Anda di halaman 1dari 13

Evaluasi Metode Penggalian dan Sistem Penyangga

Berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan pada Terowongan


Pengelak Bendungan Jragung, Kabupaten Semarang

Anggoro B M1,2, I G B Indrawan1, Ferian Anggara1


1
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2
PT. Hutama Karya (Persero), Jakarta, Indonesia

Korespondensi : email : Anggoro.bagyo.mulyo@ugm.ac.id(1) igbindrawan@ugm.ac.id(2)

Abstrak. Makalah ini menyajikan desain empiris metode penggalian dan sistem penyangga galian
terowongan pengelak Bendungan Jragung berdasarkan kualitas massa batuan. Dikarenakan
ketidakpastian yang signifikan mengenai metode penggalian yang tepat dan aman, melalui
pendekatan geologi teknik dan evaluasi pengamatan kondisi diskontinuitas/ketidakmenerusan hasil
bor inti inilah yang akan sangat diperlukan untuk memprediksi metode penggalian dan sistem
penyangga galian terowongan berdasarkan klasifikasi massa batuan yang umum digunakan dengan
melakukan korelasi hubungan antara GSI, RMR dan Q-system. Daerah penelitian masuk kedalam
peta geologi lembar Salatiga dengan Formasi Kalibeng Anggota Banyak (Tmkb) penyusun utama
batuan pada lokasi penelitian terdiri dari satuan perselingan batupasir karbonatan dan batulempung
karbonatan dengan tingkat pelapukan batuan tinggi sampai sangat tinggi. Kualitas massa batuan
bawah permukaan berdasarkan klasifikasi RMR menunjukan hasil kategori poor rock (class IV)
hingga very poor rock (class V) sedangkan berdasarkan klasifikasi metode Q-system termasuk dalam
kategori very poor (E) hingga extremely poor (F). Berdasarkan klasifikasi RMR metode penggalian
terowongan disarankan dapat menggunakan top heading dan bench, kemajuan penggalian 1,0-1,5 m
dengan pemasangan penyangga rangka baja ukuran sedang sampai berat dengan jarak 1,0-1,5 m pada
lokasi kualitas massa batuan fair – poor dengan stand-up time 12 jam tanpa penyangga, dan dilakukan
pemasangan sistem penyangga dengan jarak yang lebih rapat pada lokasi kualitas massa batuan poor
– very poor seiring bersamaan dengan penggalian dengan stand-up time 30 menit tanpa penyangga,
diperkuat oleh pemasangan sistematik baut batuan dengan Panjang 4-5 m, spasi 1-1,5 m di atap dan
dinding dengan wiremesh pada atap dan dinding dan ditutup oleh beton semprot dengan tebal 100-
150 mm di atap dan 100 mm di dinding galian. Berdasarkan klasifikasi Q-system direkomendasikan
menggunakan sistem penyangga berupa baut batuan besi ulir D20 panjang 2,4 m dipasang per jarak
1,3-1,5m m di atap dan dinding, beton semprot tebal 9-12 cm pada lokasi kualitas massa batuan very
poor dan baut batuan besi ulir D20 panjang 2,4 m dipasang per jarak 1,0 m di atap dan dinding, beton
semprot tebal > 15 cm diberikan perkuatan berupa pembesian satu lapis 6 tulangan D16-D20
sepanjang 5 m pada lokasi kualitas massa batuan extremely poor.

Kata Kunci : Klasifikasi Massa Batuan, RMR, Q-system, Metode Penggalian, Sistem Penyangga

1
1. Pendahuluan

Bendungan Jragung merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) direncanakan akan
memilik kapasitas 113,03 Juta m3 dan diharapkan memberi manfaat untuk memenuhi kebutuhan
air baku sebanyak 1.000 liter/detik untuk masyarakat Semarang, Demak dan Grobogan, mengairi
irigasi lahan pertanian seluas 4.528 ha, mengendalikan banjir di hilir Sungai Jragung serta
berpotensi menyuplai listrik dari pembangkit listrik tenaga mikro hidro kapasitas 1,4 MW.
Pembangunan suatu terowongan erat kaitannya terhadap kondisi batuan dan tanah dimana struktur
terowongan akan dibangun. Kondisi geologi teknik di lokasi pembangunan terowongan dan daerah
sekitarnya akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas lereng portal, metode penggalian dan
stabilitas sistem penyangga sebelum dilakukan tahapan lining beton permanen. Klasifikasi massa
batuan bawah permukaan sepanjang jalur terowongan melalui pendekatan geologi teknik dan
evaluasi pengamatan kondisi diskontinuitas hasil bor inti dapat digunakan sebagai panduan bagi
perencana dan penyedia jasa untuk memprediksi metode penggalian dan pemasangan sistem
penyangga yang tepat dan aman dari risiko keruntuhan berdasarkan parameter kualitas massa
batuan pada elevasi terowongan.

Berdasarkan hasil penelitan Agus Imam Hamdhani (2020), dari bor inti didapatkan data berupa
deskripsi litologi batuan. Batuan di lokasi penelitian merupakan batuan sedimen yang bersifat
heterogen yang terdiri dari perlapisan batulempung, batulanau dan batupasir dan telah mengalami
deformasi hal ini nampak pada adanya struktur sinklin dan antiklin. Perancangan geometri
terowongan dan perancangan sistem penyangga terowongan telah dilakukan oleh BBWS Pemali
Juana selaku pemilik pekerjaan melalui PT. Brantas Abipraya (Persero) Tbk sebagai kontraktor,
dan PT. Indra Karya (Persero) sebagai konsultan perencanaan. Berdasarkan informasi yang kurang
memadai terkait klasifikasi massa batuan untuk desain sistem penyangga terowongan, maka perlu
dilakukan penelitian tentang penentuan sistem penyangga terowongan dengan menggunakan
metode lain yaitu menggunakan metode Q-system. Selain itu, penting untuk menghitung ulang
kualitas massa batuan menggunakan klasifikasi RMR berdasarkan hasil penyelidikan geologi di
sepanjang terowongan; dimana hasil perhitungan tersebut juga akan digunakan dalam menentukan
metode penggalian dan kestabilan sistem penyangga terowongan pengelak pada bendungan
jragung

2
1.1. Lokasi Penelitian

Bendungan Jragung secara administratif terletak di Dusun Kedungglatik, Desa Candirejo


Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitan

2. Geologi Regional

Mengacu kepada peta geologi regional lembar Salatiga (Sukardi dan Budhitrisna, 1992) lokasi
penelitian berada di daerah yang telah mengalami struktur geologi seperti lipatan, keberadaan
struktur geologi ini dapat berdampak kepada infrastruktur bendungan, baik selama proses
pembangunan maupun masa operasional. Struktur lipatan di lokasi penelitian berupa sinklin yang
berada di sisi utara dan barat daya lokasi tubuh bendungan, sedangkan sumbu struktur sinklin
tersebut berarah barat laut – tenggara. Lokasi penelitian juga berada di antara dua sesar naik, kedua
sesar ini berada di sebelah utara – timur laut dari lokasi penelitian dan di sebelah selatan – barat
daya. Arah kedua bidang sesar naik ini bersesuaian dengan arah sumbu sinklin, yaitu barat laut –
tenggara.

3
Gambar 2. Peta Geologi Regional Lokasi Penelitian

3. Metodologi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pemetaan geologi teknik, bor inti dari sampel
bawah permukaan. Analisis kualitas massa batuan di lokasi penelitian menggunakan data bawah
permukaan dari hasil pemboran tahun 2021 oleh PT. Brantas Abipraya (Persero) yang dilakukan
sebanyak tiga (3) buah titik bor yaitu BP-01 dengan kedalaman 35 m, BP-02 dengan kedalaman 95
m, dan BP-03 kedalaman 40 m. Penentuan klasifikasi kualitas massa batuan pada elevasi
terowongan dilakukan dengan menggunakan data pengamatan pada bor inti dan kondisi
diskontinuitas/ketidakmenerusan. Data tersebut dapat menjadi acuan dalam evaluasi penentuan
metode penggalian serta metode sistem penyangga berdasarkan klasifikasi empiris.

Gambar 3. Lokasi Titik Pengeboran Sepanjang Jalur Terowongan

4
3.1. Klasifikasi Massa Batuan

Klasifikasi kualitas massa batuan menggunakan pendekatan empiris banyak digunakan


dalam rekayasa keteknikan batuan. Klasifikasi kualitas massa batuan dapat menjadi dasar
untuk merancang struktur bawah tanah yang kompleks. Menurut Bieniawski, metode
klasifikasi massa batuan telah banyak diterapkan di seluruh dunia, seperti Rock Quality
Designation (RQD), Rock Structure Rating (RSR), Rock Mass Rating (RMR), Q-system,
Japan Society of Civil Engineer (JSCE) dan Geological Strength Index (GSI). Rock Mass
Rating (RMR) dan Q-system digunakan sebagai metode klasifikasi massa batuan pada
penelitian ini.

3.2. Rock Mass Rating (RMR)


Rock Mass Rating (RMR) merupakan suatu metode klasifikasi massa batuan yang
didasarkan pada metode empiris melalui pembobotan parameter- parameter yang
digunakan. Klasifikasi ini menggunakan enam parameter terdiri dari 5 parameter utama
yaitu kekuatan batuan/UCS (Strength of intact rock), ukuran kualitas bor inti atau
intensitas rekahan bidang ketidakmenerusan (RQD), Jarak diskontinuitas (Spacing of
discontinuities), kondisi diskontinuitas (condition of discontinuities), Kondisi air tanah
(groundwater conditions) dan satu parameter pengontrol yaitu orientasi doskontinuitas
(Orientation of discontinuities). Sebelum dilakukan pemasangan penyangga terowongan
saat penggalian, klasifikasi RMR juga dapat digunakan untuk menentukan waktu stand-
up ketika terowongan tanpa sistem penyangga.

3.3. Geological Strength Index (GSI)


Geological Strength Index (GSI) diperkenalkan oleh Hoek (1994). Penerapan kriteria
Hoek-Brown dilapangan berdasarkan korelasi massa batuan. Bieniawski (1989). Metode
ini cocok digunakan pada kualitas batuan buruk dengan pelapukan tinggi. Menurut
Marinos, dkk. (2007). Sistem klasifikasi GSI memiliki kemampuan baik diterapkan
pada massa batuan berkondisi buruk akibat deformasi, dan suatu litologi khusus
tertentu. Penentuan nilai Geological strength Index (GSI) untuk kualitas massa batuan
permukaan dapat dilakukan dengan pengamatan kondisi singkapan batuan dengan
menggunakan dua parameter utama yaitu kondisi struktur dari sifak blok batuan dan
kondisi permukaannya meliputi kekasaran, pelapukan atau alterasi, dan pengisi (Marinos
dan Hoek, 2000). Nilai GSI bawah permukaan tersebut dapat dihitung dengan persamaan
berikut:

𝐺𝑆𝐼 = 1.5𝐽𝐶𝑜𝑛𝑑89 + RQD/2


Dimana:
GSI = Geological Strength Index
JCond = Joint Condition
RQD = Rock Quality Designation

Jcond89 merupakan nilai pembobotan bidang kondisi diskontinuitas berdasarkan kriteria


RMR (Bieniawski, 1989).

3.4. Rock Mass Quality (Q-System)


Klasifikasi kualitas masa batuan dengan menggunakan metode Rock Tunneling Quality
Index atau yang sering disebut Q-system dikembangkan oleh (Barton dkk., 1974)

5
berdasarkan pengalaman dalam pembangunan terowongan di negara Nowegia. Metode Q-
system ini digunakan untuk menentukan karakteristik massa batuan dan sistem penyangga
pada penggalian terowongan yang secara umum yang berupa media batuan.
Sesuai Barton dkk. (1974) dalam penentuan nilai Q dalam system ini menggunakan
persamaan berikut :

Q = RQD/Jn x Jr/Ja x Jw/SRF

Pemberian nilai untuk menentukan nilai Q-sytem berdasarkan 6 parameter berikut : Rock
Quality Desain (RQD), jumlah kekar / joint set number (Jn), kekasaran kekar / joint
roughness number (Jr), tingkat alterasi atau pengisian sepanjang kekar yang paling lemah
(Ja), aliran air / joint water reduction number (Jw) dan factor reduksi tegangan / stress
reduction factor (SRF). Nilai Q dapat bervariasi 0.001 – 1.000. Korelasi Indeks Kualitas
Tunneling (Q) dengan perilaku dan persyaratan dukungan penggalian bawah tanah yang
disebut Dimensi Ekuivalen (De) menggunakan persamaan berikut :

𝐻𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑜𝑓 𝑇𝑢𝑛𝑛𝑒𝑙
De = 𝐸𝑥𝑐𝑎𝑣𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑆𝑢𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 (𝐸𝑆𝑅)

Untuk memenuhi persyaratan keselamatan, faktor yang disebut ESR (xcavation Support
Ration) digunakan. Nilai ESR oleh Barton untuk terowongan dengan kategori sebagai
pengelak air telah ditentukan yaitu 1,6.

3.5. Hubungan RMR dan GSI


Hoek, dkk. (1998) mengembangkan formula pengestimasian hubungan nilai GSI terhadap
nilai RMR yang dikembangkan oleh Bieniawski (1976) atau sering disebut RMR76 dalam
menentukan kualitas masa batuan. Rumus yang didapat mampu digunakan untuk
mengestimasi nilai GSI berdasarakan RMR76. Penyempurnaan formula tersebut
dikembangkan dan diperbaharui dengan versi RMR terbaru dari Biewniaski (1989).
Menurut Hoek dan Karzulovic (2000) klasifikasi RMR Biewnaski (1989) mampu
digunakan untuk mengestimasi nilai GSI seperti versi RMR Biewnaski (1976). Untuk nilai
GSI > 25 dan nilai RMR89 >23, nilai GSI dapat diestimasi berdasarkan Persamaan berikut
ini :

GSI = RMR89 – 5

3.6. Hubungan RMR – Q-System


Barton (1995) juga memberikan hubungan antara nilai Q dengan nilai RMR yaitu dapat
dirumuskan sebagai Persamaan berikut :

(𝑅𝑀𝑅−50)
Q = 10 15

6
4. Hasil Dan Pembahasan

dari hasil penyelidikan geologi teknik di lokasi penelitian, berdasarkan parameter kondisi
diskontinuitas Jcond89 di lokasi penelitian, kualitas massa batuan GSI dari data bawah permukaan
(bor inti) BP-01, BP-02 dan BP-03 pada elevasi terowongan memiliki diskontinuitas batuan dengan
tingkat pelapukan sangat tinggi sampai tinggi. Kualitas massa batuan GSI di lokasi penelitian
berdasarkan litologinya terdiri dari batulempung karbonatan sisipan batupasir dengan nilai GSI
berkisar antara 15 (sangat buruk) hingga 30 (buruk). Selain diskontinuitas batuan berupa tingkat
pelapukan dan kekar, kekuatan material batuan utuh seperti uji kuat tekan uniaksial juga
mempengaruhi kualitas massa batuan. Nilai kuat tekan uniaksial di lokasi penelitian berkisar antara
0,043 hingga 4,734 MPa dan tergolong lemah hingga sangat lemah. Kualitas massa batuan dan
tingkat pelapukan untuk masing-masing titik bor dapat dilihat pada tabel 1, dan sampel material inti
bor dapat dilihat pada Gambar 4-6.

Tabel 1. Nilai kualitas massa batuan GSI, RMR dan Q pada elevasi terowongan

Bore Tunnel Weathering Q-


Lithology Jcond89 RQD GSI RMR
Hole Elevation Degree System
Claystone
Highly
BP-01 56,46 - 50,46 Intercalated 10 0 15 20 0,010
Weathered
With Sandstone
Claystone
Moderatly
BP-02 56,96 - 50,96 Intercalated 20 0 30 35 0,100
weathered
With Sandstone
Claystone
Highly
BP-03 57,46 - 51,46 Intercalated 10 0 15 20 0,010
Weathered
With Sandstone

Gambar 4. Kondisi bor inti pada elevasi terowongan 56,462 - 50,462 (BP-01)

Gambar 5. Kondisi bor inti pada elevasi terowongan 56,962 - 50,962 (BP-02)

7
Gambar 6. Kondisi bor inti pada elevasi terowongan 57,462 - 51,462 (BP-03)

4.1. Rock Mass Rating (RMR)

Berdasarkan Tabel 1, nilai RMR hasil korelasi terhadap nilai GSI pada titik bor BP-01 dan BP-02
yang terletak di outlet dan inlet terowongan tergolong batuan kelas V (batuan sangat buruk) dengan
total rating 20. Sedangkan pada titik bor BP-02 diklasifikasikan dalam kelas IV (batuan buruk)
dengan rating total 30. Klasifikasi massa batuan RMR juga direkomendasikan untuk menentukan
metode penggalian, stand-up time saat terowongan tanpa penyangga, dan sistem penyangga
terowongan menggunakan metode empiris. Metode penggalian yang direkomendasikan di lokasi
penelitian berdasarkan nilai RMR (Tabel 1) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekomendasi Metode Penggalian berdasarkan klasifikasi RMR

RMR
Bore
Tunnel Elevation Lithology Rock
Hole
Rating Mass Excavation
Class
Claystone
Very Multiple drifts: 0.5-1.5 m advance in top heading;
BP- Intercalated
56,46 - 50,46 20 Poor Install support concurrently with excavation;
01 With
Rock shotcrete as soon as possible after excavation
Sandstone

Claystone Top heading and bench: 1.0-1.5 m advance in top


BP- Intercalated Poor heading;
56,96 - 50,96 35
02 With Rock Install support concurrently with excavation - 10 m
Sandstone from face

Claystone
Very Multiple drifts: 0.5-1.5 m advance in top heading;
BP- Intercalated
57,46 - 51,46 20 Poor Install support concurrently with excavation;
03 With
Rock shotcrete as soon as possible after excavation
Sandstone

Berdasarkan evaluasi pengamatan bor inti dan penentuan kelas massa batuan sesuai klasifikasi
RMR, rekomendasi metode penggalian dan sistem penyangga terowongan adalah sebagai berikut :
1. Titik bor BP-01 dengan nilai rating 15 (very poor rock) direkomendasikan menggunakan
metode penggalian multi drift top heading dan bench bukaan galian 0,5 - 1,5 m kemudian
segera dilakukan pemasangan sistem penyangga secara bersamaan..

8
2. Titik bor BP-02 dengan nilai rating 30 (poor rock) direkomendasikan menggunakan metode
penggalian top heading dan bench bukaan galian 1 - 1,5 m. pemasangan sistem penyangga
dilakukan setiap kemajuan 10 meter dari muka bidang galian terowongan.
3. Titik bor BP-03 dengan nilai rating 15 (very poor rock) direkomendasikan menggunakan
metode penggalian multi drift top heading dan bench bukaan galian 0,5 - 1,5 m kemudian
segera dilakukan pemasangan sistem penyangga secara bersamaan.

Sistem penyangga adalah item utama untuk menjaga keamanan dan stabilitas terowongan sampai
lapisan beton terpasang secara permanen dan siap digunakan. Gambar 8 menunjukkan bahwa stand-
up time yang direkomendasikan berdasarkan nilai RMR untuk titik bor BP-01 dan BP-03 adalah
sepanjang 1 m tanpa sistem penyangga selama 30-60 menit. Sedangkan stand-up time yang
direkomendasikan untuk titik bor BP-02 adalah sepanjang 2,5 m tanpa sistem penyangga selama
12 jam.

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Stand-up Time dengan Unsupported Roof Span
berdasarkan rating RMR

Setelah mengetahui metode penggalian dan stand-up time saat galian terowongan tanpa penyangga,
kemudian menentukan sistem penyangga terowongan. Sistem penyangga terowongan yang
direkomendasikan berdasarkan klasifikasi massa batuan RMR adalah baut batuan, rangka baja dan
beton semprot. Berdasarkan Tabel 3, sistem penyangga terowongan yang direkomendasikan untuk
titik bor BP-01 dan BP-03 adalah menggunakan rangka baja h-beam sedang-berat dipasang per
jarak 0,75 m termasuk lantai terowongan (invert), jika diperlukan dapat menambahkan forepoling,
dan beton semprot tebal 15-20 cm di atap dan dinding serta diperlukan baut batuan di atap, dinding
dan lantai dengan panjang 5-6 m jarak 0,75 m dengan wiremesh. Sedangkan sistem pendukung
terowongan yang direkomendasikan untuk titik bor BP-02 adalah sistem penyangga menggunakan
rangka baja h-beam ringan-sedang dipasang per jarak 1,5 m, beton semprot tebal 10-15cm di atap
dan dinding serta diperlukan baut batuan di atap dan dinding dengan panjang 4-5 m jarak 1,5 m
dengan wiremesh.

9
Tabel 3. Rekomendasi Sistem Penyangga berdasarkan klasifikasi RMR

RMR
Bore
Hole Tunnel Elevation
Rock Mass
Rating Support System
Class
Systematic bolts 5-6 m
long, spaced 1-1.5 m in
Rockbolt
crown and walls with wire
mesh. Bolt invert
Medium to heavy ribs
Very Poor spaced 0.75 m
BP-01 56,462 - 50,462 20 Rock Steel Sets with steel lagging and
(Class V) forepoling if required.
Close invert
150-200 mm in crown, 150
Shotcrete mm in sides, and 50
mm on face
Systematic bolts 4-5 m
long, spaced 1-1.5 m in
Rockbolt
crown and walls with wire
mesh
Poor Rock Light ribs spaced 1.5 m
BP-02 56,962 - 50,962 35 Steel Sets
(Class IV) where required

100-150 mm in crown and


Shotcrete
100 mm in sides
Systematic bolts 5-6 m
long, spaced 1-1.5 m in
Rockbolt
crown and walls with wire
mesh. Bolt invert
Medium to heavy ribs
Very Poor spaced 0.75 m
BP-03 57,462 - 51,462 20 Rock Steel Sets with steel lagging and
(Class V) forepoling if required.
Close invert
150-200 mm in crown, 150
Shotcrete mm in sides, and 50
mm on face

4.2. Rock Mass Quality (Q-System)

Berdasarkan Tabel 1, nilai Q hasil korelasi terhadap RMR pada titik bor BP-01 dan BP-02 yang
terletak di outlet dan inlet terowongan masuk kategori batuan F (batuan sangat buruk sekali) dengan
total nilai Q 0,01. Sedangkan pada titik bor BP-02 diklasifikasikan dalam batuan E (batuan sangat
buruk) dengan rating total 0,1. Nilai Dimensi Ekuivalen (De) didapatkan perhitungan nilai sebesar
4,125. Klasifikasi massa batuan Q-system juga direkomendasikan untuk menentukan sistem
penyangga terowongan menggunakan metode empiris. Sistem penyangga terowongan yang
direkomendasikan berdasarkan klasifikasi massa batuan Q-system berdasarkan nilai (Tabel 1) dapat
dilihat pada Tabel 4.

10
Tabel 4. Rekomendasi Sistem Penyangga berdasarkan klasifikasi Q-system

Q-System
Bore
Tunnel Elevation
Hole Q- Rock Mass
Rock Support
Value Quality
Rockbolts 2,4 m long,
Rockbolt spaced 1,0 m in crown and
walls with wire mesh
Extremely Poor Fibre reinforced sprayed
BP-01 56,462 - 50,462 0,01 concrete >15 cm in crown
Rock (F)
and sides with energy
Shotcrete
absorption E1000 + RRS II
+ B + reinforced ribs of
sprayed concrete
Rockbolts 2,4 m long,
Rockbolt spaced 1,3 m in crown and
walls with wire mesh
Very Poor Rock
BP-02 56,962 - 50,962 0,10 Fibre reinforced sprayed
(E)
concrete 9-12 cm in crown
Shotcrete
and sides with energy
absorption E700
Rockbolts 2,4 m long,
Rockbolt spaced 1,0 m in crown and
walls with wire mesh
Extremely Poor Fibre reinforced sprayed
BP-03 57,462 - 51,462 0,01 concrete >15 cm in crown
Rock (F)
and sides with energy
Shotcrete
absorption E1000 + RRS II
+ B + reinforced ribs of
sprayed concrete

Gambar 8. Grafik ploting nilai Q dan De

11
Berdasarkan Tabel 4, sistem penyangga terowongan yang direkomendasikan untuk titik bor BP-
01 dan BP-03 adalah menggunakan baut batuan dari besi ulir D20 panjang 2,4 m dipasang per
jarak 1,0 m di atap dan dinding, beton semprot tebal > 15 cm dengan energi penyerapan beton
kelas E1000 ditambahkan perkuatan berupa pembesian satu lapis 6 tulangan D16-D20
sepanjang 5 m . Sedangkan sistem pendukung terowongan yang direkomendasikan untuk titik
bor BP-02 adalah sistem penyangga baut batuan dari besi ulir D20 panjang 2,4 m dipasang per
jarak 1,3 m di atap dan dinding, beton semprot tebal 9-12 cm dengan energi penyerapan beton
kelas E700.

5. Kesimpulan dan Saran

Daerah konstruksi terowongan Bendungan jragung terdiri dari litologi antara satuan
batulempung karbonatan sisipan batupasir dan satuan perselingan batupasir dengan
batulempung karbonatan dan batu lanau. Massa batuan di sekitar terowongan didominasi oleh
perselingan batupasir dengan batulempung karbonatan dan batu lanau yang memiliki kuat tekan
uniaksial (UCS) batuan utuh berkisar antara antara 0,043 hingga 4,734 MPa dan tergolong
lemah hingga sangat lemah. Berdasarkan klasifikasi RMR metode penggalian terowongan
disarankan dapat menggunakan top heading dan bench, kemajuan penggalian 1-1,5 m dengan
pemasangan penyangga rangka baja ukuran sedang sampai berat dengan jarak 1,5 m pada lokasi
kualitas massa batuan fair - poor, dan dilakukan pemasangan penyangga dengan jarak yang
lebih rapat pada lokasi kualitas massa batuan poor – very poor seiring dengan penggalian, 10 m
dari muka galian, diperkuat oleh pemasangan sistematik baut batuan dengan Panjang 4-5 m,
spasi 1-1,5 m di atap dan dinding dengan wiremesh pada atap dan dinding dan ditutup oleh
beton semprot dengan tebal 100-150 mm di atap dan 100 mm di dinding galian. Berdasarkan
klasifikasi Q-system direkomendasikan menggunakan sistem penyangga berupa baut batuan
besi ulir D20 panjang 2,4 m dipasang per jarak 1,3-1,5m m di atap dan dinding, beton semprot
tebal 9-12 cm pada lokasi kualitas massa batuan very poor dan baut batuan besi ulir D20 panjang
2,4 m dipasang per jarak 1,0 m di atap dan dinding, beton semprot tebal > 15 cm diberikan
perkuatan berupa pembesian satu lapis 6 tulangan D16-D20 sepanjang 5 m. Dalam prakteknya
disarankan untuk menggunakan kedua sistem ini sesuai dengan kebutuhan di lapangan, dengan
satu sama lain saling melengkapi atau saling mengoreksi untuk mendapatkan keputusan yang
tepat dan sangat penting untuk menggabungkan penerapan metode empiris dengan pengukuran
deformasi dan simulasi metode pemodelan numerik dengan tingkat pelapukan batuan yang
tinggi hingga sangat tinggi.

Ucapan Terimakasih

Kami mengucapkan terima kasih kepada BBWS pemali juana dan PT. Brantas Abipraya
(Persero) yang telah memberikan perizinan kepada kami untuk melakukan penelitian di lokasi
terowongan pengelak Bendungan Jragung. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih
kepada PT. Hutama Karya (Persero) atas dukungan dalam aspek finansial untuk pendidikan dan
penelitian melalui program super spesialis yang diselenggarakan oleh Kementerian PUPR pada
tahun 2021.

12
Daftar Pustaka

1. Z. T. Bieniawski, Engineering rock mass classifications: a complete manual for engineers


and geologists in mining, civil, and petroleum engineering (Wiley, New York 1989).
2. N.R Barton, R. Lien, J. Lunde, Engineering classification of rock a masses for the design of
tunnel support, New York. (1974)
3. International Society for Rock Mechanics (ISRM) 1985 Suggested method for determining
point load strength International Journal of Rock Mechanics and Mining Sciences &
Geomechanics Abstracts 22 51–60.
4. E. Hoek, T. G. Carter, M. S. Diederichs, Quantification of the geological strength index chart,
in US Rock Mechanics /Geomechanics Symposium, San Francisco (2013).
5. D.U. Deere and D. W. Deere, Rock quality designation (RQD) after twenty years, 11-19 (US
Army Corps of Engineers, Washington, 1989).
6. Bieniawski Z T 1993 Classification of rock masses for engineering: The RMR system
andfuture trends Comprehensive Rock Engineering, Vol. 3: Rock Testing and Site
Characterization- Principles, Practice & Projects ed Hudson J A (New York: Pergamon Press)
pp 553-573).
7. Agus Imam Hamdhani, Evaluasi Kondisi Geologi Teknik Dan Analisis Kestabilan
Terowongan Saluran Pengelak Bendungan Jragung, Semarang – Jawa Tengah.
8. Doni Apriadi Putera dkk, Analysis of Support Systems and Excavation Methods Based on
Rock Mass Quality in the Intake Tunnel of the Jlantah Dam (2021)
9. Sukardi dan Budhitrisna, Peta geologi regional lembar Salatiga (1992).
10. PT. Indra Karya (Persero), Engineering Design Report Preparation of Jragung Multipurpose
Dam Project (2019).
11. Ministry of PUPR 2015 Circular Letter of the Minister of Public Works and Public Housing
No. 30/SE/M/2015 Guidelines for excavation planning methods and road tunnel support
system on mixed soil-rock media (Jakarta, Indonesia) p 45

13

Anda mungkin juga menyukai