Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan Nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dengan melalui peningkatan
taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan
tujuan pembangunan nasional, maka pelaksanaan pembangunan harus
merata diseluruh tanah air. Hal ini tidak terlepas dari adanya pembangunan
daerah yang merupakan bagian yang sangat penting dari pembangunan
nasional. Untuk memperlancar pembangunan yang merata maka diperlukan
dana atau biaya yang berasal dari penerimaan Negara atau pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah, salah satunya berasal dari retribusi izin
mendirikan bangunan (IMB).
Pembangunan daerah bisa disebut juga sebagai pendapatan daerah,
dan pendapatan daerah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) merupakan bagian yang penting peranannya baik untuk mendukung
penyelenggaraan pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada
publik. Pendapatan daerah merupakan pilihan utama dalam mendukung
program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan, yaitu
untuk pembangunan daerah.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah tersebut tentu
diperlukan dana yang tidak sedikit. Suatu daerah yang tidak memiliki dana
yang cukup tentu memerlukan tambahan dari pihak lain, agar program
pembangunan yang telah direncanakan tersebut dapat terlaksana. Pihak lain
tersebut adalah perbankan, pemerintah pusat, maupun masyarakat di suatu
daerah itu.
Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan tentang Perimbangan keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan
hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi

1
pemerintah maupun dalam hubungan Pusat dan Daerah, yang dikenal
sebagai era otonomi daerah.
Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk mendekatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk
memantau dan mengontrol penggunaan dana yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta menciptakan persaingan
yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Pemerintah
daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan
khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, dalam
rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat
melaksanakan otonomi, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun
2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian keuangan dalam
pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong
Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya
yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi disini peranan
pajak adalah untuk mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan
nantinya akan digunakan untuk pembangunan daerah.
Berbagai respon timbul dari daerah-daerah dengan diberlakukannya
otonomi Daerah, diantaranya adalah Pemberian keleluasaan yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) melalui pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan Undang-
Undang No. 34 Tahun 2000 telah memperlihatkan hasil temuan yang
menggembirakan yaitu sejumlah daerah berhasil meningkatkan Pendapatan
Asli Daerahnya. Namun adanya pemungutan pajak dan retribusi daerah yang
berlebihan dan tidak terkontrol akan menimbulkan dampak yang merugikan
bagi masyarakat dan dunia usaha, yang pada gilirannya akan menyebabkan
biaya ekonomi tinggi.

Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan retribusi daerah sebagai


pencerminan kewajiban retribusi berada pada anggota masyarakat sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Aparatur Pemerintah sesuai dengan
fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan
terhadap pemenuhan masyarakat berdasarkan ketentuan yang telah

2
digariskan dalam peraturan Perundang- undangan. Salah satu sumber
penerimaan negara yang berasal dari pungutan retribusi adalah retribusi
daerah. Retribusi Daerah merupakan aset penerimaan daerah yang
dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan
Pembangunan Daerah.

Pertumbuhan Penduduk yang meningkat menyebabkan meningkatnya


pembangunan infrastruktur diberbagai bidang. Pemerintah Kota Banjarmasin
mengeluarkan kebijakan bahwa setiap masyarakat yang akan mendirikan
bangunan harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kebijakan ini
diambil berdasarkan Peraturan Daerah Kota Banjarmasin No. 15 Tahun 2012
tentang Izin Mendirikan Bangunan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, perumusan masalah


yang akan dibahas dalam penulisan laporan tugas akhir ini adalah
“Bagaimana Peranan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin’’.

C. Signifikansi Penelitian

Dari penelitian ini pula, penulis berharap ada signifikansi yang


akan penulis dapatkan, yaitu :

1. Signifikansi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan berupa
sumbangan pemikiran guna pendalaman teori di mata kuliah keuangan
daerah, terutama dalam hal retribusi daerah, serta untuk menambah
wawasan baik bagi penulis maupun pembaca.
2. Signifikansi Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dalam upaya
memperdalam studi kasus mengenai retribusi daerah, khususnya retribusi
Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
D. Manfaat Penelitian
1) Sebagai bahan masukan bagi daerah agar kegiatan Pembangunan di
Kota Banjarmasin dapat tertata dan terencana sesuai dengan pengaturan
yang berlaku.

3
2) Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Otonomi Daerah
Otonomi daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014 adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus Daerahnya
sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak
bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum.
Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah untuk
mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat
dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan
sebaliknya Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam
bentuk Perda maupun kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikan
kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan
antara kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikan
kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan.
Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat
sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan
untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan yang
diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dan dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dengan
dibantu oleh Perangkat Daerah. Urusan Pemerintahan yang diserahkan
ke Daerah berasal dari kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan

4
Presiden. Konsekuensi dari negara kesatuan adalah tanggung jawab
akhir pemerintahan ada ditangan Presiden. Agar pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berjalan sesuai dengan
kebijakan nasional maka Presiden berkewajiban untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah.
Penyelenggaraan desentralisasi ini merupakan urusan
pemerintahan antara pemerintahan pusat dan daerah otonom, dengan
bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent yang artinya urusan
pemerintahan yang penanganannya dalam bidang tertentu dapat
dilaksanakan secara bersama antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah (UU Otonomi Daerah, 2014). Untuk mewujudkan
pembangunan kewenangan yang concurrent secara proporsional antara
pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota seperti
tercermin dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, maka disusunlah
kriteria yang meliputi :
1. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintah dengan mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan
dalam penyelenggaraan urusan pemerintah tersebut.
2. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan
yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan
yang lebih dekat dengan dampak dari urusan yang ditangani
tersebut.
3. Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya
(personil, dana dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan,
kepastian, kecepatan hasil yang harus dicapai dalam
penyelenggaraan bagian urusan.

Dan didalam pelaksanaan desentralisasi juga dilakukan penataan


Daerah (UU. Pasal 31 N0. 23 Tahun 2014). Penataan Daerah ditujukan
untuk :

a. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;


b. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat;

5
c. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan;
e. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah; dan
f. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah

2. Keuangan Daerah
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Keuangan Daerah
adalah Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah
dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan
konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintahan kepada
Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk
menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya,
Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut
mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di
Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus
seimbang dengan beban atau Urusan Pemerintahan yang diserahkan
kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan
terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah.
Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang
mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya
Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah
Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk membantu Daerah
sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.

3. Pendapatan Daerah
Menurut UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi
menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan
Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung

6
Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Seperti halnya dengan
pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu:

 Sebagai sumber pendapatan daerah


 Sebagai alat pengatur
Pasal 5 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
menyebutkan Sumber Penerimaan Daerah :
 Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas
Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.
 Pendapatan Daerah bersumber dari :
a. Pendapatan Asli Daerah yang bertujuan memberikan kewenangan
kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi
daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi;
b. Dana Perimbangan yang bertujuan mengurangi kesenjangan
fiscal antara pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah;
c. Lain-lain pendapatan yang memberikan peluang kepada daerah
untuk memperoleh pendapatan selain yang berasal dari
pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan pinjaman daerah.
 Pembiayaan bersumber dari :
a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah;
b. Penerimaan Pinjaman Daerah; dan
c. Hasil Penjualan kekayaan daerah yang di pisahkan.

4. Pendapatan Asli Daerah


a. Definisi Pendapatan Asli Daerah
Berdasarklan ketentuann perUndang-Undangan yang berlaku,
yang tertuang dalam pasal 1 butir 13 Undang-Undang no 17 tahun
2003 tentang keuangan Negara, Pendapatan asli daerah adalah hak
pemerintah daerah yang di akui sebagai penambah nilai kekayaan
yang bersih.
Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang di maksud dengan Pendapatan Daerah

7
adalah semua hak daerah yang diakui sebagaimana penambahan
nilai kekayaan bersih dalam priode tahun anggaran yang
bersangkutan.
Pasal 1 butir 17 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
menentukan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang
di peroleh daerah yang di pungut berdasarkan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku. Sesuai dengan ketentuan pasal 6 Undang-
Undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan
Daerah, Pendapatan Asli Daerah dapat di peroleh melalui sumber
sumber dana yang di dapat dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sumber-sumber
pendapatan tersebut diharapkan menjadi sumber pembiyaan
penyelenggaraan dan pembangunan untuk meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan rakyat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber dana
pembiayaan pembangunan daerah pada kenyataannya belum cukup
memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini
mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan
pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalampelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas
desentralisasi. (Penjelasan UU No. 33 Tahun 2004). Dalam upaya
memperbesar peran pemerintah daerah dalam pembangunan,
pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai
kegiatan operasionah rumah tangganya. Berdasarkan hal tersebut
dapat dilihat bahwa pendapatan daerah tidak dapat dipisahkan
dengan belanja daerah, karena adanya saling terkait dan merupakan
satu alokasi anggaran yang disusun dan dibuat untuk melancarkan
roda pemerintahan daerah.

8
Adanya hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan Kepada
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
merupakan satu upaya untuk meningkatkan peran pemerintah daerah
dalam mengembangkan potensi daerahnya dengan mengelola
sumber-sumber pendapatan daerah secara efisien dan efektif
khususnya Pendapatan asli daerah sendiri.

b. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah


Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Bab V Pasal 6 ayat
1 disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari :
1. Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari :
a. Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan
yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah
tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah
sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang
hasilnya digunakan untu pengeluaran umum yang balas
jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa
dapat dipaksakan.
b. Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah
menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian
atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa
pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan.
Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya
bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus
memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi
ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan
pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam
hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk
memenuhi permintaan anggota masyarakat.
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik
daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih
perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah

9
dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke
kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai
dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat
perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang
bersifat menambah pendapatan daerah, member jasa,
menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan
mengembangkan perekonomian daerah.
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-
pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak
daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain
usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi
pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang
menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut
bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan
suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2. Retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau peberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
3. Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah
dari penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan,
perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan
terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi
khusus;
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah
dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah
yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.

5. Retribusi Daerah
a. Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

10
Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan
Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintah
Daerah dan Pembangunan Daerah untuk memantapkan Otonomi
Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dan dengan
ditetapkannya Undang‐Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan Pasal 141 huruf a, daerah
telah diberikan kewenangan untuk menetapkan retribusi Izin
Mendirikan Bangunan, selain itu untuk menjamin kepastian hukum,
perlu dilakukan revisi terhadap Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2009
tentang Retribusi dan Izin Mendirikan Bangunan. Berdasarkan hal
tersebut, Pemerintah Kota Banjarmasin menerbitkan Peraturan
Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

b. Istilah-Istilah yang Berkaitan dengan Retribusi


1) Wajib retribusi adalah orang atau badan yang menggunakan jasa
yang diberikan oleh pemerintah daerah.
2) Objek retribusi, adalah berbagai jenis jasa tertentu yang
disediakan oleh pemerintah daerah.
3) Subjek retribusi adalah setiap orang atau badan yang memperoleh
jasa tertentu yang sediakan atau diberikan oleh pemerintah.
4) Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang
ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang terutang.
Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah/unit tingkat
penggunaan jasa.
5) Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah
retribusi yang terutang.
6) Surat Setoran retribusi daerah yang disebut juga SSRD adalah
surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melukan
pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke kas
Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

c. Perhitungan Retribusi
Didalam menghitung retribusi maka besarnya retribusi yang
dibayar oleh orang pribadi atau badan tergantung jenis retribusi apa

11
yang yang ia gunakan atau pakai. Dalam perhitungan retribusi,
perhitungannya disesuaikan dengan jenis retribusi yang digunakan
sesuai dengan tingkatan tarif yang berbeda, karena masingmasing
retribusi memiliki tarif yang berbeda dan tingkatan yang berbeda.
Cara perhitungan retribusi Besarnya retribusi daerah yang harus
dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang
bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif retribusi dan tingkat
penggunaan jasa dengan rumus berikut ini: Retribusi Terutang = Tarif
Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa.

d. Jenis Retribusi Daerah


Retribusi daerah dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1) Retribusi Jasa Umum
Yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2) Retribusi Jasa Usaha
Yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah
daerah dengan menganut prinsif komersial karena pada dasarnya
dapt pula disediakan oleh sektor swasta. Pelayanan Pemerintah
dengan menganut prinsif komersil meliputi pelayanan dengan
menggunakan atau memanfaatkan kekayaan daerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal dan pelayanan oleh Pemerintah
daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.
3) Retribusi Perizinan Tertentu
Yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang dan atau hukum yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya
alam, barang prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Kriteria Retribusi Perizinan yaitu perizinan tersebut termasuk
kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah

12
dalam rangka asas desentralisasi dan perizinan tersebut benar-
benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.
Bila menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan perizinan
tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negative dari
pemberian izin tersebut cukup besar maka layak dikenakan biaya
dari retribusi perizinan.
Jenis-Jenis Retribusi Perizinan Tertentu :
1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
2. Retribusi Izin Gangguan (HO)
3. Retribusi Izin trayek/Angkutan
Peraturan Daerah mengenai pajak dan retribusi sebagaimana
tersebut diatas harus terlebih dahulu dan disosialisasikan dengan
masyarakat sebelum ditetapkan.

e. Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Daerah di Kota Banjarmasin

UU No. 27 Tahun 1959; UU No. 8 Tahun 1981; UU No. 19 Tahun


1997 . UU No. 19 Tahun 2000; UU No. 14 Tahun 2002; UU No. 1
Tahun 2004; UU No. 15 Tahun 2004; UU No. 32 Tahun 2004 jo. UU
No. 12 Tahun 2008; UU No. 33 Tahun 2004; UU No. 28 Tahun 2009;
UU No. 12 Tahun 2011; PP No. 27 Tahun 1983; PP No. 38 Tahun
2007; PP No. 69 Tahun 2010; Perpres. RI No. 1 Tahun 2007;
Perpres. RI No. 112 Tahun 2007; Permendagri No. 53 Tahun 2011;
Perda Kotamadya Dati II Banjarmasin No. 16 Tahun 1992; Perda Kota
Banjarmasin No. 12 Tahun 2008; Perda Kota Banjarmasin No. 28
Tahun 2011.

Peraturan Daerah ini mengatur tentang retribusi izin mendirikan


bangunan, dengan sistematika sebagai berikut :
1. Ketentuan Umum;
2. Nama, Obyek, dan Subyek Retribusi;
3. Golongan Retribusi;
4. Tata Cara Perhitungan Retribusi;
5. Indeks Perhitungan BesarnyaRetribusi IMB;
6. Harga Satuan (tarif) dan Rumus Perhitungan Retribusi
IMB;

13
7. Peninjauan Tarif Retribusi;
8. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi;
9. Wilayah pemungutan;
10. Tata Cara Pembayaran
11. Penagihan;
12. Keberatan.

6. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan


a. Pengertian Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

Pengertian retribusi izin mendirikan bangunan, sesuai Peraturan


Daerah Kota Banjarmasin No. 15 Tahun 2012, bahwa Izin
Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah
perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kota kecuali untuk
bangunan gedung dan bangunan bukan gedung, fungsi khusus oleh
Pemerintah kepada Pemilik bangunan gedung untuk membangun
baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.

b. Nama, Obyek, dan Subyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan


1) Nama Izin Mendirikan Bangunan
Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah retribusi
yang dipungut sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian
Izin Mendirikan Bangunan.
2) Obyek Izin Mendirikan Bangunan
Obyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin
untuk mendirikan suatu bangunan. Pemberian izin sebagaimana
dimaksud meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan
pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana
teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap
memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas
bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan
pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan
dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang
menempati bangunan tersebut. Tidak termasuk objek retribusi

14
sebagaimana dimaksud adalah pemberian izin untuk bangunan
milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

3) Subyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan


Subyek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah orang pribadi
atau badan yang mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan dari
Pemerintah Daerah.
c. Tata Cara Perhitungan Retribusi
1) Perhitungan besarnya retribusi IMB meliputi :
 Komponen retribusi dan biaya;
 Penghitungan besarnya retribusi;
 Tingkat penggunaan jasa.

2) Komponen Retribusi dan biaya sebagaimana dimaksud meliputi :


 Retribusi pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung
untuk kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi
dan pelestarian/pemugaran; atau
 Retribusi administrasi IMB meliputi pemecahan dokumen
IMB, pembuatan duplikat/copy dokumen IMB yang
dilegalisasikan sebagai pengganti dokumen IMB yang
hilang atau rusak, pemutakhiran data atas permohonan
pemilik bangunan gedung, dan/atau perubahan non teknis
lainnya; dan
 Retribusi penyediaan formulir Permohonan IMB, termasuk
biaya Pendaftaran Bangunan Gedung.
3) Penghitungan besarnya retribusi sebagaimana dimaksud
ditetapkan berdasarkan :
 Lingkup item komponen retribusi sebagaimana dimaksud,
yang ditetapkan berdasarkan permohonan yang diajukan;
 Lingkup kegiatan, meliputi pembangunan bangunan
gedung baru, rehabilitasi/renovasi. Bangunan gedung
meliputi perbaikan/perawatan, perubahan,
perluasan/pengurangan, dan pelestarian/pemugaran; dan

15
 Volume/besaran kegiatan, indeks, harga satuan retribusi
untuk bangunan gedung, dan untuk prasarana bangunan
gedung.
4) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud adalah
pemberian layanan perizinan IMB menggunakan indeks
berdasarkan fungsi, klasifikasi, dan waktu penggunaan bangunan
gedung serta indeks untuk prasarana bangunan gedung sebagai
tingkat intensitas penggunaan jasa dalam proses perizinan
dengan cakupan kegiatan pengendalian penyelenggaraan yang
meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan
dan penatausahaan pada bangunan gedung dan prasarana
bangunan gedung.

d. Harga Satuan (tarif) dan Rumus Perhitungan Retribusi IMB


1) Harga satuan (tarif) retribusi meliputi bangunan dan prasarana
bangunan sebagai berikut:

16
2) Rumus Perhitungan Retribusi IMB

Tingkat penggunaan jasa IMB dihitung dengan rumus sebagai


berikut :
 Retribusi pembangunan baru : L x It x 1,00 x HSbg
 Retribusi rehabilitasi/renovasi bangunan : L x It x Tk x HSbg
 Retribusi prasarana bangunan gedung : V x I x 1,00 x HSpbg
 Retribusi rehabilitasi prasarana bangunan : V x I x Tk x HSpbg
Keterangan :
 L = Luas lantai bangunan gedung
 V = Volume/besaran (dalam satuan m2, m’, unit)
 I = Indeks
 It = Indeks terintegrasi
 Tk = Tingkat kerusakan
0,45 untuk tingkat kerusakan sedang
0,65 untuk tingkat kerusakan berat
 HSbg = Harga satuan retribusi bangunan gedung
 HSpbg = Harga satuan retribusi prasarana bangunan gedung
 1,00 = Indeks pembangunan baru

e. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi


Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi Izin
Mendirikan Bangunan didasarkan pada tujuan untuk menutup
sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian Izin
Mendirikan Bangunan.
Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud,
meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dan pengendalian di
lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya untuk
penanggulangan timbulnya dampak negatif dari pemberian izin
tersebut.

2. Kerangka Pikir

17
Kerangka pikir/konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2010). Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

Retribusi Izin
Pendapatan Asli
Mendirikan
Daerah
Bangunan

Gambar 1.1 Bagian hubungan retribusi izin mendirikan bangunan terhadap pendapatan
asli daerah.

Peningkatan pendapatan asli daerah melalui penambahan retribusi izin


mendirikan bangunan akan berpengaruh terhadap anggaran penerimaan
dan belanja daerah (APBD). Dan disetiap peningkatan akan berdampak
positif terhadap pertumbuhan maupun pelayanan publik.

3. Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hipo dan thesis, hipo artinya sementara
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Jadi hipotesis
adalah pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya (Riyanto,2011).

Berdasarkan kerangka pikir yang ada, maka disusun suatu hipotesis yang
merupakan jawaban sementara dari pernyataan penelitian yaitu sebagai
berikut :

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan berpengaruh signifikan terhadap


Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Banjarmasin.

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Penelitian Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kota Banjarmasin.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
Dalam suatu penelitian, variabel sangat ditentukan oleh landasan
teoritisnya dan ditegaskan oleh hipotesis penelitiannya. Variabel merupakan
suatu fenomena yang bervariasi atau suatu faktor yang jika diukur akan
menghasilkan skor bervariasi (Arifin, 2012)

Variabel yang digunakan dalam penelitin ini, yaitu :


a. Variabel Independen (variabel bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi
variabel lain, artinya apabila variabel independen berubah maka akan
mengakibatkan perubahan variabel lainnya. Nama lain variabel
independen adalah variabel bebas, resiko, predictor, kausa (Riyanto,
2011).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah peranan retribusi Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).

b. Variabel Dependen (variabel terikat)


Variabel dependen merupakan variabel yang dipengeruhi oleh
variabel lain, artinya variabel dependen berubah akibat perubahan pada
variabel bebas. Nama lain variabel dependen adalah variabel terikat,
efek, hasil, outcome, respon, atau event (Riyanto, 2011).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pengaruh terhadap
pendapatan asli daerah.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan


diteliti secara operasional di lapangan. Definisi operasional bermanfaat

19
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-varibel yang akan diteliti serta untuk pengembangan instrumen.
Dengan definisi operasional variabel-variabel yang diteliti menjadi
terbatas dan penelitian akan lebih focus (Riyanto, 2011).

C. Jenis Data
Jenis dan sumber data pada penelitian dibedakan atas data primer dan
data sekunder.
1. Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2010).
2. Data sekunder merupakan sumber yang tidak langung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2010). Sumber data yaitu data-data yang di peroleh dari studi
literature (Kepustakaan) serta data-data yang didapat terhadap obyek
yang diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data


Dokumentasi
Yaitu dengan cara melihat dan mempelajari bahan-bahan bacaan, seperti
buku-buku teoritis, makalah ilmiah, jurnal, dokumen dan laporan.

E. Teknik Analisis Data


1. Pengolahan Data
Menurut Riyanto (2011) ada beberapa langkah untuk melakukan
pengolahan data. Setelah data terkumpul, akan dilakukan pengolahan
data sebagai berikut:
a. Editing
Yaitu penyuntingan atau memeriksa kembali data yang telah
dikumpulkan apakah semua benar dan lengkap.
b. Coding
Yaitu pemberian kode pada setiap variabel untuk mempermudah
pengolahan. Setelah data terkumpul dilakukan pengelompokkan
dalam kategori penilaian.

20
c. Scoring
Setelah semua variabel diberi kode selanjutnya masing-masing
komponen variabel akan dijumlahkan dan dihitung.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://www.djpk.depkeu.go.id/attach/post-no-28-tahun-2009-tentang-pajak-
daerah-dan-retribusi-daerah/UU-427-973-UU_28_Tahun_2009_Ttg_PDRD.pdf
http://banjarmasin.bpk.go.id/wp-content/uploads/2009/09/Perda-No.-02-Tahun-
20122.pdf
http://www.kajianpustaka.com/2015/06/pendapatan-asli-daerah-pad.html
http://digilib.unila.ac.id/9336/13/BAB%20II.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124325-SK%20011%2008%20Yud%20i%20-
%20Implementasi%20pemungutan-Pendahuluan.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai