Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sistem pencernaan manusia terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan. Fungsi sistem pencernaan adalah memperoleh zat-zat makanan yang
dibutuhkan bagi tubuh. Sistem pencernaan merupakan saluran yang dilalui bahan
makanan. Ada banyak sekali penyakit yang dapat menyerang saluran pencernaan, baik
dari sumber biologis seperti makanan yang mengandung virus, bakteri atau
mikroorganisme lainya, sumber kimia seperti kelebihan dosis obat, maupun akibat
mekanik seperti suhu dan lingkungan. Pencernaan sangatlah penting bagi manusia, karena
kerja sistem pencernaan sangat menentukan gizi yang terserap dan pembuangan yang
tidak diperlukan oleh tubuh. Sistem pencernaan juga akan membentuk asam amino
esensial rantai pendek yang berguna dalam proses kekebalan tubuh (imunitas). Namun,
masyarakat saat ini memiliki kesadaran akan kesehatan pencernaan dirasakan masih
rendah. Ini dapat terlihat dari pola makan masyarakat seharip-hari yang dapat memicu
terjadinya gangguan sistem pencernaan, misalnya kurang mengkonsumsi makanan
berserat yang diduga sebagai penyebab apendisitis (Sander, 2011). Apendisitis
merupakan suatu kondisi dimana terjadi infeksi di umbai cacing. Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang pada umumnya berbahaya bagi tubuh (Nanda, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO, 2010), dalam Hadira (2015)
menyatakan bahwa insiden apendisitis di dunia tahun 2010 mencapai 27% dari
keseluruhan jumlah penduduk dunia atau 6.647.186.407 jiwa dan Insiden apendisitis di
Asia 4,8% di Asia Tenggara, Indonesia merupakan Negara dengan insiden apendisitis
akut tertinggi sebanding dengan jumlah penduduknya yang paling banyak dibandingkan
dengan Negara-negara lain di wilayah tersebut. Ini dapet dilihat dari sekitar 238.452.952
penduduk Indonesia, 596.132 orang diantaranya menderita apendisitis akut
(www.ilmubedah.info.com, 2014).
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga / SKRT (santi, 2012) di
Indonesia apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan
beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawat daruratan abdomen. Insiden
apendisitis di Indonesia menepati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen
lainya (Depkes 2015). Di Indonesia angka insiden apendisitis cukup tinggi, dan terjadi

1
peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun dilaporkan sekitar 95/1000 penduduk
dengan jumlah kasus sekitar 10 juta setiap tahunnya dan merupakan kejadian tertinggi di
ASEAN.
Survey di 15 provinsi di Indonesia (2014), dalam Haris (2016) menunjukan
jumlah apendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 4.351 kasus. Jumlah ini
meningkat drastic dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 3.236 orang.
Menurut Dinkes Provinsi Bali pada tahun 2016, apendisitis menduduki peringkat 6
penyakit rawat inap RSUD se-Bali, tercatat 1617 kejadian pada tahun 2016 dan
berdasarkan register di BRSU Tabanan pada tahun 2016, terdapat sebanyak 135 kasus
apendisitis dan tahun 2017 meningkat menjadi 273 kasus dimana usia yang paling rentan
antara umur 10 sampai 30 tahun (Smeltzer, 2002). Timbulnya apendisitis ada
hubungannya dengan gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari seperti kurangnya
mengkonsumsi makanan berserat yang diduga sebagai salah satu penyebab apendisitis
(Sander, 2011). Salah satu tindakan darurat medis pada keadaan dimana usus buntu
meradang dengan hebat dan terancam akan pecah disebut apendiktomi (Smeltzer, 2001).
Tindakan operasi sering menimbulkan rasa takut yang berdampak pada
kecemasan pasien pre operasi. National Comorbidity Study (NSC) mengungkapkan 1 dari
4 orang memenuhu criteria untuk sedikitnya satu gangguan kecemasan (Lubis & Afif,
2014). Terdapat 16 juta orang atau 6% penduduk Indonesia mengalami gangguan mental
emosional, termasuk kecemasan (Riskesdas, 2013). Pencetus terjadi kecemasan yaitu
penyakit kronis, trauma fisik, dan pembedahan (Stuart & Sundden, 1998). Reaksi umum
mengenai ketegangan mental menggambarkan kegelisahan dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu
tersebut disertai perubahan fisiologis dan psikologis.
Perubahan fisiologis berbagai sistem tubuh akibat cemas seperti perubahan sistem
kardiovaskuler yaitu peningkatan tekanan darah, palpasi, jantung berdebar, denyut nadi
meningkat, tekanan darah menurun, syok dan lain-lain termasuk sistem pernafasan antara
lain nafas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik akan sangat
berpengaruh terhadap tindakan pre operasi. Kecemasan berhubungan dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan ancaman terhadap keselamatan jiwa
akibat prosedur pembedahan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan gejala
susah tidur, lesu, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak dan mudah menangis.
Kecemasan pasien pre operatif disebabkan oleh berbagai factor salah satunya seperti

2
factor pengetahuan dan sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan
pada pasien pre operatif.
Tingkat pengetahuan pada umumnya menggambarkan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012). Salah satu upaya meminimalkan kecemasan pasien pre operasi
adalah memperoleh pengetahuan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta
pencegahan apendisitis. Dengan demikian pasien dapat memahami tentang apendisitis
yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien sebelum dilakukan
tindakan operasi apendiktomi. Pasien yang memperoleh pengetahuan dari petugas
kesehatan akan lebih optimis dalam menjalankan operasi sehingga lebih mudah
beradaptasi dengan stress yang dialaminya sekaligus mempercepat proses penyembuhan
pasca operasi apendiktomi. Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Pre Operasi Apendiktomi Di BRSU Tabanan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Tingkat
kecemasan Pasien Pre Operasi Apendiktomi Di BRSU Tabanan?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penlitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Apendiktomi Di BRSU
Tabanan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi
apendiktomi di BRSU Tabanan
1.3.2.2 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi.
1.3.2.3 Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi apendiktomi di BRSU Tabanan
1.4 Manfaat Penelitian
3
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Praktis
1.4.1.1 Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan memberikan dorongan untuk pengungkapan perasaan pasien,
harus mendengarkan dan harus memahami ungkapan pasien, serta memberikan
informasi secara jelas mengenai prosedur tindakan operasi yang membantu
menyingkirkan rasa cemas pada pasien pre operasi apendiktomi.
1.4.1.2 Bagi Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan sebagai tambahan informasi didalam perawat dalam
menjalankan salah satu fungsinya berkaitan dengan pendidikan kesehatan dalam
upaya penyampaian pengetahuan tentang tindakan operasi terhadap pasien pre operasi
apendiktomi.
1.4.1.3 Bagi Keluarga pasien pre operasi
Keluarga diharapkan memberikan dukungan social semaksimal mungkin
kepada pasien berupa dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan
penilaian, dan dukungan emosional.
1.4.1.4 Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar bagi peneliti
selanjutnya terkait topic yang berkaitan atau hubungan tingkat pengetahuan pasien
dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi di BRSU Tabanan.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan tentang
tindakan operasi dengan pasien pre oprasi apendiktomi di BRSU Tabanan.
1.5 Keaslian Penelitian
1.5.1 Hasil penelitian oleh Bambang (2017) tentang factor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis di ruang rawat inap rumah RSUD Siti
Aisyah Kota Lubuklinggau tahun 2017. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Setional, dengan jumlah sampel 139
responden. Berdasarkan uji statistic dengan metode Chi-square didapatkan hasil yaitu
ada hubungan antara factor pengetahuan secara parsial dengan kecemasan pada pasien
pre operasi apendisitis dengan p-value = 0,002. Tidak ada hubungan antara factor
pendidikan secara parsial dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi
apendisitis dengan p-value = 0,543. Ada hubungan antara factor umur secara parsial
4
dengan kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis dengan p-value = 0,046. Ada
hubungan antara factor ekonomi secara parsial dengan kecemasan pasien pre operasi
apendesitis dengan p-value = 0,030. Persamaan penelitian ini terletak pada subjek
responden yang diteliti. Perbedaan terletak pada tempat penelitiannya, dimana peneliti
melakukan penelitian di ruang rawat inap rumah RSUD Siti Aisyah Kota
Lubuklinggau tahun 2017.
1.5.2 Hasil penelitian oleh Thomas, dkk (2016) tentang Angka Kejadian Apendisitis di
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado periode Oktober 2012- Septemebr 2015. Hasil
penelitian menunjukan bahwa selama periode Oktober 2012 – September 2015
terdapat 650 pasien. Jumlah pasien terbanyak ialah apendisitis akut sebanyak 412
pasien (63%) sedangkan apendisitis kronis sebanyak 193 pasien (6%). Penelitian
deskriptif retrospektif dengan menggunakan data reka medic. Persamaan penelitian ini
terletak pada subjek responden yang diteliti. Perbedaannya pada tempat penelitian,
dimana peneliti melakukan penelitian di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
1.5.3 Hasil penelitian oleh Oka Sopyana (2018) tentang Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Apendiktomi di Ruang Bougenville
BRSU Tabanan. Penelitian analitik koreasional dengan pendekatan cross sectional.
Pengambilan sampel menggunakan non probality sampling dari 32 responden
didapatkan kecemasan pre operasi apendiktomi dengan 5 responden (15,5%)tidak ada
kecemasan, 24 responden (75%) kecemasan ringan, 3 responden (9,4%) kecemasan
sedang. Berdasarkan hasil uji analisa antara dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi apendiktomi didapatkan hasil p value sebesar 0,01
sedangkan nilai α = 0,05 ini berarti nilai 0,01 < 0,05, ini menyatakan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi. Persamaan pada penelitian ini
terletak pada variabel dependen (tingkat kecemasan) dan subyek responden yang
diteliti. Perbedaan pada penelitian ini antara lain terletak pada variabel independen
(dukungan keluarga) dimana peneliti mengkaji variabel dependen (tingkat
pengetahuan).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Konsep Dasar Apendisitis
2.1.1.1 Definisi
Apendisitis sering disebut dengan umbai cacing. Istilah usus buntu yang
dikenal masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usu buntu sebenarnya
sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah
kesehatan. Peradangan apendik akut memerlukan tindakan pembedahan segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidayat, 2010). Kondisi
obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan
bakteri. Hal ini akan terjadi peningkatan kongestik dan penurunan perfusi pada
dinding apendik yang berlanjut pada nekrosis dan imflamasi apendisitis (Muttaqin,
2011).
Apendisisstis akut merupakan peradangan dari apendisitis vermiformis dan
salah satu penyebab kasus pembedahan darurat nyeri perut akut terbanyak sekitar
10%, ini terjadi pada semua golongan usia terutama usia 20-30 tahun dengan angka
insiden paling banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan 1,4 :
1 (Froggatt & Harmston, 2011).
2.1.1.2 Etiologi
Factor pencetus terjadinya apendisitis akut disamping sumbatan lumen karena
hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula karena
infeksi bakteri. Selain itu juga erosi muukosa karena parasit seperti E. Histolytica.
Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua
ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, 2010).
Menurut Andra dan Yessie (2013) penyebab apendisitis antara lain:
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada kolon oleh fecalit (feses yang keras)
c. Berbagai macam penyakit cacing
d. Striktur karena fibrosis pada dinding usus

6
2.1.1.3 Tipe Apendisitis
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis
kronis (S. Jitowiyono, 2012):
a. Apendisitis akut
- Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur local
- Apendisitis puruletan, yaitu sedang bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis
- Apendisitis kronik atau farsial, setelah sembuh akan timbul struktur local
- Apendisitis kronik obliteritiva, yaitu apendik miring biasanya ditemukan pada
usia tua.
2.1.1.4 Tanda dan Gejala
Menurut Andra & Yessie (2013) tanda terjadinya apendisitis antara lain:
a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk) menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local di titik Mc.Burney : nyeri
tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
b. Nyeri tangsangan peritoneum tidak langsung
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Roving Sign)
d. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Blumberg)
e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan
f. Demam
g. Nafsu makan menurun
2.1.1.5 Penatalaksanaan Apendisitis
Apendiktomi darurat merupakan suatu prosedur operasi yang efektif dan
diterima secara universal serta dilakukan lebih dari 250.000 kali per tahun di Amerika
Serikat. Prosedur apendiktomi adalah tindakan operasi yang paling sering dilakukan.
Beberapa studi melaporkan bahwa 30 prosedur ini mencakup 10% dari semua
tindakan operasi kegawatdaruratan abdomen (Chong, dkk., 2010; Kareem, dkk.,
2009).
Tindakan resusitasi dilakukan dengan cara operasi apendiktomi merupakan
pilihan pertama pada pasien dengan apendisitis akut. Pemberian analgesic tidak
dianjurkan karena hal tersebut akan mengaburkan gejala yang muncul. Tindakan
operasi adalah pilihan standar dalam menangani kasus apendisitis. Akan tetapi,
7
apendiktomi untuk apendisitis akut bukanlah tanpa resiko. Resiko jangka panjang
terjadinya obstruksi akibat adhesi setelah apendiktomi sebesar 1.3% selama 30 tahun
setelah prosedur operasi. Angka apendiktomi negative dilaporkan sebesar 10-20%
walaupun CT-scam digunakan secara luas (Wray & dkk, 2013). Semua pasien harus
mendapatkan antibiotic spectrum luas preoperative (1 sampai 3 dosis) untuk
menurunkan angka kejadian infeksi paska operasi dan pembentukan akses inta
abdomen. Apendiktomi merupakan prosedur yang relative aman dengan angka
mortalitas 0,8 per 1.000 untuk kasus apendisitis perforasi. Secara keseluruhan,
perforasi terjadi antara 16-30% dan meningkat secara bermakna pada penderita usia
lanjut dan anak kecil.
Infeksi luka operasi tergantung dari derajat kontaminasi intra operatif, berkisar
antara < 5% untuk apendisitis sederhana dan mencapai 20% untuk apendik
gangrenosa dan perforasi (Markides & dkk, 2010). 31 penelitian yang dilakukan oleh
Abou-Nukta & dkk, (2016) menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara
komplikasi dan pembedahan yang dilakukan < 12 jam dengan 12-24 jam. Apabila
lebih dari 36 jam sejak gejala pertama muncul, angka terjadinya komplikasi perforasi
meningkat antara 16-36% dan bahkan meningkat 5% pada setiap 12 jam penundaan
operasi. Sehingga prosedur apendiktomi dilakukan setelah diagnosa apendisitis
ditegakkan.
2.1.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pasca operasi antara lain(Smeltzer C.Suzanne, 2002):
a. Appendicular infiltrate merupakan infiltrat atau masa yang terbentuk akibat mikro
atau makro perforasi dari apendik yang meradang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus atau usus besar.
b. Appendicular absess merupakan abses yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari apendik yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus atau usus besar.
c. Perforasi
d. Peritonitis
e. Syok septic
f. Mesentrial pyema dengan abses hepar
g. Gangguan peristaltik
2.1.2 Konsep Pre Operasi
2.1.2.1 Definisi Pre Operasi
8
Fase pre operasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan berakhir ketika pasien dikirim kemeja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar
pasien ditatanan klinik, wawancara pre operasi dan menyiapkan pasien untuk anastesi
yang akan dilakukan pembedahan (Rondhianto, 2009).
2.1.2.2 Operasi
1. Definisi
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer
& Bare, 2002). Preoperative adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani
operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi.
2. Tipe pembedahan
a. Menurut fungsi atau tujuannya, Potter & Perry (2005) membagi menjadi:
- Diagnostic : biopsy, laparatomi eksplorasi.
- Kuratif (ablative) : tumor, apendiktomi
- Reparative : memperbaiki luka multiple
- Rekontruktif : mamoplasti, perbaikan wajah
- Paliatik : menghilakan nyeri
- Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ.
b. Menurut tingat urgensi dan luas atau tingkat resiko, Smeltzer and Bare (2001)
- Kedaruratan : Pasien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan
yang diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau
kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
- Urgen : pasien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 –
30 jam.
- Diperlukan : pasien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan.
- Efektif : pasien harus dilakukan operasi ketika diperlukan, tidak terlalu
membahayakan jika tidak dilakukan.
- Pilihan : keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada pasien
(pilihan pribadi pasien).
c. Factor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry (2005) :
- Usia

9
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi / anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis
pada usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak
disebabkan belummaturnya semua organ.
- Nutrisi
- Penyakit konis
- Merokok
- Alcohol dan obat-obatan

2.1.2.3. Tindakan Keperawatan Pre Operatif

1. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami pasien dibagi 2 tahapan, yaitu persiapan
di unit perawatan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan
terhadap pasien sebelum dilakukan tindakan operasi menurut Majid (2011), yaitu :
a. Pemasangan infuse, puasa, pencukuran daerah operasi, pemasangan kateter,
anestesi, latihan nafas, penyuntikan, pemberian obat-obatan dan latihan batuk
post operasi.
b. Status kesehatan fisik secara umum, sebelum dilakukan pembedahan penting
dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas
pasien, penyakit seperti kesehatanmasa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, antara lain hemodiamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal, dan hepatic, fungsi endokrin.
c. Status nutrisi, kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipatan kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk definisi
nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan.
2. Persiapan Psikis
Peranan perawat dalam mempersiapkan mental pasien pre operasi menurut Taylor
(2010), adalah dengan cara :
a. Membantu pasien mengetahui tentang prosedur tindakan yang akan dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pasien tentang waktu operasi,
hal-hal yang akan dialami pasien selama proses operasi, menunjukan kepada
pasien kamar operasi dan lain-lain.

10
b. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka dihaparkan
pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi.
c. Memberikan penjelasan terlebih dahulu prosedur tindakan setiap sebelum
tindakan persiapan pre operasi, gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Hal
ini diharapkan dengan pemberian penjelasan prosedur yang lengakap dengan
menurunkan kecemasan pasien sebelum operasi dilakukan.
d. Memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk menanyakaan
tentang segala prosedur yang ada.
e. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-
sama sebelum pasien diantar ke kamar operasi. Keluarga juga diberikan
kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan
menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan ruang operasi.
2.1.3 Konsep Kecemasan
2.1.3.1 Definisi Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak disadari
mengenai keyakinan, nilai krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri sendiri,
penyakit yang dipersepsikan sebagai ancaman dalam kehidupan atau kebutuhan untuk
bertahap yang tidak terpenuhi (Pieter, 2010). Kecemasan adalah sesuatu yang
menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan
adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya rasa takut dan khawatir
yang mendalam dan berkelanjutan, serta adanya gangguan prilaku namun masih
dalam batas-batas normal (Hawari 2006 dalam Murdiningsih, 2013).
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan
ketakutan atau kekawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh prilaku dapat
terganggu, tetapi masih dalam batas normal (Jaya, 2014). Kecemasan merupakan
suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai
reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan
yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis
(Kholil Lur Rochman 2010 dalam Astria, 2015).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
adalah sikap dan prilaku kekawatiran atau ketakutan seseorang berlebihan terhadap
sesuatu yang belum terjadi.
11
2.1.3.2 Tanda dan Gejala Kecemasan
Menurut Lestari (2015), keluhan-keluhan yang sering ditemukan oleh orang yang
mengalami kecemasan antara alin :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendiri, takut keramaian dan banyak orang
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan-keluhan somatic.
2.1.3.3 Klasifikasi tingkat kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan efek pada
tiap individu (Jaya, 2014) :
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ridang berhubungan dengan tekanan kehidupan sehari-hari, pada
tahap ini seseorang menjadi waspada dan lapangan persepsi meningkat.
Penglihatan, pendengaran dan pemahaman melebihi sebelumnya. Tipe kecemasan
ini dapat memotivasi seseorang untuk belajar dan tumbuh kreatif. Namun akan
membawa dampak pada diri sendiri yaitu pada kecemasan waspada akan terjadi,
maupun menghadapi situasi yang bermasalah, ingin tahu, mengulang pertanyaan,
dan kurang tidur.
b. Kecemasan sedang
Focus perhatian hanya pada yang dekat, meliputi lapangan persepsi menyempit,
lebih sempit dari penglihatan, pendengaran, dan pemahaman orang lain. Dia
mengalami hambatan dalam memperhatikan hal-hal tertentu, tetapi dapat
melakukan atau memperhatikan hal-hal itu bila disuruh, cukup sulit
berkonsentrasi, kesulitan dalam beradaptasi atau menganalisis, perubahan suara
atau nada, pernafasan, dan denyut nadi meningkat serta tremor.
c. Kecemasan berat
Lapangan pandang atau persepsi individu menurun, hanya berfokuskan pada hal-
hal yang kusus dan tidak mampu berfikir lebih berat lagi, dan membutuhkan
pengaturan dan suruhan untuk memfokuskan pada hal-hal lain, tidak dapat
memperhatikan meskipun diberikan instruksi, pembelajaran sangat terganggu,
kebingungan, tidak mampu berkonsentrasi, penurunan fungsi, kesulitan untuk

12
memahami situasi yang dihadapi saat ini, kesulitan untuk memahami dalam
berkomunikasi kepala sakit, mual, dan pusing.
d. Panic
Berhubungan dengan ketakutan, pada tahap ini hal-hal kecil terabaikan dan tidak
lagi dapat diatur atau disuruh. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunya
kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi, tidak mau
mengintegrasikan pengalaman, tidak focus pada saat ini, tidak mampu melihat dan
memahami situasi, kehilangan cara untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan.
2.1.3.4 Teori penyebab kecemasan
Teori penyebab kecemasan menurut Lestari (2015) teori-teori penyebab kecemasan
adalah sebagai berikut:
a. Teori Psikoanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian
id dan super ego. Id memiliki dorongan insting dan implus primitive seseorang.
sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. ego berfungsi menengahi tuntunan dari id dan
super ego yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah meningkatkan ego
bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal
Kecemasan muncul akibat dari ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal
dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan dirasakan bila individu mempunyai
kepekaan lingkungan, harga diri seseorang merupakan factor penting yang
berhubungan dengan kecemasan, orang yang mempunyai predisposisi mengalami
kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negative
terhadap diri sendiri atau meragukan kemampuannya.
c. Teori Prilaku
Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah hasil dari frustasi akibat
berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Prilaku merupakan hasil belajar melalui pengalaman yang pernah
dialami, kecemasan juga dapat muncul melalui konflik antara dua pilihan yang
saling berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan
kecemasan dan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap konflik dengan
timbulnya perasaan ketidakberdayaan.
d. Teori Keluarga
13
Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemukan
dalam suatu keluarga dan juga terkait dengan tugas perkembangan individu dalam
keluarga.
e. Teori Biologis
Teori biologis menunjukan bahwa otak memiliki reseptor khusus terhadap
bensodiasepine, reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan,
regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmitter gamma anino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuro dibagian otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
2.1.3.5 Factor yang mempengaruhi kecemasan:
Ada beberapa factor yang mempengaruhi kecemasan (Lestari, 2015) yaitu :
a. Umur : bahwa umur yang lebih muda lebih sering menderita stress dari pada umur
tua.
b. Keadaan fisik : penyakit adalah salah satu factor yang menyebabkan kecemasan.
Seseorang yang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan
dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita penyakit.
c. Social budaya yaitu cara hidup seseorang di masyarakat juda dapat mungkin
timbulnya stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai
filsafah hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress.
d. Tingkat pendidikan : tingakat pendidikan seseorang berpengaruh pada pemberian
respon terhadap suatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang
mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional
dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang tidak
berpendidikan.
e. Tingkat pengetahuan : pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah
mengalami stress. Ketidaktahuan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai tekanan
yang dapat mengakibatkan krisis dan menimbulkan kecemasan. Stress dari
kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah,
disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.
f. Dukungan keluarga : dukungan dari keluarga merupakan unsure terpenting dalam
membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya
diri akan bertambah dan motivasi untu, menghadapi masalah yang terjadi akan
meningkat.
2.1.3.6 Cara pengukuran kecemasan
14
Menurut Nursalam (2011), untuk mengetahui sejumlah mana derajat kecemasan
seseorang apakah ringan, sedang, berat, atau berat sekali orang menggunakan alat
ukur instrument yang dikenal dengan nama Hamilton Axiety Rating Seale (HARS).
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci
lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi
penilaian angaka (skor) antara 0-4 yang artinya adalah :
Nilai :
0 = Tidak ada gejala (tidak ada gejala sama sekali)
1 = gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)
2 = gejala sedang (separuh dari gejala yang ada)
3 = gejala berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 = gejala berat sekai (semua gejala ada)

Dengan demikian penentuan derajat kecemasan nilai skor dari 14 item tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan
seseorang yaitu :

Skor <14 = tidak ada kecemasan

Skor 14-20 = kecemasan ringan

Skor 21-27 = kecemasan sedang

Skor 28-41 = kecemasan berat

Skor 42-56 = kecemasan berat sekali

Untuk menilai kecemasan dipakai skor Hamilton Axiety Rating Seale (HARS) yang
terdiri dari 14 item penilaian yaitu :

1. Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah tersinggung.
2. Ketegangan : merasa tegang , lesu, mudah terkejut, tidak dapat beristirahat dengan
nyenyak, mudah gemetar, menangis dan gelisah
3. Ketakutan : takut ditinggal sendiri, takut pada orang asing, pada keramaian, lalu
lintas dan kerumunan orang banyak.
4. Gangguan tidur : sukar mulai tidur, terbangun dalam malam hari, tidak pulas,
sering terbangun, mimpi buruk dan mimpi menakutkan.

15
5. Gangguan kecerdasan : daya ingat buruk, sukar berkonsentrasi, dan sering
bingung.
6. Perasaan depresi : kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, berkurangnya
kesukaan pada hobi dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7. Gejala somatic : nyeri otot, kaku, gigi gemeretak, dan suara tidak stabil.
8. Gejala sensorik : telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah dan pucar,
merasa lemah dan perasaan ditusuk-tusuk.
9. Gejala kardiovaskuler : denyut nadi cepat, berdebar-debar, nyeri dada, perasaan
seakan-akan ingin pingsan.
10. Gejala pernafasan : rasa tertekan di dada, merasa nafas pendek atau sesak, sering
menarik nafas pendek.
11. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, mual muntah, berat badan menurun,
konstipasi, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan
sesudah makan, perut kembung.
12. Gejala urogenitalia : sering kencing, tidak dapat menahan kencing
13. Gejala vegetative atau otonom : mulut kering, mundah berkeringat, pusing dan
sakit kepala.
14. Gejala prilaku : gelisah, tidak tenang, mengerutkan dahi, muka tegang, serta muka
merah.
2.1.3.7 Penatalaksanaan kecemasan
Menurut Lestari (2015), penatalaksanaan kecemasan pada tahap pencegahan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistic yaitu :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara seperti :
- Makan yang bergizi dan seimbang
- Cukup olahraga
- Tidak merokok
- Tidak minum-minuman keras
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmiter (signal
penghantar syaraf) disusunan saraf pusat otak. Terapi psikofarmaka yang sering
dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic) yang seperti diazepram, clobazam,
bromazepam, lorozepam, buspirohe HCL.
c. Terapi somatic
16
Gejala atau keluhan fisik (somatic sering dijumpai sebagai gejala ikutan akibat
dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan
somatic (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditunjukan pada organ tubuh
yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan seseorang antara lain seperti :
- Psikoterapi suportif
Untuk memberikan semangat, motivasi dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberikan keyakinan serta percaya
diri.
- Psikoterapi re-edukatif
Memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
- Psikoterapi kognitif
Untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berfikir
secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
- Psikoterapi psiko-dinamik
Untuk menguraikan dan menganalisa proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor
psikososial sehingga mengalami kecemasan.
- Psikoterapi keluarga
- Untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar keluarga dapat dijadikan
sebagai factor pendukung. Dukungan keluarga cukup efektif dalam
mengurangi kecemasan.
2.1.4 Tingkat Pengetahuan
2.1.4.1 Pengertian pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media masa, media elektronik, buku petunjuk,
petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat
17
membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai keyakinan
tersebut (Kismoyo cit Afriyanti, 2011).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal. Kognitif atau pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif
dan aspek negative. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin
banyak aspek positif dalam objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap
yang semakin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health
Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek
kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.
Berdasarkan beberapa pengetian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang melalui pengenalan
sumber informasi, ide yang diperoleh sebelumnya baik secara formal maupun
informal.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan (2010) antara lain :
a. Factor internal
- Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaan. Budiman dan Agus (2013) yang menyatakan bahwa salah
satu factor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Pengetahuan
sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya tetapi selain dari pendidikan formal informasi dan
pengetahuan tersebut juga dapat diperoleh dari pendidikan informal.
- Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu yang dikerjakan untuk mendapatkan nafkah atau
pencaharian masyarakat yang sibuk dalam kegiatan atau pekerjaan sehari-hari
(Notoatmodjo, 2012).
- Usia

18
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Dan semakin tinggi usia seseorang maka semakin bijaksana
dan banyak pengalaman yang telah dijumpai dan dikerjakan untuk memiliki
pengetahuan. Usia diklasifikasikan dalam 6 tingkatan, yang dibagi
berdasarkan pembagian usia Depkes RI (2009), yaitu usia 17-25 tahun, usia
26-35 tahun, usia 36-45 tahun, usia 46-55 tahun, usia 56-65 tahun dan usia
>65 tahun. Budiman dan Agus (2013) menyatakan bahwa usia mempengaruhi
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. Tetapi menurut Maryam (2011) yang menyatakan bahwa
pada lansia mengalami kemunduran kemampuan kognitif antara lain berupa
berkurangnya ingatan (suka lupa).
b. Factor eksternal
- Factor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan prilaku orang atau
kelompok.
- Social budaya
Sistem budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap
dalam menerima informasi.
2.1.4.3 Tingkat pengetahuan
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : (Notoatmodjo, 2012)
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
menyatakan. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan
protein pada anak balita.
2. Memahami (Comprehension)

19
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan
yang bergizi.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip
dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus
statistika dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek de
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dan dapat menyusuikan terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan criteria-kriteria
yang telah ada. Misalnya dapat dibandingkan antara anak yang cukup gizi dengan
yang kurang gizi dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat dan dapat
menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu mau ikut KB.
20
2.1.4.4 Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, (2010) ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan
yaitu :
1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
a. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya
peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
itu tidak berhasil maka dicoba.
b. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat
baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, atau berbagai
prinsip orang lain yang mempunyai otoritas.
c. Berdasarkan pengalaman
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi
penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626),
kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara
untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan peneliti ilmiah.
2.1.4.5 Jenis pengetahuan
Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam kontek kesehatan sangat
beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis
pengetahuan menurut Budiman & Riyanto (2013) yaitu:
1. Pengetahuan implicit
Pengetahuan implicit merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang dan berisi fakta yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan
pribadi, perspektif dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk
ditranfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implicit
sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
2. Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang lebih didokumentasikan atau
disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud prilaku kesehatan. Pengetahuan
21
nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
2.1.4.6 Kriteria Tingkat pengetahuan
Menurut Budiman & Riyanto (2013) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala, yaitu :
1. Baik : hasil presentase 76%-100%
2. Cukup : hasil presentase 56%-75%
3. Kurang : hasil presentase <55%.
2.1.4.7 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kecemasan pasien Pre Operasi
Apendiktomi
Apendisitis merupakan nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan dan
memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Craig, 2010). Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
peran kebiasaan makan-makanan yang rendah serat dalam pengaruh konnstipasi
berpengaruh terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendik dan meningkatkan
pertumbuhan kuman flora kolon biasa semuanya ini akan mempermudah
pertumbuhan apendiksitis akut (R.Szamuhidajat, 2016). Pembedahan diindikasikan
bila diagnosis apendisitis telah ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendik) dilakukan segera mungkin untuk mengurangi perforasi
(Smeltzer, 2002).
Pada setiap tindakan operasi baik mayor atau minor pasti akan terjadi ansietas
atau kecemasan pada pasien tersebut, begitu pula pada pasien yang akan melakukan
apendiktomi. Kecemasan pre operasi kemungkinan merupakan suatu respon antisipasi
terhadap suatu pengalaman yang dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap
peran dalam hidupnya, atau bahkan kehidupannya itu sendiri (Smeltzer, 2002). Salah
satu upaya untuk meminimalkan kecemasan pasien pre operasi adalah memperoleh
pengetahuan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan
apendisitis. . Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang melalui
pengenalan sumber informasi, ide yang diperoleh sebelumnya baik secara formal
maupun informal. Dengan demikian pasien dapat memahami tentang apendisitis
sehingga memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien sebelum dilakukan
tindakan apendiktomi. Pasien yang memperoleh pengetahuan dari petugas kesehatan
akan lebih optimis dalam menjalankan operasi sehingga lebih mudah beradaptasi
22
dengan stress yang dialaminya sekaligus mempercepat proses penyembuhan pasca
operasi apendiktomi.

23
2.2 Kerangka konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lain, atau antara variable yang satu dengan yang lain dari
masalah yang ingin diteliti (Notoatmojdo, 2012).

Factor yang mempengaruhi


Factor pemicu apendisitis : kecemasan :

- Gaya hidup - Gaya hidup


- Usia - Usia
- Jenis kelamin - Jenis kelamin
- Lingkungan - Obat-obatan atau bahan-bahan
- Obat-obatan atau kimia
bahan-bahan kimia

Apendiktomi Tingkat Pengetahuan

Kecemasan

- Tidak ada kecemasan


- Kecemasan ringan
- Kecemasan sedang

- Kecemasan berat
- Kecemasan berat
sekali/panik

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1
Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Pre Operasi Apendiktomi.

24
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian (Notoatmojdo,
2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada Hubungan Tingkat Pengetahuan
dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Apendiktomi di BRSU Tabanan”.

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif Analitik yang bertujuan
mengungkapkan hubungan antara variable yaitu tingkat pengetahuan dan tingkat
kecemasan. Pendekatan yang digunakan adalah Cross Sectional dimana waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen (tingkat pengetahuan) dan variabel
dependen (tingkat kecemasan) hanya satu kali pada satu saat dan tidak ada follow up
(Nursalam, 2017).

Pengukuran

Tingkat Pengetahuan

Uji Hubungan Intepretasi makna/arti

Tingkat Kecemasan

Gambar 3.2
Rancangan Penelitian Deskriptif Korelasional

26
3.2 Kerangka Kerja

Populasi
Pasien pre operasi apendiktomi di BRSU Tabanan sebanyak 35 pasien

Sampling
Non-Probability sampling dengan teknik Consecutive sampling sebanyak 32 pasien

Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi

Sampel
Pasien pre operasi apendiktomi

Teknik Pengumpulan Data

Variabel bebas : Variabel Terikat :

Tingkat pengetahuan Tingkat Kecemasan dengan


dengan menggunakan menggunakan kuesioner
kuesioner Tingkat Hamliton Anxiety Rating
Pengetahuan Scale (Hars)

Analisa Data

Menggunakan uji statistic rank


spearman dengan tingkat
kesalahan α = 0,05

Penyajian hasil penelitian

Gambar 3.3
Kerangka Kerja Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi Apendiktomi

27
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang Bougenville BRSU Tabanan selama bulan yang
akan dilaksanakan pada 1 Januari s/d 28 Februari 2019.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi
Polulasi adalah subjek yang memenuhi criteria yang telah ditetapkan (Nursalam,
2017). Jumlah polulasi pasien baru apendisitis yang datang ke BRSU Tabanan adalah
sebanyak 35 pasien menurut rata-rata perbulan, dalam penentuan populasi peneliti
mengambil data dari tiga bulan (Oktober sampai Desember 2018) dan mencari rata-
rata.
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangakau yang dapat digunakan sebagai subjek
penelitian melalui sampling (Nursalan, 2017). Sampel dari peneliti ini adalah pasien
pre operasi apendiktomi yang memenuhi criteria inklusi.
Criteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu polulasi target
yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2017).
Adapun criteria inklusi penelitian ini yaitu :
1. Pasien yang terdiagnosa apendisitis
2. Pasien yang bersedia menjadi responden
Criteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
mempengaruhi criteria inklusi (Nursalam, 2017). Adapun criteria eksklusi dari
penelitian ini yaitu :
1. Pasien gangguan jiwa
2. Pasien dengan kecemasan berat dan panic
3. Pasien yang tidak kooperatif
4. Pasien dengan penyakit penyerta lainnya.
3.4.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel
yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek (Nursalam, 2017).
Penelitian ini menggunakan teknik Nonprobability samping dengan teknik
Consecutive sampling. Menurut (Nursalam, 2017) Consecutive sampling adalah
pemilihan sampel dengan menetapkan subyek yang memenuhi criteria penelitian
sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

28
Ukuran atau jumlah sampel yang baik dan layak dalam suatu penelitian yaitu
berjumlah antara 30 sampai 500 sampel (Sugiyono, 2016).
3.4.4 Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Nursalam, 2017).
N
N=
1+N(d)2
Keterangan :
n = perkiraan jumlah sampel
d = tingkat signifikasi (d=0,05)
perhitungannya adalah :
35
n=
1+35(0,05)2
35
=
1+35(0,0025)
35
=
1,0875
= 32,18 = 32 orang
Setelah dihitung dengan menggunakan rumus di atas maka besar sampel dalam
penelitian ini adalah 32 orang.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.5.1 Variabel penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap
sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2017).
3.5.1.1 Variabel Independen (bebas)
Variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang
dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen,
variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk diketahui
hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2017). Pada
penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah tingkat pengetahuan.
29
3.5.1.2 Variabel Dependen (terikat)
Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel terkait adalah factor
yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh
dari variabel bebas (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini yang menjadi variabel
dependen adalah tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi.
3.5.1 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari
sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2017). Definisi operasional variabel
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini :

30
Tabel 3.1
Definisi Operasional Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien
Pre Operasi Apendiktomi

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Scoring Skala

Tingkat Pengetahuan kognitif yang Kuiseioner Tingkat pengetahuan Ordinal


Pengetahuau dimiliki pasien pre operasi tingkat dengan persentase
n apendiktomi tentang pengetahuan (76%-100%) baik,
pengertian, penyebab, tanda (56%-75%) cukup,
1. dan gejala, pencegahan. (<55%) kurang.
Dengan menjawab soal
sejumlah 20 butir, jika benar
diberi point 5 dan jika salah
diberi point 0.
2. Tingkat Kekawatiran yang tidak jelas Kuiseoner Skor kurang dari 14 Ordinal
Kecemasan dan reaksi terhadap Hamilton = tidak ada
pengalaman emosional yang Anxiety Rating kecemasan, skor 14-
tidak menyenangkan atau Scale (HARS) 20 = kecemasan
menyakitkan yang terjadi saat ringan, skor 21-27 =
mengalami tekanan perasaan kecemasan berat.
yang dapat diukur dengan
skala tidak ada kecemasan,
ringan dan sedang. Pasien
dikatagorikan menderita
apendisitis, dengan menilai :
perasaan cemas, ketegangan,
ketakutan, susah tidur,
gangguan kecerdasan,
perasaan depresi, gejala
somatic, gejala
kardiovaskuler, gejala
pernafasan, gejala
gastrointestinal, gejala
urogenetalia, gejala autonom,
dan tingkah laku pada pasien

31
pre operasi apendiktomi.

3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


3.6.1 Jenis data yang dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Dimana data
langsung diambil dari responen. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai data
Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Apendiktomi.
3.6.2 Cara pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada sunjek dan proses
pengumpulan karakteristik sunjek diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,
2017). Langkah-langkah pengumpulan data atau prosedur penelitian yang dilakukan
oleh peneliti antara lain :
3.6.2.1. Prosedur administratif
1. Mengurus surat ijin penelitian di LP2M Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Wira Medika Bali.
2. Mengajukan permohonan ijin penelitian yang telah dipersiapkan oleh institusi
kepada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali kemudian peneliti
membawa surat tersebut ke Kesbang Pol dan Limas Kabupaten Tabanan.
3. Setelah mendatkan rekomendasi dari Kesatuan Bangsa dan Politik Lintas
Masyarakat Kabupaten Tabanan peneliti mengajuakan surat tembusan ke BRSU
Tabanan.
4. Menyerahkan surat izin penelitian dari Kesbang Pol dan Limas Kabupaten
Tabanan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan ke BRSU Tabanan.
5. Setelah surat izin dikeluarkan, selanjutnya peneliti melakukan pendekatan kepada
pasien pre operasi apendiktomi di BRSU Tabanan.
3.6.2.2 Prosedur Teknik
1. Setelah mendapatkan izin penelitian dari BRSU Tabanan, pertama peneliti
menyamakan persepsi dengan peneliti pendamping, setelah itu peneliti melakukan
pemilihan sampel yang memenuhi criteria inklusi dibantu oleh perawat ruangan
dan adik kelas angkatan X STIKes Wira Medika
2. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan mengenai penelitian kepada calon
responden sehingga calon responden mengetahui manfaat, tujuan, dan prosedur

32
penelitian. Calon responden juga dijelaskan bahwa namanya tidak dicantumkan
pada penelitian.
3. Peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian instrument pengumpulan
data. Peneliti dibantu oleh 3 peneliti pendamping (Mahasiswa STIKes Wira
Medika Bali semester X), dimana sebelumnya sudah dilakukan persamaan
persepsi sebelum proses pengumpulan data. Tugas dari peneliti pendamping
adalah membantu peneliti untuk menyebar kuesioner ke setiap pasien pada 1
Januari s/d 28 Februari 2019.
4. Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian dan tujuan dari penelitian
tersebut, calon responden yang bersedia menjadi responden diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan.
5. Responden yang telah menandatangani lembar persetujuan selanjutnya dibagikan
kuesioner yang sudah disiapkan oleh peneliti.
6. Peneliti menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner, jika responden kurang jelas
dengan isi kuesioner, responden dapat bertanya dengan peneliti. Kemudian
responden mengisi kuesioner yang diberikan, setelah selesai langsung
dikumpulkan pada saat itu juga.
7. Data yang diperoleh dari lembar kuesioner yang diisi oleh responden ditabulasi
untuk dilakukan analisa data.
8. Penyajian hasil penelitian.
3.6.3 Instrumen penelitian
Pengumpulan data tentang Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kecemasan
sama-sama menggunakan kuesioner. Data tingkat pengetahuan dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan dan data tingkat kecemasan
dikumpulkan dengan instrument yang dikenal dengan nama Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS) yang merupakan alat ukur yang sudah valid dan realiabel.
Kuesioner tingkat pengetahuan terdiri dari 20 pertanyaan, untuk mengetahui
tingkat pengetahuan responden maka peneliti membuat kuesioner tentang pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, dan pencegahan dengan scoring tingkat pengetahuan baik
hasil persentasenya 76%-100%, cukup dengan hasil persentasenya 56%-75%, dan
kurang dengan hasil persentasenya <55%.
Kuisioner tingkat kecemasan dengan menggunakan kuesioner yang dikenal
dengan nama Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang terdiri dari 14 kelompok
gejala, masing-masing kelompok gejala diberikan penilaian antara 0-4 dengan
33
penilaian : 0 = tidak ada gejala (tidak ada gejala sama sekali), 1 = gejala ringan (satu
dari gejala pilihan yang ada), 2 = gejala sedang (separuh dari gejala yang ada), 3 =
gejala berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada), 4 = gejala berat sekali (semua
gejal ada). Interpretasi hasil penilaian total skor adalah, jika : skor kurang dari 14 =
tidak ada kecemasan, skor 14-20 = kecemasan ringan, skor 21-27 = kecemasan
sedang.
3.7 Pengelolaan dan Analisa Data
3.7.1 Pengelolaan data
Pengelolaan data merupakan suatu upaya untuk memprediksi data dan menyiapkan
data sedemikian rupa agar dapat dianalisis lebih lanjut dan mendapatkan data yang
siap untuk disajikan (Notoatmojdo P.D, 2012). Data yang telah dikumpulkan oleh
peneliti kemudian diolah dengan menggunakan program computer meliputi variabel
dependennya adalah tingkat pengetahuan. Adapun teknik pengelolaan datanya melalui
beberapa tahapan menurut (Hidayat H. A, 2014) :
3.7.1.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Kegiatan yang dilakukan untuk menyunting data sebelum data
dimasukkan, agar data yang salah atau meragukan dapat diklarifikasi kembali kepada
responden.
3.7.1.2 Coding
Data yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapanya, kemudian diberikan kode yang
telah disiapkan peneliti. Kode diberikan sesuai dengan nomor urut respoden yang
diambil. Kemudian hasil kuesioner diberikan kode angka sesuai dengan kode yang
peneliti telah disiapkan meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat
pengetahuan, dan tingkat kecemasan.
1) Kode untuk jenis kelamin : kode 1 : laki-laki, kode 2 : perempuan.
2) Kode untuk tingkat pendidikan : kode 1 : SD, kode 2 : SMP, kode 3 : SMA, kode
4 : Perguruan tinggi.
3) Kode untuk pekerjaan : kode 1 : tidak bekerja, kode 2 : PNS, kode 3 : swasta
4) Kode tingkat pengetahuan : Persentase 76%-100% = baik kode 1, persentase 56%-
75% = cukup kode 2, <55% = kurang kode 3.
5) Kode tingkat kecemasan : skor <14 = tidak ada kecemasan kode 1, skor 14-20 =
ringan kode 2, skor 21-27 = sedang kode 3.
3.7.1.3 Entry
34
Entry yaitu memasukan data, menghapus data yang tidak diperlukan dan menyimpan
sebelum diolah dengan bantuan computer. Setelah data diedit dan dikoding kemudian
dimasukan kedalam program data base yang diolah dengan bantuan computer.
3.7.1.4 Tabulasi data
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian memasukan
kedalam tabel. Setiap hasil kuesioner tentang tingkat pengetahuan dan tingkat
kecemasan yang sudah diberikan nilai dimasukan dalam tabel. Hal ini dimagsud untuk
memudahkan pada saat melakukan pengolahan data. Pada tahap ini dilakukan
kegiatan memasukan data ke dalam tabel yang telah ditentukan nilai atau katagore
factor secara cepat dan tepat. Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
3.7.2 Analisa data
Analisa data dilakukan untuk menjawab dan membuktikan diterimanya atau
ditolaknya hipotesa yang telah ditegakkan (Suyanto, 2011). Analisis yang digunakan
untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji statistic
non parametric. Uji statistic yang digunakan adalah korelasi rank spearman.
Penelitian ini diolah dengan bantuan computer.
Analisa data sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang diuji. Adapun teknik yang
digunakan adalah sebagai berikut :
3.7.2.1 Analisa univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian. Bentuk penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi
dan persentase setiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Adapun data yang dianalisa
secara univariat meliputi tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan, kemudian data
yang didapatkan disajikan dalam bentuk diagram distribusi frekuensi.
3.7.2.2 Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan dan
berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan
dengan tinghkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis, dimana skala pada
penelitian ini adalah keduanya berupa skala ordinal, maka dilakukan uji korelasi non
parametric dengan uji korelasi rank spearman
Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan α = 5%
(0,05). Semua proses analisis data dilakukan dengan program computer, dimana
pengambilan keputusan berdasarkan nilai p (probality/probabilitas). Jika nilai p < α
maka Ho ditolak, yang berarti bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan
35
dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendisitis. Kuat lemahnya
korelasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Dahlan, 2011).

Tabel 3.2
Intrepretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai P dan Arah
Korelasi

No Parameter Nilai Intrepretasi


1. Kekuatan korelasi 0,0 sd <0,2 Sangat lemah
0,2 sd <0,4 Lemah
0,4 sd <0,6 Sedang
0,6 sd <0,8 Kuat
0,8 sd 1 Sangat kaut
2. Nilai p P < 0,05 Terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji.

Tidak terdapat korelasi yang


P < 0,05 bermakna antara dua variabel
yang diuji.
3. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai suatu
variabel semakin besar pula nilai
variabel lainnya.

-(negative) Berlawanan arah, semakin besar


nilai suatu variabel, semakin
kecil nilai variabel lainnya.

3.8 Etika Penelitian


Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subyek
penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2012). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah
sebagai berikut :
3.8.1 Inform Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakuakan dengan tujuan agar
36
responden mengerti magsud, tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika
responden bersedia diteliti maka responden harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak
pasien.
3.8.2 Anonimity (tanpa nama)
Memberikan jaminan mengenai kerahasiaan identitas responden penelitian dengan
cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
disajikan.
3.8.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Memberikan jaminan mengenai kerahasiaan hasil penelitian, naik informasi maupun
masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada
hasil riset.

37
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddart (Ahli bahasa Agung Waluyo).Edisi 8.vol.3.Jakarta:EGC

Mochamad Sander.2011.Apendisitis Akut : Bagaimana Seharusnya Dokter


Umum Dan Perawat Dapat Mengenali Tanda Dan Gejala Lebih Dini
Penyakit Ini ? Volume2, No.1.ISSN : 2086-3070 Birkoum BA, Wilson SR

Notoatmojdo, S.2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta

Nursalam.2017.Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan,


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian.Jakarta: Salema Medika.

Riskesdas.2013.Laporan Nasional 2013.Diakses tanggal 20 Februari 2018 dari


http://www.depkes.go.id

Stuart, G.W.,Sundeen,JS.,1998,Keperawatan Jiwa (Terjemahan), alih bahasa:


Achir Yani edisi III.Jakarta:EGC

Sopyana,Oka.2018.Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat


Kecemasan Psien Pre Operasi Apendiktomi di BRSU Tabanan. Dalam Skripsi.

WHO.2010.Prevalensi Penyakit Apendiktomi, 24 september 2011. http//, Angka


Kehadian Apendiktomi.co.id//profil-kesehatan-indonesia-
2015%20(SKRT).pdf.Diakses pada 1 Maret 2018.

38

Anda mungkin juga menyukai