Sinopsis Sendratari Harjad Bna
Sinopsis Sendratari Harjad Bna
Pada masa kecilnya, Rara pernah dijodohkan dengan putra saudaranya yaitu Ki Ageng
Toyareka, namun setelah dewasa Rara Sukartiyah menolak untuk berumahtangga dan bercerai
sebelum berkumpul. Karena sakit hati akan kehilangan Rara Sukartiyah, Ki Ageng Toyareka
kemudian menyusul ke Pajang dan membuat fitnah dengan mengatakan kepada sultan bahwa
wanita itu sudah menjadi isterinya. Padahal menyerahkan seseorang yang sudah bersuami untuk
dijadikan sebagai selir sultan dianggap sebagai sebuah penghinaan. Setelah menerima pengaduan
Ki Ageng Toyareka yang juga merupakan adik Wargahutama I, Sultan Hadiwijaya sangat murka
sehingga diutuslah prajurit (gandek) untuk menyusul Adipati Wirasaba dan membunuhnya.
Seteleh Ki Ageng Toyareka pergi dari Pajang, Sultan Hadiwijaya memanggil Rara Sukartiyah
meminta penjelasan akan aduan Ki Ageng Toyareka, mendengar pernyataan Rara Sukartiyah
akan fitnah Ki Ageng Toyareka Sultan Hadiwijaya sangat menyesal akan tindakanya yang
tergesa-gesa, segera diperintahkan patihnya agar menyusul prajurit yang diutus membunuh
Adipati Wirasaba agar membatalkannya.
Tidak lama utusan Sultan Pajang yang diutus untuk membunuh Adipati Wirasaba
bertemu dengan Adipati Wirasaba, ketika itu Adipati Wirasaba sedang makan di kediaman Kyai
Bener, duduk di serabi rumah dengan lauk nasi dan pindang angsa pada hari Sabtu Pahing. tidak
lama kemudian utusan patih dari Sultan Pajang tiba dan melambaikan tangan, isyarat tersebut di
salah artikan oleh utusan pertama sehingga langsung menusukan tombak ke dada Adipati
Wirasaba.
Setelah kematian Adipati Warga Utama I, Sultan Hadiwijaya mengutus Tumenggung
Tambakbaya mengirimkan surat kepada keluarga Adipati Wargo Utomo I di Wirasaba yang
isinya mengharapkan kehadiran salah satu putera Adipati Wargo Utomo I untuk menghadap
Sultan, namun tidak ada yang berani menghadap. Akhirnya Tumenggung Tambakbaya meminta
Joko Kaiman (menantu Adipati/suami R. Rara Kartimah) untuk memenuhi panggilann Sultan
menghadap ke Pajang. Atas persetujuan saudara-saudara iparnya, berangkatlah Joko Kaiman
menghadap Sultan Hadiwijaya di Pajang.
Demikianlah sehingga tanggal 26 Februari 1571 dijadikan hari lahir Kabupaten Banjarnegara.