Anda di halaman 1dari 5

PATOFISIOLOGI OPHTHALMIC

1. Polychromatic Cataract (Katarak)


Lensaadalahobjekbikonvekstransparan, yang menyebabkanpembiasan dan
memfokuskancahayake retina. Lensamanusiaterdiridariserat, tertutup oleh kapsul tipis, dan
dipertahankan oleh zonula di keduasisi. Seratlensadibuatdariepitellensa dan
bermigrasidaritepikearahtengah. Selanjutnya, nukleuslensaberasaldariseratlensa yang
lebihtua, dan seratlensa yang baruterbentukdiposisikan di lapisanterluarlensa, yang
dikenalsebagaikorteks.Kekeruhanlensamerupakanakibatlangsungdaristresoksidatif.
Berdasarkanlokasikekeruhandalamlensa, katarakterkaitusiadiklasifikasikanmenjaditigajenis:
katarakkortikal, nuklir, dan subkapsular posterior. Sel-sel epitel lensa adalah sel lensa yang
sangat aktif secara metabolik, mengalami oksidasi, ikatan silang, dan insolubilisasi. Sel-sel
ini kemudian bermigrasi kepusat lensa untuk membentuk serat lensa yang secara progresif
terkompresi dan menghasilkan sklerosis nuklir lensa yang menyebabkan opasitas. Katarak
kortikal sering berbentuk baji, mulai dari korteks dan menutupi bagian tengah lensa.
Kekeruhan seperti plak tumbuh di lapisan kortikal posterior aksial pada katarak subkapsular
posterior. Pada kebanyakanpasien, lebihdarisatujeniskatarakditemukan
Kekeruhanlensamerupakanakibatlangsungdaristresoksidatif.
Berdasarkanlokasikekeruhandalamlensa, katarakterkaitusiadiklasifikasikanmenjaditigajenis:
katarakkortikal, nuklir, dan subkapsular posterior. Sel-selepitellensaadalahsellensa yang
sangataktifsecarametabolik, mengalamioksidasi, ikatansilang, dan insolubilisasi. Sel-
selinikemudianbermigrasikepusatlensauntukmembentukseratlensa yang
secaraprogresifterkompresi dan menghasilkansklerosisnukleuslensa yang
menyebabkanopasitas.
Katarakkortikalseringberbentukbaji, mulaidarikorteks dan menutupibagiantengahlensa.
Kekeruhansepertiplaktumbuh di lapisankortikal posterior aksial pada kataraksubkapsular
posterior. Pada kebanyakanpasien,
lebihdarisatujeniskatarakditemukanKatarakkongenitalmenunjukkankekeruhanlensa yang
bermanifestasisaatlahir, sedangkankatarakinfantilmenyiratkankekeruhanlensa yang
tumbuhselamatahunpertamakehidupan. Katarakpediatrikbisa unilateral atau bilateral,
tergantung pada penyebabnya. Kira-kirasepertigadarikatarakpediatrikadalahketurunan,
sepertigahidupberdampingandengananomaliokularlainnya yang
menunjukkanbagiandarisindrommultisistem, dan sepertigalainnyamemilikialasan yang
belumditentukan. (Alshamrani, 2018)

2. Glaukoma
Pada glaukoma akan terdapat karakteristik seperti melemahnya fungsi mata dengan
terjadinya cacat/pengecilan lapang pandang, peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang
disertai oleh pencekungan diskus optikus dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada
umumnya indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan glaukoma adalah
pemeriksaan TIO, tajam penglihatan dan perimetri.
Kebutaan pada penderita glaukoma terjadi akibat kerusakan saraf optik yang terjadi
melalui mekanisme mekanis akibat tekanan intraokuler yang tinggi dan/atau adanya iskemia
sel akson saraf akibat TIO maupun insufisiensi vaskular yang selanjutnya mempengaruhi
progresifitas penyakit. Ada dua teori mekanisme kerusakan saraf optik yang diakibatkan
tekanan intraokuler meliputi kerusakan mekanik pada akson saraf optik dan penurunan aliran
darah pada papil saraf optik sehingga terjadi iskemia akson saraf. Pencegahan atau
pengendalian faktor risiko, terutama peningkatan tekanan intraokuler ialah tujuan utama
manajemen glaukoma (Thavikulwat, 2019)

3. Myopi(Rabun Jauh)
Penelitian-penelitianterdahulumengemukakanbahwamiopiadisebabkan oleh
pemanjangansumbu bola mata, namunpenyebab yang mendasarinyamasihbelumjelas
sepenuhnya.41 Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata
pada miopia. Yang pertama adalah teori biologik, menganggap bahwa pemanjangan sumbu
bola mata sebagai akibat dari kelainan pertumbuhan retina (over growth) sedangkan teori
yang kedua adalah teori mekanik yang mengemukakan adanya penekanan (stres) sclera
sebagai penyebab pemanjangan tersebut.
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada teori
mekanika dalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq superior. Seperti
diketahui, penderita myopia selalu menggunakan konvergensi berlebihan. Von Graefe
mengatakan bahwa otot ekstra ocular terutama rektus medial bersifat myopi agenik karena
kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi. Jakson menganggap bahwa
konvergensi merupakan factor etiologik yang penting dalam perkembangan miopia.
Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik superior juga menekan bola mata pada waktu
melihat atau bekerja terlalu lama.
Konvergensiberlebihandisebabkan oleh karenapenderitamiopiamemilikijarak pupil
yang lebar.42 Di sampinglebar, orbita juga lebihrendahsehinggaporsimuskulusoblik superior
yang menekan bola matalebihbesar. Jadi di
siniadapengaruhdarianatomimataterhadapterjadinyamiopia.
Kebenaranakanhalinitelahdikonfirmasi oleh beberapaahli lain.
Possey dan Vandergiftmengemukakanbahwaanatomimerupakanfaktor yang
terpentingdalamterjadinyamiopia. Fox
mengidentifikasikanorbitabagiandalamakanlebihmemungkinkanuntukterjadinyapemanjangan
sumbu bola mata. (Baird, dkk., 2020)

4. Konjungtivitis(Mata Merah)
Sebelumberbicaramengenaipatofisiologilebihdalam,
adabaiknyakitaterlebihdahulumemahamibagaimanavaskularisasipembuluhdarah pada
matasebagai organ penglihatan. Bola mata diperdarahi oleh A. Conjuctiva Posterior, A.
Carotis Interna yang bercabang menjadi A. Oftalmica, A. Retina Sentralis, A. Ciliaris
Posterior Longus, A. Ciliaris Posterior Brevis, dan A. Ciliaris Anterior/A. Episclera, dan A.
Pericornea. A. Conjungtiva Posterior memperdarahi Konjungtiva Bulbi, A. Ciliaris Anterior
atau A. Episclera terletak di atas sklera masuk kedalam bola mata dan dengan A. Ciliaris
Posterior Longus bergabung membentuk A. Circular Major atau Plexus Ciliar yang akan
memperdarahi iris dan Corpus Ciliaris. A. Pericornea akan memperdarahi Kornea. Bila
terjadi pelebaran pada pembuluh darah tersebut maka akan terjadi kondisi mata merah.
Namun, yang membedakanadalah, adaduakondisilanjutan yang akanditimbulkan oleh
kondisimatamerah yang harusdigalikembali, yaituapakahadakeluhanvisustergangguatautidak.
Jika ditemukanadanyavisusterganggumakahal yang paling
memungkinkanterjadiadalahadanyagangguan pada medium refraksiseperti uvea.
Beberapacontohseperti pada kasus uveitis, dengankeluhanmatamerah dan
penurunanvisusadalahkarena proses inflamasiterjadi pada A. Siliaris Anterior atau A. Siliaris
Posterior di mana keduaarteriinilah yang memperdarahi uvea. Kemungkinankedua yang
terjadiadalahterjadinyagangguanvaskularisasi pada iris yaitu A. Ciliaris Anterior dan
Posterior Longus. Namun, jikatidakditemukanadanyagangguanvisus, makapatofisiologi yang
terjadiadalahkondisimatamerah yang terjaditidakmengenaivaskularisasi pada medium refraksi
pada matasamasekaliseperti pada konjungtiva. Konjungtivadiperdarahi oleh A. Conjungtiva
Posterior. Makamisalnya, apabilaterjadikonjungtivitisakanditemuiinjeksikonjungtiva
posterior tanpagangguanvisussamasekali. Oleh karenaitu,
dapatdisimpulkanbahwaadaduaklasifikasigejala yang ada pada matamerah,
yaitumatamerahtanpagangguanvisus (InjeksiKonjungtiva) dan
matamerahdengangangguanvisus (InjeksiSiliaratauInjeksiEpisklera). (Libermem, 2020)

5. Dyschromatopsia(ButaWarna)
Butawarnadapatterjadisecarakongenitalataudidapatakibatpenyakittertentu. Butawarna
yang diturunkantidakbersifatprogresif dan tidakdapatdiobati. Pada kelainanmakula (retinitis
sentral dan degenerasimakulasentral), seringterdapatkelainan pada penglihatanwarnabiru dan
kuning, sedang pada kelainansarafoptikakanterlihatgangguanpenglihatanwarnamerah dan
hijau.
Butawarnaumumnyadianggaplebihbanyakterdapat pada laki-
lakidibandingperempuandenganperbandingan 20:1. Buta warna herediter merupakan kelainan
genetik sex linked pada kromosom X ayah dan ibu. Anak perempuan menerima satu
kromosom X dari ibu dan satudari ayah. Dibutuhkan hanya satu gen untuk penglihatan warna
normal. Anak laki-laki, menerima kromosom X dari ibu dan Y dari ayah, jika gen X tunggal
tidak mempunyai gen foto pigmen maka akan terjadi buta warna.
DikenalhukumKollner yang
menyatakandefekpenglihatanwarnamerahhijaumerupakanlesisarafoptikataupunjalurpenglihat
an, sedangkandefekpenglihatanbirukuningakibatkelainan pada epitelsensori retina atau lapis
kerucut dan batang retina. Terdapatpengecualian Hukum Kollner:
• Neuropatioptikiskemik, atrofioptik pada glaukoma,
atrofioptikditurunkansecaradominan,
atrofisarafoptiktertentumemberikancacatbirukuning.
• Defekpenglihatanmerahhijau pada degenerasimakula, mungkinakibatkerusakan
retina yang terletak pada selganglionnya.
• Pada degenerasimakula juvenile terdapatbutabirukuning, merahhijauataubutawarna
total, sedangkandegenerasimakulastardgart dan fundus
flavimakulatusmengakibatkangangguan pada warnamerahhijau.
• Defekpenglihatanwarnabirudapat pula terjadi pada peningkatantekananintraokular.
Gangguanpenglihatanbirukuningterdapat pada glaukoma, ablasio retina, degenerasi
pigmen retina, degenerasimakula senilis dini, myopia, korioretinitis, oklusipembuluhdarah
retina, retinopatidiabetik dan hipertensi, papil edema, dan keracunanmetilalkoholserta pada
penambahanusia. Ganguanpenglihatanmerahhijauterdapat pada kelainansarafoptik,
keracunantembakau dan racun, neuritis retrobulbar, atrofioptik, dan
lesikompresitraktusoptikus. (Wu, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Alshamrani, A. Z. (2018). Cataractspathophysiologyandmanagements. The


EgyptianJournalof Hospital Medicine, 70(1), 151-154.
Baird, P. N., Saw, S. M., Lanca, C., Guggenheim, J. A., Smith III, E. L., Zhou, X.,& He, M.
(2020). Myopia. NatureReviewsDiseasePrimers, 6(1), 1-20.
Liberman, P., Shifera, A. S., &Berkenstock, M. (2020). Dupilumab-associatedconjunctivitis
in patientswithatopic dermatitis. Cornea, 39(6), 784-786
Thavikulwat, A. T., Edward, D. P., AlDarrab, A., &Vajaranant, T. S. (2019).
Pathophysiologyandmanagementofglaucomaassociatedwithphakomatoses.
Journalofneuroscienceresearch, 97(1), 57-69
Wu, J., Asanad, S., Ross-Cisneros, F. N., &Sadun, A. A. (2018). Insightinto Wolfram
SyndromePathophysiologyusingOpticalCoherenceTomography-Angiography. Investiga
tiveOphthalmology& Visual Science, 59(9), 2831-2831.

Anda mungkin juga menyukai