L
DEGAN GANGUAN SISTEM PERKEMIHAN :
GAGAL GINJAL KRONIK
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1. NURHAYATI NDRURU 200204036
2. FRANS SANTO SIMBOLON 200204021
3. DESY M. HABEAHAN 200204013
4. WILDAR WARUWU 202040054
Menurut Sharon & Judith (2019), pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
seringkali tidak menunjukkan gejala yang spesifik (asimtomatik) pada tahap awal
kerusakan ginjal. Karena kurangnya tanda dan gejala tersebut pasien sering
mengabaikan dengan tidak langsung dibawa ke fasilitas kesehatan. Pasien
biasanya baru datang ke fasilitas kesehatan setelah terjadi komplikasi dan
didiagnosis mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) tahap akhir atau End -
Stage Renal Disease (ESRD). Diagnosa kelebihan volume cairan ditunjukkan
dengan keluhan yang dialami oleh pasien Chronic Kidney Disease (CKD) antara
lain frekuensi buang air kecil yang menurun (2-3x/hari), dari pemeriksaan fisik
juga menunjukkan terdapat edema pitting grade 3 di kedua tungkai, ascites, CRT
> 3 detik (Angraini & Putri, 2016).
1.2. Tujuan
a Tujuan Umum
Mahasiswa/I mampu menetapkan intervensi keperawatan yang tepat pada
kasus gangguan sistem perkemihan : Gagal Ginjal Kronik
b Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakuan pengkajian pada Tn. A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose keperawatan pada Tn. A
dengan masalah Gagal Ginjal Kronik
3. Mahasiswa mampu membuat intervensi pada Tn.A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah penyakit ginjal fatal yang ditandai
dengan beredarnya urea dan limbah nitrogen lainnya dalam darah, serta
komplikasinya. Dialisis atau transplantasi ginjal dapat mengancam jiwa
jika tidak dilakukan dengan benar. Penyakit ginjal stadium akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Uremia
disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan, dan keseimbangan elektrolit.
(Santosa et al., 2017).
2.1.2. Etiologi
Berikut ini adalah beberapa penyebab penyakit ginjal kronis (Divanda et
al., 2019):
1. Piolenefritis kronis
Penyakit ini adalah infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan
pada ginjal dan pelvis ginjal. Peradangan dapat dimulai di saluran
kemih bagian dan menyebar ke ureter, atau dapat terjadi sebagai
akibat dari infeksi yang dibawa ke ginjal oleh darah dan getah
bening. Pembesaran batu ginjal, kelenjar prostat, atau cacat bawaan
yang menyebabkan pielonefritis dapat menyebabkan obstruksi
kaktus kemih. (Sloane, 2004 dalam Nurbadriyah, 2021).
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah suatu kondisi di mana nefron, terutama
glomeruli, menjadi meradang. Glomerulonefritis akut dan
glomerulonefritis kronis adalah dua jenis glomerulonefritis. Respon
imun terhadap toksin bakteri tertentu sering menyebabkan
glomerulonefritis akut (group beta A streptococci). Tubulus, serta
glomeruli, rusak oleh glomerulonefritis kronis. Infeksi streptokokus
menyebabkan peradangan, tetapi dapat juga disebabkan oleh
glomerulonefritis akut atau penyakit sistemik lain. (Sloane, 2004
dalam Nurbadriyah, 2021).
3. Batu ginjal
Kalsium, asam urat, magnesium, atau garam sistein menumpuk di
ginjal, membentuk batu ginjal atau batu saluran kemih. Batu kecil
melewati urin, tetapi batu yang lebih besar tersangkut di ureter dan
menyebabkan rasa sakit yang menjalar dari ginjal ke selangkangan
(kolik ginjal). (Sloane, 2004 dalam Nurbadriyah, 2021).
4. Penyakit endokrim (nefropati diabetic)
Salah satu penyebab utama kematian pada penderita diabetes tipe 2
adalah nefropati diabetik (penyakit ginjal pada penderita diabetes).
Gagal ginjal mempengaruhi lebih dari sepertiga dari semua pasien
baru yang dirawat di program End Stage Renal Disease (ESRD).
Diabetes mellitus mempengaruhi fungsi dan struktur ginjal dalam
berbagai cara. Nefropati diabetik mengacu pada semua lesi ginjal
yang terjadi akibat diabetes mellitus. (Price & William, 2012 dalam
Nurbadriyah, 2021).
5. Polikistik ginjal
Kista multipel yang meluas secara bilateral menyebabkan penyakit
ginjal polikistik, yang menyebabkan parenkim ginjal normal
terganggu dan hancur akibat kompresi. (Price dan Wilson, 2012
dalam Nurbadriyah, 2021).
2.1.3. Patofisiologi
Pathway Gagal Ginjal Kronik
Terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh penderita PGK.
Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu
keseimbangan glomerulotubular, sehingga terjadi peningkatan asupan
natrium, retensi natrium, dan peningkatan volume cairan ekstraseluler.
Osmosis air dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus dirangsang oleh
reabsorbsi natrium, mengakibatkan hipertensi. Kerja jantung akan
meningkat akibat hipertensi, dan pembuluh darah di ginjal akan rusak.
Kerusakan pada pembuluh darah ginjal mengganggu filtrasi dan
memperburuk hipertensi. (Rahman, 2013 dalam Nurbadriyah, 2021).
Menurut Lewis (2011 dalam Pasaribu, 2020 ) tanda dan gejala gagal
ginjal kronik sebagai berikut :
Sistem Tanda dan Gejala
Hematologi Anemia
Infeksi
Perdarahan
Kardiovaskuler Penyakit jantung coroner
Takikardi
Hipertensi
Kelainan jantung
Endokrin Hiperparatiroidisme
Amenore
Impoten
Abnormalitas tiroid
Gastrointestinal Gastritis
Nausea
Vomitus
Anoreksia
Perdarahan gastrointestinal
Neurologis Neri kepala
Fatigue
Gangguan tidur
Parastesia
Respirasi Pleuritis uremik
Pneumonia
Edema paru
Muloskeletal Tulang lebih kunak
Nyeri pada sendi & tulang
Peradangan pada tulang
Integumen Kulit kering
Gatal-gatal
2.1.5. Klasifikasi
Berikut klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan tingkat stadium,
antara lain :
Stadium LFG Keterangan
(ml/menit/1,73
m2)
I >90 Kerusakan ginjal dapat terjadi dengan
LFG normal atau meningkat
II 60 – 89 Kerusakan ginjal dan penurunan
ringan LFG
IIIa 45 – 59 Kerusakan ginjal dan penurunan
moderat dalam LFG
IIIb 30 – 44 Kerusakan ginjal disertai dengan
penurunan LFG sedang sampai berat
IV 15 – 29 Kerusakan ginjal yang disebabkan
oleh LFG yang tinggi
V < 15 Kerusakan ginjal kronis adalah
penyakit yang mempengaruhi ginjal
Berikut ini adalah klasifikasi gagal ginjal kronis atas dasar diagnosa
etiologi :
Penyakit Tipe Mayor
Ginjal diabetes Diabetes tipe 1 & tipe 2
Ginjal non diabetes Penyakit glomerular (infeksi
sistemik, autoimun, obat neoplasia)
Penyakit tubuloinsterstitial
Penyakit vascular
Ginjal transplantasi Keracunan obat (siklosporin)
Rejekso kronis
Penyakit kistik
2.1.6. Komplikasi
Beberapa komplikasi gagal ginjal kronis, yaitu :
a. Hipertensi
Gagal ginjal kronis merupakan proses patologis yang mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dan
hipertensi, atau peningkatan tekanan darah di atas ambang batas
normal, adalah salah satu konsekuensi dari penyakit ginjal. Kita tahu
bahwa tubuh manusia membutuhkan suplai darah yang bersih agar
semua organnya dapat berfungsi dengan baik. Ginjal bertugas
mengantarkan darah bersih ke jantung, yang kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Ginjal yang telah rusak tidak dapat
melakukan fungsi ini, menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tanda dan gejala lain termasuk penurunan keluaran urin atau
kesulitan buang air kecil, edema (retensi cairan), dan peningkatan
frekuensi buang air kecil, terutama pada malam hari. Penyebab
utama kematian pada gagal ginjal kronis adalah penyakit pembuluh
darah, khususnya hipertensi. (Bella, 2017).
b. Asam Urat
Secara umum akan terjadi penurunan massa ginjal yang dapat
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional dari nefron yang
tersisa, menurut Nur, M., Anggunan, A., dan Wulandari, P. D.
(2019). Pasien dengan gangguan fungsi ginjal biasanya memiliki
komposisi atau volume urin yang abnormal, seperti adanya sel darah
merah atau protein dalam jumlah tertentu. Asam urat adalah
komplikasi lain dari gagal ginjal. Ginjal pada pasien penyakit ginjal
kronis tidak dapat berfungsi dengan baik. Ginjal tidak dapat
menyaring darah, mencegah tubuh mengeluarkan zat sisa
metabolisme seperti asam urat, urea, dan kreatinin.
2.1.7. Penatalaksanaan
Pengobatan penyebab utama penyakit ginjal kronis, eliminasi atau
minimalisasi kondisi penyerta, pencegahan atau perlambatan penurunan
fungsi ginjal, pencegahan dan pengobatan komplikasi, gangguan
metabolisme, pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular,
terapi pengganti ginjal berupa cuci darah (dialysis), transplantasi ginjal
adalah bagian dari konsep manajemen pada penyakit ginjal kronis.
(Ervina er al: 2015 dalam Saptonengrum, 2020). Menurut Lubis (2016),
manajemen GGK adalaah sebagai berikut :
1. Pengobatan dan pencegahan penyakit kardiovaskular
2. Pengobatan dan pencegahan kondisi komorbiditas (kondisi
komorbiditas)
3. Pengobatan dan pencegahan dan komplikasi
4. Pengobatan penyakit yang mendasarinya.
5. Dialisis atau transplantasi ginjal.
6. Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnose gagl gijal kronis antara lain ;
1. Biokimiawi
pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahu
fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine clearence (klirens
kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal (renal fuction test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui
status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.
2. Urinalis
dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada/tidkanya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim
ginjal
3. Ultrasonorafi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien
gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan
parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat
4. Foto Polos abdomen
untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa
5. USG
(ultra sonic) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih, dan prostat
6. Renogram
untuk menili fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskular, parenkim, dan eksresi) sera sisa fungsi ginjal. Pielografi
Intravena menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
Pielografi retrograd dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel. Arteriogram ginjal mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular dan massa
7. Ultrasonografi ginjal
menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
8. Biopsi ginjal
mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukkan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
9. Endoskopi ginjal nefroskopi
dilakukan untuk menentukkan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
Aktivitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih tergantung dengan
orang lain. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi
kelemahan otot, kehilangantonus, penurunan rentang gerak
H. Pemeriksaan Fisik Per Sistem
Keadaan umum & Tanda-tanda vital sign
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue),tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering
dipakai RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif
Sistem kardiovaskular
Biasanya ditemukan hipertensi, edema jaringan umum pada kaki
dan tangan, disrtmia jantung, nadi lemah, hipoteensi ortostatik
menandakan hipovolemia, pucat, anemia, CRT > 3 detik. Penyakit
yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis
salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas
ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler.
Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung
Sistem pernafasan
Biasanya ditemukan pernafasan klien takipneu, dyspnea,
peningkatan frekuensi nafas, nafas dalam (pernafasan kusmaul),
batuk efektif dengan sputum warna merah muda dan encer (edema
paru). Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi
Sistem Neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan
sirkulasi serebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis
Sistem Hematologi
Biasanya terjadi tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT>3
detik, palpitasi jantung, gangguan irama jantung, dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif
dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada
gangguan anemia karena penurunan eritropoetin
Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan
diare. Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diar
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan
ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
Sistem Integumen
Pasien dengan CKD sering kali memiliki corak kulit yang pucat
kekuning-kuningan, kelainan ini disebabkan oleh gangguan eksresi
pigmen urine (urokrom) dan anemia. Kulit berwarna abu-abu
sampai merah tua akibat desposisi zat besi pada pasien yang
mengalami dialisis yang telah mendapat tranfusi darah multipel.
Pada kuku sering didapatkan adanya leukonikia, akibat sekunder
dari hypoalbuminemia pada sindrom nefrotik yang ditandai oleh
proteinuria yang berat (lebih dari 3,5 gram/24jam), kadar serum
yang rendah (kurang dari 30g/l) dan ede,ma disebabkan oleh
kerusakan pada glomerulus
Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan
hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metabolisme
Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari
bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output)
Sistem Muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi. Selain itu, didapatkan nyeri panggul,
kram otot, nyeri kaki, dan keterbatasan gerak sendi
I. Data Penujang
Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk
memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan
penunjang, yaitu:
1. Radiologi
2. USG
3. Renogram
4. EKG
J. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan
daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu
dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu
keperawatan dan proses penyakit.
3.
3.1. Pengakajian
1. Nama Pasien Tn. L
2. Tanggal Lahir 29 Juni 1979
3. Suku/Bangsa Batak/Indonesia
4. Agama Islam
5. Pendidikan SMP
6. Pekerjaan Wiraswasta
7. Alamat Jl. Purwodadi Lempake
8. Diagnosa Medis CKD on HD (stage v)
9. Sumber Informasi pasien dan keluarga
10. No. Register 89.97.58
11. Tanggal Pengkajian 25 Maret 2022
12. Keluhan Utama Mual dan ingin muntah
Pasien saat ini mengatakan merasa mual dan
13. Riwayat Penyakit ingin muntah serta tidak selera makan, pasien
Sekarang mengatakan perut semakin membesar dan
bengkak pada kedua kaki, selain itu pasien juga
mengeluh sesak napas dan badan terasa lemas.
Pasien terlihat hanya berbaring ditempat tidurnya
Saat ini pasien terpasang kateter, oksigen nasal
kanul 3 liter/menit dan tidak terpasang cairan
infus.
Hasil tanda-tanda vital: TD: 180/110 mmHg, N:
90 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36.0 oC.
14. Pasien pernah dirawat di rumah sakit pada
Riwayat Penyakit tanggal 29 Mei 2019 selama 4 hari dengan
Dahulu diagnosa yang sama yaitu CKD, pasien
memiliki riwayat penggunaan obat asam urat
Namun sudah berhenti ± 2 tahun yang lalu,
15 Riwayat penyakit
sekarang pasien tidak memiliki riwayat alergi dan operasi.
Pasien mengatakan kalau orang tua yaitu bapak
memiliki riwayat hipertensi
16
Keadaan Umum & Kes : Compos Mentis
Tanda – tanda Vital Td : 180/110mmHg
Sig
HR : 90x/menit
RR : 26x/menit
Temp : 36,00C
17
Kenyamanan/nyeri Tidak terdapat keluhan nyeri
18 Status Fungsional Total skor 9 Dengan kategori tingkat
Barthel Indeks ketergantungan pasien adalah ketergantungan
sedang.
19 Pemeriksaan Kepala Kepala :
Simetris, kepala bersih, penyebaran rambut
merata, warna rambut hitam mulai beruban dan
tidak ada kelainan.
Mata :
Sklera putih, konjungtiva anemis, palpebra
tidak ada edema, refleks cahaya +, pupil isokor.
Hidung :
Pernafasan cuping hidung tidak ada, posisi septum
nasal simetris, lubang hidung bersih, tidak ada
penurunan ketajaman penciuman dan tidak ada
kelainan
Rongga Mulut dan Lidah : Keadaan mukosa
bibir lembab dan pucat. Tonsil ukuran normal
uvula letak simetris ditengah.
20 Pemeriksaan Thorax Keluhan :
Pasien mengeluh sesak napas
Inspeksi :
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 26
kali/menit, irama nafas teratur, pola napas
dispnea pernafasan cuping hidung tidak ada,
penggunaan otot bantu nafas tidak ada, pasien
menggunakan alat bantu nafas oksigen nasal
kanul 3 liter/menit
Palpasi :
Vokal premitus teraba diseluruh lapang paru
Ekspansi paru simetris, pengembangan sama di
paru kanan dan kiri
Tidak ada kelainan
Perkusi :
Sonor, batas paru hepar ICS 5 dekstra
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas
tambahan
21 Pemeriksaan Jantung Tidak ada keluhan nyeri dada Inspeksi
Tidak terlihat adanya pulsasi iktus kordis, CRT <
2 detik dan Tidak ada sianosis
Palpasi :
Ictus Kordis teraba di ICS 5, dan Akral Hangat
Perkusi :
Batas atas : ICS II line sternal dekstra
Batas bawah : ICS V line midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS III line sternal dekstra
Batas kiri : ICS III line sternal sinistra
Auskultasi :
BJ II Aorta : Dup, reguler dan intensitas kuat
BJ II Pulmonal : Dup, reguler dan intensitas kuat
BJ I Trikuspid : Lup, reguler dan intensitas kuat
BJ I Mitral : Lup, reguler dan intensitas kuat
Tidak ada bunyi jantung tambahan
Tidak ada kelainan
22 Pemeriksaan Sistem BB sebelum HD: 62 Kg TB : 165 Cm
Pencernaan & Status BAB 1x/hari konsistensi lunak, diet lunak, jenis
Nutriisi diet : Diet rendah protein rendah garam, nafsu
makan menurun , porsi makan habis ¼ porsi .
Abdomen
Inspeksi : bentuk membesar, benjolan tidak ada
diperut tidak tampa, tidak ada bayangan vena,
tidak terlihat adanya berjolan abdomen, tidak ada
luka operasi pada abdomen dan tidak terpasang
drain
Auskultasi :Peristaltik 18 x/menit Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, teraba adanya penumpukan
cairan/asites, dan
tidak ada pembesaran pada hepar dan lien
Perkusi
Shifting Dullness : (+)
23 Pemeriksaan Sistem Memori : Panjang
syaraf Perhatian : Dapat mengulang Bahasa :
komunikasi verbal menggunakan bahasa
Indonesia Kognisi dan Orientasi : dapat
mengenal orang, tempat dan waktu Refleks
Fisiologis
Patella : 2
Achilles : 2
Bisep : 2
Trisep : 2
Brankioradialis : 2
Tidak ada keluhan pusing Istirahat/ tidur
5 jam/hari Pemeriksaan syaraf kranial
N1 (Olfaktorius) : Pasien mampu membedakan
bau minyak kayu putih dan alkohol
N2 (Optikus): Pasien mampu melihat dalam
jarak 30 cm
N3 (Oculomotorius): Pasien mampu mengangkat
kelopak mata
N4 (Trochearis): Pasien mampu menggerakkan
bola mata kebawah N5 (Trigeminus): Pasien
mampu mengunyah
N6 (Abducen): Pasien mampu menggerakkan
mata kesamping N7 (Fasialis): Pasien mampu
tersenyum dan mengangkat alis mata
N8 (Auditorius): Pasien mampu mendengar
dengan baik
N9 (Glosophareal): Pasien mampu membedakan
rasa manis dan asam N10 (Vagus): Pasien
mampu menelan
N11 (Accesoris): Pasien mampu menggerakkan
bahu dan melawan tekanan
N12 (Hypoglosus): Pasien mampu
menjulurkan lidah dan menggerakkan
lidah keberbagai arah
24 Pemeriksaan Sistem Kebersihan : Bersih
Perkemihan Kemampuan berkemih :
Menggunakan alat bantu
Jenis : Folley Chateter
Ukuran : 18
Hari ke – 2
Produksi urine 150ml/hari
Warna : Kuning
Bau : Khas urine
Tidak ada distensi kandung kemih
Tidak ada nyeri tekan pada kandung
kemih
25 Pemeriksaan System 5 5
Muskoloskeletal &
Untegumen 4 4
07.25 3.1 Mengkaji tanda dan gejala Edema terjadi pada kedua
hipervolemia kaki dan asites pada perut
07.40 3.3 Mengkaji jumlah dan Jumlah urin ±150 ml/hari dan
warna urin warna bersih
07.40 3.1 Mengkaji tanda dan gejala Edema pada kedua kaki dan
hipervolemia asites pada perut
07.50 3.2 Mengkaji intake dan output Jumlah intake/24 jam : 1527 cc
cairan Jumlah output/24 jam :1280 cc
Balance Cairan = 1527-1330
= +197 cc
08.00 4.2 Menanyakan pola dan jam Jam tidur 5-6 jam/hari
tidur
08.00 3.2 Mengkaji intake dan output Jumlah intake/ 24 jam: 1527 cc
cairan Jumlah output/24 jam: 1330 cc
Balance cairan=1527cc-
1330cc = 197 cc
08.05 3.1 Mengkaji tanda dan gejala Edema pada kedua kaki dan
edema asites pada perut berkurang
08.15 4.2 Menanyakan pola dan jam pasien tidur 6-7 jam
tidur
Aru, et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Bella, A., 2017. Kejadian Komplikasi Intradialisis Klien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang
Instalasi Hemodialisis Rsud Dr. M. Soewandhie Surabaya. [Online]
Journal.Poltekkesdepkes- Sby.Ac.Id. Available At: <Http://Journal.Poltekkesdepkes
Haq, M. T., Marbun, F., Zahrianis, A., Ulfa, M., Rambe, N. K., & Kaban, K. B. (2020).
Hubungan Anemia Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Dibawah 6 Bulan Di Rumah Sakit Khusus Ginjal Rasyida
Medan. Malahayati Nursing Journal, 2(3), 641–648.
Https://Doi.Org/10.33024/Manuju.V2i3.2925
Harmayani, H., & Sitorus, L. (2020). Diagnosa Penyakit Ginjal Kronis Menggunakan Metode
Klasifikasi Naïve. Jurnal Media Informatika Budidarma, 4(3), 850-854.
Kdqoi.Kdoqi Mailani, F. (2017). Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis: Systematic Review. Ners Jurnal Keperawatan, 11(1), 1.
Https://Doi.Org/10.25077/Njk.11.1.1-8.2015
Kidney Health Australia. 2017. Fact sheet All About Chronic Kidney Disease (CKD)
Lubis, A. R., Tarigan, R. R., Nasution, B. R., Ramadani, S., & Vegas, A. (2016). Pedoman
Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Nur, M., Anggunan, A., & Wulandari, P. D. (2019). Hubungan Kadar Asam Urat Dengan
Kadar Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung Tahun 2016. Jurnal Ilmu
Kedokteran Dan Kesehatan, 5(4). Https://Doi.Org/10.33024/.V5i4.974
Pasaribu, R., S. (2020). Tanda & Gejala Klinis Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Terapi Hemodialisa Kurang dari 3 Bulan. Skripsi. Universitas Sumatera Utar
Safitri, L. N. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. H Dengan Chronic Kidney Disease
(Ckd) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan (Doctoral dissertation, STIKes Kusuma
Husada Surakarta). http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/39
Santosa, S., Widjanarko, A., & Supriyanto, C. S. (2017). Model Prediksi Penyakit Ginjal
Kronik Menggunakan Radial Basis Function. Pseudocode, 3(2), 163–170.
https://doi.org/10.33369/pseudocode.3.2.163-170
Saptonengrum, E. F. (2020). Studi Pola Penggunaan Kombinasi Insulin Dan Dekstrosa Pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Dengan Hiperkalemia. Universitas
Muhammadiyah Malang
Sari, L., R. (2016). Upaya mencegah Kelebihan Volume Cairan pada Pasien Chronic Kidney
Disease (CKD). Diakses dari http://jurnal.usu.ac.id
Sari, N., & Hisyam, B. (2014). Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe Ii Dengan Kejadian
Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari
2011-Oktober 2012. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia,
Sharon, K. Broscious& Judith, C. (2019). Chronic Kidney Disease Acute Manifestations and
Role of Critical Care Nurses. Journal of American Association of Critical – Care Nurses.
http://ccn.aacnjournal s.org/content/26/4/17.full.
Yunita Irda. (2020). Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa Di Rumah Sakit Khusus Ginjal Rasyida Medan