BAB I
DASAR TEORI
1.1. Beton
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang pada umumnya digunakan
untuk membangunan suatu bangunan kokoh seperti gedung, jembatan, dan jalan raya.
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat-
agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen
dan air membentuk suatu masa mirip batuan.
Proses pencampuran beton adalah sebagai berikut: Pertama, air dicampur
dengan semen menghasilkan pasta. Kedua, setelah air dan semen tercampur
menghasilkan pasta, pasta tadi dicampur dengan agregat halus sehingga
menghasilkan mortar. Ketiga, campurkan mortar tadi dengan agregat kasar sehingga
menghasilkan beton. Pasta dalam hal ini berfungsi sebagai perekat atau pengikat
dalam proses pengerasan, dan sehingga terbentuklah satu kesatuan yang tahan padat
serta tahan lama.
Beton normal memiliki berat jenis 2300-2400 kg/m³, nilai kuat tekan 15-40
MPa, serta dapat menghantarkan panas dengan cukup baik. Nilai kekuatan dan daya
tahan beton terdiri dari beberapa faktor penting, diantaranya adalah nilai banding dan
mutu bahan susun, metode pengerjaan, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi
perawatan pengerasannya. Hal-hal tersebut dapat menghasilkan beton yang
memberikan kelecakan (workability), konsistensi dalam pengerjaan beton, ketahanan
terhadap korosi, serta dapat memenuhi uji kuat tekan beton yang direncanakan
(Dipohusodo, 1994).
Beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%, pasta semen sekitar 25% -
40%, dan agregat sekitar 60% - 75%. Agar mendapatkan kekuatan yang baik, sifat
dan karakteristik dari masing-masing bahan penyusun tersebut perlu dipelajari.
Kekuatan beton semakin bertambah seiring bertambahnya umur beton itu sendiri.
Berdasarkan standar, karakteristik kuat tekan beton ditentukan ketika beton telah
berumur 28 hari. Sebab, kekuatan beton akan naik secara cepat atau linier sampai
umur 28 hari. Sifat-sifat beton meliputi: mudah diaduk, disalurkan, dicor, dipadatkan,
dan diselesaikan tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan adukan dan mutu
beton yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi.
Adapun karakteristik dari beton adalah memiliki kuat tekan yang baik, memiliki
sifat tahan korosi, dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Beton juga tahan
terhadap api sehingga memudahkan dalam perawatan. Kemudian, beton yang dalam
keadaan segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang. Beton juga
tahan terhadap perubahan temperatur, serta memiliki biaya pemeliharaan yang
rendah.
Hal ini yang membuat beton sering dipilih sebagai bahan konstruksi karena
faktor efisensi dan efektifitas. Oleh karena itu, beton menjadi sangat populer di dunia
konstruksi. Selain itu, beton mempunyai beberapa kekurangan, seperti cenderung
lemah terhadap gaya tarik, berat jenis beton tinggi, tidak dapat didaur ulang, dan
mudah mengeras yang membuat susah dalam pengubahan bentuk.
tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan 18 hari kurang dari sembilan puluh
lima persen dari kekuatan adukan beton dengan agregat yang sama, tapi dicuci
dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci dengan air hingga bersih pada umur
yang sama.
Untuk mendapatkan beton dengan mutu yang baik, agregat yang digunakan
harus bergradasi baik yang berarti ukuran agregat bervariasi dengan perbandingan
yang telah diperhitungkan sebelumnya. Dengan menggunakan saringan dengan
berbagai macam ukuran, maka akan didapatkan agregat yang bergradasi sesuai
dengan yang kita inginkan. Dengan demikian beton yang dibuat akan memiliki
mutu yang tinggi dan berkualitas.
Agregat halus dapat dibedakan menjadi pasir sungai, pasir gunung, pasir laut,
pasir dari batu pecah dan pasir swarsa. Pasir sungai yaitu pasir yang kandungan
lumpurnya tinggi dan bentuk butirannya membulat. Pasir gunung yaitu pasir yang
biasanya berupa hasil letusan gunung api, bentuk butiran menyudut dan mempunyai
kadar lumpur yang rendah. Pasir laut yaitu pasir yang perlu dicuci terlebih dahulu
dan untuk pekerjaan tertentu perlu diadakan penelitian. Pasir dari batu pecah
biasanya diperoleh dari pemecahan bongkahan batu saat membuat batu pecah
alami. Bentuk butirannya pipih dan tajam. Yang terakhir yaitu pasir kwarsa akan
memberikan bleeding berlebihan dan harus diperiksa kemungkinan terjadinya AAR
(Alcali Aggregate Reaction).
1. Agregat Normal
Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antara 2,5-2,7 gram/cm3
Agregat ini biasanya berasal dari agregat basalt, granit, kwarsa dan sebagainya. Beton
yang dihasilkan mempunyai berat jenis sekitar 2,3 gram/cm3 .
2. Agregat Berat
Agregat berat adalah agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8
gram/cm3 , misalnya magnetic (FeO4) atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan
mempunyai berat jenis tinggi sampai 5 gram/cm3. Penggunaannya sebagai pelindung
dari radiasi.
3. Agregat Ringan
Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,3
gram/cm3, yang biasanya dibuat untuk beton non structural atau dinding beton.
Kebaikannya adalah berat sendiri yang rendah sehingga structural ringan dan
pondasinya lebih ringan.
40 mm 20mm
40 95 - 100 100
20 30 - 70 95 - 100
10 10 - 35 25 - 55
4,8 0-5 0 - 10
1. Kerikil harus merupakan butir yang keras dan tidak berpori. Kerikil tidak boleh
hancur adanya pengaruh cuaca. Sifat keras diperlukan agar diperoleh beton
yang keras juga. Sifat tidak berpori untuk menghasilkan beton yang tidak
mudah tembus air.
2. Kerikil harus bersih dari unsur organik.
3. Kerikil tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 10% berat kering,lumpur
yang dimaksud adalah agregat yang melalui ayakan diameter 0,063 mm, bila
lumpur melebihi 1& berat kering maka kerikil harus dicuci terlebih dahulu.
4. Kerikil mempunyai bentuk yang tajam. Dengan bentuk yang tajam maka timbul
gesekan yang lebih besar pula yang menyebabkan ikatan yang lebih baik, selain
itu dengan bentuk yang tajam akan membuat pasta semen mengikat agregat
dengan baik.
Perbandingan massa ataupun berat di udara dari suatu unit volume bahan
terhadap massa air dengan volume sama.
2. Apparent Spesific Gravity
Perbandingan massa agregrat kering yang diberi pada suhu + 100℃ selama 24
jam terhadap massa air dengan volume sama.
3. Bulk Spesific Gravity
Perbandingan massa agregrat yang ada berada dalam kondisi SSD terhadap
massa air dengan volume sama.
4. Bulk Density
Massa aktual yang mengisi suatu penampang wadah dengan volume yang
memiliki satuan parameter.
5. Parasitas dan Absorbsi
Mempengaruhi keadaan daya lekat antara agregrat (Baik kasar maupun halus)
dan pasta semen.
1.1. Curing
Curing secara umum adalah metode yang dapat dipahami sebagai perawatan
beton, yang bertujuan untuk menjaga beton supaya beton tidak terlalu cepat
kehilangan air, atau sebagai tindakan menjaga kelembaban dan suhu beton, segera
setelah proses finishing beton selesai dan waktu total setting yang tercapai.
Pelaksanaan curing/perawatan beton dilakukan segera setelah beton mengalami
atau memasuki fase hardening (untuk permukaan beton yang terbuka) atau setelah
pembukaan cetakan/acuan/bekisting, selama durasi tertentu yang dimaksudkan untuk
memastikan terjaganya kondisi yang diperlukan untuk proses reaksi senyawa kimia
yang terkandung dalam campuran beton.
Proses curing pada beton adalah salah satu metode penting untuk memelihara
kualitas beton karena tidak hanya menjaga kadar kelembaban pada bagian dalam atau
permukaan beton, tetapi juga untuk memastikan beton yang dihasilkan sesuai dengan
mutu yang diinginkan.
Terdapat tiga metode yang digunakan saat melakukan curing atau perawatan
beton. Ketiga metode tersebut adalah:
1. Curing Beton dengan Pembasahan
Komponen utama dalam metode ini adalah air yang diselimutkan ke beton
agar menghambat penguapan air pada proses pengadukan beton cor. Selain metode
penyelimutan air, terdapat beberapa metode lainnya:
Menempatkan beton segar di ruangan dengan kelembaban yang baik.
Menaruh beton segar ke dalam air atau sekedar digenangkan.
Selimuti beton dengan beberapa karung basah.
Menyiram beton segar beberapa saat dengan cairan kimia khusus yang biasa
disebut dengan curing compound.
Metode curing basah banyak digunakan pula pada produk beton pracetak. Hal
ini dikarenakan biayanya yang relatif terjangkau. Beberapa produk yang
menggunakan metode curing ini, yaitu paving block, uditch, box culvert dan buis
beton.
2. Curing Beton dengan Penguapan
Sebelumnya, pastikan beton sudah didiamkan pada suhu 10°-30°C dalam
beberapa jam. Metode curing beton dengan penguapan ini biasanya dilakukan pada
daerah yang terdapat musim dingin. Oleh karena itu, terdapat prosedur khusus, yakni
beton didiamkan terlebih dahulu kemudian harus diikuti dengan perawatan
pembasahan selama beberapa hari.
Metode ini bertujuan agar kekuatan dari beton bisa lebih tahan lama dengan
cuaca ekstrem di musim dingin. Curing beton dengan penguapan terdapat dua cara
yaitu:
Perawatan tekanan rendah selama 10-12 jam.
Lalu perawatan tekanan tinggi selama 10-16 jam.
6. Membantu proses perkembangan kuat tekan pada beton melalui curing beton
dengan penguapan.
Selain berbagai manfaat yang didapatkan pada perawatan beton, terdapat
durasi waktu tertentu pada pelaksanaan perawatan beton itu sendiri. Hal ini
dipengaruh oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Bagaimana mutu atau kekuatan suatu beton (strength)
2. Keawetan struktur dan stabilitas beton (durability)
3. Tingkat kedap air pada beton (water-tightness)
4. Resistensi permukaan beton dari keausan, yaitu hilangnya durabilitas dari
permukaan beton karena gesekan dari benda lain (wear resistance)
5. Kestabilan volume dari beton yang berhubungan dengan adanya penyusutan
atau pengembangan (volume stability : shrinkage and expansion)
Proses curing tidak dapat dilakukan dengan sembarangan. Oleh karena itu,
terdapat beberapa peraturan yang menetapkan acuan pelaksanaan curing/perawatan
beton, yang sama-sama bertujuan untuk menjaga dan menjamin mutu pelaksanaan
pembetonan.
Adapun syarat-syarat yang telah ditentukan SNI 03-2847-2002 untuk
melakukan curing selama:
Tujuh hari untuk beton normal
Tiga hari untuk beton dengan kuat tekan awal tinggi
Adapun syarat-syarat yang telah ditentukan ASTM C-150 untuk melakukan
curing selama:
Semen tipe I, waktu minimum curing 7 hari
Semen tipe II, waktu minimum curing 10 hari
Semen tipe III, waktu minimum curing 3 hari
Semen tipe IV atau V, waktu minimum curing 14 hari
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Ari. 2017. Analisis Kuat Tekan Beton Dengan Penambahan Serat Rooving
Pada Beton Non Pasir. Semarang: UNNES Journals.
Gunawan, Agustin. 2014. Pengaruh Campuran Dua Agregat Halus Terhadap Kuat
Tekan Beton. Jurnal Teknik Sipil, 6(1).