PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan Nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dengan melalui peningkatan
taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan
tujuan pembangunan nasional, maka pelaksanaan pembangunan harus
merata diseluruh tanah air. Hal ini tidak terlepas dari adanya pembangunan
daerah yang merupakan bagian yang sangat penting dari pembangunan
nasional. Untuk memperlancar pembangunan yang merata maka diperlukan
dana atau biaya yang berasal dari penerimaan Negara atau pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah, salah satunya berasal dari retribusi izin
mendirikan bangunan (IMB).
Pembangunan daerah bisa disebut juga sebagai pendapatan daerah,
dan pendapatan daerah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) merupakan bagian yang penting peranannya baik untuk mendukung
penyelenggaraan pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada
publik. Pendapatan daerah merupakan pilihan utama dalam mendukung
program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan, yaitu
untuk pembangunan daerah.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah tersebut tentu
diperlukan dana yang tidak sedikit. Suatu daerah yang tidak memiliki dana
yang cukup tentu memerlukan tambahan dari pihak lain, agar program
pembangunan yang telah direncanakan tersebut dapat terlaksana. Pihak lain
tersebut adalah perbankan, pemerintah pusat, maupun masyarakat di suatu
daerah itu.
Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan tentang Perimbangan keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan
hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi
1
pemerintah maupun dalam hubungan Pusat dan Daerah, yang dikenal
sebagai era otonomi daerah.
Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk mendekatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk
memantau dan mengontrol penggunaan dana yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta menciptakan persaingan
yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Pemerintah
daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan
khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, dalam
rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat
melaksanakan otonomi, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun
2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian keuangan dalam
pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong
Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya
yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi disini peranan
pajak adalah untuk mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan
nantinya akan digunakan untuk pembangunan daerah.
Berbagai respon timbul dari daerah-daerah dengan diberlakukannya
otonomi Daerah, diantaranya adalah Pemberian keleluasaan yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) melalui pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan Undang-
Undang No. 34 Tahun 2000 telah memperlihatkan hasil temuan yang
menggembirakan yaitu sejumlah daerah berhasil meningkatkan Pendapatan
Asli Daerahnya. Namun adanya pemungutan pajak dan retribusi daerah yang
berlebihan dan tidak terkontrol akan menimbulkan dampak yang merugikan
bagi masyarakat dan dunia usaha, yang pada gilirannya akan menyebabkan
biaya ekonomi tinggi.
2
digariskan dalam peraturan Perundang- undangan. Salah satu sumber
penerimaan negara yang berasal dari pungutan retribusi adalah retribusi
daerah. Retribusi Daerah merupakan aset penerimaan daerah yang
dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan
Pembangunan Daerah.
B. Perumusan Masalah
C. Signifikansi Penelitian
1. Signifikansi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan berupa
sumbangan pemikiran guna pendalaman teori di mata kuliah keuangan
daerah, terutama dalam hal retribusi daerah, serta untuk menambah
wawasan baik bagi penulis maupun pembaca.
2. Signifikansi Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dalam upaya
memperdalam studi kasus mengenai retribusi daerah, khususnya retribusi
Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
D. Manfaat Penelitian
1) Sebagai bahan masukan bagi daerah agar kegiatan Pembangunan di
Kota Banjarmasin dapat tertata dan terencana sesuai dengan pengaturan
yang berlaku.
3
2) Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Otonomi Daerah
Otonomi daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014 adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus Daerahnya
sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak
bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum.
Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah untuk
mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat
dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan
sebaliknya Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam
bentuk Perda maupun kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikan
kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan
antara kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikan
kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan.
Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat
sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan
untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan yang
diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dan dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dengan
dibantu oleh Perangkat Daerah. Urusan Pemerintahan yang diserahkan
ke Daerah berasal dari kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan
4
Presiden. Konsekuensi dari negara kesatuan adalah tanggung jawab
akhir pemerintahan ada ditangan Presiden. Agar pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berjalan sesuai dengan
kebijakan nasional maka Presiden berkewajiban untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah.
Penyelenggaraan desentralisasi ini merupakan urusan
pemerintahan antara pemerintahan pusat dan daerah otonom, dengan
bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent yang artinya urusan
pemerintahan yang penanganannya dalam bidang tertentu dapat
dilaksanakan secara bersama antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah (UU Otonomi Daerah, 2014). Untuk mewujudkan
pembangunan kewenangan yang concurrent secara proporsional antara
pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota seperti
tercermin dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, maka disusunlah
kriteria yang meliputi :
1. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintah dengan mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan
dalam penyelenggaraan urusan pemerintah tersebut.
2. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan
yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan
yang lebih dekat dengan dampak dari urusan yang ditangani
tersebut.
3. Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya
(personil, dana dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan,
kepastian, kecepatan hasil yang harus dicapai dalam
penyelenggaraan bagian urusan.
5
c. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan;
e. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah; dan
f. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah
2. Keuangan Daerah
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Keuangan Daerah
adalah Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah
dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan
konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintahan kepada
Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk
menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya,
Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut
mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di
Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus
seimbang dengan beban atau Urusan Pemerintahan yang diserahkan
kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan
terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah.
Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang
mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya
Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah
Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk membantu Daerah
sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.
3. Pendapatan Daerah
Menurut UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi
menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan
Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung
6
Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Seperti halnya dengan
pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu:
7
adalah semua hak daerah yang diakui sebagaimana penambahan
nilai kekayaan bersih dalam priode tahun anggaran yang
bersangkutan.
Pasal 1 butir 17 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
menentukan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang
di peroleh daerah yang di pungut berdasarkan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku. Sesuai dengan ketentuan pasal 6 Undang-
Undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan
Daerah, Pendapatan Asli Daerah dapat di peroleh melalui sumber
sumber dana yang di dapat dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sumber-sumber
pendapatan tersebut diharapkan menjadi sumber pembiyaan
penyelenggaraan dan pembangunan untuk meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan rakyat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber dana
pembiayaan pembangunan daerah pada kenyataannya belum cukup
memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini
mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan
pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan
dalampelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas
desentralisasi. (Penjelasan UU No. 33 Tahun 2004). Dalam upaya
memperbesar peran pemerintah daerah dalam pembangunan,
pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai
kegiatan operasionah rumah tangganya. Berdasarkan hal tersebut
dapat dilihat bahwa pendapatan daerah tidak dapat dipisahkan
dengan belanja daerah, karena adanya saling terkait dan merupakan
satu alokasi anggaran yang disusun dan dibuat untuk melancarkan
roda pemerintahan daerah.
8
Adanya hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan Kepada
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
merupakan satu upaya untuk meningkatkan peran pemerintah daerah
dalam mengembangkan potensi daerahnya dengan mengelola
sumber-sumber pendapatan daerah secara efisien dan efektif
khususnya Pendapatan asli daerah sendiri.
9
dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke
kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai
dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat
perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang
bersifat menambah pendapatan daerah, member jasa,
menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan
mengembangkan perekonomian daerah.
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-
pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak
daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain
usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi
pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang
menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut
bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan
suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2. Retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau peberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
3. Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah
dari penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan,
perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan
terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi
khusus;
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah
dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah
yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.
5. Retribusi Daerah
a. Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
10
Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan
Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintah
Daerah dan Pembangunan Daerah untuk memantapkan Otonomi
Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dan dengan
ditetapkannya Undang‐Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan Pasal 141 huruf a, daerah
telah diberikan kewenangan untuk menetapkan retribusi Izin
Mendirikan Bangunan, selain itu untuk menjamin kepastian hukum,
perlu dilakukan revisi terhadap Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2009
tentang Retribusi dan Izin Mendirikan Bangunan. Berdasarkan hal
tersebut, Pemerintah Kota Banjarmasin menerbitkan Peraturan
Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
c. Perhitungan Retribusi
Didalam menghitung retribusi maka besarnya retribusi yang
dibayar oleh orang pribadi atau badan tergantung jenis retribusi apa
11
yang yang ia gunakan atau pakai. Dalam perhitungan retribusi,
perhitungannya disesuaikan dengan jenis retribusi yang digunakan
sesuai dengan tingkatan tarif yang berbeda, karena masingmasing
retribusi memiliki tarif yang berbeda dan tingkatan yang berbeda.
Cara perhitungan retribusi Besarnya retribusi daerah yang harus
dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang
bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif retribusi dan tingkat
penggunaan jasa dengan rumus berikut ini: Retribusi Terutang = Tarif
Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa.
12
dalam rangka asas desentralisasi dan perizinan tersebut benar-
benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.
Bila menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan perizinan
tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negative dari
pemberian izin tersebut cukup besar maka layak dikenakan biaya
dari retribusi perizinan.
Jenis-Jenis Retribusi Perizinan Tertentu :
1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
2. Retribusi Izin Gangguan (HO)
3. Retribusi Izin trayek/Angkutan
Peraturan Daerah mengenai pajak dan retribusi sebagaimana
tersebut diatas harus terlebih dahulu dan disosialisasikan dengan
masyarakat sebelum ditetapkan.
13
7. Peninjauan Tarif Retribusi;
8. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi;
9. Wilayah pemungutan;
10. Tata Cara Pembayaran
11. Penagihan;
12. Keberatan.
14
sebagaimana dimaksud adalah pemberian izin untuk bangunan
milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
15
Volume/besaran kegiatan, indeks, harga satuan retribusi
untuk bangunan gedung, dan untuk prasarana bangunan
gedung.
4) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud adalah
pemberian layanan perizinan IMB menggunakan indeks
berdasarkan fungsi, klasifikasi, dan waktu penggunaan bangunan
gedung serta indeks untuk prasarana bangunan gedung sebagai
tingkat intensitas penggunaan jasa dalam proses perizinan
dengan cakupan kegiatan pengendalian penyelenggaraan yang
meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan
dan penatausahaan pada bangunan gedung dan prasarana
bangunan gedung.
16
2) Rumus Perhitungan Retribusi IMB
2. Kerangka Pikir
17
Kerangka pikir/konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2010). Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.
Retribusi Izin
Pendapatan Asli
Mendirikan
Daerah
Bangunan
Gambar 1.1 Bagian hubungan retribusi izin mendirikan bangunan terhadap pendapatan
asli daerah.
3. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hipo dan thesis, hipo artinya sementara
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Jadi hipotesis
adalah pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya (Riyanto,2011).
Berdasarkan kerangka pikir yang ada, maka disusun suatu hipotesis yang
merupakan jawaban sementara dari pernyataan penelitian yaitu sebagai
berikut :
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Penelitian Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kota Banjarmasin.
2. Definisi Operasional
19
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-varibel yang akan diteliti serta untuk pengembangan instrumen.
Dengan definisi operasional variabel-variabel yang diteliti menjadi
terbatas dan penelitian akan lebih focus (Riyanto, 2011).
C. Jenis Data
Jenis dan sumber data pada penelitian dibedakan atas data primer dan
data sekunder.
1. Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2010).
2. Data sekunder merupakan sumber yang tidak langung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2010). Sumber data yaitu data-data yang di peroleh dari studi
literature (Kepustakaan) serta data-data yang didapat terhadap obyek
yang diteliti.
20
c. Scoring
Setelah semua variabel diberi kode selanjutnya masing-masing
komponen variabel akan dijumlahkan dan dihitung.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://www.djpk.depkeu.go.id/attach/post-no-28-tahun-2009-tentang-pajak-
daerah-dan-retribusi-daerah/UU-427-973-UU_28_Tahun_2009_Ttg_PDRD.pdf
http://banjarmasin.bpk.go.id/wp-content/uploads/2009/09/Perda-No.-02-Tahun-
20122.pdf
http://www.kajianpustaka.com/2015/06/pendapatan-asli-daerah-pad.html
http://digilib.unila.ac.id/9336/13/BAB%20II.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124325-SK%20011%2008%20Yud%20i%20-
%20Implementasi%20pemungutan-Pendahuluan.pdf
22