Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN.

L
DEGAN GANGUAN SISTEM PERKEMIHAN :
GAGAL GINJAL KRONIK

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1. NURHAYATI NDRURU 200204036
2. FRANS SANTO SIMBOLON 200204021
3. DESY M. HABEAHAN 200204013
4. WILDAR WARUWU 202040054

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu penyakit yang menyerang organ
ginjal dan terjadi lebih dari 3 bulan, dimana terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m² dengan atau tanpa kerusakan
ginjal (Aru et al, 2015). Penyakit ginjal kronis (PGK) atau gagal ginjal kronis
(GGK) adalah kondisi saat fungsi ginjal menurun secara bertahap karena
kerusakan ginjal. Secara medis, gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai
penurunan laju penyaringan atau filtrasi ginjal selama 3 bulan atau lebih. Gagal
ginjal kronis (GGK) adalah penyakit ginjal fatal yang ditandai dengan beredarnya
urea dan limbah nitrogen lainnya dalam darah, serta komplikasinya. Dialisis atau
transplantasi ginjal dapat mengancam jiwa jika tidak dilakukan dengan benar.
Penyakit ginjal stadium akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel. Uremia disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk
mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan, dan keseimbangan
elektrolit. (Santosa et al., 2017).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ditahun 2013menunjukkan


bahwa jumlah penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50%
sedangkan yang diketahui dan mendapat pengobatan dengan baik hanya 25% saja
(Emma, 2016). Berdasarkan data dari Riskesdas (2018),menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan prevalensi penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)
berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,18%.

Menurut Sharon & Judith (2019), pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
seringkali tidak menunjukkan gejala yang spesifik (asimtomatik) pada tahap awal
kerusakan ginjal. Karena kurangnya tanda dan gejala tersebut pasien sering
mengabaikan dengan tidak langsung dibawa ke fasilitas kesehatan. Pasien
biasanya baru datang ke fasilitas kesehatan setelah terjadi komplikasi dan
didiagnosis mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) tahap akhir atau End -
Stage Renal Disease (ESRD). Diagnosa kelebihan volume cairan ditunjukkan
dengan keluhan yang dialami oleh pasien Chronic Kidney Disease (CKD) antara
lain frekuensi buang air kecil yang menurun (2-3x/hari), dari pemeriksaan fisik
juga menunjukkan terdapat edema pitting grade 3 di kedua tungkai, ascites, CRT
> 3 detik (Angraini & Putri, 2016).

Menurut Sari (2016), pasien Chronic Kidney Disease (CKD) membutuhkan


regulasi cairan yang sangat hati-hati guna mencegah terjadinya kelebihan volume
cairan, karena jika asupan cairan terlalu bebas dapat menyebabkan ginjal
mengalami kelebihan beban sirkulasi, namun disisi lain dapat menimbulkan risiko
kekurangan volume cairan intravaskuler. Manifestasi klinis kekurangan cairan
diantaranya dehidrasi, hipotensi dan semakin memburuknya kondisi ginjal.
Kerugian-kerugian tersebut dapat dicegah dengan pemantauan intake outputdan
pembatasan cairan yang terbukti efektif dalam mengatasi kelebihan volume cairan
pada pasien gagal ginjal kronik (Rahmawati, 2018).

Tindakan keperawatan untuk mengatasi kelebihan volume cairan pada pasien


Chronic Kidney Disease (CKD) dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan
nonfarmakologi. Upaya farmakologi dilakukan dengan memberikan terapi
furosemid yang berperan sebagai diuretik (mempengaruhi produksi urine).
Sedangkan upaya nonfarmakologi adalah dengan melakukan pemantauan dengan
cara mencatat jumlah cairan yang masuk dan jumlah urine yang dikeluarkan
pasien setiap harinya menggunakan chart atau tabel. Pemantauan intake output
cairan pasien dilakukan dalam waktu 24 jam dan dapat dibagi tiap shift jaga (±7
jam) untuk kemudian dimasukkan ke dalam chart atau tabelsesuai jam dan jenis
intakepasien apakah makanan, minuman, atau infus dan output, apakah muntah,
urine, BAB, atau IWL untuk kemudian dihitung balance cairan pasien tersebut
(Angraini & Putri, 2016).

1.2. Tujuan
a Tujuan Umum
Mahasiswa/I mampu menetapkan intervensi keperawatan yang tepat pada
kasus gangguan sistem perkemihan : Gagal Ginjal Kronik
b Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakuan pengkajian pada Tn. A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnose keperawatan pada Tn. A
dengan masalah Gagal Ginjal Kronik
3. Mahasiswa mampu membuat intervensi pada Tn.A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. A dengan masalah
Gagal Ginjal Kronik
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Gagal Ginjal Kronik


2.1.1. Definsi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu penyakit yang menyerang
organ ginjal dan terjadi lebih dari 3 bulan, dimana terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m² dengan atau
tanpa kerusakan ginjal (Aru et al, 2015). Penyakit ginjal kronis (PGK)
atau gagal ginjal kronis (GGK) adalah kondisi saat fungsi ginjal menurun
secara bertahap karena kerusakan ginjal. Secara medis, gagal ginjal
kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau filtrasi
ginjal selama 3 bulan atau lebih.

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah penyakit ginjal fatal yang ditandai
dengan beredarnya urea dan limbah nitrogen lainnya dalam darah, serta
komplikasinya. Dialisis atau transplantasi ginjal dapat mengancam jiwa
jika tidak dilakukan dengan benar. Penyakit ginjal stadium akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Uremia
disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan, dan keseimbangan elektrolit.
(Santosa et al., 2017).

2.1.2. Etiologi
Berikut ini adalah beberapa penyebab penyakit ginjal kronis (Divanda et
al., 2019):
1. Piolenefritis kronis
Penyakit ini adalah infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan
pada ginjal dan pelvis ginjal. Peradangan dapat dimulai di saluran
kemih bagian dan menyebar ke ureter, atau dapat terjadi sebagai
akibat dari infeksi yang dibawa ke ginjal oleh darah dan getah
bening. Pembesaran batu ginjal, kelenjar prostat, atau cacat bawaan
yang menyebabkan pielonefritis dapat menyebabkan obstruksi
kaktus kemih. (Sloane, 2004 dalam Nurbadriyah, 2021).
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah suatu kondisi di mana nefron, terutama
glomeruli, menjadi meradang. Glomerulonefritis akut dan
glomerulonefritis kronis adalah dua jenis glomerulonefritis. Respon
imun terhadap toksin bakteri tertentu sering menyebabkan
glomerulonefritis akut (group beta A streptococci). Tubulus, serta
glomeruli, rusak oleh glomerulonefritis kronis. Infeksi streptokokus
menyebabkan peradangan, tetapi dapat juga disebabkan oleh
glomerulonefritis akut atau penyakit sistemik lain. (Sloane, 2004
dalam Nurbadriyah, 2021).
3. Batu ginjal
Kalsium, asam urat, magnesium, atau garam sistein menumpuk di
ginjal, membentuk batu ginjal atau batu saluran kemih. Batu kecil
melewati urin, tetapi batu yang lebih besar tersangkut di ureter dan
menyebabkan rasa sakit yang menjalar dari ginjal ke selangkangan
(kolik ginjal). (Sloane, 2004 dalam Nurbadriyah, 2021).
4. Penyakit endokrim (nefropati diabetic)
Salah satu penyebab utama kematian pada penderita diabetes tipe 2
adalah nefropati diabetik (penyakit ginjal pada penderita diabetes).
Gagal ginjal mempengaruhi lebih dari sepertiga dari semua pasien
baru yang dirawat di program End Stage Renal Disease (ESRD).
Diabetes mellitus mempengaruhi fungsi dan struktur ginjal dalam
berbagai cara. Nefropati diabetik mengacu pada semua lesi ginjal
yang terjadi akibat diabetes mellitus. (Price & William, 2012 dalam
Nurbadriyah, 2021).
5. Polikistik ginjal
Kista multipel yang meluas secara bilateral menyebabkan penyakit
ginjal polikistik, yang menyebabkan parenkim ginjal normal
terganggu dan hancur akibat kompresi. (Price dan Wilson, 2012
dalam Nurbadriyah, 2021).
2.1.3. Patofisiologi
Pathway Gagal Ginjal Kronik

Penyakit yang mendasari menentukan patofisiologi GGK (Gagal Ginjal


Kronis). Namun, prosedurnya tetap sama setelah itu. Nefropati diabetik
terjadi ketika aliran pembuluh darah terhambat, mengakibatkan
peningkatan tekanan glomerulus, yang menyebabkan hipertrofi
glomerulus dan ekspansi mesangial. Semua ini akan mengakibatkan
penurunan area filtrasi, yang akan menyebabkan glomerulosklerosis
(Sudoyo, 2009 dalam Nurbadriyah, 2021). PGK juga disebabkan oleh
tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merusak arteriol aferen ginjal,
mengakibatkan penurunan filtrasi (Rahman, 2013 dalam Nurbadriyah,
2021).

Terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh penderita PGK.
Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu
keseimbangan glomerulotubular, sehingga terjadi peningkatan asupan
natrium, retensi natrium, dan peningkatan volume cairan ekstraseluler.
Osmosis air dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus dirangsang oleh
reabsorbsi natrium, mengakibatkan hipertensi. Kerja jantung akan
meningkat akibat hipertensi, dan pembuluh darah di ginjal akan rusak.
Kerusakan pada pembuluh darah ginjal mengganggu filtrasi dan
memperburuk hipertensi. (Rahman, 2013 dalam Nurbadriyah, 2021).

Disfungsi ginjal dapat berdampak negatif pada kondisi klinis pasien,


seperti:
1. Sindroma uremia (Irwan, 2016)
Ginjal adalah organ kompensasi yang kuat. Dengan meningkatkan
perfusi darah ke ginjal dan filtrasi, tugas dan fungsi jaringan ginjal
yang sakit akan diambil alih oleh jaringan ginjal yang sehat.. Ketika
jaringan ginjal yang rusak memasuki 77-85%, daya kompensasi
tidak lagi cukup, sehingga terjadi uremia atau akumulasi zat yang
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal yang sakit. Sindrom uremik
menyebabkan gejala berikut:
a) Gejala gastrointestinal meliputi penurunan nafsu makan, mual,
muntah, mulut kering, rasa pahit, dan perdarahan epitel. Mual,
muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan merupakan gejala
uremia pada saluran pencernaan. Pasien menderita malnutrisi
sebagai akibat dari anoreksia, kelelahan, dan asupan protein
yang berkurang. Pengurangan asupan protein juga berpengaruh
pada kerapuhan kapiler, yang 31 berujung pada pelambatan
penyembuhan luka penurunan imun. (Price dan William, 2012).
b) Kulit yang atrofi, gatal, dan kering akibat kombinasi retensi
pigmen urokrom dan pucat akibat anemia pruritus diakibatkan
oleh kadar garam PTH atau Ca++ yang tinggi. Efek lainnya
berupa endapan urea keputihan, perubahan warna rambut, kulit
menjadi berwarna kuning dan seperti lilin. (Price dan William,
2012).
c) Asidosis & anemia
d) Sistem kardiovaskuler mengalami pembesaran jantung,
hipertensi, pericarditis dan payah jantung
e) Sistem neurologi mengalami depresi, neuropati perifer,
prekoma, apatis.
2. Anemia
Gagal ginjal kronis dapat menyebabkan anemia, yang merupakan
gejala komplikasi. Defisiensi eritropoietin (Epo), masa hidup
eritrosit yang lebih pendek, metabolit toksik yang menghambat
eritropoiesis, dan kecenderungan perdarahan akibat trombopati.
Anemia pada gagal ginjal kronis diduga disebabkan oleh
mekanisme-mekanisme tersebut. (Pranawa, 1993).
3. Hiperkalemia
Hiperkalemia (kelebihan kalium) biasanya disebabkan oleh disfungsi
ginjal sementara atau permanen. Gagal ginjal sering dikaitkan
dengan kelebihan ini. Setelah trauma jaringan besar atau transfusi
darah yang cepat disimpan di bank darah, kelebihan ini dapat terjadi
sementara (dengan fungsi ginjal normal). (Tambayong, 2016).
Peningkatan penyerapan kalium, pelepasan kalium dan kematian sel,
penurunan eksternalitas ginjal, dan kondisi yang menyebabkan
hipoaldosteronisme semuanya akan menyebabkan peningkatan
kalium serum. Di klinik gagal ginjal akut, hiperkalemia adalah
komplikasi yang paling umum (GGA). Pembedahan tidak boleh
dilakukan kecuali potasium dapat dikeluarkan terlebih dahulu.
Pilihan terbaik adalah hemodialisis atau dialisis peritoneal.
(Sabiston, 1995).
4. Hipokalemia
Hipokalemia didefinisikan sebagai konsentrasi kalium dalam darah
yang kurang dari 3,5 mEq/1. Pengurangan asupan makanan,
peningkatan ekskresi kalium dari usus, ginjal atau pergerakan kalium
dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler adalah semua
kemungkinan penyebabnya. Gejala hipokalemia termasuk
kelemahan, kelelahan, mual dan muntah, dan sembelit. (Corwin,
2009).

Penurunan total kalium tubuh umumnya dikaitkan dengan


hipokalemia. Salah satu penyebab paling umum adalah penggunaan
diuretik kronis, dan dalam kasus ini, hipokalemia plasma dapat
menunjukkan defisiensi kalium total tubuh yang signifikan.
Pengeluaran GI dari diare dan muntah, serta ekskresi ginjal dari
asidosis tubulus ginjal, adalah dua penyebab lain dari hipokalemia.
(Sabiston, 1995).

Kekurangan kalium serum dapat disebabkan oleh kurangnya asupan


kalium, penggunaan diuretik penurun kalium, prosedur bedah dan
penggantian yang tidak tepat pada gastrointestinal yang melibatkan
suction nasogastrik, malnutrisi, sekresi gastrointestinal yang
berlebihan, hiperadosteronisme, dan trauma. Kemampuan tubulus
ginjal untuk mengkonsentrasikan limbah dirusak oleh hipokalemia.
(Tambayong, 2016).

2.1.4. Manifestasi Klinis


Penyakit ginjal kronis tidak memiliki gejala atau tanda-tanda spesifik dari
hilangnya fungsi, tetapi gejalanya muncul ketika fungsi nefron mulai
memburuk dari waktu ke waktu. Fungsi organ tubuh lainnya dapat
terganggu akibat penyakit ginjal kronis. Gagal ginjal yang tidak dikelola
dengan baik dapat berakibat serius bahkan mengakibatkan kematian.
Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala paling umum yang mungkin
muncul:
a. Darah ditemukan dalam urine, sehingga urine berwarna gelap seperti
the (hematuria)
b. Albuminuria
c. Infeksi saluran kemih (urine keruh)
d. Nyeri yang dirasakan saat buang air kecil
e. Merasa sulit atau tidak lancer saat berkemih
f. Di dalam urine ditemukan pasir/batu
g. Bertambah atau berkurang secara signifikannya produksi urine
h. Nokturia (sering buang air pada malam hari)
i. Nyeri pada bagian perut/pinggang

Menurut Lewis (2011 dalam Pasaribu, 2020 ) tanda dan gejala gagal
ginjal kronik sebagai berikut :
Sistem Tanda dan Gejala
Hematologi  Anemia
 Infeksi
 Perdarahan
Kardiovaskuler  Penyakit jantung coroner
 Takikardi
 Hipertensi
 Kelainan jantung
Endokrin  Hiperparatiroidisme
 Amenore
 Impoten
 Abnormalitas tiroid
Gastrointestinal  Gastritis
 Nausea
 Vomitus
 Anoreksia
 Perdarahan gastrointestinal
Neurologis  Neri kepala
 Fatigue
 Gangguan tidur
 Parastesia
Respirasi  Pleuritis uremik
 Pneumonia
 Edema paru
Muloskeletal  Tulang lebih kunak
 Nyeri pada sendi & tulang
 Peradangan pada tulang
Integumen  Kulit kering
 Gatal-gatal

Menurut penelitian yang dilakukan Haryani & Sitorus (2020) tanda


gejala dari penyakit ginjal kronis yaitu :
a) Berat badan menurun
b) Demam
c) Muntah
d) Diare
e) Mudah lelah
f) Sesak nafas
g) Penurunan kesadaran
h) Lemas
i) Nafsu makan menurun

2.1.5. Klasifikasi
Berikut klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan tingkat stadium,
antara lain :
Stadium LFG Keterangan
(ml/menit/1,73
m2)
I >90 Kerusakan ginjal dapat terjadi dengan
LFG normal atau meningkat
II 60 – 89 Kerusakan ginjal dan penurunan
ringan LFG
IIIa 45 – 59 Kerusakan ginjal dan penurunan
moderat dalam LFG
IIIb 30 – 44 Kerusakan ginjal disertai dengan
penurunan LFG sedang sampai berat
IV 15 – 29 Kerusakan ginjal yang disebabkan
oleh LFG yang tinggi
V < 15 Kerusakan ginjal kronis adalah
penyakit yang mempengaruhi ginjal

Berikut ini adalah klasifikasi gagal ginjal kronis atas dasar diagnosa
etiologi :
Penyakit Tipe Mayor
Ginjal diabetes  Diabetes tipe 1 & tipe 2
Ginjal non diabetes  Penyakit glomerular (infeksi
sistemik, autoimun, obat neoplasia)
 Penyakit tubuloinsterstitial
 Penyakit vascular
Ginjal transplantasi  Keracunan obat (siklosporin)
 Rejekso kronis
 Penyakit kistik

2.1.6. Komplikasi
Beberapa komplikasi gagal ginjal kronis, yaitu :
a. Hipertensi
Gagal ginjal kronis merupakan proses patologis yang mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dan
hipertensi, atau peningkatan tekanan darah di atas ambang batas
normal, adalah salah satu konsekuensi dari penyakit ginjal. Kita tahu
bahwa tubuh manusia membutuhkan suplai darah yang bersih agar
semua organnya dapat berfungsi dengan baik. Ginjal bertugas
mengantarkan darah bersih ke jantung, yang kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Ginjal yang telah rusak tidak dapat
melakukan fungsi ini, menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tanda dan gejala lain termasuk penurunan keluaran urin atau
kesulitan buang air kecil, edema (retensi cairan), dan peningkatan
frekuensi buang air kecil, terutama pada malam hari. Penyebab
utama kematian pada gagal ginjal kronis adalah penyakit pembuluh
darah, khususnya hipertensi. (Bella, 2017).
b. Asam Urat
Secara umum akan terjadi penurunan massa ginjal yang dapat
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional dari nefron yang
tersisa, menurut Nur, M., Anggunan, A., dan Wulandari, P. D.
(2019). Pasien dengan gangguan fungsi ginjal biasanya memiliki
komposisi atau volume urin yang abnormal, seperti adanya sel darah
merah atau protein dalam jumlah tertentu. Asam urat adalah
komplikasi lain dari gagal ginjal. Ginjal pada pasien penyakit ginjal
kronis tidak dapat berfungsi dengan baik. Ginjal tidak dapat
menyaring darah, mencegah tubuh mengeluarkan zat sisa
metabolisme seperti asam urat, urea, dan kreatinin.

Penurunan fungsi ginjal pada pasien PGK dapat menyebabkan


berbagai komplikasi, termasuk hiperurisemia. Hiperurisemia adalah
suatu kondisi dimana produksi dan sekresi asam urat tidak seimbang.
Hipersaturasi asam urat terjadi ketika kelarutan asam urat dalam
serum melebihi ambang batas karena ketidakseimbangan antara
produksi dan sekresi. Akibatnya, urat dalam bentuk garamnya,
terutama monosodium urat, menumpuk di jaringan.
c. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyebab penyakit ginjal kronik
terbanyak kedua menurut (Sari, N., & Hisham, B. (2014) (23
persen).Diabetes melitus (DM) merupakan kelompok penyakit
metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia, yang disebabkan
oleh sekresi insulin yang abnormal, gangguan kerja insulin, atau
keduanya, dan mengakibatkan berbagai komplikasi kronis pada
ginjal, saraf, mata, dan darah.

Mikroalbuminuria merupakan tanda pertama adanya masalah pada


ginjal penderita diabetes melitus. Mikroalbuminuria didefinisikan
sebagai ekskresi lebih dari 30 mg albumin per hari dan dianggap
perlu untuk perkembangan nefropati diabetik. Jika tidak diobati,
dapat berkembang menjadi proteinuria klinis, yang dapat
menyebabkan penurunan fungsi laju filtrasi glomerulus dan akhirnya
gagal ginjal.
d. Asidosi
Menurut Nurseskasatmata, S. E., dan Harista, D. R. (2020), asidosis
metabolik disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk
menjalankan fungsinya dalam mengeluarkan H+ (asam) yang
berlebihan. Penurunan ekskresi H+ terjadi karena ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi NH3- 57 (amonia) dan menyerap
HCO3 (natrium bikarbonat), serta penurunan ekskresi asam-asam
organik dan fosfat. Asidosis berkontribusi terhadap anoreksia,
kelelahan, dan mual pada pasien uremik. Pernapasan kussmaul
adalah napas berat dan dalam, gejala yang jelas dari asidosis yang
disebabkan oleh kebutuhan meningkatkan ekskresi karbon dioksida
untuk mengurangi asidosis.

2.1.7. Penatalaksanaan
Pengobatan penyebab utama penyakit ginjal kronis, eliminasi atau
minimalisasi kondisi penyerta, pencegahan atau perlambatan penurunan
fungsi ginjal, pencegahan dan pengobatan komplikasi, gangguan
metabolisme, pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular,
terapi pengganti ginjal berupa cuci darah (dialysis), transplantasi ginjal
adalah bagian dari konsep manajemen pada penyakit ginjal kronis.
(Ervina er al: 2015 dalam Saptonengrum, 2020). Menurut Lubis (2016),
manajemen GGK adalaah sebagai berikut :
1. Pengobatan dan pencegahan penyakit kardiovaskular
2. Pengobatan dan pencegahan kondisi komorbiditas (kondisi
komorbiditas)
3. Pengobatan dan pencegahan dan komplikasi
4. Pengobatan penyakit yang mendasarinya.
5. Dialisis atau transplantasi ginjal.
6. Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnose gagl gijal kronis antara lain ;
1. Biokimiawi
pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahu
fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine clearence (klirens
kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal (renal fuction test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui
status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.
2. Urinalis
dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada/tidkanya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim
ginjal
3. Ultrasonorafi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien
gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan
parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat
4. Foto Polos abdomen
untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa
5. USG
(ultra sonic) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih, dan prostat
6. Renogram
untuk menili fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskular, parenkim, dan eksresi) sera sisa fungsi ginjal. Pielografi
Intravena menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
Pielografi retrograd dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel. Arteriogram ginjal mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular dan massa
7. Ultrasonografi ginjal
menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
8. Biopsi ginjal
mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukkan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
9. Endoskopi ginjal nefroskopi
dilakukan untuk menentukkan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan


2.
2.1.
2.2.
2.2.1. Pengkajian
A. Identitas Diri
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
suku/bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
nomor medrec, diagnosis medis dan alamat.
B. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder
yang menyertai. Keluhan bisa berupa BAK atau urine output yang
menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bebau
(ureum), dan gatal pada kulit (pruritus). Kondisi ini dipicu karena
penumpukkan (akumulasi) zat sisa metabloisme atau tokisn dalam
tubuh karena ginjal mengalami kegagalam filtrasi
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaram perubahan
pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya bau nafas
ammonia, dan berampak pada proses metabolisme (sekunder karena
intoksikasi), makan akan anoreksia sehingga berisiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi atau perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah
kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
dan mendapat pengobatan apa. Selain itu karena berdampak pada
proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi
noreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya
gangguan nutrisi
D. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksisaluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benigna prostat
hyperplasia, dan prostattektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih,infeksi sistem perkemihan yang berulang,penyakit
diabetes militus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk mengkaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit vascular hipertensif,
penyakit metabolik, riwayat keluarga mempunyaki penyakit gagal
ginjal kronik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran
kemih, dan penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-
lain. Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun,
sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.
Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki
pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena
penyakit tersebut herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang
diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum
jamu saat sakit.
F. Riwayat Psikosial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping
adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan
psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur
fungsi tubuh dan menjalani proses hemodialisa. Klien akan
mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu,
kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses
pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan, gangguan konsep
diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem)
G. Aktivitas Sehari-hari
 Pola Nutrisi
Kaji adakah pantangan dalam makan, kebiasaan makan, minum
seharihari, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari.
Pada pasien gagal ginjal kronik akan ditemukan perubahan pola
makan atau nutrisi kurang dari kebutuhan dari kaji peningkatan
berat badan (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), kaji
adakah rasa mual, muntah, anoreksia dan nyeri uluh hati
 Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi,
serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang
berhubungan dengan pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan
pola eleminasi penurunan urin, anuria, oliguria, abdomen
kembung, diare atau konstipasi
 Pola istrahat tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah
ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan
ditemukan gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal
ginjal kronik seperti nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, demam,
dan lain-lain
 Personal Hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut,
dan memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan
dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan
dalam kebersihan diri dan ajurkan oral hygiene yang rutin

 Aktivitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih tergantung dengan
orang lain. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi
kelemahan otot, kehilangantonus, penurunan rentang gerak
H. Pemeriksaan Fisik Per Sistem
 Keadaan umum & Tanda-tanda vital sign
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue),tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering
dipakai RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif
 Sistem kardiovaskular
Biasanya ditemukan hipertensi, edema jaringan umum pada kaki
dan tangan, disrtmia jantung, nadi lemah, hipoteensi ortostatik
menandakan hipovolemia, pucat, anemia, CRT > 3 detik. Penyakit
yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis
salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas
ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler.
Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung
 Sistem pernafasan
Biasanya ditemukan pernafasan klien takipneu, dyspnea,
peningkatan frekuensi nafas, nafas dalam (pernafasan kusmaul),
batuk efektif dengan sputum warna merah muda dan encer (edema
paru). Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi

 Sistem Neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan
sirkulasi serebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis
 Sistem Hematologi
Biasanya terjadi tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT>3
detik, palpitasi jantung, gangguan irama jantung, dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif
dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada
gangguan anemia karena penurunan eritropoetin
 Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan
diare. Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diar
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan
ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
 Sistem Integumen
Pasien dengan CKD sering kali memiliki corak kulit yang pucat
kekuning-kuningan, kelainan ini disebabkan oleh gangguan eksresi
pigmen urine (urokrom) dan anemia. Kulit berwarna abu-abu
sampai merah tua akibat desposisi zat besi pada pasien yang
mengalami dialisis yang telah mendapat tranfusi darah multipel.
Pada kuku sering didapatkan adanya leukonikia, akibat sekunder
dari hypoalbuminemia pada sindrom nefrotik yang ditandai oleh
proteinuria yang berat (lebih dari 3,5 gram/24jam), kadar serum
yang rendah (kurang dari 30g/l) dan ede,ma disebabkan oleh
kerusakan pada glomerulus
 Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan
hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metabolisme
 Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari
bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output)
 Sistem Muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi. Selain itu, didapatkan nyeri panggul,
kram otot, nyeri kaki, dan keterbatasan gerak sendi
I. Data Penujang
Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk
memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan
penunjang, yaitu:
1. Radiologi
2. USG
3. Renogram
4. EKG
J. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan
daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu
dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu
keperawatan dan proses penyakit.

2.2.2. Diagnosa Keperawaatan


Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah
sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
Gangguan pertukaran gas.
1. Nyeri akut.
2. Hipervolemia
3. Defisit nutrisi
4. Nausea
5. Gangguan integritas kulit/jaringan
6. Gangguan pertukaran gas
7. Intoleransi aktivitas
8. Resiko penurunan curah jantung
9. Perfusi perifer tidak efektif

2.2.3. Intervensi Keperawatan


Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik
(sumber: SIKI, 2018)
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
tindakan keperawatan Observasi:
selama 3x8 jam maka  Periksa tanda dan gejala
hipervolemia hipervolemia (edema,
meningkat dengan dispnea, suara napas
kriteria hasil: tambahan)
 Asupan cairan  Monitor intake dan output
meningkat cairan
 Haluaran urin  Monitor jumlah dan warna
meningkat urin
 Edema menurun Terapeutik
 Tekanan darah  Batasi asupan cairan dan
membaik garam
 Turgor kulit  Tinggikan kepala tempat
membaik tidur
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasai pemberian
diuretik
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
deuretik
 Kolaborasi pemberian
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam  Identifikasi status nutrisi
diharapkan pemenuhan  Identifikasi makanan yang
kebutuhan nutrisi disukai
pasien tercukupi dengan  Monitor asupan makanan
kriteria hasil:  Monitor berat badan
 intake nutrisi Terapeutik
tercukupi  Lakukan oral hygiene
 asupan makanan dan sebelum makan, jika perlu
cairan tercukupi  Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu.
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
3 Nause Setelah dilakukan Manajemen Mual
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam maka  Identifikasi pengalaman
nausea membaik mual
dengan kriteria hasil:  Monitor mual (mis.
 Nafsu makan Frekuensi, durasi, dan
membaik tingkat keparahan)
 Keluhan mual Terapeutik
menurun  Kendalikan faktor
 Pucat membaik lingkungan penyebab (mis.
 Takikardia membaik Bau tak sedap, suara, dan
(60-100 kali/menit) rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
 Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
 Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
 Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu
4 Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
integritas kulit tindakan keperawatan Obsevasi
selama 3x8 jam  Identifikasi penyebab
diharapkan integritas gangguan integritas kulit
kulit dapat terjaga (mis. Perubahan sirkulasi,
dengan kriteria hasil: perubahan status nutrisi)
 Integritas kulit yang Terapeutik
baik bisa  Ubah posisi tiap 2 jam jika
dipertahankan tirah baring
 Perfusi jaringan baik  Lakukan pemijataan pada
 Mampu melindungi area tulang, jika perlu
kulit dan  Hindari produk berbahan
mempertahankan dasar alkohol pada kulit
kelembaban kulit kering
 Bersihkan perineal dengan
air hangat
Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion atau
serum) Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
5 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
Pertukaran tindakan keperawatan Observasi
Gas selama 3x8 jam  Monitor frekuensi, irama,
diharapkan pertukaran kedalaman dan upaya napas
gas tidak terganggu  Monitor pola napas
dengak kriteria hasil:.  Monitor saturasi oksigen
 Tanda-tanda vital  Auskultasi bunyi napas
dalam rentang Terapeutik
normal  Atur interval pemantauan
 Tidak terdapat otot respirasi sesuai kondisi
bantu napas pasien
 Memlihara  Bersihkan sekret pada
kebersihan paru dan mulut dan hidung, jika
bebas dari tanda- perlu
tanda distress  Berikan oksigen tambahan,
pernapasan jika perlu
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
6 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
Aktivitas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam  Monitor kelelahan fisik
toleransi aktivitas  Monitor pola dan jam tidur
meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil:  Lakukan latihan rentang
 Keluhan lelah gerak pasif/aktif
menurun  Libatkan keluarga dalam
 Saturasi oksigen melakukan aktifitas, jika
dalam rentang perlu Edukasi
normal (95%-  Anjurkan melakukan
100%) aktifitas secara bertahap
 Frekuensi nadi  Anjurkan keluarga untuk
dalam rentang memberikan penguatan
normal (60-100 positif
kali/menit) Kolaborasi
 Dispnea saat  Kolaborasi dengan ahli gizi
beraktifitas dan tentang cara meningkatkan
setelah beraktifitas asupan makanan
menurun (16-20
kali/menit)
7 Resiko Setelah dilakukan Perawatan Jantung
penurunan asuhan keperawatan Observasi:
curah jantung selama 3x8 jam  Identifikasi tanda dan gejala
diharapkan penurunan primer penurunan curah
curah jantung jantung (mis. Dispnea,
meningkat dengan kelelahan)
kriteria hasil:  Monitor tekanan darah
 Kekuatan nadi  Monitor saturasi oksigen
perifer meningkat Terapeutik:
 Tekanan darah  Posisikan semi-fowler atau
membaik 100- fowler
130/60-90 mmHg  Berikan terapi oksigen
 Lelah menurun Edukasi
 Dispnea menurun  Ajarkan teknik relaksasi
dengan frekuensi napas dalam
16-24 x/menit  Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
8 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
tidak efektif tindakan perawatan Observasi
selama 3x8 jam maka  Periksa sirkulasi perifer
perfusi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
meningkat dengan pengisian kapiler, warna,
kriteria hasil: suhu)
 denyut nadi perifer  Monitor perubahan kulit
meningkat  Monitor panas, kemerahan,
 Warna kulit pucat nyeri atau bengkak
menurun.  Identifikasi faktor risiko
 Kelemahan otot gangguan sirkulasi
menurun Terapeutik
 Pengisian kapiler  Hindari pemasangan infus
membaik atau pengambilan darah di
 Akral membaik area keterbatasan perfusi
 Turgor kulit  Hindari pengukuran
membaik tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untun menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
9 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam maka  Identifikasi factor pencetus
tautan nyeri meningkat dan pereda nyeri
dengan kriteria hasil:  Monitor kualitas nyeri
 Melaporkan nyeri  Monitor lokasi dan
terkontrol penyebaran nyeri
meningkat  Monitor intensitas nyeri
 Kemampuan dengan menggunakan skala
mengenali onset  Monitor durasi dan
nyeri meningkat frekuensi nyeri
 Kemampuan Teraupetik
menggunakan teknik  Ajarkan Teknik
nonfarmakologis nonfarmakologis untuk
meningkat mengurangi rasa nyeri
 Keluhan nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur
penggunaan Edukasi
analgesik menurun  Anjurkan memonitor nyeri
 Meringis menurun secara mandiri
 Frekuensi nadi  Anjurkan menggunakan
membaik analgetik secara tepat
 Pola nafas membaik Kolaborasi
 Tekanan darah  Kolaborasi pemberian obat
membaik analgetik
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.
3.1. Pengakajian
1. Nama Pasien Tn. L
2. Tanggal Lahir 29 Juni 1979
3. Suku/Bangsa Batak/Indonesia
4. Agama Islam
5. Pendidikan SMP
6. Pekerjaan Wiraswasta
7. Alamat Jl. Purwodadi Lempake
8. Diagnosa Medis CKD on HD (stage v)
9. Sumber Informasi pasien dan keluarga
10. No. Register 89.97.58
11. Tanggal Pengkajian 25 Maret 2022
12. Keluhan Utama Mual dan ingin muntah
Pasien saat ini mengatakan merasa mual dan
13. Riwayat Penyakit ingin muntah serta tidak selera makan, pasien
Sekarang mengatakan perut semakin membesar dan
bengkak pada kedua kaki, selain itu pasien juga
mengeluh sesak napas dan badan terasa lemas.
Pasien terlihat hanya berbaring ditempat tidurnya
Saat ini pasien terpasang kateter, oksigen nasal
kanul 3 liter/menit dan tidak terpasang cairan
infus.
Hasil tanda-tanda vital: TD: 180/110 mmHg, N:
90 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36.0 oC.
14. Pasien pernah dirawat di rumah sakit pada
Riwayat Penyakit tanggal 29 Mei 2019 selama 4 hari dengan
Dahulu diagnosa yang sama yaitu CKD, pasien
memiliki riwayat penggunaan obat asam urat
Namun sudah berhenti ± 2 tahun yang lalu,
15 Riwayat penyakit
sekarang pasien tidak memiliki riwayat alergi dan operasi.
Pasien mengatakan kalau orang tua yaitu bapak
memiliki riwayat hipertensi
16
Keadaan Umum & Kes : Compos Mentis
Tanda – tanda Vital Td : 180/110mmHg
Sig
HR : 90x/menit
RR : 26x/menit
Temp : 36,00C
17
Kenyamanan/nyeri Tidak terdapat keluhan nyeri
18 Status Fungsional Total skor 9 Dengan kategori tingkat
Barthel Indeks ketergantungan pasien adalah ketergantungan
sedang.
19 Pemeriksaan Kepala Kepala :
Simetris, kepala bersih, penyebaran rambut
merata, warna rambut hitam mulai beruban dan
tidak ada kelainan.
Mata :
Sklera putih, konjungtiva anemis, palpebra
tidak ada edema, refleks cahaya +, pupil isokor.
Hidung :
Pernafasan cuping hidung tidak ada, posisi septum
nasal simetris, lubang hidung bersih, tidak ada
penurunan ketajaman penciuman dan tidak ada
kelainan
Rongga Mulut dan Lidah : Keadaan mukosa
bibir lembab dan pucat. Tonsil ukuran normal
uvula letak simetris ditengah.
20 Pemeriksaan Thorax Keluhan :
Pasien mengeluh sesak napas

Inspeksi :
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 26
kali/menit, irama nafas teratur, pola napas
dispnea pernafasan cuping hidung tidak ada,
penggunaan otot bantu nafas tidak ada, pasien
menggunakan alat bantu nafas oksigen nasal
kanul 3 liter/menit
Palpasi :
Vokal premitus teraba diseluruh lapang paru
Ekspansi paru simetris, pengembangan sama di
paru kanan dan kiri
Tidak ada kelainan
Perkusi :
Sonor, batas paru hepar ICS 5 dekstra
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas
tambahan
21 Pemeriksaan Jantung Tidak ada keluhan nyeri dada Inspeksi
Tidak terlihat adanya pulsasi iktus kordis, CRT <
2 detik dan Tidak ada sianosis
Palpasi :
Ictus Kordis teraba di ICS 5, dan Akral Hangat
Perkusi :
Batas atas : ICS II line sternal dekstra
Batas bawah : ICS V line midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS III line sternal dekstra
Batas kiri : ICS III line sternal sinistra
Auskultasi :
BJ II Aorta : Dup, reguler dan intensitas kuat
BJ II Pulmonal : Dup, reguler dan intensitas kuat
BJ I Trikuspid : Lup, reguler dan intensitas kuat
BJ I Mitral : Lup, reguler dan intensitas kuat
Tidak ada bunyi jantung tambahan
Tidak ada kelainan
22 Pemeriksaan Sistem BB sebelum HD: 62 Kg TB : 165 Cm
Pencernaan & Status BAB 1x/hari konsistensi lunak, diet lunak, jenis
Nutriisi diet : Diet rendah protein rendah garam, nafsu
makan menurun , porsi makan habis ¼ porsi .
Abdomen
Inspeksi : bentuk membesar, benjolan tidak ada
diperut tidak tampa, tidak ada bayangan vena,
tidak terlihat adanya berjolan abdomen, tidak ada
luka operasi pada abdomen dan tidak terpasang
drain
Auskultasi :Peristaltik 18 x/menit Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, teraba adanya penumpukan
cairan/asites, dan
tidak ada pembesaran pada hepar dan lien
Perkusi
Shifting Dullness : (+)
23 Pemeriksaan Sistem Memori : Panjang
syaraf Perhatian : Dapat mengulang Bahasa :
komunikasi verbal menggunakan bahasa
Indonesia Kognisi dan Orientasi : dapat
mengenal orang, tempat dan waktu Refleks
Fisiologis
Patella : 2
Achilles : 2
Bisep : 2
Trisep : 2
Brankioradialis : 2
Tidak ada keluhan pusing Istirahat/ tidur
5 jam/hari Pemeriksaan syaraf kranial
N1 (Olfaktorius) : Pasien mampu membedakan
bau minyak kayu putih dan alkohol
N2 (Optikus): Pasien mampu melihat dalam
jarak 30 cm
N3 (Oculomotorius): Pasien mampu mengangkat
kelopak mata
N4 (Trochearis): Pasien mampu menggerakkan
bola mata kebawah N5 (Trigeminus): Pasien
mampu mengunyah
N6 (Abducen): Pasien mampu menggerakkan
mata kesamping N7 (Fasialis): Pasien mampu
tersenyum dan mengangkat alis mata
N8 (Auditorius): Pasien mampu mendengar
dengan baik
N9 (Glosophareal): Pasien mampu membedakan
rasa manis dan asam N10 (Vagus): Pasien
mampu menelan
N11 (Accesoris): Pasien mampu menggerakkan
bahu dan melawan tekanan
N12 (Hypoglosus): Pasien mampu
menjulurkan lidah dan menggerakkan
lidah keberbagai arah
24 Pemeriksaan Sistem Kebersihan : Bersih
Perkemihan Kemampuan berkemih :
Menggunakan alat bantu
Jenis : Folley Chateter
Ukuran : 18
Hari ke – 2
Produksi urine 150ml/hari
Warna : Kuning
Bau : Khas urine
Tidak ada distensi kandung kemih
Tidak ada nyeri tekan pada kandung
kemih
25 Pemeriksaan System 5 5
Muskoloskeletal &
Untegumen 4 4

Tidak ada kelainan tulang belakang Tidak ada


fraktur
Turgor kulit baik Tidak terdapat
Luka
Terdapat pitting edema grade +3 (ekstremitas
bawah RL +3 dan LL
+3)
Nilai risiko dekubitus , pasien dalam kategori
tidak beresiko yaitu dengan sekor 17
26 Personal Hygiene Mandi 1 kali sehari Keramas tidak
pernah
Memotong kuku setiap 1 minggu sekali
Ganti pakaian 1 kali sehari
Sikat gigi 1 hari sekali
3.2. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan

Data Subjektif : Uremia (D.0076) Nausea


a. pasien mengatakan merasa mual
b. pasien mengatakan merasa ingin muntah
1. c. pasien mengatakan tidak nafsu makan
Data Objektif :
d. Pasien terlihat pucat
e. Kadar ureum meningkat (Ureum 132,7 mg/dl)
Data Subjektif: Perubahan afterload Resiko penurunan curah jantung
a. Pasien mengatakan merasa sesak napas
2.
Data objektif:
a. Tekanan darah meningkat 180/110 mmHg
Data Subjektif : Gangguan mekanisme regulasi (D. 0022) Hipervolemia
a. Pasien mengatakan perut semakin membesar
b. Pasien mengatakan kedua kaki bengkak
Data Objektif :
3. a. Edema pada kedua kaki
b. Asites diperut
c. Kadar hemoglobin 9.0 mg/dL dan hematokrit
28,1 %
d. Oliguria
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data Subjektif : Kelemahan (D.0056) Intoleransi aktifitas
a. Pasien mengeluh badan terasa lemas
4.
Data Objektif :
a. Tekanan darah dan nadi meningkat

3.3. Diagnosa Keperawatan


a) Nausea b/d uremia
b) Resiko penurunan curah jantung b/d perubahan afterload
c) Hiervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi
d) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan
3.4. Intervensi Keperawatan
DX TANGGAL DIAGNOSA TUJUAN DAN HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
KEP DITEMUKAN KEPERAWATAN
1. 25/03/2022 Nausea berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
dengan Uremia keperawatan selama 3x8 Observasi
dibuktikan dengan jam maka nausea membaik 1.1. Identifikasi pengalaman mual
pasien mengatakan dengan kriteria hasil: 1.2. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan
merasa mual, ingin 1. Nafsu makan membaik tingkat keparahan)
muntah dan tidak 2. Keluhan mual menurun Terapeutik
nafsu makan dan 3. Pucat membaik 1.3. Kendalikan faktor lingkungan penyebab
terlihat pucat, Kadar 4. Takikardia membaik (mis. Bau tak sedap, suara, dan rangsangan
ureum meningkat (60-100 kali/menit) visual yang tidak menyenangkan)
(Ureum 132,7 mg/dl) 1.4. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Edukasi
1.5. Anjurkan istirahat dan tidur cukup
1.6. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
1.7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengatasi mual(mis. Relaksasi, terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi
1.8. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
2. 25/03/2022 Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan Perawatan
curah jantung b/d keperawatan selama 3x8 Jantung
perubahan afterload jam diharapkan penurunan Observasi:
dibuktikan dengan curah jantung meningkat 2.1 Identifikasi tanda dan gejala primer
pasien merasa sesak dengan kriteria hasil: penurunan curah jantung (mis. Dispnea,
dan tekanan darah 1. Kekuatan nadi perifer kelelahan)
meningkat 180/110 meningkat 2.2 Monitor tekanan darah
mmHg. 2. Tekanan darah 2.3 Monitor saturasi oksigen
Terapeutik:
membaik 100-130/60-
2.4 posisikan semi-fowler atau fowler
90 mmHg 2.5 Berikan terapi oksigen
3. Lelah menurun Edukasi
4. Dispnea menurun 2.6 Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
(frekuensi 16-24 x/menit) 2.7 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
Kolaborasi
2.8 kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
3. 25/03/2022 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen
berhubungan dengan keperawatan selama 3x8 Hipervolemia
gangguan jam maka hipervolemia Observasi:
mekanisme regulasi meningkat dengan kriteria 3.1 Periksa tanda dan gejala hipervolemia
dibuktikan dengan hasil: (edema, dispnea, suara napas tambahan)
pasien mengatakan 1. Asupan cairan 3.2 Monitor intake dan output cairan
perut semakin meningkat 3.3 Monitor jumlah da nwarna urin
membesar dan kedua 2. Haluaran urin Terapeutik
kaki bengkak, Kadar meningkat 3.4 Batasi asupan cairan dan garam
hemoglobin 9.0 3. Edema menurun 3.5 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
mg/dL dan 4. Tekanan darah 90- Edukasi
hematokrit 28,1 % 120/60-80 mmHg 3.6 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
dan Oliguria 5. Turgor kulit membaik cairan
Kolaborasi
3.7 Kolaborasai pemberian diuretik
3.8 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
akibat deuretik
3.9 Kolaborasi pemberian continuous
renal replecement therapy (CRRT),
jika perlu
4 25/03/2022 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen
berhubungan dengan keperawatan selama 3x8 Energi Observasi
kelemahan jam toleransi aktivitas 4.1 Monitor kelelahan fisik dan emosional
dibuktikan dengan meningkat dengan kriteria 4.2 Monitor pola dan jam tidur
pasien mengatakan hasil: Terapeutik
merasa lemas dan 5. Keluhan lelah menurun 4.3 Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
merasa sesak napas 6. Saturasi oksigen dalam 4.4 Libatkan keluarga dalam melakukan
dan Tekanan darah rentang normal (95%- aktifitas, jika perlu
dan nadi meningkat 100%) Edukasi
7. Frekuensi nadi dalam 4.5 Anjurkan melakukan aktifitas secara
rentang normal (60-100 bertahap
kali/menit) 4.6 Anjurkan keluarga untuk
8. Pernapasan saat memberikan penguatan positif
beraktifitas dan setelah Kolaborasi
beraktifitas menurun (16- 4.7 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
20 kali/menit) cara meningkatkan asupan makanan
3.5. Implementasi & Evaluasi
N Hari/Tanggal/ Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
o Jam
.
1. 25/03/2022
07.20 2.1 Menanyakan tanda dan Pasien mengatakan merasa
gejala peimer penurunan sesak napas dan lemas
curah jantung

07.25 3.1 Mengkaji tanda dan gejala Edema terjadi pada kedua
hipervolemia kaki dan asites pada perut

07.25 4.1 Menanyakan kelelahan Pasien merasa lemas


fisik pasien

07.30 4.2 Menyanyakan pola dan Jam tidur ±5 jam


jam tidur

07.35 1.2 Menanyakan apakah Mual biasanya terjadi saat


pasien masih mual makan

07.40 3.3 Mengkaji jumlah dan Jumlah urin ±150 ml/hari dan
warna urin warna bersih

07.45 2.4 Memberikan posisi Pasien terlihat masih sesak


semifowler napas

07.50 2.5 memberikan oksigen nasal Pasien mengatakan masih


kanul 3liter/menit merasa sesak

09.00 3.7 Memberikan injeksi Jumlah urin yang keluar


furosemide 20mg 150cc/hari

09.05 4.5 Memberikan injeksi Pasien mengatakan masih


Ranitidine 50mg merasa mual

09.10 1.5 Menganjurkan untuk Setelah diberi obat pasien


istirahat yang cukup istirahat

11.50 2.2 Mengukur tekanan darah Tekanan darah 180/100

12.00 3.4 Memberi makan dengan Porsi makan tidak habis


diit rendah protein rendah
garam

12.30 1.6 Menganjurkan untuk pasien tidak melakukan


membersihkan mulut anjuran perawat
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
2. 26/03/2022
07.30 2.1 Menanyakan tanda dan Pasien mengatakan sesak
gejala primer penurunan napas berkurang
curah jantung

07.35 2.5 Memberikan oksigen nasal Pasien mengatakan sesak


kanul 3 liter/menit berkurang

07.40 3.1 Mengkaji tanda dan gejala Edema pada kedua kaki dan
hipervolemia asites pada perut

07.45 3.3 Menyanyakan jumlah dan Jumlah urin 200 cc dengan


warna urin warna kuning jernih

07.50 3.2 Mengkaji intake dan output Jumlah intake/24 jam : 1527 cc
cairan Jumlah output/24 jam :1280 cc
Balance Cairan = 1527-1330
= +197 cc

08.00 4.2 Menanyakan pola dan jam Jam tidur 5-6 jam/hari
tidur

08.05 4.1 Mengkaji kelelahan fisik pasien masih terlihat lemas


dan emosional namun mampu untuk duduk
sendiri

09.00 3.7 Memberikan injeksi Jumlah output urin bertambah


Furosemide 20mg menjadi 200 cc/24 jam

09.05 1.8 Memberikan injeksi pasien mengatakan mual


Ranitidine 50mg berkurang

09.40 1.1 Menanyakan mual pasien mengatakan mual


sudah berkurang

10.00 4.3 Mengajak pasien untuk pasien mampu untuk duduk


melakukan gerak pasif sendiri

10.05 4.4 Menganjurkan untuk Kien mengatakan akan


melakukan aktifitas secara melakukan aktifitas secara
rutin rutin

10.10 4.6 menganjurkan keluarga Keluarga memberikan


untuk memberikan dukungan kepada pasien
penguatan positif

11.50 2.2 Mengukur tekanan darah Tekanan darah 170/100


mmHg
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
12.00 3.4 Memberikan makan pasien mampu menghabiskan
dengan diit rendah garam makanan yang diberikan
rendah protein

12.30 1.6 Menganjurkan pasien pasien mengatakan nanti akan


untuk membersihkan membersihkan mulutnya
mulut

13.30 1.5 Menganjurkan pasien pasien istirahat dan tidur


untuk istirahat dan tidur siang
cukup
3. 27/03/2022
07.20 2.1 Menanyakan tanda dan Pasien mengatakan sudah
gejala primer penurunan tidak merasa sesak dan lemas
curah jantung berkurang

07.30 3.3 Mengkaji jumlah dan Jumlah urin dalam 24 jam :


warna urin 400 cc

08.00 3.2 Mengkaji intake dan output Jumlah intake/ 24 jam: 1527 cc
cairan Jumlah output/24 jam: 1330 cc
Balance cairan=1527cc-
1330cc = 197 cc

08.05 3.1 Mengkaji tanda dan gejala Edema pada kedua kaki dan
edema asites pada perut berkurang

08.15 4.2 Menanyakan pola dan jam pasien tidur 6-7 jam
tidur

08.20 1.2 Menanyakan apakah pasien mengatakan mual


pasien masih mual sudah berkurang

09.00 3.7 Memberikan injeksi Jumlah output urin bertambah


Furosemide 20mg menjadi 400 cc/24 jam

09.05 1.8 Memberikan injeksi pasien mengatakan mual


Ranitidine 50mg sudah berkurang dan jarang
muncul

10.10 4.5 Menganjurkan untuk pasien mengatakan akan


melakukan aktifitas secara melakukan aktifitas yang
bertahap tidak berat

11.50 2.2 Mengukur tekanan darah tekanan darah 170/100


mmHg
12.00 4.3 Melatih melakukan pasien mampu duduk dan
aktifitas pasif makan sendiri tanpa bantuan
No. Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
12.05 2.4 Memberi makan rendah pasien menghabiskan 1 porsi
garam rendah protein makan

12.30 1.6 Menganjurkan untuk pasien mengatakan akan


membersihkan mulut membersihkan nya nanti

13.00 1.5 Menganjurkan pasien pasien istirahat dan tidur


untuk tidur dan istirahat siang
yang cukup
DAFTAR PUSTAKA

Aru, et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Bella, A., 2017. Kejadian Komplikasi Intradialisis Klien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang
Instalasi Hemodialisis Rsud Dr. M. Soewandhie Surabaya. [Online]
Journal.Poltekkesdepkes- Sby.Ac.Id. Available At: <Http://Journal.Poltekkesdepkes

Haq, M. T., Marbun, F., Zahrianis, A., Ulfa, M., Rambe, N. K., & Kaban, K. B. (2020).
Hubungan Anemia Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Dibawah 6 Bulan Di Rumah Sakit Khusus Ginjal Rasyida
Medan. Malahayati Nursing Journal, 2(3), 641–648.
Https://Doi.Org/10.33024/Manuju.V2i3.2925

Harmayani, H., & Sitorus, L. (2020). Diagnosa Penyakit Ginjal Kronis Menggunakan Metode
Klasifikasi Naïve. Jurnal Media Informatika Budidarma, 4(3), 850-854.

Kdqoi.Kdoqi Mailani, F. (2017). Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis: Systematic Review. Ners Jurnal Keperawatan, 11(1), 1.
Https://Doi.Org/10.25077/Njk.11.1.1-8.2015

Kidney Health Australia. 2017. Fact sheet All About Chronic Kidney Disease (CKD)

Lubis, A. R., Tarigan, R. R., Nasution, B. R., Ramadani, S., & Vegas, A. (2016). Pedoman
Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Nur, M., Anggunan, A., & Wulandari, P. D. (2019). Hubungan Kadar Asam Urat Dengan
Kadar Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung Tahun 2016. Jurnal Ilmu
Kedokteran Dan Kesehatan, 5(4). Https://Doi.Org/10.33024/.V5i4.974

Nurbadriyah, W. D. (2021). Asuhan Keperawatan Penyakit Ginjal Kronis.

Nurseskasatmata, S. E., & Harista, D. R. (2020). Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis


Dengan Frekuensi Sesak Nafas Pada Pasien Gagal Ginjal. Nursing Sciences Journal, 4(1),
16. Https://Doi.Org/10.30737/Nsj.V4i1.832

Pasaribu, R., S. (2020). Tanda & Gejala Klinis Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Terapi Hemodialisa Kurang dari 3 Bulan. Skripsi. Universitas Sumatera Utar

Safitri, L. N. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. H Dengan Chronic Kidney Disease
(Ckd) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan (Doctoral dissertation, STIKes Kusuma
Husada Surakarta). http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/39

Santosa, S., Widjanarko, A., & Supriyanto, C. S. (2017). Model Prediksi Penyakit Ginjal
Kronik Menggunakan Radial Basis Function. Pseudocode, 3(2), 163–170.
https://doi.org/10.33369/pseudocode.3.2.163-170

Saptonengrum, E. F. (2020). Studi Pola Penggunaan Kombinasi Insulin Dan Dekstrosa Pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Dengan Hiperkalemia. Universitas
Muhammadiyah Malang
Sari, L., R. (2016). Upaya mencegah Kelebihan Volume Cairan pada Pasien Chronic Kidney
Disease (CKD). Diakses dari http://jurnal.usu.ac.id

Sari, N., & Hisyam, B. (2014). Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe Ii Dengan Kejadian
Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari
2011-Oktober 2012. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia,

Sharon, K. Broscious& Judith, C. (2019). Chronic Kidney Disease Acute Manifestations and
Role of Critical Care Nurses. Journal of American Association of Critical – Care Nurses.
http://ccn.aacnjournal s.org/content/26/4/17.full.

Yunita Irda. (2020). Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa Di Rumah Sakit Khusus Ginjal Rasyida Medan

Anda mungkin juga menyukai