Anda di halaman 1dari 182

PENTINGNYA MEMAHAMI INFORMED

CONSENT DAN RAHASIA MEDIS


DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN

Oleh :
Dr.dr.Ampera Matippanna, S.Ked.,MH

Uwais Inspirasi Indonesia


PENTINGNYA MEMAHAMI INFORMED CONSENT
DAN RAHASIA MEDIS DALAM PRAKTEK
KEDOKTERAN

ISBN: 978-623-227-527-0
Penulis: Dr.dr.Ampera Matippanna, S.Ked., MH
Tata Letak: Yogi
Design Cover: Haqi

14,5 cm x 20 cm
xii + 168 halaman
Cetakan Pertama, Februari 2021

Diterbitkan Oleh:
Uwais Inspirasi Indonesia
Anggota IKAPI Jawa Timur Nomor: 217/JTI/2019 tanggal 1
Maret 2019

Redaksi:
Ds. Sidoarjo, Kec. Pulung, Kab. Ponorogo
Email: Penerbituwais@gmail.com
Website: www.penerbituwais.com
Telp: 0352-571 892
WA: 0812-3004-1340/0823-3033-585

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta,
sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang nomor 19 Tahun 2002, bahwa:
Kutipan Pasal 113
(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000, 00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h, untuk penggunaan secara komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak
melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g, untuk penggunaan secra komesial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah).
KATA SAMBUTAN
Prof. Dr. dr. Syafri Kamsul Arif, Sp.An,
KIC, KAKV

Assalamu‟ Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam Sehat Senantiasa buat kita semua,


Pertama-tama tentunya saya sangat mengapresiasi atas
hadirnya Buku ini dari Seorang Dr.dr.Ampera , disaat-saat kita
masih dihadapkan dengan situasi Pandemi yang kita semua
belum mengetahui kapan berakhir .

Hadirnya Buku “Pentingnya Memahami Informed


Consent dan Rahasia Medik dalam Praktek Kedokteran”
saya maknai sebagai Oase ditengah masih maraknya dokter-
dokter kita yang terlapor melakukan Malpraktek baik dari
pasien, penegak hukum maupun dari kuasa hukum pasien .

Informed Consent esensinya adalah komunikasi dari


pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini dokter kepada
pasien. Pemberian informasi ini memerlukan waktu , tidak
hanya sekedar komunikasi satu arah dan dilakukan haruslah
dengan jelas , jujur , terarah dan benar menyangkut tindakan
yang akan dilakukan untuk kesembuhan pasien disertai dengan
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran iii
resiko-resiko yang paling ringan sampai hal terberat bisa
terjadi akibat tindakan tersebut , jika telah dikomunikasikan
secara detail selanjutnya pasien dan atau keluarga memberikan
persetujuan dengan menandatanangani lembar persetujuan .

Sebagian kasus yang terlapor dibidang kami, Anestesi


dan Terapi Intensif setelah ditelusuri adalah kurangnya
komunikasi yang intensif dari TS Dokter kepada pasien , hal ini
harus menjadi budaya tidak hanya sekedar formalitas
persetujuan namun lebih kearah jalinan hubungan emosional
antara dokter dan pasien . Saya Amat sangat yakin jika didasari
dengan hubungan emosional yang telah terjalin dengan baik
antara dokter dan pasien tidaklah akan berakhir ke ranah
hukum.

Demikian halnya dengan rahasia medik seyogyanya


memang hanya dapat diketahui oleh DPJP dan pemberi
pelayanan medik RS, kecuali jika ada permintaan resmi
petugas untuk satu kasus dan menghadirkan tenaga ahli medis.

iv Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Selamat DR.dr.Ampera atas terbitnya Buku ini dan
tentunya akan menjadi referensi bagi TS Dokter dalam
memahami Aspek Hukum sebelum memberikan Tindakan dan
Pelayanan Kesehatan kepada Pasien .

Wassalamu‟ Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam Sehat,

Prof. Dr. dr. Syafri Kamsul Arif, Sp.An, KIC, KAKV


Ketua Umum Perhimpunan Dokter Anestesi Dan Terapi
Intensif Indonesia (PERDATIN)

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran v
KATA SAMBUTAN
Dr. Muhammad Ichsan Mustari, MHM

Lahirnya Ilmu kedokteran itu berawal dari panggilan


hati untuk menolong sesama dan oleh Bapak Kedokteran,
Hipokrates yang hidup di zaman Yunani Klasik, Ilmu
kedokteran mulai dikembangkan. Kemudian, karena sudah
kodratnya manusia selalu ingin berbuat lebih baik dan selalu
ingin mengembangkan ilmunya lebih luas sehingga pada
akhirnya lahirlah teknologi kedokteran. Sampai saat ini,
teknologi kedokteran begitu berkembang pesat dan begitu
majunya sehingga saat ini, seakan-akan orang merasa bahwa
ilmu kedokteran itu identik dengan teknologi.

Disinilah letak masalahnya, karena Ilmu kedokteran


sudah lebih di dominasi dengan Knowledge dan Skill saja.
Padahal kompetensi seorang dokter harus memenuhi tidak
hanya Knowledge dan skill saja tapi juga medical Ethics.
Ketiga unsur tersebut harus dapat dipenuhi dan dijalankan
seorang dokter di setiap pelaksanaan praktik kedokterannya.
Apalagi dengan banyaknya tuntutan masyarakat saat ini yang
tidak hanya mengharapkan seorang dokter atau tenaga

vi Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Kesehatan lainnya bekerja dengan baik tapi juga mereka
mengharapkan seorang dokter harus bekerja dengan benar.

Kehadiran buku ini tentunya memberikan referensi bagi


kita semua untuk menjalankan praktik kedokteran dengan baik
dan benar. Pemenuhan hak dan kewajiban pasien selama
menjalankan hubungan dokter dan pasien merupakan hal yang
fundamental. Buku ini telah memberikan gambaran yang baik
tentang cara memahami dan hak dan kewajiban tersebut selama
melaksanakan praktik kedokteran. Informed Consent dan
Rahasia Medis adalah salah satu bagian dari pemenuhan hak
dan kewajiban pasien yang harus dipahami oleh setiap dokter
dan petugas pelayanan Kesehatan lainnya.

Akhirnya, kami sampaikan bahwa seberapapun juga


teknologi itu maju, maka keinginan menolong sesamanya,
harus tetap dipertahankan. Tentunya, untuk memberikan
pertolongan tersebut, setiap dokter dan petugas kesehatan
lainnya harus menjalankan praktik kedokteran secara baik dan
benar dengan minimal mengetahui hak dan kewajiban pasien.

Kepala Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan


Ketua IDI Wilayah Sulselbar
Dr. Muhammad Ichsan Mustari, MHM

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran vii
KATA SAMBUTAN
Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), MMedEd

Alhamdulillahi Rabbil Aalamiin, buku yang berjudul


“Pentingnya Memahami Informed Consent dan Rahasia
Medis dalam Praktek Kedokteran” yang disusun oleh
Dr.dr.Ampera Matippanna, S.Ked.,MH dapat diterbitkan. Saya
menyambut gembira atas kerja keras dan keseriusan penulis
hingga penerbitan buku ini dapat terwujud. Harapan saya buku
ini dapat menambah khasanah keilmuan dan dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh para pembaca. Lebih dari itu,
penerbitan buku ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para
dokter agar terhindar dari jeratan hukum akibat
kesalahpahaman pasien yang sering kali menganggap suatu
tindakan sebagai malpraktik jika hasilnya tidak sesuai harapan.

Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses


komunikasi antara dokter dengan pasien mengenai kesepakatan
tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien.
Persetujuan tindakan medis (informed consent) dalam
pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang wajib
dilakukan oleh dokter terhadap pasien ditinjau dari aspek
hukumnya. Untuk itu, implementasi yang cermat dan hati-hati
viii Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
sangat penting sehingga terdapat perlindungan hukum baik
bagi dokter maupun pasien.

Pada kesempatan ini saya patut menyampaikan


penghargaan dan terima kasih atas partisipasi penulis yang
telah berupaya menghasilkan karyanya. Selanjutnya kepada
penerbit Uwais Inspirasi Indonesia, saya memberikan apresiasi
atas partisipasinya sehingga buku ini dapat dibaca oleh para
klinisi. Akhir kata, semoga buku ini dapat berguna bagi
peningkatan pelayanan kesehatan dan pelayanan medis di masa
yang akan datang.

Makassar, 25 Maret 2021

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin


Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), MMedEd

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah yang Maha Kuasa atas


segala kekuatan dan kesehatan yang dilimpahkan dalam hidup
ini, sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku
yang berjudul “Pentingnya Memahami aspek hukum
Informed consent dan Rahasia Medis dalam Praktek
Kedokteran” merupakan sebuah kebutuhan praktis bagi para
dokter menjalankan praktek profesionalnya agar terhindar dari
jerat hukum.

Setiap dokter dan dokter gigi wajib meminta


persetujuan tindakan media sebelum melakukan tindakan medis
tertentu dan membuat rekam medis yang berisi hal-hal yang
menyangkut kerahasian medis pasien. Adanya unsur
kesengajaan tidak membuat informed consent dan karena
kesengajaan atau kelalaian dokter sehingga rahasia medis
dibuka pada orang yang tidak berhak atau menyebabkan dapat
teraksesnya rahasia medis, merupakan perbuatan melawan
hukum yang dapat dimintai pertanggung jawaban hukum,
dikecualikan pengungkapan rahasia medis sebagaimana
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

x Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Semoga buku yang disusun secara sederhana ini dapat
memberikan manfaat yang besar dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan kedepan.

Makassar, Maret 2021

Penulis,

Dr. dr. Ampera Matippanna, S.Ked,.MH

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran xi
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN
Prof.Dr.dr.Syafri Kamsul Arif, Sp.An, KIC, KAKV ......... iii
KATA SAMBUTAN
Dr. Muhammad Ichsan Mustari, MHM ................................ v
KATA SAMBUTAN
Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), MMedEd........................... iii
KATA PENGANTAR............................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................... xii

BAB I INFORMED CONSENT .............................................. 1


A. Pengertian Informed Consent ................................................ 1
B. Dasar Hukum Informed Consent ........................................... 7
C. Unsur-Unsur dalam Informed Consent ............................... 13
D. Isi Informed Consent ........................................................... 20

BAB II URGENSI INFORMED CONSENT DALAM


TINDAKAN MEDIS.............................................................. 25
A. Fungsi Informed Consent ....................................................25
B. Bentuk Informed Consent ...................................................29
C. Pendokumentasian Informed Consent .................................32

xii Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
D. Dampak Pelaksanaan Informed Consent ............................ 35

BAB III PENATALAKSANAAN INFORMED CONSENT


DALAM TINDAKAN ........................................................... 39
MEDIK OPERATIF ............................................................. 39
A. Tindakan Medik Operatif ................................................... 39
B. Resiko Medis ...................................................................... 43
C. Standar Pelayanan Medis ................................................... 47
D. Pasien sebagai Subyek Hukum dalam Tindakan Medis ..... 50

BAB IV ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT.......... 56


A. Informed consent Sebagai Perjanjian Terapeutik ............... 56
B. Syarat Sahnya Informed consent sebagai Perjanjian
Terapeutik .......................................................................... 63
C. Hubungan Hukum dalam Informed Consent ...................... 72
D. Pertanggung jawaban Hukum Informed Consent............... 77

BAB V RAHASIA MEDIS ................................................. 103


A. Latar Belakang ................................................................. 103
B. Pengertian Rahasia Medis ................................................ 108
C. Ruang Lingkup Rahasia Medis ........................................ 111
D.Wajib Simpan Rahasia Medis ........................................... 114
E. Pembukaan Rahasia Medis ............................................... 116

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran xiii
BAB VI REKAM MEDIS ...................................................122
A. Pengertian Rekam Medis ..................................................122
B. Isi Rekam Medis ............................................................... 126
C. Waktu Penyimpanan Rekam Medis ..................................132
D. Fungsi dan Kegunaan Rekam Medis ................................ 134

BAB VII TANGGUNG JAWAB HUKUM REKAM


MEDIS SIA MEDIS............................................................. 138
A. Pengertian Tanggung Jawab Hukum ................................ 138
B. Tanggung jawab Hukum Administrasi Rekam Medis ......142
C. Tanggung Jawab Hukum Perdata Rekam Medis ..............144
D. Tanggung Jawab Hukum Pidana Rekam Medis ...............146

BAB VIII PENUTUP ........................................................... 151


A. Kesimpulan .......................................................................151
B. Saran ..................................................................................156

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 158

xiv Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
BAB I
INFORMED CONSENT

A. Pengertian Informed Consent

I
stilah informed consent (persetujuan tindakan medis)
merupakan istilah medik yang sering digunakan dalam
pelayanan kesehatan khususnya dalam praktek kedokteran
karena setiap kali dokter akan melakukan suatu tindakan medik
tertentu kepada pasien akan selalu berhubungan informed
consent.

Meskipun istilah ini sudah sering disebutkan dan


dibicarakan, namun esensi dari Informed consent belum semua
dipahami dengan baik dan benar oleh dokter, sehingga masih
terkadang dijumpai adanya kasus-kasus hukum yang menimpa
dokter dalam menjalankan praktek kedokterannya.

Sebagai bentuk kurangnya pemahaman terhadap


informed consent, masih sering dijumpai pelaksanaan informed
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 1
consent yang tidak sesuai dengan mekanisme dan ketentuan
sebagaimana yang diatur didalam ketentuan perundang-
undangan. Masih ada dokter yang tidak melakukan sendiri
pemberian informasi dan penjelasan terkait tindakan medis
yang akan dilakukan terhadap pasien, melainkan
mewakilkannya kepada tenaga kesehatan lainnya.

Mekanisme pelaksanaan informed consent dengan cara


seperti demikian tentunya akan berpotensi besar terhadap
adanya gugatan atau tuntutan hukum dari pasien atau
keluarganya, ketika hasil tindakan medis tersebut tidak sesuai
dengan harapan karena kurangnya informasi dan penjelasan
yang diterima oleh pasien.

Hal ini mungkin saja disebabkan karena menganggap


bahwa informed consent adalah hal yang sepele dan
menganggap bahwa tidak akan ada masalah setelah pasien
membubuhi tanda tangannya pada informed consent tersebut,
namun jika mereka menyadari akibat hukum yang akan mereka
alami tentunya mereka tidak akan berlaku seperti demikian itu.

Informed consent bukanlah sekedar kelengkapan


adminstratif belaka tetapi merupakan sebuah alat bukti hukum
bahwa persetujuan yang telah ditandatangani oleh pasien atau
keluarganya, diberikan oleh pasien setelah terlebih dahulu

2 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
mendapatkan penjelasan yang cukup dari dokter yang akan
melakukan tindakan tersebut. Seorang dokter, meskipun telah
mendapatkan persetujuan tindakan medis dari pasien tidaklah
berarti akan terbebas dari gugatan atau tuntutan hukum apalagi
jika proses informed consent yang didapatkannya tidak sesuai
dengan mekanisme dan tatacara sebagaimana yang diatur
dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sangat penting memahami informed consent yang benar


oleh dokter dan pasien atau keluarganya bahwa sesungguhnya
informed consent adalah sebuah tindakan hukum yang
dilakukan oleh masing-masing pihak yang dapat berakibat
hukum. Tindakan hukum yang dimaksud adalah tindakan yang
dilakukan oleh dokter dan pasien atau keluarganya yang
masing-masing selaku subyek hukum yaitu para pihak yang
memiliki hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai subyek
hukum yang kepada masing-masing pihak dapat dimintai
pertanggung jawaban hukum.

Informed consent terdiri dari dua kata yaitu informed


dan consent. John M. Echols (2003) dalam kamus bahasa
Inggris -Indonesia memberi pengertian informed yaitu telah
mendapatkan penjelasan atau keterangan, telah disampaikan
atau diinformasikan, sedangkan consent yang berarti
persetujuan yang telah diberikan pada seseorang untuk berbuat
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 3
sesuatu. Jadi informed consent dapat diartikan seebagai
persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk
melakukan tindakan kedokteran tertentu setelah mendapatkan
penjelasan dari dokter yang bersangkutan.

Veronica Komalawati (2002) memberikan pengertian


informed consent adalah suatu kesepakatan atau persetujuan
pasien atas upaya medik yang dilakukan dokter terhadap
dirinya setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter
mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong
dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang
mungkin terjadi. Selanjutnya pengertian informed consent
menurut Permenkes 290/2008 Tentang Persetujuan medik
adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan terhadap pasien.

Berdasarkan pengertian informed consent tersebut


dapatlah dipahami bahwa persetujuan tindakan yang diberikan
oleh pasien kepada seorang dokter yang akan melakukan
tindakan medis seharusnya didahului dengan pemberian
informasi medis yang jelas, terarah, jujur dan benar. Salah satu
substansi yang paling penting untuk disampaikan kepada
pasien perihal tindakan medis yang akan diterimanya adalah

4 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
kemungkinan terjadinya resiko medis yang mungkin saja dapat
berakibat fatal bagi pasien tersebut.

Jika pasien setelah mendapatkan penjelasan yang cukup


dari dokter tentang segala sesuatunya yang berhubungan
dengan tindakan medis yang akan dilakukan tersebut, termasuk
resiko medisnya yang mungkin saja terjadi dan kemudian pada
akhirnya menanda tangani informed consent tersebut, maka
dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasien atau
keluarganya telah siap menanggung sebesar apapun resiko
medis tersebut, sepanjang tidak ada unsur kesalahan atau
kelalaian dari pihak dokter yang menyebabkan terjadinya hal
buruk yang tidak dikehendaki tersebut.

Tindakan medis yang dilakukan yang dilakukan tanpa


persetujuan pasien atau keluarganya merupakan sebuah
pelanggaran hukum karena dokter yang bersangkutan telah
mengabaikan kewajibannya untuk terlebih dahulu meminta
persetujuan pasien sebelum melakukan tindakan medis sebagai
mana yang diatur didalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek kedokteran. Selain
sebagai perbuatan yang melanggar hukum, tindakan medis
yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien juga merupakan
sebuah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 5
Hak Asasi yang berhubungan dengan Hak menentukan diri
sendiri (the right to self determination).

Hak menentukan diri sendiri (the right to self


determination) dalam pelayanan kesehatan merupakan hak
asasi manusia untuk menentukan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan oleh dokter terhadap diri pasien. Hak asasi ini
diatur di dalam deklarasi hak-hak Asasi manusia (declaration
of human right). Hak menentukan diri sendiri kemudian
melahirkan Hak informed consent dan Hak atas rahasia medis.

Pelaksanaan Informed consent dalam konteks HAM


adalah sampai sejauh mana para dokter menghargai hak asasi
setiap pasien atas kehendak bebasnya sebagai manusia
merdeka yang bebas menentukan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan oleh dokter terhadap diri pasien. Oleh sebab
itu pelaksanaan informed consent haruslah dilakukan tanpa
tekanan ataupun paksaan terhadap sebuah tindakan medis yang
akan dilakukan oleh dokter terhadap diri seorang pasien

Sekalipun pasien menolak tindakan medis yang akan


diberikan oleh dokter, tidaklah berarti dokter harus lepas
tangan atau memutuskan hubungan hukum secara sepihak
karena dokter terikat dengan sumpah dokter dan kode etik
kedokteran untuk menjalankan tugas kedokterannya dengan

6 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat
profesi kedokteran.

Perlakuan dokter yang dengan sengaja menelantarkan


pasien karena menolak pengobatan atau tindakan medis adalah
sebuah perbuatan pidana yang oleh karena perbuatannya
tersebut (omission) membuat kesehatan pasien semakin
menurun atau bahkan sampai mengalami kematian.

B. Dasar Hukum Informed Consent


Pelaksanaan Informed consent merupakan sebuah
keharusan dalam setiap penyelenggaraan praktek kedokteran
khususnya dalam hal pemberian tindakan medis tertentu
kepada pasien. Keharusan tersebut menjadi kewajiban bagi
setiap dokter untuk memperoleh persetujuan sebelum
melakukan tindakan medis. Kewajiban ini merupakan perintah
undang-undang yang harus diindahkan oleh setiap dokter agar
terhindar dari gugatan atau tuntutan hukum jika dengan sengaja
atau lalai dalam melaksanakan informed consent sebelum
melakukan tindakan medis kepada pasien.

Menurut Ampera Matippanna (2018), Pada hakikatnya


Hak persetujuan tindakan medis (informed consent), adalah
suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang
kesepakatan sebuah tindakan medis yang akan dilakukan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 7
dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh
dokter). Penandatanganan formulir Informed consent secara
tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah
disepakati sebelumnya. Lebih lanjut Ampera Matippanna
menjelaskan bahwa ada beberapa kaidah yang harus
diperhatikan dalam menyusun dan memberikan Informed
consent agar hukum perikatan ini tidak cacat hukum, yaitu
diantaranya adalah: tidak bersifat memperdaya (Fraud); tidak
berupaya menekan (Force) dan tidak menciptakan ketakutan
(Fear).

Beberapa aturan hukum yang menjadi dasar


pelaksanaan Informed consent yaitu antara lain :
1. Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek kedokteran yang menyatakan bahwa Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
2. Pasal 37 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2004 Tentang
Rumah sakit yang menyatakan bahwa Setiap tindakan
kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat
persetujuan pasien atau keluarganya
3. Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak

8 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan
tersebut secara lengkap.
4. Pasal 58c UU Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam
menjalankan praktik, memperoleh persetujuan dari
penerima pelayanan kesehatan atau keluarganya atas
tindakan yang akan diberikan.
5. Pasal 2 ayat (1) Permenkes RI Nomor 290 /Menkes/ Per/ III/
2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
menyatakan bahwa semua tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien harus mendapat pesetujuan.

Dari serangkain peraturan perundang-undangan


dibidang kesehatan tersebut sangat nampak dengan jelas bahwa
setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap pasien haruslah atas persetujuan pasien. Negara
memberikan perlindungan terhadap hak pasien dalam
kebebasan untuk menentukan pilihan dapat atau tidak suatu
tindakan medis dilakukan terhadap dirinya.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 9
Pelaksanaan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
atau pihak rumah sakit tanpa pemberitahuan dan persetujuan
terlebih dahulu oleh pasien adalah sebuah perbuatan
malpraktek medis, dimana dokter atau pihak rumah sakit dapat
dipersalahkan karena perbuatannya baik karena kesengajaan
ataupun karena kelalaiannya tidak meminta persetujuan
tindakan medis pada pasien, apalagi jika akibat tindakan yang
dilakukannya menimbulkan kerugian pada pasien.

Tindakan medis yang dengan sengaja dilakukan tanpa


persetujuan pasien atau keluarganya seperti mrnyuntik,
mengiris dan memotong jaringan tubuh pasien dianggap
sebagai tindak pidana penganiayaan Menurut Tirtaamidjaja
(1955), Penganiayaan (menganiaya) adalah dengan sengaja
menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. akan tetapi suatu
perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain,
tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu
dilakukan untuk menambah keselamatan badan.

Dari pengertian yang dikemukakan oleh


Tirtaadmidjaya, adanya rasa sakit atau luka pada orang lain
tersebut tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan jika
dilakukan untuk menolong menyembuhkan dan memulihkan
kesehatan. Namun rumusan ini masih perlu dilengkapi dengan
pernyataan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan
10 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
pasien. Selanjutnya R. Susilo (1985), menjelaskan bahwa
meskipun undang-undang tidak merinci dengan jelas
pengertian penganiayaan namun menurut Yurisprrudensi,
Penganiayaan adalah sebuah perbuatan dengan sengaja
menimbulkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau
luka pada diri seseorang.

Perbuatan penganiayaan ini diatur dalam: Pasal 351


KUHP sebagai berikut:
a. Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
b. Jika perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat, yang
bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.
Penganiayaan yang merupakan suatu tindakan yang
melawan hukum.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 11
Berdasarkan ketentuan Pasal 351 KUHP tersebut
disebutkan bahwa penganiayaan yang menyebabkan luka, atau
matinya seorang pasien atau perbuatan lainnya yang merusak
kesehatan diancam dengan pidana penjara. Dengan demikian
seorang dokter yang dengan sengaja atau lalai meminta
persetujuan pasien sebelum melakukan tindakan medis tetentu
yang menyebabkan luka berat atau meninggalnya seorang
pasien, maka ketentuan dalam pasal 351 KUHP dapat
diberlakukan.

Selanjutnya pelaksanaan tindakan medis tanpa


mendapatkan persetujuan tindakan yang menimbulkan
kerugian karena bertambahnya pembiayaan perawatan dan
pengobatan, kehilangan pekerjaan akibat cacat yang dialami
atau hal-hal lain yang berdampak terhadap ekonomi pasien atau
keluarganya selain dapat dituntut secara pidana juga dapat
digugat secara perdata.

Gugatan perdata yang dilakukan oleh pasien mengacu


pada ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa
„tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut'.

12 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Gugatan perdata ganti kerugian akibat adanya perbuatan
dokter yang melakukan tindakan medis tanpa informed consent
yang menimbulkan kerugian menurut Rosa Agustina dapat
berupa kerugian yang nyata telah dideritanya (materil), maupun
keuntungan yang akan diperoleh dikemudian hari (immateril).

C. Unsur-Unsur dalam Informed Consent


Informed consent tidaklah terjadi dengan spontan
karena ada beberapa unsur penting yang saling terkait satu
dengan yang lainnya untuk menghasilkan sebuah persetujuan
atau kesepakatan tentang pelaksanaan suatu tindakan medis.
Unsur-unsur tersebut menjadi syarat penentu sahnya sebuah
informed consent. Jika unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka
dapat dikatakan bahwa informed consent tersebut cacat hukum
sehingga dengan sendirinya batal demi hukum atau informed
consent tersebut dianggap tidak pernah ada.

Beberapa Unsur Penting dalam pelaksanaan hak atas


informed consent yaitu antara lain:

1. Unsur Informasi Medis


Dasar dari lahirnya persetujuan tindakan medis adalah
informasi medis yang jelas, akurat, jujur dan benar yang
terlebih dahulu harus disampaikan kepada pasien atau

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 13
keluarganya sebelum memberikan persetujuan atau penolakan
atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien.
Informasi Medis yang harus disampaikan kepada pasien atau
keluarganya setidaknya menyangkut hal-hal sebagaimana yang
diatur dalam :

a) Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004


Tentang Praktek Kedokteran dijelaskan bahwa setiap dokter
dalam menjalankan praktek kedokterannya wajib
memberikan penjelasan tentang diagnosis dan tata tata cara
tindakan medis; tujuan tindakan medis yang dilakukan;
alternatif tindakan lain dan risikonya; risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi; dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan.
b) Selanjutnya kewajiban dokter dalam memberikan informasi
yang baik dan benar juga diatur dalam pelaksanaan Kode
Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2012, mengenai
kewajiban dokter menghargai hak-hak pasien bahwa
“Seorang dokter wajib memberikan informasi yang jelas dan
memadai serta menghormati pendapat atau tanggapan pasien
atas penjelasan dokter “. Selain itu, ditentukan pula bahwa
“Seorang dokter seharusnya tidak menyembunyikan
informasi yang dibutuhkan pasien, kecuali dokter
berpendapat hal tersebut untuk kepentingan pasien, dalam

14 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
hal ini dokter dapat menyampaikan informasi ini kepada
pihak keluarga atau wali pasien”
c) Pasal 10 Kode etik Rumah Sakit (Kodersi) diatur kewajiban
rumah sakit untuk memberikan informasi kepada pasien
terkait dengan penyakitnya yang berbunyi “Rumah sakit
harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien, dan
tindakan apa yang hendak dilakukan.

Informasi medis yang disampaikan kepada pasien


haruslah disampaikan dengan menggunakan teknik komunikasi
yang efektif sehingga mudah dipahami oleh pasien atau
keluaganya. Sebaiknya menghindari istilah-istilah kedokteran
yang sulit untuk dimengerti oleh pasien atau keluarganya. Jika
memungkinkan menggunakan bahasa yang sehari-hari
digunakan oleh pasien atau keluarganya dalam berkomunikasi.

2. Unsur Pemberi Informasi Medis


Unsur pemberi informasi medis tidak dapat dipisahkan
dengan informasi medis yang akan disampaikan kepada pasien
atau keluarganya. Pemberi informasi medis yang terbaik dan
yang paling memahami segala seuatu yang terkait dengan
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien adalah
dokter yang akan melakukan tindakan medis itu sendiri. Oleh
sebab itu maka unsur pemberi informasi medis kepada pasien
haruslah dokter yang akan melakukan tindakan tersebut dan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 15
tidak dapat diwakilkan kepada petugas lainnya seperti bidan
atau perawat yang bertugas dikamar operasi. Hal ini penting
karena penjelasan yang diberikan kepada pasien bukan hanya
sekedar untuk mendapatkan persetujuan tetapi menyangkut
masalah-masalah seperti yang disebutkan didalam ketenntuan
Pasal 45 ayat (3) UU Praktek kedokteran yakni ; diagnosis dan
tata tata cara tindakan medis; tujuan tindakan medis yang
dilakukan; alternatif tindakan lain dan risikonya; risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi; dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan.
Tentunya hasil penjelasan atau informasi medis yang
akan dijelaskan tidak akan menjadi akurat jika penjelasan itu
diwakilkan kepada orang lain, sehingga berpotensi
menimbulkan pemahaman yang berbeda atau keliru dari pasien.
Jika terjadi sesuatu yang diluar harapan pasien karena tidak
mendapatkan penjelasan yang cukup mamadai, dengan
sendirinya akan berptensi terhadap munculnya gugatan atau
tuntutan hukum oleh pasien atau keluarganya.

3. Unsur Pemberi Persetujuan Tindakan


Unsur Pemberi persetujuan tindakan medis tidak lain
adalah pasien itu sendiri atau keluarganya. Pasien atau
keluarganya berada dalam posisi sentral yang menentukan
dapat tidaknya dilakukan seuatu tindakan medis. Hal ini

16 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
disebabkan karena yang akan mrasakan tindakan dan akibatnya
bukanlah orang lain melainkan pasien itu sendiri dan
keluarganya. Dalam hal memberi persetujuan tindakan medis
berlaku beberapa ketentuan agar persetujuan itu dapat dianggap
sah dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam persetujuan


tindakan medis yang diberikan oleh pasien atau keluarganya
adalah tingkat kecapan dari pasien atau keluarganya. Hal ini
sangat berkaitan dengan kedudukannya sebagai subyek hukum
yang memiliki hak dan kewenangan untuk bertindak secara
hukum. Persetujuan tindakan medis pada dasarnya adalah
sebuah hubungan hukum dalam perjanjian terapeutik dimana
dokter dan pasien sepakat untuk mengikatkan diri dalam
sebuah perikatan medis khususnya dalam pelaksanaan tindakan
medis dimana antara dokter dan pasien atau keluarganya
masing-masing bertindak sebagai subyek hukum.

Seseorang dapat disebut sebagai subyek hukum apabila


orang tersebut dianggap cakap menurut hukum untuk
mengemban hak dan kewajiban hukum. Itulah sebabnya
mengapa dalam menyampaikan informasi medis harus benar-
benar memperhatikan tingkat kecakapan pasien atau
keluarganya sehingga mampu menerima dan menganalisa
informasi yang akan dijelaskan kepadanya dan kemudian
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 17
mampu memberikan pertimbangan dan membuat keputusan
untuk menerima atau menolak persetujuan tindakan medis
tersebut.

Kecakapan para pihak yang akan terikat dalam suatu


hubungan hukum menjadi syarat yang sangat menentukan
keabsahan hubungan hukum tersebut. Pasal 1329 KUHPerdata
menyebutkan bawa setiap orang dinyatakan cakap untuk
membuat perjanjian, kecuali jika menurut undang-undang
dinyatakan tidak cakap. Pada ketentuan hukum perdata orang
yang disebut cakap adalah mereka yang sesuai dengan yang
disebutkan dalam Pasal 330 KUHPerdata yaitu orang dewasa
yang telah berusia 21 tahun atau sudah pernah menikah.
Kemudian pada pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan pula
bahwa orang-orang yang dinyatakan tidak cakap adalah mereka
yang seperti tersebut dibawah ini yaitu :
1. Belum dewasa, berarti mereka yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun atau belum menikah. Sebagai contoh,
seorang anak yang baru berusia 8 tahun tidak dapat
membuat perjanjian untuk dirinya sendiri.
2. Berada di bawah pengampuan, seseorang dianggap berada di
bawah pengampuan apabila ia sudah dewasa, namun karena
keadaan mental atau pikirannya yang dianggap kurang
sempurna, maka dipersamakan dengan orang yang belum

18 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
dewasa. Berdasarkan Pasal 433 KUHPerdata, seseorang
dianggap berada di bawah pengampuan apabila orang
tersebut dalam keadaan sakit jiwa, memiliki daya pikir yang
rendah, serta orang yang tidak mampu mengatur
keuangannya sehingga menyebabkan keborosan yang
berlebih.

Dengan adanya pembatasan-pembatasan terkait unsur


pemberi persetujuan tindakan medis, maka dokter atau pihak
rumah sakit harus memastikan bahwa informed consent yang
telah disetujui dan ditanda tangani olrh pasien haruslah yang
memenuhi kriteria sebagai subyek hukum.

Pemberian persetujuan tindakan medis oleh pasien dan


keluarganya yang dianggap tidak cakap menurut hukum untuk
melakukan perbuatan hukum dianggap tidak sah atau batal
demi hukum sehingga persetujuan tindakan medis tersebut
dianggap tidak pernah ada. Maka jika terjadis esuatu yang
merugikan pasien atau berdampak terhadap kesehatan pasien
yang tidak dikehendaki, maka dokter yang melakukan tindakan
medis tersebut tetap dapat digugat atau dituntut secara hukum.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 19
D. Isi Informed Consent
Sebagaimana yang telah dijelaskan dibagian awal,
bahwa informed consent adalah persetujuan tindakan medis
yang diberikan oleh pasien atau keluarganya kepada dokter
untuk melakukan suatu tindakan medis tertentu setelah terlebih
dahulu mendapatkan informasi medis yang jelas. Informasi
medis yang diberikan kepada pasien tidak selalu sama pada
setiap orang, tergantug pada diagnose penyakit, perjalanan
penyakit, kondisi kesehatan, tujuan dilakukannya tindakan
medis, resiko tindakan medis yang mungkin terjadi, dampak
yang dapat terjadi jika tindakan tersebut dilakukan atau tidak
dilakukan dan alternatif tindakan lainnya yang dapat dilakukan
selain tindakan medis utama yang disarankan oleh dokter.

Penyampaian informasi medis yang jelas sebagai isi


dari informed consent, menurut Pasal 7 ayat (3) Permenkes
290/2008 Tentang Persetujuan tindakan medis sekurang-
kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b. Tujuan Tindakan kedokteran dilakukam
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis dari tindakan medis yang dilakukan
f. Perkiraan pembiayaan

20 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Setelah semua informasi tersebut dipahami oleh pasien
barulah pasien atau keluarganya memberikan keputusan untuk
menyetujui atau menolak tindakan medis yang disarankan oleh
dokter yang akan melakukan tindakan tersebut.Dengan
demikian maka isi informed consent idealnya memuat hal-hal
sebagai berikut:
1. Identitas Rumah sakit
Identitas rumah sakit atau klinik tempat dilakukannya
tindakan medis tersebut yaitu nama rumah sakit, alamat,
nomor telepon dan keterangan lainnya wajib dicantumkan
pada surat persetujuan tindakan medis yang dibuat oleh
pasien. Identitas rumah sakit ini biasanya menjadi kepala
surat (kop) sebagai bukti keabsahan dari surat persetujuan
tersebut. Hal ini penting jika terjadi suatu kasus
malpraktek yang dil;akukan oleh dokter rumah sakit
tersebut, maka rumah sakit tersebut juga dapat dimintai
pertanggung jawaban hukum atas perbuatan dokter yang
bekerja pada rumah sakit tersebut.
2. Identitas Pasien atau keluarga
Identitas pasien atau keluarganya antara lain, nama, umur,
alamat, dan hubungan dengan pasien jika karena satu dan
lain hal pasien tidak dapat membuat persetujuan sehingga
dianggap cakap untuk membuat persetujuan medis tersebut
dan sekaligus untuk memastikan data diri pasien yang akan
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 21
dioperasi sama dengan yang tertera dalam surat pesetujuan
tindakan medis tersebu.
3. Pernyataan Persetujuan /Penolakan Tindakan Medis
Pernyataan persetujuan atau penolakan tindakan medis
menjadi unsur utama dalam isi informed consent, Maka
harus ditulis dengan terang dan jelas karena akan
berdampak secara hukum sah atau tidaknya sebuah
indakan medks yang dilakukan
4. Pernyataan Jenis Tindakan medis yang disetujui Pasien
Pernyataan persetujuan atau penolakan harus dicantumkan
dengan jelas untuk memastikan jenis-jenis tindakan apa
yang disetujui untuk dilakukan terhadap diri pasien yang
akan dilakukan oleh dokter. Hal ini tentunya dilakukan
setelah mendapatkan informasi medis dari dokter terkait
jenis tindakan dan tata cara pelaksanaan tindakan medis
tersebut.
5. Pernyataan telah mendapatkan Informasi Medis.
Dalam isi informed consent harus memuat pernyataan
pasien atau keluarganya bahwa telah mendapatkan
penjelasan atau informasi medis terkait tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya, termasuk
segala resiko medis yang mungkin saja terjadi.
6. Pernyataan Kesiapan menanggung resiko medis,
Pernyataan ini penting untuk dibuat agar pasien atau
22 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
keluarganya tidak menggugat atau menuntut dokter atau
rumah sakit jika terjadi hal-hal buruk yang menimpa
pasien mulai dari awal dilaksanakannya tindakan medis,
dan beberapa waktu berselang setelah tindakan medis
tersebut dilaksanakan.
7. Pernyataan bahwa persetujuan tindakan tanpa paksaan atau
tekanan.
Pernyataan ini juga harus ada sebagai keterangan bahwa
tindakan medis yang disetujui oleh pasien yang
dipercayakan kepada dokter adalah murni atas inisiatif
sendiri dan tanpa paksaan ataupun tekanan dalam membuat
persetujuan tindakan tersebut dan termasuk kerelaan
menanggung segala resiko medis yang mungkin saja
terjadi.
8. Tanda tangan asli dari pasien atau keluarganya
Bukti sahnya persetujuan tindakan yang diberikan oleh
pasien atau keluarga adalah jika pernyataan tersebut telah
dibubuhi dengan tanda tangan asli dari pasien atau
keluarganya yang berhak memberikan persetujuan.
9. Tanda tangan asli dokter yang akan melaksanakan
tindakan medis.
Tanda tangan asli dari dokter yang akan melakukan
tindakan juga menjadi hal yang penting sebagai syarat
keabsahan dari pernyataan persetujuan tindakan medis
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 23
tersebut dan sebagai bukti yang mengikat bagi para pihak
dalam hubungan hukum tersebut, Tanda tangan dokter ini
seharusnya dilakukan dihadap pasien atau keluarganya
segera setelah pasien menandatangani berkas persetujuan
tindakan medis tersebut.
10. Tanda tangan saksi-saksi
Sebaiknya isi persetujuan tindakan medis ini juga dibubuhi
tanda tangan para saksi masing-masing dari kedua belah
pihak yang turut hadir dalam proses pemberian informasi
medis yang dilaksanakan oleh dokter yang nantinya dapat
dimintai keterangan jika terjadi sesuatu yang tidak
dikehendaki oleh pasien atau keluarganya akibat tindakan
medis tersebut.

Keseluruhan poin-poin penting yang telah diuraikan


diatas akan tertuang dalam berkas persetujuan tindakan medis
yang diberikan oleh pasien atau keluarganya yang kemudian
akan disimpan sebagai bagian dari rekam medis pasien.

24 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
BAB II
URGENSI INFORMED CONSENT
DALAM TINDAKAN MEDIS

A. Fungsi Informed Consent

I
nformed consent memiliki prinsip utama yaitu
kesepakatan antara dokter dan pasien atau keluarganya
dalam hal pemberian tindakan medis, Kesepakatan
tersebut dibangun atas kebebasan dari para pihak khususnya
bagi pasien atau keluarganya dalam mengambil keputuan
menerima atau menolak tindakan medis yang akan dilakukan
oleh dokter terhadap pasien. dilakukan atau tidak dilakukannya
sebuah tindakan medis. Kesepakatan dari kedua belah pihak
bersifat mengikat sebagai sebuah perjanjian (kontrak), sebagai
mana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata
yang menjelaskan bahwa suatu perjanjian akan terjadi jika
kedua belah pihak mencapai kesepakatan.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 25
Kesepakatan dalam pelaksanaan informed consent
sebagai bentuk perjanjian (kontrak) terapeutik memiliki
beberapa fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan
tindakan medis, baik untuk kepentingan pasien maupun bagi
dokter yang akan melakukan tnidakan medis tersebut. Adapun
fungsi-fungsi penting dalam pelaksanaan informed consent
sebelum dilaksanakannya tindakan medis, yaitu antara lain :
1) Memberi Perlindungan hukum terhadap dokter
Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter setelah
mendapatkan persetujuan akan memberi perlindungan
hukum dan rasa aman dalam melaksanakan tindakan medis,
dikarenakan telah melaksanakan kewajibannya memberikan
informasi medis yang jelas terkait tindakan medis yang akan
dilakukan sehingga dapat dipahami oleh pasien dengan baik
dan selanjutnya pasien memyetujui dan menandatangani
persetujuan tersebut serta memberi kepercayaan bagi dokter
untuk melaksanakan tindakan medis sebagaimana yang
disetujui oleh pasien atau keluarganya. Hal ini merupakan
salah satu kewajiban dokter sebagaimana diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan. Perlindungan
hukum bagi Dokter tersebut tentunya sepanjang tidak ada
unsur kesengajaan atau kelalaian yang oleh perbuatannya
menimbulkan kerugian, cacat atau kematian bagi pasien.
2) Pelayanan Medik yang berkualitas bagi Pasien
26 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Melalui pelaksanaan informed consent yang sesuai dengan
mekanisme dan tata cara yang diatur oleh undang-undang
akan memberi jaminan pelayanan tindakan medis yang
berkualitas bagi pasien. Jaminan ini didasari oleh karena
tindakan medis akan dilakukan oleh dokter yang memiliki
kompetensi keilmuan yang baik yang sesuai dengan
tindakan medis yang akan dilakukan dan sekaligus telah
memiliki pengalaman yang baik dalam melaksanakan
tindakan tersebut serta adanya kepastian ketersediaan alat
dan sarana pendukung pelaksanaan tindakan medis yang
akan dilakukan.
3) Sebagai Sarana komunikasi terapeutik
Informed consent berfungsi sebagai sarana komunikasi
antara dokter dan pasien atau keluarganya. Melalui informed
consent ini dokter tidak bertindak sebagai eksekutor yang
menentukan tindakan medis yang akan dilakukan melainkan
pasien atau keluarganya. Melalui informed consent
terbangun komunikasi dua arah dimana pasien juga dapat
bertanya dan berpendapat untuk hal-hal yang kurang jelas
atau tidak dimengerti dan sekaligus menyatakan pendapat
atas informasi medis yang diberikan yang dapat berupa
persetujuan, penolakan ataupun memilih alternatif lainnya.
Komunikasi yang dibangun adalah komunikasi terapeutik
untuk menghindari kesalah pahaman atau kekeliruan dalam
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 27
memahami penjelasan dokter sebagai mana yang disebutkan
dalam Pasal 7 ayat (3) Permenkes 290/2008. dan dialog
sehingga pasien dapat memilih yang terbaik.
4) Alat bukti hukum pada dugaan malpraktek
Meskipun dokter telah melaksanakan informed consent
dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tidak menutup kemungkinan terjadinya
gugatan atau tuntutan hukum pasien sebagai akibat ketidak
puasan terhadap hasil tindakan medis yang tidak sesuai
dengan harapan. Maka disinilah peran informed consent
dijadikan sebagai alat bukti dipersidangan. Informed consent
dapat menjadi alat bukti atau bukti petunjuk dalam
membuktikan adanya unsur kesengajaan atau kelalain dokter
yang menyebabkan terjadinya keburukan, cacat atau
kematian yang dialami oleh pasien.

Selain fungsi yang telah disebutkan diatas, Endang


Kusuma Astuti (2009) menjelaskan bahwa Informed consent
berfungsi sebagai perwujudan dari hak pasien, dimana pasien
berhak mendapatkan informasi penyakit yang dideritanya,
tindakan medis apa yang hendak dilakukan, kemungkinan
penyulit akibat tindakan itu alternatif terapi lainnya serta
pronosisnya. Selanjutnya Adami Chazawi (2011)
mengemukakan bahwa informed consent berfungsi ganda. Bagi

28 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
dokter, informed consent dapat membuat rasa aman dalam
menjalankan tindakan medis pada pasien, sekaligus dapat
digunakan sebagai pembelaan diri terhadap kemungkinan
adanya tuntutan atau gugatan dari pasien atau keluarganya
apabila timbul akibat yang tidak dikehendaki. Bagi pasien,
informed consent merupakan penghargaan terhadap hak-
haknya agar tidak dilanggar oleh dokter dan sekaligus dapat
digunakan sebagai alasan gugatan atau tuntutan terhadap dokter
yang melakukan penyimpangan praktik dokter dari maksud
diberikannya persetujuan pelayanan.

Lebih lanjut Adami Chazawi menjelaskan, informed


consent pasien atau keluarganya sekadar membebaskan risiko
hukum bagi timbulnya akibat yang tidak dikehendaki dalam hal
perlakuan medis yang benar dan tidak menyimpang. Walaupun
ada persetujuan semacam, apabila perlakuan medis dilakukan
secara salah sehingga menimbulkan akibat yang tidak
dikehendaki, dokter juga tetap terbebani tanggung jawab
terhadap akibat dari tindakan tersebut.

B. Bentuk Informed Consent


Pernyataan persetujuan tindakan medis adalah hak
pasien yang harus dihormati sebagai bagian dari hak asasi
manusia yaitu hak untuk menentukan diri sendiri (the right to
self determination) Pasien harus secara bebas menentukan apa
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 29
yang boleh atau tidak boleh dilakukan terhadap dirinya atau
dengan kata lain pasien dapat memberikan persetujuan atau
penolakan terhadap sebuah tindakan medis yang akan diberikan
oleh dokter terhadap pasien.

Dahulu hubungan medis antara dokter atas dasar


paternalistic, dimana dominansi keputusan lebih cenderung
berada ditangan dokter karena adanya kepercayaan yang tinggi
oleh pasien atau keluarganya bahwa dokter akan selalu berbuat
yang terbaik bagi pasien, sehingga apapun nyang diputuskan
oleh dokter akan selalu mendapat persetujuan dari pasien atau
keluarganya.

Berbeda dengan keadaan sekarang dimna pola


hubungan medis telah menjadi hubungan kontraktual sehingga
pasien mempunyai hak untuk menentukan keputusan untuk
menerima atau menolak tindakan medis yang akan dilakukan
oleh dokter setelah terlebih dahulu mendapatkan informasi
medis yang jelas terhadap segala sesuatu yang berhubungan
dengan tindakan yang akan dilakukan tersebut.

Jusuf Hanafiah dan Amri Amir (2009) meenjelaskan


bahwa bentuk persetujuan tindakan medik (Consent) dapat
dikelompokkan kedalam dua bentuk yaitu persetujuan yang
diberikan secara tersirat (implied) dan persetujuan yang

30 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
diberikan dengan pernyataan (Expressed) baik dalam bentuk
lisan ataupun tertulis Bentuk persetujuan tindakan yang
diberiakan baik secara tersirat maupun dengan pernyataan,
dijelaskan sebagai berikut :

1) Implied Consent (tersirat atau dianggap telah diberikan)


Bentuk persetujuan implied consent atau persetujuan secara
tersirat umumnya dilakukan pada prosedur medis biasa
dalam keadaan normal dimana pasien dianggap telah
memahami tindakan atau pemeriksaan yang akan
dilakukannya dan secara langsung dianggap telah
memberikan persetujuan memberikan persetujuan (Implied
Constructive Consent) misalnya pada kasus pemeriksaan
laboratorium darah rutin, pemberian anastesi lokal pada
penjahitan luka. Hal tersebut dapat dilihat pada gesture
tubuh pasien, misalnya dengan mengulurkan tangan,
menyingsingkan lengan baju atau kesediaan untuk berbaring
di brankar dan lain sebagainya. Sedangkan dalam keadaan
gawat darurat dimana pasien atau keluarganya tidak mampu
memberikan persetujuan saat itu, maka dokter tetap harus
melakukan tindakan medis untuk menyelamatkan jiwa
pasien. Dalam hal ini pasien dianggap telah memberikan
persetujuan tindakan (Implied Emergency Consent).

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 31
2) Expressed Consent (dinyatakan)
Bentuk lain dari persetujuan tindakan (consent) yaitu
persetujuan tindakan yang diberikan oleh pasien yang
dinyatakan secara jelas kepada dokter untuk memberikan
kepercayaan kepada dokter melakukan tindakan medis
tertentu dalam bentuk lisan atau tertilis. Untuk persetujuan
lisan biasanya diberikan pada tindakan medis yang relatif
aman dengan tigkat resiko yang sangat rendah sedangkan
persetujuan tertulis diberikan oleh pasien pada kasus-kasus
yang yang berat dan memiliki resiko yang sangat tinggi
misalnya pada kasus-kasus pembedahan.

C. Pendokumentasian Informed Consent


Informed consent yang berbentuk pernyataan tertulis
diberikan oleh pasien kepada dokter dalam hal tindakan medis
yang memiliki resiko tinggi. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat
(1) Permenkes No. 290/2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Medis yang mengatakan “Setiap tindakan kedokteran yang
mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.” Persetujuan tindakan medis yang dibuat secara
tertulis adalah merupakan sebuah pembuktian bahwa benar
telah dilakukan pelaksanaan informed consent sebelum
tindakan medis dilaksakan oleh dokter yaitu dalam bentuk

32 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Surat Pernyataan Persetujuan tindakan medis yang telah
ditandatangani oleh pasien atau keluarganya yang berhak.

Dari sudut pandang hukum, berkas persetujuan tindakan


medis tersebut bukanlah sekedar berkas adminstrasi biasa,
tetapi dapat menjadi sebuah alat bukti yang sah dalam sebuah
hubungan hukum antara dokter dan pasien atau keluarganya
ketika terjadi sengketa medis dalam hal adanya dugaan
malpraktek dokter.Dasar dijadikannya berkas informed consent
sebagai alat bukti atau bukti petunjuk yang sah, mengacu pada
ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang alat bukti yang
sah, yaitu Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keterangan terdakwa. Martiman Prodjohamididjo (1983)
menjelaskan bahwa hanya alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian.
Surat Pernyataan Persetujuan tindakan medis sebagai alat bukti
yang sah dipengadilan tidak mampu mempunyai kekuatan
pembuktian yang berdiri sendiri sehingga diperlukan alat bukti
yang lain seperti keterangan saksi, pendapat ahli, bukti
petunjuk dan keterangan terdakwa.

Sehubungan dengan hal tersebut, agar informed consent


memiliki kekuatan pembuktian yang lebih baik, maka
diperlukan adanya saksi-saksi dari kedua belah pihak yang
turut bertanda tangan sebagai saksi yang turut melihat dan
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 33
mendengarkan prosedur pelaksanaan informed consent
tersebut. para saksi tersebut dapat dihadirkan dalam
persidangan untuk dimintai keterangannya.

Selanjutnya agar berkas persetujuan tindakan medik


tersebut dapat menjadi alat bukti yang sah juga harus
memenuhi persyaratan adminstrasi yang sesuai dengan
ketentuan tata naskah dinas yang berlaku pada institusi
penyelenggara pelayanan kesahatan tersebut yaitu antara lain
kop surat, logo, badan hukum pendirian, nama rumah sakit,
alamat, nomor surat, dan stempel. Aspek-aspek administrasi
tersebut biasanya selalu terlampir dalam setiap persuratan-
persuratan resmi. Selain itu dalam persuratan resmi biasanya
mempergunakan ukuran kertas tertentu dan yang tidak mudah
robek atau rusak. Semua tulisan dalam berkas tersebut harus
jelas dan terang sehingga mudah dibaca oleh siapapun juga..

Setelah berkas persetujuan tindakan medis dibuat


sebagaimana ketentuan dalam tata naskah dinas masing-masing
institusi pelayanan kesehatan tersebut, maka berkas tersebut
kemudian disimpan dan disatukan dalam rekam medis pasien
yang kerahasiaannya harus dijaga dan dilindungi sehingga
tidak jatuh ketangan yang tidak berhak. Wajib simpan berkas
informed consent sebaiknya disamakan saja dengan wajib

34 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
simpan berkas rekam medik yaitu minimal lima tahun sejak
pasien terakhir datang berobat atau setelah meninggal dunia.

D. Dampak Pelaksanaan Informed Consent


Pelaksanaan Informed consent yang sesuai dengan
prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
akan berdampak luas dalam sistem pelayanan kesehatan
khususnya dalam pelaksanaan praktek kedokteran. Hal ini
disebabkan karena melalui pelaksanaan informed consent yang
baik, maka hak-hak pasien dalam memperoleh informasi medis
dan menentukan diri sendiri dalam hubungan hukum perjanjian
terapetik akan sangat dihargai.

Penghargaan terhadap hak-hak pasien dalam pelayanan


kesehatan akan mencegah terjadinya kasus-kasus dugaan
malpraktek. Pasien sebelum mendapatkan tindakan medis
terlebih dahulu telah mendapatkan penjelasan tentang apa yang
akan dilakukan dan kemungkinan akibat yang akan terjadi jika
tindakan tersebut dilakukan oleh dokter. Kemudian setelah
dipahami dan disetujui oleh pasien barulah pasien atau
keluarganya menandatangai berkas persetujuan tersebut,
sehingga ketika kemungkinan-kemungkinan tersebut benar-
benar terjadi maka pasien dan keluarganya dapat
memakluminya, sehingga tidak dengan gegabah melakukan
gugatan atau tuntutan hukum. Dilain sisi dokterpun dalam
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 35
melaksanakan tindakan medis tentunya akan bekerja
sebagaimana apa yang telah disetujui oleh pasien dengan
segala keilmuan dan pengalaman yang dimilikinya sehingga
akan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penerapan


informed consent sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan akan memberi dampak yang besar terhadap :
a) Organisasi Profesi
Pelaksanaan informed consent yang benar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan akan
berdampak terhadap citra organisasi profesi dokter. Sebuah
organisasi profesi yang menghimpun para dokter yang
berbudi pekerti yang baik yang membaktikan hidup dan
ilmu pengetahuan kedokteran yang dimilikinya semata demi
untuk kemanusiaan. Hal tersebut sesuai dengan lafal sumpah
dokter dan kode etik kedokteran yang menjadi pedoman
perilaku setiap dokter dalam menjalankan tugas profesinya.
Dokter yang melaksanakan informed consent sebelum
melakukan tindakan medis kepada pasien akan terhindar
dari gugatan atau tuntutan hukum dari pasien sepanjang
dokter tersebut tidak melakukan kesalahan yang
menyebabkan kerugian, cacat atau kematian pada pasien.
Dengan bekerja secara professional maka dengan sendirinya

36 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
akan berdampak terhadap citra organisasi profesi. Nama
organisasi profesi akan menjadi harum di masyarakat karena
tidak ada dokter yang menjadi anggota organisasinya
tersandung kasus dugaan malpraktek.
b) Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tempat
dilaksanakannya tindakan medis dengan sendirinya akan
mengalami dampak atas Pelaksanaan informed consent yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dampak yang pertama yang akan diterima oleh rumah sakit
adalah meningkatnya tingkat kepecayaan pasien terhadap
penyelenggaraan pelayanan Kesehatan karena semua dokter
yang akan melaksanakan tindakan medis sebelumnya telah
memberikan informasi medis yang jelas kepada pasien.
Pasien akan merasa lebih puas dan nyaman karena ditangani
oleh dokter-dokter yang profesional. Dampak besar kedua
yang akan dialami oleh rumah sakit yaitu akan terhindar dari
kerugian finasial atas gugatan ganti rugi pasien sebagai
bentuk tanggung jawab perdata atas kesalahan yang
dilakukan oleh dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut.
c) Reputasi Dokter
Dampak Pelaksanaan informed consent yang sesuai Dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan
sendirinya akan berdampak besar terhadap reputasi dan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 37
masa depan dokter itu sendiri.Sekali dokter tersebut
dinyatakan terbukti bersalah karena kesengajaan atau karena
kelalaiannya yang menyebabkan kerugian, cacat atau
matinya seorang pasien, maka dengan sendirinya akan
menghancurkan reputasi dan masa depannya. Dokter yang
terbukti bersalah melakukan perbuatan malpraktek dapat
kehilangan gelar dokternya dan dinyatakan tidak dapat lagi
menjalankan praktek profesi kedokteran.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka menjadi awasan


bagi para dokter untuk selalu mengindahkan ketentuan tentang
informed consent yang harus dilakukannya sendiri tanpa
diwakilkan, memberi informasi medis yang jelas kepada pasien
atau keluarga dan memberikan kesempatan kepada pasien atau
keluarganya untuk membuat keputusan sendiri secara bebas,
tanpa tekanan atau intimidasi baik berupa persetujuan ataupun
penolakan. Selain itu dokter harus bekerja secara professional
dalam melakukan tindakan medis kepada pasien semata demi
untuk kemanusiaan sehingga terhindar dari kesalahan ataupun
kelalaian yang dapat berujung kasus dugaan malpraktek,
sehingga dengan sendirinya terhindar dari jeratan hukum.

38 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
BAB III
PENATALAKSANAAN INFORMED
CONSENT DALAM TINDAKAN
MEDIK OPERATIF

A. Tindakan Medik Operatif

T
indakan medis yang dilakukan oleh dokter dapat
dikelompok kan dalam dua jenis yaitu jenis tindakan
medis non operatif dan jenis tindakan medis operatif.
Tindakan medis operatif merupakan tindakan medis yang
dilakukan dengan anestesi umum atau lumbal dan dilaksanakan
di kamar operasi.Setiap tindakan medis operatif selalu
mengandung resiko yang dapat mengancam keselamatan
pasien, itulah sebabnya mengapa tindakan medis operatif selalu
membutuhkan persetujuan tindakan (informed consent) dalam
bentuk tertulis.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 39
Pernyataan informed consent yang dibuat secara
tertulis merupakan bukti adminstratif untuk kepentingan
dokter, rumah sakit dan pasien atau keluarga bahwa
persetujuan yang dibuat oleh pasien atau keluarganya adalah
atas dasar kebebasan pasien atau keluarganya untuk
menentukan pilihanya terhadap tindakan medis yang akan
diterimanya setelah terlebih dahulu mendapatkan penjelasan
yang cukup terhadap diagnose penyakit, perjalanan penyakit,
alasan dilakukannya tindakan medis, tujuan yang akan dicapai
melalui pemberian tindakan medis. Tingkat keberhasilan dari
tindakan medis dan kemungkinan resiko yang akan terjadi jika
tindakan tersebut dilaksanakan.

Selain sebagai bukti adminstratif, informrd consent


yang dibuat secara tertulis juga dapat digunakan sebagai alat
bukti atau bukti petunjuk dalam menghadapi kasus gugatan
atau tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya jika suatu
ketika mereka melakukan upaya hukum atas kerugian, luka,
cacat atau kematian oleh adanya dugaan malpraktek yang
dilakukan oleh dokter pasca dilakukannya tindakan medis
tersebut..

Tindakan medis Operatif atau sering disebut tindakan


pembedahan merupakan bentuk intervensi medis yang
dilakukan secara invasif, untuk menegakkan diagnosa atau
40 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
untuk mengobati penyakit tertentu yang dialami oleh pasien
seperti tumor, fraktur, usus buntu, sectio caesarea, batu ginjal
dan lain sebagainya. Tindakan operasi ini bersifat invasif
dengan menggunakan pisau, gunting atau jarum untuk
melakukan sayatan. Memotong atau menggunting jaringan
serta menusuk atau menjahit jaringan yang terluka. Kesemua
tindakan invasif tersebut selalu mengandung resiko yang mulai
dari yang ringan, sedang, berat dan sampai pada kematian
pasien.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka setiap tindakan


pembedahan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien harus
terlebih dahulu mendapat persetujuan tindakan medis
sebagaimana yang diatur dalam Ketentuan Pasal 45 atay (5)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran menyebutkan “ Setiap tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan
dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.

Dalam setiap tindakan medis operatif biasa dilakukan


dengan cara kerja tim yang melibatkan multi disiplin
spesialisasi kehalian para dokter. Namun yang paling berperan
adalah dokter spesialis anasthesi dan sepsialis bedah. Kedua
spesialisasi dokter ini merupakan pemeran utama dalam
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 41
pelasanaan tindakan medik operatif tersebut. Dalam rangka
pemeruhan kewajiaan dokter atas pelaksanaan informed
consent sebelum operasi dilaksanakan, maka masig-masing
dokter tersebut wajib meminta persetujuan tindakan kepada
pasien atau keluarganya sebelum operasi dimulai.

Hal ini perlu mendapat perhatian karena masing-masing


tindakan medis yang akan dilakukan baik oleh dokter anastesi
maupun pleh dokter bedah masing-masing mengandung resiko
sendiri-sendiri. Oleh sebab itu informed consent oleh kedua
dokter spesialis ini harus dibut secara terpisah dan, asing-
masing melaksanakannya secara tersendiri pula dan tidak dapat
diwakilkan kepada staf atau tenaga kesehatan lainnya, karena
yang lebih paham terhadap tindakan medis tersebut adalah
dokter yang akan melakukan tindakan itu sendiri. Selain itu
yang akan mempertanggung jawabkan semua tindakan tersebut
bukanlah orang lain melainkan dokter yang melakukan
tindakan medis tersebut. Staf keperawatan yang bertugas
dikamar operasi lebih pada fungsinya untuk memastikan
kelengkapan berkas informed consent terhadap setiap pasien
yang akan dioperasi, sebelum dokter anastesi dan dokter bedah
melaksanakan tuga dan fungsinya masing-masing.

42 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Salah satu bagian penting yang kadang terlupakan
dalam pelaksanaan Informed consent adalah penjelasan tentang
resiko medis yang mungkin akan terjadi pada setiap
pelaksanaan tindakan medic operatif, sehingga jika hal itu
benar terjadi pasien dapat memakluminya dan tidak secara
gegabah untuk menggugat atau menuntut dokter atas dugaan
malpraktek. Hampir sebagian besar gugatan atau tuntutan
terhadap dokter adalah karena kurangnya pemahaman pasien
atas resiko medis dalam setiap tindakan medis. Meskipun
demikian tidaklah berarti bahwa setelah mendapatkan
persetujuan tindakan medis, maka secara otomatis dokter akan
terbebas dari gugatan atau tuntutan hukum, apalagi jika dapat
dibuktikan adanya perbuatan melawan hukum baik karena
kesengajaan ataupun karena kelalaian dokter yang
menyebabkan terjadinya kerugian, luka cacat atau kematian
pasien.

B. Resiko Medis
Dalam setiap penyelenggaraan praktek kedokteran,
khususnya pada pemberian terapi dan tindakan medis tertentu
selalu diperhadapkan dengan resiko yang sering disebut
sebagai resiko tindakan medis atau resiko medis. Resiko medis
ini adalah sesuatu yang dapat mengancam kesehatan dan
keselamatan pasien yang mungkin akan terjadi sebagai akibat

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 43
dilakukannya tindakan medis yang tidak dikehendaki baik oleh
dokter maupun pasien, meskipun tindakan medis tersebut telah
dilakukan sesuai dengan standar profesi, standar operasional
dan standar kebutuhan medis pasien dan dengan tingkat
ketelitian dan kehati-hatian yang tinggi.

Risiko sendiri berasal dari kata (risk) yang mengandung


pengertian “the possibility of something bad happening at some
time in the future; a situation that could be dangerous or have a
bad result” (Wehmeir:2005). yang berarti ada kemungkinan
terjadinya sesuatu yang tidak baik di kemudian hari, situasi
yang dapat membahayakan, atau mempunyai hasil yang tidak
baik.

Resiko medis ini seringkali disalah artikan oleh pasien


atau keluarganya sebagai kelalaian medis yang merupakan
sebuah bentuk perbuatan malpraktek, sehingga dengan gegabah
melakukan gugatan atau tuntutan hukum sehingga sangat
merugikan bagi dokter yang bersangkutan. Budi Sampurna
(2005) mendefinisikan malpraktek sebagai sebuah perbuatan
yang dapat terjadi karena suatu tindakan yang disengaja
(intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan
kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurangmahiran yang
tidak beralasan (Sampurna, Budi:2005).

44 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Dari pengertian malpraktek yang dikemukakan oleh
Budi sampurna Nampak sangat jelas perbedaan malpraktek
dengan resiko medis, dimana malpraktek memiliki unsur
kesengajaan, adanya kelalaian atau karena kekurang mahiran
yang tidak beralasan sehingga menimbulkan suatu kondisi atau
peristiwa yang tidak harapkan oleh pasien yang menyebabkan
terjadinya cedera, cacat atau kematian, sedangkan resiko medis
adalah terjadinya suatu kondisi atau peristiwa yang tidak
dikehendaki baik oleh dokter maupun pasien, meski semua
prosedur tindakan telah dilakukan sesuai dengan standar
profesi, standar operasional dan standar kebutuhan medis pasien
dan kondisi atau peristiwa tersebut tetap terjadi.

Sebuah contoh dapat dikemukakan untuk menjelaskan


terjadinya resiko medis yang sering terjadi yaitu syok
anafilaktik akibat pemberian injeksi obat-obatan golongan
antibiotik. Seorang dokter sebelum memberikan injeksi anti
biotik kepada pasien terlebih dahulu harus melakukan
serangkaian pemeriksaan mulai dari pemeriksaan anamnese,
pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menegakkan sebuah
diagnose penyakit. Setelah semua dilakukan dengan cermat
maka dokter tersebut menegakkan diagnose adanya sebuah
penyakit yang disebabkan oleh infeski bakteri. Setelah
mengakkan diagnose tersebut kemudian dokter menjelaskan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 45
kepada pasien tindakan pengobatan yang akan diberikan dan
pilihan obat yang akan diinjeksikan kedalam tubuhnya,
termasuk kemungkinan terjadinya reaksi syok anafilaktik
tersebut dan pasien atau keluarganya menyatakan
pesetujuannya baik secara lisan ataupun tertulis. Setelah itu
dokter tersebut mulai melaksanakan Standar operasional
pemberian obat secara menlalu cara suntikan baik melalui otot
(intra muscular) maupun melalui pembuluh darah vena
(intravenous), mulai dari mempersiapkan dan memastikan obat
obat anti biotik yang akan diberikan, melakukan titrasi,
melakukan desinfeksi dan melakukan skin test untuk
memastikan ada atau tidaknya reaksi alergi sebagai kontra
indikasi pemberian obat tersebut. Setelah menunggu beberapa
menit ternyata skin test reaksi tidak ditemukan. Maka mulailah
dokter menginjeksikan pasien dengan obat anti biotik yang
terpilih (drug of choise) untuk penyakit yang telah terdiagnosa
tersebut Namun berselang beberapa saat tiba-tiba pasien
mengalami sesak napas, kejang-kejang, kebiruan dan denyut
jantung yang tidak stabil. Maka secara sigap dokter tersebut
melalukan penanganan syok anafilaktik dari mulai
membebaskan jalan nafas, memasang oksigen, menyuntikkan
adrenalin dan tindakan ainnya yang sesuai dengan SOP
penanganan syok anfilaktik namun apa hendak dikata akhirnya
pasien mengalami kematian.
46 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Dalam situasi ini dokter tentunya tidak dapat
dipersalahkan, karena peristiwa yang terjadi adalah murni
resiko tindakan medis, tidak ada unsur kelalaian atau kekurang-
hati-hatian, dan semua tindakan yang dilakukan berdasarkan
standar profesi, standar operasional dan standar kebutuhan
medis pasien. Itulah sebabnya mengapa informed consent
menjadi penting dalam setiap tindakan medis yang akan
diberikan kepada pasien. Penandatanganan persetujuan
tindakan medic (informed consent) adalah bukti kesediaan
pasien atau keluarganya untuk menanggung segala resiko
medis yang akan terjadi dalam sebuah pemberian tindakan
medis. Yang dibuatnya atas kesadaran sendiri, tanpa paksaan
atau tekanan setelah mendengarkan dan mendapatkan
penjelasan yang baik dari dokter, kususnya kemungkinan akan
terjadinya resiko medis tersebut.

C. Standar Pelayanan Medis


Salah satu hak pasien dalam penyelenggaaraan
pelayanan kesehatan adalah mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu.Hak ini adalah merupakan turunan dari hak asasi
manusia dalam pelayanan kesehatan yaitu the right to health
care. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu
kepada pasien dengan sendirinya akan menghindari terjadinya
perbuatan malpraktek yang dilakukan dokter terhadap pasien.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 47
Dalam ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa pasien
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang manusiawi,
adil, jujur, tanpa diskriminasi dan bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar operasional prosedur. Kemudian
didalam Pasal 44 (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang praktek Kedokteran mewajibkan dokter atau dokter
gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak dapat


dilepaskan dari standar pelayanan kesehatan. Semakin
terstandarisasi sebuah pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien maka semakin bermutulah pelayanan kesehatan tersebut.
Karena itu setiap penyelenggaraan pel;ayanan kesehatan pada
setiap jenjang fasilitas pelayanan kesehatan haruslah
mempunyai standar pelayanan medis. Standar pelayanan medis
ini kemudian akan ditindak lanjuti dengan penyusunan standar
profesi, standar operasional dan standar kebutuhan medis
pasien dalam pelaksanaan pengobatan atau tindakan medis
yang akan diberikan kepada pasien.

48 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 595/ Menkes/
SK/ VII/ 1993 /Tentang Standar Pelayanan Medis, mengatur
hal-hal sebagai berikut :
 Setiap sarana pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan medis wajib memberikan pelayanan medis sesuai
dengan kebutuhan dan standar pelayanan yang berlaku
 Pemberian pelayanan medis pada setiap sarana kesehatan
dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan bidang
tugasnya
 Standar Pelayanan Medis yang berlaku bagi setiap sarana
pelayanan kesehatan harus mengikuti ketentuan
sebagaimana terlampir dalam lampiran keputusan ini, yang
pemutakhirannya akan dilakukan secara berkala

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan tentang Standar


Pelayanan medis tersebut maka beberapa point penting yang
dapat ditarik dari dalamnya yaitu :
 Pelayanan medis harus sesuai dengan kebutuhan dan standar
pelayanan.
 Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
harus sesuai dengan kompetensi dan bidang keilmuannya.
 Standar pelayanan medis menjkadi keharusan bagi setiap
sarana pelayanan kesehatan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 49
 Standar pelayanan medis harus selalu diperbaharui sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran, kebutuhan dan
tuntutan masyarakat

Penetapan standar pelayanan medis merupakan hasil


pemikiran dari kelompok-kelompok professional yang
memiliki wawasan keilmuan dan integritas yang tinggi dalam
sebuah organisasi untuk dijadikan dasar atau pedoman dalam
penyelenggaraan pelayanan medis. Oleh sebab itu, maka
standar pelayanan medis tersebut mengikat bagi para
professional dalam menjalankan suatu tindakan medis tertentu
pada sarana pelayanan kesehatan.

Adanya kesengajaan ataupun kelalaian dokter dalam


menerapkan standar pelayanan medis yang berakibat terjadinya
kerugian, cedera, cacat atau kematian pasien tentunya
merupakan sebuah perbuatan malpraktek yang akan berdampak
hukum terhadap dokter tersebut.

D. Pasien sebagai Subyek Hukum dalam Tindakan Medis


Pasien adalah setiap individu yang datang berkonsultasi
atau memeriksakan kesehatannya kepada dokter atau tenaga
kesehatan lainnya baik di tempat praktek pribadi maupun pada
sarana pelayanan kesehatan karena adanya ganguan kesehatan
fisik dan mental yang dialaminya. Selanjutnya dalam

50 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 mengatakan
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada dokter atau dokter gigi.

Pendapat lain dari para ahli menjelaskan tentang


definisi pasien adalah sebagai berikut :
 Menurut Wila Chandrawila Supriadi (2001) pasien adalah
orang sakit yang membutuhkan bantuan dokter untuk
menyembuhkan penyakit yang dideritanya dan pasien juga
diartikan sebagai orang sakit yang awam mengenai
penyakitnya.
 Menurut Amri Amir (1997) pasien adalah orang yang
sedang menderita penyakit atau gangguan
badaniah/rohaniah yang perlu ditolong agar lekas sembuh
dan berfungsi kembali melakukan kegiatannya sebagai salah
satu anggota masyarakat.
 Wilhamda (2011) Pasien adalah orang yang memiliki
kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan
dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan
yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan
 Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka
yang diobati dirumah sakit.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 51
 Soejadi, (1996) pasien adalah individu terpenting dirumah
saki

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh para


ahli tersebut, sangat dampak dengan jelas bahwa pasien adalah
penerima pelayanan kesehatan (health receiver) yang
diselenggarakan oleh dokter /rumah sakit (health provider)
yang bertindak selaku obyek dari pelayanan kesehatan tersebut.
Kondisi ketergantungan pasien yang karena mengalami sakit
atau kelemahan fisik tidak jarang mendapatkan perlakuaan dan
sikap superioritas dari para penyelenggara pelayanan
kesehatan.

Para dokter dan tenaga kesehatan lainnya terkadang


memperlihatkan sikap arogansi ketika pasien menanyakan
diagnose penyakit, hasil laboratorium, apa yang harus
dilakukan dan dihindari, komplikasi obat yang akan
diterimanya dan lain sebagainya. Padahal tanpa mereka sadari
apa yang dilakukan oleh pasien tersebut adalah dalam rangka
memenuhi haknya untuk mendapatkan informasi medis yang
jelas dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu.

52 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Hal inilah yang seringkali menjadi sumner penyebab
terjadinya gugatan atau tuntutan hukum akibat perlakuan yang
memandang pasien hanyalah sebagai obyek dalam pelayanan
kesehatan sehingga mengabaikan hak-hak pasien yang pada
gilirannya menimbulkan rasa tidak puas dan nyaman, Sehingga
ketika terjadi hal yang sangat merugikan pasien, maka serta
merta mereka menggugat dan menuntut sang dokter/rumah
sakit tersebut.

Dalam era sekarang ini dimana hubungan dokter pasien


telah bergeser dari paradigma pelayanan peternalistik ke para
digma pelayanan kontraktual yaitu sebuah bentuk hubungan
hukum, maka kedudukan pasien bukan saja sebagai obyek dari
pelayanan kesehatan melainkan sebagai subyek yang
menentukan pelayanan kesehatan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan terhadap diri pasien.

Hubungan kontraktual antara dokter dan pasien atau


keluarganya adalah merupakan subungan antara subyek hukum
dengan subyek hukum yang masing-masing pihak memiliki
hak dan kewajiban dalam hal sebuah kesepakatan atas tindakan
medis yang akan dilakukan oleh dokter sebagai pemberi
pelayanan kesehatan dan pasien atau keluarganya sebagai
penerima pelayanan kesehatan. Dalam kedudukannya sebagai
subyek hukum, pasien berada dalam kesetaraan hukum dengan
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 53
dokter, sehingga segala keputusan berada ditangan pasien.
Pasienlah yang paling berhak untuk menentukan pengobatan
dan tindakan apa yang boleh dilakukan oleh dokter, bukan
kehendak dokter yang menentukan, meskipun secara
pengertahuan dan kemampuan dibidang kesehatan dokter lebih
paham ketimbang pasien yang awam.

Atas dasar tersebut, maka pemberlakuan informed


consent dalam sebuah terapi atau tindakan medis adalah
merupakan sebuah syarat yang mutlak harus dipenuhi sebelum
terapi atau tindakan medis dilaksanakan, dengan
konsekwensina adalah jika terdapat unsur kesengajaan ataupun
kelalaian dalam pelaksanaan terapi dan tindakan medis yang
menyebabkan kerugian, cedera, cacat atau kematian pasien,
maka dokter yang bersangkutan dapat digugat atau dituntut
atas dugaan perbuatan malpraktek.

Dalam kaspasitas sebagai subyek hukum, pasien atau


keluarganya haruslah memenuhi syarat sebagaimana yang
diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku
yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun keatas), belum cukup
umur tetapi telah menikah, tidak sedang mengalami gangguan
mental dan tidak sedang dalam pengampuan. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan persetujuan

54 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
tindakan medis, agar persetujuan tersebut tidak dianggap cacat
hukum dan batal demi hukum.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 55
BAB IV
ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT

A. Informed consent Sebagai Perjanjian Terapeutik

P
erjanjian Terapeutik adalah sebuah bentuk perjanjian
antara dokter dan pasien atau keluarganya dibidang
pelayanan medis. Suatu perjanjian yang dibuat
haruslah berdasarkan kesepakatan bersama yang bersifat
mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Hal ini sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata yang
mengatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.” Dengan demikian perjanjian terapeutik adalah
sebuah perjanjian di bidang pelayanan medis antara dokter dan
pasien atau keluarganya yang bersifat mengikat bagi dokter dan
pasien atau keluarganya dalam mewujudkan suatu upaya medis
yang telah mereka sepakati bersama.

56 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan pula bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kemudian
perjanjian ini oleh Subekti (2005) menyebutkan bahwa
perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain atau dua orang berjanji kepada orang lain
atau dimana dua orang berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Hubungan medis antara dokter dan pesien merupakan


bentuk perjanjian dimana terjadi kesepakatan antara dokter dan
pasien atau keluarganya dalam hal pengobatan (terapi) atau
tindakan medis tertentu (perjanjian terapeutik). Perjanjian ini
bersifat mengikat bagi para pihak dimana dokter bertindak
sebagai pemberi pengobatan atau tindakan medis (health
provider), sedangkan pasien bertindak selaku penerima
pengobatan atau tindakan medis (health receiver). Dalam
Perjanjian terapeutik ini, dokter akan berusaha semaksimal
mungkin berdasarkan kompetensi keilmuan dan
pengalamannya untuk menolong menyembuhkan dan
memulihkan kesehatan pasien dan sebaliknya pasien akan
membayarkan jasa pengobatan dan tindakan medis yang telah
diterimanya.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 57
Perjanjian terapeutik adalah perjanjian yang bersifat
khusus yang membedakannya dengan bentuk perjanjian pada
umumnya yaitu pada obyek perjanjiannya adalah pelayan
medis yang sifatnya adalah perjanjian upaya (Inspanning
verbintenis). Karakteristik inspanning verbintenis menurut
Veronika Komalawati (2002), adalah perjanjian yang tidak
didasarkan pada hasil akhir tetapi pada upaya yang sungguh-
sungguh. Dalam hal ini bukan kesembuhan pasien yang
diperjanjikan tetapi pada upaya yang sungguh-sungguh dari
seorang dokter berdasarkan kompetensi keilmuan yang
diimilikinya yang bekerja sesuai dengan standar operasional
prosedur dan tingkat ketelitian dan kehati-hatian yang sangat
tinggi.

Selain perjanjian upaya juga dikenal adanya perjanjian


hasil (resultaats verbintenis) yaitu dokter dan pasien secara
bersama-sama memperjanjikan hasil dalam hubungan hukum
dokter-pasien tersebut misalnya pada kasus-kasus bedah
kosmetik dimana para pihak baik dokter ataupun pasien sepakat
memperjanjikan hasil hidung menjadi mancung setelah operasi
plastik, atau seorang dokter bedah tulang yang memperjanjikan
kaki palsu yang baik untuk pasien pasca operasi patah tulang,
Hampir sebagian besar perjanjian terapeutik yang dilakukan
adalah perjanjian upaya, karena kesembuhan pasien ditentukan

58 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
oleh banyak faktor, tidak hanya oleh pelayanan medis yang
diberikan oleh pasien.

Sehubungan dengan perjanjian upaya (inspanning


verbintenis) dalam perjanjian terapeutik, Johan Bahder
Nasution (2005) menjelaskan bahwa obyek perjanjian bukanlah
pada kesembuhan pasien melainkan mencari upaya yang tepat
untuk kesembuhan pasien. Pengertian yang sama dikemukakan
oleh Hermien Hadiati Koeswadji (1998) yang menjelaskan
bahwa Perjanjian terapeutik adalah perjanjian untuk mencari
dan menemukan terapi yang paling tepat bagi pasien oleh
dokter.

Atas dasar kesepakatan bersama antara dokter dan


pasien maka informed consent dapat dipahami sebagai sebuah
bentuk perjanjian terapeutik dalam upaya penyembuhan dan
pemulihan kesehatan pasien. Dalam perjanjian ini, dokter dan
pasien atau keluarganya sepakat untuk saling mengikatkan diri
dalam pelaksanaan pengobatan atau tindakan medis tertentu
dalam upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.
Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti (2005) yang
menjelaskan bahwa Perjanjian adalah suatu peristiwa hukum
dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 59
Pelaksanaan informed consent dalam perjanjian
terapeutik dilandasi oleh beberapa asas hukum yaitu antara
lain:
a. Asas Legalitas
Asas Legalitas memegang peranan penting dalam suatu
perjanjian terapeutik dimana kedua belah pihak baik dokter
maupun pasien memiliki legalitas atau keabsahan menurut
hukum dalam pelaksanaan informed consent. Legalitas yang
dimaksud adalah berupa hak dan kewenangan sebagai
subyek hukum dalam melakukan perbuatan-perbuatan
hukum. Untuk dapat melakukan perbuatan hukum seseorang
harus dianggap cakap menurut hukum sehingga mampu
memangku hak dan kewajiban hukum. Jika salah satu pihak
tidak memenuhi unsur legalitas dalam melaksanakan
informed consent, maka informed consent tersebut dapat
dibatalkan.
b. Asas Kebebasan
Pelaksanaan informed consent harus dilandasi oleh asas
kebebasan dari masing-masing pihak untuk membuat sebuah
persetujuan. Dalam hal ini informed cosent haruslah
dilakukan atas kehendak bebas dari masing-masing pihak,
tanpa unsur paksaan, tekanan atau intimidasi dari pihak
manapun. Dalam hal ini pasien bebas menentukan untuk

60 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
menyatakan setuju atau menolak tindakan medis setelah
mendapatkan informasi yang cukup dan jelas dari dokter
c. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik yaitu asas hukum dimana sebuah perjanjian
dibuat semata untuk tujuan yang baik dengan tidak
melanggar kesusilaan, hukum dan ketertiban umum. Dengan
demikian asas itikad baik dalam pelaksanaan informed
consent dilakukan dengan tujuan untuk menolong
menyembuhkan dan memulihkan kesehatan pasien dan
bukan untuk tujuan yang bertentangan dengan sumpah
dokter, kode etik kedokteran dan hukum yang berlaku
d. Asas Kejujuran
Dalam pelaksanaan informed consent kejujuran dokter dan
pasien sangat menentukan hasil dari tindakan medis yang
dihasilkan. Pasien harus jujur menyampaikan segala keluhan
dan penderitaan akibat penyakit yang dialaminya sebaliknya
dokterpun harus secara jujur menyampaikan kepada pasien
atau keluaganya diagnosis penyakit yang ditegakkannnya,
perjalanan penyakit yang dialami pasien dan prognosisinya
serta indikasi medis tindakan dan pengobatan yang akan
dilakukan, jenis dan tata cara tindakan medis yang akan
dilakukan berseta dengan prognosisnya, serta kemungkinan-
kemungkinan resiko yang akan muncul akibat
dilaksanakannya tindakan medis tersebut. Termasuk
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 61
penyebab timbulnya penyakit terdokter dan pasien
merupakan salah satu hal yang penting dalam transaksi
terapeutik.
e. Asas saling kepercayaan
Asas saling kepercayaan menjadi sangat penting dalam
pelaksanaan informed consent. Antara dokter dan pasien
atau keluarganya harus memupuk saling kepercayaan
sebagai modal utama dalam terjadi sebuah kesepakatan.
Tentunya akan sulit bagi seorang pasien atau keluarganya
memberikan persetujuan tindakan medis, jika tidak
mempercayai bahwa dokter tersebut akan bekerja dengan
sunguh-sungguh dan penuh ketelitian sesuai dengan
kompetensi keilmuan dan pemgalaman yang dimiliki untuk,
menolong menyembuhkan atau memilihkan kesehatannya.
Kesepakan atas dasar pemaksaan, tekanan atau intimidasi
dapat dimitakan untuk dibatalkan oleh pihak yang merasa
dirugikan.
f. Tepat Waktu
Asas tepat waktu dalam pelaksanaan informed consent juga
harus mendapatkan perhatian dari para pihak, pelaksanaan
informed consent yang tepat waktu (golden period) akan
sangat menolong dalam upaya penyebuhan dan pemulihan
kesehatan pasien.

62 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
B. Syarat Sahnya Informed consent sebagai Perjanjian
Terapeutik
Informed consent sebagai sebuah hubungan hukum
antara dokter dan pasien atau keluarganya masing-masing
bertindak sebagai subyek hukum melakukan kesepakatan atau
perjanjian dalam hal pelaksanaan suatu tindakan medis tertentu.
Pengertian Subyek hukum (rechtsubject) yang dimaksudkan
adalah orang atau badan hukum yang memiliki hak dan
kewenangan secara hukum untuk melakukan tindakan-tindakan
hukum dan mampu mempertanggung jawabkan secara hukum
akibat dari tindakan hukum yang dilakukannya.

Para Ahli hukum mendefinisikan pengertian subyek


hukum antara lain sebagai berikut (Harumiati Natadimaja,
2009) :
a. Menurut Algra, Subyek hukum (rechts subyek) adalah
“setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang
menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid),
sedangkan pengertian wewenang hukum itu sendiri adalah
kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak
b. Menurut Subekti, Subyek hukum adalah “pembawa hak
atau subyek didalam hukum, yaitu orang
c. Menurut Sudikno. Subyek hukum adalah “segala sesuatu
yang mendapat hak dan kewajiban dari hukum.”

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 63
d. Menurut Chaidir Ali, Subjek Hukum adalah manusia yang
berkepribadian hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan
tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh
hukum diakui sebagai pendukung dari hak dan kewajiban.
e. Menurut Mertokusumo adalah segala sesuatu yang dapat
memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Hanya manusia
yang dapat menjadi subyek hukum.
f. Menurut Syahran adalah pendukung hak dan kewajiban

Dari beberapa pengertian subyek hukum yang


dikemukakan oleh para ahli hukum tersebut terdapat beberapa
hal penting yamg berkaitan dengan subyek hukum yaitu antara
lain :
1) Subyek hukum adalah orang atau manusia atau sesuatu yang
menurut hukum mampu mengemban hak dan kewajiban
2) Subyek hukum memiliki hak dan kewajiban menurut hukum
3) Subyek hukum memiliki kewenangan untuk bertindak atau
melakukan perbuatan hukum.

Selanjutnya E.Utrecht disadur oleh Moh Saleh Djinang


(1989) menjelaskan bahwa subyek hukum adalah suatu
pendukung hak yaitu manusia atau badan yang menurut hukum
berkuasa menjadi pendukung hak. Utrecht membagi subyek
hukum kedalam dua jenis yaitu subyek hukum manusia dan
subyek hukum badan hukum. Penggolongan subyek hukum

64 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
menurut jenis subyek hukum tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
1) Manusia (natuurlijk persoon)
Manusia secara hukum telah dianggap sebagai subyek
hukum sejak dari lahirnya, bahkan sejak masih dalam
kandungan ibunya, jika ada kepentingan hukum yang
menghendakinya, namun dalam hukum perjanjian
khususnya dalam hubungan hukum antara dokter dan
pasien, tidak semua orang dapat dianggap sebagai subyek
hukum.
Manusia yang tidak dapat dianggap sebagai subyek hukum
yaitu manusia yang oleh hukum dipandang tidak cakap
untuk mengemban hak dan kewajiban hukumnya. Dalam hal
tersebut, perbuatan-perbuatan hukum yang akan
dilakukannya harus diwakilkan oleh keluarga yang juga
harus cakap bertindak sebagai subyek hukum, seperti anak
yang masih dibawah umur (belum dewasa), atau belum
menikah, dan orang yang berada dalam pengampuan seperti
orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
Ketentuan terkait subyek hukum manusia (natuurlijk
person) bagi pasien juga berlaku dalam pelaksanaan
informed consent, Hanya bagi mereka yang dianggap cakap

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 65
oleh hukum yang dapat bertindak sebagai subyek hukum
dalam memberikan persetujuan tindakan medis.
2) Badan Hukum (rechts persoon)
Subyek hukum lainnya selain manusia adalah badan hukum.
Badan hukum adalah suatu perkumpulan yang dibentuk atau
didirikan oleh dua orang atau lebih menurut tatacara yang
diatur oleh hukum yang diberi kewenangan hukum untuk
menjadi subyek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban
hukum yang dalam pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut
diwakili oleh para pengurus yang masing-masing adalah
subyek hukum. R, Subekti (2005) menjelaskan pengertian
badan hukum sebagai badan atau perkumpulan yang
memiliki hak untuk dapat melakukan perbuatan seperti
manusia dan memiliki kekayaan sendiri, dapat menggugat
atau digugat didepan hakim.
Salah satu bentuk badan hukum dalam pelayanan kesehatan
adalah Rumah Sakit baik yang didirikan oleh pemerintah
(badan hukum publik) maupun yang didirikan oleh swasta
(badan hukum privat). Dalam Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan
bahwa Rumah sakit dapat dikelola oleh pemerintah dengan
bentuk Badan Layanan Umum (BLU), kemudian pada Pasal
21 Undang_Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit menyebutkan bahwa Rumah Sakit yang dikelola oleh
66 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
swasta dalam bentuk Badan Hukum yaitu Perseroan
Terbatas (PT) Badan hukum Rumah Sakit dalam
pelaksanaan hak dan kewajiban dilakukan oleh jajaran
direktur dan pejabat struktural atau staf yang mendapatkan
penugasan khusus berdasarkan kewenangan dan fungsinya
yang bertindak untuk dan atas nama Rumah Sakit dan bukan
untuk kepentingan diri sendiri. Hal tersebut dapat
memangku hak dan kewajibannya yang fungsi
pelaksanaannya dilakukan oleh para pengurus yang
bertindak untuk dan atas nama badan hukum dan bukan
untuk kepentingan pribadi dari masing-masing pengurus
tersebut.

Dalam hubungan hukum pelaksanaan tindakan medis


maka terdapat tiga bentuk hubungan hukum yaitu hubungan
hukum antara dokter dan pasien, hubungan hukum antara
dokter dengan badan hukum Rumah Sakit dan hubungan
hukum antara pasien dan badan hukum rumah sakit.

Pelaksanaan hubungan hukum informed consent


sebagai perjanjian terapeutik haruslah berpedoman pada
ketentuan perundag-undangan yang berlaku sebagai syarat
sahnya sebuah perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata
mengatur syarat sahnya sebuah perjanjian sebagai berikut :

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 67
a. Adanya kesepakatan para pihak
Dasar dari sebuah perjanjian hukum adalah kesepakatan
para pihak. Tanpa kesepakatan antara dokter dan pasien atau
keluarganya tidak akan mungkin terjadi perjanjian hukum.
Dalam hal syarat kesepakatan ini para pihak melakukannya
atas kehendak bebas untuk saling mengikatkan diri terhadap
sesuatu yang menjadi obyek dari perjanjian tersebut.
Kesepakatan yang dibuat atas dasar paksaan atau ancaman
adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum sebagai
mana diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata. Kemudian
dalam Pasal 1324 KUHPerdata, dianggap telah terjadi
pemaksaan apabila tindakan pemaksaan tersebut sedemikian
rupa sehingga memberi kesan yang dapat menimbukan
ketakutan pada orang yang berakal sehat Pasal 1324
KUHPerdata yang mengatur bahwa: “Paksaan terjadi, bila
tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan
dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal
sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya,
terancam rugi besar dalam waktu dekat.
b. Adanya kecakapan para pihak
Syarat kecakapan para pihak, mengandung pengertian dapat
tidaknya seseorang bertindak sebagai subyek hukum dalam
perjanjian hukum. Jika terdapat salah satu pihak yang tidak
cakap untuk menjadi subyek hukum maka perjanjian
68 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
tersebut dapat dibatalkan. Pengertian dapat dibatalkan yaitu
salah satu pihak dapat meminta pembatalan, dan selama
pembatalan tersebut tidak dibatalkan oleh hakim, perjanjian
tersebut tetap mengikat bagi kedua belah pihak. Permintaan
pembatalan perjanjian menurut subekti dalam Simanjuntak
(2007), dapat melalui mekanisme secara aktif yaitu langsung
memintakan pembatalan kepada hakim atau melalui
pembelaan pada saat terjadinya gugatan. Hak untuk
meminta pembatalan perjanjian, menuntut pemulihan
bahkan hak untuk menuntut ganti rugi merupakan hak bagi
para pihak yang merasa dirugikan.
Dalam hal terjadinya informed consent dimana pihak pasien
yang memberikan persetujuan tindakan medis tidak
memenuhi syarat kecakapan sebagai subyek hukum yang
kemudian dalam pelaksanaan tindakan medis mengalami
kerugian, cacat atau kematian, maka keluarga pasien dapat
melakukan gugatan atau tuntutan hukum atas persetujuan
tindakan medis tersebut.
Seseorang yang dianggap cakap untuk bertindak sebagai
subyek hukum adalah telah berusia dewasa (21 tahun
keatas) belum dewasa (dibawah 21 Tahun) tetapi telah
menikah dan tidak sedang mengalami gangguan kesehatan
berat dan gangguan mental

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 69
c. Adanya obyek perjanjian
Obyek perjanjian dapat berupa barang dan jasa dengan
spesifikasi yang jelas berupa jenis, bentuk, ukuran, jumlah
dan lain sebagainya yang harus disepakati oleh para pihak.
Dalam mewujudkan obyek perjanjian maka didalamnya
mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai sebuah
prestasi yang harus dipenuhi dalam perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, obyek perjanjian harus
mencakup pokok barang tertentu yang sekurang-kurangnya
dapat ditentukan jenisnya, kemudian didalam Pasal 1332
KUHPerdata, obyek yang diperjanjikan adalah barang yang
dapat diperdagangkan.
Berbeda dengan perjanjian pada umumnya, obyek perjanjian
terapeutik bukanlah berupa barang atau jasa yang harus
dapat diwujudkan sebagai prestasi seperti kesembuhan, atau
pulihnyanya kesehatan pasien, tetapi yang diperjanjikan
adalah upaya maksimal dokter dalam melaksanakan suatu
pengobatan atau tindakan medis tertentu berdasarkan
kompetensi keilmuan, pengalaman dan ketelitian yang tinggi
dalam menolong pasien. Perjanjian seperti ini dikenal
dengan perjanjian upaya (inspanning verbintenis).

70 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
d. Oleh sebab yang halal
Sebuah perjanjian yang disepakati oleh para pihak haruslah
memiliki tujuan baik, benar dan dapat dipertanggung
jawabkan secara etika, moral dan hukum yang berlaku di
masyarakat, Hal ini sesuai dengan Pasal 1337 KUH Perdata,
yang berbunyi: Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu
dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban
umum.
Dalam hal perjanjian terapeutik, hal yang yang dilarang atau
bertentangan dengan undang-undang antara lain tindakan
abortus provocatus criminalis atau pengguran kandungan
tidak atas alasan medis yang kuat. Hal ini sangat
bertentangan dengan sumpah, kode etik dan hukum
kedokteran yang berlaku.

Berdasarkan ke empat syarat yang menjadikan sahnya


sebuah perjanjian maka dapat dijelaskan bahwa syarat
kesepakatan dan kecakapan para pihak merupakan syarat
subyektif yaitu syarat yang melekat pada para pihak yang akan
melakukan perjanjian tersebut. Tidak terpenuhinya syarat
subyektif ini, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh
para pihak yang merasa dirugikan dalam perjanjian tersebut
yaitu dapat secara aktif melalui permintaan pembatalan ke

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 71
pengadilan atau melalui pembelaan pada saat terjadinya
gugatan. Kemudian syarat obyek perjanjian dan oleh sebab
yang halal merupakan syarat obyektif dari apa yang
diperjanjikan dan tujuan dari perjanjian tersebut dilaksanakan.
Tidak terpenuhinya syarat obyektif ini, maka perjanjian
tersebut batal demi hukum atau perjanjian tersebut dianggap
tidak pernah ada.

C. Hubungan Hukum dalam Informed Consent


Informed consent dalam Perjanjian terapeutik adalah
sebuah bentuk hubungan hukum yang akan melahirkan hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak. dengan obyek
perjanjiannya adalah upaya penembuhan dan pemulihan
kesehatan pasien. Dalam kontek ini para pihak berada dalam
keseteraan atau kesejajaran, sehingga dokter dalam memberi
tindakan medis tidak boleh tanpa seizin pasien, meskipun itu
dengan alasan untuk memberi pertolongan medis kepada
pasien.

Berbeda dengan paradigma pelayanan kesahatan pada


masa lampau dimana hubungan dokter dan pasien bersifat
hubungan paternalistik dimana kecenderungan pola pengobatan
dan tindakan medis yang akan dilakukan sepenuhnya
diputuskan oleh dokter, pasien hanya pasrah menerima
pengobatan dan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter.
72 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
yang diberikan oleh dokter. Jika terjadi hal buruk dalam
pelayanan kesehatan tersebut pasien hanya menerima apapun
hasil dari tindakan medis tersebut. Tentunya akan menjadi
sangat sulit bagi pasien dalam hal meninta pertanggung
jawaban hukum dokter.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tenologi


kesehatan serta semakin berkembangnya pemahaman akan hak-
hak pasien dalam pelayanan kesehatan, maka secara perlahan
pola paternalistik bergeser menjadi pola hubungan kontraktual
yaitu sebuah pola hubungan hukum dimana para pihak manig-
masing sebagai subyek hukum yang memiliki hak dan
kewajiban masing-masing dalam melaksanakan kesepakatan
(perjanjian) diantara mereka yaitu perjanjian upaya dalam
penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.

Hubungan hukum adalah hubungan antara subyek


hukum dengan subyek hukum baik yang berupa subyek hukum
manusia (nutuurlijk persoon) maupun subyek hukum badan
hukum (recht person). Hubungan hukum informed consent
setidaknya melibatkan tiga subyek hukum yaitu dokter, pasien
atau keluarganya dan badan hukum rumah sakit. Dalam hal ini
akan terjadi hubungan hukum antara Badan hukum rumah sakit
dengan subyek hukum dokter. Hubungan hukum antara subyek
hukum dokter dengan subyek hukum pasien atau keluarganya
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 73
dan hubungan hukum antara subyek hukum pasien atau
keluarganya dengan subyek hukum badan hukum rumah sakit.

Logemann sebagai mana dikutip oleh Soeroso (2011),


mengatakan bahwa didalam setiap hubungan hukum selalu ada
pihak yang berhak meminta prestasi dan ada pihak yang
melakukan prestasi. Prestasi sebagai mana diatur dalam Pasal
1234 KUHPerdata adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu sebagai mana yang telah ditentukan
dan disepakati di dalam kontrak atau perjanjiaan. Selanjutnya
lawan dari prestasi adalah wanprestasi, yaitu tidak dipenuhinya
prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-
pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang
dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul
karena undang-undang.

Beberapa pengertian wanprestasi menurut para ahli


antara lain sebagai berikut (DPP FERARI 2020) :
 Menurut Harahap (1986), wanprestasi adalah sebagai
pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga
menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk
memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding),
atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak
yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.
74 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
 Menurut Muhammad (1982), wanprestasi adalah tidak
memenuhi kewajiban yang harus ditetapkan dalam
perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian
maupun perikatan yang timbul karena Undang-undang.
 Menurut Prodjodikoro (2000), wanprestasi adalah ketiadaan
suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal
yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.
 Menurut Erawaty dan Badudu (1996), wanprestasi adalah
pengingkaran terhadap suatu kewajiban yang timbul dari
suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
perjanjian tersebut.
 Menurut Saliman (2004), wanprestasi adalah suatu sikap
dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan
kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam
perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.

Selanjutnya Subekti (2005) menjelaskan bentuk dan


syarat tertentu hingga terpenuhinya wanprestasi adalah sebagai
berikut :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 75
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.

Adanya wanprestasi dalam pelaksanaan informed


consent dapat berakibat hukum terhadap subyek hukum yang
melakukannya dan menimbulkan konsekwensi terhadap pihak
yang dirugikan untuk melakukan gugatan atau tuntutan hukum.

Dalam setiap hubungan hukum informed consent antara


dokter dan pasien atau keluarganya akan selalu menimbulkan
hak dan keajiban dari para pihak secara berhadap-hadapan.
Kewajiban dokter akan berhadapan dengan hak pasien,
sebaliknya kewajiban pasien akan berhadapan dengan hak
dokter. Sedangkan hak adalah kewenangan yang diberikan oleh
hukum untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum,
sebaliknya kewajiban menurut Darji Darmodiharjo (2006)
merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh pihak tertentu
secara tanggung jawab. Prinsipnya dapat dituntut secara paksa
oleh yang berkepentingan.

Syarat terjadinya sebuah hubungan hukum yaitu apabila


telah terjadi sebuah peristiwa hukum. Peristiwa hukum adalah
sebuah kejadian yang dapat menggerakkan hukum bekerja atau
dapat juga disebutkan sebagai sebuah kejadian yang dapat
berakibat hukum. Pelaksanaan tindakan medis oleh dokter

76 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
setelah mendapatkan persetujuan adalah sebuah peristiwa
hukum yang dapat menggerakkan hukum bekerja, selain oleh
karena diatur dalam ketentuan perundang-undangan, juga
karena adanya kesepakatan atau perjanjian terapeutik dalam
hubungan hukum antara dokter dan pasien atau keluarganya.

Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat tiga unsur


yang menjadi dasar terjadinya sebuah hubungan hukum dalam
informed consent, yaitu :
 Selalu ada subyek hukum yang menjadi pelaku perjanjian,
yang memiliki hak dan kewajiban yang saling berhadap-
hadapan dimana ada pihak yang bertindak sebagai pemberi
prestasi dan ada pihak yang menuntut prestasi.
 Selalu ada obyek yang mendasari pelaksanaan hak dan
kewajiban masing-masing pihak antara dokter dan pasien
 Selalu ada hubungan timbal balik antara pemilik hak dan
pengemban kewajiban sebagai perikatan menurut hukum
atau selalu ada hubungan dengan obyek perjanjian

D. Pertanggung jawaban Hukum Informed Consent


Sebagai sebuah bentuk hubungan hukum, informed
conset yang dilakukan oleh dokter dan pasien atau keluarganya
akan akan melahirkan hak dan kewajiban pada masing-masing
pihak. Hak adalah sesuatu yang pantas dan mutlak untuk
diperoleh oleh seseorang menurut aturan hukum, sedangkan
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 77
kewajiban adalah hal yang harus atau mutlak dikerjakan
menurut aturan hukum.

Hak memberi seseorang kewenangan untuk bertindak


dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum sedangkan
Kewajiban akan melahirkan tanggung jawab. Kewajiban dokter
terhadap pasien adalah upaya maksimal yang harus atau mutlak
dilaksanakannya untuk menyembuhkan dan memulihkan
kesehatan pasien.

Sebagai sebuah bentuk tanggung jawabnya kepada


pasien. Tanggung jawab hukum tersebut harus dilaksanakan
sedemikian hingga agar memberikan hasil yang optimal.

Kewajiban Dokter terhadap pasien sebagai sebuah


bentuk tanggung jawabnya dalam memenuhi hak-hak pasien
dalampelaksanaan tindakan medis yaitu bekerja sesuai dengan
standar operasional prosedur, standar sarana dan prasarana
yang dibutuhkan serta bekerja tanpa kesalahan atau kelalaian
yang menyebabkan gagalnya atau tidak efektifnya pengobatan
dan tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien.

Adanya kegagalan atau tidak efektifnya suatu


pengobatan dan tindakan medis uang mengakibatkan kerugian,
cacat atau matinya seorang pasien karena kesengajaan atau

78 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
kelalaian dokter akan menggerakkan hak pasien untuk
menuntut ganti rugi atau menuntut pidana bagi dokter tersebut.
Dengan demikian perlu dipahami bahwa sekalipun dokter telah
mendapatkan persetujuan tindakan medis (informed consent)
dari pasien atau keluarganya, tidaklah membebaskan dirinya
terhadap gugatan ataupun tuntutan hukum. Oleh sebab itu,
menjadi sangat penting bagi dokter untuk melakukan
komunikasi, informasi dan edukasi kepada pasien dan atau
keluarganya secara efektif, terukur dan terarah serta bekerja
dengan dengan sangat professional untuk meminimalisir kasus-
kasus hukum dugaan malpraktik.

Bentuk-bentuk pertanggung jawaban hukum dokter


dalam pelaksanaan informed consent dapat berupa pertanggung
jawaban hukum perdata, pidana dan administrasi. Pertanggung
jawaban hukum ini biasanya tidak berdiri sendiri melainkan
dapat dilakukan secara serentak pada kasus-kasus hukum
dugaan malpraktek dokter.
 Pertanggung jawaban hukum Perdata Pertanggung jawaban
hukum perdata dalam hubungan hukum informed consent
didasari pada adanya perbuatan wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad) yang dilakukan oleh
dokter dam pelaksanaan tindakan medis yang dilakukan oleh
dokter terhadap pasien.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 79
Wanprestasi dalam informed consent sebagai sebuah
perjanjian terapeutik adalah bagian dari upaya para pihak
untuk menuntut pelaksanaan prestasi seperti apa yang telah
diperjanjikan oleh masing-masing pihak dalam
melaksanakan kewajiban hukumnya. Kegagalan dari salah
satu pihak untuk memenuhi seperti apa yang telah
diperjanjikan tersebut dianggap sebagai ingkar janji
(wanprestasi). Dalam hal ini baik dokter maupun pasien
sama-sama dapat menuntut untuk dipenuhinya prestasi
sebagai kewajiban dari masing-masing pihak.
Berbeda dengan naskah perjanjian atau kontrak pada
umumnya yang telah mengatur hak dan kewajiban para
pihak serta sanksi yang telah ditetapkan, melainkan pada
berkas persetujuan tindakan medik hanya berisi keterangan
bahwa dokter telah memberikan informasi medis yang jelas
dan dapat dipahami oleh pasienatau keluaega dan pasien
telah menyatakan setuju dan menanda tangani berkas
informed consent tersebut.
Maka dasar penilaian wanprestasi tidak terletak pada berkas
persetujuan karena tidak mengatur secara tegas hak dan
keajiban para pihak, tetapi sebagaimana uamh dikemukakan
oleh M. Yahya Harahap (1986) penilaian wanprestasi adalah
“Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya
atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Berdasarkan
80 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
pengertian tersebut, maka penilaian wanprestasi dokter
diukur atas dasar apakah tindakan yang dilakukannya adalah
sebuah kepatutan dan kepantasan menurut aturan-atuan
hukum yang berlaku.
Menurut Pasal 1246 KUHPerdata ganti kerigian yang dapat
digugatkan kepada pihak yang melakukan wanprestasi yaitu
ganti kerugian yang nyata dialami dan keuntungan yang
sedianya didapatkan jika keadaan tersebut tidak terjadi.
Menurut R. Setiawan (1990) disebutkan bahwa dalam Pasal
1246 KUHPerdata ganti rugi terdiri dari dua faktor yaitu
kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang
seharusnya diperoleh.
Kedua faktor tersebut dicakup dalam pengertian biaya,
kerugian dan bunga.
 Biaya adalah pengeluaran-pengeluaran yang nyata,
misalnya biaya Notaris, biaya perjalanan dan seterusnya.
 Kerugian adalah berkurangnya kekayaan kreditur
sebagai akibat dari pada ingkar janji.
 Bunga adalah keuntungan yang seharusnya diperoleh
kreditur jika tidak terjadi ingkar janji.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 81
Selain gugatan perdata dengan wanprestasi, juga
berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum sebagai mana yang
tertuang dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan
kerugian tersebut.”.

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, maka untuk


mengajukan gugatan ganti kerugian dalam perbuatan melawan
hukum dalam sebuah hubungan hukum antara dokter dan
apasien atau keluarganya harus memenuhi unsur-unsur
sebagaimana diperyaratkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata
yaitu :
a. Pasien harus mengalami suatu kerugian
Dalam hal kerugian yang dialami oleh pasien, harus dapat
dibuktikan kerugian tersebut. Kerugian akibat lamanya
perawatan, biaya pengobatan dan tindakan medis, biaya
kehilangan pekerjaan akibat tidak bisa lagi bekeja
perawatan, biaya pengobatan dan tindakan medis, biaya
kehilangan pekerjaan akibat tidak bisa lagi bekerja.
b. Ada kesalahan atau kelalaian
Harus dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan atau
kelalaian dokter. Kesslahan dapat berupa Persetujun

82 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
tindakan medis yang cacat yuridis, kesalahan dalam
pelaksanaan standar operasional prosedur, adanya benda
atau alat yang tertinggal didalam tubuh pasien dan lain
sebagainya.
Tentunya sangat sulit bagi pasien atau keluarganya untuk,
membuktikan adanya unsur kesalahan atau kelalaian dokter
dalam pelaksanaan tindakan medis. Perbuatan Melawan
Hukum.Dalam hal ini maka beban pembuktian ada pada
pihak dokter untuk menyatakan bahwa tidak melakukan
kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan tindakan medik
tersebut.
c. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
Dalam hal gugatan perdata yang dilakukan oleh pasien atau
keluarganya kepada dokter, haruslah dapat dibuktikan
bahwa ada hubungan sebab akibat dari kerugian yang
dialami dan tindakan dokter yang diterimanya dalam suatu
hubungan hukum. Ganti kerugian yang ditgugatkan adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan
tindakan medis.
d. Perbuatan itu melanggar hukum
Bahwa tindakan medik yang dilakukan oleh dokter dapat
dibuktikan secara nyata adalah perbuatan tersebut jelas-jlas
dapat dipersalahkan secara hukum karena melanggar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 83
Selain gugatan ganti kerugian dapat ditujukan kepada
dokter, maka rumah sakitpun juga dapat digugat berdasarkan
Pasal 1367 KUHPerdata yang berbunyi: “Seseorang tidak
hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada
di bawah pengawasannya”.

Berdasarkan pasal tersebut, maka rumah sakit yang


mempekerjakan dokter yang menyebabkan kerugian pasien
baik oleh karena wanprestasi aupun oleh perbuatan melawan
hukum harus turut memikul tanggung jawab perdata tersebut.

b). Tanggung Jawab Hukum Pidana


Dasar pertanggung jawaban Pidana adalah adanya
kesalahan. Kesalahan ini menjadi sebuah kemutlakan dalam
sebuah perbuatan pidana. Seseorang tidak dapat dipidana tanpa
kesalahan yang diperbuatnya. Hal ini sesuai dengan asas
hukum kesalahan, yaitu tiada pidana tanpa kesalahan (geen
zonder sculd).
Kesalahan adalah sebuah perbuatan yang tercela dalam
pandangan masyarakat sehingga harus dicegah terjadinya
perbuatan tersebut, Sebagai sebuah perbuatan yang tercela,

84 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
maka kepada sipelaku dibebankan pertanggung jawaban agar
kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang secara terus
menerus. Agar sipelaku dapat dibebankan pertanggung
jawaban maka kepada sipelakupun harus dapat dicela karena
perbuatannya tersebut. Dengan demikian terdapat hubungan
yang sangat kuat antara kesalahaan sebagai perbuatan tercela
dan sipelaku yang tercela sebagai pembuat kesalahan.

Roeslan Saleh dalam Hanafi Amrani dan Mahrus Ali


(2015) menyatakan “bahwa pertanggungjawaban pidana
diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada
pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi syarat
untuk dapat dipidana seseorang karena perbuatannya itu.
Celaan obyektif yang dimaksudkan adalah adanya perbuatan
yang dilarang dan bersifat melawan hukum baik secara formil
maupun matril yang ditujukan pada perbuatannya, sedangkan
celaan subyektif ditujukan kepada sipelaku yang oleh karena
perbuatannya tersebut berupa kesengajaan atau kelalaian yang
menyebabkan terjadinya kesalahan yang dapat dipidana bagi
sipelaku. Selanjutnya Chairul Huda (2006) menjelaskan bahwa
pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu
mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi
terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak‟ suatu
perbuatan tertentu.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 85
Pertanggung jawaban pidana yang dibebankan kepada
Seseorang bukanlah satu-satunya alasan karena adanya
perbuatan pidana (celaan obyektif) tetapi oleh beberapa faktor
yang menjadi syarat yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Sudarto (1990), menjelaskan bahwa terdapat beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
 Adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat;
 Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan;
 Adanya pembuat yang mampu bertanggung jawab
 Tidak ada alasan pemaaf.

Dari syarat pertanggung jawaban pidana tersebut antara


perbuatan pidana (celaan obyektif) dan kesalahan sipelaku
perbuatan pidana (celaan subyektif) adalah bagian yang tidak
dapat berdiri sendiri. Demikian halnya antara sipelaku dengan
kemampuan bertanggung jawab tidak dapat dipisahkan dan
selanjutnya antara kemampuan bertanggung jawab dengan
alasan pemaaf pun tidak dapat dipisahkan. Syarat-syarat
tersebut merupakan sebuah mata rantai dalam menentukan
dapat tidaknya seseorang dimintai pertanggung jawaban pidana
atau tidak.

Terkait kesalahan sipelaku (celaan subyektif) dapat


berupa suatu kesengajaan atau kelalaian yang sangat

86 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
berhubungan erat dengan dengan sikap bathin sipelaku (mens
rea). Sikap bathin ini adalah unsur psikologis atau sikap mental
seseorang dalam melakukan sebuah perbuatan pidana yang
meliputi unsur adanya niat atau maksud tujuan tertentu pada
waktu melakukan perbuatan pidana tersebut.

Dengan memperhatikan sikap bathin sipelaku dapat


dikenali bahwa perbuatan tersebut dengan sengaja dilakukan
untuk maksud tujuan tertentu atau sipelaku menyadari akibat
yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut namun tetap
melakukan perbuatan pidana yang dimaksud. Dalam ajaran
kesengajaan sebagaimana yang dijelaskan oleh Leden
Marpaung (2008) bahwa didalam Criminell Wetbooek (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) tahun 1809 dicantumkan
Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau
diperintahkan oleh undang-undang.” Sedangkan menurut
Memorie van Toelichting (WvT) kesengajaan sama dengan
“willen en wetens” atau diketahuinya atau dikehendaki.

Selanjutnya terkait kelalaian, Dalam kitab


Undang_undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan bahwa
Kelalaian adalah kesalahan, kurang hati-hati atau kelapaan. Hal
ini merujuk pada Pasal 359 KUHP:“Barang siapa karena
kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 87
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun.” Dari rumusan Pasal
359 KUHP tersebut, Wirjono Prodjodikoro (1989)
menyebutkan bahwa kesalahan, kelalaian, kurang hati-hati atau
kealpaan sebagai culpa.

Selanjutnya Wirjono Prodjodikoro menjelaskan bahwa


arti culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu
pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam
kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti
kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang
tidak disengaja terjadi. Sedangkan, Jan Remmelink (2003),
menjelaskan bahwa syarat untuk penjatuhan pidana adalah
sekedar kecorobohan serius yang cukup, ketidak hati-hatian
besar yang cukup, kurang pengetahuan atau bertindak tidak
terarah, bukan culpa levis (kelalaian ringan) melainkan culpa
lata (kelalaian yang kentara atau besar). Selanjutnya Jan
Remmelink menjelaskan bahwa culpa merujuk pada
kemampuan psikis seseorang, sehingga dapat dikatakan bahwa
Culpa berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih
dahulu kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan
orang tersebut. padahal itu mudah dilakukan dan karena itu
seharusnya dilakukan.

88 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Mengenai ukuran kelalaian yang digunakan, Wirjono
Prodjodikoro menjelakan bahwa yang ukuran culpa adalah
ukuran rata-rata kebanyakan orang bertindak dalam keadaan in
concreto terjadi. Jadi ukurannya bukanlah pada seseorang yang
selalu bertindak dengan kehati-hatian yang tinggi, dan tidak
pula pada seseorang yang selalu serampangan dalam bertindak.
Hal serupa juga dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro lebih
lanjut, dikatakan bahwa untuk culpa ini harus diambil sebagai
ukuran bagaimana kebanyakan orang dalam masyarakat
bertindak dalam keadaan yang in concreto terjadi. Jadi,
tidaklah dipergunakan sebagai ukuran seorang yang selalu
sangat berhati-hati, dan juga tidak seorang yang selalu
serampangan dalam tindak tanduknya. Sebagai kesimpulan,
bahwa ukuran Culpa yang digunakan tidaklah merujuk pada
ukuran tingkat kehati-hatian orang perorang yang sangat tinggi
atau kesampangan bertindak orang perorang, melainkan pada
ukuran rata-rata kebanyakan orang dalam bertindak dalam hal
suatu perbuatan tertentu.

Dalam hal pertanggung jawaban pidana dokter dalam


persetujuan tindakan medis, unsur kesalahan lebih pada
kelalaian dokter dalam melaksanakan standar-standar
pelayanan yang mengakibatkan terjadinya cacat atau kematian
pasien sedangkan unsur kesengajaan hampir tidak pernah
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 89
dijumpai. Kelalaian yang dimaksud adalah kekurang hati-
hatian, atau kealpaan dalam menerpakan standar-standar
pelayanan sebagai sebuah kewajiban dalam penyelenggaaran
praktek kedokteran, khususnya yang berhubungan degan
persetujuan tindakan medis.

Dalam Pasal 51 butir (a) Undang-Undang Nomor 29


Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran menyebutkan “dokter
dalam menjalankan praktek kedokterannya berkewajiban untuk
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi,
standar opreasional prosedur dan standar kebutuhan medis
pasien. Kemudian dalam Pasal 66 Undang-Undang Kedokteran
menyebutkan bahwa setiap orang yang mengetahui atau
kepentingannya dirugikan dapat melakukan pengaduan secara
tertulis kepada kepada ketua Majelis Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI), meskipun demikian tidak menghilangkan
hak setiap orang untuk melaporkan dugaan tindak pidana
kepada pihak yang berwnang dan atau menggugat kerugian
perdata ke pengadilan.

Undang–Undang Nomor 29 Tentang praktek


Kedokteran sama sekali tidak mengatur tentang pertanggung
jawban hukum pidana bagi dokter yang diduga melakukan
perbuatan pidana selain ketentuan pidana bagi dokter yang
menyelenggarakan praktek kedokteran Surat Tanda Registrasi
90 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
(STR) dan Surat ijin Praktek (SIP). Atas dasar ini tidak sedikit
kalangan dokter yang beranggapan bahwa pertanggung
jawaban pidana bagi dokter kurang tepat karena unsur
kesalahan dan kelalaian tidak tepat diberlakukan pada dokter
mengingat mensrea pada dokter semata-mata tertuju pada
upaya maksimal dalam penyembuhan dan pemulihan penyakit
pasien, bukan pada maksud atau tujuan tertentu untuk
menyebabkan cacat atau meninggalnya pasien.

Tidak setiap kegagalan dokter dalam memenuhi


harapan pasien harus diperhadapkan dengan pertanggung
jawaban hukum, karena seringkali segala sesuatu yang tidak
dikehendaki oleh pasien sebagai akibat dari resiko tindakan
medis yang telah dijelaskan dengan baik sebelum pasien
memberikan persetujuannya. Itulah sebabnya maka setiap
dugaan terjadinya kesalahan dokter yang mengakibatkan
kerugian, cacat atau kematian terlebih dahulu diadukan ke
MKDKI, sebelum menenpuh jalur hukum agar dapat
memastikan apakah dugaan tersebut terdapat unsur kesalahan
berupa kesengajaan ataupun kelalaian atau murni sebagai
akibat dari resiko medis.

Undang-Undang Praktek Kedokteran berupaya untuk


mencegah kesemberonoan pasien atau keluarganya dalam

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 91
menuntut dokter atas dugaan perbuatan malpraktek karena hasil
tindakan medis yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya,
karena meskipun nantinya dugaan itu tidak terbukti, namun
akan melekat stigama malpraktek terhadap dokter yang
bersangkutan, sehingga akan berdampak buruk terhadap
reputasi dan kariernya sebagai seorang professional yang
melayani masyarakat untuk memberi pertolongan dalam hal
penyembuhan dan pemulihan kesehatan masyarakat.

Tentunya pertanggung jawaban pidana terhadap dokter


yang dengan sengaja melakukun perbuatan perbuatan pidana
atau melanggar hukum dapat dikecualikan dari bentuk
pertanggung jawaban pidana pelaksanaan praktek
profesionalnya khususnya dalam hal tindakan medis sebagai
upaya maksimal dalam menolong penyembuhan dan pemulihan
kesehatan pasien, yaitu berupa perbuatam seperti yang diatur
dalam ketentuan dalam pasal 299, 347.348, 349 KUHP juncto
Pasal 194 UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan perihal
pengguguran kandungan (abortus provocatus criminalis).
Ketentuan dalam Pasal 90, 351 dan 355 KUHP tentang
perbuatan penganiayaan oleh dokter yang dengan sengaja
melakukan tindakan medis tanpa persetujua dari pasien dan
perbuatan dokter yang dengan sengaja melakukan praktek
kedokteran yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda

92 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Registrasi dan Surat ijin Praktek sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 75, 76 dan 79 UU No 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran, yang kemudian oleh putusan MK Nomor
4/PUU -V/2007 telah dinyatakan tidak bersifat mengikat
sehingga dianggap sebagai bukan perbuatan pidana lagi.

Kemudian terkait pertanggung jawaban pidana dokter


dalam melakukan tindakan medis sehingga menyebabkan luka,
cacat atau kematian pasien karena adanya unsur kelalaian
(culpa), ditujukan pada kelalaian yang derajat kekurang hati-
ahatian atau kealpaan yang tinggi/berat (culpa lata) sedangkan
kelalaian dengan derajat kekurang hati-hatian yang
rendah/ringan (culpa levis) tidak dipidana, Dalam ketentuan
Pasal 359 KUHP dikatakan bahwa Barang siapa karena
kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun Kelalaian atau
kealpaan disini haruslah bersifat culpa lata yaitu sebagai situasi
dimana seseorang seharusnya melakukan tindakan dengan
kehati-hatian yang tinggi namun tidak melakukannya atau
seharusnya melakukan penduga-duga namun tidak
melakukannya. Atau kurangnya perhatian terhadap akibat yang
dapat ditimbulkan dari perbuatan tersebut.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 93
Pertanggung jawaban pidana karena unsur kelalaian dokter
dalam melaksanakan tindakan medis adalah kekurang hati-
hatian atau kealpaan dalam menerapkan standar-standar
pelayan medic yaitu antara lain standar profesi medis, standar
operasional prosedur dan standar kebutuhan medis pasien..
Penerapan standar-standar tersebut dengan secara disiplim akan
menghindari adanya kesalahan ataupun kelalaian yang dapat
berakibat hukum dikemudian hari. Hakim dalam memutus
sebuah tuntutan pidana terhadap adanya dugaan kelalaian
dokter dalam menlaksanakan tindakan medis akan berupaya
menemukan ada atau tidak adanya kelalaian tersebut
berdasarkan pelaksanaan standar-standar pelayanan medis yang
diterapkan oleh dokter yang mengakibatkan terjadinya luka,
cacat atau kematian pada pasien.

Pentingnya penerapan standar-standar pelayanan medis


secara disiplin oleh dokter merupakan kunci utama dalam
mencegah terjadinya sengketa medis antara dokter dan pasien.
Untuk itu akan dibahas secara singkat standar-standar
pelayanan tersebut, sebagai berikut :
1) Standar Profesi Medis
Standar profesi medis menurut penjelasan Pasal 50 Undan-
Undang Praktek Kedokteran menyatakan sebagai batasan
kemampuan (knowledge, skill, professional attitude)

94 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
minimal yang oleh seorang individu untuk dapat melakukan
kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi. Selanjutnya Veronica
Komalawati (2002) memberikan batasan pengertian standar
profesi sebagai pedoman yang harus digunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Berkenaan
dengan pelayanan medik, pedoman yang digunakan adalah
standar pelayanan medik yang terutama dititik beratkan pada
proses tindakan medik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, untuk menilai ada tidaknya
unsur kelalaian maka indikator yang digunakan adalah
pelaksanaan tindakan medis yang dilakukannya oleh dokter
haruslah berada dalam ruang lingkup keilmuan dan
kompetensi yang dimilikinya sebagai kemampuan minimal
yang harus dikuasainya dalam pelaksanaan tindakan
tersebut. Batasan kemampuan minimal yang harus dikuasai
oleh seorang dokter agar dianggap kompeten (cakap) dalam
melakukan tindakan tersebut diatur oleh kolegium keilmuan
atau spesialisasi dari kelompok masing-masing menurut
jenis spesialisasi dokter yang dibuktikan dengan adanya
ijazah, sertifikat kompetensi dan surat tanda registrasi pada
masing-masing kelompok keahlian. Pelaksanaan kompetensi
tersebut haruslah menurut tatacara yang dianut dalam
organisasi tersebut dan menurut etika profesi yang tinggi.
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 95
Sebagai sebuah contoh seorang dokter bedah tidak
dibenarkan melakukan tindakan secsio cesarea karena tidak
menjadi kewenangan kompetensinya dan secara etika
profesi sangat bertententangan atau seorang alhi kebidanan
dan kandungan melakukan operasi usus buntu juga tidak
dibenarkan dikecualikan dalam keadaan yang bersifat
darurat yang harus membutuhkan tindakan segera diaman
dokter spesialisasi tersebut tidak ada dan sangat tidak
memungkinkan untuk dilakukan rujukan dan tindakan
tersebut atas persetujuan pasien atau keluarganya setelah
mendapatkan informasi medis yang jelas. Dalam hal ini
berlaku alasan pemaaf yang dapat meniadakan pertanggung
jawaban pidana.
Berikut masalah kompetensi minimal yang harus dikuasai
adalah ukuran rata-rata yang dapat dilakukan oleh dokter
yang lain dengan situasi dan tempat kejadian yang sama
yang dapat melaksanakan tindakan tersebut dengan sangat
baik. Dalam hal ini dokter yang tidak dapat melakukan
tindakan tersebut dengan baik sementara teman sejawatnya
dapat melakukan tanpa komplikasi Diianggap telah
melakukan bad practice sehingga dapat dianggap sebagai
sebuah kesalahan.
2) Standar Operasional Prosedur (SOP)

96 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dalam setiap
tindakan medis merupakan sebuah kemutlakan. Standar
Operasinal Prosedur adalah sebuah perangkat instruksi
berupa langkah-langkah atau alur-alur yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan sebuah proses dalam tindakan medis
agar memberikan hasil yang optimal dalam pelayanan
kesehatan kepada pasien. Langkah-langkah atau alur-alur
kerja tersebut adalah serangkaian tindakan yang terbaik
yang harus dilakukan dalam pemberian pelayanan kesehatan
karena langkah atau alur kerja tersebut disusun oleh orang-
orang yang memiliki kompetensi keilmuan yang baik dan
menjadi konsesnsus bersama untuk dijadikan sebagai
pedoman dalam melaksanakan tindakan medis menurut
spsislaisasi keahlian masing-masing dokter.
Sebelum melakukan tindakan medis tertentu kepada pasien
serangkaian langkah-langkah baku yang telah dijadikan
sebagai standar operasional prosedur (SOP) yaitu dengan
alur-alur sebagai berikut :
 Melakuan pemeriksaan anamnese
 Melakukan pemeriksaan fisik
 Melakukan pemeriksaan penunjang
 Menegakkan diagnose medis
 Melaksanakan informed consent
 Pemberian tindakan medis
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 97
Tentunya pelaksanaan tindakan dari setiap alur haruslah
berdasarkan tatacara dan ketentuan sebagaimana lazimnya
menurut kaidah-kaidah yang berlaku dalam pelayanan
kesehatan khususnya kode etik kedokteran dan hukum
kesehatan yang berlaku. Meskipun alur-alur tersebut telah
menjadi baku, namun dalam hal tertentu seperti dalam
kejadian kegawat daruratan kadang alur tersebut diabaikan
demi untuk memberi tindakan/pertolongan yang bersifat
segera demi untuk keselamatan pasien.
Selain SOP tindakan tersebut diatas yang bersifat umum,
juga terdapat SOP tindakan medis yang bersifat khusus yang
sesuai dengan masing-masing jenis tindakan menurut
keahlian masing-masing. Misalnya SOP tindakan operasi
usus buntu, SOP tindakan general anastesi, SOP tindakan
sectio caesarea dan lain-lain
Untuk SOP tindakan yang bersifat umum sangat mudah
untuk melihat atau atau tidaknya kelalain dokter, tetapi SOP
tindakan khusus sangat sulit untuk menentukan ada atau
tidaknya unsur kelalaian dokter. Untuk itu digunakan
pendapat ahli yang paham terkait tindakan tersebut.
3) Standar Pemenuhan Kebutuhan medis Pasien
Hal berikut yang tidak kalah pentingnya dalam penilaian
kelalaian dokter dalam melaksanakan tindakan medis adalah
standar pemenuhan kebutuhan medis pasien agar
98 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan aman bagi
kesehatan dan keselamatan pasien (patien safety). Hal ini
sangat berkaitan erat dengan ketersediaan sarana dan
prasarana yang mendukung pelaksanaan suatu tindakan
medik tertentu Kelalaian dalam memperhatikan standar
kebutuhan medis pasien dalam tindakan medis dapat
berakibat fatal, Sebagai contoh yang dapat digambarkan
adalah adanya ketersediaan oksigen yang cukup diruang
operasi pada saat melakukan pembedahan. Jika sewaktu-
waktu pasien mengalami kekurangan oksigen (asfiksia)
sehingga menyulikan pernafasan pasien maka oksigen harus
segera dapat diberikan, kelalaian dalam mengecek
ketersediaan oksigen sebelum melaksanakan tindakan medis
operasi adalah sebuah kesalahan.
Dari keselurahan rangkaian penjelasan terkait pertanggung
jawaban pidana bagi dokter dalam persetujaun tindakan
medis, maka hendaklah dipahami bahwa kegagalan dokter
dalam memenuhi harapan pasien atas tindakan medis yang
diterimanya tidaklah senua karena unsur kesalahan baik
berupa kesengajaan ataupun karena kelalaian. Tetapi yang
paling sering terjadi adalah karena faktor resiko medis. Perlu
komunikasi dan edukasi yang baik kepada pasien terkait
informasi medis yang diberikan sebelum pasien memberikan
persetujuannya khususnya menyangkut prognosis tindakan
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 99
dan resiko tindakan yang mungkin sajat erjadi. Meskipun
demikian terkadang masih dijumpai adanya kelalaian dokter
dalam menerapkan standar-standar pelayanan medis seperti
standar profesi, standar operasional prosedur dan standar
kebutuhan medis pasien yang dapat dimintai pertanggung
jawaban pidana atas kelalaian tersebut.

c). Tanggung Jawab Hukum Adminstrasi


Setiap penyelenggaran praktek kedokteran yang
dilaksanakan oleh dokter terhadap pasiennya tidak terlepas dari
ketentuan-ketentuan hukumadminstrasi. Dalam Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek kedokteran
mengatur kewajiban dokter untuk tunduk pada pelaksanaan
hukum adminstrasi yaitu antara lain, kewajiban untuk memiliki
Surat Tanda Registrasi, Surat Ijin Praktek, membuat rekam
medis dan membuat surat pernyataan persetujuan tindakan
medik oleh pasien.

Penyelenggaraan hukum adminstrasi dalam praktek


kedokteran pada prinsipnya adalah upaya untuk mencegah
pelayanan kesehatan yang tidak berkualitas sehingga berpotensi
menimbulkan kerugian bagi pasien. Surat Tanda Registrasi
(STR) dan Surat Ijin Praktek (SIP) adalah merupakan benryuk
pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada dokter,
bahwa yang bersangkutan berkompeten untuk melaksanakan
100 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
praktek kedokterannya sesuai dengan kompetensi dan keahlian
masing-masing dokter. Demikan halnya dengan berkas
persetujuan tindakan medic yang dibuat dan ditanda taangani
oleh pasien sebagai bukti dan jaminan kualitas pelayanan
kesehatan yang akan diberikan oleh dokter dan yang akan
diterima oleh pasien atau keluarganya. Dalam hal ini secara
adminstrastif bahwa pasien telah memberikan persetujuannya
untuk mendapatkan tindakan medis tertentu setelah
mendapatkan informasi medis yang jelas dan menyepakati
tindakan yang boleh atau tidak boleh dilakukan terhadap
dirinya. Selanjutnya terkait rekam medis adalah bukti atas
dokumentasi setiap terapi atau tindakan medis yang telah
diterima yang harus menjadi rahasia medis pasien, untuk dijaga
dan dilindungi agar tidak sampai jatuh ketangan yang tidak
berhak.

Penerapan sanksi adminstratif dalam pelaksanaan


praktek kedokteran bagi dokter yang dengan sengaja atau lalai
memenuhi persyaratan administrasi diatur dalam Pasal 69
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran yaitu berupa :
a. Pemberian peringatan tertulis;
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat
izin praktik; dan/atau

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 101
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi

Semua bentuk pelaksanaan sanksi administratif ini diputuskan


oleh Majelis Kehormatan dan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI) yang bersifat independen dan bertanggung jawab
secara langsung ke Konsil Kedoketan Indonesia (KKI).
Keanggotaan MKDKI teridir dari 3 orang dokter, 3 orang
dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, 1 orang
dokter dan 1 orang dokter gigi dari asosiasi rumah sakit dan 3
orang sarjana hukum.

102 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
BAB V
RAHASIA MEDIS

A. Latar Belakang

D
ari sejak Zaman Hipocrates sampai saat ini,
hubungan dokter dan pasien dalam pelayanan
kesehatan dibangun atas adanya saling kepercayaan
diantara masing-masing pihak. Kepercayaan tersebut tidak
hanya yang berhubungan dengan pengobatan atau tindakan
medis tetapi juga menyangkut kepercayaan atas rahasia medis
pasien. Sejak permulaan sejarah kehidupan umat manusia telah
diketahui adanya hubungan kepercayaan diantara sesamanya

Hubungan kepercayaan ini dilandasi oleh nilai-nilai


etika dan moral yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Atas dasar kepercayaan yang tinggi terhadap seorang dokter
yang dianggap sebagai dewa penolongnya maka pasien dengan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 103
ikhlas menyampaikan segala sesuatu yang dialami dan
dirasakan sehubungan dengan penyakitnya kepada dokter dan
juga memberi kepercayaan bagi dokter untuk memeriksa
bagian-bagian tubuhnya yang sakit.

Hubungan saling kepercayaan ini harus terus dijaga dan


terpelihara sepanjang masa dalam dunia kedokeran, sehingga
esensi dari rahasia medis pasien akan selalu hadir dalam setiap
penyelenggaraan praktek kedokteran sebagai nilai etika dan
moral yang menuntun perilaku dokter sebagai profesi yang
bermartat. Nilai-nilai ini tergambar dengan jelas pada lafal
sumpah dokter dan kode etik kedokteran sebagai pedoman
penyelenggaraan praktek kedokteran yang professional.

Beberapa butir lafal sumpah dokter yang sangat


menyentuh dalam kehidupan sosial masyarakat dan dalam
hubungan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter
terhadap pasien adalah berbunyi sebagai berikut :

Demi Allah saya bersumpah :


1. Saya akan membaktikan hidup saya guna perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat
dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai
dokter.

104 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
3. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena keprofesian saya.

Nilai etika dan moral yang tinggi sebagai sebuah


sumpah mengandung makna yang sangat dalam. Sebuah
perwujudan integritas dan profesionalitas yang sangat tinggi
dalam hubungan kemanusiaan, Sebuah tekad profesionalitas
untuk membaktikan diri guna kemanusiaan, menjalankan
profesi dengan cara terhormat dan bersusila serta menjaga
rahasia medis pasien yang diketahuinya dalam hubungan
dokter dan pasien dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.

Situasi tatanan sosiokultural masyarakat dewasa ini


sepertinya mulai tergerus oleh perkembangan ekonomi, politik
dan ilmu pengetahuan sehingga hubungan atas dasar saling
kepercayaan mulai bergeser kehubungan kontraktual sehingga
rahasia medis pasien dalam hubungan dokter pasien berpotensi
untuk menjadi dasar sengketa medis

Pada prinsipnya setiap orang yang membutuhkan


pelayanan kedokteran, harus dipastikan merasa aman, nyaman
dan bebas untuk menyampaikan kepada dokter segala sesuatu
tentang pikiran, perasaan dan keluhan atas rasa sakit atau
kelaianan kesehatan yang dirasakan. Rasa aman, nyaman dan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 105
bebas tersebut karena adanya jaminan wajib simpan rahasia
medis pasien yang diatur dalam berbagai ketentuan perundang-
undangan.

Kewajiban menjaga rahasia medis dibebankan kepada


dokter atau pihak rumah sakit sebagai pihak yang mengetahui
dan menyimpan rahasia medis pasien. Adanya unsur
kesengajaan ataupun kelalaian yang menyebabkan terbuka atau
dapat diaksesnya informasi dan data pribadi pasien tanpa seijin
pasien adalah sebuah perbuatan melawan hukum yang dapat
digugat atau di tuntut secara hukum.

Permasalahan rahasia medis pasien masih sering


dijumpai dalam praktek kedokteran sehari-hari. Dalam
pengalaman penulis sebagai dokter, adanya beberapa kebiasaan
perusahaan yang mensyaratkan menuliskan diagnosa penyakit
pasien yang bekerja sebagai karyawan perusahaan pada surat
keterangan sakitnya jika memang pasien tersebut harus diberi
keterangan istirahat karena sakit.

Penulisan diagnose penyakit pada surat keterangan sakit


yang dibuat dokter untuk disampaikan kepihak perusahaan
sesungguhnya adalah perbuatan membuka rahasia medis pasien
ke pihak lain. Hal ini harus disikapi secara bijak dan hati-hati
oleh dokter karena dapat berpotensi menjadi masalah hukum.

106 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Jika diagnose penyakit adalah masalah yang umum tanpa
diungkapkan oleh dokter orang lain bisa melihat seperti
penyakit influenza, luka robek, atau patah tulang mungkin
dapat ditolerir, tetapi jika diagnosanya adalah penyakit
gonorea, HIV atau abortus provocatus criminalis tentunya
harus disikapi dengan kewaspadaan yang tinggi.

Pengalaman yang penulis lakukan adalah mengedukasi


pasien bahwa diagnose penyakit adalah bagian dari rahasia
medis yang harus dijaga dan dilindungi dan tidak boleh dibuka
kepada siapapun kecuali atas persetujuan pasien itu sendiri.
Setelah melakukan edukasi, dan pasien tetap menginginkan
untuk tetap dicantumkan diagnose penyakitnya karena
permintaan dan persyaratan dari pihak perusahaan tempat
pasien tersebut bekerja, maka dengan sangat terpaksa penulis
mencantumkan diagnose penyakit pasien tersebut dan meminta
pasien untuk bertanda tangan pada surat keterangan sakit yang
diberikan dengan pernyataan bahwa pasien setuju untuk
dicantumkan diagnose penyakitnya.

Oleh sebab itu pemahaman akan rahasia medis pasien


dalam hubungan hukum antara dokter dan pasien atau
keluarganya menjadi sangat penting untuk mencegah
terjadinya kasus-kasus hukum dikemudian hari.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 107
B. Pengertian Rahasia Medis
Setiap pasien yang datang memeriksakan kesehatannya
ke dokter atau ke rumah sakit mempunyai hal-hal yang bersifat
rahasia dalam hidupnya yang tentunya harus dijaganya agar
jangan sampai diketahui oleh orang lain. Namun tidak semua
rahasia pasien tersebut termasuk rahasia medis atau rahasia
kedokteran yang harus dijaga dan dilindungi oleh dokter atau
pihak rumah sakit. Rahasia medis atau rahasia kedokteran
hanyalah rahasia yang berhubungan dengan informasi dan data
pribadi pasien dalam hubungan medis antara dokter dan pasien
sekaitan dengan penyakit atau gangguan kesehatan yang
menjadi alasan pasien datang untuk mendapatkan pelayanan
kedokteran.

Ampera Matippanna (2011) mendefinisikan rahasia


medis sebagai segala sesuatu yang dianggap rahasia oleh
pasien yang terungkap dalam hubungan medis dokter –pasien
baik yang diungkapkan secara langsung oleh pasien (subyektif)
maupun yang diketahui oleh dokter ketika melakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang (obyektif). Rahasia medis ini
sering juga disebut sebagai rahasia jabatan dokter yang tibul
karena menjalankan tugas profesionalnya sebagai dokter.

Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia Medis menyatakan

108 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
bahwa Rahasia Kedokteran adalah data dan informasi tentang
kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada
waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya. Kemudian
dalam Pasal 3 Permenkes 36/2012 tersebut menjelaskan bahwa
data dan informasi pasien yang dimaksud adalah mengenai: a)
identitas pasien; b) kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan
diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; c) hal lain
yang berkenaan dengan pasien.. Kemudian data dan informasi
tersebut bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar
pasien, surat keterangan konsultasi atau rujukan, atau sumber
lainnya.

Perlindungan rahasia medis sebagai data pribadi pasien


merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh negara
sebagai mana yang diatur pada Pasal 28G ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa: “setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 109
Pelanggaran hak konstitusional pembukaan rahasia
medis akan berdampak terhadap kerugian pasien yang dapat
berupa rusaknya reputasi dan nama baik pasien beserta
keluarganya dan tidak menutup kemungkinan adanya kerugian
materi yang menyertai. Oleh sebab itu maka rahasia medis ini
harus dilindungi oleh dokter atau pihak rumah sakit agar tidak
dibuka kepada publik atau tidak dapat diakses oleh pihak yang
tidak berhak, baik data dan informasi yang bersifat
konvensional (rekam medis) maupun yang bersifat data
elektronik..

Sebagai hak pasien terhadap rahasia medisnya yang


harus dijaga dan dilindungi, maka negara atau pemerintahan
telah membuat regulasi melalui beberapa ketentuan perundang-
undangan dibidang kesehatan yang dengan sangat tegas
mengatur tentang pelaksanaan hak tersebut dan kewajiban
dokter atau pihak rumah sakit untuk menyimpan rahasia medis
pasien, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
dibawah ini, yaitu :
1. Pasal 57 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, menjelaskan dengan tegas bahwa "setiap orang
berhak atas kerahasiaan kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan pada penyelenggara pelayanan
kesehatan”.

110 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
2. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit,
mengatakan bahwa hak pasien untuk mendapatkan privasi
dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya.
3. Pasal 4 ayat (1) Permenkes Nomor 36 Tahun 2012 Tentang
Rahasia Kedokteran menegaskan bahwa Semua pihak yang
terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan
data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia
kedokteran.

C. Ruang Lingkup Rahasia Medis


Dari beberapa ketentuan perundang-undangan
sebagaimana yang telah disebutkan diatas, maka ruang lingkup
rahasia medis berdasarkan pihak-pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan yaitu antara lain :
1. Dokter dan dokter gigi yang melakukan praktek pelayanan
kesehatan terhadap pasien.
2. Rumah sakit atau institusi lain yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan terhadap pasien.
3. Tenaga kesehatan lainnya yang bekerja pada rumah sakit
atau institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
atau yang melakukan praktik pelayanan kesehatan secara
mandiri.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 111
4. Pasien sebagai pemilik rahasia medis yang menerima
pelayanan kesehatan yang telah dewasa dan dianggap cakap
untuk melakukan perbuatan hukum, khususnya dalam
hubungan hukum dokter-pasien
5. Keluarga atau wali bagi pasien yang belum dewasa atau
yang menurut hukum tidak cakap untuk melakukan
perbuatan hukum yang harus diwakili oleh keluarga atau
walinya. Keluarga atau kalinya haruslah telah dewasa atau
yang telah menikahi yang menurut undang-undang
dipandang cakap dalam melakukan perbuatan hukum.

Selain ruang lingkup pihak terkait, terdapat juga ruang


lingkup kerahasiaan data dan informasi medis pasien yaitu
antara lain :
1. Identitas pasien, yang meliputi nama, umur, alamat,
pekerjaan dan status pernikahan.
2. Informasi medis yaitu segala keterangan tentang kondisi
kesehatan dan penyakit pasien yang diperoleh oleh dokter
atau pihak rumah sakit mulai dari pemeriksaan anamnese,
pemeriksaan fisik, diagnostik penunjang, dan tindakan
medis tertentu yang dilakukan terhadap pasien semuanya
merupakan rahasia medis yang harus dijaga dan dilindungi.

112 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
3. Data-data medis pasien yang dicatatkan dalam berkas rekam
medis yang harus di jaga kerahasiaannya agar tidak mudah
diakses oleh pihak yang tidak berkepentingan. Berkas rekam
medis tersebut harus disimpan di tempat yang aman dan
tidak mudah rusak agar jika suatu ketika akan digunakan
untuk kepentingan hukum ketika terjadi sengketa medis
maupun dalam hal penegakan hukum sebagaimana yang
diatur dalam ketentuan perundang-undangan tentang tidak
berlakunya wajib simpan rahasia medis.
4. Data dan informasi medis pasien rujukan yang dikirim pada
berkas rujukan medis pasien yang berisi identitas pasien,
diagnose penyakit, penobatan dan tindakan medis yang telah
diberikan oleh dokter atau rumah sakit ke rumah sakit
rujukan.
Semua data dan informasi tersebut harus dijaga dan
dilindungi agar tidak menjadi informasi yang terbuka bagi
pihak lain yang tidak berhak. Khusus untuk rahasia medis
pada pasien rujukan sebaiknya dikrim dengan sampul
tertutup dan diantrkan langsung oleh pasien atau
keluarganya atau oleh perawat yang bertugas mendampingi
pasien yang dirujuk.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 113
D.Wajib Simpan Rahasia Medis
Pengertian wajib simpan rahasia medis adalah sebuah
tanggung jawab yang dibebankan kepada dokter atau pihak
rumah sakit atas kerahasiaan pasien yang diketahuinya dalam
hubungan medis antara dokter dan pasien atau keluarganya.
Kewajiban tersebut didasari oleh kepercayaan pasien terhadap
dokter untuk mempercayakan segala kerahasiaan medis yang
dimilikinya baik yang diungkapkan sendiri maupun yang
ditemukan oleh dokter pada saat memeriksa kesehatan tubuh
pasien. Selain tanggung jawab atas dasar kepercayaan pasien
juga didasari oleh kewajiban hukum atas dasar ketentuan
perundang-undang.

Wajib simpan rahasia medis tersebut dibebankan


kepada dokter dan pihak rumah sakit karena rahasia ini milik
pasien dan hanya dokter dan rumah sakitlah yang
mengetahuinya sejak dari awal pemeriksaan yaitu dari
pemeriksaan anamneses, fisik, penunjang sampai pada
pemberian obat dan tindakan. Semua data dan informasi pasien
tersebut ditulis dan disimpan dalam berkas rekam medis.

Wajib simpan rahasia medis tersebut diatur dengan


sangat jelas dalam berbagai peraturan perundang-undanga
sebagai mana tersebut dibawah ini :

114 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
1. Pasal 48 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek kedokteran yang mewajibkan bagi setiap dokter dan
dokter gigi yang melaksanakan praktek kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
2. Pasal 51c Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek kedokteran mewajibkan setiap dokter dan dokter
gigi untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia
3. Pasal 38 (1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia
kedokteran
4. Pasal 4 ayat (2) Permenkes No 36 Tahun 2012.
menjelakaskan kewajiban menyimpan rahasia kedokteran
yaitu : a) dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain
yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan
pasien; b) pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan; c) tenaga
yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan; d)
tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan
informasi kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;
e) badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan
kesehatan; dan f) mahasiswa/siswa yang bertugas dalam
pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan/atau manajemen
informasi di fasilitas pelayanan kesehatan

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 115
E. Pembukaan Rahasia Medis
Rahasia medis pasien adalah hak privasi yang
dilindungi oleh undang-undang bahkan disebutkan dalam Pasal
4 ayat (3) Permenkes Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia
medis menyebutkan bahwa wajib simpan rahasia kedokteran
berlaku selamanya, walaupun pasien telah meninggal.

Meskipun ada perlindungan yang kuat sebagai


kewajiban dokter atau pihak rumah sakit dalam menyimpan
rahasia medis, tidaklah berarti bahwa benar-benar tidak dapat
dibuka sama sekali tanpa penegecualian. Dalam Undang-
Undang Pratek kedokteran Pasal 48 ayat (2) disebutkan
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan
kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Selanjutnya dalam Pasal 6 Permenkes Nomor 36 Tahun 2012
menyatakan sebagai berikut :

Ayat (1) :
Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan
kesehatan pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
meliputi:

116 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
a) Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan,
penyembuhan, dan perawatan pasien; dan
b) Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan
pembiayaan kesehatan.

Ayat (2)

Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan persetujuan dari pasien.

Ayat (3)

Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan persetujuan dari pasien
baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik.

Ayat (4)

Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) dinyatakan telah diberikan pada saat pendaftaran
pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

Ayat (5)

Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan


persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan
dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya.
Selanjutnya Christine Natalia Limbu (2018) memaparkan
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 117
penjelasan Pasal 16 Kode Etik Kedokteran (KODEKI) yang
berbunyi “setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang seorang pasien juga setelah pasien
itu meninggal dunia” Kemudian dalam penjelasan Pasal 16
KODEKI tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Seorang dokter wajib merahasiakan apa yang dia
ketahui tentang pasien yang ia peroleh dari diri pasien
tersebut dari suatu hubungan dokter-pasien sesuai
ketentuan perundang-undangan.
2. Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan
tentang diagnosis dan/atau pengobatan yang terkait
diagnosis pasien kepada pihak ketiga atau kepada
masyarakat luas tanpa persetujuan pasien.
3. Seorang dokter tidak boleh menggunakan rahasia
pasiennya untuk merugikan pasien, keluarga atau
kerabat dekatnya dengan membukanya kepada pihak
ketiga atau yang tidak berkaitan.
4. Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka
atau dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter
wajib berkonsultasi dengan mitra bestari dan/atau
organisasi profesinya terhadap pilihan keputusan etis
yang akan diambilnya. Penjelasan dari cakupan pasal
ini: Misalnya dalam penafsiran "kepentingan umum"
yang harus juga dilindungi. Dokter atau Organisasi
118 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
profesi yang diminta nasehat wajib melakukan hal
terbaik untuk mencari pemecahan atas permasalahan
yang dihadapi.
5. Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan
implikasi sosial-ekonomi-budaya dan legal terkait
dengan pembukaan rahasia pasiennya yang
diduga/mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi
menular seksual dan penyakit lain yang menimbulkan
stigmatisasi masyarakat
6. Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan
hukum dan kemasyarakatan wajib menyampaikan hasil
pemeriksaaan kepada pihak berwewenang yang
memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-
undangan.
7. Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang
pasien untuk kepentingan pengobatan pasien tersebut,
perintah undang-undang, permintaan pengadilan, untuk
melindungi keselamatan dan kehidupan masyarakat
setelah berkonsultasi dengan organisasi profesi,
sepengetahuan/ijin pasien dan dalam dugaan perkara
hukum pihak pasien telah secara sukarela menjelaskan
sendiri diagnosis/pengobatan penyakitnya di media
massa/elektronik/internet.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 119
8. Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka
rahasia jabatan dokter dapat membawa konsekuensi
etik, disiplin dan hukum.

Selanjutnya dalam Pasal 7 Permenkes Nomor 36 Tahun


2012 disbutkan tata cara dan mekanisme pembukaan rahasia
kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum, mulai dari
tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan siding
pengadilan dilakukan dengan permohonan secara tertulis oleh
pihak yang berwenang. Pembukaan rahasia kedokteran tersebut
dapat berupa pemberian data dan informasi berupa visum et
repertum, keterangan ahli, keterangan saksi dan termasuk
berkas rekam medis atas dasar perintah pengadilan atau dalam
sidang pengadilan.

Selain kelima hal yang disebutkan dalam Permenkes


269/2008 tersebut, pada situasi dan kondisi terjadinya wabah
penyakit, pembukaan rahasia medis pasien dapat diperbolehkan
sepanjang hanya menulis nama inisial identitas pasien dan hal-
hal yang berkaitan hanya yang berhubungan dengan wabah
penyakit tersebut. Hal ini sejalan dengan Surat Keputusan
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia Nomor
015/PB/ K. MKEK/03/2020 Tentang Fatwa Etik Kedokteran,

120 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Kebijakan Kesehatan, dan Penelitian dalam konteks pandemi
Covid-19.

Pembukaan Rahasia Medis untuk kepentingan


penegakan hukum oleh aparat hukum atau untuk kepentingan
instansi berdasarkan ketentuan perundang-undangan atau untuk
kepentingan umum dapat dibuka tanpa persetujuan pasien.
Pembukaan rahasia medis tersebut dilakukan oleh dokter yang
menangani langsung pasien yang bersangkutan atau oleh ketua
Tim jika pelayanan pasien tersebut dilakukan secara Tim.
Pimpinan fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat memberikan
penjelasan baik secara tertulis atau langsung jika karena dokter
atau ketua Tim yang menangani pasien tersebut berhalangan.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 121
BAB VI
REKAM MEDIS

A. Pengertian Rekam Medis

R
ekam medis (medical record) adalah suatu dokumen
medis yang berisi data pribadi dan informasi medis
pasien, baik yang ditulis oleh dokter atau tenaga
kesehatan lainnya yang memberi pelayanan kesehatan terhadap
pasien mulai dari saat pendaftaran pasien, pemeriksaan
anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penegakan diagnosis, pemberian pengobatan dan tindakan
medis.

Perkembangan rekam medis berjalan seiring dengan


meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pengadministrasian kesehatan, meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu dan

122 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan hak-hak
dibidang pelayanan kesehatan. Rekam medis kini telah menjadi
sebuah kebutuhan dalampenyelenggaraan praktek kedokteran
karena isi rekam medis tersebut memuat banyak aspek yaitu
antara lain rahasia medis pasien, penerapan standar profesi dan
standar operasional prosedur, pembiayaan kesehatan dan juga
sebagai alat bukti dalam persidangan.

Atas dasar aspek muatan yang terkandung dalam rekam


medis pasien, maka pendokumentasian data dan informasi
medis pasien menjadi sangat penting, sehingga seluruh catatan-
catan medis yang ditulis oleh dokter dan tenga kesehatan
lainnya harus dapat dibaca dengan jelas dan akurat yang
kemudian dikelola dengan sistem rekam medis yang baik oleh
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Penatalaksanaan sistem rekam medis yang baik


memiliki korelasi dengan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang bermutu karena dengan system rekam medis
yang baik seorang dokter dapat melakukan pemantauan
perkembangan penyakit pasien, melakukan evaluasi terapi dan
tindakan medis yang telah diberikan, menghindari kesalahan
pemberian obat dan tindakan medis pada pasien yang tidak
tepat karena tidak lengkapnya data dan informasi medis pada
berkas rekam medis.
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 123
Beberapa ahli memberikan pengertian tentang rekam
medis antara lain :

1. Huffman (1999)
Rekam Medis adalah fakta yang berkaitan dengan keadaan
pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa lalu serta saat
ini yang ditulis oleh profesikesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien tersebut.
2. Hanafiah dan Amir (2007)
Rekam Medis adalah kumpulan keterangan testing identical,
Basil anamnesis, pemeriksaan Dan caravan segala kegiatan
para pelayan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu.
3. Homan (2002)
Rekam Kesehatan (medik) adalah tempat penyimpanan data
dan informasi mengenai pelayanan Kesehatan yang
diberikan kepada pasien. Rekam Kesehatan mencatat siapa,
apart, Japan, dimana dan bagaimana perawatan pada pasien.
4. Hatta dkk (dalam Lubis, 2010)
Rekam medis adalah dokumen tentang identitas, anamnesis,
diagnosis, pengobatan, pemeriksaan dan pelayanan lain yang
diberikan pada pasien, pada sarana pelayanan Kesehatan
yang meliputi pendaftaran pasien mulai dari tempat
peneriamaan pasien, kemudian bertanggung jawab untuk
mengumpulkan, menganalisa, mengolah dan menjamin
124 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
kelengkapan berkas rekam medis dari unit Rawat Jalan,
Rawat Inap, UGD dan unit penunjang lainnya.

Selain pengertian Rekam Medis menurut pandangan


para ahli, beberapa pengertian Rekam Medis yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yaitu antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek


Kedokteran
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1), Yang dimaksud dengan
“rekam medis” adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien

2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/


PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis
Pada Pasal 1 ayat (1) dari Permenkes ini memberi
pengertian Rekam Medis sebagai berikut : Rekam Medis
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien pemeriksaan, pengobatan tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Dari beberapa pengertian Rekam Medis baik yang


dikemukakan oleh para ahli, maupun menurut Undang-Undang,
nampak dengan jelas bahwa Rekam Medis sesungguhnya
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 125
berisikan rahasia medis pasien yang dicatatkan di dalam berkas
Rekam Medis.

B. Isi Rekam Medis


Sampai saat ini masih terdapat dokter atau pihak rumah
sakit dan fasilitas kesehatan penyelenggara pelayanan medis
lainnya yang belum melaksanakan manajemen pengelolaan
Rekam Medik dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan
tercecernya atau hilangnya berkas Rekam Medik pasien setelah
beberapa kali kunjungan pada fasilitas peleyanan kesehatan
sehingga terkadang jika pasien datang kali berikutnya dengan
terpaksa menggunakan berkas Rekam Medis yang baru lagi
menggantikan yang tercecernya atau yang hilang. Hal ini
berpotensi menimbulkan kerugian pada pasien selain karena
data medisnya dapat dilihat oleh orang lain, juga berpotensi
menyebabkan tidak akuratnya pengobatan atau tindakan yang
dilakukan oleh dokter kepada pasien karena kehilangan
informasi perjalanan penyakit dan pengobatan yang telah
dilakukan sebelumnya.

Bukti lainnya bahwa manajemen Rekam Medis belum


berjalan dengan baik dapat dilihat dari hasil pencatatan
(perekaman) yang dibuat oleh dokter atau tenaga Kesehatan
lainnya yang masih terkesan dibuat seadanya dengan tulisan
yang semrawut dan sulit dibaca dan dimengerti. Apalagi jika

126 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
dokter atau tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas
kesehatan tersebut lebih dari satu orang dan melayani secara
silih berganti.

Seperti yang telah dikemukakan bahwa berkas Rekam


Medis pasien berisikan kerahasiaan informasi medis maka
harus direkam dengan jelas dan akurat dan disimpan dengan
baik oleh dokter atau pihak rumah sakit. Berkas Rekam Medis
adalah milik rumah sakit sedangkan kerahasiaan isinya adalah
menjadi hak pasien. Berkas Rekam Medis pasien tidak boleh
dibawah pulang oleh pasien atau keluarganya termasuk oleh
dokter atau tenaga kesehatan lainnya melainkan harus
tersimpan di rumah sakit sebagai salah satu bentuk
perlindungan atas segala kerahasiaan pasien yang
bersangkutan.

Dalam ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan


(Permenkes) Nomor 269/2008 Tentang Rekam Medis
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang menjadi substansi
isi Rekam Medis yaitu antara lain :

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 127
1. Indentitas Pasien

Identitas pasien sedapat mungkin sesuai dengan yang


tertera pada data kependudukan yang sah dan yang masih
berlaku seperti :
 Nama Lengkap
 Tempat dan tanggal lahir
 Alamat tempat tinggal
 Pekerjaan

2. Tanggal dan waktu

Tanggal dan waktu penting untuk dicatatkan saat pasien


masuk dan mendapatkan pelayanan kesehatan oleh dokter atau
pihak rumah sakit.

3. Hasil pemeriksaan anamnese

Pada pemeriksaan anamnese dokter wajib menuliskan


hal-hal yang terkait dengan keluhan utama yang menjadi alasan
pasien datang berkunjung untuk mendapatkan pelayanan
Medis. Selain keluhan utama juga mencatatkan hal-hal yang
diungkapkan oleh pasien yang berhubungan dengan keluhan
utama pasien tersebut. Anamnese dapat dilakukan pada pasien
yang bersangkutan (auto anamnese) maupun melalui

128 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
keterangan dari orang lain atau keluarga yang
mengantarkannya (allo anamnese).

4. Hasil pemeriksaan Fisik dan penunjang medis

Semua hal yang menjadi kelainan terutama yang


berkaitan dengan keluhan utama pasien harus dicatatkan
dengan baik mulai dari pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi. Selain itu mencatatkan hasil penunjang Medik
baik laboratorium klinik radiologi, patologi klinik yang
bersesuaian dengan keluhan utama untuk penegakan diagnosis
penyakit.

5. Diagnosis

Dokter wajib membuat diagnose penyakit berdasarkan


hasil pemeriksaan anamnese, Fisik dan penunjang sebagai
dasar utama memberikan pengobatan atau tindakan tertentu
kepada pasien. Jika karena satu dan lain hal dokter belum bisa
menetapkan diagnosa, dokter diharuskan membuat diferensial
diagnosa sebagai acuan dalam memberi pengobatan atau punk
tindakan tertentu.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 129
6. Rencana penatalaksanaan

Setelah dibuat diagnosis ataupun diferensial diagnosis


maka dokter harus membuat rencana langkah-langkah
penatalaksanaan penangan penyakit pasien agar pasien benar-
benar mendapatkaan pelayanan kesehatan yang baik, terencana,
terukur dan dapat dipertanggung jawabkan demi untuk
kesembuhan dan keselamatan pasien

7. Pengobatan dan tindakan

Pemberian obat yang diberikan harus tercatat dengan


baik mulai dari bentuk sediaan, jumlah dosis, cara
memakainya, waktu dan interval pemakaian. Semua harus
terekam dengan baik dalam medikal record. Selain pengobatan
dokter juga harus mencatatkan tindakan apartment yang telah
diberikan pada pasien mulai dari yang sederhana sampai yang
bersifat kompleks dan spesialistik.

8. Persetujuan Tindakan Medis

Dalam hal tindakan yang akan diberikan kepada pasien


bersifat invasive, kompleks dan spesialistik diwajibkan untuk
meminta persetujuan tindakan medis kepada pasien atau
keluarganya dan dilampirkan pada berkas Rekam Medis
pasien.

130 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
9. Nama dokter/tenaga kesehatan

Nama dokter atau tenaga kesehatan sangat penting


dicantumkan dalam berkas Rekam Medis pasien yang
memberikan pelayanan langsung terhadap pasien. Hal ini
penting untuk menjadi pegangan dalam hal terjadinya
permasalahan hukum sebagai akibat pemberian obat atau
tindakan tertentu. Itulah sebabnya mengapa menjadi penting
mencantumkan nama dokter yang memberi pengobatan, yang
membuat Rekam Medis dan membubuhi paraf atau tanda tanda
tangannya pada berkas yang ditulis oleh dokter atau tenaga
kesehatan lainnya.

Didalam Permenkes 269/2008 memberikan beberapa


contoh isi rakam medis yang bervariasi menurut tempat
pelayanan yang diberikan pada pasien seperti Rekam Medis
pada pasien rawat jalan, rawat inap, unit gawat darurat, pada
lokasi bencana. Meskipun berbeda pada tempat unit layanan
masing-masing namun secara keseluruhan substansi isi rekam
medisnya tidaklah berbeda jauh.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 131
C. Waktu Penyimpanan Rekam Medis
Rekam Medis adalah dokumen yang bersifat rahasia
(konfidensial) sehingga harus disimpan dan dipelihara dengan
baik. Meskipun demikian ada masa waktu simpan yang diatur
menurut ketentuan yang berlaku. Dalam ketentuan Pasal 8 ayat
(1) Permenkes 269/2008 Tentang Rekam Medis, wajib simpan
Rekam Medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya 5
tahun sejak tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.
Setelah 5 tahun, berkas tersebut dapat dimusnahkan kecuali
ringkasan medis pulang dan persetujuan tindakan harus
disimpan selama 10 tahun terhitung sejak tanggal ringkasan
pulang tersebut dibuat dan tanggal persetujuan tindakan
tersebut dibuat oleh pasien.

Selanjutnya Rekam Medis pada sarana pelayanan non


rumah sakit khususnya yang tidak menyelenggarakan
pelayanan rawat inap dan tindakan operatif melainkan hanya
pelayanan rawat jalan wajib menyimpan berkas Rekam Medis
sekurang-kurangnya 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

Segala data dan informasi Medis yang terekam dalam


berkas Rekam Medis pasien harus menjadi tanggung jawab
dokter, tenaga kesehatan tertentu yang terlibat langsung dalam
pelayanan kesehatan pasien, petugas pengelola Rekam Medis
132 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan tempat
dilaksanakannya pelayanan medik bagi pasien.

Dalam hal teraksesnya informasi kerahasiaan medis


pasien kepada publik atau pihak lain tanpa sepengetahuan dan
seizin pasien atau keluarganya yang disebabkan oleh karena
kesengajaan ataupun kelalaian dokter dan atau pihak rumah
sakit merupakan sebuah perbuatan pidana yang dapat berakibat
hukum pidana bagi dokter, tenaga kesehatan tertentu, pengelola
Rekam Medis dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut.

Beberapa waktu lalu saya melihat di media sosial


beredar hasil pemeriksaan test covid-19 pasien dengan identitas
yang Lengkap bahwa pasien tersebut positif covid-19 bahkan
dengan diagnosa penyakit lain yang sesungguhnya merupakan
aib dari si pasien tersebut. Tidak jelas dari mana sumbernya
mengapa hasil pemeriksaan tersebut bisa beredar di media
sosial. Jika ini bersumber dari pihak keluarga maka tidak dapat
menjadi tanggung jawab dari dokter atau pihak rumah sakit
yang mengeluarkan hasil pemeriksaan tersebut, tetapi jika
karena perbuatan kesengajaan ataupun karena kelalaian maka
dokter dan pihak rumah sakit dapat di mintai pertanggung
jawaban hukum.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 133
Terkait dalam sistem pencatatan dan pelaporan kasus-
kasus terkonfirmasi Covid-19 pada situasi pandemi seperti ini
sebagai kewajiban dokter atau rumah sakit melaporkannya,
dapat saja dilakukan dengan menyamarkan identitas pasien
dengan menggunakan nama inisial agar kerahasiaan pasien
tersebut tetap terjaga. Hal ini penting untuk melinidungi pihak
dokter dan rumah sakit terhadap dari tuntutan hukum pasien
atau keluarganya

D. Fungsi dan Kegunaan Rekam Medis


Penyelenggaraan dan pengelolaan Rekam Medis
merupakan hal yang penting dalam pelayanan kesehatan baik
yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan pada praktek
mandiri maupun pada sarana pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas, klinik dan rumah sakit.

Rekam Medis sebagai kumpulan catatan informasi


medis pasien yang ditulis oleh dokter berfungsi terutama untuk
kepentingan pelayanan kesehatan pasien khususnya
menyangkut diagnosis penyakit, pengobatan tindakan atau
perawatan yang telah dan yang akan diberikan pada pasien agar
lebih akurat, efektif dan efisien. Selain hal tersebut Rekam
Medis pasien berfungsi sebagai pengontrol dan pengendali bagi
dokter dalam melakukan pengobatan dan tindakan medik
tertentu pada pasien agar lebih terarah dan tepat sasaran
134 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
berdasarkan data dan informasi medis yang tercatat dalam
Rekam Medis. Selanjutnya Rekam Medis berfungsi sebagai
bahan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan yang telah
diberikan dalam menilai perkembangan dan perjalanan
penyakit pasien.

Selanjutnya mengenai kegunaan atau manfaat dari


penyelenggaraan dan pengelolaan Rekam Medis yang baik
antara lain :

1. Aspek Pengadministrasian

Kegunaan dari sisi administrasi adalah sebagai


dokumentasi pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh
dokter terhadap pasien baik berupa pengobatan tindakan dan
advis untuk kesembuhan dan pemulihan kesehatan. Selain
berisi dokumentasi pelayanan kesehatan yang diberikan pada
pasien juga menyangkut nama dokter atau tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan tersebut, termasuk tanggal dan
waktu pemberian pelayanan dan sekaligus terhadap kompetensi
dan kewenangan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan
pada pasien.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 135
2. Aspek Perencanaan Pengobatan dan Tindakan Medis.

Rekam Medis sangat ber manfaat dalam hal


perencanaan pengobatan dan tindakan medis yang akan
dilakuan oleh dokter berdasarkan hasil evaluasi perkembangan
kesehatan pasien yang tercatat dalam Rekam Medis. Dalam hal
ini dokter dapat saja mengubah atau mengganti regimen terapi,
mengurangi atau menambah dosis obat, atau memintakan
pemeriksaan penunjang atau merencanakan tindakan medis
tertentu berdasarkan persetujuan pasien atau keluarganya.

3. Aspek Hukum

Rekam Medis memberikan manfaat yang besar terhadap


perlindungan hukum bagi dokter maupun pasien. Dalam hal ini,
Rekam Medis dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan
dalam rangka penegakan hukum. Itulah sebabnya Meng apa
Rekam Medis harus diisi dengan baik oleh dokter atau tenaga
medis lainnya secara rapih, jujur dan bertanggung jawab dan
disimpan dengan baik oleh tenaga rekam medis atau tenaga
lainnya yang dipercayakan oleh Pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan.

136 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
4. Aspek Pendidikan dan Penelitian

Rekam Medis memiliki kegunaan dalam hal


pengembangan Pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa
ataupun peneliti yang ber hubungan dengan data penyakit,
keefektifan pengobatan dan tindakan yang diberikan pada
pasien ataupun yang ber hubungan dengan hukum dan ekonomi
kesehatan

5. Aspek Pembiayaan Kesehatan

Rekam Medis bermanfaat untuk menghitung besaran


Pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung oleh pasien. Hal
ini disebabkan di dalam Rekam Medis terdapat catatan tentang
obat apa yang telah diberikan, berapa jumlah obat, berapa hari
perawatan, tindakan apa yang telah diberikan dan dokter siapa
yang memberi tindakan, spesialisasinya bidang apa dan kelas
perawatan yang di tempati selama perawatan.

Atas dasar fungsi dan kegunaan tersebut maka menjadi


kewajiban dokter dan pihak rumah sakit untuk melaksanakan
manajemen Rekam Medisyang baik. Rekam Medis yang baik
adalah Salah satu cerminan mutu pelayanan kesehatan yang
yang berkualitas.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 137
BAB VII
TANGGUNG JAWAB HUKUM
REKAM MEDIS
SIA MEDIS

A. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

S
etiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek
hukum dengan sendirinya akan berakibat hukum
hukum. Segala akibat dari perbuatan hukum tersebut
merupakan kewajiban hukum sipelaku untuk mempertanggung
jawabkannya. Oleh akibat hukum tersebut sipelaku dapat
dipersalahkan, digugat atau dituntut di muka hukum,

Andi Hamzah (2005) menjelaskan pengertian tanggung


jawab menurut kamus hukum adalah suatu keharusan bagi
seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya, Selanjutnya menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010)
Tanggungg jawab adalah adalah suatu akibat atas konsekwensi
kebebasan seseorang untuk menuntut orang lain berupa hal
yang melahirkan kewajiban hukum. Kemudian Titik Triwulan

138 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
(2010) menjelaskan bahwa pertanggung tanggung jawaban
harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan
timbulnya hak hukum bagi seseorang untuk menuntut orang
lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum
orang lain untuk memberi pertanggung jawabannya.

Dasar pertanggung jawaban menurut hukum perdata


didasari oleh adanya kesalahan atau resiko yang dilakukan oleh
subyek hukum sehingga dikenal pertanggung jawaban atas
dasar kesalahan (liability based on faulty) dan pertanggung
jawaban tanpa kesalahan (liability without faulty). Tanggung
jawab tanpa kesalahan disebut juga sebagai tanggung Jawab
langsung (strict liability).

Pertanggung jawaban atas dasar kesalahan adalah


bentuk pertanggung jawaban atas adanya kesalahan yang
dibuat oleh pelaku yang menyebabkan kerugian bagi orang
lain, sedangkan pertanggung jawaban resiko adalah
pertanggung jawaban yang melekat pada subyek hukum
sebagai tanggung jawab mutlak (strict liabilty) atas segala
resiko yang mengancam atau merugikan orang lain atas
kegiatan atau usaha yang dilakukannya meskipun subyek
hukum tersebut telah bertindak dengan sangat hati-hati dan
tanpa unsur kesengajaan. Dalam hal ini penggugat tidak perlu
membuktikan kesalahan tergugat, justru sebaliknya tergugatlah
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 139
yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Hal ini
sering disebut sebagai pembuktian terbalik.

Dalam Pasal 1365 KUHPerdata unsur kesalahan dapat


berupa kesengajaan ataupun kelalaian yang menyebabkan
kerugian pada orang lain, maka pada subyek hukum
dibebankan tanggung Jawab untuk mengganti kerugian
tersebut. Selanjutnya dalam Pasal 1367 KUHPerdata
menjelaskan bahwa Selain karena kesalahan yang dilakukan
oleh subyek hukum itu sendiri, pertanggung jawaban hukum
juga dibebankan atas kesalahan (kesengajaan atau kelalaian)
yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam tanggung
tanggungannya atau barang-barang yang berada dalam
pengawasannya mengakibatkan kerugian pada orang lain.
Pertanggung jawaban atas dasar unsur kesslahan (Tort liability)
mengacu pada asas hukum tiada pertanggung jawaban hukum
tanpa kesalahan.

Selanjutnya pertanggung jawaban menurut hukum


pidana adalah pertanggung jawaban hukum atas sebuah
perbuatan pidana yang telah dilakukan oleh seseorang.
Meskipun demikian pertanggung jawaban hukum pidana juga
menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai
moral dan kesusilaan umum yang dianut oleh masyakat atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
140 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Pertanggung jawaban hukum pidana berhubungan
dengan penetapan tersangka atau terdakwa dalam hal
terjadinya sebuah peristiwa pidana terhadap seseorang yang
diduga memiliki keterlibatan terhadap terjadinya peristiwa
pidana tersebut. Pertanggung jawaban pidana juga dapat
diartikan sebagai sebuah bentuk pertanggung jawaban yang
menentukan bebas atau dipidananya seseorang sekaitan dengan
adanya peristiwa pidana yang disangkakan pada seseorang.

Berdasarkan pengertian tanggung jawab hukum


sebagaimana yang telah jelaskan tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pertanggung jawaban hukum adalah suatu
keharusan menanggung akibat hukum baik oleh kesengajaan
ataupun karena kelalaian yang mengakibatkan kerugian pada
orang lain yang dilakukan oleh diri sendiri atau oleh orang
yang berada dalam tanggungan atau barang yang dalam
pengawasan yang karena kesengajaan atau kelalaian
menyebabkan kerugian pada orang lain atau karena sebuah
perbuatan pidana yang melanggar hukum yang oleh perbuatan
tersebut diancam pidana atau perbuatan yang bertentangan
dengan norma moral dan kesusilaan umum yang berlaku dalam
masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 141
B. Tanggung jawab Hukum Administrasi Rekam Medis
Penatalaksanan Rekam Medis yang baik adalah sebuah
keharusan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (health
provider) dalam hal ini dokter, tenaga kesehatan tertentu dan
rumah sakit. Hal ini diatur dalam ketentuan perundang-
undangan yaitu antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek


kedokteran

Pada Pasal 46 ayat (1) dalam Undang-Undang ini


mewajibkan setiap dokter dan dokter gigi dalam menjalankan
Praktik kedokteran wajib membuat Rekam Medis.

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah


Sakit.

Pada Pasal 29 huruf (h) mewajibkan setiap Rumah sakit


menyelenggarakan Rekam Medis.

3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang


Keperawatan

Pada Pasal 37 huruf (d) Mewajibkan perawat dalam


melaksanakan Praktek asuhan Keperawatan membuat
dokumentasi sesuai dengan standar.

142 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang
Tenaga Kesehatan

Pada Pasal 22 ayat (1) mewajibkan Tenaga kesehatan


tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya wajib membuat
dan memelihara Rekam Medis.

5. Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis


Pada Pasal 5 ayat (1) Permenkes ini mewajibkan bagi setiap
dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan Praktek
Kedokteran wajib membuat Rekam Medis.

Dari beberapa ketentuan dan peraturan perundang-


undangan sebagaimana disebutkan diatas sangat jelas dan tegas
bahwa membuat Rekam Medis, menyimpan dan
memeliharanya dengan baik sebagai sebuah standar profesi
yang wajib dipenuhi.

Dalam Ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan (2) Peraturan


Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
dan pada Pasal 17 ayat (2) Permenkes 269/2008 Tentang
Rekam Medis, bagi tenaga kesehatan yang tidak membuat
rekam medis dapat diberi tindakan disiplin dan tindakan
administratif yaitu berupa teguran lisan, tertulis sampai pada
pemcabutan izin menyelenggarakan pelayanan Kesehatan.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 143
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, men
jelaskan bahwa Rumah Sakit yang tidak memenuhi
kewajibannya membuat Rekam Medis akan menerima sanksi
adminstrasi mulai dari teguran lisan tertulis sampai pemcabutan
izin operasional.

C. Tanggung Jawab Hukum Perdata Rekam Medis


Dasar pertanggung jawaban hukum Perdata terhadap
pelaksanaan Rekam Medis mengacu pada ketentuan hukum
perdata sebagai mana yang diatur dalam Pasal 1365 yang
menyebutkan bahwa " Setiap perbuatan melawan hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut".

Menurut bunyi Pasal 1365 KUHPerdata tersebut yang


menjadi dasar pertanggung jawaban perdata adalah adanya
kerugian yang dialami oleh seseorang sebagai akibat adanya
unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang
lain. Perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah
melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan :
1. Hak subyektif orang lain
2. Kewajiban hukum pelaku
144 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
3. Kaidah kesusilaan
4. Kepatutan dalam Masyarakat.

Pertanggung jawaban hukum terhadap perbuatan


melawan hukum ini didasari oleh adanya sebuah perikatan
yang disebabkan oleh adanya perjanjian ataupun oleh undang-
undang yang mengaturnya. Pertanggung jawaban hukum
perdata dalam perbuatan melawan hukum dapat dikategorikan
kedalam 3 kelompok yaitu :
1. Pertanggung jawaban hukum karena perbuatan kesengajaan
(Pasal 1365 KUHPerdata)
2. Pertanggung jawaban hukum perdata karena perbuatan
kelalaian (Pasal 1366 KUHPerdata)

3. Pertanggung jawaban hukum karena tanpa kesalahan. (Pasal


1367 KUHPerdata)

Pertanggung jawaban perdata terkaiit Rekam medis


berhubungan dengan perbuatan melawan hukum baik oleh
karena kesengajaan ataupun karena kelalaian dengan tidak
membuat rekam medis dengan baik, benar dan jujur serta tidak
menjaga dan memelihara Rekam medis sehingga rusak, hilang
dan terakses oleh pihak yang tidak berhak, olehnya
menimbulkan kerugian pada pasien baik yang bersifat materil
maupun inmateril.
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 145
Gugatan Perdata dapat ditujukam kepada dokter sebagai
subyek hukum (persoon) pelaku kesalahan, atau karena
kelalaiannya dan kepada rumah sakit selaku badan hukum
(recht person) yang harus bertanggung jawab terhadap
perbuatan dokternya.

D. Tanggung Jawab Hukum Pidana Rekam Medis


Tanggung Jawab hukum pidana dalam hal rekam medis
disebabkan oleh adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh
dokter, tenaga kesehatan tertentu dan rumah sakit terhadap
kerahasiaan medis pasien yang terdapat dalam berkas rekam
medis.

Perbuatan pidana yang dimaksud, menurut Moeljatno,


adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) berupa pidana
tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat jelaskan


unsur-unsur dari sebuah perbuatan pidana yaitu antara lain :
1. Adanya subyek hukum pelaku
2. Melakukan perbuatan yang memenuhi unsur delik
3. Diancam sanksi
4. Melawan hukum
146 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
5. Tidak Ada alasan pembenar.

Perbuatan pidana yang dilakukan oleh subyek hukum


dengan ancaman sanksi akan melahirkan tanggung jawab
hukum pidana jika perbuatan tersebut telah diproses secara
hukum pidana untuk menentukan bahwa pelaku adalah
tersangka atau tidak oleh pihak penyidik dan diajukan dimuka
sidang pengadilan bahwa tersangka cukup bukti dan sah
menurut hukum.

Pertanggung jawaban hukum pidana bagi dokter, tenaga


kesehatan dan rumah sakit terkait Rekam Medis terutama yang
berkaitan dengan terbukanya rahasia medis atau dapat
teraksesnya rahasia medis pasien kepada pihak yang tidak
berhak tanpa sepengetahuan dan seizin pasien sebagai pemilik
rahasia medis baik oleh karena perbuatan kesengajaan ataupun
karena kelalaian dokter, tenaga kesehatan dan pihak rumah
sakit. Beberapa ketentuan hukum pidana terkait rahasia Medis
yaitu antara lain:

1. Pasal 322 KUHP

Ayat (1) :

Barang siapa yang dengan sengaja membuka suatu


rahasia yang menurut jabatannya atau pekerjaannya baik yang

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 147
sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan menyimpannya,
di hukum penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling banyak Rp. 9000.

Ayat (2) :

Jika kejahatan ini dilakukan terhadap orang tertentu,


maka perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang
tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal ini maka dokter, tenaga


kesehatan tertentu dan pihak rumah sakit yang karena
pekerjaannya wajib menyimpan dengan baik dokumen rekam
medis yang berisi rahasia Medis pasien. Perbuatan yang dengan
sengaja membuka rahasia tersebut atau yang menyebabkan
Rekam Medis dapat diakses oleh publik atau pihak lain yang
tidak berhak secara melawan hukum maka kepada nya diancam
pidana penjara atau pidana denda.

2. Pasal 79 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang


Praktek Kedokteran

Menurut ketentuan pasal ini bagi dokter dan dokter gigi


yang sengaja tidak membuat Rekam Medis diancam
pidanapenjara sekurang-kurangnya satu tahun atau denda
sebesar Lima puluh juta rupiah.

148 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
3. Pasal 267 KUHP

Pasal ini men jelaskan bahwa : Tabib yang dengan


sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang adanya
atau tidak adanya suatu penyakit kelemahan atau cacat, di
hukum penjara selama-lamanya delapan tahun enam bulan.

Penerapan pasal ini sangat relevan dengan perbuatan


pidana yang dilakukan oleh dokter dalam membuat surat
keterangan keeehatan palsu atau dalam hal membuat atau
memalsukan isi Rekam Medis Pasien.

Dalam banyak kejadian atau peristiwa tanpa disadari


sesungguhnya dokter telah membuka rahasia medis pasien
namun dalam kenyataan tidak menjadi sebuah perkara pidana
karena tidak adanya tuntutan dari pihak pasien atau
keluarganya yang mungkin karena tidak paham terhadap aspek
hukum dari rahasia medis.

Meskipun demikan dokter tidak boleh lengah, karena


segala sesuatu mungkin saja terjadi. Apa yang dianggap biasa
dapat saja menjadi hal yang tidak biasa bagi pasien dan
keluarganya. Jika karena dengan alasan kepentingan kesehatan
pasien maka sebaiknya mintalah izin kepada pasien yang

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 149
bersangkutan sebelum menjelaskan kepada pihak keluarga
terkait diagnosis tindakan pengonatan dan lain sebagai nya.

150 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
BAB VIII
PENUTUP

A. Kesimpulan

I
nformed consent merupakan sebuah perwujudan Hak
Asasi Manusia (HAM) dalam pelayanan kesehatan yaitu
hak menentukan diri sendiri (the right to self
determination). Hak menentukan diri sendiri adalah ha katas
kehendak bebas dari pasien untuk menerima atau menolak
sebuah tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap diri pasien. Pasienlah yang berkuasa untuk
menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan
terhadap dirinya sendiri.

Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter


kepada pasien tanpa persetujuan tindakan adalah sebuah
perbuatan melawan hukum yang kepada dokter pelaku
tindakan medis dapat dipersalahkan, digugat atau dituntut

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 151
secara hukum. Informed consent sebelum ditandatangani oleh
pasien sebagai sebuah persetujuan atau penolakan haruslah
terlebih dahulu telah mendapatkan informasi medis yang jelas
oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis tersebut.

Informasi medis yang disampaikan kepada pasien atau


keluarganya sekurang-kurangnya mencakup diagnosis
penyakit, perjalanan penyakit, jenis tindakan dan tata cara
pelaksanaannya, prognosis tindakan medis yang akan
dilakukan, faktor resiko yang mungkin dapat terjadi, alternative
tindakan medis lainnya yang dapat dilakukan dan termasuk
besaran biaya yang mungkin akan dikeluarkan oleh pasien jika
tindakan medis tersebut dilakukan.

Informasi medis yang disampaikan ke pasien atau


keluarganya harus dilakukan sendiri oleh dokter yang akan
melakukan tindakan medis dan tanpa diwakili dan pasien atau
keluarganya sebagai penerima informasi dan pengambil
keputusan uantuk memberi pernyataan persetujuan atau
penolakan tindakan medis haruslah orang yang cakap menurut
hukum sehingga bisa bertindak sebagai subyek hukum yang
mampu mengemban hak dan kewajiban.

Informed consent dalam perjanjian terapeutik adalah


sebuah bentuk hubungan hukum yaitu hubungan antara subyek

152 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
hukum dengan subyek hukum dimana hak dan kewajiban para
pihak saling berhadap-hadapan. Kewajiban dokter dalam
melakukan tindakan medis yang sesuai dengan standar profesi
dan standar operasional prosedur untuk menolong
menyembuhkan dan memulihkan kesehatan pasien adalah
merupakan bentuk penuhan terhadap hak-hak pasien.
Sebaliknya kewajiban pasien untuk mengikuti advis dokter dan
menghindari pantangan karena alasan kesehatan dan termasuk
membayar jasa medis pelayanan adalah pemunuhan terhadap
hak-hak dokter.

Terwujudnya hak-hak masing-masing pihak sebagai


pelaksanaan kewajiban dari para pihak disebut sebagai prestasi
sedangkan lawan dari prestasi adalah wanprestasi yaitu adanya
kegagalan dari salah satu pihak melakukan prestasi
sebagaimana yang telah disepakati dalam obyek perjanjian
terapeutik. Wanprestasi atau cedera janji yang mengakibatkan
terjadinya kerugian dari salah satu pihak dapat mengakibatkan
pihak yang dirugikan untuk melakukan gugatan atau tuntutan
hukum kepada pihak yang melakukan wanprestasi.

Selain perbuatan wanprestasi yang dapat menyebabkan


terjadinya kasus sengketa medis antara dokter, pihak rumah
sakit dan pasien juga oleh perbuatan melawan hukum karena
adanya kesalahan dokter karena adanya unsur kesengajaan atau

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 153
karena kelalaian dengan tidak melaksanakan informed consent
sebagaimana menurut posedur dan tatacara yang diatur dalam
ketentuan perundang-undangan.

Bentuk pertanggung jawaban hukum oleh karena


adanya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dapat
berupa sanksi adminstraf, perdata dan pidana. Pada umumnya
penerapan sanksi hukum ini tidak berjalan sendiri-sendiri tetapi
dapat secara bersamaan yaitu antara lain sanksi adminstrasi dan
perdata atau sanksi administrasi, perdata dan pidana secara
bersamaan.

Rahasia Medis adalah hak privasi pasien yang harus


dijaga dan dilindungi oleh dokter, tenaga Kesehatan tertentu
dan rumah sakit. Tanggung jawab atas rahasia medis pasien
dibebankan kepada dokter, tenaga kesehatan dan pihak rumah
sakit sebagai sebuah kewajiban moral dan hukum sebagaimana
yang tertuang dalam lafal sumpah dokter, kode etik kedokteran
dan ketentuan hukum yang berlaku dibidang pelayanan
kesehatan.

Rahasia Medis pasien harus terus terjaga bahkan sampai


pasiennya telah meninggal dunia. Meskipun demikian terdapat
kondisi tertentu dimana Rahasia ini dapat dibuka yaitu antara
lain atas dasar pertimbangan kesehatan pasien, atas dasar

154 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
kepentingan penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri
atas dasar permintaan dari lembaga atau institusi yang
berwenang menurut undang-undang dan atas dasar kepentingan
umum.

Perbuatan membuka Rahasia Medis tanpa seizin pasien


yang bersangkutan dan diluar kondisi yang menyebabkan
Rahasia Medis dapat dibuka menurut ketentuan perundang-
undangan adalah sebuah perbuatan yang melawan hukum.
Pembukaan Rahasia Medis secara melawan hukum yang
menyebabkan terjadinya kerugian bagi pasien atau keluarganya
dapat berakibat hukum administrasi, perdata dan pidana. Selain
oleh karena pembuakaan Rahasia Medis, juga karena
kesengajaan untuk tidak membuat rekam medis atau membuat
rekam medis yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya
juga merupakan sebuah kesalahan yang dapat dimintai
pertanggung jawaban hukum.

Semua data dan informasi kesehatan pasien adalah


rahasia medis yang direkam dalam berkas Rekam Medis. Itulah
sebabnya mengapa berkas rekam medis harus dibuat dengan
rapih, benar dan jujur yang kemudian harus disimpan, dijaga
dan dipelihara dengan baik. Berkas Rekam Medis adalah milik
fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi isinya adalah milik pasien.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 155
B. Saran
Hendaknya semua dokter sebelum melakukan tindakan
medis wajib meminta persetujuan tindakan medis kepada
pasien atau keluarganya. Para dokter harus menyadari bahwa
informed consent sebagai bentuk perjanjian terapeutik bukan
hanya sekedar hubungan medis biasa melainkan sebuah
hubungan hukum yang dapat berakibat hukum adminstrasi,
perdata dan pidana.

Hendaknya para dokter dalam memberikan informasi


medis terkait tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien tidak diwakili dan memastikan bahwa pasien atau
keluarganya adalah orang yang dapat bertindak sebagai subyek
hukum menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Hendaknya Setiap dokter, tenaga kesehatan tertentu dan


rumah sakit yang menyelenggarakan dan memberi pelayanan
medis kepada pasien wajib membuat rekam medis dengan baik,
benar dan jujur serta menyimpan, menjaga dan memeliharanya
dengan baik agar tidak jatuh ke pihak yang tidak berhak.

Hendaknya setiap dokter, tenaga kesehatan tertentu dan


pihak rumah sakit memahami dengan benar bahwa pembukaan
rahasia medis pasien tanpa seizin pasien, selain yang
dikecualikan menurut ketentuan perundang-undangan yang

156 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
berlaku atau menyebabkan data dan informasi medis pasien
dapat terakses oleh pihak yang tidak berhak sehingga
menimbulkan kerugian bagi pasien baik karena kesengajaan
atau karena kelalaian dapat dipersalahkan, digugat atau dituntut
secara hukum menurut ketentuan yang berlaku.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 157
DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Adami Chazawi, 2011. Pelajaran Hukum Pidana. Cetakan ke 6.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Adami Chazawi, 2016. Malpraktek Kedokteran, Sinar Grafika,


Jakarta.

Aditama, YT. 2002. Rumah Sakit dan konsumen. Jakarta :


PPFKM UI.

Andi Hamzah, 2005. Kamus Hukum, Ghalia Indonesia.


Jakarta.

Agustina, Rosa. 2003. Perbuatan Melawan Hukum, Universitas


Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana. Jakarta.

Alexsandra Indriyanti Dewi, 2008. Etika dan Hukum


Kesehatan, Pustaka Book Publisher. Yogyakarta.

Amri Amir, 1997, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya


Medika. Jakarta.

158 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Anni Iswandyarie, 2006. Tanggung jawab hukum dan sanksi
bagi dokter, Prestasi pustaka. Jakarta.

Anni Iswandyarie, 2005. Malpraktek dan Resiko Medis.


Prestasi Pustaka. Jakarta.

Arief Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen


Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta.

Ari Yunanto dan Helmi, 2010. Hukum Pidana Malpraktik


Medik; Tinjauan dan Prespektif Medikolegal, Penerbit
Andi Offset. Yogyakarta.

Bahder Johan Nasution, 2005.Hukum Kesehatan (Pertanggung


jawaban Dokter) PT.Rineka Cipta Jakarta.

Budi Sampurna, 2005, Aspek medikolegal pelayanan medik


masa kini dan kaitannya dengan manajemen risiko
klinik, Bina Cipta, Bandung.

Cecep Triwibowo, 2014. Etika dan Hukum Kesehatan, Nuha


medika, Yogyakarta.

Chairul Huda, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan


Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana
Tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta.
Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 159
Chrisdiono, M. Achadiat. 2000. Pernik-Pernik Hukum
Kesehatan Melindungi pasien dan dokter, Widya
Medika, Jakarta.

Danny Wiradharma, 1996. Penuntun kuliah hukum dan


kedokteran, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Darda Syahrizal dan Senja Nilasari, 2013. Undang-Undang


Praktik Kedokteran dan Aplikasinya, Dunia Cerdas,
Jakarta.

Darji Darmodiharjo, Arief Shidarta (2006), Pokok-Pokok


Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

E.Utrecht, disadur oleh Moh Saleh Djinang (1989) Pengantar


Dalam Hukum Indonesia, PT. Ichtiar baru, Jakarta.

Endang Kusuma Astuti. 2009. Transaksi Terapeutik dalam


Upaya Pelayanan Medis di Rumah Sakit. Bandung : PT
Citra Aditya Bakti.

Fred Ameln, 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran,


Grafikatama Jaya. Jakarta.

Gunawan. 1991. Memahami Etika Kedokteran, Kanisius


Yogyakarta.
160 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, 2015, Sistem
Pertanggungjawaban Pidana: Perkembangan dan
Penerapan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Harumiati Natadimaja, 2009, Hukum Perdata Mengenai


Hukum Orang Dan Hukum Benda, Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Hatta Gemala R, Peran Rekam Medis/Kesehatan dalam Hukum


Kedokteran, Makalah, 1986.

Hendrojono Soewono, 2007, Batas Pertanggung Jawaban


Hukum Malpraktik Dokter dalam Transaksi Terapuetik,
Srikandi, Jakarta.

Hermien Hadiati Koeswadji, 1998. Hukum Kedokteran (Studi


Tentang Hubungan dalam Mana Dokter Sebagai Salah
Satu Pihak), PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Hermien Hadiati Koeswadji, 1984. Hukum dan Masalah


Medik, Erlangga University Press. Surabaya. Hermien
Hadiati Koeswadji 1992, Beberapa Permasalahan
Hukum dan Medik, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Husein Kerbala, 1993. Segi-segi etis dan yuridis Informed


consent, Pustaka Sinar. Jakarta.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 161
J. Guwandi, 1996. Pasien dan Hukum. FKUI. Jakarta.

J. Guwandi, 2005. Malpraktek Medik. Universitas Indonesia,


Jakarta.

J. Guwandi, 2004. Hukum Medik, Fakultas Kedokteran UI,


Jakarta.

Jan Remmelink (2003), Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-


Pasal Terpenting dari Kitab Undang Undang Hukum
Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-
Undang Pidana Indonesia), Gramedia Pustaka. Jakarta.

John M Echols& Hasan Sadhily (2003) Kamus Inggris-


Indonesia, Gramedia, Jakarta.

Leenen dan Lamintang. 1991. Pelayanan Kesehatan dan


Hukum. Bina Cipta. Bandung.

Leden Marpaung, 2008, Asas Teori Praktik Hukum Pidana,


Sinar Grafika, Jakarta.

M. H Tirtaamidjaja (1955) Pokok-pokok Hukum Pidana.


Fasco. Jakarta.

M. Jusuf Hanafiah & Amri Amir, 1999. Etika Kedokteran dan


Hukum Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
162 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
M. Yahya Harahap (1986), Segi-Segi Hukum Perjanjian,
Alumni, Bandung.

Martiman Prodjohamidjoyo, 1983. Sistem Pembuktian dan


Alat-alat Bukti, Ghalia, Jakarta.

Muhammad Sadi Is Etika dan Hukum Kesehatan; Teori dan


Aplikasinya di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2015.

Munir Fuady. 2007. Hukum Kontrak dari Sudut Hukum


Bisnis.Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Oemar seno adji, 1991. Etika Profesional dan Hukum


Pertanggung jawaban Pidana dokter : Profesi dokter,
Erlangga. Jakarta.

R. Setiawan (1990) Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina


Cipta, Jakarta.

Subekti. 2003. Pokok Pokok Hukum Perdata. Intermasa.


Jakarta.

Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa : Jakarta.

Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto Fakultas


Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 163
Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum. Liberty.
Yogyakarta.

Soekidjo Notoatmodjo, 2010. Etika dan Hukum Kesehatan,


Rineka Cipta. Jakarta.

Soerjono Soekanto. 2005. Pengantar Hukum Kesehatan. CV.


Ramadya Karya. Bandung.

Syahrul Machmud, 2008. Penegakan Hukum dan


Perlindungan Hukum bagi Dokter yang diduga
Melakukan Medikal Malpraktek, Mandar Maju.
Bandung.

Veronica Komalawati, 2002, Peranan Informed consent Dalam


Transaksi Terapeutik (Persetujuan Dalam Hubungan
Dokter dan Pasien), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Veronica Komalawati, 1999, Hukum dan Etika Dalam Praktik


Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Bandung.

Wehmeier, Sally (Chief Editor), Oxford Advanced Learner’s


Dictionary, 7th edition, New York: Oxford University
Press, 2005.

Wila Chandrawila Supriadi. 2001. Hukum Kedokteran CV.


Mandar Maju. Jakarta.
164 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di
Indonesia, Eresco, Bandung.

Wirjono Prodjodikoro. 1992. Perbuatan Melanggar Hukum


dipandang dari sudut hukum Perdata, Sumur. Bandung.

Peraturan dan Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999


Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Republik Indonesia No.29 Tahun 2004


Tentang Praktek Kedokteran.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009


Tentang Rumah Sakit.

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 165
Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2014


Tentang Keperawatan

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1960 Tentang Lafal


Sumpah Dokter

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 10 Tahun 1966


Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1996


Tentang Tenaga Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.269/MENKES / PER/III/ Tahun 2008 tentang
Rekam Medis.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2002

166 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran
Artikel / Journal:

Ampera Matippanna (2011) Serial Hukum Kesehatan Rahasia


Medik. http://drampera.blogspot.com/2011/06/serial-hukum-
kesehatan-rahasia-medik.html

Ampera Matippanna (2018) Tanggung Jawab Hukum Rumah


Sakit Terhadap Pasien Dalam Pelayanan Kesehatan.
file:///C:/Users/hp/Downloads/17-Article%20Text-28-1-10-
20200503%20(1).pdf

Christne Natalia Musa Limbu (2018) Bolehkah Dokter


Membuka Rahasia Pasien Bila Menemukan Dugaan Pelecehan
Seksual?
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5375c512
12169/bolehkah-dokter-membuka-rahasia-pasien bila-
menemukan-dugaan-pelecehan
seksual/#:~:text=Dalam%20Pasal%2016%20Kode%20Etik,
setelah%20pasien%20itu%20meninggal%20dunia

Eltaslim. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien.


http://id.shvoong.com/law-and-politics/1853631-perlindungan-
hukum-terhadap-pasien/[12 September 2009pukul 19.45].

Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran 167
Eddie, I.Doloksaribu. Desember 2008. Kendala Pembuktian
dalam Kasus Malpraktek di Indonesia. Jurnal Gloria
Juris Vol.8, No.03.

Act CLIV on Health. 1997. Right to Health Care Right to


Health Care. Journal Act CILV of 1997 on Health.
Section 7.

168 Pentingnya Memahami Informed Consent Dan Rahasia Medis Dalam Praktek Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai