Penulis:
Erniati Bachtiar, Mahyuddin, Nur Khaerat Nur, Miswar Tumpu
Masayu Rosyidah, Asri Mulya Setiawan Erdawaty, Yanti
Muhammad Ihsan, Sudirman, Ritnawati Makbul, Fatmawaty Rachim
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
Anggota IKAPI: 044/SUT/2021
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat Rahmat dan HidayahNyalah sehingga Penulis dapat
menyelesaikan penulisan Buku Manajemen K3 Konstruksi.
Akhir kata, untuk penyempurnaan buku ini, kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca sangatlah diperlukan untuk penulis kedepan.
Semoga buku ini dapat memberi manfaat kepada pembaca serta generasi
penerus yang akan datang.
Erniati Bachtiar
Daftar Isi
Bab 12 Inspeksi K3
12.1 Pendahuluan............................................................................................... 173
12.2 Klasifikasi Inspeksi .................................................................................. 175
12.3 Gladi/Simulasi ........................................................................................... 178
12.4 Pelaksana Inspeksi..................................................................................... 182
Gambar 1.1: Alat Pelindung Kepala dan Alat Pelindung Wajah dan Mata .6
Gambar 1.2: Alat Pelindung Pendengaran/Telinga........................................7
Gambar 1.3: Alat pelindung pernapasan.........................................................8
Gambar 1.4: Sarung Tangan ............................................................................8
Gambar 1.5: Alat Pelindung Kaki ...................................................................9
Gambar 1.6: Pakaian Pelindung ......................................................................9
Gambar 1.7: Alat pelindung jatuh perorangan dan pelampung ....................10
Gambar 3.1: Tinjauan Peraturan Perundangan Tentang Peningkatan SD
Konstruksi ..................................................................................28
Gambar 3.2: Tenaga Ahli K3...........................................................................29
Gambar 3.3: Foam Prosedur Pelatihan K3 ....................................................36
Gambar 3.4: Alur Penerapan Sistem Manajemen K3 dalam siklus Konstruksi .37
Gambar 3.5: Format Rancangan Konseptual SMKK, Pengkajian/Perencanaan
Konstruksi (BINJAKON, 2021) ...............................................39
Gambar 3.6: Contoh Lembar Isi Rancangan Konseptual ..............................40
Gambar 3.7: Format Rancangan Konseptual SMKK, Perancangan Konstruksi 40
Gambar 3.8: Daftar Isi Perancangan Konstruksi ............................................41
Gambar 3.9: Format RKK Konsultasi Konstruksi Pengawasan/Manajemen
Konstruksi ..................................................................................42
Gambar 3.10: Format Tabel Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Risiko ...43
Gambar 3.11: Struktur Organisasi Pengawas Pekerjaan Konstruksi ...........44
Gambar 3.12: Operasi Keselamatan Konstruksi ...........................................44
Gambar 3.13: Format Isi RKK Pelaksanaan Konstruksi ..............................46
Gambar 3.14: Organisasi Pengelola SMKK ..................................................46
Gambar 3.15: Contoh Format Jadwal Kunjungan Pimpinan Penyedia Jasa
Pekerjaan Konstruksi ...............................................................48
Gambar 3.16: Contoh Format Jadwal Kunjungan Pimpinan Penyedia Jasa
Pekerjaan Konstruksi ..............................................................50
Gambar 4.1: Angka Kecelakaan Kerja ...........................................................62
Gambar 4.2: Successful health and safety management ...............................64
Gambar 4.3: Efektif risk control ......................................................................68
xii Manajemen K3 Konstruksi
1.1 Pendahuluan
Di dunia industri konstruksi mencakup seluruh rantai pasok konstruksi yang
melibatkan banyak pihak. Di mana kegiatan konstruksi memiliki banyak jenis
pekerjaan yang melibatkan banyak pihak dan prosesnya sangat kompleks.
Menurut Undang-Undang RI No. 2, 2017 pengertian ”Pekerjaan Konstruksi
adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali
suatu bangunan”. Aktivitas pekerjaan mulai dari konstruksi sejak dari tahap
pra konstruksi, konstruksi, serah terima, pengoperasian dan maintenance
sampai pembongkaran konstruksi tersebut memiliki item pekerjaan yang
sangat banyak, di mana berbeda sifat dan waktunya. Sehingga dunia industri
konstruksi memiliki tingkat paling tinggi variasi pekerjaannya, memiliki
macam-macam potensi bahaya sampai dengan tingkat kecelakaannya juga
tinggi.
Untuk itulah, manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) konstruksi
menjadi sangat urgen dan vital bagi setiap SDM yang terlibat dalam dunia
konstruksi. Ancaman terhadap pekerja tergolong sangat tinggi pada tiap
proyek konstruksi baik itu bahaya fisik maupun psikis. Pekerjaan konstruksi
sering kali berlangsung di lingkungan terbuka di mana bisa terjadi panas, angin
kencang, hujan disertai petir atau kabut pada malam hari. Selain itu alat-alat
2 Manajemen K3 Konstruksi
yang digunakan bisa mengintai Indera mata dan telinga serta peralatan yang
tergolong berat bisa menjadi sumber ancaman keselamatan dan kesehatan
kerja. Semua pekerjaan pada proyek konstruksi bisa mengancam kenyamanan
dan keamanan bagi pekerja konstruksi dalam bekerja. Dengan demikian
pekerjaan konstruksi dikategorikan dangerous (berbahaya), difficult (sulit) dan
dirty (kotor) (LP2K3L A2K4, 2003).
Ada banyak unsur yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi antara
lain tenaga kerja (SDM), disiplin ilmu sosial, peralatan dengan metode kerja
dan dukungan sistem pengelolaan harus memperhatikan semua unsur
(Depnakertrans RI, Dewan K3 Nasional, 2005). Ada 2 (dua) golongan tenaga
kerja konstruksi yang berkecimpung dalam pekerjaan proyek konstruksi.
Keduanya menghadapi ancaman kecelakaan/penyakit akibat kerja. Golongan
pertama yakni pekerja yang sudah mempunyai ikatan kerja permanen dengan
Kontraktor. Golongan kedua yakni pekerja borongan atau harian lepas
umumnya di bawah koordinasi langsung oleh Mandor yang disebut juga
sebagai Sektor Informal Jasa Konstruksi. Perkiraan ada sekitar lebih dari 90%
dari keseluruhan pekerja konstruksi tergolong pada golongan kedua (LP2K3L
A2K4, 2003).
Sifat dan jenis pekerjaan yang ditangani oleh pekerja bervariasi. Sehingga jenis
ancaman kecelakaan/penyakit akibat kerja juga bervariasi. Para pekerja harian
lepas /borongan memiliki jenis pekerjaan yang banyak menguras tenaga fisik.
Sehingga mereka tenaga kerja berada paling depan yang langsung berkaitan
dengan material dan peralatan. Di mana material dan peralatan tersebut
merupakan ancaman bahaya yang sangat potensial. Pekerja konstruksi ini
sangat rentan terhadap ancaman kecelakaan/penyakit akibat kerja pada proyek
konstruksi. Untuk itu sistem aturan yang ada lebih banyak mengatur dan
berusaha melindungi pekerja golongan kedua ini. Landasan hukum bisa dilihat
pada sub bab Dasar Hukum K3 berbagai ketentuan yang ada sesungguhnya
sudah cukup rinci. Namun demikian masih banyak pendapat mengatakan,
bahwa pelaksanaannya masih jauh dari yang apa diinginkan oleh pemerintah.
menjadi salah satu cara yang dipergunakan pada lokasi/tempat kerja proyek
dalam menghasilkan dan mengembangkan dan sebuah kerja sama yang baik
(Mevia, 2020). K3 singkatan dari keselamatan dan kesehatan kerja. Pengertian
K3 merupakan suatu bidang yang berkaitan dengan keselamatan, kesehatan
dan kesejahteraan manusia yang bekerja pada suatu lembaga/institusi ataupun
proyek (Hasibuan et al., 2020).
Hasibuan et al., (2020) memberikan pengertian K3 berdasarkan keilmuan dan
filosofis yakni:
1. Berdasarkan keilmuan, pengertian K3 adalah ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja pada pekerja.
2. Berdasarkan filosofi, pengertian K3 merupakan suatu upaya yang
dilaksanakan dalam memastikan keutuhan dan kesempurnaan jasmani
dan rohani para pekerja pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya terhadap hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil
dan makmur.
Gambar 1.1: Alat Pelindung Kepala dan Alat Pelindung Wajah dan Mata
keras/benda tajam (Hasibuan et al., 2020). Adapun alat pelindung mata dan
muka yang umum digunakan di proyek konstruksi yakni: Kacamata
Keselamatan (safety glasses/Spectacle), face shield, safety goggles.
Ada beberapa jenis tipe pelindung mata yakni kacamata safety, welding
(perisai pengelasan) goggles, face shield (perisai wajah), kacamata pengaman
laser (safetymartindonesia.com, 2019)
bahan kimia, gas/ fume, kabut (aerosol) dan sebagainya. Macam-macam alat
pelindung pernapasan terdiri dari cartridge, masker, respirator, Rebreather,
Continues Air Supply Machine, kanister, Airline respirator, Self-Contained
Breathing Apparatus (SCBA), tangki selam, Air Hose Mask Respirator,
emergency breathing apparatus dan regulator (Self- Contained Underwater
Breathing Apparatus /SCUBA) (Hasibuan et al., 2020).
1.4.9 Pelampung
Pelampung umumnya digunakan pada saat pekerjaan konstruksi berada pada
lokasi perairan (sungai/laut). Pelampung memiliki fungsi untuk melindungi
pekerja yang memakai pelampung di mana pekerja tersebut bekerja di atas/di
permukaan air. Dengan pelampung tersebut pekerja bisa terhindar dari bahaya
tenggelam, dan/atau pengatur keterapungan (bouyancy) pekerja supaya tidak
tenggelam (negative buoyant) akan tetapi tetap melayang (neutral buoyant) di
dalam air (Nursahid, 2021).
Bab 2
Manajemen dan Administrasi
K3
lain
• Setiap grup
• Setiap hari kerja
kerja • Pekerja • Pemeriksaan
• 08.10 – kontraktor kesiapan alat
Inspection Tempat
08.25 = 15 utama dan • Bukti
Priority to peralatan
II menit sub kegiatan:
Start of diparkir /
• Sebelum kontraktor daftar hadir,
Work diletakkan
mengguna • Dipimpin risalah, dan
kan oleh: lain-lain
peralatan Pemimpin
Grup Kerja
• Pemeriksaan
pelaksanaan
Patrol, • Setiap hari
pekerjaan
Guidance kerja Safety Seluruh areal
III • Bukti kegiatan:
and • 08.25 – supervisor proyek
daftar hadir,
Supervision 16.40
risalah, dan
lain-lain
• Setiap grup
kerja
• Pekerja • Pembersihan
• Setiap hari kontraktor tempat kerja dan
kerja utama dan alat kerja dari
IV Site Check • 16.40 – sub Tempat kerja kotoran
16.55 = 15 kontraktor • Bukti kegiatan:
menit • Dipimpin daftar hadir,
oleh: risalah.
Pemimpin
Grup Kerja
• Kepala grup
• Pemeriksaan hasil
• Setiap hari kerja
site Clean Up
kerja • Pekerja
Final • Bukti kegiatan:
V • 16.55 – kontraktor Tempat kerja
Check daftar hadir,
17.00 = 15 utama dan
risalah, dan lain-
menit sub
lain
kontraktor
Sumber: Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Pekerjaan Umum.
Waktu Tempat
No Uraian Keterlibatan
Pelaksanaan Dilaksanakan Materi
a. Pemantauan
kebersihan, 30
menit sebelum
a. Kontraktor utama meeting
• Site manager b. Materi meeting:
• Supervisor • Evaluasi
• Setiap hari • Safety pelaksanaan
sabtu supervisor Di kantor
Weekly daily meeting
1 • 10.30 – kontraktor
Meeting b. Kontraktor • Kompiling
11.30 = 60 utama
menit utama: b.1 data daily
Foreman meeting
c. Dipimpin oleh: • Informasi
Site Manager lainnya
c. Bukti kegiatan:
daftar hadir,
risalah, dll
Sumber: Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Pekerjaan Umum.
Waktu Tempat
No Uraian Keterlibatan
Pelaksanaan Dilaksanakan Materi
a. Kontraktor utama
• Project
manager a. Evaluasi
• Safety pelaksanaan
• Setiap coordinator weekly meeting
hari • Construction b. Kompiling data
sabtu manager daily meeting dan
pada • Site manager Di kantor weekly meeting
Monthly c. Penyusunan
1 minggu • Safety kontraktor
Meeting laporan kepada
terakhir supervisor utama
• 10.30 – P2K3
11.30 = b. Kontraktor d. Informasi lainnya
60 menit utama: b.1 e. Bukti kegiatan:
Foreman daftar hadir,
c. Dipimpin oleh: risalah, dan lainnya
Project
Manager
Sumber: Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Pekerjaan Umum.
2.3 Administrasi K3
Pekerjaan administrasi K3 terdiri dari dua kelompok, yaitu administrasi
internal dan administrasi eksternal. Administrasi internal adalah administrasi
yang digunakan oleh organ-organ perusahaan dalam mengatur interaksi antar
organ dalam perusahaan, sedangkan administrasi eksternal adalah administrasi
yang mengatur hubungan perusahaan dengan pihak luar yang saling terkait.
Kedua jenis administrasi tersebut merupakan dua hal yang saling terkait
dengan erat.
1. Internal
Terdapat manfaat utama dari administrasi/dokumentasi sistem
manajemen K3, antara lain:
a. Komunikasi informasi.
Dokumentasi merupakan suatu alat untuk menyalurkan dan
mengkomunikasikan informasi. Jenis dan pengembangan
dokumentasi akan tergantung pada keadaan produk dan proses
Bab 2 Manajemen dan Administrasi K3 23
c. Astek
Sesuai dengan ketentuan pemerintah, suatu perusahaan atau
proyek yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 10 orang
wajib melindungi tenaga kerjanya melalui suatu program asuransi
tenaga kerja (ASTEK). Sebagai bukti dari pelaksanaannya adalah
diterimanya polis asuransi berikut kuitansi pembayaran
preminya.
d. Asuransi Lain
Ada proyek-proyek tertentu, dalam dokumen kontraknya
mewajibkan kontraktor untuk membayar polis asuransi
construction all risk (CAR) atau personal accident (PA). Yang
dimaksud dengan CAR adalah ditujukan untuk bangunan fisik
proyek dan peralatan kerjanya, sedangkan PA ditujukan pada
petugas/orang yang melaksanakan pekerjaan. Kadang-kadang PA
juga ditujukan kepada petugas dari manajemen konstruksi (MK).
Sebagai bukti dari pelaksanaannya adalah diterimanya polis
asuransi berikut kuitansi pembayaran preminya.
e. Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil
Untuk proyek-proyek tertentu, seperti proyek-proyek sipil perlu
mendatangkan alat-alat berat. Apabila kondisi jalan dan keadaan
jembatan yang akan dilalui oleh transportasi alat berat tersebut
relatif kecil, maka diperlukan izin dari pemerintah setempat,
dalam hal ini instansi yang berwenang adalah Dinas Pekerjaan
Umum dan Kimpraswil setempat. Dinas ini adalah instansi yang
paling mengetahui spesifikasi teknis jalan dan jembatan yang
berada di wilayah kerjanya.
f. Layak Pakai
Hal ini ditujukan terhadap pesawat angkat dan pesawat angkut
meliputi perencanaan, pembuatan, pemasangan, peredaran,
pemakaian, perubahan dan/atau perbaikan teknisnya seperti
pemeliharaan. Keterangan layak pakai untuk pesawat angkat dan
pesawat angkut memerlukan rekomendasi dari Depnaker.
26 Manajemen K3 Konstruksi
3.1 Pendahuluan
Pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama merupakan pilihan yang
logis dan strategis dalam meningkatkan daya saing Indonesia. “Saat ini ada 7
juta pekerja konstruksi baik di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat maupun dari pihak swasta. Namun, yang bersertifikat baru 9 % (dari
total 7 juta) atau sekitar 600.000 pekerja. Ini artinya infrastruktur bukan hanya
membutuhkan tenaga konstruksi dalam jumlah yang besar. Tapi kita juga perlu
menyiapkan tenaga kerja konstruksi yang terlatih, yang terampil dan
bersertifikat.– Joko Widodo”(sumber: www.kompas.com, 19/10/2017).
"Sertifikasi bukan hanya merupakan amanat undang-undang, tapi juga harus
memberikan manfaat bagi tenaga kerja Indonesia. Manfaat yang diterima
tenaga kerja bersertifikat antara lain, pendapatan yang lebih tinggi dan bisa
bekerja di luar negeri karena keahliannya diakui.– Basuki Hadimuljono“
(Sumber: Tribunnews, 25/10/2017).
28 Manajemen K3 Konstruksi
ayat (4) huruf d termasuk rancangan konseptual SMKK dan biaya penerapan
SMKK. Permen PUPR No. 14/PRT/M/2020 (3) Paket Pekerjaan Jasa
Konsultasi Konstruksi pengawasan, produk yang dihasilkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf d termasuk RKK pengawasan. (4)
Paket Pekerjaan Jasa Konsultasi Konstruksi pengawasan dan manajemen
konstruksi, produk yang dihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (4) huruf d termasuk RKK pengawasan dan manajemen konstruksi.
Adapun Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) merupakan dokumen
lengkap rencana penerapan SMKK dan merupakan satu kesatuan dengan
dokumen kontrak. Setiap calon Penyedia Jasa wajib menyusun dan
menyampaikan RKK dalam dokumen penawaran. Sistem Manajemen
Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disebut SMKK adalah bagian dari
sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dalam rangka menjamin
terwujudnya Keselamatan Konstruksi.
Format RKK pada tahap pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi sudah harus
mengikuti persyaratan dalam SMKK yaitu sebagai Informasi Terdokumentasi.
Susunan dokumen RKK terdiri dari:
1. Cover Dokumen
2. Halaman Pengesahan
3. Halaman Daftar Isi
4. Halaman RKK
Anggota
Wajib memiliki kompetensi kerja yang dibuktikan dengan kepemilikan
kompetensi kerja atau sertifikat pelatihan. Dalam hal pekerjaan konstruksi
berisiko Keselamatan Konstruksi kecil, Pimpinan tertinggi Pekerjaan
Konstruksi dapat merangkap sebagai pimpinan UKK. Kemudian dalam hal
pekerjaan konstruksi berisiko Keselamatan Konstruksi sedang dan besar,
Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi harus membentuk UKK yang terpisah
dari struktur organisasi Pekerjaan Konstruksi
Persyaratan kualifikasi kompetensi kerja Pimpinan UKK:
Risiko Besar: Ahli Utama K3 Konstruksi; atau Ahli Madya K3 Konstruksi
dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun.
Risiko Sedang: Ahli Madya K3 Konstruksi; atau Ahli Muda K3 Konstruksi
dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun
Risiko Kecil: Ahli Muda K3 Konstruksi; atau Petugas Keselamatan
Konstruksi.
Untuk menjadi Petugas Keselamatan Konstruksi harus mengikuti bimbingan
teknis SMKK untuk mendapatkan sertifikat kompetensi Petugas Keselamatan
48 Manajemen K3 Konstruksi
Tujuan sertifikasi:
1. Memastikan dan memelihara kompetensi kerja tenaga kerja yang
berprofesi sebagai sertifikasi Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Konstruksi.
2. Menjadi panduan (guidance) dalam pelaksanaan Asesmen oleh
Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSP) dan perekrutan tenaga kerja
yang berprofesi sebagai sertifikasi Ahli Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Konstruksi.
52 Manajemen K3 Konstruksi
Kemasan/Paket Kompetensi:
1. Jenis Kemasan: KKNI / Okupasi Nasional / Klaster.
2. Rincian Unit Kompetensi atau Uraian Tugas.
4.1 Pendahuluan
Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebuah program yang
dicanangkan oleh pemerintah dan wajib dijalankan oleh semua kontraktor
dalam rangka melindungi karyawan/pekerja saat bekerja di konstruksi.
Sedangkan sistem manajemen K3 (SMK3) adalah cara kontraktor
menjalankan semua program K3 lewat manajemen terpadu untuk
mengantisipasi semua keadaan yang bahaya atau ancaman selama pekerjaan
proyek, yang biasanya disesuaikan dengan kondisi, bentuk, dan besarnya
proyek. Setiap perusahaan konstruksi (kontraktor) diwajibkan untuk
mendukung program K3 dengan kinerja K3 yang baik pada setiap proyek yang
ditanganinya, karena hal tersebut merupakan salah satu kriteria pemilihan
kontraktor yang dapat menjamin setiap kontraktor untuk bersaing dalam tender
proyek. Kinerja K3 dikatakan baik apabila catatan kecelakaan menunjukkan
jumlah minimum, karena adanya usaha pencegahan kecelakaan yang
maksimum dalam implementasi program K3.
Kecelakaan kerja di proyek konstruksi menempati urutan kedua setelah
kecelakaan kerja di pabrik atau Manufacturing Kecelakaan kerja di proyek
konstruksi menempati urutan kedua setelah kecelakaan kerja di pabrik atau
Manufacturing. Merujuk data BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja
yang terjadi pada tahun 2016 (hingga bulan November) tercatat 101.367
60 Manajemen K3 Konstruksi
kejadian dengan korban meninggal dunia 2.382 orang, sedangkan pada tahun
2015 tercatat 110.285 dengan korban meninggal dunia 2.375 orang Percepatan
pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah, menelan banyak
korban. Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan sepanjang tahun 2017, tercatat 1.877 klaim atau setara
dengan nilai Rp 41,2 miliar yang terjadi pada proyek konstruksi Perusahaan
dan pelaksana konstruksi di Indonesia masih sangat tidak peduli terhadap
kecelakaan kerja yang terjadi selama proyek. Kondisi proyek konstruksi yang
sangat tidak aman dan juga perilaku pekerja menyebabkan banyak sekali
terjadi kecelakaan kerja. Apalagi pada proyek pembangunan gedung bertingkat
tinggi jumlah kecelakaan kerja banyak terjadi lantaran beberapa faktor. Di
antaranya, kurang disiplinnya tenaga kerja dalam mematuhi K3 dan masih
lemahnya pengawasan K3 di internal tempat kerja.
Untuk itu program K3 konstruksi diperlukan kontraktor sebagai bentuk
peringatan dini dalam proteksi pekerja saat bekerja dan juga mengantisipasi
segala bentuk bahaya, dan risiko yang mungkin terjadi di area konstruksi, yang
disebabkan oleh perilaku pekerja (unsafe act) ataupun kondisi lapangan
(unsafe condition). Sistem manajemen K3 konstruksi yang dibentuk oleh
setiap perusahaan adalah salah satu wujud pelaksanaan program K3. Dengan
adanya sistem manajemen K3 setiap perusahaan diharapkan dapat menekan
angka kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dengan usaha pencegahan yang
efektif dan menyeluruh. Menurut PP No. 50/2012, penerapan SMK3 bertujuan
untuk: 1. Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi. 2. Mencegah dan
mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. 3.
Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series)-18001
merupakan standar internasional untuk penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Standar OHSAS mengandung
beberapa komponen utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam
penerapan Sistem Manajemen K3 demi pelaksanaan Sistem Manajemen K3
yang berkesinambungan dengan Komponen Utama OHSAS 18001.
Penerapan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) untuk pemilihan
indikator kinerja utama (KPI/Key Performance Indicator) dalam mengukur
kinerja operasional Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (OSH
Bab 4 Higiene Perusahaan dan Proyek 61
4.2 Konsepsi K3
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu usaha dan usaha untuk
membuat perlindungan dan keamanan dari kemungkinan kecelakaan dan
bahaya baik fisik, mental maupun emosional pada pekerja, perusahaan, orang-
orang dan lingkungan. Jadi berbicara tentang keselamatan dan kesehatan kerja
Bab 4 Higiene Perusahaan dan Proyek 63
Gambar 4.2: Successful health and safety management (Health and Safety
Executive UK, 2001)
Kebijakan adalah langkah awal perusahaan dalam mendukung pekerja di
semua tingkatan dari top management sampai bottom management agar dapat
merasa aman dan terlindungi saat bekerja. Kebijakan perusahaan menjadi
dasar dari pelaksanaan sistem manajemen K3, yang umumnya memuat
pernyataan umum perusahaan seputar K3, detail tanggung jawab setiap level
manajemen seputar K3, dan detail proses manajemen K3 perusahaan. (Holt,
2005). Setiap orang harus memiliki komitmen untuk dapat menciptakan
budaya K3 positif (David, 2002).
Oleh karena itu perlu pembenahan organisasi untuk mendukung terciptanya
budaya K3 yang positif. Langkah perencanaan meliputi pengaturan sasaran
terhadap aktivitas yang ada, identifikasi bahaya, memperkirakan risiko yang
timbul, realisasi dan implementasi standar K3 dan pengembangan budaya K3
yang positif. Langkah pengukuran kinerja dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan pengukuran terhadap kegiatan proaktif atau pengukuran kinerja
proaktif (PKP), dan pengukuran terhadap tindakan reaktif atau pengukuran
kinerja reaktif (PKR). Dari informasi hasil pengukuran kinerja, proses
pemeriksaan dan peninjauan akan mengidentifikasi situasi yang masih
menyebabkan risiko dan melakukan tindakan perbaikan serta pencegahan
terhadap situasi tersebut. Pemeriksaan dan peninjauan keseluruhan juga
Bab 4 Higiene Perusahaan dan Proyek 65
Jumlah pekerja yang besar dalam proyek konstruksi membuat perusahaan sulit
untuk menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif.
Menurut Wulfram I. Ervianto (2002), faktor penyebab terjadinya kecelakaan
kerja dapat dibedakan menjadi faktor pekerja itu sendiri, faktor metode
konstruksi, peralatan, manajemen. Sehingga dibutuhkan strategi aktif untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan memaksimalkan indikator
keselamatan kerja.
Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan dapat
membandingkan insiden, kegawatan, frekuensi penyakit – penyakit dan
kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan. Proses
pengeboran minyak pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak
mengandung unsur berbahaya. Tim manajemen sebagai pihak yang
bertanggung jawab selama proses pembangunan berlangsung harus
mendukung dan mengupayakan program-program yang dapat menjamin agar
tidak terjadi/meminimalkan kecelakaan kerja atau tindakan-tindakan
pencegahannya dalam penerapan K3 pada konstruksi gedung bertingkat tinggi
yang sarat akan kecelakaan kerja pada proses pelaksanaannya.
Penerapan K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum
penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebutlah yang menjadi
pijakan utama dalam menafsirkan aturan dalam menentukan seperti apa
ataupun bagaimana program K3 tersebut harus diterapkan.
Ibrahim (2007) menjelaskan, sumber – sumber hukum yang menjadi dasar
penerapan program K3 di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Undang – undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang – undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang jaminan Sosial
Tenaga Kerja
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang
Timbul karena Hubungan Kerja
5. Peraturan Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran
Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
6. Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Bab 4 Higiene Perusahaan dan Proyek 67
Gambar 4.3: Efektif risk control (Health and Safety Executive UK, 2001)
Proses pengukuran kinerja K3 merupakan kegiatan yang harus terus-menerus
dilakukan agar informasi yang didapat dapat digunakan untuk memperbaiki
sistem manajemen K3 yang menunjang terciptanya budaya K3 yang positif.
Health and Safety Executive 2001, memberikan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi frekuensi pengukuran antara lain:
1. Pada saat menjelang aktivitas milestone atau aktivitas penting.
2. Pada saat terjadi perubahan-perubahan aktivitas.
3. Pada saat terjadi percepatan pelaksanaan pekerjaan.
4. Pada saat frekuensi kecelakaan meningkat.
5. Saat terjadi perbedaan informasi antara pendataan dan kondisi
lapangan sebesarnya.
6. Sesuai jadwal dan ketentuan yang telah ditetapkan saat perencanaan
sistem.
1. Mengidentifikasi proses
2. Menetapkan dasar pengukuran untuk setiap proses
3. Menentukan sasaran untuk setiap pengukuran
4. Memberikan tanggung jawab untuk mengumpulkan dan menganalisis
data
5. Membandingkan kinerja sebenarnya dengan kinerja yang diharapkan
6. Merencanakan tindakan perbaikan
7. Mengevaluasi proses pengukuran
5.1 Pendahuluan
Memasuki dunia industrialisasi yang semakin modern akan diikuti oleh
penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan makin kompleks
dan rumit, yang akan mengakibatkan suatu kemungkinan bahaya yang besar,
berupa kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan
penyakit akibat kerja, yang diakibatkan oleh kesalahan dalam penggunaan
peralatan, pemahaman dan kemampuan serta keterampilan tenaga kerja yang
kurang memadai, dan hal inilah yang terjadi pada era industrialisasi
belakangan ini, yaitu adanya penerapan teknologi yang tinggi dan penggunaan
bahan yang beraneka ragam akan tetapi tidak diikuti dengan selaras oleh
keterampilan dan keahlian tenaga kerjanya yang mengoperasikan peralatan
dan mempergunakan bahan dalam proses produksi tersebut, sehingga
menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan dampaknya
terhadap lingkungan. Untuk itu perlu bagi perusahaan menetapkan mekanisme
secara sistematis agar aspek-aspek tersebut dapat dikendalikan, salah satunya
adalah dengan mengintegrasikan sistem manajemen mutu, K3 dan lingkungan.
72 Manajemen K3 Konstruksi
Pengusaha adalah:
1. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
2. orang perseorangan, persekutuan, atau badan menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
3. orang perseorangan, persekutuan, atau badan mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud berkedudukan di luar wilayah Indonesia
(Pemerintah Republik Indonesia, 2012).
Perencanaan
Dalam perencanaan ini secara lebih rinci menjadi beberapa hal:
1. Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
dari kegiatan, produk barang dan jasa.
2. Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya
kemudian memberlakukan kepada seluruh pekerja
3. Menetapkan sasaran dan tujuan dari kebijakan K3 yang harus dapat
diukur, menggunakan satuan/indikator pengukuran, sasaran
pencapaian dan jangka waktu pencapaian.
76 Manajemen K3 Konstruksi
Penerapan
Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai
kebijakan, tujuan dan sasaran K3. Suatu tempat kerja dalam menerapkan
kebijakan K3 harus dapat mengintegrasikan Sistem Manajemen Perusahaan
yang sudah ada, yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahap ini
adalah:
1. Jaminan Kemampuan
a. Sumber daya manusia, fisik dan finansial.
b. Integrasi
c. Tanggung jawab dan tanggung gugat.
d. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran
e. Pelatihan dan Keterampilan
2. Dukungan Tindakan
a. Komunikasi
b. Pelaporan
c. Dokumentasi
d. Pengendalian Dokumen
e. Pencatatan Manajemen Operasi
3. Identifikasi Sumber Bahaya dan Pengendalian Risiko
a. Identifikasi Sumber Bahaya
b. Penilaian Risiko
c. Tindakan Pengendalian
d. Perencanaan dan Rekayasa
e. Pengendalian Administratif
f. Tinjauan Ulang Kontrak
Bab 5 Sistem Manajemen Lingkungan dan K3 77
g. Pembelian
h. Prosedur Tanggap Darurat atau Bencana
i. Prosedur Menghadapi Insiden
j. Prosedur Rencana Pemulihan
4. Pengukuran dan Evaluasi
a. Inspeksi dan pengujian
b. Audit SMK3
c. Tindakan perbaikan dan pencegahan
5. Tinjauan Oleh Pihak Manajemen
a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja.
b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3.
d. Evaluasi efektivitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan
kebutuhan untuk mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai
dengan:
• Perubahan peraturan perundangan.
• Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.
• Perubahan produk dan kegiatan perubahan.
• Perubahan struktur organisasi perusahaan.
• Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk
epidemiologi.
• Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan
kesehatan kerja.
• Pelaporan.
• Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.
78 Manajemen K3 Konstruksi
kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada perusahaan (SE.,
MM. and Simbolon, 2017).
Pada dasarnya tidak ada metode yang benar maupun salah, semua metode
identifikasi bahaya dapat kita gunakan sesuai dengan proses bisnis dan
kebutuhan dari setiap perusahaan atau organisasi. Tujuan dari melakukan
pengidentifikasian bahaya ini juga tidak lain sebagai langkah melakukan
perbaikan dalam menjaga kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan atau
organisasi.
Pelecehan,
Bahaya kimia termasuk
(debu, uap, Kebakaran Air Minum intimidasi dan
gas, asap) pelecehan
seksual
Bahaya
biologis
Toilet dan
(penyakit dan Terinfeksi
Listrik fasilitas
gangguan oleh HIV/AIDS
mencuci
virus, bakteri,
binatang dsb.)
90 Manajemen K3 Konstruksi
Bahaya fisik
(kebisingan,
penerangan, Potensi bahaya
getaran, iklim mekanik (tidak Ruang makan Kekerasan di
kerja, adanya pelindung atau kantin tempat kerja
terpeleset, mesin)
tersandung,
dan jatuh)
Bahaya
Tata
ergonomi
graha/housekeepi
(posisi duduk,
ng (penataan dan
pekerjaan P3K di tempat
perawatan buruk Stres
berulang- kerja
pada peralatan
ulang, jam
dan lingkungan
kerja yang
kerja)
lama)
Potensi bahaya
lingkungan
yang
diakibatkan
Narkoba di
oleh Transportasi
tempat kerja
polusi/limbah
yang
dihasilkan
perusahaan.
Salah satu "penyebab utama" kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
adalah kegagalan untuk mengidentifikasi atau mengenali bahaya yang ada,
atau bahaya yang sebenarnya dapat dicegah di tempat kerja. Menurut
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), unsur penting dalam
setiap program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang efektif adalah
melaksanakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang proaktif dan
berkelanjutan.
Bab 5 Sistem Manajemen Lingkungan dan K3 91
Gambar 5.3: Ilustrasi Bahaya Kesehatan Kerja (PT. Safety Sign Indonesia,
2018)
4. Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi.
Insiden di tempat kerja, termasuk kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, near-misses dan laporan tentang bahaya lainnya, memberikan
indikasi yang jelas tentang di mana bahaya berada. Dengan
menyelidiki insiden dan membuat laporan secara menyeluruh, akan
dengan mudah mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan besar
akan mengakibatkan sesuatu yang fatal di masa mendatang. Tujuan
investigasi adalah untuk menemukan akar penyebab insiden atau
faktor-faktor yang mempengaruhi bahaya, agar kejadian serupa tidak
terulang kembali.
a. Kembangkan rencana dan prosedur yang jelas untuk melakukan
investigasi insiden, sehingga penyelidikan dapat dimulai dengan
segera ketika terjadi insiden. Rencana-rencana tersebut harus
mencakup hal-hal seperti:
• Siapa yang akan terlibat
• Bagaimana alur komunikasinya
Bab 5 Sistem Manajemen Lingkungan dan K3 95
"Risiko" adalah akibat atau konsekuensi dari bahaya dan paparan. Dengan
demikian risiko dapat dikurangi dengan mengendalikan atau menghilangkan
bahaya atau dengan mengurangi paparan yang mengenai pekerja. Penilaian
risiko membantu pengurus memahami bahaya yang ada di tempat kerja
mereka dan memprioritaskan bahaya untuk segera dilakukan pengendalian
secara permanen.
Apabila kita akan mengendalikan suatu risiko bahaya, maka kita harus
menentukan mana yang pertama kali dilakukan untuk mengendalikan. Untuk
menentukan prioritas hazard yang serius atau sangat serius maka harus
dilakukan penilaian risiko untuk menentukan pengendalian yang tepat
terhadap potensi bahaya di tempat kerja. Penilaian risiko menggunakan
pendekatan metode matriks risiko yang relatif sederhana serta mudah
digunakan, diterapkan dan menyajikan representasi visual di dalamnya.
Penilaian risiko terutama ditujukan untuk menyusun prioritas pengendalian
bahaya yang telah diidentifikasi. Semakin tinggi nilai risiko yang dikandung
suatu bahaya, semakin kritis sifat bahaya tersebut, dan berarti menuntut
tindakan perbaikan atau pengendalian yang sesegera mungkin.
Gambar 5.4: Bagan Penentuan Tingkat Risiko (Rif’ati and Sutanto, 2018)
Hasil dari penilaian risiko akan memudahkan kita dalam melihat tingkat
kekritisan dari bahaya, sehingga kita dapat mendudukkan bahaya-bahaya
tersebut sesuai urut-urutan dari yang memiliki tingkat kekritisan tinggi sampai
yang memiliki kekritisan rendah.
Metode evaluasi risiko antara lain adalah:
1. Menghitung peluang insiden (Probability)
Dalam menentukan peluang insiden yang terjadi di tempat kerja kita
dapat menggunakan skala berdasarkan tingkat potensinya.
Bab 5 Sistem Manajemen Lingkungan dan K3 99
Gambar 5.5: Risk Matrix Peringkat Risiko (Rif’ati and Sutanto, 2018)
Bab 5 Sistem Manajemen Lingkungan dan K3 101
6.1 Pendahuluan
Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan yang paling kompleks, yang
merupakan penggabungan dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan
baik secara teknis konstruksinya sendiri maupun dari segi non teknisnya
termasuk unsur pelaksananya atau biasa disebut dengan sumber daya
manusianya. Diperlukannya pengetahuan, pemahaman, perencanaan,
persiapan, dan terlebih lagi harus ada koordinasi kerja yang terintegrasi dengan
baik selama masa pelaksanaan konstruksi maupun pasca pelaksanaan
pekerjaan konstruksi itu sendiri. karena Dalam Pekerjaan konstruksi selalu
menyangkut pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dan
masyarakat penyelenggara konstruksi itu sendiri atau yang biasa disebut
dengan "masyarakat jasa konstruksi", di mana banyak melibatkan sumber daya
manusia dan sistem pelaksanaan jasa konstruksi.
Hal inilah yang sangat berpengaruh langsung terhadap berhasil tidaknya
pelaksanaan sistem keselamatan dan kesehatan pada tempat kegiatan
konstruksi. Pekerjaan Konstruksi itu sendiri meliputi penggabungan antara
struktur konstruksi dan teknologi yang digunakan baik yang terdapat pada
sarana alat dan prasarananya, secara keseluruhan atau sebagian dari rangkaian
kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, tata lingkungan,
104 Manajemen K3 Konstruksi
6.2 K3 Konstruksi
1. Standar K3
a. Pakaian kerja yang digunakan tidak seperti pakaian karyawan
kantor.
b. Sepatu kerja yang dipakai terbuat dari sol yang tebal supaya
bebas berjalan di mana-mana tanpa terluka.
c. Menggunakan kacamata pada saat mengelas.
d. Menggunakan sarung tangan.
e. Menggunakan helm sebagai pelindung kepala.
f. Sabuk pengaman digunakan untuk menghindari kecelakaan pada
saat bekerja. Contohnya: kegiatan erection baja pada bangunan
tower.
g. Penutup telinga digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-
bunyi yang dikeluarkan oleh mesin.
h. Masker digunakan sebagai pelindung pernapasan.
i. Tangga digunakan untuk memanjat.
106 Manajemen K3 Konstruksi
Pekerjaan Galian
Pekerjaan galian tanah dalam suatu kegiatan konstruksi biasanya merupakan
awal dari seluruh kegiatan proyek itu sendiri. Penggalian pada dasamya adalah
suatu kegiatan pemindahan tanah atau batu-batuan dari suatu lokasi yang
sudah mapan. Sebagai awalan dari suatu kegiatan yang besar, maka jika terjadi
bencana atau musibah akan sangat memengaruhi kejiwaan, rasa takut dari
pekerja di dalam melanjutkan tahap-tahap berikutnya. Penggalian tanah yang
dilaksanakan tanpa perhitungan yang matang akan mengakibatkan longsoran
atau collapse atau dengan kata lain pekerja telah bekerja untuk menggali
kuburnya sendiri.
Air dari sumber air, hujan, banjir dan air buangan yang tidak terkontrol adalah
merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan metode
penggalian. Akibat adanya air ini, tanah dapat dengan tiba-tiba kehilangan
kestabilannya dan collapse. Sumber bahaya terbesar pada pekerjaan galian ini
adalah longsoran. Dalam beberapa kejadian orang sering terkecoh dengan
menganggap bahwa hanya pekerjaan galian yang dalam saja yang memerlukan
perhatian khusus, padahal banyak terjadi kecelakaan fatal hanya pada
kedalaman 2 meter saja dan sulit ditolong.
108 Manajemen K3 Konstruksi
Bermacam - macam pekerjaan galian tanah seperti galian selokan untuk pipa
PAM, kabel telepon, saluran irigasi primer dan sekunder, sumur, terowongan
bawah tanah. Untuk pekerjaan galian tersebut banyak hal yang perlu
diperhatikan, seperti stabilitas tanah yang sangat tergantung komposisnya
misalnya untuk tanah kering, tanah pasir, tanah yang banyak mengandung air,
beban tanah yang harus dipikul di sekitar galian termasuk bahaya ke longsoran
akibat peristiwa alam sekitarnya.
Untuk hal tersebut diperlukan uji stabilitas tanah sebagai jaminan kokohnya
bangunan diatasnya.
1. Potensi sumber bahaya
Sumber bahaya di pekerjaan galian pada umumnya adalah sebagai
berikut:
a. Pekerja tertimbun longsoran tanah
b. Pekerja tenggelam air banjir
c. Pekerja tersengat aliran listrik
d. Pekerja menghirup gas beracun
e. Pekerja tersembur zat kimia
f. Pekerja menghirup debu
g. Pekerja tertimpa alat berat/material bangunan.
h. Pekerja digigit binatang berbisa
i. Pekerja terkena ledakan
j. Pekerja terjatuh ke dalam galian
2. Persyaratan Rencana Penggalian Tanah
a. Sebelum penggalian dilaksanakan, pertama-tama harus dilakukan
penelitian terhadap Keadaan tanah dan air tanah, Jaringan utilitas
di bawah tanah khususnya listrik, saluran air dan gas.
b. Tenaga kerja harus dilindungi dari bahaya tertimbun tanah /
bahan galian atau bahaya roboh akibat tanah longsor.
c. Pengujian untuk gas - gas beracun harus dilakukan di mana
keberadaannya dikhawatirkan.
d. Harus diupayakan sampai sekecil mungkin adanya bahaya tanah
longsor akibat getaran mesin dan lalu lintas kendaraan umum.
e. Persyaratan harus dibuatkan untuk meyakinkan bahwa air
mengalir secara teratur dari tempat penggalian.
Bab 6 K3 Pekerjaan Konstruksi 109
Ventilasi Udara
1. Semua tempat kerja di bawah tanah harus selalu dilalui oleh aliran
udara yang teratur untuk menjaga agar tempat kerja yang
bersangkutan selalu layak untuk bekerja.
2. Di dalam semua tempat kerja di bawah tanah harus memungkinkan
untuk membalikkan arah aliran udara apabila ventilasi alamiah masih
belum cukup, harus dilengkapi dengan ventilasi secara mekanis.
3. Ventilasi tambahan yang cukup harus diadakan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan apabila digunakan mesin - mesin diesel.
4. Mesin - mesin yang digerakkan dengan bahan bakar bensin dilarang
dipakai di bawah tanah..
Pekerjaan Pembesian
1. Pemasangan besi beton yang panjang harus dikerjakan oleh pekerja
yang cukup jumlahnya, terutama pada tempat yang tinggi, untuk
mencegah besi beton tersebut meliuk/ melengkung dan jatuh.
2. Pada waktu memasang besi beton yang vertikal pekerja harus berhati-
hati agar besi beton tidak melengkung misalnya dengan cara
mengikatkan bambu atau kayu sementara.
3. Memasang besi beton di tempat tinggi harus memakai perancah;
dilarang keras menaiki / menuruni besi beton yang sudah terpasang.
4. Ujung-ujung besi beton yang sudah tertanam harus ditutup dengan
potongan bambu dan sebagainya baik secara individual (setiap batang
besi) atau secara kelompok batang besi untuk mencegah kecelakaan
fatal.
5. Bila menggunakan pesawat angkat (kran/crane) untuk mengangkat /
menurunkan sejumlah besi beton, harus menggunakan alat bantu
angkat yang terbuat dari tali kabel baja atau biasa disebut dengan
sling untuk mengikat besi beton menjadi satu dan pada .saat
pengangkatan / penurunan tersebut harus dipandu oleh petugas yang
memakai peluit / sempritan.
6. Pengangkatan dan penurunan ikatan besi harus mengikuti prosedur
operasi pesawat angkat (kran),
Bab 6 K3 Pekerjaan Konstruksi 113
Pekerjaan Beton
1. Pemeriksaan semua peralatan dan mesin yang akan digunakan.
2. Pemeriksaan semua perancah yang digunakan.
3. Pemeriksaan pipa concrete pump.
Penuangan Beton
1. Menara atau tiang yang dipergunakan untuk mengangkat adukan
beton (concrete bucket towers) harus dibangun dan diperkuat
sedemikian rupa sehingga terjamin kestabilannya.
2. Usaha pencegahan yang praktis harus dilakukan untuk
menghindarkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja selama melakukan
pekerjaan persiapan dan pembangunan konstruksi beton.
3. Singgungan langsung kulit terhadap semen dan kapur.
4. Sewaktu beton dipompa atau dicor pipa pipa termasuk penghubung
atau sambungan dan penguat harus kuat.
5. Sewaktu pembekuan adukan (setting concrete) harus terhindar dari
goncangan dan bahan kimia yang dapat mengurangi kekuatan.
6. Sewaktu lempengan (panel) atau lembaran beton (slab) dipasang ke
dalam dudukannya harus digerakkan dengan hati – hati.
7. Setiap ujung - ujung (besi, kayu, bambu, dll.) yang mencuat, yang
membahayakan harus dilengkung-kan atau dilindung.
8. Beton harus dikerjakan dengan hati - hati untuk menjamin agar
bekisting- dan penguatnya dapat memikul atau menahan beban
sampai beton menjadi keras.
9. Untuk melindungi tenaga kerja sewaktu melakukan pekerjaan
konstruksi, harus dibuatkan lantai kerja sementara yang kuat.
10. Tenaga kerja harus dilindungi terhadap bahaya paparan / singgungan
langsung kulit dengan semen atau adukan beton dan bahaya - bahaya
singgung lainnya terhadap bahan pengawet kayu.
114 Manajemen K3 Konstruksi
Pekerjaan Shotcrete
1. Pekerja yang bertugas mengoperasikan alat penyemprot harus
memakai masker pelindung pernafasan, kaca mata pelindung dari
debu, dan sarung tangan karet.
2. Campuran semen dimengerti dapat menyebabkan penyakit kulit.
Iritasi dan alergi kontak dermatitis keduanya dapat disebabkan dari
kontak dengan semen basah dan terpapar lama dapat menyebabkan
kulit terbakar.
Metode penyambungan
1. Metode penyambungan baut.
2. Metode penyambungan baut tegangan tinggi.
3. Metode penyambungan las.
7.1 Pendahuluan
Indonesia mengenai Keselamatan dan Kerja (K3) secara umum masih sering
diabaikan. Mengakibatkan tingginya angka kecelakaan kerja. Hal ini
ditunjukkan rendahnya pemahaman perusahaan mengenai K3. Mengingat
karyawan merupakan modal utama dalam perusahaan terkait ketenagakerjaan.
Banyak terjadi kecelakaan kerja yang ada tidak menggambarkan kenyataan di
lapangan padahal risiko kerja yang terjadi sangatlah besar dari data yang ada.
Menurut jurnal yang berjudul An investigation of managements commitment
to construction safety yang ditulis oleh Osama Abudayyeh (2012) diperoleh
hal yang menunjukkan bahwa di mana faktor penyebab di suatu perusahaan
sering terjadi kecelakaan dan cedera dikarenakan kurangnya kepemimpinan
dalam hal pemahaman k3 dan komitmen manajemen, kondisi bekerja yang
aman, kebiasaan kerja yang aman, serta alat safety yang digunakan tampak
dari komitmen manajemen menempati peringkat atas sebagai faktor penyebab
terbanyak atau utama.
Keselamatan bekerja di ketinggian sampai saat ini belum mendapat perhatian
sebagaimana mestinya. Menurut Asosiasi Ahli Keselamatan Kerja di
118 Manajemen K3 Konstruksi
Bangunan Tinggi (A2K2BT, 2012) saat ini Indonesia menduduki posisi kedua
di dunia mengenai kematian akibat jatuh dari ketinggian. Pada pekerjaan
gedung contoh kecil mengenai kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius
bahkan paling sering mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Sementara
risiko tersebut kurang mendapat perhatian khusus oleh para pekerja dengan
sering kali tidak memedulikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall
arrest system) yang sesungguhnya sudah masuk dalam pedoman K3
konstruksi yang merupakan aturan yang harus diperhatikan serta dipahami
oleh karyawan apalagi pekerja lapangan.
Sering terjadi kejadian kecelakaan kerja di ketinggian lebih disebabkan karena
para pekerja kurang memahami dan mengetahui mengenai pengetahuan dasar
tentang keselamatan kerja di ketinggian selain itu aturan mengenai
keselamatan kerja di ketinggian yang ada masih sangat minim menyentuh
mengenai keselamatan kerja di ketinggian atau teknologi keselamatan yang
diterapkan sudah tidak valid (A2K2BT, 2012).
Perundang-undangan
Banyak kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi adalah karena
penggunaan scaffolding yang tidak tepat dan di dalam peraturan pemerintah
telah disahkan undang-undang yang mengatur tentang scaffolding, di
antaranya Permenakertrans No. PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan:
1. Pasal 1 (e) yang berbunyi “Perancah (scaffolding) adalah bangunan
pelataran (platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan
sebagai penyangga tenaga kerja, bahan- bahan, serta alat-alat pada
setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan
pemeliharaan dan pembongkaran”.
2. Bab II pasal 12
Perancah yang aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yang
tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seorang yang berdiri di atas
konstruksi yang kuat dan permanen kecuali apabila pekerjaan
tersebut dapat dilakukan dengan aman dengan mempergunakan
tangga”.
3. Bab II pasal 13
a. Ayat 1) “perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat
sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja, alat-alat dan
bahan-bahan yang dipergunakan”.
b. Ayat 2) “lantai perancah harus diberi pagar pengaman apabila
tinggi lantai lebih dari 2 meter
4. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
5. Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT).
ketinggian merupakan suatu tempat yang tinggi dan mempunyai risiko yang
sangat besar karena dengan ketinggian bisa dapat mengakibatkan cedera atau
kematian disaat kita tidak memperhatikan K3. Tempat itu menduduki posisi di
atas atau di bawah suatu level dasar atau pekerja untuk ke atas maupun
kebawah dalam mendapatkan “jalan-masuk-ke” (access to) atau “jalan-keluar-
dari” (egress from) suatu tempat ketika bekerja, dengan tidak menggunakan
tangga-jalan (staircase) yang ada pada bangunan permanen. Melakukan
pekerjaan pada ketinggian (working at height) mempunyai potensi risiko
bahaya yang besar.
Berbagai macam metode kerja di ketinggian seperti memakai perancah
(scaffolding) tangga, gondola dan sistem akses tali (Rope Access Systems).
Setiap metode kerja mempunyai manfaat dan kekurangan serta risiko bahaya
yang berbeda–beda. Oleh karenanya pihak perusahaan atau manajemen harus
sangat memperhatikan aspek efektivitas dan risiko kerja pada ketinggian baik
yang bersifat finansial dan non finansial. Aspek risiko akan bahaya
keselamatan dan kesehatan kerja harus menjadi perhatian khusus untuk semua
pihak yang bekerja. Hal ini selain untuk memperoleh jaminan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, juga sangat terkait dengan
keselamatan aset produksi (Prosafe Global Energy, 2012).
8.1 Pendahuluan
Kecelakaan kerja adalah suatu peristiwa yang tidak direncanakan, tidak
terkendali dan tidak dikehendaki (unplanned, uncontrolled and undesired),
dimana tindakan atau kondisi tidak aman baik secara langsung maupun tidak
langsung yang mengakibatkan terhentinya aktivitas kerja (Kristiawan and
Abdullah, 2018).
Jaminan akan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dalam proses
produksi pada pengoperasian peralatan menjadi penting diberikan, hal ini
karena setiap aktivitas kerja dapat mengakibatkan kecelakaan dikarenakan
beban lebih, tidak layak pakainya konstruksi serta penyebab lainnya yang
dapat mengakibatkan kerugian korban jiwa atau tenaga kerja di tempat kerja
yang merupakan aset perusahaan dan orang lain. Sebagai contoh pada
penggunaan pesawat angkat angkut baik di tempat kerja industri maupun
proyek-proyek konstruksi seperti crane, overhead crane, forklift, loader,
bulldozer dan peralatan sejenis lainnya.
Prosedur penggunaan maupun keselamatan dapat mengurangi resiko
kecelakaan di tempat kerja dengan peralatan kondisi yang terawat dengan baik
130 Manajemen K3 Konstruksi
dan pemahaman dari para pekerja baik tentang. Penggunaan dan pemilihan alat
yang tepat pada kegiatan industri tidak hanya memerlukan pengetahuan
khusus tentang desain dan karakteristik operasi suatu mekanisme mesin, tetapi
juga memerlukan pengetahuan yang menyeluruh mengenai organisasi
produksi dari suatu perusahaan. Dalam memindahkan muatan ke tujuan yang
penentuannya sudah dijadwalkan dimana pengaturannya ke departemen atau
perusahaan dengan jumlah muatan yang telah ditentukan.
Penentuan pemilihan jenis-jenis alat yang digunakan dalam proses penanganan
bahan dengan memperhatikan faktor-faktor teknis berikut (Rudenko, 1996):
1. Jenis dan sifat muatan yang akan ditangani. Memperkecil
kemungkinan pemilihan jenis alat dengan maksud tertentu yang
penggunaannya untuk berbagai sifat muatan.
2. Kapasitas per jam yang dibutuhkan. Pada jenis alat tertentu, kapasitas
pemindahan muatan hampir tak terbatas dengan mudah dan dapat
diperoleh pada jenis alat tertentu.
3. Arah dan jarak perpindahan. Jenis alat dapat memindahkan muatan
ke arah horizontal atau vertikal maupun dalam sudut tertentu.
4. Cara muatan pada tempat asal, akhir dan antara, pemuatan ke
kendaraan dan pembongkaran muatan di tempat tujuan sangat
berbeda.
5. Karakteristik proses produksi yang terlibat dalam pemindahan
muatan. Gerakan penanganan bahan berkaitan sangat erat dengan
proses produksi seperti di dalam pengecoran logam, penempaan dan
pengelasan, penempatan dan pengawasan dalam departemen
permesinan dan lainnya.
6. Kondisi lokal yang spesifik termasuk luas dan bentuk lokasi, jenis
dan desain gedung, keadaan permukaan tanah, susunan mungkin
untuk unit pemrosesan, debu, dan kelengasan (humidity) lingkungan,
adanya uap dan berbagai jenis gas lainnya, temperatur dan
sebagainya.
7. Jangka waktu penggunaan alat, perluasan perusahaan, jenis sumber
energi, masalah sanitasi, keselamatan dan kenyamanan kerja.
Bab 8 K3 Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut 131
Gambar 8.1: Tower Crane (Vivian, 2020) dan Crawler Crane (Crawler Crane,
2021)
Gambar 8.2: Hydraulic Truck Crane (Anonim, 2014) dan Hoist Crane
(Admin, 2020)
Komponen bagian dari suatu pesawat pengangkat umumnya terdiri dari:
1. Perlengkapan pengangkat fleksibel (misal tali kawat baja)
2. Puli, system puli, spoket, dan drum
3. Kait (hook) untuk muatan
4. Alat penghenti (rem)
5. Motor penggerak
6. System transmisi (poros, bantalan, kopling, dan sebagainya)
7. Motor penggerak
8. Sistem transmisi (poros, bantalan, kopling, dan sebagainya)
9. Rel dan atau roda penggerak
10. Struktur rangka pesawat
11. Alat kendali (control equipment) (Zainuri, 2010).
Bab 8 K3 Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut 133
Pesawat Angkut
Truk dan alat pengangkutan lainnya dalam suatu kegiatan proyek konstruksi,
memiliki fungsi untuk mengangkut material dari sumbernya atau dari suatu
galian ke suatu tempat pengurugan. Loader adalah alat yang dipakai dalam
proyek konstruksi untuk pekerjaan material hasil penggalian ke dalam truk
atau membuat timbunan material.
Terdapat 2 (dua) sumber utama tenaga penggerak dari sistem keempat tersebut
diantaranya adalah:
1. Motor Listrik
2. Motor Bakar (Bensin dan Diesel)
8.4.1 Crane
Crane merupakan perlengkapan pengangkat yang memiliki pergerakan bebas.
1. Untuk memastikan keamanan penggunaan crane, beberapa hal yang
penting diperhatikan:
2. Pengemudi, juru seling, dan kernet haruslah orang yang memiliki
sertifikat dan terlatih.
3. Beban yang diangkat yang digerakkan oleh pengemudi harus
didampingi oleh kernet untuk memandu pengemudi
4. Pengemudi hanya didampingi satu orang kernet
5. Juru seling ataupun jika tidak ada, maka kernet menyelingkan atau
mengaitkan beban pada kait kran
6. Semua perlengkapan pengangkat dan takel harus disimpan dengan
baik
7. Inspeksi fisik tali dan seling tali harus ada dan dilakukan secara
berkala dan dilakukan setiap kali akan dipakai
8. Lidah pengaman mesti dimiliki oleh semua pengait standar, beberapa
berbentuk C, untuk mencegah beban bergeser tanpa lidah pengaman.
9. Jika memungkinkan, penggunaan alarm penunjuk kelebihan beban
harus dipasang
136 Manajemen K3 Konstruksi
10. Diantara katrol pada kait pengangkat dan mesin gulung dipasang
saklar pemutus arus (cut-out switch) untuk mencegah kemacetan dan
ketegangan yang berlebih pada tali pengangkat (biaya pergantian
sebuah tali pengangkat sangat mahal).
9.1 Pendahuluan
Pengelolaan atau manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada peralatan
konstruksi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilaksanakan.
Dalam banyak kasus kecelakaan kerja, salah satu penyebab utama adalah
kesalahan atau kelalaian dalam menggunakan atau mengelola peralatan
konstruksi. Menurut OSHA, dari 4.674 kematian pekerja di industri swasta
pada 2017, 917 kematian (atau 20%) terjadi dalam konstruksi. Jatuh mewakili
381 dari 971 kematian itu, diikuti oleh “kejadian tersambar benda” sejumlah
80 kasus, sengatan listrik 71 kasus dan "terjepit " sejumlah 50 kasus.
Secara umum peralatan konstruksi dapat digolongkan atas dua golongan yakni
1. peralatan ringan;
2. peralatan berat.
Kedua golongan ini dapat dengan mudah dibedakan baik dari ukuran maupun
bobot peralatan. Namun dalam bab ini, akan lebih ditekankan pada peralatan
berat khusus untuk pekerjaan konstruksi. Beberapa peralatan mungkin akan
digunakan pada kegiatan pertambangan dan industri lain, dan kemungkinan
memiliki prosedur yang serupa. Namun dengan banyaknya pekerjaan
konstruksi yang menggunakan alat berat, sehingga perhatian pada keselamatan
140 Manajemen K3 Konstruksi
dan kesehatan kerja (K3) peralatan konstruksi akan diberikan sesuai sifat
pekerjaan konstruksi yakni membangun struktur atau infrastruktur.
4. Tidak pernah melebihi apa yang dapat dibawa oleh mesin menurut
manual.
5. Semua pekerja harus mengenakan pakaian pelindung yang berwarna
terang dan tanda yang sangat terlihat harus dipasang untuk mencegah
selain pekerja untuk memasuki lokasi.
6. Tidak dibolehkan pernah melupakan satu aturan sederhana: rem
tangan parkir. Mudah dioperasikan dan dapat menyelamatkan nyawa.
Beberapa panduan lain yang lebih rinci disarankan dalam pengoperasian alat
berat pada lokasi konstruksi untuk memastikan produktivitas dan keselamatan
dan kesehatan kerja konstruksi. (Jones, 2017):
9.4.1 Ekskavator
Seperti alat berat umumnya, ekskavator memiliki penyeimbang belakang
untuk menyeimbangkan lengan penggali, terdapat bahaya personel yang
tertindih di antara beban penyeimbang dan objek di lokasi kerja yang tetap.
Bahkan dengan kaca spion yang dipasang dengan benar, operator tidak dapat
melihat personel bekerja di belakang alat berat. Pelatihan keselamatan yang
baik akan membuat operator sadar akan bahaya ini.
146 Manajemen K3 Konstruksi
harus diberi tahu bahwa personel sedang mengerjakan instalasi, dan saklar
pengunci harus diberi tanda.
10.1 Pendahuluan
Dalam kesiagaan dan tanggap darurat perusahaan harus memastikan setiap saat
keadaan darurat. hal - hal yang terjadi bahaya dan risiko kepada manusia yang
tentu sering terjadi di bawah kendali manusia karena faktor kelalaian. Peralatan
keamanan yang tidak ada bahkan tidak cukup mengantisipasi bahaya yang
terjadi misalnya kebakaran dalam gedung, kegagalan konstruksi harus butuh
pengamanan konkret risiko bahaya yang terjadi. dalam upaya mengendalikan
kesiagaan dan sistem tanggap darurat sangat dibutuhkan keseriusan
perusahaan dengan rincian tugas, dan tanggung jawab berdasarkan
kewenangannya, menyampaikan informasi metode penanganan setiap keadaan
darurat.
Memasang informasi tentang keadaan darurat atau rambu rambu, petunjuk
tanda tanda dll., kebutuhan peralatan dan sarana dan prasarana peralatan
tanggap darurat. dan memastikan adanya sistem peringatan dini. terhadap
bahaya. sehingga kondisi inilah pada akhirnya akan berdampak pada
munculnya situasi tidak normal atau dalam keadaan darurat. dalam rangka
meminimalisir kerugian baik material maupun non materi maka diperlukan
152 Manajemen K3 Konstruksi
detektor terdapat asap panas yang mampu mendeteksi secara cepat dan dini,
alarm sistem alarm harus dipasang setiap ruang atau dinding tembok
bangunan. Sprinkler sistem terpasang pada seluruh lantai kecuali toilet dan
tangga darurat. Hidran 4 buah harus ada di depan gedung halaman atau di
samping gedung. gedung pemeriksaan gedung rutin dilakukan enam bulan
sekali. Seperti yang diatur dalam pasal 1 peraturan pemerintah 101/2014
sistem tanggap darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan,
penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat
kejadian kecelakaan.
Prosedur apabila anda melihat keadaan tanda bahaya:
1. Tetap tenang
2. Bunyikan alat tanda alarm
3. Hubungi nomor telepon keadaan darurat
4. Segera hentikan pekerjaan dan tinggalkan gedung ketika diketahui/
atau mendengar tanda bahaya
5. Hindari kepanikan
6. Ikuti instruksi dan bekerja samalah dengan mereka yang bertanggung
jawab atas keadaan darurat
7. Matikan semua peralatan kerja terutama listrik terutama tutup laci
meja
8. Pergi daerah terbuka dan cukup menjauhi dari gedung dan jangan
menghalangi petugas peralatan mereka
9. Jangan masuk kembali ke dalam gedung sampai instruksi dari
petugas atau pihak yang berwenang.
10. Jangan melakukan tindakan yang merugikan petugas darurat di
lapangan
11. Apabila ada barang berharga dalam gedung jangan memasuki gedung
degan nekat
12. Membantu petugas di lapangan memberikan informasi lokasi yang
dianggap membahayakan misalnya titik kebakaran dalam gedung
13. Menciptakan suasana yang tidak panik baik di dalam gedung maupun
diluar gedung. harus dalam keadaan tenang.
14. Menghubungi nomor telepon tanggap darurat yang telah disiapkan
oleh pemerintah.
158 Manajemen K3 Konstruksi
Bab 11
K3 Sistem Pemadam
Kebakaran
11.1 Pendahuluan
Api bisa menjadi teman sekaligus musuh bagi manusia. Dalam keadaan
terkendali, api sangat berguna untuk memberikan kemudahan dan
kenyamanan dalam hidup kita. Namun, jika api tidak dikendalikan, api dapat
menjadi sumber bencana bahkan dapat mengakibatkan kematian. Perjalanan
bencana kebakaran yang akan datang selalu tidak dapat diprediksi dan
diprediksi. Ketika itu tiba, alasannya, luasnya cakupannya, dan dampak yang
ditimbulkannya berada di luar kemampuan manusia. Kebakaran biasanya
menimbulkan berbagai akibat yang merugikan, baik yang berkaitan dengan
kerugian material, aktivitas komersial, kerusakan lingkungan, atau ancaman
terhadap nyawa dan keselamatan. Kejadian kebakaran dapat terjadi kapan saja
dan di mana saja, salah satunya terjadi pada gedung. Kebakaran adalah nyala
api yang berbahaya, yang dapat menyebabkan hilangnya banyak materi dan
nyawa.
Saat ini bangunan bertingkat sangat umum dalam pembangunan, terutama di
perkotaan, baik itu rumah, perkantoran, pusat perbelanjaan maupun tempat
rekreasi. Sebuah gedung bertingkat pasti memiliki jumlah penghuni atau
160 Manajemen K3 Konstruksi
pengguna yang banyak, apalagi jika gedung tersebut juga berfungsi sebagai
ruang publik. Oleh karena itu, pada bangunan bertingkat tinggi di mana
keselamatan jarang dijamin, perlu dilakukan tindakan proteksi kebakaran yang
efektif dan efisien dan mengintegrasikannya ke dalam sistem manajemen
sehingga penerapan dan pembaruannya dapat memenuhi persyaratan yang ada.
Menurut peraturan perundang-undangan, persyaratan keselamatan kerja
ditujukan untuk: memberikan kesempatan atau metode penyelamatan diri jika
terjadi kebakaran atau kejadian berbahaya lainnya (UU No. 1 Tahun 1970,
Pasal 3, Ayat 1). Beberapa kejadian kebakaran di tempat kerja baru-baru ini
telah memakan korban jiwa pekerja. Pekerja yang terjebak tanpa adanya
sarana evakuasi dan jalur evakuasi untuk menyelamatkan diri yang merupakan
salah satu syarat pencegahan kebakaran K3. Rangkaian peristiwa tragis dan
mengkhawatirkan ini harus menjadi perhatian serius, terutama pemerintah,
pengusaha dan serikat pekerja, untuk memastikan agar kejadian serupa tidak
terulang kembali. Kondisi ini merupakan pelanggaran hukum serius yang
dilakukan oleh pengusaha saat memenuhi persyaratan pengelolaan kebakaran
K3, yang harus dihukum.
yang terputus-putus serta suara lainnya, dan akan ada pintu keluar darurat.
Metode evakuasi adalah:
1. Pekerja atau orang di lokasi kebakaran harus menjauh dari sumber
api dan mendekati area di mana tanda titik perakitan berada.
2. Setelah itu, tim akan sampai di meeting point dan membawa semua
orang ke area utama.
2. Ruang pompa
Hidran kebakaran adalah sistem proteksi kebakaran - ruang pompa
atau ruang pompa adalah tempat komponen hidran kebakaran berada.
Seperti pompa hidran kebakaran, panel kontrol, header, port hisap,
tangki tekanan, dan aksesori hidran kebakaran lainnya.
3. Sistem hidran kebakaran
Sistem perpipaan hidran kebakaran terdiri dari beberapa komponen
perpipaan dengan diameter berbeda. Pipa tersebut mendistribusikan
air bertekanan untuk memadamkan api.
4. Pompa hidran kebakaran
Pompa fire hidran adalah pompa yang mengalirkan media air dari fire
hidran ke jaringan. Ada tiga pompa di dalam fire hidran yaitu pompa
listrik, pompa solar dan pompa pacuan kuda.
5. Panel Kontrol
Panel kendali merupakan alat untuk mengontrol dan mengontrol
sistem kerja pompa hidran kebakaran agar dapat bekerja sesuai
fungsinya. Komponen ini dapat mengatur dan menentukan tekanan
pada pompa hidran yang didapat dari sakelar tekanan.
6. Tangki tekanan
Pressure tank merupakan komponen yang fungsinya untuk menjaga
tekanan pompa fire hidran agar tetap stabil dan mengeluarkan udara
yang terperangkap di dalam peralatan.
Sprinkler
Fire sprinkler atau fire sprinkler adalah salah satu komponen dari fire sprinkler
system, ketika terdeteksi kemungkinan adanya kebakaran, maka sistem akan
menyemprotkan air, kemungkinan kebakaran biasa yang terdeteksi melebihi
yang ditentukan Suhu naik. Cara kerja penyiram api sangat sederhana.
Sprinkler adalah titik pembuangan air atau pipa gas bertekanan, dengan
sumbat di ujungnya. Stopper akan menjaga aliran air atau gas dan bertindak
saat suhu sekitar mencapai titik leleh tertentu untuk melepaskan air atau gas.
Steker juga merupakan sensor peka suhu (heat sensitive).
164 Manajemen K3 Konstruksi
Alarm Kebakaran
Alarm kebakaran adalah perangkat yang digunakan untuk mendeteksi
kebakaran di suatu area instalasi. Suara dan lampu indikator digunakan sebagai
sinyal untuk menginformasikan kepada operator / penghuni gedung bila terjadi
kebakaran di ruangan yang telah dipasang sistem alarm kebakaran.
evakuasi cepat dan aman. Seluruh bangunan digunakan untuk semua aspek
fasilitas penyelamatan jiwa untuk pintu keluar, tangga darurat, petunjuk arah
keluar, penerangan darurat dan titik kumpul.
12.1 Pendahuluan
Di Indonesia pemahaman tentang status quo keselamatan dan kesehatan kerja
atau K3 masih sangat kecil dan belum menarik perhatian pelaku usaha,
lembaga dan organisasi. Meskipun salah satu tanggung jawab suatu organisasi
atau perusahaan adalah melaksanakan K3, namun hal ini bertujuan untuk
menumbuhkan budaya kewaspadaan dan antisipasi kecelakaan fatal, serta
untuk mengatasi kemungkinan bencana alam.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bentuk hak asasi
manusia bagi setiap pekerja, di mana setiap pekerja berhak menuntut kondisi
kerja yang lebih baik dan aman karena anggota tubuh, kesehatan dan nyawa
terancam. Oleh karena itu, organisasi atau perusahaan wajib melakukan
sosialisasi, edukasi dan simulasi K3 untuk meningkatkan kesadaran dan
pemahaman karyawannya sebagai perusahaan, instansi atau organisasi tentang
keselamatan dan kenyamanan anggotanya. Pemeriksaan keselamatan kerja
atau pemeriksaan K3 merupakan standar yang digunakan untuk memeriksa
dan mencegah semua faktor yang dapat membahayakan keselamatan jiwa dan
keselamatan jiwa di tempat kerja. Tujuannya adalah menemukan berbagai
sumber bahaya yang mungkin berbahaya dan segera mencari solusi untuk
mengendalikan bahaya tersebut. Kedepannya, hasil pemeriksaan harus dicatat
174 Manajemen K3 Konstruksi
12.3 Gladi/Simulasi
Menurut Sahab (1997), inspeksi tempat kerja bertujuan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja, mengevaluasi
tingkat risiko terhadap tenaga kerja serta mengendalikan sampai tingkat yang
aman bagi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Inspeksi tidak ditujukan
untuk mencari kesalahan orang, melainkan untuk menemukan dan
menentukan lokasi bahaya potensial yang dapat mengakibatkan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Pada dasarnya melakukan inspeksi tidak untuk pencarian fakta dengan
mengkritik, akan tetapi maksud utama inspeksi adalah untuk meyakinkan
apakah semua tata cara sudah dilaksanakan sesuai dengan norma keselamatan.
Adapun tujuan dari inspeksi adalah:
1. Memperlihatkan kelemahan yang berpotensi menimbulkan bahaya,
kerugian, kerusakan dan kecelakaan.
2. Mengidentifikasi kekurangan sarana kerja.
Bab 12 Inspeksi K3 179
berharap para pekerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman tanpa rasa
khawatir sehingga dapat bekerja secara maksimal.
Tim inspeksi K3 adalah pihak yang telah familier terhadap pekerjaan, tugas,
dan area kerja. Dalam hal ini, adapun kriteria untuk memilih tim inspeksi K3
ialah mengetahui tentang prosedur pelaksanaan K3, termasuk telah menguasai
aturan hukum terkait K3, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun
perusahaan di mana ia bekerja. Secara umum, inspeksi K3 biasanya dilakukan
oleh supervisor, perwakilan departemen K3, manajer, pekerja yang kompeten,
maupun pihak ketiga dari luar perusahaan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 adalah suatu rencana kebijakan
yang digunakan baik oleh pemerintah maupun peserta komersial untuk
mencegah risiko kecelakaan kerja, dan hasil akhir dari prosedur ini tentunya
dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja di masa mendatang. Adanya
edukasi, sosialisasi dan simulasi K3 dinilai penting, karena penerapan prosedur
K3 di perusahaan atau lembaga itu sendiri merupakan salah satu syarat untuk
Bab 12 Inspeksi K3 183
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jembatan/article/download/5296/pd
f
Elvahra, Z. (2007) ‘Analisa Standar Manajemen Penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Rumah Sakit’, Journal of Chemical Information and
Modeling, 2(1), pp. 1–12.
Encyclopedia of Occupational Health and Safety. ILO
https://simantu.pu.go.id/epel/edok/dc539_Bahan_Tayang_K3_Pemakaia
n_Tangga___Perancah_SIO.pdf
Erizal, (2015), ”Menerapkan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)”,
Departemen Teknik Sipil Dan Lingkungan, IPB, Bogor
Ervianto, Wulfram I. (2005). Manajemen Proyek Konstruksi, Edisi Revisi,
ANDI. Yogyakarta.
Fathoni, Muhammad Iqbal (2008). Hubungan Antara Persepsi Karyawan
Terhadap Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Kepuasan
Kerja Karyawan. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ferris Stephen P. (2009) An International Analysis of Dividend Payment
Behavior United States Hidayat, Muhammad 2012 Faktor - Faktor
Penentu Kesuksesan (critical success factors) Pada Kerjasama Pemerintah
dan Swasta Bidang Infrastruktur di Indonesia. Makalah Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ghozali Imam, (2014), Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 22.0
Update Bayesian SEM Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Hasibuan, A. et al. (2020) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 1st edn.
Medan: Yayasan Kita Manulis.
Health and Safety Excecutive publication. (2001). A Guide to Measuring Health
& Safety Performance. UK.
Henrianto, Masiku. (2020). Analisis Pengaruh Kinerja Proaktif Terhadap
Pengukuran Penerapamn K3. Universitas Hasanuddin; Makassar,
Indonesia
Holt, J.A.St. (2005). Principles of Construction Safety. Blackwell Publishing
company. Garsington, UK.
Daftar Pustaka 189
implementation/sistem-manajemen-terintegrasi-mutu-k3-dan-
lingkungan-berdasarkan-iso-9001-iso-45001-dan-iso-14001.html.
Soputan, G. E. M. and Bonny F. Sompie, R. J. M. M. (2014) ‘Manajemen Risiko
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) (Study Kasus Pada
Pembangunan Gedung Sma Eben Haezar)’, Jurnal Ilmiah Media
Engineering, 4(4), pp. 229–238.
Suma’mur PK, (1996). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta
: CV Haji Masagung.
Suma’mur. P. K, (1996). Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta:
PT. Toko Gunung Agung.
Suma’mur. P. K, (1996). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.
Jakarta: CV Haji Masagung.
surabaya.proxsisgroup.com (2020) Kenali 11 Jenis Alat Pelindung-Diri APD.
Available at: https://surabaya.proxsisgroup.com/kenali-11-jenis-alat-
pelindung-diri-apd/.
Synergi (2017) Pengenalan Metode Identifikasi Bahaya, Website. Available at:
https://www.synergysolusi.com/berita/berita-k3/pengenalan-metode-
identifikasi-bahaya.html (Accessed: 4 April 2021).
Syukri Sahab, (1997). Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta : Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja.
Tarwaka, (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja ”Manajemen dan
Implimentasi K3 di Tempat Kerja”. Surakarta : Harapan Press.
Tarwaka, PGDIP. Sc, M. Erg. (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Surakarta: Harapan Press.
U.S.Department of Energy. (1995). How to Measure Performance A Hanbook
of Techniques and Tools. USA.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 “Ketenagakerjaan”.
Undang-Undang No.1 (1970) Keselamatan Kerja.
Undang-Undang RI No. 2 (2017) Jasa Konstruksi. Jakarta, Indonesia.
Vivian, A. (2020) Tower Crane – Pengertian, Jenis, Bagian, Cara Kerja,
https://wira.co.id/tower-crane/. Available at: https://wira.co.id/tower-
crane/ (Accessed: 5 April 2020).
194 Manajemen K3 Konstruksi
Penulis sangat tertarik tentang penelitian mengenai Kuat Lentur Beton Pasca
Retak Dengan Pemanfaatan Material FRP Sebagai Perkuatan Eksternal. Penulis
telah menulis beberapa jurnal nasional terakreditasi Sinta dan pada prosiding
internasional. email: klanmulyasetiawan@gmail.com dan
asrimulya@unifa.ac.id. HP/wa: 08114106226