Tulislah 2 halaman (Spasi 1,5/Times New Roman/Font 12) konsep kerja menurut ajaran agama
kalian! Bagaimana kalian menunjukkan makna ini dalam kerja/profesi kalian, tantangan apa
yang dihadapi, dan usaha konkret apa yang ditempuh untuk mengatasi tantangan ini?
Revisi…
Bagi orang beriman, kerja atau bekerja tidaklah hanya sekedar untuk mencari makan atau untuk
memenuhi kebutuhan hidup, melainkan sesuatu yang memiliki makna rohani-religius.
1. Jelaskan apa maksudnya makna rohani-religius kerja itu (beda dari makna lainnya,
seperti makna ekonomi, makna politik, makna budaya, dsb). Kaitkan penjelasan kalian
dengan beberapa pendasaran yang bisa digunakan untuk itu, seperti:
a. Pendasaran Kitab Suci (minimal satu teks Kitab Suci dari masing-masing agama
yang dianut oleh anggota kelompok, beserta pemahaman singkat tentang itu)
b. Kerja sebagai aktualisasi diri (yang diambil dari penjelasan Abraham Maslow
tentang piramida kebutuhan manusia)
c. Kerja sebagai bagian dari ibadah (yang membuat ibadah itu bukan hanya terbatas
di rumah-rumah ibadat saja, melainkan mencakup seluruh aktivitas sehari-hari,
khususnya kerja atau bekerja/berkarya).
2. Bagaimana gambarannya (ilustrasi kongkritnya) pribadi yang disebut religius itu
(khususnya dalam kaitan dengan pelaksanaan profesinya atau dalam hal melaksanakan
pekerjaanya)?
Islam menempatkan bekerja sebagai ibadah untuk mencari rezeki dari Allah guna menutupi
kebutuhan hidupnya. Tidak heran makanya jika ada ayat-ayat Al-Quran tentang bekerja, saking
pentingnya bekerja ini untuk seorang lelaki Muslim dewasa. Bekerja untuk mendapatkan rezeki
yang halalan thayiban termasuk kedalam jihad di jalan Allah yang nilainya sejajar dengan
melaksanakan rukun Islam. Dengan demikian bekerja adalah ibadah dan menjadi kebutuhan
setiap umat manusia. Bekerja yang baik adalah wajib sifatnya dalam Islam. Rasulullah, para nabi
dan para sahabat adalah para profesional yang memiliki keahlian dan pekerja keras. Mereka
selalu menganjurkan dan menteladani orang lain untuk mengerjakan hal yang sama. Profesi nabi
Idris adalah tukang jahit dan nabi Daud adalah tukang besi pembuat senjata. Jika kita ingin
mencontoh mereka maka yakinkan diri kita juga telah mempunyai profesi dan semangat bekerja
keras. Wujud dari kita bekerja selain mendapat rezeki halal adalah pengakuan dari lingkungan
atas prestasi kerja kita. “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil
dan siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarga maka dia serupa dengan
seorang mujahid di jalan Allah Azza Wajalla” (H.R. Ahmad). Selain itu, terdapat beberapa ayat
dalam Al-Qur’an yang membahas mengenai aktivitas kerja, diantaranya adalah QS. At-
Taubah : 10 “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,
begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan.”. QS. Al-Isra: 30 : “Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang
Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha
Mengetahui, Maha Penyayang.” dan QS. Ar-Ra’d Ayat 2 : “Allah melapangkan rezeki bagi
siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi
Aktualisasi diri (self actualization) adalah keinginan seseorang dalam mencapai kebutuhan,
dengan menggunakan semua kemampuan yang ia miliki. Beberapa psikolog lain mengartikan
bahwa aktualisasi diri adalah kemampuan seseorang untuk menjadi versi terbaik dari dirinya.
Muhammad Iqbal seorang filosofis mencetuskan bahwa diri manusia berdasarkan filsafat tentang
khudi, tidak sepenuhnya merupakan actus tetapi sebagian terbesar juga merupakan potensia. Hal
ini menunjukkan bahwa diri manusia menyimpan potensi tak terbatas dan memiliki berbagai
kemungkinan bagi akutalisasinya. Istilah self actualization dicetuskan oleh Abraham Maslow
dalam bentuk piramida yang disebut “Hirarki Kebutuhan”. Menurut Maslow, setiap tingkat pada
piramida hirarki kebutuhan menunjukkan tahap-tahap kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh
seseorang di dalam hidupnya. Bekerja erat keterkaitannya dengan Basic Needs atau kebutuhan
dasar seperti makanan, air, dan tempat tinggal serta kebutuhan keamanan. Apabila tidak
memiliki pekerjaan maka dengan pasti tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Aktualisasi diri hanya dapat dilakukan secara optimal ketika manusia mengikuti jalan atau
petunjuk yang diberikan oleh agama. Agama merupakan cara untuk meneguhkan atau
menegaskan tentang adanya keberadaan manusia (modus of existence) serta menjadi landasan
fikir dan Tindakan yang memadai bagi upaya akutalisasi diri. (Lidnillah AM, 2000).
1. Dengan bekerja, manusia melanjutkan pekerjaan Tuhan di dunia ini. Dengan bekerja,
secara religius, sebenarnya manusia berpartisipasi untuk membangun dan
mengembangkan dunia bersama Allah Sang Pencipta. Kerja adalah cara keterlibatan riil.
Manusia dalam seluruh rencana keselamatan dan penciptaan Tuhan yang terus
berlangsung di dalam dunia. Bukan sebaliknya untuk kekuasaan manusia apalagi untuk
mempertahankan dominasi absolut manusia atas alam ciptaan Tuhan yang malah terbukti
Agama telah merusakkan alam itu sendiri dalam wajah karut-marut krisis-krisis ekologis
yang kian menggelisahkan umat manusia dan makhluk hidup lain. Sebagai makhluk yang
mengenal Tuhan, manusia menominasikan diri sebagai perpanjangan tangan Allah di
dalam alam. Manusia mengira Kerja adalah jawaban iman manusia yang riil akan
amanah Tuhan bagi manusia dalam memperlakukan dunia ini. Berbagai kegiatan kerja
a. Menurut agama Kristen ada ayat yang tertuang tentang pekerjaan yang harus dilakukan
dengan sepenuh hati." Kolose 3:23 Apa saja yang kamu kerjakan kerjakanlah dengan
sepenuh hati,seperti untuk Tuhan dan bukan manusia." Dalil menerangkan hakikat
bekerja di dalam agama islam tertuang dalam Quran Al-Jumuah ayat 10, An-Nisa ayat 9
dan 29.
b Memaknai kerja sebagai aktualisasi diri, seseorang yang memiliki pribadi yang religius
dipekerjaan biasanya selalu merasa takut berbuat dosa,dalam berteman biasanya mereka
pribadi yang humble dan friendly serta mempunyai banyak teman,karna orang yang
religius biasanya menggangap pertemanan adalah ibadah sedangkan permusuhan adalah
dosa ,maka dari itu seseorang yang memiliki pribadi yang religius biasanya menjauhi
2. Untuk apa kita bekerja membanting tulang, memeras keringat, mengorbankan waktu
dan tenaga.semua akan memberikan jawaban yang sama; mencari uang. Dalam bekerja
memang ada orang yang menjadikan uang sebagai salah satu tujuannya, namun Sebagian
besar dari kita bekerja untuk mendapatkan uang. Karena tak dapat dipungkiri bahwa
dengan uang, kita bisa membiayai semua kebutuhan, seperti memberi nafkah keluarga,
menyekolahkan anak, dsb. Memang meski uang bukan tujuan utama dalam hidup, tetapi
tak dapat disangkal bahwa kita semua membutuhkan uang. Dan salah satu cara
mendapatkannya adalah dengan bekerja.
Bagi beberapa orang yang berpikir bekerja tentu bukan sarana memenuhi kebutuhan
ekonomi, tapi juga sebagai sarana untuk ibadah sehingga ia melakukan tugasnya dengan
baik, benar, dan tanggung jawab. Karena kalau hanya sekedar bekerja, semua orang juga
melakukannya. Tentu bekerja bagi para nabi yang telah mengajarkan kepada kita
harusnya menjadi sesuatu yang sangat berbeda. Karenanya bekerja dalam ajaran agama
islam adalah manifestasi dari iman. Bekerja adalah sebagai bagian dari ibadah. Bukan
hanya sekedar mengisi waktu, mengejar harta, dan lain lain.
Untuk itu bagi orang orang yang menjadikan kerjanya sebagai pengabdian kepada Yang
Maha Kuasa akan memiliki ciri ciri berikut:
Bekerja sebagai motivasi ibadah semestinya selalu memberikan yang terbaik, dan
memberikan maximal action, bukan hanya bekerja seadanya. Bekerja dengan motivasi
ibadah juga akan melahirkan kerja keras, tegar, jujur, dan professional dalam kondisi
apapun.
Didalam ajaran Islam, kerja ditempatkan pada tempat yang sangat mulia dan luhur yaitu
digolongkan pada fi sabilillah. Lawan dari bekerja keras adalah malas. Malas sangat
dibenci oleh Islam, sehingga Nabi Muhammad memberikan tauladan pada umatnya
untuk berdoa agar terhindar dari sifat malas. Semangat kerja fi sabilillah yang diiringi
dengan menghindari sifat malas tersebut menumbuhkan sikap yang kompetitif. Sikap
kompetitif ini mendorong pribadi untuk berprestasi yang cemerlang. Dengan sikap ini
gairah untuk bekerja keras akan terus meningkat karena manusia tidak akan menyerah
pada kelemahan atau nasib. Dan juga sikap kompetitif ini melahirkan sikap berorientasi
pada masa depan.
Lidinillah AM. (2000). “Agama dan Aktualisasi Diri dalam Perspektif Filsafat Muhammad Iqbal
(1873-1938). Jurnal Filsafat. 31. 244-256