Anda di halaman 1dari 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Karakteristik Responden


Karakteristik Jumlah (N=30) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 57,0
Perempuan 13 43,0
Usia
15 tahun 15 50,0
16 tahun 7 23,0
17 tahun 1 4,0
18 tahun 7 23,0
Kelas
10 22 73,0
11 1 4,0
12 7 23,0
IMT*
≤ 26 25 83,0
> 26 5 17,0
*Berdasarkan acuan Kemenkes, 2013.

Tabel 1. menunjukkan karakteristik responden penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia,


kelas dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Dari 30 responden penelitian, responden laki-laki memiliki
jumlah lebih besar dibandingkan dengan responden perempuan dengan jumlah sebanyak 17 orang
(57,0%) untuk responden laki-laki dan sebanyak 13 orang (43%) untuk responden perempuan.
Responden yang ikut serta pada penelitian ini memiliki usia termuda 15 tahun dan usia tertua 18
tahun. Jumlah responden terbesar berada pada kelompok usia 15 tahun sebanyak 15 orang (73%).
Responden usia 16 tahun dan usia 18 tahun memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 7 orang
(23%). Jumlah responden terkecil berada pada kelompok usia 17 tahun sebanyak 1 orang (4%).
Berdasarkan tingkatan kelas responden, didapati sebanyak 22 orang (73%) kelas 10, 1 orang (4%)
kelas 11 dan 7 orang (23%) kelas 12. Jumlah IMT terbanyak berada pada IMT ≤ 26 sebanyak 25
orang (83%) dan > 26 orang sebanyak 5 orang (17%).
Gambar 1. Gambaran Kualitas Tidur Siswa-siswi SMA/SMK Swasta berdasarkan acuan PSQI.

GAMBARAN KUALITAS TIDUR


Baik Buruk

47%
53%

Gambar 1 menunjukkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dihitung ke dalam
satuan skor global PSQI, yang kemudian diklasifikasikan menjadi kualitas tidur baik dan kualiatas
tidur buruk. Jumlah siswa/i yang memiliki kualitas tidur baik sebanyak 14 orang (47%) dan kualitas
tidur buruk sebanyak 16 orang (53%). Responden dengan kualitas tidur baik memiliki frekuensi lebih
rendah daripada responden dengan kualitas tidur buruk. Separuh daripada responden mengaku
mengalami banyak perubahan selama masa pandemi, seperti pembelajaran jarak jauh atau yang sering
kita sebut dengan Learning From Home, ternyata meninggalkan banyak masalah tidur yang berujung
pada masalah kesehatan fisik dan mental siswa/i yang dapat terganggu. Salah satu penyebab kualitas
tidur siswa/i buruk adalah tidur terlalu larut. Hal ini dapat terjadi karena perubahan gaya hidup,
misalnya: banyaknya tugas sekolah, baik secara individu maupun kelompok yang terkadang
memaksa siswa/i untuk tidur lebih larut, apalagi di malam hari sinyal internet yang lebih lancar
membuat siswa/i lebih cenderung untuk tidur terlalu larut dan bangun terlalu pagi untuk mengikuti
pembelajaran daring yang akhirnya menjadi penyebab kualitas tidur menjadi buruk. Kemudian, stress
akibat beban kerja meningkat. Tidak dapat dipungkiri bahwa masa pandemi ini menyebabkan stress
pada siswa/i. Dari proses pembelajaran yang berubah, pemahaman materi juga terpengaruh sehingga
menyebabkan siswa/i menjadi cemas dan stress ketika mereka tidak dapat lulus mata pelajaran
tertentu. Siswa/i terlalu memikirkan kondisi kehidupan mereka serta beban tugas sekolah.
Selama pandemi COVID-19 remaja mengalami perubahan pola hidup salah satunya adalah
penurunan interaksi sosial dengan teman sebaya dan lingkungan sekolah akibat dampak penerapan
social dan physical distancing. Hal ini sesuai dengan penelitian mengatakan bahwa gangguan tidur,
kecemasan, dan depresi merupakan dampak dari pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19
berhubungan dengan tidur pada anak dan remaja1. Selain itu, penelitian lainnya mengatakan bahwa
anak-anak dan remaja selama pandemi COVID-19 mengalami penurunan aktivitas fisik yang
signifikan2 yang menyebabkan penggunaan media social jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum
pandemi3. Penggunaan media sosial terutama pada malam hari secara signifikan menyebabkan
masalah tidur pada remaja. Tingkat cahaya sian yang tinggi di layar gadget dapat menurunkan
produksi melatonin tubuh, membuat tubuh akhirnya terjaga dan tidak mengantuk4.

Gambar 2. Gambaran Pola Makan Siswa-siswi SMA/SMK Swasta berdasarkan acuan FFQ.

GAMBARAN POLA MAKAN


Baik Kurang

43%
57%

Gambar 2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pola makan baik sebanyak 13 orang
(43%) dan pola makan yang kurang sebanyak 17 orang (57%). Hal ini menunjukkan pengonsumsian
makanan dan minuman kudapan yang dilakukan responden selama pandemi COVID-19 mengalami
peningkatan konsumsi makanan dan minuman kudapan sehingga gambaran pola makan siswa-siswi
SMA/SMK swasta dikatakan kurang. Perubahan ini terjadi karena lebih banyak waktu luang dan
lebih sedikit aktivitas di dalam rumah selama pandemi, yang mengakibatkan individu makan
berlebihan, terutama pada makanan dan minuman kudapan setelah makan utama atau sekedar sebagai
pengganti waktu makan. Selama pandemi COVID-19 sebagian besar responden mengaku mengalami
kecemasan dan depresi yang membuat mereka lebih sering mengonsumsi kudapan. Selain itu,

1 Becker SP, Gregory AM. Editorial Perspective: Perils and promise for child and adolescent sleep and
associated psychopathol ogy during the COVID-19 pandemic. J Child Psychol Psyc 2020; 61:757-9.
2 Moore SA, Faulkner G, Rhodes RE, dkk. Impact of the COVID-19 virus outbreak on movement and play

behaviours of Canadian children and youth: a national survey. Int J Behav Nutr Phy 2020;17:1-11
3 Woods HC, Scott H. Sleepyteens: social media use in adolescence is associated with poor sleep quality,

anxiety, depression and low self-esteem. J Adolesc 2016;51:41-9.


4 Woods HC, Scott H. Sleepyteens: social media use in adolescence is associated with poor sleep quality,

anxiety, depression and low self-esteem. J Adolesc 2016;51:41-9.


pembelajaran daring pada remaja lebih banyak menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar atau
smartphone. Mereka cenderung memiliki kebiasaan makan yang kurang tepat, seperti mengonsumsi
minuman dan makanan yang tinggi lemak dan gula seperti gorengan, martabak, soft drink dan boba.
Kebiasaan remaja tersebut dapat menyebabkan kenaikan berat badan.
Hal ini juga didukung teori bahwa kebosanan erat kaitannya dengan rendahnya kadar dopamin
dalam tubuh, sehingga kebanyakan orang akan berusaha meningkatkan perasaan senang melalui
makanan untuk mengalihkan rasa bosan tersebut5. Gambaran pola ini sesuai dengan hasil beberapa
penelitian yang menunjukkan perubahan pola makan dan akivitas fisik ketika orang lebih banyak
tinggal di rumah. Perubahan tersebut antara lain penurunan aktivitas fisik, peningkatan frekuensi
makan utama dan kudapan serta konsumsi makanan yang tidak sehat dibandingkan sebelum pandemi
COVID-196,7. Responden juga banyak yang memilih sering mengonsumsi makanan dan minuman
kudapan selama pandemi COVID-19. Pengonsumsian snack atau ngemil membantu mencegah lapar
di antara waktu makan. Pandemi COVID-19 meningkatkan kebutuhan camilan harian masyarakat.
Hal ini sesuai dengan survei yang menemukan bahwa masyarakat Indonesia sendiri mengonsumsi
rata-rata 3x makanan ringan per hari, lebih banyak dari jumlah rata-rata global. Selain itu, ngemil
juga dianggap menjadi hal yang sangat penting selama pandemi8.

5
Amaliyah, M., Soeyono, R. D., Nurlaela, L., & Kristiastuti, D. (2021). Pola Konsumsi Makan Remaja Di
Masa Pandemi Covid-19. Jurnal JTB, 10(1), 129-137.
6
Bredbenner C, Eck K, and Abbot JM. Making health and nutrition a priority during the Coronavirus
(COVID-19) Pandemic. Community Public Heal Nutrition. 2020.
7
Chen P, Mao L, Nassis GP, Harmer P, Ainsworth BE, Li F. Coronavirus disease (COVID-19): The need
to maintain regular physical activity while taking precautions. Journal Sport Health Science. 2020; 9(2):
103–4. https://doi.org/10.1016/j.jshs.2020.02.001
8
Mustakim, M., Efendi, R., & Sofiany, I. R. (2021). Pola Konsumsi Pangan Penduduk Usia Produktif Pada
Masa Pandemi Covid-19. IKESMA, 1-12.

Anda mungkin juga menyukai