besar
mereka sendiri. Selanjutnya, Kantor Akuntan Publik melaksanakan serangkaian jasa
akuntansi dan pembukuan untuk memenuhi kebutuhan dari para klien ini. Pada banyak
kasus, ketika laporan keuangan akan diberikan kepada pihak ketiga pula, suatu review
bahkan suatu proses audit dilaksanakan. Ketika tak satupun dari hal tersebut dilakukan,
laporan keuangan hanya akan disertai dengan sejenis laporan dari kantor akuntan public
yang dikenal suatu laporan kompilasi, yang sama sekali tidak memberikan keandalan
kepada pihak ketiga.

2.    Jasa Perpajakan

Kantor Akuntan Publik mempersiapkan pula perhitungan pajak penghasilan bagi


perusahaan dan perseorangan baik bagi klien jasa audit maupun klien non jasa audit.
Sebagai tambahan, pajak bumi dan bangunan, pajak hadiah, perencanaan perpajakan, serta
aspek lainnya dari jasa perpajakan disediakan pula oleh sebagian besar Kantor Akuntan
Publik. Jasa perpajakan saat ini dilaksanakan oleh hampir semua Kantor Akuntan Publik, dan
pada banyak perusahaan yang berskala kecil, jasa-jasa tersebut memegang peranan yang
lebih penting daripada jasa audit pendapatan dari jasa perpajakan pada perusahaan-
perusahaan besar beragama mulai dari 14 persen hingga 37 persen. Banyak perusahaan
berskala kecil menerima pendapatan dari jasa perpajakan ini dalam proporsi yang lebih
besar.

3.    Jasa Konsultasi Manajemen

Mayoritas Kantor Akuntan Publik menyediakan beberapa jasa tertentu yang membuat
kliennya mampu mengelola bisnis secara lebih efektif. Jasa-jasa ini dikenal dengan sebutan
konsultasi manajemen atau jasa penasihat manajemen. Jasa-jasa ini beragam mulai dari
saran-saran sederhana untuk meningkatkan system akuntansi klien hingga saran dalam
strategi pemasaran, instalasi computer, serta konsultasi manfaat aktuaria. Banyak dari
Kantor Akuntan Publik yang besar memiliki departemen yang terlibat secara eksklusif dalam
jasa konsultasi manajemen dengan interaksi yang sangat kecil pada staf audit atau staf
perpajakan. Pendapatan dari jasa konsultasi manajemen telah meningkatkan secara
signifikan dalam tahun-tahun terakhir ini.

Akuntan Public Bersertifikat (CPA)

Pemakaian gelar certified public accounting (CPA) diatur oleh hukum Negara bagian melalui
departemen pemberi lisensi disetiap Negara bagian. Dalam setiap Negara bagian, peraturan
untuk mempertahankan lisensi demi berpraktiksetelah gelar itu diperoleh untuk pertama
kalinya. Sebagian besar professional muda yang ingin menjadi CPA memulai karir mereka
dengan bekerja pada sebuah KAP. Setelah menjadi CPA, banyak yang meninggalkan KAP
asalnya dan bekerja di lingkungan industry, pemerintahan, atau pendidikan.

Persyaratan Menjadi Akuntan Publik (CPA)

1.    Persyaratan Pendidikan

Lulus sarjana akuntansi atau sarjana ekonomi bidang akuntansi dan sudah mendapatkan
nomor register Negara bidang akuntan.

2.    Persyaratan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik

Lulus ujian sertifikasi akuntan public yang terdiri dari empat ujian yakni: Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan; Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial dan Perpajakan; Auditing dan
Assurance; dan Akuntansi Manajemen, Manajemen Keuangan dan System Informasi

3.    Persyaratan Pengalaman

Bervariasi dari pengalaman audit tidak sampai 2 tahun.beberapa negara bagian


mengharuskan memiliki pengalaman kerja dilembaga pemerintah atau auditing internal.

1.7. Standar Auditing Internasional (ISA) vs Standar


Auditing Indonesia (SPAP)
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan badan
yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat
standar auditing dan assurance.

Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori.


1.    Standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua
standar yaitu: International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on
Review Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk membantu penerapan standar auditing,
IAASB mengeluarkan International Auditing Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan
pedoman interpretasi dan bantuan praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan
untuk penerapan standar review, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan
batuan praktisnya. Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice
Statement (IREPSs).

2.    Standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis.


Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance
Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah
menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). IAEPS ini
merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis didalam menerapkan
standar assurance.

3.    Standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International
Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan
kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk penerapannya, IAASB juga
telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis yang diberi
nama International Related Service Practice Statements (IRSPSs).

Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan standar
untuk memberikan mutu pelayanan yang baik. Standar ini dinamakan International
Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).

Di Indonesia, sebelum terbentuknya Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), standar


auditing ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP).
Setelah terbentuknya IAPI yang secara resmi diterima sebagai anggota asosiasi yang
pertama oleh IAI pada tanggal 4 Juni 2007 serta diakui oleh pemerintah RI sebagai
organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan
publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta
menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di
Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 pada tanggal 5
Pebruari 2008, selanjutnya standar auditing berupa Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) disusun dan diterbitkan oleh IAPI.

SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan
standar teknis yang dikodifikasi dalam SPAP terdiri dari :

1.    Pernyataan Standar Auditing


2.    Pernyataan Standar Atestasi

3.    Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review

4.    Pernyataan Jasa Konsultasi

5.    Pernyataan Standar Pengendalian Mutu

Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei
2000.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu
pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi tiga bagian
utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.

Sedangkan International Standar on Auditing (ISA) tidak membagi standar auditing dengan


kategori seperti halnya SPAP. Pada ISA, tidak ada Standar Umum, Standar Pekerjaan
Lapangan dan Standar Pelaporan. Penyajian standar-standar yang ada di ISA sudah
mencerminkan proses pengerjaan auditing.

Pendekatan pekerjaan audit di ISA dibagi dalam enam tahap. Tahap pertama dimulai
dengan persetujuan penugasan (agreement of engagement). Kemudian, tahap kedua
melakukan pengumpulan informasi, pemahaman bisnis dan sistim akuntansi klien, serta
penentuan unit yang akan diaudit. Tahap ketiga adalah pengembangan strategi audit. Hal
ini dilakukan dengan memperhatikan access inherent list.

Tahap selanjutnya adalah execute the audit, yaitu mulai melaksanakan audit. Pada saat
melaksanakan audit maka akan dilakukan test of control, substantive and analytical
procedure  dan other substantive procedure. Tahap kelima, mulai membentuk opini. Dan
tahap terakhir adalah membuat laporan audit.

Dari keenam tahapan pekerjaan audit yang diatur dalam ISA tersebut sepertinya tidak jauh
berbeda dengan pengaturan dalam SPAP yang menjadi pedoman audit bagi KAP di
Indonesia. Demikian sedikit gambaran International Standar on Auditing (ISA) yang
merupakan standar audit internasional dibandingkan dengan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) yang merupakan standar audit yang berlaku di Indonesia.

Kalimat pertama dalam pragraf lingkup berbunyi sebagai berikut : “kami melaksanakan
audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia”. Dalam
kalimat ini auditor menyatakan bahwa audit yang dilakukan atas laporan keuangan bukan
sembarang audit, melainkan audit yang dilakasnakan berdasarkan standar yang ditetapkan
oleh badan penyusun standar. Di Indonesia, badan yang berwenang menyusun standar
auditing adalah Dewan Standar Profesional Akuntan Publik, Komponen Akuntan Publik,
Ikatan Akuntan Indonesia. Tidak setiap orang yang dapat melakukan audit terhadap laporan
keuangan yang dapat menyatakan auditnya dilakukan berdasarkan standar auiditing.

Standar auditing mengatur syarat-syarat diri auditor, pekerja lapangan, dan penyusun
laporan audit. 

Standar auditing adalah standar/aturan/kriteria yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut


Akuntan Publik Indonesia (IAPI), meliputi 3 bagian yaitu standar umum, standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan beserta interpretasinya.

Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar
auditing terdiri dari 10 standar yang dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing
(PSA). PSA memberikan penjelasan lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum
dalam standar auditing.

Di negara lain contohnya Amerika Serikat standar ini dikeluarkan oleh the American Institute
of Certified Public Accountants (AICPA) dan standar auditnya bernama Generally Acceptef
Auditing Standards (GAAS).

Standar auditing dijelaskan di dalam PSA adalah ketentuan-ketentuan dan pedoman utama
yang harus diterapkan oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan audit nantinya. Kepatuhan
terhadap PSA yang disahkan oleh IAPI bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI.

Di dalam PSA terdapat Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA) yang merupakan
interpretasi yang resmi dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan yang ada di dalam PSA.
IPSA dapat memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dari penafsiran ketentuan
yang dimuat dalam PSA yang artinya interpretasi ini lebih lanjut dan luas dari berbagai
ketentuan di dalam PSA.

Standar auditing terbagi menjadi 3 bagian diantaranya Standar Umum, Standar Pekerjaan
Lapangan dan Standar Pelaporan.

A.  Standar Umum
Standar umum berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya sehingga
bersifat pribadi. Standar ini mencakup tiga bagian diantaranya:

1.    Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang mempunyai keahlian dan
pelatihan teknis yang memadai sebagai auditor.

2.    Auditor harus mempertahankan mental dari segala hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi.
3.    Auditor wajib menggunakan keahlian profesionalnya dalam melaksanakan pelaksanaan
audit dan pelaporan dengan cermat dan seksama.

B.  Standar Pekerjaan Lapangan


Standar ini terdiri dari 3 point diantaranya:

4.    Sebagai tenaga professional maka seharusnya seluruh pekerjaan dapat direncanakan


dengan sebaik-baiknya dan apabila menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan
semestinya.

5.    Tak hanya memperhatikan standar auditing saja, pemahaman yang memadai atas
pengendalin intern sangat dibutuhkan untuk merencanakan audit dan menentukan sifat

6.    Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi pengamatan, permintaan
keterangan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk dapat memberikan
pernyataan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

C.  Standar Pelaporan
Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:

7.    Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.

8.    Hasil Laporan auditor harus menunjukkan, apabila ada ketidak konsistenan penerapan
prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dengan penerapan
pada periode sebelumnya.

9.    Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali


dinyatakan lain dalam laporan auditor.

10.     Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan


secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan yang demikian tidak bisa diberikan.

Dokumen yang Dibutuhkan dalam Standar Audit Keuangan


Kelompok Catatan Keterangan
Catatan primer akun-akun a.    Buku bank dan buku kas kecil yang lengkap dan mutakhir
hingga akhir tahun.

b.    Arsip tagihan/nota/kuitansi untuk semua item belanja.

c.    Arsip atau buku kuitansi untuk uang yang diterima.


d.   Pernyataan bank, slip penyetoran, dan buku cek.

e.    Buku dan catatan gaji.

f.     Buku Besar Induk, bila ada.


Ringkasan-ringkasan dan laporan- a.    Saldo percobaan atau ringkasan semua penerimaan dan
laporan rekonsiliasi pembayaran berdasarkan kategori anggaran.

b.    Laporan rekonsiliasi bank untuk semua rekening bank pada


tanggal titik putus tahun fiskal.

c.    Laporan rekonsiliasi kas kecil hingga tanggal titik putus tahun


fiskal.

d.   Lembar catatan persediaan.


Jadwal dan daftar a.    Jadwal utang (uang yang diutang oleh organisasi).

b.    Jadwal piutang (uang yang diutang kepada organisasi).

c.    Jadwal jatuh tempo hibah.

d.   Jadwal hibah yang dijanjikan.

e.    Daftar aset tetap.


Informasi lain a.    Surat dari bank untuk mengonfirmasi saldo (akan diminta oleh
auditor sendiri).

b.    Konstitusi organisasi.

c.    Daftar anggota dewan pengurus dan staf.

d.   Notulensi rapat dewan pengurus.

e.    Perjanjian pendanaan dengan lembaga donor dan persyaratan


audit.
1.8. Pengendalian Mutu
Pernyataan dalam Standar Pengendalian Mutu (SQCS) No. 1 System of Quality Control for a
CPA Firm, mewajibkan kantor CPA memiliki sistem pengendalian mutu. SQCS No. 2
menunjukkan adanya lima elemen pengendalian mutu yang harus dipertimbangkan oleh
kantor CPA dalam membuat kebijakan pengedalian mutu. Berikut prosedur untuk
memberikan keyakinan yang memadai tentang kesesuaian dengan standar professional
pada jasa-jasa lain seperti perpajakan dan konsultasi lebih bersifat sukarela. Lima elemen
yang dimaksud adalah:
1.    Independensi, Integritas dan Objektivitas

Ditetapkan untuk meyakinkan bahwa personel:

a.    Independen terhadap klien ketika melaksanakan jasa atestasi

b.    Melaksanakan semua tanggung jawab professional dengan integritas dan objektivitas

2.    Manajemen Personalia

Kebijakan dan prosedur perusahaan yang berkaitan dengan manajemen personalian harus
dilengkapi dengan keyakinan yang memadai bahwa:

a.    Personel yang ditugaskan harus memiliki karakteristik yang diperlukan untuk


melaksanakan tugas secara kompeten

b.    Perikatan diserahkan kepada personel yang memiliki pelatihan teknis dan kemampuan
yang dipersyaratkan dalam perikatan

c.    Personel yang terpilih untuk peningkatan karir harus memiliki kualifikasi yang
diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab yang akan diberikan kemudian.

d.   Personel yang berpartisipasi dalam industri umum atau spesifik harus mengikuti
pendidikan professional berkelanjutan serta kegiatan pengembangan professional lainnya
yang meningkatkan kemampuan mereka untuk memenuhi tanggung jawab perikatan dan
persyaratan AICPA serta badan pengatur.

3.    Penerimaan dan Pemeliharaan Hubungan Dengan Klien dan Perikatan

Secara umum perusahaan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang dapat
meminimalkan kemungkinan keterkaitan dengan klien yang manajemennya kurang memiliki
integritas. Selain itu, mereka harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk:

a.    Memperoleh keyakinan yang memadai bahwa perusahaan hanya akan menerima


perikatan yang dapat diselesaikan dengan kompetensi professional yang cermat.

b.    Memperoleh pemahaman yang sama dengan klien tentang sifat, lingkup dan
keterbatasan jasa yang akan dilaksanakan.

4.    Kinerja Perikatan

Perusahaan harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk:


a.    Merencanakan, melaksanakan, memberikan supervise, me review dan
mengkomunikasikan hasil setiap perikatan.

b.    Memastikan bahwa personel akan berkonsultasi dengan professiobal lain dan mencari
bantuan dari orang-orang yang memiliki keahlian, pertimbangan dan wewenang yang tepat
serta tepat waktu.

5.    Pemantauan

Pemantauan adalah proses evaluasi yang akan berlangsung terus menerus atas system
pengendalian mutu perusahaan. Inspeksi adalah ukuran system pengendalian mutu pada
suatu titik waktu tertentu. Perusahaan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang
dapat memberikan pertimbangan dan evaluasi terus menerus tentang:

a.    Relevansi serta kecukupan kebijakan dan prosedur

b.    Ketepatan materi pedoman dan setiap bantuan praktik

c.    Efektivitas kegiatan pengembangan professional

d.   Kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur

Standar Pengendalian Mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam


melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi
berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut
Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
diterbitkan oleh IAPI.

Standar Pengendalian Mutu mencangkup struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan untuk memberikan kyakinan yang memadai tentang kesesuaian perikatan
profesional dengan SPAP. Sistem pengendalian mutu haruslah komprehensif dan harus
dirancang selaras dengan struktur organisasi, kebijakan dan sifat prakteknya.

Setiap pengendalian mutu memiliki keterbatasan bawaan yang dapat berpengaruh terhadap
efektivitasnya. Perbedaan antar staff dan pemahaman persyaratan profesioanal, dapat
memengaruhi tingkat kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur pengendalian mutu,
yang kemudian memengaruhi efektivitas system tersebut.

KAP wajib mempertimbangkan setiap unsur pengendalian mutu yang akan dibahas, sejauh
mana akan diterapkan dalam pratiknya, dalam menentukan kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu lainnya. Unsur-unsur pengendalian mutu berhubungan satu samalain,
oleh karena itu, praktik pemekerjaan KAP memengaruhi kebijakan pelatihannya dan praktik-
praktik lainnya. Untuk memenuhi ketentuan yang dimaksud, KAP wajib membuat kebijakan
dan Prosedur pengendalian Mutu mengenai:

1.    Independensi yaitu meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus


mempertahankan independensi

2.    Penugasan Personel yaitu meyakinkan bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh


staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan
dimaksud

3.    Konsultasi yaitu meyakinkan bahwa personel akan memperoleh informasi memadai


sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi,
pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai

4.    Supervisi yaitu meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang


ditetapkan oleh KAP

5.    Pemekerjaan (Hiring) yaitu meyakinkan bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki


karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan penugasan
secara kompeten

6.    Pengembangan Profesional yaitu meyakinkan bahwa setiap personel memiliki


pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya.
Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk
memberikan pengetahuan memadai bagi personelnya untuk memenuhi tanggung jawab
mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP

7.    Promosi (Advancement) yaitu meyakinkan bahwa semua personel yang terseleksi untuk


promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang
lebih tinggi.

8.    Penerimaan Dan Keberlanjutan Klien yaitu menentukan apakah perikatan dari klien akan
diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan
klien yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada prinsip pertimbangan
kehati-hatian (prudence)

9.    Inspeksi yaitu meyakinkan bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur lain


pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif

 
Setiap Kantor Akuntan Publik (KAP) wajib memiliki sistem pengendalian mutu yang harus
diterapkan pada semua jasa audit, atestasi, akuntansi dan review, yang standarnya telah
ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Dalam setiap penugasan jasa profesional, KAP bertanggung jawab untuk mematuhi SPAP.
Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, KAP wajib mempertimbangkan integritas
stafnya, independensi terhadap klien, kompetensi, objektivitas serta penggunaan kemahiran
profesionalnya secara cermat dan seksama. Oleh karena itu, KAP harus memiliki sistem
pengendalian mutu yang mencakup struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan KAP untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan
profesional dengan SPAP.

Sistem Pengendalian Mutu KAP diatur dalam Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
(PSPM) No. 01 yang dikeluarkan oleh Komite SPAP.

Sifat dan lingkup kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang ditetapkan oleh KAP
dapat berbeda antara antara KAP yang satu dengan lainnya karena penyusunan sistem
pengendalian mutu KAP dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ukuran KAP, tingkat
otonomi yang diberikan kepada staf dan kantor-kantor cabangnya, sifat praktik, organisasi
kantor serta pertimbangan biaya manfaat.

KAP wajib mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu kepada


personelnya dengan suatu cara yang akan memberikan keyakinan memadai bahwa
kebijakan dan prosedur tersebut dapat dipahami. Bentuk dan lingkup komunikasi tersebut
harus cukup komprehensif sehingga dapat menyampaikan, kepada personel KAP, informasi
mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang berhubungan dengan mereka.

Pada umumnya, komunikasi akan lebih baik apabila dilakukan secara tertulis, namun
keefektifan sistem pengendalian mutu KAP tidak terpengaruh oleh ketiadaan dokumentasi
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang ditetapkan oleh KAP. Ukuran, struktur, dan
sifat praktek KAP harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah dokumentasi kebijakan
dan prosedur pengendalian mutu diperlukan dan, jika diperlukan, seberapa luas
dokumentasi tersebut dilaksanakan.

Umumnya, dokumentasi kebijakan dan prosedur pengendalian mutu pada KAP besar akan
lebih ekstensif dibandingan dengan dokumentasi pada KAP kecil, begitu pula dokumentasi
akan lebih ekstensif pada KAP yang memilki banyak kantor dibandingkan dengan
dokumentasi pada KAP yang hanya memiliki satu kantor.

KAP harus memantau keefektifan sistem pengendalian mutunya dengan mengevaluasi,


secara rutin, kebijakan dan prosedur pengendalian mutunya, penetapan tanggung jawab,
dan komunikasi kebijakan serta prosedurnya.
Perubahan terhadap kebijakan dan prosedur pengendalian mutu KAP dapat terjadi karena
adanya perubahan yang berasal dari Pernyataan baru oleh pihak berwenang, atau karena
adanya perubahan keadaan seperti adanya perluasan praktik atau pembukaan kantor baru
ataupun adanya penggabungan (merger) KAP.

TOPIK 2.ETIKA PROFESI & TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL


AKUNTAN

.1. Etika Profesional Akuntan Publik


Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor
dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan
masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek
auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono,
2000).

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang
berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha,
pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya. .

Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau
Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat
terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama
anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan
oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari 3 bagian yaitu :

1.    Prinsip Etika

Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku
bagi seluruh anggota.

2.    Aturan Etika

Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota
Himpunan yang bersangkutan.

3.    Interpretasi Aturan Etika

Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

 Prinsip perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan
dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Prinsip etika yang
tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:

1.    Tanggung Jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus


senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua
pemakai jasa profesional mereka.

2.    Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi
akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.

3.    Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.

4.    Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota
dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen.
Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan
jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin
masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas
pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5.    Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi


dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.

6.    Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama


melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar
profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di
mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan.

7.    Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.

8.    Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

2.2. Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia


§  Prinsip Kesatu: Tanggung Jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus


senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua
pemakai jasa profesional mereka.

 §  Prinsip Kedua : Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, menunjukkan komitmen atau profesionalisme.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan isntitusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara.

 §  Prinsip Ketiga: Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab  profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak bboleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Integritas juga
mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.

 §  Prinsp Keempat: Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas megharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari
benturan kepentingan atau berada di bawah pengarug pihak lain. Anggota bekerja dalam
berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka diberbagai
situasi.

 §  Prinsip Kelima: Kompetensi dan Kehati-Hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi


dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir. Kehati-hatian profesional
mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
kompetensi dan ketekunan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Anggota harus tekun
memenuhi tanggung jawabnya  kepada penerima jasadan publik. Ketekunan mengandung
arti pemenuhan tanggung jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati,
sempurna dan mematuhi standar teknis, dan etika yang berlaku.

 §  Prinsip Keenam: Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama


melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika
persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk
mengungkapkan informasi. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan
informasi.  Kerahasiaan juga mengharuskan anggota untuk memperoleh informasi selama
melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlibat menggunakan informasi
tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.

 §  Prinsip Ketujuh: Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.

 §  Prinsip Kedelapan: Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan
perundang-undangan yang relevan.

2.3. Aplikasi Kode Etik


Meski sampai saat ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa pemberhentian
praktek audit oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan standar profesi
akuntan, tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang
memegang gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para
akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Etika yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh
dari skandal. Hal yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan
tanggungjawab dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab
akuntan profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi
kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus menaati dan menerapkan
aturan etika dari kode etik.

Oleh karena itu Akuntan Profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip


fundamental sebagai berikut:
1.    Integritas, Akuntan Profesional harus bersikap jujur dalam semua hubungan
professional dan bisnis.

2.    Objektivitas, Akuntan Profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa terjadi,
tidak boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan, atau tidak boleh mempengaruhi
kepentingan pihak lain secara tidak pantas yang dapat mengesampingkan pertimbangan
professional atau pertimbangan bisnis.

3.    Kompetensi dan sikap kehati-hatian professional, Akuntan Profesional memiliki


kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan keahlian pada
suatu tingkat dimana klien atau pemberi kerja menerima jasa profesional yang kompeten
yang didasarkan pada pelatihan, perundang-undangan, dan teknik terkini.

4.    Kerahasiaan, Akuntan Profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang


diperoleh sebagai hasil hubungan profesional dan hubungan bisnis dan tidak boleh
mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa ada izin yang tepat dan
spesifik kecuali terdapat hak dan professional untuk mengungkapkan.

5.    Profesional, Akuntan Profesional harus mematuhi hukum dan perundang-undangan


yang relevan dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.

Sebagian besar akuntan dan kebanyakan bukan akuntan memegang pendapat bahwa
penguasaan akuntansi dan atau teknik audit merupakan senjata utama proses akuntansi.
Tetapi beberapa skandal keuangan disebabkan oleh kesalahan dalam penilaian tentang
kegunaan teknik atau yang layak atau penyimpangan yang terkait dengan hal itu. Beberapa
kesalahan dalam penilaian berasal dari salah mengartikan permasalahan dikarenakan
kerumitannya, sementara yang lain dikarenakan oleh kurangnya perhatian terhadap nilai
etik kejujuran, integritas, objektivitas, perhatian, rahasia, dan komitmen terhadap
mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Berikut
penjelasannya :

1.    Integritas ; setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukkan sikap


transparansi, kejujuran dan konsisten.

2.    Kerjasama ; mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.

3.    Inovasi ; pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja
dengan metode baru.

4.    Simplisitasi ; pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang
timbul dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
2.4. Perilaku Etika & Interpretasi Etika dalam Pemberian
Jasa Akuntan Publik
Setiap profesi yang meyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik
akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik
sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber
dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak –
pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang
berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai
dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

§  Kepatuhan

Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat
terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama
anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan
oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

§  Fungsi Etika

Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang
membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap
yang wajar dalam suasana pluralisme.
2.5. Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik dalam
Etika Profesi sebagai Entitas Bisnis
Milton Friedman memaparkan tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan
sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti
atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya
diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk
memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri, setiap
orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu dengan
yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak
melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan
dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.

Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik sebagai Entitas Bisnis bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik
meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu
mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik
dibanding mengejar laba.

Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk ”uang”
dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor
Akuntansi Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan
publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakn kepentingan publik dan juga
memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus


senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua
pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk
bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi,
memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi akuntan publik.

2.6. Tujuan Pelaksanaan Audit atas Laporan Keuangan


Tujuan dari audiit biasa dari laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semuah hal yang meterial, posisi
keuanagn, hasil operasi serta arus kas sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum (GAAP).

1.    Tanggungjawab Manajemen dalam Penyajian Laporan Keuangan.

Tanggung jawab manajemn atas kewajaran penyajian (asersi) laporan keuangan berkaitan
dengan privilege untuk menentukan penyajiaan dan pengungkapaan apa yang dianggap
perlu. Jika manajemen bersikeras dengan pengungkapan laporan keuangan yang menurut
auditor tidak dapat diterimah, auditor dapat memilih untuk menerbitkan pendapat tidak
wajar atau pendapat wajar dengan pengecualiaan atau mengundurkan diri dari penugasan
tersebut.

Tanggung jawab untuk mengadopsi kebijakan akuntansi yang baik, menyelenggarakan


pengendalian internal yang memadai, dan menyajikan laporan keuangan yang wajar berada
di pundak manajemen. Karena manajemen perusahaan mempunyai pengetahuan yang lebih
mendalam tentang transaksi perusahaan secara aktiva, kewajiban, dan ekuitas terkait.

2.    Tanggungjawab Auditor dalam Verifikasi Laporan Keuangan.

SAS 1 (AU 110) menyatakan : Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan
keuangan telah bebas dari salah saji material , apakah itu disebabkan oleh kekeliruan
ataupun kecurangan. Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat
memperoleh kepastian yang layak, tetapi tidak absolut, bahwa salah saji yang material
dapat dideteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan
audit guna memperoleh kepastian yang layak bahwa salah saji, apakah yang disebabkan
oleh kekeliruan ataupun kecurangan, yang tidak material bagi laporan keuangan dapat
dideteksi.

Adapun standar-standar tanggung jawab auditor adalah:

a.    Salah saji yang material versus tidak material

b.    Kepastian tidak layak

c.    Kekeliruan versus kecurangan

d.   Spektisme professional
e.    Kecurangan berasal dari pelaporan keuangan yang curang versus misapropriasi aktiva

f.     Tindakan iligal yang berdampak langsung

g.    Tindakan iligal yang berdampak tidak langsung

h.    Pengumpulan bukti jika ada alsan untuk percaya bawa ada tindakan iligal yang
berdampak tidak langsung

i.      Pengumpulan bukti dan tindakan lainya apabila ada alasan untuk mempercayai bahwa
tindakan iligal yang bedapak langsung atau tidak langsung telah terjadi.

j.      Tindakan apabila auditor mengetahui sesuatu tindakan iligal

3.    Tanggungjawab Auditor untuk Mendeteksi Kekeliruan yang Material

Para auditor merencanakan dan melaksanakan audit guna mendeteksi kesalahan yang
dilakukan secara tidak sengaja oleh manajemen maupun para karyawan. Auditor
menemukan berbagai kesalahan atau kekeliruan yang berasal dari hal-hal seperti kesalahan
kalkulasi, penghilangan, kesalahpahaman dan misaplikasi standar akuntansi, serta
pengikhtisaran dan deskripsi yang tidak benar.

4.    Tanggungjawab Auditor untuk Mendeteksi Kecurangan yang Material

Auditor harus memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan keuangan telah
bebas dari salah saji yang material. Standar auditing mengakui bahwa kecurangan lebih sulit
dideteksi karena manajemen atau karyawan yang melakukan kecurangan akan berusaha
menyembunyikan kecurangan itu.

5.    Tanggungjawab Auditor untuk Menemukan Tindakan Illegal

Tindakan ilegal (tindakan yang melawan hukum) didefinisikan dalam SAS 54 (AU 317)
sebagai pelanggaran terhadap hukum atau peraturan pemerintah selain kecurangan.

a.    Tindakan ilegal yang berdampak langsung. Pelanggaran atas UU dan peraturan


teertentu memiliki dampak keuangan yang langsung terhadap saldo akun tertentu dalam
laporan keuangan.
b.    Tindakan ilegal yang berdampak tidak langsung. Sebagian besar tindakan ilegal
hanya mempengaruhi laporan keuangan secara tidak langsung.

 Tiga tingkat tanggung jawab auditor untuk menemukan dan melaporkan tindakan
ilegal:

a.    Pengumpulan bukti jika tidak ada alasan untuk percaya bahwa ada tindakan ilegal yang
berdampak tidak langsung.

b.    Pengumpulan bukti dan tindakan lainnya apabila ada alasan untuk mempercayai bahwa
tindakan ilegal yang berdampak langsung atau tidak langsung telah terjadi.

c.    Tindakan apabila auditor mengetahui suatu tindakan ilegal

Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna


memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah
saji yang material, apakah itu disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Auditor tidak
bertanggung jawab untuk mendeteksi salah saji yang tidak material.

1.    Salah Saji yang Material vs Tidak Material. Tingkat materialitas diukur dari kemungkinan
salah saji atas laporan keuangan untuk mempengaruhi atau bahkan mengubah keputusan
pengguna laporan keuangan. Auditor bertanggung jawab untuk memperoleh kepastian
yang layak bahwa ambang batas materialitas telah dipenuhi. Sedangkan untuk menemukan
semua salah saji yang tidak material memerlukan biaya yang sangat besar, tidak sejalan
dengan prinsip cost-benefit.

2.    Kepastian yang Layak. Kepastian yang layak adalah tingkat kepastian yang tinggi, tetapi
tidak absolut, bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Konsep ini
menunjukkan bahwa auditor bukanlah penjamin atau pemberi garansi atas kebenaran
laporan keuangan. Jadi kemungkinan salah saji yang material tidak ditemukan dapat terjadi.
Alasan auditor bertanggung jawab atas kepastian yang layak:

a)    Bukti audit diperoleh dengan cara sampling

b)   Auditor mengandalkan bukti audit yang persuasif, tetapi tidak meyakinkan. Hal ini
disebabkan karena penyajian akuntansi mengandung estimasi yang kompleks, yang
melibatkan sejumlah ketidakpastian serta dapat dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa di
masa depan.
c)    Laporan keuangan yang disusun dengan penuh kecurangan seringkali tidak mungkin
untuk dideteksi oleh auditor. Pembelaan auditor jika salah saji yang material tidak
terungkap adalah melaksanakan audit sesuai dengan standar auditing.

3.    Kekeliruan (Error) vs Kecurangan (Fraud). Kekeliruan adalah salah saji dalam laporan
keuangan yang tidak disengaja, sementara kecurangan adalah salah saji yang disengaja.
Keduanya dapat bersifat material maupun tidak material. Kecurangan dapat dibedakan
menjadi misaprosiasi aktiva (penyalahgunaan/kecurangan karyawan) dan pelaporan
keuangan yang curang (kecurangan manajemen).

4.    Skeptisme Profesional. Agar auditing dapat memberikan kepastian yang layak untuk
mendeteksi kekeliruan ataupun kecurangan, maka auditing harus direncanakan dan
dilaksanakan dengan sikap skeptisme profesional, yaitu sikap yang penuh dengan
keingintahuan serta penilaian kritis atas bukti audit.

5.    Kecurangan yang Berasal dari Pelaporan Keuangan yang Curang vs Misaprosiasi Aktiva.
Pelaporan keuangan yang curang akan merugikan pemakai karena menyediakan informasi
laporan keuangan yang tidak benar untuk membuat keputusan sedangkan misaprosiasi
aktiva akan mengakibatkan pemegang saham, kreditor, serta pihak lainnya mengalami
kerugian karena aktiva tersebut tidak lagi menjadi milik pemiliknya yang sah.

2.7. Tujuan Audit Dicapai


Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti yang harus dikumpulkan
untuk memenuhi tujuan tersebut pada setiap audit. Untuk melakukan hal ini, auditor
mengikuti suatu proses audit, yaitu metodologi yang telah didefinisikan dengan baik untuk
menata audit guna memastikan bahwa bukti yang diperoleh sudah mencukupi serta tepat,
dan bahwa semua tujuan audit yang disyaratkan sudah ditetapkan dan dipenuhi.

Empat fase audit laporan keuangan

Fase 1 Merencanakan dan merancang pendekatan audit

Fase 2 Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi

Fase 3 Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian rincian saldo

Fase 4 Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit

 
Hak dan kewajiban merupakan satu-satunya asersi yang berkaitan dengan saldo tanpa
melibatkan asersi yang berkaitan dengan transaksi yang serupa, tujuan audit yang berkaitan
dengan penyajiaan dan pengungkapan yang berhubungan erat dengan tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo. Auditor seringkali mempertimbangkan tujuan audit yang berkaitan
dengan penyajiaan dan pengungkapan ketika menetapkan tujuan audit yang berkaitan
dengan saldo.

Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti harus dikumpulkan untuk
memenuhi tujuan tersebut pada setiap audit. Untuk melakukan hal tersebut, auditor
mengikuti proses audiit, yaitu metodologi yang telah didefinisikan dengan baik untuk
meneta audit guna memastikan bahwa bukti yang diperoleh sudah mencukupi serta tepat,
dan bahwa semuah tujuan audit yang disyaratkan sudah ditetapkan dan dipenuhi. Ada dua
pertimbangan utama yang mempengaruhi pendekatan yang akan digunakan auditor;

1.    Bukti audit yang mencukupi harus dikumpulkan agar dapat memenuhi tanggung jawab
profesional auditor.

2.    Biaya pengumpulan bukti audit ini harus ditekan seredah mungkin.

Langkah-langkah untuk mengembangkan tujuan audit:

1.    Memahami tujuan dan tanggung jawab audit

2.    Membagi laporan keuangan menjadi berbagai siklus

3.    Mengetahui asersi manajemen tentang laporan keuangan

4.    Mengetahui tujuan audit umum untuk kelas transaksi, akun, dan pengungkapan

5.    Mengetahui tujuan audit khusus untuk kelas transaksi, akun, dan pengungkapan.

TOPIK 3. STANDAR,TUJUAN,BUKTI & OPINI AUDIT

3.1. Pernyataan Standar Audit (PSA)


Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan
lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan
pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar
dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA
merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam
standar auditing.

Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing
Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA).

PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang tercantum di
dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus
diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA
yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk di dalam
PSA adalah Interpretasi.

Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan
oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan
demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut
berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota
IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.

Standar umum

1.    Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.

2.    Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.

3.    Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan


kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

 Standar pekerjaan lapangan

1.      Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus


disupervisi dengan semestinya.

2.      Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan


audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3.      Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

 Standar pelaporan

1.      Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2.      Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan


penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3.      Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali


dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4.      Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan


keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat
diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan
auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

 Audit dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

1.      Audit laporan keuangan ( financial statement audit ). Audit laporan keuangan adalah
audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk
memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-
kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan
seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak.

2.      Audit kepatuhan (compliance audit ). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah
yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu . Kriteria-
kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda.
Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur
pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal, karena oleh
pegawai perusahaan.

3.      Audit operasional (operational audit ). Audit operasional merupakan penelahaan


secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu.
Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif dan
analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.
3.2. Hierarki Standar Audit
Berdasarkan pengertian dan standar tentang audit tersebut, dapat dikatakan bahwa pada
hakekatnya audit merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut :

a.    Proses pengumpulan dan evaluasi bahan bukti.

b.    Informasi yang dievaluasi adalah informasi yang dapat diukur. Hal-hal yang bersifat
kualitatif harus dikelompokkan dalam kelompok yang terukur, sehingga dapat dinilai
menurut ukuran dan kriteria yang jelas.

c.    Entitas ekonomi. Untuk menegaskan bahwa yang diaudit adalah kesatuan, baik berupa
perusahaan, divisi, atau yang lain.

d.   Dilakukan oleh auditor. menentukan kesesuaian informasi dengan kriteria


penyimpangan yang ditemukan. Penentuan tersebut harus berdasarkan ukuran yang jelas,
maksudnya adalah dengan kriteria apa hal tersebut dikatakan menyimpang.

e.    Melaporkan hasilnya. Laporan berisi informasi tentang kesesuaian antara informasi yang
diuji dan kriterianya, atau ketidak-sesuaian informasi yang diuji dengan kriterianya serta
menunjukkan fakta atas ketidak-sesuaian tersebut.

Auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur penting yang diuraikan berikut ini.

1.    Suatu proses sistematik.

Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau
prosedur yang logis, bererangka dan terorganisasi. Auditing dilaksanakan dengan suatu
urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan.

 2.    Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

Proses sistematik tersebut ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan
yang dibuat oleh individu atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau
berperasangka terhadap bukti-bukti tersebut. Sebagai contoh, suatu badan usaha membuat
suatu pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi yang disajikan dalam laporan
keuangan dan auditor melakukan audit atas pernyataan yang dibuat oleh badan usaha
tersebut. Dalam auditnya, auditor tersebut melakukan proses sistematik untuk memperoleh
bukti-bukti yang menjadi dasar pernyataan yang disajikan oleh badan usaha tersebut dalam
laporan keuangannya, dan mengevaluasinya secara objektif, tidak memihak, baik kepada
pemberi kerja (manajemen) maupun kepada pihak ketiga (pemakai hasil audit).
 3.    Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi.

Yang dimaksud dengan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi di sini adalah
hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran dan
penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi ini
menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan, yang umumnya
terdiri dari empat laporan keuangan pokok; neraca, laporan laba-rugi, laporan saldo laba
(retained earnings), dan laporan arus kas. Laporan keuangan dapat pula berupa laporan
biaya pusat pertanggungjawaban tertentu dalam perusahaan.

 4.    Menetapkan tingkat kesesuaian.

Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti
tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan criteria
yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan criteria tersebut
kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kuantitatif.

 5.    Kriteria yang telah ditetapkan.

Kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan (yang berupa
hasil proses akuntansi) dapat berupa:

a.         Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislative.

b.         Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen.

c.         Prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted accounting principles)

Umumnya, auditor yang bekerja di instansi pajak, di Badan Pengawasan  Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (Bepeka) menggunakan criteria
undang-undang (merupakan produk badan legislatif negara), prinsip akuntansi berterima
umum, atau peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam melaksanakan
audit atas laporan pertanggungjawaban keuangan instansi pemerintah, perusahaan swasta,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta projek
pemerintah. Auditor yang bekerja sebagai auditor intern di suatu perusahaan menggunakan
kriteria anggaran atau tolok ukur kinerja lain dalam melaksanakan auditnya. Auditor
independen menggunakan kriteria prinsip akuntansi berterima umum dalam menilai
laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.

 6.    Penyampaian hasil.

Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan atestasi (attestation). Penyampain hasil
ini dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report). Atestasi dalam
bentuk laporan tertulis ini dapat menaikkan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai
informasi keuangan atas asersi yang dibuat oleh  pihak yang diaudit. Misalnya, jika auditor
independen menyatakan bahwa laporan keuangan auditan adalah wajar, maka pemakai
laporan keuangan tersebut akan mempercayai informasi yang tercantum dalam laporan
tersebut. Sebaliknya, jika auditor independen menyatakan bahwa laporan keuangan
keuangan auditan tidak wajar, maka kepercayaan pemakai laporan keuangan atas laporan
tersebut akan sangat berkurang atau hilang.

 7.    Pemakai yang berkepentingan.

Dalam dunia bisnis, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para
pemakai informasi keuangan seperti; pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor
dan kreditur, organisasi buruh, dan kantor pelayanan pajak.

3.3. Tujuan Audit


Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berterima umum di Indonesia. Kewajaran laporan keuangan dinilai
berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan
keuangan.

Tujuan pengauditan umum atas laporan keuangan oleh auditor independen merupakan
pemberian opini atas kewajaran di mana laporan tersebut telah disajikan secara wajar,
dalam segala hal yang material , posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlak umum di Indonesia.

Berikut Langkah-langkah Mengembangkan Tujuan Audit :

Jika auditor yakin bahwa laporan tidak disajikan secara wajar atau tidak mampu menarik
kesimpulan dikarenakan bahan bukti yang tidak memadai, maka auditor bertanggung jawab
untuk menginformasikan kepada para pengguna laporan keuangan melaui laporan
auditnya.

Secara umum, audit yang dilakukan bertujuan untuk melakukan verifikasi bahwa subyek dari
audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktek yang
telah disetujui dan diterima. Secara terperinci, tujuan audit adalah untuk :

a.    memastikan kelengkapan (completeness). Audit dilakukan untuk memastikan bahwa


semua transaksi yang terjadi telah dicatat atau dimasukkan ke dalam jurnal dengan semua
kelengkapannya.
b.    memastikan akurasi (accuracy). Audit dilakukan untuk memastikan bahwa semua
estimasi transaksi dan saldo telah didokumentasikan dengan baik, perhitungannya benar,
jumlahnya benar, dan diklasifikasikan berdasarkan jenis transaksi.

c.    memastikan keberadaan (existence). Dengan audit, pencatatan semua aset dan


kewajiban memiliki keberadaan sesuai dengan tanggal tertentu. Atau dengan kata lain,
semua transaksi yang dicatat sesuai dengan peristiwa aktual.

d.   membuat penilaian (valuation). Kegiatan audit juga bertujuan untuk memastikan bahwa
semua prinsip akuntansi yang berlaku umum diterapkan dengan benar.

e.    membuat klasifikasi (classification). Audit dilakukan untuk memastikan bahwa semua


transaksi yang dicatat dalam jurnal diklasifikasikan menurut jenis transaksi.

f.     membuat pisah batas (cut off). Audit yang dilakukan untuk memastikan bahwa semua
transaksi yang dekat dengan tanggal neraca dicatat pada periode yang sesuai.

g.    membuat pengungkapan (disclosure). Audit yang dilakukan untuk memastikan bahwa


saldo akun dan persyaratan pengungkapan yang terkait disajikan dengan baik.

Auditor menjalankan pengauditan atas laporan keuangan dengan menggunakan


pendekatan siklus dalam melakukan pengujian audit atas transaksi-transaksi yang
memengaruhi saldo akhir suatu akun serta melakukan pengujian audit atas saldo akun dan
pengungkapan terkait. Cara yang paling efektif dan efisien untuk melakukan pengauditan
adalah dengan mendapatkan beberapa kombinasi keyakinan untuk setiap kelompok
transaksi dan untuk saldo akhir akun-akun terkait.

Tujuan audit terkait saldo artinya beberapa tujuan audit harus terpenuhi oleh masing-
masing saldo akun. Tujuan audit terkait transaksi artinya beberapa tujuan audit harus
terpenuhi sebelum auditor dapat menyimpulkan bahwa transaksi tersebut telah dicatat
dengan tepat. Tujuan audit terkait penyajian artinya terdapat tujuan audit spesifik terkait
penyajian dan pengungkapan akun piutang dagang dan wesel bayar.

3.4. Asersi Manajemen Dalam Laporan Keuangan


Asersi manajemen adalah pernyatan yang tersirat atau tertulis oleh manajemen mengenai
kelompok-kelompok transaksi dan akun-akun terkait serta pengungkapan dalam laporan
keuangan. Asersi manajemen secara langsung terkait dengan standar akuntansi (PABU),
karena asersi ini merupakan bagian dari kriteria bahwa manajemen telah mencatat dan
mengungkapkan informasi akuntansi dalam laporan keuangan.

PSA 07 (SA 326) mengelompokkan asersi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut :
1.    Asersi mengenai kelompok-kelompok transaksi dan kejadian-kejadian selama periode
yang diaudit

2.    Asersi mengenai saldo akun di akhir periode pembukuan

3.    Asersi mengenai penyajian dan pengungkapan.

Asersi Mengenai Kelompok-Kelompok Transaksi dan Kejadian-Kejadian

Manajemen membuat beberapa asersi mengenai transaksi, yaitu :

1.    Keterjadian (occurence). Asersi atas keterjadian menekankan apakah transaksi yang


telah tercatat dan telah dilaporkan dalam laporan keuangan benar-benar telah terjadi
selama periode pembukuan.

2.    Kelengkapan (completeness). Asersi ini menekankan apakah semua transaksi yang


seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan sudah dicatat dengan lengkap. Asersi
kelengkapan menekankan pada kemungkinan hilangnya transaksi-transaksi yang
seharusnya dicatat dalam laporan keuangan. Pelanggaran terhadap asersi kelengkapan
terkait dengan kurang saji akun.

3.    Akurasi (accuracy). Asersi akurasi membahas apakah transaksi telah dicatat dengan
jumlah yang benar. Menggunakan harga yang salah untuk mencatat transaksi pembelian
dan kesalahan dalam perhitungan harga dikalikan dengan kuantitas merupakan contoh
pelanggara akurasi.

4.    Klasifikasi (classification) asersi klasifikasi menekankan apakah transaksi telah dicatat


dengan nama akun yang tepat.

5.    Pisah Batas (cut off). Asersi pisah batas membahas apakah transaksi telah dicatat pada
periode pembukuan yang tepat.

Asersi Mengenai Saldo Akun

1.    Keberadaan (existence). Aseri keberadaan terkait dengan apakah aset,liabilitas dan


ekuitas yang dimasukkan dalam neraca memang benar-benar ada di tanggal neraca
tersebut.

2.    Kelengkapan (completeness). Asersi kelengkapan terkait dengan apakah semua akun


yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan benar-benar telah dimasukkan dalam
laporan keuangan. Tidak mencatat piutang dari pelanggan merupakan pelanggaran asersi
kelengkapan.
3.    Penilaian dan Alokasi (valuation and allocation). Asersi penilaian dan alokasi terkait
dengan apakah aset, liabilita, dan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan
dengan jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian yang menggambarkan nilai aset
pada nilai realisasi bersihnya.

4.    Hak dan Kewajiban (Rights and obligations). Asersi ini menekankan pada apakah aset
merupakan hak entitas tersebut dan apakah liabilitas merupakan kewajiban dari entitas
tersebut pada suatu tanggal tertentu.

Aset Mengenai Penyajian dan Pengungkapan

Asersi ini, meliputi :

1.    Keterjadian dan Hak dan Kewajiban (occurence and Rights and obligation). Asersi ini
membahas apakah kejadian-kejadian yang diungkapkan telah benar-benar terjadi dan
merupakan hak dan kewajiban dari entitas tersebut.

2.    Kelengkapan (completeness). Asersi ini terkait dengan apakah semua pengungkapan


yang diharuskan telah dimasukkan dalam laporan keuangan.

3.    Akurasi dan Penilaian (Accuracy and Valuation). Asersi akurasi dan penilaian dan alokasi
terkait dengan apakah informasi keuangan telah diungkapkan dengan wajar dan dengan
jumlah yang tepat.

SA Seksi 326 paragraf 03 menyebutkan berbagai asersi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Asersi tersebut dapat bersifat implisit maupun eksplisit. Asersi manajemen yang
disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar
berikut ini:

1.    Asersi Keberadaan atau Keterjadian

Behubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan
apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.

2.    Asersi Kelengkapan

Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan
dalam laporan keuangan.

3.    Asersi Hak dan Kewajiban

Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
4.    Asersi Penilaian atau Alokasi

Berhubungan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah
dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.

5.    Asersi Penyajian dan Pengungkapan

Berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan


diklasifikasikan dijelaskan, dan diungkapakan semestinya.

Secara tidak langsung, hal tersebut diatas telah melukiskan hubungan antara asersi
manajemen dengan tujuan umum audit. Karena kewajaran laporan keuangan sangat
ditentukan integritas berbagai asersi manajemen yang terkandungdalam laporan keuangan.

3.5. Jenis Bukti Audit


Dalam memutuskan prosedur-prosedur audit manakah yang akan digunakan, auditor dapat
memilihnya dari ketujuh kategori umum bukti audit. Kategori-kategori ini, dikenal sebagai
jenis-jenis bukti, disajikan sebagai berikut:

a.    Pengujian fisik (physical examination)

Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor atas aktiva
yang berwujud (tangible asset). Jenis bukti ini sering berkaitan dengan persediaan dan kas,
tetapi dapat pula diterapkan untuk berbagai verifikasi atas surat berharga, surat piutang,
serta aktiva tetap yang berwujud Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap aktiva
merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang bersangkutan.
Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya.

Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan
observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan
erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.

b.    Konfirmasi (confirmation)

Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secara tertulis mupun lisan dari
pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan keakuratan informasi sebagaimana
yang diminta oleh auditor. Permintaan ini ditujukan bagi klien, dan klien meminta pihak
ketiga yng independen untuk memberikan tanggapannya secara langsung kepada auditor.
Karena konfirmasi-konfirmasi ini datang dari berbagai sumber yang independent terhadap
klien, maka jenis bukti audit ini sangatlah dihargai dan merupakan jenis bukti yang paling
sering dipergunakan, walaupun banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:

1)      Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk


menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.

2)      Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk


mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.

3)      Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk


memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang
ditanyakan.

c.    Dokumentasi (documentation)

Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan klien untuk
mendukung informasi yng tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan. Berbagai
dokumen yang di uji auditor adalah catatan-catatan yang dipergunakan oleh klien untuk
menyediakan informasi bagi pelaksanaan bisnis yang terorganisasi. Karena pada umumnya
setip transaksi dalam organisasi klien ini minimal didukung oleh selembar dokumen,maka
jenis bukti audit ini tersedia dalam jumlah besar.

Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

1)      Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara
langsung.

2)      Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.

3)      Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.

Dokumentasi merupakan suatu bentuk bukti yang dipergunakan secara luas dalam setiap
penugasan audit karena pada umumnya jenis bukti ini telah tersedia bagi auditor dengan
biaya perolehan bukti yang relative rendah.seringkali jenis bukti ini merupakan satu-satunya
jenis bukti audit yang layak dan siap pakai.

d.   Prosedur analitis (analytical procedures)

Prosedur Analitis menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan-hubungan untuk


menilai apakah saldo-saldo akun atau data lainnya nampak wajar.

e.    Wawancara kepada klien (inquiries of the client)


Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan maupun tertulis
dari klien sebagai tanggapannya atas berbagai tanggapannya atas berbagai pertanyaan
yang diajukan oleh auditor. Masalah yang dapat ditanyakan antara lain meliputi kebijakan
akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim,
kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih.

Walaupun banyak bukti yang diperoleh dari klien berasal dari hasil wawancara ini, bukti
tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti yang meyakinkan karena tidak diperoleh dari
sumber yang independen dan barangkali cenderung mendukung pihak klien. Oleh karena
itu, saat auditor memperoleh bukti dari hasil wawancara ini, pada umumnya merupakan
suatu keharusan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit lainnya yang lebih meyakinkan
melalui berbagai prosedur lainnya.

f.     Hitung uji (reperformance)

Hitung uji ini melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer informasi
yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit pada sejumlah
sampel yang diambil auditor. Pengujian kembali atas berbagai perhitungan ini terdiri dari
pengujian atas keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur seperti
pengujian perkalian dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam
jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung, serta menguji perhitungan atas beban
depresiasi dan beban dibayar di muka. Pengujian kembali atas berbagai transfer informasi
mencakup penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat informasi
tersebut dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu dicatat
dalam nilai yang sama pada setiap saat.

g.    Observasi (observation)

Observasi adalah penggunaan indera perasa untuk menilai aktivitas-aktivitas tertentu.


Sepanjang proses audit, terdapat banyak kesempatan bagi auditor untuk mempergunakan
indera penglihatan, pendengaran, perasa, dan penciumannya dalam mengevaluasi berbagai
item yang sangat beraneka ragam. Merupakan kewajiban auditor untuk menindaklanjuti
berbagai kesan pertama yang didapatnya dengan berbagai bentuk bukti audit lainnya yang
bersifat nyata.

3.6. Standar Pekerjaan Lapangan ke - 3


Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal itu
dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 326
pr. 1) menyatakan bahwa :
“Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan.”

Bukti audit didasarkan atas standar pekerjaan lapangan ketiga. Ada empat kata penting
dalam standar tersebut, yaitu:

1.    Bukti Audit

Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor. Data akuntansi
berupa jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman akuntansi,
memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja (work sheet)  yang
mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara keseluruhan merupakan bukti
yang mendukung laporan keuangan. Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti
cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang
mengetahui; informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan,
inspeksi, dan pemeriksaan fisik; serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia
bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang
kuat.

2.    Kesesuaian dan Kecukupan Bukti

Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan
oleh auditor. Pertimbangan profesional auditor memegang peranan yang penting. Ada
beberapa factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menetukan cukup atau
tidaknya bukti audit:

a.    Materialitas dan Resiko

Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit yang
lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak material. Untuk akun yang
memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah bukti
audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan
akun yang memilliki kemungkinan kecil untuk salah disajikan dalam laporan keuangan.

b.    Risiko audit

Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti
tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya.
Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih
banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak
bukti audit yang diperlukan.

c.    Faktor Ekonomi

Pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua faktor: waktu dan
biaya. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan
yang sama tingginya dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, aditor memilih untuk
memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi: biaya dan
manfaat (cost and benefit).

d.   Ukuran dan Karakteristik Populasi

Dalam pemeriksaan atas unsur-unsur tertentu laporan keuangan, auditor seringkali


menggunakan sampling audit. Dalam sampilng audit, auditor memilih secara acak sebagian
anggota populasi untuk diperiksa karakteristiknya. Umumnya, semakin besar populasi,
semakin banyak jumlah bukti audit yang diperiksa oleh auditor. Karakteristik populasi
berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota
populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat atau
mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

3.7. Tipe Bukti Audit


Tipe bukti audit dikelompokan menjadi 2 yaitu tipe data akuntansi dan tipe informasi
penguat.

1.    Tipe Data Akuntansi

a.    Pengendalian Intern Sebagai Bukti

Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan
untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui bahwa
klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan
usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor mengenai keandalan
informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.

b.    Catatan Akuntansi Sebagai Bukti

Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan
akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor
mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
2.    Tipe Informasi Penguat

1.    Bukti Fisik

Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva
berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk mengidentifikasi
sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan suatu usaha untuk
menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.

2.    Bukti Dokumenter

Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka
atau symbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:

1)   Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung
kepada auditor.

2)   Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip klien.

3)   Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.

Perhitungan Sebagai Bukti

Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa:

1.    Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.

2.    Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.

3.    Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif


depressiasi yang digunakan oleh klien.

4.     Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang
beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.

Bukti Lisan

Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara lisan dari
klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan
tersebut merupakan tipe bukti lisan.

Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang lebih
intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan,
dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.

Bukti dari Spesialis

Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus
dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh
auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien.

Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada ditangan
auditor. Jika auditor menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang kompeten,
hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat
wajar. Jika auditor puas dengan hasil penemuan spesialis, dan jika ia memberikan pendapat
selain pendapat wajar, maka ia dapat menunjukkan hasil pekerjaan spesialis tersebut untuk
mendukung alasan tidak diberikan pendapat wajar dalam laporan auditnya.

3.8. Kompetensi dan Kelayakan Bukti Audit


Kompetensi Bukti Audit

Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan
informasi penguat. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan
akuntansi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Pada umumnya,
kecukupan bukti diukur dengan ukuran sampel yang dipilih oleh auditor. Misalnya untuk
suatu prosedur audit, bukti yang diperoleh dari sampel sebesar 100 bukti umumnya akan
lebih memadai daripada pengambilan sampel sebanyak 50 bukti.Kompetensi informasi
penguat dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a.    Relevansi, bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.

b.    Sumber, bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya
merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi.

c.    Ketepatan waktu,berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh


auditor.

d.   Objektivitas, bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang
bersifat subjektif.

 
Bukti Audit Sebagai Dasar yang Layak untuk Menyatakan Pendapat Auditor

Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:

a.    Pertimbangan professional, merupakan salah satu faktor yang menentukan


keseragaman penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.

b.    Integritas manajemen, auditor akan meminta bukti kompeten jika terdapat keraguan
terhadap integritas manajemen.

c.    Kepemilkikan publik versus terbatas, auditor memerlukan tingkat keyakinan yang lebih
tinggi dalam audit atas laporan keuangan perusahaan publik dibandingkan dengan audit
atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh dikalangan terbatas.

d.   Kondisi keuangan, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas laporan keuangan


auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan sekalipun jika perusahaan yang
telah diaudit mengalami kesulitan keuangan ataupun kebangkrutan.

TOPIK 4. PERENCANAAN AUDIT DAN PROSEDUR ANALITIK

4.1. Pengertian Perencanaan Audit


Perencanaan audit adalah total lamanya waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk
melakukan perencanaan audit awal sampai pada pengembangan rencana audit dan
program audit menyeluruh. Variabel ini diukur dengan menggunakan jam perencanaan
audit. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas
perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.

Perencanaan audit harus disusun dengan mempertimbangkan resiko yang dihadapi


organisasi yang akan diauditnya. Dalam hal ini, auditor internal harus memanfaatkan output
dari hasil penilaian resiko dalam perancangan program audit. Oleh karena itu, auditor perlu
memahami proses berikut alat yang digunakan dalam penilaian resiko tersebut.

Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (Ikatan Akuntan
Indonesia, 2001) mensyaratkan agar audit dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
atas pendeteksian salah saji yang material dalam laporan keuangan.

Menurut SA Seksi 326 (PSA No. 07), Paragraf Audit No. 20 menyatakan bahwa Auditor pada
hakikatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang wajar.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup
audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan
kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis
entitas.

Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain:

1.    Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas
tersebut.

2.    Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.

3.    Metode yang digunakan oleh ent itas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi
yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi
akuntansi pokok perusahaan.

4.    Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.

5.    Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.

6.    Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).

7.    Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti
risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.

8.    Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor
tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam,
laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).

Rencana Audit adalah prinsip dasar audit, yang mengatakan bahwa auditor harus
memperoleh detail bisnis yang dilakukan oleh klien. Ini untuk memastikan sifat, waktu dan
tingkat prosedur audit, yang dilakukan oleh anggota tim perikatan. Selain fakta-fakta lain,
harus dikembangkan untuk mencakup:

1.    Memperoleh pengetahuan bisnis klien, yaitu kebijakan, sistem akuntansi, prosedur


pengendalian internal, dll.

2.    Menyiapkan tingkat kepercayaan tertentu yang bertumpu pada kontrol internal.

3.    Memastikan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit.

4.    Mengkoordinasikan pekerjaan audit.


4.2. Tahapan dalam Perencanaan Audit
Tahapan dalam perencanaan audit :

1.    Mendapatkan Pemahaman Tentang Bisnis dan Bidang Usaha Klien

Agar dapat membuat perencanaan audit secara memadai, auditor harus memiliki
pengetahuan tentang bisnis kliennya agar memahami kejadian, transaksi, dan praktik yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan.

Auditor harus mengetahui hal – hal berikut :

a. Jenis usaha, jenis produk dan jasa, lokasi perusahaan, dan karakteristik operasi
perusahaan, seperti misalnya metode produksi dan pemasaran.

b. Jenis industri, dan mudah tidaknya industri terpengaruh oleh kondisi ekonomi, serta
praktik dan kebijakan yang lazim dalam industri tersebut.

c. Ada tidaknya transaksi – transaksi yang memiliki hubungan istimewa.

d. Peraturan pemerintah yang berpengaruh terhadap perusahaan dan industri.

e. Struktur pengendalian intern perusahaan.

f. Laporan – laporan yang harus disampaikan kepada instansi tertentu, misalnya ke


Bapepam.

2.    Melaksanakan prosedur analitis

Prosedur analitis merupakan evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan


mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data nonkeuangan.
Dengan melakukan analisis ini sangat penting karena dengan melakukan prosedur analitis
seluruh kegiatan pemeriksaan dapat tergambar.

Tujuan prosedur analitis yang digunakan dalam audit :

a. Dalam tahap perencanaan audit, membantu auditor dalam merencanakan sifat, waktu dan
luasnya prosedur audit lainnya.

b. Dalam tahap pengujian, sebagai pengujian yang substantif untuk memperoleh bukti
mengenai suatu asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau transaksi.
c. Pada panyelesaian audit, didalam melakukan review akhir terhadap kelayakan keseluruhan
laporan keuangan yang diaudit.

Langkah – langkah dalam prosedur analitis :

a. Mengidentifikasi perhitungan dan perbandingan yang akan dilakukan

b. Mengembangkan ekspektasi (harapan)

c. Melaksanakan perhitungan/perbandingan

d. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan

e. Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak diharapkan

f. Menentukan dampak akan perencanaan audit

3.    Membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas

Tahap ini sering disebut dengan materialitas perencanaan dimana sedikit berbeda dengan
tingkat materialitas yang digunakan dalam penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan
audit karena situasi yang ada disekitarnya mungkin akan berubah dan informasi tambahan
klien akan diperoleh selama masa pelaksanaan audit. Dalam merencanakan suatu audit,
auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat berikut :

a.    Tingkat laporan keuangan kerena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai
laporan keuangan secara keseluruhan.

b.    Tingkat saldo akun karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan
keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.

4.    Mempertimbangkan risiko audit

Konsep risiko audit sangat penting sebagai dasar mengekspresikan konsep keyakinan yang
memadahi. Dalam tahap ini auditor harus membuat penilaian megenai berbagai komponen
risiko audit yaitu risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Hai ini diperlukan
untuk mengarahkan keputusan tentang sifat, waktu, dan luas prosedur audit dan keputusan
mengenai penetapan staf audit.
Resiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material, dengan
mengasumsikan tidak terdapat pengendalian. Prosedur yang dilaksanakan untuk
mendukung penilaian risiko bawaan biasanya serupa dengan untuk memperoleh
pemahaman mengenai bisnis dan industri. Risiko pengendalian adalah risiko bahwa salah
saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak akan sapat dicegah atau dideteksi
dengan tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko deteksi adalah risiko bahwa
auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Risiko deteksi
dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi dari risiko prosedur analitis dan risiko pengujian
terinci. Dalam menentukan risiko deteksi auditor juga harus mempertimbangkan
kemungkinan akan membuat suatu kekeliruan.

5.    Mengembangkan Strategi Audit Awal Untuk Asersi yang Signifikan

Auditor kadang membuat keputusan pendahuluan tentang komponen model resiko audit
dan mengembangkan strategi awal untuk mengumpulkan bukti – bukti. Setelah
memperbaharui pengetahuan perubahan – perubahan dalam entitas dan lingkungan, dan
menjalankan sedikit prosedur rencana audit awal, auditor mungkin harus memulai untuk
mengembangkan harapan apakah pengendalian internal berfungsi sesuai yang diharapkan.
Auditor mengembangkan strategi audit awal untuk mengaudit asersi.

Mengembangkan strategi audit awal untuk asersi yang signifikan bertujuan agar auditor
dalam perencanaan dan pelaksanaan audit dapat menurunkan risiko audit pada tingkat
serendah mungkin untuk mendukung pendapat auditor mengenai kewajaran laporan
keuangan. Terdapat dua alternatif strategi audit yaitu:

a.    Primarily Substantive Approach

Strategi ini biasa digunakan dalam audit klien yang pertama kali daripada audit atas klien
lama. Strategi ini lebih mengutamakan pengujian substantif dari pada pengujian
pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk memperoleh
pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien.

b.    Lower Assessed of Control Risk Approach

Ini merupakan kebalikan dari strategi yang pertama, dimana yang lebih diutamakan dalam
strategi ini adalah pengujian pengendalian daripada pengujian substantif. Tetapi auditor
dalam hal ini auditor bukan berarti tidak melakukan pengujian substantif tapi tidak se-
ektensif pada pendekatan yang pertama. Auditor lebih banyak melakukan prosedur untuk
memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien. Strategi ini sering
digunakan dalam audit klien lama.
 

6.    Pemahaman Atas Pengendalian Intern

Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan,kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku,dan efektivitas dan efisiensi operasi. Secara umum,
auditor perlu memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern kliennya untuk
perencanaan auditnya. Secara khusus pemahaman auditor tentang pengendalian intern
yang berkaitan dengan suatu asersi digunakan dalam kegiatan: kemungkinan dapat atau
tidaknya audit dilaksanakan, salah saji material yang potensialdapat terjadi, risiko deteksi,
dan perancangan pengujian substantive.

Dalam memperoleh pemahaman atas pengendalian intern auditor menggunakan tiga


macam prosedur audit yakni: (1) mewawancarai karyawan perusahaan yang berkaitan
dengan unsur pengendalian, (2) melakukan inspeksi terhadap dokumen dan catatan, (3)
melakukan pengamatan atas kegiatan perusahaan. Informasi yang dikumpulkan oleh
auditor dalam melaksanakan prosedur audit tersebut adalah rancangan berbagai kebijakan
dan prosedur dalam tiap – tiap unsur pengendalian dan apakah kebijakan dan prosedur
tersebut benar – benar dilaksanakan. Terdapat lima unsur pokok pengendalian intern yaitu:
lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, informasi dan komunikasi, aktivitas
pengendalian, serta pemantauan.

Sebelum melaksanakan pekerjaan audit, terlebih dahulu auditor internal harus menyusun
rencana audit secara sistematis. Rencana audit tersebut berfungsi sebagai:

a.    Pedoman pelaksanaan audit,

b.    Dasar untuk menyusun anggaran,

c.    Alat untuk memperoleh partisipasi manajemen,

d.    Alat untuk menetapkan standar,

e.     Alat pengendalian, dan

f.     Bahan pertimbangan bagi akuntan publik yang diberi penugasan oleh perusahaan.

Hal yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit adalah:

a.    Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana
satuan usaha tsb beroperasi didalamnya,
b.    Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut,

c.    Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi
akuntansi,

d.   Penetapan tingkta resiko pengendalian yang direncanakan,

e.    Pertimbangan awal tentang materialitas untuk tujuan audit,

f.     Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian.

g.    kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, dan

h.    Sifat audit yang dilaporkan akan diserahkan kepada pemberi tugas.

4.3. Prosedur & Elemen-elemen Perencanaan Audit


Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan supervise
biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan dengan satuan usaha
dan diskusi dengan staf lain dalam kantor akuntan dan pegawai satuan usaha tersebut.

Isi Perencanaan Audit

1.    Hal-hal mengenai klien, pengetahuan tentang bisnis klien membantu auditor dalam
mengindentifikasi bidang yang memerlukan pertimbangan khusus; menilai kondisi yang
didalamnya data akuntansi yang dihasilkan,diolah, di-review dan dikumpulkan dalam
organisasi; menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas persediaan, depresiasi,
penyisihan piutang ragu-ragu, persentase penyelesaian kontrak jangka panjang; menilai
kewajaran representasi manajemenen; mempertimbangkan kesesuaian prinsip akuntansi
yang diterapkan dan kecukupan pengungkapannya.

2.    Hal-hal yang mempengaruhi klien.

3.    Rencana Kerja Auditor. Hal-hal pentingnya antara lain : Staffing, pemeriksaan, dan jasa-
jasa audit yang diberikan. Hal-hal tambahannya : bantuan yang dapat diberikan klien seperti
mengisi formulir konfirmasi utang piutang, dan membuat jadwal-jadwal, time schedule.

 Ruang lingkup dari perencanaan pemeriksaan ini adalah bervariasi sesuai dengan besarnya
dan kompleksitas permasalahan objek yang diperiksa dan pengetahuan mengenai jenis
usaha objek yang diperiksa. Adapun elemen-elemen perencanaan audit menurut Arens and
Loebbecke (2000:219) adalah :
1.    Pra Plan (Perencanaan Awal). Beberapa hal penting yang terdapat dalam perencanaan
awal ini adalah menyangkut informasi mengenai alasan klien untuk diaudit,menerima atau
menolak klien baru maupun klien lama, mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit,
menentukan staf untuk penugasan dan memperoleh surat penugasan.

2.    Memperoleh informasi mengenai latar belakang klien.  Auditor harus memiliki tentang
ciri-ciri lingkungan kegiatan perusahaan klien yang akan diaudit yang berguna sebagai
acuan dalam menentukan surat penugasan atau perlu tidaknya prosedur-prosedur audit
khusus. Hal-hal yang harus dilakukan untuk memperoleh informasi sehingga dapat
memahami latar belakang klien adalah dengan cara : meninjau lokasi pabrik dan kantor,
menelaah kebijakan-kebijakan penting perusahaan,mengidentifikasi pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa serta mengevaluasi kebutuhan akan spesialis dari luar.

3.    Memperoleh informasi mengenai kewajiban hukum klien. Faktor-faktor yang


menyangkut lingkungan hukum industri klien mempunyai dampak besar terhadap hasil
audit. Pengetahuan auditor untuk menafsirkan fakta yang berkaitan selama pekerjaan
berlangsung akan meyakinkan bahwa pengungkapan yang semestinya telah dilaksanakan
dalam laporan keuangan. Dalam hal ini dokumen-dokumen hukum yang penting untuk
diperiksa oleh auditor adalah Akta Pendirian Perusahaan,anggaran dasar perusahaan,
masalah rapat dewan komisaris, para pemegang saham, komite audit dan para pejabat
eksekutif termasuk didalamnya adalah ringkasan pokok mengenai keputusan yang dibuat
oleh direksi dan pemegang saham serta dokumen mengenai kontrak penjualan maupun
pembelian.

4.    Melaksanakan prosedur menurut penelitian persiapan. Melakukan analisis ini sangat


penting artinya karena dengan demikian keseluruhan kegiatan pemeriksaan dapat
tergambar didalamnya. Prosedur analitis ini diantaranya : Memahami bidang usaha klien,
penetapan kemampuan satuan usaha untuk menjaga kelangsungan hidupnya, indikasi
adanya kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan dan mengurangi pengujian yang
terinci.

5.    Menentukan materialitas dan menetapkan risiko audit yang dapat diterima. Besarnya
salah saji dalam informasi akuntansi dapat membuat pertimbangan pengambilan keputusan
terpengaruh. Tanggung jawab auditor adalah menetapkan apakah suatu laporan keuangan
terdapat salah saji material, apabila auditor berpendapat adanya salah saji yang material ia
harus memberitahukan hal ini pada klien, sehingga koreksi dapat dilakukan. Jika klien
menolak untuk mengoreksi laporan keuangan tersebut maka auditor dapat memberikan
pendapat dengan pengecualian.

6.    Memahami struktur pengawasan intern dan menilai resiko kendali.


7.    Mengembangkan program audit dan rencana audit. Untuk melaporkan serta
memberikan pendapat yang tepat maka auditor harus melakukan wawancara, melakukan
pemeriksaan dan meneliti keaslian bukti-bukti. Guna mempermudah pelaksanaan maka
auditor harus menyusun program yang direncanakan secara logis untuk prosedur-prosedur
audit bagi setiap pemeriksaan. Program pemeriksaan juga merupakan suatu alat
pengendalian dimana pemeriksa dapat menyesuaikan pemeriksaannya dengan anggaran
dan jadwal yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam
hal ini Ikatan Akuntansi Indonesia (2001:311.3) menyatakan bahwa: “Dalam perencanaan
auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus
dilaksanakan dan harus membuat suatu program audit secara tertulis. Program audit
membantu auditor dalam memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang
harus dilakukan. Bentuk program audit dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi”.

4.4. Fase dalam Proses Pengauditan


Fase I : Merencanakan dan Merancang Sebuah Pendekatan Audit

Auditor menggunakan informasi yang didapatkan dari prosedur penilaian risiko terkait
dengan penerimaan klien dan perencanaan awal, memahami bisnis dan industry klien,
menilai risiko bisnis klien, dan melakukan prosedur analitis pendahuluan. Auditor
menggunakan penilaian materialitas, risiko audit yang dapat diterima, risiko bawaan, risiko
pengendalian, dan setiap risiko kecurangan yang teridentifikasi untuk mengembangkan
keseluruhan perencanaan audit. Diakhir fase I, auditor harus memiliki suatu rencana audit
dan program audit spesifik yang sangat jelas untuk audit secara keseluruhan.

 Fase II : Melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantive transaksi

Tujuan dari fase ini adalah untuk:

1.    Mendapatkan bukti yang mendukung pengendalian tertentu yang berkontribusi


terhadap penilaian risiko pengendalian yang dilakukan oleh auditor untuk audit atas laporan
keuangan dan untuk audit pengendalian internal atas laporan keuangan dalam suatu
perusahaan publik.

2.    Mendapatkan bukti yang mendukung ketepatan moneter dalam transaksi-transaksi.

3.    Setelah melakukan pengujian pengendalian maka selanjutnya melakukan pengujian


terperinci transaksi. Seringkali kedua jenis pengujian ini dilakukan secara simultan untuk
satu transaksi yang sama. Hasil pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi
merupakan penentu utama dari keluasan pengujian terperinci saldo.

 Fase III : Melakukan prosedur analitis dan pengujian terperinci saldo


Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan bukti tambahan yang memadai untuk
menentukan apakah saldo akhir dan catatan-catatan kaki dalam laporan keuangan telah
disajikan secara wajar. Dua kategori umum dalam prosedur di fase III adalah:

1.    Prosedur analitis substantif yang menilai keseluruhan kewajaran transaksi-transaksi dan


saldo-saldo akun.

2.    Pengujian terperinci saldo, yang mana prosedur audit digunakan untuk menguji salah
saji moneter dalam saldo-saldo akun laporan keuangan.

 Fase IV : Menyelesaikan audit dan menerbitkan suatu laporan audit

Selama fase ini seorang auditor melakukan:

1.    Pengujian tambahan untuk tujuan penyajian dan pengungkapan

2.    Selama fase terakhir ini auditor melakukan prosedur audit terkait dengan liabilitas
kontejensi dan kejadian-kejadian setelah tanggal neraca. Peristiwa setelah tanggal neraca
menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi setelah tangga neraca, namun sebelum
penerbitan laporan keuangan dalam laporan audit yang berpengaruh terhadap laporan
keuangan.

Pengumpulan bukti akhir

Auditor harus mendapatkan bukti berikut untuk laporan secara keseluruhan selama fase
penyelesaian.

1.    Melakukan prosedur analitis akhir

2.    Mengevaluasi asumsi keberlangsungan usaha

3.    Mendapatkan surat representasi klien

4.    Membaca informasi dalam laporan tahunan untuk meyakinkan bahwa informasi yang
disajikan konsisten dengan laporan keuangan

Menerbitkan laporan audit

Jenis laporan audit yang diterbitkan bergantung pada bukti yang dikumpulkan dan temuan-
temuan auditnya.

Komunikasi dengan komite audit dan manajemen


Auditor diharuskan untuk mengkomunikasikan setiap kekurangan dalam pengendalian
internal yang signifikan pada komite audit atau manajemen senior. Meskipun tidak
diharuskan, auditor seringkali memberikan saran pada manajemen untuk meningkatkan
kinerja bisnis mereka.

4.5. Program Audit


Program audit adalah rangkaian yang sistematis dari prosedur-prosedur audit untuk
mencapai tujuan audit. Dengan demikian program audit merupakan rencana langkah kerja
yang harus dilaksanakan berdasarkan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Pada
dasarnya program audit merupakan rencana tertulis untuk mengarahkan audit, dan oleh
karena itu merupakan salah satu alat pengendalian audit.

Program audit adalah cetak biru rencana audit, yang menentukan, bagaimana audit akan
dilakukan, siapa yang akan melakukan dan apa langkah-langkah yang harus diikuti untuk
melakukan hal yang sama. Ini adalah seperangkat instruksi, yang dikejar staf audit, untuk
pelaksanaan audit yang tepat.

Setelah rencana audit dirumuskan, program audit, yang terdiri dari berbagai langkah,
dikembangkan. Ini hanyalah rencana komprehensif untuk menerapkan prosedur audit,
dalam kondisi tertentu, dengan arahan untuk memilih metode yang tepat untuk mencapai
tujuan audit. Ini terutama didasarkan pada ukuran entitas dan faktor lain yang serupa.

Program audit menentukan apa dan berapa banyak bukti atau fakta yang harus diperoleh
dan dianalisis. Lebih lanjut, itu membagi tanggung jawab untuk staf audit, untuk melakukan
audit. Program audit harus cukup fleksibel untuk direvisi, sesuai dengan kondisi yang
berlaku.

 Pendekatan Dalam Program Audit

Penyusunan program audit harus disesuaikan dengan kondisi organisasi/ bidang/ area
fungsional yang akan diaudit. Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan
program audit adalah:

a.    Menyusun program audit selama tahap persiapan audit,

b.    Menyusun program audit setelah melaksanakan survai pendahuluan, dan

c.    Menggunakan program audit standar untuk operasi yang spesifik.

Jenis Program Audit


Berdasarkan kepada sifat operasi yang akan diaudit, program audit dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

a.    Program audit individual (tailored/ individual audit program)

Program audit individual yaitu program audit yang disusun tersendiri untuk masing-masing
audit, dan tidak menggunakan bentuk standar, serta disusun setelah melaksanakan survai
pendahuluan.

b.    Program audit proforma

Program audit proforma yaitu program audit yang dikembangkan untuk berbagai tujuan
dan disiapkan guna mengumpulkan informasi yang sama dari beberapa periode untuk
melihat kecenderungan/trend dan perubahan-perubahannya. Program audit proforma
disiapkan sebelum survai pendahuluan dilaksanakan, dan dapat direvisi bila hasil survai
pendahuluan menunjukkan adanya perubahan-perubahan dari kegiatan-kegiatan yang
diaudit.

 Informasi Dalam Program Audit

Program audit disiapkan oleh Ketua Tim Audit Internal dan disetujui oleh Kepala Bagian
Audit Internal. Program audit yang baik harus memuat informasi mengenai:

a.    Tujuan audit

Tujuan audit yang dimaksud dalam program audit adalah tujuan yang bersifat khusus bukan
tujuan umum seperti yang terdapat pada batasan dan ruang lingkup audit internal. Tujuan
audit yang bersifat khusus tersebut dikaitkan dengan tujuan operasi yang akan diauditnya,
dimana tujuan audit ditetapkan untuk menentukan apakah sistem operasi yang dirancang
dan diimplementasikan dapat mencapai tujuannya atau tidak.

b.    Daftar Pengendalian yang ada atau yang diperlukan

Daftar pengendalian yang ada/diperlukan/semestinya ada pada operasi yang diaudit


digunakan sebagai kriteria untuk menguji/ mengevaluasi bidang/ area yang diaudit. Dalam
hal ini prosedur audit dikembangkan berdasarkan kriteria tersebut.

c.    Prosedur audit.

Prosedur audit merupakan suatu teknik yang digunakan auditor untuk memperoleh bukti
audit yang akan digunakan untuk menentukan apakah tujuan operasi yang diaudit dapat
tercapai atau tidak.
d.   Staf pelaksana.

e.    Komentar atas hasil pengujian.

Efektifitas Program Audit

Agar efektif, program audit harus terfokus kepada apa yang esensial (terpenting) dari suatu
operasi yang diaudit guna mencapai tujuannya, dan bukan terfokus kepada apa yang
menarik dari suatu operasi yang diaudit. Sebagai contoh: Pada aktivitas pembelian bahan
baku, salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh barang dengan harga yang
benar, oleh karena itu yang terpenting dari aktivitas pembelian untuk mencapai tujuan
tersebut adalah apakah ada mekanisme penawaran yang terbuka dan kompetitif atau tidak?,
dan bila ada apakah mekanisme tersebut dilaksanakan?. itulah yang harus menjadi fokus
dalam program audit, dan bukan kondisi yang mungkin menarik misalnya bahwa salah satu
dari supliernya memiliki hubungan keluarga dengan manajer logistik.

4.6. Aktifitas yang Harus Ada Dalam Penyusunan Program


Audit
Beberapa aktifitas/ kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka penyusunan program audit
antara lain:

a.    Review atas laporan audit, program audit, dan kertas kerja audit periode sebelumnya,
serta dokumen lain dari audit sebelumnya termasuk hal-hal yang masih memerlukan tindak
lanjut audit. Hal tersebut bermanfaat sebagai dasar untuk menentukan ruang lingkup audit
yang akan dilaksanakan.

b.    Melaksanakan survey pendahuluan untuk mengetahui tujuan dan pelaksanaan dari


operasi/ kegiatan, tingkat risiko (aktual dan atau potensi), serta pengendaliannya.

c.    Review atas kebijakan dan prosedur dari fungsi yang diaudit guna menentukan area/
bidang yang memungkinkan dapat diukur dan dinilai, dan menentukan apakah fungsi
tersebut berjalan/ beroperasi sesuai dengan yang diharapkan oleh manajemen.

d.   Review atas literatur audit internal  yang berkenaan dengan area yang diaudit. Hal
tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi terbaru mengenai teknik pengujian yang
dapat diterapkan pada aktivitas yang diaudit.

e.    Menyusun bagan arus dari operasi/ aktivitas yang diaudit untuk mengidentifikasi
kelemahan sistem, dan untuk melakukan analisis visual atas proses transaksi.
f.     Review atas standar kinerja (internal atau eksternal/ industri bila ada) untuk
memperoleh tolok ukur guna menguji dan mengevaluasi efisiensi dan efektivitas operasi
yang diaudit dan menentukan apakah operasi yang dimaksud mengacu kepada standar
yang telah ditetapkan.

g.    Melakukan interview dengan auditee dan menyampaikan tujuan dan ruang lingkup
audit untuk memperoleh kesepahaman (menghindari kesalahpahaman) dengan auditee.

h.    Menyusun anggaran yang merinci sumber daya yang diperlukan, guna menggambarkan
estimasi mengenai jumlah staf dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan audit.

i.      Melakukan interview dengan pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan fungsi


yang diaudit untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik mengenai operasi dan
mengidentifikasi masalah yang mungkin ada, serta untuk menjalin koordinasi dengan pihak-
pihak yang berhubungan dengan fungsi yang diaudit.

j.      Membuat daftar mengenai risiko yang material yang harus dipertimbangkan untuk
memastikan bahwa bidang/ area yang paling rentan terhadap ancaman (terjadinya
kesalahan/penyimpangan) mendapat perhatian yang tepat/ khusus.

k.    Untuk setiap resiko yang teridentifikasi, ditetapkan pengendaliannya dan dipastikan


apakah pengendalian yang dimaksud memadai. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui
apakah pengendalian yang ada dapat mengurangi/ menekan risiko yang teridentifikasi
tersebut atau tidak.

l.      Menentukan substansi dari masalah untuk mengidentifikasi tingkat kesulitan dalam


pelaksanaan audit.

1.    Kriteria Program Audit  

Program audit perlu memperhatikan kriteria tertentu agar tujuan audit yang ditetapkan
dapat tercapai. Kriteria yang dimaksud antara lain:

a.    Tujuan dari suatu operasi yang diaudit harus dinyatakan secara hati-hati dan disetujui
oleh auditee, sehingga tujuan audit atas operasi yang dimaksud dapat ditetapkan dengan
tepat.

b.    Program audit harus disesuaikan dengan penugasan auditnya, dan tidak bersifat
memaksakan/ mendikte.

c.    Setiap langkah kerja yang diprogram harus memperlihatkan alasan yang kuat, yaitu
berdasarkan tujuan operasi yang diaudit dan pengendalian yang diuji.
d.   Langkah kerja diungkapkan dalam bentuk instruksi bukan dalam bentuk pertanyaan “ya”
atau “tidak” atau dangkal serta bias.

e.    Program audit harus mengindikasikan skala prioritas dari langkah kerja (upaya untuk
memperoleh bukti audit utama harus didahulukan).

f.     Program Audit harus fleksibel.

g.    Program audit harus fisibel untuk dilaksanakan, baik dari aspek anggaran, staf
pelaksana, maupun (rentang) waktunya.

h.    Program audit hanya memuat informasi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan
audit (ringkas, jelas, dan fokus).

i.      Program audit harus memuat bukti persetujuan Pimpinan Bagian Auidt Internal
sebelum dilaksanakan, termasuk perubahannya.

4.7. Perbedaan Utama Antara Rencana Audit dan Program


Audit
Perbedaan antara rencana audit dan program audit dapat ditarik dengan jelas dengan
alasan berikut:

1.    Rencana audit didefinisikan sebagai skema atau desain yang disiapkan oleh auditor
untuk melakukan audit, secara efektif. Di sisi lain, program audit mengacu pada rencana
lengkap yang terdiri dari daftar langkah verifikasi, yang akan diterapkan, ke akun akhir
organisasi, untuk mengumpulkan fakta dan bukti yang cukup, sehingga memudahkan
auditor untuk mengekspresikan pendapat .

2.    Rencana audit tidak lain adalah prinsip audit yang pertama dan terpenting. Sebaliknya,
program audit adalah serangkaian langkah pemeriksaan dan verifikasi.

3.    Rencana audit dirancang oleh auditor terlebih dahulu, setelah itu program audit
komprehensif yang terdiri dari berbagai langkah dibuat.

4.8. Penugasan Audit


Auditor hanya akan menerima penugasan apabila terdapat jaminan yang memadai bahwa
manajemen klien bisa dipercaya. Apabila manajemen tidak memiliki integritas, kemungkinan
besar terdapat kekeliruan dan ketidakberesan dalam proses akuntansi yang menjadi dasar
penyusunan laporan keuangan. Bagi klien baru, auditor bisa memperoleh tentang integritas
manajemen dengan bertanya pada auditor pendahulu/ mengajukan pertanyaan pada pihak
ke-3 yang dipandang mengenal klien, mereview pengalaman masa lalu dengan klien.

 Tahapan Penugasan audit :

1.    Penerimaan penugasan audit

Tahap awal dalam audit laporan keuangan adalah mengambil keputusan untuk
menerima/menolak suatu kesempatan menjadi auditor untuk klien baru/ untuk melanjutkan
sebagai auditor bagi klien yang sudah ada.

2.    Perencanaan audit

Tahap kedua ini untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit. Pada tahap ini perlu
diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing.

3.    Pelaksanaan pengujian audit

Tujuan utama tahap ini adalah mendapatkan bukti audit mengenai efektivitas struktur
pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangannya. Pada tahap ini harus
diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing.

4.    Pelaporan temuan

Laporan audit bisa berupa laporan standar, yaitu laporan audit dengan pendapat wajar
tanpa perkecualian/ bisa juga menyimpang dari laporan standar.

 Langkah-langkah dalam penerimaan penugasan audit :

1.    Mengevaluasi integritas manajemen

2.    Mengidentifikasi keadaan-keadaan khusus dan risiko tidak biasa

3.    Menetapkan kompetensi untuk melakukan audit

4.    Mengevaluasi independensi

5.    Menentukan kemampuan untuk bekerja dengan cermat dan saksama

6.    Menyiapkan surat penugasan

 Hal-hal yang berhubungan dengan pengambilan keputusan untuk menerima penugasan


pada tahap ini, antara lain :
1.    Mengidentifikasi pemakai laporan keuangan auditan

Tanggungjawab hukum auditor bisa berbeda-beda tergantung pada siapa yang


diperkirakan akan menjadi pemakai laporan keuangan auditan. OLeh karena itu auditor
harus mempertimbangkan apakah klien merupakan perusahaan public/privat. Auditor harus
mempertimbangkan apakah laporan audit yang biasa akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan semua pemakaian laporan/apakah perlu dibuat laporan khusus.

2.    Memperkirakan adanya persoalan hukum dan stabilitas keuangan klien

Apabila perusahaan klien pernah mengalami kesulitan karena adanya gugatan hukum, dan
apabila penggugat bisa menemukan alasan bahwa ia dirugikan karena keputusan yang
diambilnyadidasarkan pada laporan keuangan , maka situasi demikian sangat mungkin akan
melibatkan auditor. Bila hal itu terjadi , maka auditor terancam untuk membayar denda atas
putusan pengadilan. Oleh karena itu, auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi dan
menolak calon klien yang memiliki risiko tinggi terkena gugatan hukum. Hal yang sama juga
perlu diperhatikan auditor, apabila calon klien menunjukkan ketidakstabilan keuangan ,
seperti tidak mampu membayar utang yang jatuh tempo.

3.    Mengevaluasi auditabilitas perusahaan klien

Mengevaluasi apakah laporan keuangan klien bisa diaudit atau tidak.

 Auditor harus memastikan apakah mereka memiliki kompetensi professional untuk


menyelesaikan penugasan sesuai dengan standar auditing. Hal ini menyangkut penentuan
berapa jumlah amggota tim audit dan mempertimbangkan kebutuhan bantuan dari
knsultan atau spesialis pada waktu audit berlangsung.

Penetapan tim audit :

a.    Seorang partner yang bertanggungjawab penuh dan merupakan penanggungjawab


akhir dari suatu penugasan.

b.    Seorang manajer/lebih yang mengkoordinasi dan melakukan supervise pelaksanaan


program audit.

c.    Seorang senio/ lebih yang bertanggungjawab atas sebagian program audit dan
melakukan supervise serta mereview pekerjaan staf asisten.

d.   Staf asisten yang mengerjakan berbagai prosedur audit yang diperlukan.

e.    Mempertimbangkan kebutuhan konsultasi dan penggunaan spesialis


Elemen pengendalian mutu yang berkaitan dengan konsultasi menyatakan bahwa kantor
akuntan public harus memilik kebijakan dan prosedur untuk memperoleh jaminan memadai
bahwa personil akuntan public membutuhkan bantuan , sepanjang diperlukan , dari orang/
orang-orang yang memiliki tingkat pengetahuan , integritas, kebijaksanaan, dan otoritas
yang sesuai. KAP kadang-kadang merasa perlu untuk menggunakan spesialis yang berasal
dari luar KAP. Contoh spesialis :

1.    Penilai untuk mendapatkan bukti tentang penilaian atas barang seni.

2.    Insinyur tambang untuk menentukan jumlah cadangan atau deposit barang tambang
yang ada di suatu pertambangan.

3.    Aktuaris untuk menentukan jumlah rup[iah program pensiun yang akan digunakan
dalam akuntansi.

4.    Penasehat hukum untuk memperkirakan hasil akhir dari suatu perkara pengadilan yang
masih berjalan.

5.    Konsultan lingkungan untuk menentukan pengaruh undang-undang dan peraturan


tentang lingkungan.

4.9. Prosedur Analitik


Prosedur analitis sebagai evaluasi informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari
hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan
lainnya/ antara data keuangan dengan data nonkeuangan.

Prosedur analitis digunakan dalam auditing dengan tujuan-tujuan sebagai berikut :

1.    Pada tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat,
saat, dan luas prosedur audit lainnya.

2.    Pada tahap pengujian, sebagi pengujian substantive untuk memperoleh bukti tentang
asersi tertentu, yang berhubungan dengan saldo rekening atau jenis transaksi.

3.    Pada tahap review akhir audit, sebagai review menyeluruh informasi keuangan dalam
laporan keuangan setelah diaudit

 Tahapan-tahapan sistematis :

1.    Mengidentifikasi perhitungan / perbandingan yang akan dibuat.


2.    Mengembangkan ekspektasi.

3.    Melakukan perhitungan/perbandingan.

4.    Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang signifikan.

5.    Menyelidiki perbedaan signifikan yang tak diharapkan.

6.    Menentukan pengaruhnya terhadap perencanaan audit.

 Kesalahan Yang Sering Terjadi Dalam Melakukan Prosedur Audit

Dalam melakukan prosedur Audit, akan ada kesalahan atau kelalaian yang sering terjadi
dalam melaksanakannya. Berikut kesalahan yang sering terjadi dan yang harus Anda
hindari :

1.    Ketika melakukan penulisan pada prosedur audit tanpa menjelaskan alasan prosedur.
Misalnya, auditor akan memeriksa contoh barang dari lembar inventaris ke inventaris,
namun tidak memberi tahu tujuan dan alasan prosedur dalam melakukan hal tersebut.

2.    Menyatakan kata pernyataan sebagai alasan untuk melakukan prosedur. Misalnya, 


mengonfirmasikan terjadinya penjualan.

3.    Melakukan penulisan mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh sistem


pengendalian internal daripada menyatakan prosedur audit. Misalnya, untuk semua barang
yang diterima harus sesuai dengan barang yang diterima dengan catatan yang diajukan.

4.    Menulis prosedur yang tidak jelas . Misalnya, periksa faktur, periksa catatan yang
diterima, dan lain sebagainya. Ini merupakan Prosedurtidak jelas, dan tidak seharusnya
untuk dilakukan dalam melakukan prosedur audit. Karena tidak menyebutkan apa yang
harus diperiksa dan alasan untuk apa memeriksanya. Ketika melakukan berbagai tindakan
seperti memeriksa catatan haruslah memiliki izin dan prosedur yang sudah ditetapkan.

5.    Menggunakan prosedur yang tidak dapat dilakukan. Misalnya, setujui masing-masing


barang inventaris fisik ke faktur penjualan. Tidak mungkin untuk menyetujui barang fisik ke
faktur penjualan karena barang sudah akan dijual.

6.    Menggunakan prosedur yang salah. Misalnya, menyetujui rincian dari pesanan


pembelian (seperti uraian barang yang dipesan, jumlah yang dipesan) untuk barang yang
disimpan di toko persediaan. Prosedur Ini adalah prosedur audit yang salah karena catatan
yang diterima adalah barang bukan pesanan pembelian namun digunakan untuk
memperbarui inventaris.
7.    Menggunakan prosedur yang tidak praktis. Misalnya, menunjukkan pemisahan tugas
antara orang yang memberi otorisasi kas kecil, merekam voucher kas kecil dan membagikan
kas kecil. Sehingga prosedur yang dilakukan bukan untuk mempercepat proses audit, tapi
akan memperlama dan mempersulit dalam melakukan prosedur audit.

8.    Menulis prosedur audit yang tidak relevan. Misalnya, ketika Anda diminta untuk menulis
yang berkaitan dengan depresiasi aset tidak lancar, tidak tepat untuk memberikan prosedur
audit umum yang berkaitan dengan audit aset tidak lancar.

Prosedur audit pada awalnya disiapkan pada tahap perencanaan berdasarkan risiko yang
dinilai sesuai dengan lingkungan pengendalian internal serta pengendalian internal atas
pelaporan keuangan.

Untuk memudahkan auditor dalam melaksanakan atau melakukan prosedur audit.


Diperlukan laporan keuangan yang dapat membantu dalam menghitung dan menyimpan
setiap data atau laporan keuangan secara tepat dan aman.

TOPIK 5. KONSEP MATERIALIS DAN RISIKO AUDIT

5.1 Konsep Materialitas


Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang
dapat dilihat dari keadaan yang melingkupinya. Materialitas  dapat mengakibatkan
perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang-orang yang berkepentingan yang
meletakkan kepercayaan terhadap informasi akuntansi.

Ada tujuh ( 7 ) Fase Materialitas dan Resiko, yaitu :

1.             Menerima klien dan melakukan perencanaan audit awal

2.             Memahami bisnis dan industri klien

3.             Menilai Risiko bisnis klien

4.             Melaksanakan prosedur analitis awal

5.             Menetapkan materialitas dan menilai risiko akseptibilitas audit serta risiko inheren

6.             Memahami pengendalian intern dan menilai risiko pengendalian


7.             Menyusun seluruh rencana serta program audit

Dalam penerapan Materialitas tersebut ada lima tahap yang perlu diketahui, yaitu :

a.  Perencanaan tentang rentang uji audit :

1.      Menetapkan Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas

2.      Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini ke dalam segmen-


segmen

b.  Evaluasi Hasil :

3.    Mengestimasi total kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen

4.    Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan

5.    Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau pertimbangan
yang telah direvisi tentang tingkat materialitas.

5.2 Pertimbangan Awal tentang Materialitas


Penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu
auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan.

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
(guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi
manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor
memberikan keyakinan berikut ini :

1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta


pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat
perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar
dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
 

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan


dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara
kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang
menimbulkan salah saji tersebut.

Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor adalah,

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:

        a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan

        b. Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca

1. Faktor kualitatif seperti:

        a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan

        b. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada tingkat
minimum tertentu.

        c.  Adanya gangguan dalam trend  laba

        d. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

Karena sifatnya yang relatif maka tingkat materialitas dapat berubah. Selama pelaksanaan
audit tingkat materialitas bisa berubah-ubah karena :

1.      Kondisi sekeliling yang mempengaruhi perusahaan berubah.

2.      Tambahan informasi tentang klien mungkin diperoleh selama pelaksanaan audit.

Tingkat materialitas awal yang direncanakan (planning materiality) suatu perusahaan dapat


berubah karena kedua hal tersebut. Sebagai contoh, tingkat materialitas yang direncanakan
bagi perusahaan yang terancam bangkrut adalah 0,5 % dari modal sendiri. Apabila
perusahaan itu dapat melepaskan diri dari masalah kebangkrutan tersebut, maka tingkat
materialitas akan dinaikkan misalnya menjadi 1 % dari modal sendiri.

5.3 Konsep Risiko Audit


Resiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah
saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko
audit yang auditor bersedia menanggungnya. Jika diinginkan tingkat kepastian 99 %, risiko
audit yang auditor bersedia menanggungnya adalah 1 %.

Risiko audit, dibagi menjadi dua:

1.      Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai


keseluruhan.

2.      Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan              dalam laporan keuangan.

Terdapat tiga unsur risiko audit:

·         Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
pengendalian intern yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo
akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.

·         Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi
yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern
entitas.

·         Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.

Penggunaan Informasi Risiko Audit

Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor untuk
menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan kewajaran
penyajian saldo akun tertentu.

5.4 Komponen Risiko Audit


Komponen risiko audit, pada umumya terdiri atas tiga, yaitu:
 

1.    Risiko Bawaan (Inherent Risk)

Risiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material dengan asumsi
tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.

Risiko bawaan selalu ada dan tidak pernah mencapai angka nol. Risiko bawaan tidak dapat
diubah oleh penerapan prosedur audit yang paling baik sekalipun. Risiko bawaan bervariasi
untuk setiap asersi. Sebagai contoh, asersi keberadaan dan keterjadian kas mempunyai
risiko bawaan yang lebih tinggi daripada aktiva tetap. Hal inji disebabkan uang tunai
merupakan suatu asset yang sangat rawan terhadap manipulasi, dan semua orang berminat
terhadap uang. Sedangkan aktiva tetap lebih jelas keberadaannya.

Risiko bawaan juga dibedakan atas risiko bawaan setiap akun dan risiko bawaan
keseluruhan untuk banyak akun. Berikut merupakan beberapa faktor yang menentukan
risiko bawaan pada banyak akun: Profitabilitas perusahaan secara relative dibandingkan
dengan perusahaan pada umumnya. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan,
semakin kecil risiko bawaannya. Jenis usaha dan sensitivitas operasi. Perusahaan yang
bergerak pada bidang keuangan lebih besar risiko bawaannya daripada perusahaan
ekspedisi karena bidang keuangan sangat sensitive terhadap perubahan kurs mata uang,
dan perubahan tingkat suku bunga. Oleh karena itu, semakin sensitive operasi perusahaan,
semakin tinggi risiko bawaannya. Bidang usaha yang sangat dipengaruhi perkembangan
teknologi, dan kompetensi usahanya ketat, mengakibatkan risiko bawaan yang tinggi.
Masalah kelangsungan usaha. Perusahaan yang sedang mengalami masalah kebangkrutan
mempunyai risiko bawaan yang tinggi. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi
dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila
banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya. Integritas, reputasi, dan
pengetahuan akuntansi dari manajemen. Semakin baik integritas, reputasi, dan
pengetahuan tentang akuntansi yang dimiliki manajemen klien, semakin kecil risiko
bawannya.

Berikut ini merupakan faktor yang menentukan risiko bawaan suatu akun tertentu:
Auditabilitas akun atau transaksi. Semakin tinggi tingkat aktivitas akun, semakin rendah
risiko bawaan pada akun tersebut. Kerumitan masalah akuntansi terkait. Masalah akuntansi
terkait meliputi masalah pengakuan dan kerumitan penilaian akun. Masalah akuntansi yang
rumit akan meningkatkan risiko audit. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi
dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila
banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya.

 
2.    Risiko Pengendalian (Control Risk)

Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material, yang dapat terjadi dalam
suatu asersi, tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh
berbagai kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern perusahaan. Risiko
pengendalian tidak pernah mencapai keyakinan penuh bahwa semua salah saji material
akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Risiko pengendalian merupakan fungsi dari
efektivitas struktur pengendalian intern. Semakin efektif struktur pengendalian intern
perusahaan klien, semakin kecil risiko pengendaliannya. Penetapan risiko pengendalian
didasarkan atas kecukupan bukti audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian
intern klien adalah efektif.

3.    Risiko Deteksi (Detection Risk)

Risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi.

Risiko deteksi tergantung atas penerapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan dan
risiko pengendalian. Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi.
Sebaliknya semakin besar risiko bawaan ataupun risiko pengendalian, semakin kecil risiko
deteksi.

Dalam penentuan risiko deteksi, auditor mempertimbangkan kemungkinan dia melakukan


kesalahan seperti kesalahan penerapan prosedur auditing atau salah melakukan interpretasi
terhadap bukti –bukti audit yang telah dihimpun.

5.5 Model Risiko Audit


Model risiko audit, mengekspresikan hubungan antara komponen-komponen risiko audit
sebagai berikut :

AR = IR X CR X DR

Dimana : AR = Audit Risk


IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk
Untuk mengilustrasikan penggunaan dari model tersebut, asumsikan bahwa auditor telah
membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi tertentu seperti asersi kelengkapan
untuk persediaan.

AR = 5%, IR = 75%, CR = 50%

Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut :

Risiko deteksi sebesar 13%, berarti auditor perlu merencanakan pengujian subtantif dengan
suatu cara yang akan menghasilkan risiko yang dapat diterima bahwa terdapat
kemungkinan kegagalan sekitar sebesar 13% dalam mendeteksi salah saji yang material.
Risiko ini dapat diterima jika auditor memiliki keyakinan dari sumber-sumber lain untuk
mendukung penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian.

TOPIK 6. STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN & PENETAPAN


RISIKO PENGENDALIAN

6.1 Pengertian Struktur Pengendalian Intern


Struktur Pengendalian Intern (SPI) adalah suatu hal yang sangat berperan penting dalam
auditing. SPI adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan
personil lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan berikut:

1.              Keandalan pelaporan keuangan

2.              Efektivitas dan efisiensi operasi

3.              Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Dengan demikian struktur pengendalian intern merupakan rangkaian proses yang


dijalankan entitas, dimana proses tersebut mencakup berbagai kebijakan dan prosedur yang
sistematis.

Definisi pengendalian intern terdapat beberapa konsep dasar:


1.    Pengendalian intern merupakan suatu proses. Pengendalian intern merupakan suatu
rangkaian tindakan yang bersifat persuasif dan menjadi bagian tidak terpisahkan.

2.   Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari
pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang
organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.

3.    Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan
keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas.

4.    Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan
keuangan, kepatuhan dan operasi.

6.2 Pentingnya Pengendalian Intern


Peran penting pengendalian intern terdiri dari :

1.              Lingkup dan ukuran entitas bisnis semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan
manajemen harus mengendalikan laporan dan analisis yang cukup agar peranan
pengendalian dapat berjalan efektif.

2.              Pemeriksaan dan penelahaan bawaan dalam sistem yang baik memberikan


perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kekeliruan yang
terjadi.

3.              Pengendalian intern yang baik akan mengurangi beban pelaksanaan audit


sehingga dapat mengurangi biaya ataupun fee audit.

Dalam merancang sistem pengendalian internal, manajemen kemungkinan mempunyai


beberapa kepentingan yang sama dengan auditor dalam mengevaluasi sistem tersebut.
Dalam merancang struktur pengendalian internal yang efektif secara khusus manajemen
memperlihatkan kepentingan berikut:

1.              Menyediakan data-data yang dapat diandalkan. Agar dapat menyelenggarakan


operasi usaha dengan baik manajemen harus mempunyai informasi yang akurat.

2.              Mengamankan aktiva dan catatan perusahaan. Apabila tidak dilindungi dengan


sistem pengendalian yang memadai, aktiva perusahaan dapat dicuri dan disalahgunakan
atau rusak.
3.              Meningkatkan efisiensi operasi perusahaan. Sistem mengendalikan dalam suatu
organisasi dimaksudkan untuk menghindarkan pengulangan kerja yang tidak perlu dan
pemborosan dari seluruh aspek usaha, serta mencegah penggunaan sumber daya secara
tidak efisien.

4.              Mendorong ditaatinya setiap kebijakan yang telah ditetapkan.

Empat dasar yang mendasari SPI dan penetapan risiko pengendalian:

1.              Tanggung jawab.

2.              Kepastian yang wajar

3.              Keterbatasan yang melekat (inheren)

4.              Metode pengolahan data.

6.3 Kandungan Struktur Pengendalian Intern


Struktur pengendalian intern entitas (satuan usaha) mempunyai kandungan yang terdiri dari
kebijakan dan prosedur yang diterapkan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa
tujuan tertentu suatu entitas akan tercapai. Sasaran perusahaan dapat berupa sasaran
finansial maupun non finansial. Sasaran finansial yang umum dapat berupa keakuratan dan
ketetapan laporan keuangan kepada pemegang saham atau BAPEPAM. Sasaran finansial 
khusus dapat berupa perbaikan aliran kas masuk dan pendapatan per lembar saham
(Earning Per Share). Sasaran non finansial antara lain meliputi pengendalian kualitas,
pengembangan produk, penelitian pasar, dsb.

Struktur pengendalian intern mempunyai kaitan erat dengan auditor. Auditor mempunyai
kepentingan dengan kebijakan dan prosedur sasaran finansial. Istilah kebijakan adalah
kerangkan yang telah ditetapkan oleh manajemen untuk mencapai sasaran finansial,
sedangkan prosedur adalah langkah-langkah khusus, yang ada dalam kebijakan yang harus
diamati. Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa, tidak semua kebijakan dan prosedur
yang tercakup dalam struktur pengendalian intern relevan dengan audit. Kebijakan dan
prosedur yang relevan dengan audit adalah kebijakan dan prosedur mengenai kemampuan
entitas dalam mengolah data transaksi menjadi informasi laporan keuangan dan kebijakan
serta prosedur lainnya yang menyangkut data yang dipakai auditor dalam menerapkan
prosedur audit misalnya data statistik penjualan untuk yang dipakai prosedur analitik.
Struktur pengendalian yang efektif dirancang dengan tujuan pokok sebagai berikut:

1.  Menjaga kekayaan dan catatan organisasi.

2.  Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.

3.  Mendorong efisiensi .

4.  Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

6.4 Tujuan dan Unsur Pengendalian intern


Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam
pencapaian  golongan tujuan :

·    Keandalan informasi keuangan

·    Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

·    Efektivitas dan efisiensi operasi

Pertimbangan atas pengendalian intern dalam Audit Laporan Keuangan menyebutkan 5


unsur pokok pengendalian intern :

1.  Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian intern,


yang membentuk disiplin dan struktur. Terdapat beberapa faktor yang membentuk
lingkungan pengendalian dalam suatu entitas antara lain:

·      Nilai integrasi dan etika

·      Komitmen terhadap kompetensi

·      Dewan komisaris dan komite audit

·      Filosofi dan gaya operasi manajemen

·      Struktur organisasi

·      Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab


·      Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

2.    Penaksiran Risiko

Penaksiran risiko manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan adalah penaksiran risiko
yang terkandung dalam asersi tertentu dalam laporan keuangan dan desain dan
implementasi aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk mengurangi risiko tersebut pada
tingkat minimum, dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat.

3.    Informasi dan Komunikasi

Komunikasi mencangkup penyampaian informasi kepada semua personal yang terlibat


dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan
pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi.

4.    Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan
keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan.

5.    Pemantauan

Proses penilaian kualitas kinerja pengendalian kualitas kinerja pengendalian intern


sepanjang waktu.

6.5 Keterbatasan Pengendalian Intern Suatu Entitas


Pengendalian intern setiap entitas memiliki keterbatasan bawaan. Keterbatasan bawaan
yang melekat dalam setiap pengendalian intern adalah :

1.   Kesalahan dalam pertimbangan.

Manajemen dan personel lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang
diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi,
keterbatasan waktu atau tekanan lain.

2.   Gangguan

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara
keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya
perhatian atau kelelahan.
3.   Kolusi

Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi
(collusion).

4.  Pengabaian oleh manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk
tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang
berlebihan atau kepatuhan semu.

5.  Biaya lawan manfaat

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian intern tidak boleh melebihi
manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut.

6.6 Pemahaman Atas Pengendalian Intern Dan Pengujian


Pengendalian
Dalam memperoleh pemahaman atas pengendalian intern, auditor menggunakan 3 macam
prosedur audit yaitu :

1.  Mewawancarai karyawan perusahaan yang berkaitan dengan unsur pengendalian

2.  Melakukan inspeksi terhadap dokumen dan catatan

3.  Melakukan pengamatan atas kegiatan perusahaan

Informasi yang dikumpulkan oleh auditor dalam melaksanakan prosedur audit adalah:

·   Rancangan berbagai kebijakan dan prosedur dalam tiap-tiap unsur pengendalian

·  Apakah kebijakan dan prosedur tersebut benar-benar dilaksanakan

Ada 5 cara dalam memperoleh pemahaman atas pengendalian intern yaitu:

1. Pemahaman atas lingkungan pengendalian


Informasi tentang lingkungan pengendalian umumnya dikumpulkan oleh auditor dengan
cara permintaan keterangan dari manajer yang bertanggung jawab atas unsur pengendalian
intern, inspeksi dokumen dan catatan, dan pengamatan atas kegiatan perusahaan.

2. Pemahaman atas penaksiran risiko

Auditor harus mengumpulkan informasi tentang bagaimana manajemen mengidentifikasi


risiko yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan secara wajar dan kepedulian
terhadap risiko.

3. Pemahaman atas informasi dan komunikasi

Sistem informasi entitas sangat menentukan risiko salah saji dalam laporan keuangan.
Sistem akuntansi yang didesain dengan baik dan diimplementasikan dengan baik akan
menghasilkan informasi yang andal.

4. Pemahaman atas aktivitas pengendalian

Informasi tentang aktivitas pengendalian umumnya diperoleh auditor bersamaan dengan


pengumpulan informasi mengenai lingkungan pengendalian dan aktivitas pengendalian.

5. Pemahaman atas pemantauan

Auditor harus memahami jenis aktivitas yang digunakan oleh klien untuk memantau
efektivitas pengendalian intern untuk menghasilkan laporan keuangan yang andal.

6.7 Penetapan Risiko Pengendalian


Ada empat konsep dasar yang mendasari struktur pengendalian intern dan penetapan risiko
pengendalian yaitu :

1.    Tanggung jawab Manajemen

Manajemen dan bukan auditor yang harus menyusun dan memonitor struktur pengendalian
internnya. Konsep ini sesuai dengan ketentuan yang menyatakan bahwa manajemen dan
bukan auditor yang bertanggung jawab dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku.

 
2.    Kepastian yang Wajar

Suatu perusahaan harus mengusahakan struktur pengendalian intern yang memberikan


kepastian yang wajar tetapi bukan mutlak, bahwa laporan keuangannya telah disajikan
dengan wajar. Struktur pengendalian intern disusun oleh manajemen setelah
mempertimbangkan baik biaya maupun manfaat pengendalian tersebut. Seringkali,
manajemen enggan untuk menerapkan sistem pengendalian yang ideal karena biayanya
mungkin terlalu tinggi. Sebagai contoh, auditor tidak selayaknya mengharapkan manajemen
dari perusahaan kecil untuk mempekerjakan beberapa personil tambahan pada bagian
akuntansi bila hanya untuk perbaikan kecil saja pada penyediaan data akuntansi yang lebih
terhandalkan. Adakalanya, jauh lebih murah jika auditor menyelenggarakan pemeriksaan
yang lebih luas daripada harus mengeluarkan biaya pengendalian intern yang tinggi.

3.    Keterbatasan yang Melekat (Inhern)

Struktur pengendalian intern tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif, meskipun telah
dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya. Bahkan, meskipun sistem yang ideal telah
dirancang, keberhasilannya tetap bergantung pada kompetensi dan kehandalan oleh
pelaksananya. Sebagai contoh, misalkan prosedur penghitungan persediaan telah disusun
dengan seksama dan dibutuhkan dua orang karyawan yang harus menghitung secara
terpisah. Apabila kedua karyawan yang bertugas tidak memahami petunjuk-petunjuk yang
mereka terima, atau keduanya bekerja ceroboh, penghitungan persediaan itupun cenderung
tidak benar. Bahkan apabila hasil penghitungan itu benar, manajemen mungkin
mengabaikan prosedurnya dan memerintahkan karyawannya untuk menaikkan jumlah
perhitungan barang-barang yang telah dibuat, untuk menaikkan laba yang dilaporkan.
Sama halnya bila karyawan yang bersangkutan, mungkin dengan sengaja menaikkan jumlah
perhitungannya untuk menutupi pencurian barang-barang tersebut oleh salah seorang atau
keduanya.Inilah yang disebut persekongkolan (collusion). Karena keterbatasan yang melekat
pada struktur pengendalian tersebut dan arena auditor tidak dapat mengharapkan
kepastian yang wajar dari keefektifannya, maka kepercayaan tidak dapat sepenuhnya
diletakkan pada beberapa tingkat risiko pengendalian. Karena itu, untuk merancang sistem
pengendalian intern yang efektif, auditor harus memperoleh bukti audit yang cukup dalam
menguji pengendalian intern. Selalu ada kemungkinan bahwa sistem pengendalian tidak
dapat melacak seluruh kesalahan yang material.

4.    Metode Pengolahan Data


Konsep pengendalian intern berlaku sama dengan sistem maupun manual komputerisasi
(EDP). Terdapat perbedaan besar antara sistem manual yang sederhana bagi sebuah
perusahaan kecil dan sistem EDP yang sangat rumit untuk perusahaan industri bertaraf
internasional. Meskipun demikian, tujuan pengendalian intern adalah sama.

Langkah-langkah penetapan risiko pengendalian:

1.              Identifikasi transaksi yang berkaitan dengan objek yang diaudit

2.              Identifikasi pengendalian spesifik.

3.              Identifikasi dan evaluasi kelemahan.

4.              Identifikasi pengendalian yang ada

5.              Identifikasi ketidaksesuaian dari pokok pengendalian

6.              Menentukan potensi pernyataan salah yang material yang dapat dihasilkan

7.              Mempertimbangkan kemungkinan pengemdalian yang seimbang

8.              Matriks pengendalian.

Empat penilaian spesifik yang harus dibuat untuk melaksanakan penilaian :

1.              Menilai apakah laporan keuangan bisa diaudit

2.              Menentukan penialian resiko pengendalian didukung oleh bukti yang dapat


dipercaya

3.              Menilai apakah mungkin bahwa penilaian resiko pengendalian yang lebih rendah
dapat didukung

4.              Menentukan penilaian resiko pengendalian yang sesuai

Prosedur untuk memperoleh pemahaman, prosedur yang berkaitan dengan perancangan


dan penempatan dalam operasi:
1.         Pengalaman auditor dalam periode sebelumnya.

2.         Tanya jawab dengan pegawai klien.

3.         Kebijakan dan pedoman sistem klien.

4.         Inspeksi dokumen dan catatan.

5.         Pengamatan atas aktivitas dan operasi satuan usaha.

TOPIK 7.PENAKSIRAN RISIKO PENGENDALIAN & DESAIGN


PENGUJIAN

7.1 Konsep Dasar Penaksiran Risiko Pengendalian


Penaksiran risiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain dan operasi
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern entitas dalam rangka pencegahan atau
pendeteksian salah saji material di dalam laporan keuangan. Kegiatan ini dilakukan oleh
auditor pada tahap pemahaman dan pengujian atas struktur pengendalian intern klien.

Pengujian pengendalian tambahan dilaksanakan dalam pekerjaan interim,  yang dapat


dalam jangka waktu beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit. Pengujian
pengendalian ini hanya memberikan bukti efektivitas pengendalian intern dalam periode
sejak tanggal awal tahun yang diaudit sampai tanggal pengujian. Padahal menurut standar
auditing yang ditetapkan IAI, auditor diharuskan untuk mengumpulkan bukti efektivitas
pengendalian intern sepanjang tahun yang dicakup oleh laporan keuangan yang diaudit.
Oleh karena itu, dengan pertimbangan efisiensi, pengujian pengendalian harus dilaksanakan
sedekat mungkin dengan akhir tahun yang diaudit.

7.2 Jenis pengujian pengendalian


Jenis-Jenis pengujian pengendalian yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan pengujian
pengendalian yang terdiri dari :

1.              Permintaan keterangan

Permintaan keterangan dari personel yang berwenang tentang pelaksanaan pekerjaan


mereka, yang berkaitan dengan pelaporan keuangan.
Permintaan keterangan didesain untuk menentukan :

(1)    Pemahaman personel terhadap tugas-tugasnya

(2)    Pelaksanaan pekerjaan mereka secara individual

(3)    Frekuensi, penyebab, dan penyelesaian penyimpangan yang terjadi. Jawaban yang


tidak memuaskan dari personel dapat menunjukan penerapan tidak semestinya atas
pengendalian intern.

2.              Pengamatan

Pengamatan dilaksanakan terhadap pekerjaan personel, dan dapat menghasilkan bukti yang
serupa dengan permintaan keterangan. Pengamatan yang baik dilakukan tanpa
sepengetahuan personel yang diamati dan bersifat mendadak.

3.              Inspeksi

Inspeksi dilakukan terhadap dokumen dn laporan yang menunjukan kinerja pengendalian.

4.              Pelaksanaan kembali

Pelaksanaan kembali atau reperforming dilakukan dengan melaksanakan kembali prosedur


tertentu. Prosedur ini cocok digunakan apabila terdapat jejak transaksi.

Berdasarkan pertimbangan efisiensi, pengujian pengendalan harus dilaksanakan sedekat


mungkin dengan akhir tahun yang diaudit.

Lingkup pengujian pengendalian secara langsung dipengaruhi oleh taksiran tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan. Diperlukan pengujian dengan ruang lingkup yang lebih
luas untuk taksiran tingkat risiko pengendalian moderat atau rendah.

7.3 Tahap Penaksiran Risiko Pengendalian


Tahap-tahap penaksiran risiko pengendalian adalah sebagai berikut :

1.      Pertimbangkan Pengetahuan yang Diperoleh dari Pemahaman


atas Struktur Pengendalian Intern.

Auditor melakukan prosedur mendapatkan pemahaman pengendalian internal atas sersi


laporan keuangan yang material. Auditor mendokumentasi pemahaman tersebut dalam
bentuk kuesioner, bagan alir, dll. Analisis terhadap dokumen ini adalah titik awal penaksiran
risiko pengendalian. Standar audit, AU 319.25 (PSA No. 69 paragraf 19) menyatakan bahwa
pemahaman yang digunakan oleh auditor untuk :

(1) Mengidentifikasi jenis potensi salah saji

(2) Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah saji yang material

(3) Merancang uji pengendalian.

Untuk kebijakan dan prosedur yang relevan dengan asersi tertentu, auditor menggunakan
tipe jawaban ya/tidak dan komentar tertulis di dalam kuesioner, kelebihan, dan kekurangan
dicatat dalam bagan alir dan memoranda naratif. 

Setelah mendapatkan pemahaman pengendalian Internal, auditor melakukan penyelidikan,


mengamati kinerja tugas dan pengendalian, dan menginspeksi dokumen-dokumen. Dalam
proses ini auditor mungkin mendapatkan bukti tentang bagaimana pengendalian dalam
implementasi aktual sehingga memungkinkan auditor untuk menaksir risiko pengendalian
di bawah level tinggi. Umumnya bukti yang diperoleh tidak cukup luas untuk
memungkinkan penaksiran risiko pengendalian pada level rendah, tetapi mungkin cukup
untuk mendukung penaksiran risiko pengendalian pada level tinggi. Auditor mungkin
mendasarkan penaksiran risiko pengendalian pada bukti-bukti yang didapatkan ketika
memahami pengendalian internal.

2.      Lakukan Identifikasi Salah Saji Potensial yang Dapat Terjadi dalam Asersi Entitas.

Berdasarkan pemahaman atas pengendalian intern, auditor kemudian melakukan


identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi yang berkaitan dengan setiap
saldo akun signifikan. Sebagai contoh, auditor dapat mengidentifikasi salah saji potensial
untuk asersi transaksi pengeluaran kas dan untuk asersi saldo akun yang berkaitan dengan
transaksi tersebut: akun kas dan akun utang usaha. Bagaimana auditor mengidentifikasi
salah saji potensial, mengidentifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mengurangi
risiko pengendalian, dan medesain pengujian pengendalian yang diperlukan untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya salah saji dalam transaksi pengeluaran kas.

3.      Lakukan Identifikasi Pengendalian yang Diperlukan untuk Mencegah atau


Mendeteksi Salah Saji.
Setelah auditor mengidentifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi yang
berkaitan dengan setiap saldo akun yang signifikan, auditor kemudian mengidentifikasi
pengendalian yang diperlukan untuk mencegah dan mendeteksi salah saji tersebut. Dalam
melakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan ini, auditor harus mempertimbangkan
semua unsur pengendalian intern yang digolongkan kedalam lima golongan : lingkungan
pengendalian, penaksiran risiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian, dan
pemantauan.

4.      Lakukan Pengujian Pengendalian Terhadap Pengendalian yang Diperlukan,


untuk Menentukan Efektivitas Desain dan Operasi Struktur Pengendalian Intern.

Untuk mengevaluasi desain dan operasi pengendalian intern klien, auditor kemudian
mengembangkan pengujian pengendalian terhadap setiap pengendalian yang diperlukan
untuk setiap asersi. Tujuan pengujian pengendalian ini adalah untuk menentukan efektivitas
desain dan operasi pengendalian intern.

5.      Lakukan Evaluasi Terhadap Bukti dan Buat Taksiran Risiko Pengendalian

Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi laporan keungan akhirnya didasarkan atas
hasil evaluasi terhadap bukti yang diperoleh dari :

(1) prosedur yang digunakan untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern
yang relevan dengan pelaporan keuangan

(2) pengujian pengendalian yang bersangkutan. Bugkti yang dikumpulkan oleh auditor
dapat berupa bukti dokumentar, elektronik, matematik, lisan, atau bukti fisik. Jika berbagai
tipe bukti mendukung kesimpuglan mengenai keefektifan suatu pengendalian, tingkat
keyakinan yang dapat diberikan oleh auditor meningkat. Sebaliknya, jika bukti yang
dikumpulkan tidak mendukung berbagai kesimpulan, tingkat keyakinan yang diberikan oleh
auditor menjadi berkurang.

Dalam mengevaluasi bukti, auditor melakukan pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.


Dalam merumuskan kesimpulan tentang efektivitas kebijakan dan prosedur pengendalian,
auditor sering kali mempertimbangkan frekuensi penyimpangan yang dapat diterima
(biasanya dinyatakan dalam suatu persentase) dari pelaksanaan pengendalian semestinya.
Jika hasil pengujian mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa frekuensi penyimpangan
lebih kecil atau sama dengan tingkat penyimpangan yang dapat diterima, operasi
pengendalian yang di uji dipandang efektif. Sebelum auditor mengambil kesimpulan
tentang efektivitas pengendalian, auditor harus mempertimbangakan pula penyebab
terjadinya penyimpangan. Penyimpangan yang disebabkan oleh penggantian sementara
karyawan. Yang mengambil hak cutinya akan berbeda kesimpulannya dengan
penyimpangan yang disebabkan karyawan yang tidak terlatih dan berpengalaman.
Penyimpangan yang disebabkan oleh kekeliruan yang disengaja dan kecurangan.

Penaksiran risiko pengendalian dapat dilakukan oleh auditor dalam bentuk kuantitatif atau
kualitatif. Dalam bentuk kuantitatif, auditor misalnya dapat menyatakan bahwa terdapat
40% risiko pengendalian yang bersangkutan tidak dapat mencegah atau mendeteksi salah
saji tertentu. Dalam bentuk kualitatif, auditor dapat menyatakan bahwa terdapat risiko
rendah, menengah, atau tinggi pengendalian yang bersangkutan tidak akan dapat
mencegah atau mendeteksi salah saji.

Penaksiran risiko pengendalian untuk suatu asersi merupakan faktor penentu tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima untuk suatu asersi, yang pada gilirannya akan berdampak
terhadap tingkat pengujian substantif yang direncanakan (yang mencakup sifat, saat, dan
lingkup pengujian substantif) yang harus dilakukan untuk menyelesaikan audit. Jika risiko
pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan
auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya
tidak efektif. Sebaliknya, jika risiko pengendalian ditaksir telalu tinggi, auditor dapat
melakukan pengujian substantif melebihi dari jumlah yang diperlukan, sehingga auditor
melakukan audit yang tidak efesien.

7.4 Konsep Dasar Pengujian Pengendalian


Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan
efektivitas desain dan/atau operasi pengendalian intern. Dalam hubungannya desain
pengendalian intern, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan
apakah kebijakan dan prosedur telah di desain memadai untuk mencegah atau mendeteksi
salah saji material dalam asersi tertentu laporan keuangan. Sebagai contoh, penyimpanan
surat berharga klien di almari besi yang nomor kodenya di tangan bendahara dan direktur
keuangan merupakan kebijakan pengendalian yang memadai untuk mengurangi risiko salah
saji dalam asersi keberadaan atau keterjadian untuk akun investasi sementara.

Pengujian pengendalian dapat diterapkan terhadap pengendalian golongan besar transaksi


dan/atau suatu saldo akun. Karena tujuan Intern mencangkup :

(1)  Keandalan pelaporan keuangan

(2)  Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku


(3)  Efektivitas dan efisiensi operasi, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor
hanya diterapkan terhadap pengendalian yang dipandang relevan dengan pencegahan atau
pendeteksian salah saji material dalam laporan keuangan.

Kebijakan dan prosedur pengujian pengendalian akan efektif bila diterapkan semestinya


secara konsisten oleh orang yang berwenang, maka pengujian pengendalian yang berkaitan
dengan efektivitas operasi difokuskan ke tiga pertanyaan:

(1)  Bagaimana pengendalian tersebut diterapkan?

(2)  Apakah pengendalian tersebut diterapkan secara konsisten?

(3)  Oleh siapa pengendalian tersebut diterapkan?

Semakin luas lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor, akan dapat
dikumpulkan bukti lebih banyak mengenai efektivitas pengendalian intern.

Lingkup pengujian pengendalian secara langsung dipengaruhi oleh taksiran tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan. Diperlukan pengujian dengan lingkup yang lebih luas
untuk taksiran tingkat pengendalian moderat atau rendah.

Ada dua tipe pengujian pengendalian yaitu:

1.    Concurrent test of control yaitu pengujian pengendalian yang dilaksanakan auditor


seiring dengan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai SPI klien.

Pengujian pengendalian tambahan atau yang direncanakan yaitu pengujian yang


dilaksanakan auditor selama pekerjaan lapangan.

7.5 Design Pengujian Substantif


Desain pengujian substantif mencakup:

1.  Sifat Pengujian; mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit yang dilakukan oleh
auditor.
Jenis pengujian substantif mencakup (a) prosedur analitik, (b) pengujian terhadap transaksi
rinci, (c) pengujian terhadap saldo akun rinci.

2.   Saat Pengujian; tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berdampak terhadap saat
pelaksanaan pengujian substantif. Jika risiko deteksi adalah tinggi, pengujian substantif
dapat dilaksanakan beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit, dan sebaliknya.

3.  Lingkup Pengujian; bukti audit diperlukan lebih banyak untuk mencapai tingkat risiko
deteksi rendah bila dibandingkan dengan tingkat risiko deteksi tinggi.

Rerangka Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Substantif

·    Tentukan prosedur audit awal; ditujukan untuk memperoleh keyakinan bahwa asersi
dalam laporan keuangan didukung oleh catatan akuntansi yang andal.

·    Tentukan prosedur analitik yang perlu dilaksanakan; dimaksudkan untuk membantuk


auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan
audit lebih intensif

·    Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci; terdiri dari pengusutan (tracing) dan
pemeriksaan bukti pendukung (vouching) untuk membuktikan asersi keberadaan atau
keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan
pengungkapan transaksi atau golongan transaksi

·    Tentukan pengujian terhadap akun rinci; auditor menentukan berbagai prosedur audit
untuk membuktikan asersi keberadaan, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian,
penyajian dan pengungkapan akun tertentu.

Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif yaitu:

1.       Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas mereka.

2.       Pengamatan atau observasi terhadap personil dalam melaksanakan tugas mereka.

3.       Menginspeksi dokumen dan catatan.

4.       Melakukan penghitungan kembali

5.       Konfirmasi
6.       Analisis

7.       Tracing atau pengusutan

8.       Vouching atau penelusuran

Sifat Atau Jenis Pengujian Substantif

Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe
pengujian substantif yang dapat digunakan yaitu:

1. Pengujian rinci atau detail saldo

2. Pengujian rinci atau detail transaksi

3. Prosedur analitis

Pengujian rinci atau detail saldo, metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi
empat tahapan, yaitu:

1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.

2. Menetapkan risiko pengendalian

3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis

4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.

Pengujian rinci atau detail transaksi, pengujian detail transaksi dilakukan untuk


menentukan:

1.       Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.

2.       Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.


3.       Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan
buku pembantu.

Prosedur analitis, meliputi jumlah yang tercatat dengan harapan yang dikembangkan
auditor juga meliputi perhitungan rasio oleh auditor.

Ada empat kegunaan prosedur analitis yaitu:

1. Untuk memperoleh pemahaman mengenai bisnis dan industri klien.

2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya.

3. Untuk mendeteksi ada tidaknya kesalahan dalam laporan keuangan klien.

4. Untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan pengurangan atas pengujian audit detail.

Anda mungkin juga menyukai