Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umum

Dosen Pembimbing: Mukhammad Bakhruddin, M.Pd. I

Disusun oleh: Kelompok 8


 Moh Nayu (190111100248)
 Dhony Ricardo (190111100238)
 Wildan Febriansyah (190111100240)

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

FAKULTAS HUKUM

2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Bismilahirahmanirahim
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta inayahNya kepada kami sehingga penulisan makalah yang
berudul “MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMUM” ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Tentunya selesainya penulisan makalah ini bukan semata-mata dari kinerja penulis
saja, melainkan membutuhkan banyak bantuan dari pihak lain, baik berupa bantuan materiil,
maupun non materiil, juga termasuk pihak-pihak yang menjadi inspirator dari penulisan
makalah ini.
Makalah ini kami susun untuk tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam, juga
untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam memahami ajaran atau konsep Islam.Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mukhammad Bakhrudin,M.Pd.I
selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan
dukungan penuh sekaligus bimbingan kepada kami untuk menyusun makalah ini, serta
memberikan motivasi kepada penulis untuk selalu berkarya.
Dengan segala kerendahan hati, kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, dengan kelapangan hati dan
tangan terbuka, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini.

Bangkalan , 16 September 2019


Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................  1

1.2  Rumusan Masalah............................................................ 1
1.3  Tujuan Penulisan ........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pegertian Masyarakat Madani ................................................... 2
2.2 Konsep Masyarakat Madani dan Karakteristiknya......................3
2.3 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani......4
2.4 HAM dan Demokrasi..........................................................  5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................  20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Madani adalah tatanan masyarakat sipil yang mandiri dan demokratis,
masyarkat madani lahir dari proses penyemaian demokrasi, yang hubunganya diibaratkan
dengan ikan dan air. Didalam makalah ini saya akan membahas mengenai masyarakat
madani yang biasa dikenal dengan istilah masyarakat sipil (civil society), mulai dari
pengertian, sejarah pemikiran, karakter, dll.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Apa Pengertian Masyarakat Madani ?
2. Bagaimana konsep masyarakat Madani dan karakteristiknya ?
3. Apa peran umat Islam dalam mewujudkan Masyarakat Madani ?
4. HAM dan Demokrasi masyarakat Madani

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian Masyarakat Madani
2. Mengetahui karakteristik masyarakat Madani
3. Dapat memahami peran umat Islam dalam mewujudkan masyarakat Madani
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab
dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya. Masyarakat Madani akan
terwujud apabila suatu masyarakat telah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dengan
baik. Di dalam Al qur’an sudah dijelaskan tentang umat yang terbaik untuk membentuk
peradaban manusia yang lebih humanis dan toleran yaitu “Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik”. (QS Ali Imran [3]: 110)
  Sejarah masyarakat madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya dalam
perjalanan politik masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas dengan istiliah Civil
Society. Yang didefenisikan oleh para ahli bahwasanya karakter dari masyarakat sipil sebagai
komonitas sosial dan politik pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan
lembaga negara.
Istilah “Masyarakat Madanii” dimunculkan pertama kalinya di kawasan asia tenggara
oleh Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar Ibrahim. Masyarakat madani berbeda
dengan masyarakat civil barat yang beriorientasi penuh pada kebebasan individu, menurut
mantan perdana mentri malaysia itu Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan
masyarakat yang berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu keinginan individu. Ia juga mngatakan masyarakat madani
memiliki ciri-ciri yang khas yaitu kemajemukan kebudayaan (Multicultural), Hubungan
timbal balik (Reprocity) dan sikap yang saling memahami dan menghargai. Anwar
Menjelaskan watak masyarakat madani yang ia maksud adalah guiding ideas, dalam
melaksanakan ide-ide yang mendasari keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian, kesamaan,
musyawarah dan demokratis.
Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi masyaraakat madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya
masyarakat madani adalah warga negara bekerja samaa membangun ikatan sosial, jaringan
produktif, solidaritas kemanusiaan yang bersifat non negara. Ia juga mengemukakan dasar
utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi nasional yang didasarkan pada
suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan iitu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa masyarakat madani
lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu pada pembentukan masyarakat
bekwalitas dan ber-tamaddun (Civility). Menurut tokoh cendikiawan muslim indonesia
Norcholish Madjid istilah masyarakat madani mengandung makna toleransi kesediaan priadi
untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.

2.2 Konsep Masyarakat Madani dan Karakteristiknya


2.2.1 Konsep Masyarakat madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep
“civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim
dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai
masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun
Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidak
bersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep
civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang
Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya.
Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil
society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga
orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian
kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar
menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di
masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara
keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society
merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans;
gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai
moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani
lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas
landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii
Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti
atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda.

2.2.2 Karakteristik Masyarakat Madani


Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
a.    Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam
masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
b.    Menyebarnya kekuasaan sehingga terjembataninya kepentingan-kepentingan individu
dan negara.
c.    Dilengkapinya program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
d.   Meluasnya kesetiaan dan kepercayaan dan tidak mementingkan diri sendiri.
e.    Damai dan individu maupun kelompok menghormati pihak lain secara adil.
f.     Toleran dan tolong menolong antar sesama
g.    Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
h.    Berperadaban tinggi, misalnya kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.
i.      Bertuhan dan berakhlak mulia.
Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal namun
tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang
terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan
masyarakat yang ideal kita dapat meneladani Rasulullah dalam menumbuhkembangkan
konsep masyarakat madani di Madinah.
2.3 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman, maka umat Islam harus
berperan aktif dalam mewujudkan Masyarakat Madani. “Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Q.S.Ali Imron:110).Oleh karena itu maka Umat Islam harus
menunjukan perannya dalam mewujudkan Masyarakat Madani yaitu antara lain;
1. Melakukan pembenahan kedalam tubuh umat Islam untuk menghapus
kemiskinan.
2. Menciptakan keadilan sosial dan demokrasi.
3. Merangsang tumbuhnya para intelektual.
4. Mewujudkan tata sosial politik yang demokratis dan sistem ekonomi yang adil.
5. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan
pendidikan rakyat.

2.4 HAM Dan Demokrasi


2.4.1 HAM Menurut Islam

Berbicara tentang HAM  menurut islam, harus merujuk pada ajaran Allah dan apa yang
diperbuat Nabi Muhammad saw, jauh sebelum lahirnya piagam-piagam Hak Asasi Manusia
di Barat. Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi saw pada tahun 622 M. Merupakan
konstitusi yang menjunjung hak asasi manusia. Bahkan menurut sosiolog Amerika Robert N.
Bellah, konstitusi itu terlalu sangat modern. Konstitusi yang berisi 47 pasal itu secara tegas
melarang adanya diskriminasi dan penindasan serta memberi kebebasan dalam melaksanakan
agamanya masing-masing.
Ada perbedaan prinsipil antara HAM menurut barat dengan HAM menurut islam.
HAM menurut barat bersifat anthroposentris, berpusat pada manusia, sehingga ukuran-
ukuran kebenarannya adalah menurut manusia. Dalam hal ini HAM bertumpu pada
individualisme-liberalisme, sehingga bersifat subjektifitas. Oleh karena itu, sesuatu yang
menjadi kemauan manusia, dibiarkan untuk dilaksanakan kendatipun destruktif. Sementara
HAM menurut islam bersifat theosentris, yaitu berpusat pada Allah, dalam pengertian bukan
pada oknumnya, tetapi pada ajaranya, yaitu al-Qur’an  menurut sunah rosul. Oleh karena itu,
ukuran kebenaran yang harus diperbuat manusia adalah menurut Allah, seperti yang diajarkan
al-Qur’an dan dipolakan oleh Rasul saw.

HAM menurut islam berprinsip menjunjung tinggi martabat manusia. Di samping itu
HAM menurut islam juga menghendaki adanya persamaan, kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan beragam, dan jaminan sosial. Prinsip kebebasan menyatakan pendapat adalah
kebebasan yang dibimbing ajaran Allah, yaitu al-Qur’an menurut sunnah rasul. Manusia
bebas berbicara dan berprilaku sesuai dengan ajaran Allah. Kebebasan menyatakan pendapat
merupakan mata-mata menekankan pada hak asasi manusia saja, tetapi hak-hak itu dilandasi
kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya.

2.4.2 Demokrasi dalam islam

Dalam konsep demokrasi modern, kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi,
sedang demokrasi islam meyakini bahwa kedaulatan Allah yang menjadi intidari demokrasi.
Kedaulatan mutlak menentukan pemilihan khalifah, yaitu yang memberikan kerangka kerja
seorang khalifah. Konsep demikianlah yang dikembangkan para cendikiawan belakangan ini
dalam mengembangkan teori politik yang dianggap demokratis. Dalam teori tersebut
tercakup definsi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan perwujudan dari instruksi Allah.
Prinsip hak atas jaminan sosial dalam prinsip ini ditegaskan bahwa pada harta orang kaya
terdapat hak fakir miskin. Oleh karena itu, orang islam diharuskan membayar zakat.

Manusia sebagai makhluk Tuhan YME secara kodrati dianugrahi hak dasar yang disebut hak
asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Dengan hak asasi tersebut, manusia
dapat mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangan bagi

kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat
pada diri setiap manusia. Ada perbedaan prinsip antara hak asasi manusia dilihat dari sudut
pandang Barat dan Islam. Pemikiran Barat menempatkan manusia sebagai tolok ukur segala
sesuatu, sedang dalam islam Allah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu dan manusia
adalah ciptaan Allah yang diciptakan dengan tujuan antara lain untuk mengabdi kepadanya.

Oleh karena itu, hak asasi manusia dalam islam tidak sem rakyat, tekanan pada
kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintah. Penjelasan
mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam, banyak memberikan perhatian pada
beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi islam dianggap sebagai
system yang mengkukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu
musyawarah (syura’), persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretatif yang mandiri (ijtihat).

Istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai
banyak konteks dalam wacana muslim dewasa ini. Namun lepas dari konteks dan pemakaian
lainnya, istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan menyangkut demokratisasi dalam
masyarakat muslim. Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan
manusia. Oleh karena itu, perwakilan rakyat dalam sebuah Negara islam tercermin terutama
dalam doktrin musyawarah (syura). Dalam bidang politik, umay islam mendelegasikan
kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam
menangani masalah negara.

Di samping musyawarah, ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi,
yakni consensus atau ijma’. Konsensus memainkan perananyang menentukan dalam
perkembangan hokum islam dan memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum
atau tafsir hukum. Dalam pemikiran muslim modern, potensi fleksibilitas yang terkandung
dalam konsep konsensus mendapat saluran yang lebih besar untuk mengembangkan hukum
islam dan menyesuaikannya dengan kondisi yang terus berubah.
Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan musyawarah sering dipandang
sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi islam modern. Konsep konsensus memberikan
dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas. Selain syura dan ijma’ ada
konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi islam, yakni ijtihad. Bagi para pemikir
muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan pemerintah Tuhan di suatu
tempat atau waktu. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan
kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak
diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya di dunia islam,
istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara islam dan
demokrasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral
yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat akan
berupa pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan
bukan nafsu atau keinginan individu.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat
maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan.
Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di
masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan
berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada
di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umum
haruslah berpacu.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi
manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri
manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin
besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan
semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh
karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-
latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Budiman, Arief.1990. State And Civil Society. Clayton : Monash Paper Southeast Asi No.22
Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat Madani Pemikiran : Teori dan Relevasinya Dengan Cita-cita
Reformasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Deden, M. Ridwan, dan Nurjulianti, Dewi (penyuting). 1999 Pembangunan Masyarakat Madani dan
Tantangan Demokratisasi di Indonesia. Cetakan Ke-1, Jakarta : LP3ES
https://tafany.wordpress.com/2009/12/24/ham-demokrasi-dalam-islam/
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai