Pembimbing :
dr. Sukma Sahreni, M.Gz
PERIODE :
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan
hidayahNya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Review Jurnal ini untuk
memenuhi tugas pada Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………i
KATA PE NGANTAR………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..iii
BAB I…………………………………………………………………………1
PENDAHULUAN……………………………………………………………1
A. Latar Belakang……………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..1
C. Tujuan ………...…………………………………………………..…….1
BAB II……………………………………………………………………….2
PEMBAHASAN……………………….…………………………………….2
A. Review Jurnal 1……………………………………………………………2
B. Review Jurnal 2……………………………………………………………4
C. Review jurnal 3…………..…………………………………………..……7
D. Review Jurnal 4……………………………………………………………9
E. Review Jurnal 5…………………………………………………….…….11
BAB III……………………………………………………………………….13
KESIMPULAN…………….………………...…………………………………13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Review Jurnal ini adalah tulisan yang meringkas atau mengulas hasil penelitian
yang telah diterbitkan sebelumnya. Adapun tujuan mereview jurnal yang perlu kita
ketahui selain sekedar menjadi tugas yang diberikan yaitu setidaknya untuk
mengoreksi istilah yang tidak jelas, memperjelas pertanyaan, memungkinkan mejadi
pandangan perspektif dari yang mereview bagi penulis ataupun peneliti sekaligus
menjadi motivasi bagi penulis atau peneliti untuk menjadi lebih baik lagi. Pada
intinya mereview jurnal dilakukan agar memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang topik yang direview.
B. Rumusan Masalah
1. Metode apa yang dipakai pada setiap jurnal?
2. Apa kesimpulan dari setiap jurnal?
C. Tujuan
Meriview jurnal memiliki tujuan diantaranya adalah untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jurnal, metode apa yang dilakukan
selama penelitian, review jurnal juga memungkinkan penulis untuk melihat
pandangan dan perspektif orang lain tentang masalah yang diangkat. Setelah
membaca review, penulis bisa keluar dari bias pribadi, dan review jurnal
memungkinkan kita untuk meningkatkan tata bahasa kita.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
kelompok berusia 12 tahun (5 peserta dalam kelompok berusia 12
tahun berusia 11 tahun), dan 97 berada di kelompok berusia 16 tahun
(12 peserta dalam kelompok berusia 16 tahun berusia 15 tahun).
Dalam kelompok usia 12 tahun didaptkan jenis kelamin perempuan
yang lebih banyak dari pada laki-laki. Sedangkan diusia 16 tahun
perempuan dan laki-laki jumlahnya sama. Perkiraan keseluruhan
prevalensi LTBI adalah 19,2% [95% CI, 14,1; 25,2] dan 18,6%
[95%CI, 13.6; 24.6] yang diukur masing-masing dengan QFT-GIT
IGRA dan ESAT-6 Free IGRA. Kohort berusia 16 tahun memiliki
prevalensi LTBI yang lebih tinggi (23,7% [95% CI, 16,1; 32,9])
dibandingkan kohort berusia 12 tahun (14,6% [95% CI, 8,6; 22,7])
yang diukur dengan QFT -GIT IGRA; tren serupa diamati
sebagaimana diukur dengan ESAT-6 Free IGRA, dengan 24,7% [95%
CI, 16,9; 34.0] di antara 16 tahun dibandingkan dengan 12,5% [95%
CI, 7,0; 20.3] di antara anak-anak berusia 12 tahun. Diantara semua
peserta yang terdaftar, kekuatan infeksi adalah 2,7% [95% CI, 0; 6.2]
pada kohort berusia 12 tahun dan 3,0% [95%CI, 0; 6,9] dalam kohort
16 tahun oleh QFT-GIT IGRA, dan itu adalah 3,5% [95%CI, 0; 7,5]
pada kohort berusia 12 tahun dan 4,7% [95% CI, 0; 8.7] dalam kohort
berusia 16 tahun oleh ESAT-6 Free IGRA. Perkiraan kekuatan infeksi
pada usia 13, 14, dan 15 ditunjukkan padaGambar 2 . Dari semua
peserta yang terdaftar, 97,4% memiliki hasil yang sesuai untuk QFT-
GIT IGRA dan ESAT-6 Free IGRA (p = 0,65).
Kesimpulan Prevalensi dan arti di antara remaja berusia 12 dan 16 tahun
Penelitian menggunakan dua IGRA yang berbeda, QFT-GIT dan tes bebas
ESAT-6 baru, dan menemukan prevalensi LTBI yang tinggi dan
perkiraan ARTI dan kekuatan infeksi. Ada indikasi yang jelas bahwa
remaja adalah populasi yang relevan untuk menilai efek kandidat
vaksin TB baru yang menargetkan individu yang tidak terinfeksi
karena hasil kami menunjukkan penularan berkelanjutan antara usia
12 dan 16 tahun. Data ini menunjukkan bahwa remaja harus
dipertimbangkan dalam upaya penelitian vaksin TB global. Selain itu,
uji bebas QFT-GIT dan ESAT-6 cukup mirip dalam memperkirakan
3
LTBI yang menunjukkan bahwa uji bebas ESAT-6 dapat menjadi
alternatif yang baik jika vaksin yang diteliti mengandung antigen yang
disajikan dalam uji QFT-GIT.
Kekuatan 1. Memberikan deskripsi yang lengkap dengan kasus dan gambar
yang jelas
2. Kesimpulan dari jurnal sangat jelas singkat dan padat dan
memudahkan jurnal dengan baik
3. Jurnal ini juga sangat santun terhadap rekan-rekan mereka dan
mengucapkan terima kasih
4. Jurnal ini juga meneliti beberapa kasus dengan sangat baik
4
laporan dan 29 artikel) ditinjau. Faktor politik, lingkungan kerja,
layanan kesehatan, jaringan sosial, gaya hidup, dan gender lebih
dominan daripada yang lain. Tingkat komitmen politik untuk
pengendalian HIV sangat rendah: lebih dari 90% pendanaan berasal
dari sumber asing. Stigmatisasi menyebabkan pengobatan yang
tertunda dan tidak memadai; dan kesulitan ekonomi dan sosial bagi
orang HIV-positif.
Hasil Penelitian 368 dari 375 responden melaporkan telah disunat. Mayoritas (97,8%)
mendukung kelanjutan praktik tersebut, sementara sekitar 73%
responden setuju bahwa pria yang disunat masih perlu menggunakan
kondom saat berhubungan seks untuk perlindungan terhadap infeksi
menular seksual (IMS), termasuk HIV. Sebanyak 22,1% responden
menunjukkan masalah yang terkait dengan ketersediaan dan
standarisasi layanan sunat di fasilitas kesehatan, yang menjelaskan
ketergantungan luas pada sunat tradisional. tingkat pendidikan tidak
berpengaruh signifikan terhadap persentase pasien yang menerima
pengobatan HIV yang terlambat menunjukkan penyakit, atau yang
pertama kali muncul saat sudah dalam stadium penyakit HIV lanjut
(AHD). Ketika dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan (tidak
ada pendidikan formal, SD/ SMP, dan perguruan tinggi), ketiga
kelompok memiliki tingkat keterlambatan presentasi mendekati
85,5%, dan tingkat presentasi dengan AHD mendekati 63%.
Prevalensi HIV yang sedikit lebih tinggi di antara perempuan (16,7%)
dibandingkan laki-laki (14,3%), meskipun perbedaannya tidak
signifikan secara statistik. Pasien pengangguran yang menerima
pengobatan memiliki risiko lebih tinggi untuk datang terlambat
(84,3%, p=0,009) dan presentasi dengan AHD (61,4%, p=0,05)
dibandingkan pasien yang bekerja. Di antara wanita dengan gejala
IMS (termasuk HIV), 15,8% belum pernah menikah, dibandingkan
dengan 6,4% untuk rekan pria mereka. penggunaan kondom pada
pengalaman seks pertama meningkat dengan bertambahnya usia pada
wanita dan pria berusia 15 sampai 19 dan 20 ton24 tahun, ditemukan
bahwa 46,6% (perempuan) dan 56,2 (laki-laki) antara usia 15 sampai
5
19 tahun melakukannya. tidak menggunakan kondom dibandingkan
dengan 58,6% (perempuan) dan 62,6 (laki-laki) usia 20 sampai 24
tahun. Agaba dkk. (2014) menemukan bahwa pasien laki-laki secara
signifikan lebih tua dari pasien perempuan: usia rata-rata adalah 38
dan 31, masingmasing (p< 0,001).
Kesimpulan Hasil analisis mengidentifikasi determinan politik, layanan kesehatan,
Penelitian jejaring sosial, gaya hidup, dan gender lebih dominan daripada yang
lain. Di Nigeria, ada struktur politik untuk pengendalian HIV di
semua tingkat Pemerintah (Lokal, Negara Bagian dan Federal) yang
dimaksudkan untuk melaksanakan program pengendalian HIV yang
komprehensif yang mencakup komunikasi perubahan perilaku dan
layanan kesehatan. Namun, efektivitasnya terbatas karena koordinasi
yang buruk, campur tangan politik, dan kemauan politik yang tidak
memadai sebagaimana dibuktikan oleh kurangnya dana dari
pemerintah. Layanan kesehatan untuk pasien LSL terganggu karena
stigma, diskriminasi dan kriminalisasi LSL di Nigeria. Meskipun
status LSL ilegal, kebutuhan pasien LSL tidak boleh diabaikan.
Tingkat infeksi di antara WPS (baik yang berbasis rumah bordil atau
non-rumah bordil) juga diperburuk karena stigma. Bahkan di antara
pasien dengan pekerjaan tetap, ketakutan akan stigma menghasilkan
insiden tinggi dari presentasi penyakit yang terlambat, sehingga
menunda pengobatan, mengurangi tingkat kelangsungan hidup, dan
menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam tingkat infeksi. Stigma
sosial, di atas dan di atas beban ekonomi dan fisik yang dikenakan
pada pasien AIDS, menghasilkan beban yang berat, dan hanya
memperburuk kematian dan prevalensi penyakit. Kebijakan
pemerintah yang lemah tidak banyak membantu meringankan beban.
Pencegahan MTCT HIV di fasilitas kesehatan dan dukun bayi
membutuhkan pendekatan multi-stakeholder. Kurangnya kesadaran
HIV/AIDS.
Kekuatan 1. Memberikan deskripsi hasil penelitian secara lengkap dan jelas
yaitu disertai tabel, grafik, dan narasi.
2. Dalam jurnal ini penanganan dan pencegahan HIV tidak hanya
dilihat dari satu saja melainkan dilihat dari berbagai faktor yaitu
6
umur, jenis kelamin, politik, pendidikan,sosial,ekonomi dan
sumber penularan
Kekurangan 1. Tidak memberikan penjelasan secara detail mengenai terjadinya
HIV di semua factor
2. Peneliti tidak menerangkan teknik pengambilan sampling yang
dipakai
3. Terdapat beberapa bahasa yang sulit dipahami khususnya bagi
pembaca dari kalangan umum dan ada beberapa singkatan yang
tidak memberikan kejelasan
7
anak-anak yang terkena penyakit ini juga dikonfirmasi oleh temuan
laboratorium. Pada dua pertiga anak yang terkena penyakit ini juga
dikonfirmasi oleh temuan laboratorium. Anak-anak dikelompokkan
menurut jenis kelamin, etnis, usia, asal infeksi, dan status vaksinasi.
Metode analisis epidemiologis dan statistik deskriptif digunakan untuk
menyediakan analisis data statistik. T-test digunakan untuk presentasi
pengukuran numerik. Uji Chi Square digunakan untuk
membandingkan frekuensi pengukuran numerik. Tingkat signifikansi
yang diterima kurang dari 5% tingkat risiko (p<0,05) adalah ambang
batas signifikansi statistic.
Hasil Penelitian Kelompok eksperimen termasuk 91 anak yang didiagnosis campak.
Pasien laki-laki sebanyak 52 orang (57,1%) dan pasien perempuan 39
orang (42,9%). Usia rata-rata anak adalah 9,74 ± 4,23 tahun. Jumlah
pasien terbanyak adalah pada bulan Desember, 34,1%. Mayoritas
anak-anak adalah etnis Roma. Jumlah anak-anak Roma yang tidak
divaksinasi yang terkena (49,4%) tiga kali lebih tinggi dibandingkan
dengan anak-anak Serbia (17,6%) dan lima kali lebih tinggi
dibandingkan dengan anak-anak etnis Albania (9,9%), yang
merupakan perbedaan yang signifikan secara statistik (χ2: p < 0,05).
Sebagian besar anak (30,7%) terinfeksi di fasilitas kesehatan.
Mayoritas anak-anak yang menerima satu dosis vaksin berada di
antara anak-anak Serbia (16,5%). Jumlah anak dengan infeksi
nosokomial (30,7%) adalah 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
anak-anak dengan sumber infeksi yang tidak diketahui (5,5%) (χ2: p <
0,05).
Kesimpulan Menurut penelitian studi dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
Penelitian faktor yang bertanggung jawab atas wabah campak di daerah kantong
Serbia di Kosovo tengah dan Metohija. Faktor utamanya adalah tinggi
jumlah anak-anak Roma yang tidak divaksinasi dan anak-anak Serbia
yang divaksinasi tidak lengkap. Banyak faktor yang memfasilitasi
munculnya penyakit di kalangan anak-anak Roma, diantaranya
Pendidikan kesehatan yang tidak memadai tentang pentingnya
imunisasi di antara penduduk Roma, rencana vaksinasi yang tidak
8
tepat pada kelompok penduduk Roma yang terpinggirkan, kondisi
hidup yang buruk, dan migrasi mereka ke negara-negara yang secara
sosial ekonomi stabil. Angka kejadian infeksi nosokomial yang tinggi
menunjukkan bahwa virus morbilli menyebar dengan cepat. Dapat
disimpulkan bahwa pemberantasan campak memerlukan realisasi
yang memadai dari tindakan profilaksis, epidemiologis, dan imunisasi.
Dengan cara ini wabah campak dapat dicegah di Kosovo, serta secara
regional dan global.
Kekuatan 1. Memberikan deskripsi hasil penelitian secara lengkap dan
jelas yaitu disertai tabel, grafik, dan narasi
2. Dalam jurnal ini dari anak anak penderita campak tidak hanya
dilihat dari faktor vaksinasi saja melainkan juga dilihat dari
faktor umur, jenis kelamin, dan sumber penularan
Kekurangan 1. Tidak memberikan penjelasan secara detail mengenai cara
mencegah terjadinya campak, seperti tindakan profilaksis
seperti apa, dan kapan seharusnya anak diimunisasi campak.
2. Peneliti tidak menerangkan teknik pengambilan sampling yang
dipakai.
9
diidentifikasi berdasarkan fitur klinis yang kompatibel dengan cacar
air. Metode yang digunakan pada studi ini adalah Cross-sectional pada
tingkat seroprevalensi VZV di antara petugas kesehatan (HCWs)
dilakukan antara 1 Januari 2014 dan 31 Desember 2017. Antibodi
VZV serum dari 1804 petugas kesehatan diukur dengan enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA). Tingkat seroprevalensi
antibodi VZV, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif dari
riwayat varisela yang dilaporkan sendiri dianalisis. Dampak ekonomi
yang terkait dengan transmisi nosokomial VZV juga dinilai.
Hasil Penelitian Sebanyak 8 kasus cacar air teridentifikasi pada tiga penularan
nosokomial, termasuk 4 petugas kesehatan yang terinfeksi
nosokomial. Tingkat seroprevalensi VZV secara keseluruhan adalah
88,4%, yang meningkat secara signifikan seiring bertambahnya usia
(P < 0,01). Tingkat seroprevalensi petugas kesehatan dengan jenis
kelamin dan pekerjaan yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan secara statistik. Nilai prediksi positif dan negatif dari
riwayat varicella yang dilaporkan sendiri adalah 80,8 dan 10,6%
masing-masing. Perkiraan 163,3 orang-hari kerja hilang di setiap
transmisi nosokomial dan 86,7 jam kerja unit pengendalian infeksi
diperlukan untuk setiap penyelidikan wabah. Biaya skrining VZV IgG
ELISA diperkirakan 83 USD per transmisi nosokomial.
Kesimpulan Penularan VZV nosokomial terjadi berulang kali di rumah sakit.
Penelitian 11,6% petugas kesehatan yang mengkhawatirkan adalah seronegatif
untuk VZV, yang dapat meningkatkan risiko infeksi nosokomial dan
wabah bagi rekan kerja dan pasien yang rentan lainnya. Hal ini sangat
penting dalam pengaturan rumah sakit pendidikan di mana banyak
pasien immunocompromised dikelola. Selanjutnya, nilai prediksi
positif dari varicella yang dilaporkan sendiri pada tingkat
seroprevalensi dalam penelitian kami lebih rendah daripada yang
dilaporkan di negara lain, oleh karena itu pengujian serologis antibodi
VZV dengan vaksinasi berikutnya untuk semua petugas kesehatan
non-imun harus dipertimbangkan.
Kekuatan 1. Data-data yang disuguhkan jelas
10
2. Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan tujuannya
3. Secara keseluruhan hampir tidak terdapat kesalahan kata-kata atau
penulisan
Kekurangan 1. Ada beberapa gambar yang tidak jelas
2. Belum menjelaskan manfaat penelitian secara detail
BAB II
KESIMPULAN
12
Meriview jurnal sendiri dapat difungsikan sebagai suatu kegiatan untuk meninjau
sebuah karya guna mengetahui kualitas, kelebihan, dan kekurangan dari karya-karya tersebut.
Atau berisikan informasi sebuah karya yang dapat juga berua kritikan yang akan berguna
bagi peneliti dan pembaca. Demikian dengan selesainya makalah ini sebagai Tugas Stase
Ilmu Kesehatan Masyarakat , kami selaku penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah bekerja saama dengan baik.
13