Anda di halaman 1dari 4

Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA adalah suatu pola perilaku di mana seseorang
menggunakan obat-obatan golongan narkotika, psikotoprika, dan zat aditif yang tidak sesuai
fungsinya. Penyalahgunaan NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang
tinggi, yang kemudian menjadi kebiasaan. Selain itu, penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang juga bisa dipicu oleh masalah dalam hidupnya atau berteman dengan pecandu
NAPZA.

Terdapat 4 kelas obat yang paling sering disalahgunakan, yakni:

 Halusinogen, seperti lysergic acid
diethylamide (LSD), phencyclidine dan ecstasy (inex). Efek yang dapat timbul
dari penyalahgunaan obat halusinogen beragam, di antaranya adalah
halusinasi, tremor, dan mudah berganti emosi.
 Depresan, seperti diazepam, alprazolam, clonazepam, dan ganja. Efek yang
ditimbulkan dari penyalahgunaan obat depresan adalah sensasi rileks dan
mengalihkan stres akibat suatu pikiran.
 Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu),
dan amphetamin. Efek yang dicari atas penyalahgunaan obat stimulan adalah
bertambahnya energi, membuat penggunanya menjadi fokus.
 Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan
rasa sakit, namun digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.

Apa bahayanya?
Jika tidak dihentikan, penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kecanduan.
Ketika kecanduan yang dialami juga tidak mendapat penanganan, hal itu berpotensi
menyebabkan kematian akibat overdosis.
Penanganan penyalahgunaan NAPZA, terutama yang sudah mencapai fase
kecanduan, akan lebih baik dilakukan segera. Dengan mengajukan rehabilitasi atas
kemauan dan kehendak sendiri, pasien yang telah mengalami kecanduan NAPZA
tidak akan terjerat tindak pidana.

Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin
tahu yang tinggi. Di sisi lain, kondisi ini juga dapat dialami oleh penderita gangguan
mental, misalnya gangguan bipolar atau skizofrenia. Seseorang yang menderita
gangguan mental dapat lebih mudah menyalahgunakan NAPZA yang awalnya
bertujuan untuk meredakan gejala yang dirasa.
Selain rasa ingin tahu yang tinggi dan menderita gangguan mental, terdapat pula
beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang melakukan
penyalahgunaan NAPZA, antara lain:

 Memiliki teman yang seorang pecandu NAPZA.


 Mengalami masalah ekonomi.
 Pernah mengalami kekerasan fisik, emosi, atau seksual.
 Memiliki masalah hubungan dengan pasangan, kerabat, atau keluarga.
Fase dan Gejala Penyalahgunaan NAPZA
Ketika penyalahgunaan NAPZA tidak dihentikan dan terjadi terus-menerus, hal itu
dapat menyebabkan kecanduan.
Fase Kecanduan
Pada fase ini, gejala yang dirasakan dapat berupa:

 Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau bahkan


beberapa kali dalam sehari.
 Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan mampu
mengaburkan pikiran lain.
 Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa kurang dan
muncul keinginan untuk meningkatkannya.
 Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih tersedia.
 Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA, bahkan
hingga menjual barang pribadi.
 Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung mengurangi
aktivitas sosial.
 Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan NAPZA
tersebut memberikan dampak buruk pada kehidupan sosial maupun
psikologis.
 Ketika sudah tidak memiliki uang atau barang yang dapat dijual, pecandu
NAPZA mulai berani melakukan sesuatu yang tidak biasa demi mendapatkan
zat yang diinginkan, misalnya mencuri.
 Melakukan aktivitas berbahaya atau merugikan orang lain ketika di bawah
pengaruh NAPZA yang digunakan.
 Banyak waktu tersita untuk membeli, menggunakan, hingga memulihkan diri
dari efek NAPZA.
 Selalu gagal saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA.

Fase Sakau/Gejala Putus Obat


Ketika penderita telah mencapai fase kecanduan dan mencoba untuk menghentikan
penggunaan, dia akan mengalami gejala putus obat atau sakau. Gejala putus obat
itu sendiri dapat berbeda-beda pada tiap orang, tergantung keparahaan dan jenis
NAPZA atau narkoba yang digunakan. Apabila NAPZA yang digunakan adalah
heroin dan morfin (opioid), maka gejalanya dapat berupa:

 Hidung tersumbat.
 Gelisah.
 Keringat berlebih.
 Sulit tidur.
 Sering menguap.
 Nyeri otot.

Setelah satu hari atau lebih, gejala putus obat dapat memburuk. Beberapa gejala
yang dapat dialami adalah:

 Diare.
 Kram perut.
 Mual dan muntah.
 Tekanan darah tinggi.
 Sering merinding.
 Jantung berdebar.
 Penglihatan kabur/buram.

Sedangkan apabila NAPZA yang disalahgunakan adalah kokain, maka gejala putus
obat yang dirasakan dapat berbeda. Beberapa di antaranya adalah:

 Depresi.
 Gelisah.
 Tubuh terasa lelah.
 Terasa tidak enak badan.
 Nafsu makan meningkat.
 Mengalami mimpi buruk dan terasa sangat nyata.
 Lambat dalam beraktivitas.

Fase Overdosis
Fase kecanduan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang terus dibiarkan, bahkan
dosisnya yang terus meningkat, berpotensi menyebabkan kematian akibat
overdosis. Overdosis ditandai dengan munculnya gejala berupa:

 Mual dan muntah.


 Kesulitan bernapas.
 Mengantuk.
 Kulit dapat terasa dingin, berkeringat, atau panas.
 Nyeri dada.
 Penurunan kesadaran.

Diagnosis Penyalahgunaan NAPZA


Diagnosis penyalahgunaan NAPZA atau narkoba, terutama jika sudah mencapai
fase kecanduan, akan melibatkan psikiater. Kriteria yang ada pada Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5) digunakan psikiater sebagai salah
satu dasar diagnosis.
Diagnosis juga dapat menggunakan serangkaian tes, seperti tes urine atau darah.
Selain untuk mendeteksi zat yang terkandung di tubuh, tes-tes tersebut juga
digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh.

Penanganan Kecanduan NAPZA


Melepaskan diri dari kecanduan NAPZA atau narkoba bukanlah perkara mudah.
Pasien harus memantapkan niat dan memperkuat usaha dalam memperoleh hasil
yang diinginkan. Terbuka dengan keluarga dan kerabat sangat dianjurkan guna
mempermudah proses penanganan yang akan dilakukan.
Penanganan kecanduan akibat penyalahgunaan NAPZA pada dasarnya dapat
berbeda pada tiap orang, tergantung kondisi dan NAPZA yang disalahgunakan.
Perilaku ini harus segera mendapatkan penanganan. Jika tidak, dapat
membahayakan kesehatan bahkan berpotensi menyebabkan kematian.
Dukungan dari keluarga dan kerabat sangatlah berpengaruh. Pasien dianjurkan
untuk bersikap terbuka kepada mereka, dan jangan ragu untuk menyampaikan apa
yang ingin dikeluhkan. Hal tersebut dapat membantu pasien dalam mempercepat
proses pemulihan.
Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menangani kecanduan NAPZA.
Pasien dapat mengajukan rehabilitasi pada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
yang tersebar di banyak daerah, terdiri dari rumah sakit, puskesmas, hingga
lembaga khusus rehabilitasi. Dengan mengajukan rehabilitasi atas kemauan dan
kehendak sendiri, sesuai dengan pasal 55 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika, pasien tidak akan terjerat tindak pidana.
Di Indonesia, rehabilitasi memiliki tiga tahap, yakni:

 Detoksifikasi. Detoksifikasi adalah tahap di mana dokter memberikan obat


tertentu yang bertujuan untuk mengurangi gejala putus obat (sakau) yang
muncul. Sebelum pasien diberikan obat pereda gejala, dokter terlebih dahulu
akan memeriksa kondisinya secara menyeluruh.
 Terapi perilaku kognitif. Pada tahap ini, pasien akan dibantu psikolog atau
pskiater berpengalaman. Terapis terlebih dahulu akan melakukan
pemeriksaan kondisi guna menentukan tipe terapi yang sesuai. Beberapa
tujuan dilakukannya terapi perilaku kognitif, antara lain adalah untuk mencari
cara mengatasi keinginan menggunakan obat disaat kambuh, dan membuat
strategi untuk menghindari dan mencegah kambuhnya keinginan
menggunakan obat.
 Bina lanjut. Tahap ini memungkinkan pasien ikut serta dalam kegiatan yang
sesuai dengan minat. Pasien bahkan dapat kembali ke sekolah atau tempat
kerja, namun tetap dalam pengawasan terapis.

Anda mungkin juga menyukai