Anda di halaman 1dari 28

RENCANA KEGIATAN PENYULUHAN PERTANIAN

“PENYULUHAN PERTANIAN DALAM UPAYA


PENINGKATAN KAPASITAS PETANI TERHADAP
TEKNOLOGI PEMBIBITAN CABAI SEHAT
MELALUI PELATIHAN DI KABUPATEN
BANYUASIN, SUMATERA SELATAN”

OLEH :
KELOMPOK 12
1. Scicilia Romatua Marianita.S (NIM : 05011282025092)
2. Sisilia Huswatun Hasanah (NIM : 05011282205094)
3. Rahmat Fachri Raditya (NIM : 05011282025096)
4. Risky Alouita Br Surbakti (NIM : 05011282025098)
KELAS AGRIBISNIS B INDRALAYA

DOSEN PEMBIMBING :
Prof. Dr. Ir. Sriati, M.S.

PRODI AGRIBISNIS
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................ii
DAFTAR TABEL........................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................3
1.3. Tujuan..............................................................................................3
1.4. Manfaat Kegiatan.............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................5
2.1. Penyuluhan Pertanian.......................................................................5
2.2. Perencanaan Penyuluhan.................................................................7
2.3. Hasil Penyuluhan...........................................................................10
BAB III PEMBAHASAN...........................................................................11
3.1. Metode Pelaksanaan.......................................................................11
3.2. Khalayak Sasaran...........................................................................12
3.3. Rancangan Evaluasi.......................................................................14
3.4. Waktu dan Rencana Jadwal Kegiatan............................................19
3.5. Organisasi Pelaksana.....................................................................20
3.6. Rencana Biaya...............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................21
LAMPIRAN................................................................................................22

ii
DAFTAR TABEL

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
DAFTAR LAMPIRAN

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cabai atau aneka cabai (Capsicum accum L., Capsicum frutescens
L) ialah komoditas yang dapat memberikan sumber pendapatan dan
kesempatan kerja serta memberikan kontribusi yang cukup tinggi
terhadap perkembangan ekonomi serta turut menentukan besaran inflasi
suatu daerah. Proses budidaya yang baik yang termasuk di dalamnya
berupa pembibitan, dapat mengoptimalkan potensi produksi cabai
apabila dilakukan dengan penanganan yang tepat terhadap faktor-faktor
yang menyebabkan penurunan produksi seperti serangan hama dan
penyakit dan efisiensi penggunaan input produksi.
Menurut Permentan No.62/Permentan/OT.140/10/2010, Pelaksanaan
budidaya yang tepat terangkum melalui penerapan prinsip Good
Agriculture Practicess (GAP). Salah satu faktor yang berperan penting
dalam penerapan GAP ialah pemahaman dan keterampilan pelaku
budidaya. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang dapat menunjang
peningkatan pemahaman dan keterampilan pelaku budidaya tanaman
sayuran khususnya cabai. Peningkatan pengetahuan petani dapat
dilakukan melalui berbagai metode. Menurut Hamalik (2005), secara
umum pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan dan membina tenaga
kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan
dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, dedikasi dan
disiplin yang baik. Menurut Sastradipoera (2006), konsep pelatihan
sebagai salah satu bentuk proses pembelajaran yang berhubungan
dengan upaya pengubahan tingkah laku sumber daya manusia agar
tingkah laku itu sesuai dan memadai untuk kebutuhan dan tujuan
tertentu.

1
Salah satu sentra pertanaman cabai di Sumatera Selatan adalah
Kabupaten Banyuasin, dimana luas panennya pada tahun 2014
mencapai 1.783 ha (BPS Propinsi Sumsel, 2015). Cabai yang sering
ditanam ialah cabai local yang dinamakan “Cabai Banyuasin”. Cabai
lokal banyuasin ini ditanami terus menerus oleh petani dikarenakan
memiliki keunggulan di bandingkan varietas yang ada di pasaran.
Namun, dalam proses produksinya banyak petani di Kabupaten
Banyuasin yang belum mengetahui dan memiliki pemahaman yang baik
terhadap mekanisme pertanian modern yaitu teknologi pembibitan cabai
yang baik guna menjaga kualitas dan keunggulan cabai lokal Banyuasin
ini dikarenakan banyak petani yang pendidikannya hanya sebatas tamat
Sekolah Dasar bahkan banyak pula yang tidak bersekolah. Mereka
Bertani hanya menggunakan pengetahuan turun temurun, maksudnya
adalah dengan mengikuti Budaya pertanian yang sebelumnya serta
karakter petani juga bisa dikatakan masih kurang dalam petani
melakukan mekanisme proses produksi Cabai Banyuasin ini. Apalagi
Kabupaten Banyuasin memiliki potensi yang besar dalam
meningkatkan produktivitas cabai. Petani di satu desa menanam cabai
keriting dilahan 50 hektar, yang dikelola oleh masyarakat dan
kelompok tani. Dengan luasan ini, bisa menghasilkan 10 ton dalam satu
kali panen. Potensi ini diharapkan akan bisa meningkatan
perekonomian dan memenuhi kebutuhan sehari-hari petani.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perlu dilakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan model
pelatihan yang diberikan kepada petani cabai di Kabupaten Banyuasin,
Sumatera Selatan. Keefektifan dapat juga diartikan suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang
telah dicapai. Hasil dari penelitian ini selanjutnya dapat digunakan
sebagai instrumen pendekatan dalam memperbaiki dan penyempurnaan

2
program/kegiatan penyuluhan pertanian sehingga lebih efektif, efisien
dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja metode yang dilakukan dalam pelaksanaan penyuluhan
di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan ?
1.2.2. Siapa saja sasaran yang dituju dalam pelaksanaan penyuluhan di
Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan ?
1.2.3. Bagaimana cara mengukur peningkatan pengetahuan petani
sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan ?
1.2.4. Kapan dilaksanakan kegiatan penyuluhan di Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan ?
1.2.5. Siapakah yang melaksanakan penyuluhan ini ?
1.2.6. Berapakah biaya yang dibutuhkan dari kegiatan penyuluhan di
Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan ?
1.2.7. Bagaimana evalusi kegiatan penyuluhan di Kabupaten Banyuasin,
Sumatera Selatan ?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui metode yang akan dilakukan dalam pelaksanaan
kegiatan penyuluhan di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.
1.3.2. Mengetahui siapa saja yang menjadi sasaran dalam pelaksanaan
kegiatan penyuluhan di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.
1.3.3. Mengetahui cara yang dilakukan untuk mengukur tingkat
pengetahuan petani dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan.
1.3.4. Mengetahui waktu pelaksanaan kegiatan penyuluhan di
Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.
1.3.5. Mengetahui siapa saja yang melaksanakan kegiatan penyuluhan di
Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.
1.3.6. Mengetahui jumlah biaya yang dibutuhkan dari pelaksanaan
kegiatan penyuluhan di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.

3
1.3.7. Mengetahui evaluasi kegiatan penyuluhan di Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan.
1.4. Manfaat Kegiatan
1.4.1. Bagi penyuluh, kegiatan penyuluhan ini merupakan bagian dari
proses belajar yang harus ditempuh untuk mendapatkan banyak
pengetahuan tentang bagaimana proses menyelenggarakan
kegiatan penyuluhan dari awal hingga akhir.
1.4.2. Bagi penyuluh, kegiatan ini dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam menentukan langkah dalam melaksanakan kegiatan
penyuluhan.
1.4.3. Bagi petani, kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan
sekaligus keterampilan petani dalam melaksanakan produksi
tanaman cabai sehingga potensi yang dimiliki petani berkembang
dan pendapatan petani pun meningkat.
1.4.4. Bagi petani, pelatihan ini dapat meningkatkan kapasitas petani
dalam mekanisme pertanian modern yaitu teknologi pembibitan
cabai sehat untuk mening
1.4.5. Bagi pihak lain, kegiatan ini dapat dijadikan informasi tambahan
untuk meneliti lebih lanjut mengenai proses penyelenggaraan
kegiatan penyuluhan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyuluhan Pertanian


Salah satu upaya pemerintah untuk mensukseskan jalannya
pembangunan pertanian di Indonesia adalah melalui proses
penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Proses adalah urutan
pelaksanaan yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin
menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang
menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh
perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek
di bawah pengaruhnya. (Anonima, 2009).
Beberapa pengertian lain dari proses yang disebutkan dalam kamus
besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, proses merupakan runtutan
perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Proses merupakan
rangkaian tindakan, perbuatan, atau pengolahan yang menghasilkan
produk. (Departemen Pendidikan Nasional, 2007).
Sedangkan kata penyelenggaraan berasal dari kata selenggara yang
artinya mengurus dan mengusahakan sesuatu (seperti memelihara,
memiara, merawat). Sedangkan penyelenggaraan yaitu pemeliharaan,
proses, cara, perbuatan menyelenggarakan dalam berbagai arti (seperti
pelaksanaan, penunaian). (Departemen Pendidikan Nasional, 2007).
Jack Ferner (Ibrahim et al., 2003) mengatakan bahwa penyuluhan
pertanian merupakan ilmu terapan yang secara khusus mempelajari
teori, prosedur dan cara yang dapat digunakan untuk menyampaikan
teknologi baru kepada petani melalui proses pendidikan, sehingga
petani mengerti, menerima dan menggunakan teknologi baru untuk
memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya.

5
Fungsi penyuluhan pada hakekatnya adalah memberikan jalan
kepada para petani untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhannya (cara-
cara dan teknologi baru). Fungsi penyuluh menimbulkan dan
merangsang kesadaran para petani agar dengan kemauan sendiri dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya itu. Fungsi penyuluh lainnya
adalah menjembatani gap antara praktek yang harus dijalankan oleh
petani dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang yang
menjadi kebutuhan para petani tersebut.
Penyuluhan dengan penyuluhnya merupakan penghubung yang bersifat
dua arah (two way traffic) antara :
a) Pengetahuan yang dibutuhkan para petani dan pengalaman yang
biasa dilakukan para petani.
b) Pengalaman baru dengan para ahli, dalam hal ini para ahli
memberikan cara pemecahannya. (Kartasapoetra, 1991).
Tyler dalam Mardikanto (1993) menyampaikan tahapan dalam
perumusan programa penyuluhan pendidikan suatu model perumusan
programa penyuluhan terdiri dari atas 5 tahapan yaitu :
1) Pengenalan dan analisis keadaan.
2) Penetapan tujuan program.
3) Penetapan alternatif kegiatan.
4) Penetapan kegiatan yang terpilih.
5) Pelaksanaan kegiatan.
Sebagai agen perubahan, penyuluh memiliki beberapa peran. Ada
dua peran yang berkaitan dengan adopsi inovasi. Pertama, peran
menghubungkan sistem sumber perubahan dengan sistem sasaran
perubahan. Dalam menghubungkan kedua sistem tersebut, penyuluh
menyediakan saluran tempat diluncurkannya inovasi kepada sasaran.
Kedua, sebagai akseleran proses adopsi. Dalam mempengaruhi
pengambilan keputusan adopsi inovasi, yaitu keputusan optional yang
diambil secara individual, keputusan kolektif dan keputusan kekuasaan.

6
Dasar penggolongan jenis keputusan tersebut adalah proses atau siapa
yang harus berhak mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu
inovasi. Keputusan yang diambil secara individual, relaitif lebih cepat
daripada adopsi inovasi yang harus menunggu keputusan kelompok
(kolektif) dan lebih cepat lagi daripada keputusan yang hanya berhak
diambil oleh penguasa. (Rejeki dan Herawati, 1999).
Penyuluh membantu petani dalam usaha meningkatkan produksi dan
mutu hasil produksinya guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Oleh
karena itu, para penyuluh mempunyai banyak peran antara lain
penyuluh sebagai pembimbing petani, organisator, dinamisator, pelatih,
teknisi dan jembatan penghubung antara keluarga petani dan instansi
penelitian di bidang pertanian. Penyuluh juga berperan sebagai agen
pembaharu yang membantu petani mengenal masalah-masalah yang
mereka hadapi dan mencari jalan keluar yang diperlukan (Suhardiyono,
1992).

2.2. Perencanaan Penyuluhan


Pelaksanaan penyuluhan pertanian adalah tindakan-tindakan nyata
dari apa-apa yang telah ditetapkan dan disusun dalam program
penyuluhan. Dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu ditentukan
materi apa yang disampaikan, dimana penyuluhan akan dilaksanakan,
kapan penyuluhan pertanian dilaksanakan, siapa yang melakukan
penyuluhan dan bagaimana cara melakukan. (Ibrahim et al., 2003).
Kegiatan penyuluhan pertanian melibatkan dua kelompok yang aktif.
Di satu pihak adalah kelompok penyuluh dan yang kedua adalah
kelompok yang disuluh. Penyuluh adalah kelompok yang diharapkan
mampu membawa sasaran penyuluhan pertanian kepada cita-cita yang
telah digariskan. Sedangkan yang disuluh adalah kelompok yang
diharapkan mampu menerima paket penyuluhan pertanian.
(Sastraatmadja, 1993).

7
Penyuluhan dapat berlangsung efektif, oleh karena itu hal yang harus
selalu diutamakan adalah “kejelasan komunikasi”, yang sangat
tergantung kepada ketiga unsur komunikasi, yaitu :
(a) Unsur pesan, berisi hal-hal yang dengan mudah dipahami oleh
sasaran, baik mengenai isi materi, bahasa yang digunakan dan
disampaikan pada waktu dan tempat yang sesuai.
(b) Unsur media/saluran komunikasi saluran yang digunakan harus
terbebas dari gangguan, baik gangguan teknis (jika menggunakan
media massa) ataupun gagasan sosial budaya (jika menggunakan
media antar pribadi).
(c) Unsur penyuluh dan sasarannya. (Departemen Kehutanan, 1996).
Pelaksanaan penyuluhan tidak akan pernah lepas dari metode
penyuluhan. Sastraatmadja (1993) mengungkapkan bahwa yang
dimaksud dengan metode biasanya identik dengan prosedur, tata cara
atau aturan main. Dalam kaitannya dengan kegiatan penyuluhan
pertanian, maka yang disebut dengan metode penyuluhan pertanian
adalah aturan main yang sebaiknya diterapkan guna mewujudkan cita-
cita sakral dari penyuluhan pertanian itu sendiri. Metode penyuluhan
pertanian, umumnya akan berhubungan dengan alat atau sistem apa
yang seharusnya dilaksanakan.
Soedarmanto (Ibrahim et al., 2003) mengemukakan bahwa metode
penyuluhan yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Sesuai dengan keadaan sasaran, apakah sasaran dalam tahap
mengenal, menaruh minat, menilai, mencoba mengadopsi suatu
inovasi. Apabila petani sasaran pada tahap ingin mengetahui dan
menaruh minat, metode massal lebih sesuai digunakan. Apabila
petani sasaran pada tahap menilai, mencoba, metode kelompok lebih
sesuai digunakan. Sedangkan apabila dalam tahap menerapkan maka
metode perseorangan paling sesuai diterapkan.

8
b. Cukup kuantitas dan kualitas, artinya penyuluh menguasai banyak
metode penyuluhan pertanian sehingga dapat dilakukan pemecahan
masalah-masalah penyuluhan.
c. Tepat mengenai sasaran dan waktunya, dimana tepat sasaran dapat
diartikan bahwa penyuluhan pertanian yang digunakan disesuaikan
dengan tingkat pendidikan dan daya serap petani sasaran.
d. Materi akan lebih mudah diterima dan dimengerti, artinya materi
penyuluhan harus sederhana dan dapat dikomunikasikan dengan
bahasa petani, sehingga petani sasaran dapat memahami materi yang
disuluhkan.
e. Murah pembiayaannya, dimana penyuluhan dapat dilaksanakan
dengan biaya relatif murah sehingga dapat terlaksana secara
kontinyu dan dapat merespon reaksi petani dari proses penyuluhan
yang dilakukan. Metode penyuluhan dapat dibagi menjadi beberapa
macam. Berdasarkan media yang digunakan, metode penyuluhan
dapat dibedakan menjadi tiga antara lain media lisan, media cetak
dan media terproyeksi.
Berdasarkan hubungan antara penyuluh dengan sasaran maka dapat
dibedakan menjadi komunikasi langsung dan tidak langsung.
Sedangkan berdasarkan kondisi psiko sosial sasarannya, metode
penyuluhan dapat dibedakan menjadi pendekatan perorangan,
kelompok dan massal. Pelaksanaan penyuluhan juga harus
memperhatikan teknik penyuluhan yang akan digunakan.
Menurut Mardikanto dan Wijianto (2005), teknik penyuluhan adalah
cara penyuluh untuk mendekatkan materi dengan sasarannya. Ada
banyak teknik penyuluhan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan
penyuluhan diantaranya dengan teknik individu kunci, surat-menyurat,
kunjungan, karyawisata, dan juga demonstrasi. Selain itu teknik
penyuluhan juga dapat dibagi lagi menjadi teknik ceramah, teknik
kuliah, teknik kursus, pameran, pertunjukan, radio, televisi, dan lainnya.

9
2.3. Hasil Penyuluhan
Penyuluhan pertanian menurut Van den Ban dan Hawkins (1999)
berfungsi membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi
dan melakukan perkiraan ke depan, membantu menyadarkan petani
terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut,
meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap
suatu masalah serta membantu menyusun kerangka berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki petani, membantu petani memperoleh
pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah
yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka
mempunyai berbagai alternatif tindakan, membantu petani memutuskan
pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal,
meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya dan
membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan ketrampilan
dalam membentuk pendapat dan pengambilan keputusan yang tepat.
Penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi
lebih tahu. Keterampilan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan
dari yang tidak mampu menjadi mampu melakukan suatu pekerjaan
yang bermanfaat. Sikap dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan
dari yang tidak mau menjadi mau, memanfaatkan kesempatan-
kesempatan yang diciptakan (Ibrahim et al., 2003).
Seorang penyuluh pada hakekatnya tidak hanya bertugas
menyampaikan pesan, namun harus berinteraksi terus dengan khalayak
sasaran hingga terjadi adopsi inovasi yang berupa perubahan perilaku
dalam pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam mengadopsi inovasi
tersebut. (Rejeki dan Herawati, 1999).

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Metode Pelaksanaan


Penelitian ini dilakukan dengan mengukur pengetahuan petani
sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan dilaksanakan
dalam bentuk pembelajaran langsung terhadap petani melalui metode
melihat, dan mempelajari serta diperkaya dengan teknik-teknik
pengaktifan peserta misalnya diskusi dengan narasumber mengenai
teknologi pembibitan cabai sehat. Menurut Mujiman (2006), pelatihan
atau pembelajaran yang diperkaya dengan teknik-teknik pengaktifan
peserta misalnya diskusi atau tanya jawab akan mengaktifkan dan
memotivasi peserta dalam pemahaman dan penguasaan materi yang
diberikan.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner pre-
test dan post test, berupa pertanyaan dengan penilaian secara skoring.
Menurut Mardikanto (2010), upaya penyajian ini dimaksudkan
mengungkapkan informasi penting yang terdapat dalam data ke dalam
bentuk yang lebih ringkas dan sederhana yang pada akhirnya mengarah
pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Analisis statistik
deskriptif dilaksanakan melalui beberapa tahapan :
(1) Penyajian data analisa dengan metode tabulasi ;
(2) Penentuan kecenderungan nilai responden untuk masing-masing
variabel yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas kriteria
diantaranya adalah : rendah, sedang, dan tinggi. Interval kelas
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Nilai Tertinggi−Nilai Terendah
Interval Kelas ¿
Klasifikasi

11
Untuk melihat keberhasilan setiap metode terhadap pengetahuan, sikap
dan respon peserta digunakan klasifikasi yang dikategorikan menjadi 3
kategori : (1) rendah, (2) sedang, (3) tinggi.
Interval klasifikasi dicari dengan formula :
J
I¿
K
I = Interval kelas
J = Jarak (nilai terbesar dikurangi nilai terkecil)
K = Banyaknya kelas yang digunakan
Data yang dihimpun terdiri dari data primer terdiri dari karakteristik
responden dan hasil pre test dan post test. Data dianalisis dengan
perangkat lunak aplikasi SPSS 17, menggunakan analisis statistik non-
parametrik yaitu dengan Wilcoxon Match Pairs Test dengan taraf
signikansi 0,05 (Siegel, 1994 dan Sugiyono, 2010). Pengujian ini untuk
mengetahui perbedaan pengetahuan peserta antara sebelum dan setelah
mengikuti pelatihan.

3.2. Khalayak Sasaran


Respoden dalam penelitian ini adalah peserta pelatihan yaitu petani
cabai dari 4 (empat) Kecamatan yaitu Banyuasin I, Banyuasin II,
Banyuasin III, dan Betung di Kabupaten Banyuasin. Seluruh responden
berjenis kelamin laki-laki, namun terdapat keragaan karakteristik
responden dari aspek usia, pendidikan, dan lama berusahatani. Berikut
data sebaran karekteristik responden dari segi usia, pendidikan dan lama
berusahatani cabai.

12
Gambar 1. Sebaran Usia Tani

Gambar 2. Pengalaman Berusaha Tani Cabai

SD
PT
(8% atau
(4% atau
SLTP

SLTA (24%

(64% atau 6

atau 16
Gambar
Gambar 3. Sebaran
3. Sebaran TingkatTingkat
Pendidikan
Pendidikan
Berdasarkan Gambar 1, seluruh responden masuk dalam usia
produktif yaitu 31-56 tahun yaitu sebanyak 25 responden. Hal ini sangat
menguntungkan bagi pelaksanaan pelatihan, karena pada usia produktif
peserta cenderung akan lebih aktif dan memiliki keingintahuan yang
besar. Hal ini dapat terlihat pada saat pelaksanaan pelatihan, peserta
tampak antusias mengikuti pelatihan dan mengajukan pertanyaan
sehingga terjadi diskusi antara petani dan narasumber.
Berdasarkan Gambar 2, 88% responden memiliki pengalaman berusaha
tani cabai sampai dengan 10 tahun, sedangkan lainnya memiliki

13
pengalaman sampai dengan 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
responden merupakan petani cabai di Kabupaten Banyuasin memiliki
pengalaman bertani cabai yang cukup lama.
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa tingkat pendidikan responden
sebagian besar yaitu 64% berpendidikan SLTA. Tingkat pendidikan,
pengalaman berusaha tani dan usia sangat menentukan penerimaan
materi yang berpengaruh pada peningkatan pengetahuan petani.
3.3. Rancangan Evaluasi
Penelitian dilaksanakan terhadap 25 petani cabai dari wilayah sentra
pengembangan cabai di Kabupaten Banyuasin yang berasal dari 4
(empat), yakni Kecamatan Banyuasin I, Banyuasin II, Banyuasin III,
dan Betung sebagai peserta pelatihan yang dilaksanakan pada tanggal
11 Februari 2022. Pelatihan ini merupakan bagian dari rangkain
kegiatan Hari Pangan Sedunia ke-36 di Kabupaten Banyuasin melalui
anggaran Kegiatan BPTP Sumatera Selatan TA. 2022 yaitu
“Pendampingan Pengembangan Kawasan Tanaman Hortikultura
Komoditas Cabai di Sumatera Selatan”. Pengambilan sampel dilakukan
secara sengaja (Purposive Sampling) terhadap 25 petani cabai dari 4
kecamatan yang merupakan wilayah sentra pengembangan cabai di
Kabupaten Banyuasin sebagai peserta kegiatan pelatihan.
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur pengetahuan petani
sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan dilaksanakan
dalam bentuk pembelajaran langsung terhadap petani melalui metode
melihat, dan mempelajari serta diperkaya dengan teknik-teknik
pengaktifan peserta misalnya tanya jawab dengan narasumber mengenai
teknologi pembibitan cabai sehat. Menurut Mujiman (2006), pelatihan
atau pembelajaran yang diperkaya dengan teknik-teknik pengaktifan
peserta misalnya diskusi atau tanya jawab akan mengaktifkan dan
memotivasi peserta dalam pemahaman dan penguasaan materi yang
diberikan.

14
Untuk mengetahui peningkatan pengetahuan petani yang mengikuti
kegiatan pelatihan dilakukan dengan pengisian kuesioner pretest oleh
responden sebelum mengikuti pelatihan. Peningkatan pengetahuan
responden setelah mengikuti pelatihan diukur menggunakan kuesioner
postest. Penilaian setiap materi pada kuesioner dengan skoring yaitu
dengan nilai tertinggi adalah 3 dan nilai terendah adalah 1, kemudian
nilai tersebut dijumlahkan sebagai nilai akhir. Hasil penilaian dari
pengisian kuesioner pretest dan postest tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4. Peningkatan Pengetahuan Petani Sebelum (Pretest) dan


Sesudah (Postest) Mengikuti Pelatihan
Dari data di bawah ini, terlihat bahwa terjadi peningkatan
pengetahuan petani setelah mengikuti pelatihan yaitu 26,17%. Untuk
mengetahui signifikansi peningkatan pengatahuan petani tersebut
dilakukan uji statistik dengan membandingkan nilai atau skor yang
diperoleh dari setiap petani sebagai peserta pelatihan yaitu sebelum
mengikuti pelatihan dan setelah mengikuti pelatihan.
Data selanjutnya dianalisis dengan aplikasi SPSS 17, menggunakan
analisis statistik non parametrik yaitu dengan Wilcoxon Match Pairs
Test. Hasil dari analisis data yang dilakukan tersaji pada Tabel 1.
Analisis data dilakukan dengan membandingkan nilai hasil pretest dan
postest untuk menguji signifikansi dua subyek penelitian berpasangan
(Ernawati, dkk, 2012). Analisis Wilcoxon Match Pairs Test merupakan

15
analisis pengujian keefektifan suatu metode atau kegiatan. (Narbuko,
2004).

Tabel 1. Analisis statistik Wilcoxon Match Pairs Test


Hasil analisis uji Wilcoxon dengan n=25, taraf kesalahan 5%
menunjukkan nilai Asymp. Sig. 0,000 (Asymp. Sig. ≤ 0,05). Harga Z
hitung pada uji Wilcoxon adalah -4,910 merupakan nilai mutlak
sehingga nilainya menjadi 4,910. Selanjutnya pada taraf kesalahan 5%,
Z tabel sebesar 1,645 sehingga Z hitung lebih besar dari Z tabel. Hal ini
menunjukan bahwa pelatihan yang dilaksanakan berpengaruh signifikan
dalam meningkatkan pengetahuan peserta pelatihan.
Materi yang diberikan dalam pretest dan postest merupakan
pertanyaan tentang teknologi pebibitan cabai sehat. Materi yang
digunakan sebagai variabel/pertanyaan dalam pengukuran peningkatan
pengetahuan petani selama pelatihan meliputi pemahaman tentang :
(a) Cara pembibitan cabai sehat;
(b) Pentingnya penggunaan bibit sehat dalam budidaya cabai;
(c) Cara mendapatkan benih yang sehat;
(d) Cara penyiapan media pada budidaya cabai sehat;
(e) Media yang baik untuk pembibitan cabai sehat;
(f) Komposisi media yang digunakan dalam pembibitan cabai sehat;
(g) Cara sterilisasi media dalam pembibitan cabai sehat;
(h) Cara perlakuan benih (seed treatment) pada pembibitan cabai sehat;
(i) Cara penyemaian benih yang baik pada pembibitan cabai sehat;

16
(j) Cara penyiraman pada pembibitan cabai sehat;
(k) Pentingnya penggunaan screen house dalam pembibitan cabai
sehat;
(l) Cara membuat screen house untuk pembibitan cabai sehat; dan
(m) Ciri-ciri bibit cabai siap untuk pindah tanam.
Berikut peningkatan pengetahuan petani selama pelatihan berdasarkan
materi pretest dan postest yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peningkatan Pengetahuan Petani Berdasarkan Materi yang Diberikan


Dari Gambar 5, dapat dilihat bahwa rata-rata peningkatan
pengetahuan responden (petani) mengenai pembibitan cabai sehat
setelah mengikuti pelatihan mengalami peningkatan sebesar 37,23%.
Peningkatan pengetahuan petani yang mengikuti kegiatan pelatihan
tersebut tidak terlepas dari peran narasumber yang berkompeten dalam
memberikan materi tentang pembibitan cabai sehat, hal ini diperkuat
oleh penelitian yang dilakukan Haslinda, et al. (2009) bahwa
kompetensi instruktur merupakan faktor yang signifikan berkontribusi
terhadap keberhasilan pelatihan/pembelajaran. Karaktersitik peserta
pelatihan ialah petani cabai yang berpengalaman merupakan faktor
penting yang berpengaruh dalam meningkatnya pengetahuan,
sebagaimana yang disampaikan Anonim (2014).
Setelah pelaksanaan pelatihan, selain diberikan pertanyaan dalam
postest, responden (petani) juga dimintai untuk menilai terhadap materi

17
untuk mengetahui sikap dan respon yaitu manfaat materi yang
diberikan, kemudahan materi untuk diterapkan, keuntungan yang
didapat apabila materi diterapkan, kesesuaian materi dengan kebutuhan
usahatani, dan kesukaan atau ketertarikan terhadap materi yang
diberikan, keinginan untuk menerapkan materi yang diberikan, dan
rencana penerapan materi yang telah diberikan, dapat dilihat pada Tabel
2.

Tabel 2. Sikap dan Respon Terhadap Materi yang Diberikan


Tabel 2 menujukkan bahwa dari ketujuh kriteria sikap dan respon
terhadap materi yang diberikan secara umum dinilai pada kategori
tinggi yaitu 100%. Untuk kriteria rencana penerapan materi yang telah
diberikan, 80% menilai pada kategori tinggi dan 20% menilai pada
kategori sedang. Perbedaan kategori ini berdasarkan pada tingkatan
rencana responden (petani) dalam rencana penerapannya yaitu: (i)
Kategori tinggi artinya petani berencana akan mencoba menerapkan
sendiri, mencoba menerapkan di kelompok tani, dan menyampaikan
kepada petani lain di pertemuan kelompok; (ii) Kategori sedang artinya

18
petani berencana akan mencoba sendiri dan di kelompok tani; dan (iii)
Kategori rendah artinya petani hanya berencana akan mencoba sendiri.
Perbedaan kategori ini berdasarkan pada karaktersitik responden
(petani) dalam menentukan rencana penerapannya. Menurut Rogers
(1983), menjelaskan bahwa secara konseptual, sebelum masyarakat
mau menerima/menerapkan dengan keyakinan sendiri, proses adopsi
melalui beberapa tahapan adalah (i)Awareness atau kesadaran, yaitu
penerima manfaat mulai sadar tentang inovasi yang ditawarkan oleh
fasilitator; (ii)Interest atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai
oleh keinginannya untuk mengetahui lebih banyak tentang inovasi yang
ditawarkan fasilitator; (iii)Evaluation atau penilaian terhadap manfaat
inovasi yang telah diketahui secara lebih lengkap; (iv)Trial atau
mencoba dalam skala kecil untuk lebih menyakinkan penilaian sebelum
menerapkan pada skala yang lebih luas; (v)Adoption atau menerapkan
dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah
dilakukan/diamatinya sendiri.
Menurut Mardikanto (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi
kecepatan adopsi inovasi adalah sifat-sifat intrinsik dari inovasi yang
disampaikan yaitu yang pertama compatibility atau kesesuaian inovasi
dengan lingkungan setempat. Selanjutnya, comparative advantage atau
keunggulan relatif dari inovasi yang ditawarkan dibandingkan dengan
teknologi yang sudah ada, baik keunggulan teknis, ekonomis (besar
keuntungannya), manfaat non-ekonomi, maupun dampak sosial budaya
dan politis yang ditimbulkan.

19
3.4. Waktu dan Rencana Jadwal Kegiatan

Tabel 3. Rencana Jadwal Kegiatan Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Banyuasin

3.5. Organisasi Pelaksana


Petugas penyuluh yang melakukan penyuluhan di Kabupaten Banyuasin
adalah Penyuluh Pertanian Lapang (PPL). Dimana PPL memiliki tugas

20
yaitu: 1. mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi petani,
nelayan dan keluarganya dalam berusahatani; 2. Menginventarisasi data
di wilayah kerjanya yang dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam
penetapan materi penyuluhan pertanian; 3. Membantu menyusun
programa penyuluhan pertanian; 4. Menggali dan mengembangkan
sumber daya; 5. Mengembangkan swadaya dan swakarsa petani nelayan
dan keluarganya; 6. Mengikhtiarkan kemudahan bagi para petani,
nelayan dan keluarganya antara lain dalam mendapatkan sarana
produksi, kredit dan alat-alat pertanian.

3.6. Rencana Biaya

21
DAFTAR PUSTAKA

22
LAMPIRAN

23

Anda mungkin juga menyukai