FAKULTAS HUKUM
2019 / 2020
KATA PENGANTAR
Bismilahirahmanirahim
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta inayahNya kepada kami sehingga penulisan makalah yang
berudul “MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMUM” ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Tentunya selesainya penulisan makalah ini bukan semata-mata dari kinerja penulis
saja, melainkan membutuhkan banyak bantuan dari pihak lain, baik berupa bantuan materiil,
maupun non materiil, juga termasuk pihak-pihak yang menjadi inspirator dari penulisan
makalah ini.
Makalah ini kami susun untuk tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam, juga
untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam memahami ajaran atau konsep Islam.Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mukhammad Bakhrudin,M.Pd.I
selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan
dukungan penuh sekaligus bimbingan kepada kami untuk menyusun makalah ini, serta
memberikan motivasi kepada penulis untuk selalu berkarya.
Dengan segala kerendahan hati, kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, dengan kelapangan hati dan
tangan terbuka, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini.
COVER ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pegertian Masyarakat Madani ................................................... 2
2.2 Konsep Masyarakat Madani dan Karakteristiknya......................3
2.3 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani......4
2.4 HAM dan Demokrasi.......................................................... 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang HAM menurut islam, harus merujuk pada ajaran Allah dan apa yang
diperbuat Nabi Muhammad saw, jauh sebelum lahirnya piagam-piagam Hak Asasi Manusia
di Barat. Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi saw pada tahun 622 M. Merupakan
konstitusi yang menjunjung hak asasi manusia. Bahkan menurut sosiolog Amerika Robert N.
Bellah, konstitusi itu terlalu sangat modern. Konstitusi yang berisi 47 pasal itu secara tegas
melarang adanya diskriminasi dan penindasan serta memberi kebebasan dalam melaksanakan
agamanya masing-masing.
Ada perbedaan prinsipil antara HAM menurut barat dengan HAM menurut islam.
HAM menurut barat bersifat anthroposentris, berpusat pada manusia, sehingga ukuran-
ukuran kebenarannya adalah menurut manusia. Dalam hal ini HAM bertumpu pada
individualisme-liberalisme, sehingga bersifat subjektifitas. Oleh karena itu, sesuatu yang
menjadi kemauan manusia, dibiarkan untuk dilaksanakan kendatipun destruktif. Sementara
HAM menurut islam bersifat theosentris, yaitu berpusat pada Allah, dalam pengertian bukan
pada oknumnya, tetapi pada ajaranya, yaitu al-Qur’an menurut sunah rosul. Oleh karena itu,
ukuran kebenaran yang harus diperbuat manusia adalah menurut Allah, seperti yang diajarkan
al-Qur’an dan dipolakan oleh Rasul saw.
HAM menurut islam berprinsip menjunjung tinggi martabat manusia. Di samping itu
HAM menurut islam juga menghendaki adanya persamaan, kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan beragam, dan jaminan sosial. Prinsip kebebasan menyatakan pendapat adalah
kebebasan yang dibimbing ajaran Allah, yaitu al-Qur’an menurut sunnah rasul. Manusia
bebas berbicara dan berprilaku sesuai dengan ajaran Allah. Kebebasan menyatakan pendapat
merupakan mata-mata menekankan pada hak asasi manusia saja, tetapi hak-hak itu dilandasi
kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya.
Dalam konsep demokrasi modern, kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi,
sedang demokrasi islam meyakini bahwa kedaulatan Allah yang menjadi intidari demokrasi.
Kedaulatan mutlak menentukan pemilihan khalifah, yaitu yang memberikan kerangka kerja
seorang khalifah. Konsep demikianlah yang dikembangkan para cendikiawan belakangan ini
dalam mengembangkan teori politik yang dianggap demokratis. Dalam teori tersebut
tercakup definsi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan perwujudan dari instruksi Allah.
Prinsip hak atas jaminan sosial dalam prinsip ini ditegaskan bahwa pada harta orang kaya
terdapat hak fakir miskin. Oleh karena itu, orang islam diharuskan membayar zakat.
Manusia sebagai makhluk Tuhan YME secara kodrati dianugrahi hak dasar yang disebut hak
asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Dengan hak asasi tersebut, manusia
dapat mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangan bagi
kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat
pada diri setiap manusia. Ada perbedaan prinsip antara hak asasi manusia dilihat dari sudut
pandang Barat dan Islam. Pemikiran Barat menempatkan manusia sebagai tolok ukur segala
sesuatu, sedang dalam islam Allah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu dan manusia
adalah ciptaan Allah yang diciptakan dengan tujuan antara lain untuk mengabdi kepadanya.
Oleh karena itu, hak asasi manusia dalam islam tidak sem rakyat, tekanan pada
kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintah. Penjelasan
mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam, banyak memberikan perhatian pada
beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi islam dianggap sebagai
system yang mengkukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu
musyawarah (syura’), persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretatif yang mandiri (ijtihat).
Istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai
banyak konteks dalam wacana muslim dewasa ini. Namun lepas dari konteks dan pemakaian
lainnya, istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan menyangkut demokratisasi dalam
masyarakat muslim. Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan
manusia. Oleh karena itu, perwakilan rakyat dalam sebuah Negara islam tercermin terutama
dalam doktrin musyawarah (syura). Dalam bidang politik, umay islam mendelegasikan
kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam
menangani masalah negara.
Di samping musyawarah, ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi,
yakni consensus atau ijma’. Konsensus memainkan perananyang menentukan dalam
perkembangan hokum islam dan memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum
atau tafsir hukum. Dalam pemikiran muslim modern, potensi fleksibilitas yang terkandung
dalam konsep konsensus mendapat saluran yang lebih besar untuk mengembangkan hukum
islam dan menyesuaikannya dengan kondisi yang terus berubah.
Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan musyawarah sering dipandang
sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi islam modern. Konsep konsensus memberikan
dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas. Selain syura dan ijma’ ada
konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi islam, yakni ijtihad. Bagi para pemikir
muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan pemerintah Tuhan di suatu
tempat atau waktu. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan
kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak
diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya di dunia islam,
istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara islam dan
demokrasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral
yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat akan
berupa pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan
bukan nafsu atau keinginan individu.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat
maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan.
Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di
masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan
berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada
di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umum
haruslah berpacu.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi
manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri
manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin
besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan
semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh
karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-
latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Budiman, Arief.1990. State And Civil Society. Clayton : Monash Paper Southeast Asi No.22
Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat Madani Pemikiran : Teori dan Relevasinya Dengan Cita-cita
Reformasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Deden, M. Ridwan, dan Nurjulianti, Dewi (penyuting). 1999 Pembangunan Masyarakat Madani dan
Tantangan Demokratisasi di Indonesia. Cetakan Ke-1, Jakarta : LP3ES
https://tafany.wordpress.com/2009/12/24/ham-demokrasi-dalam-islam/
LAMPIRAN