Anda di halaman 1dari 320

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323616772

PENGELOLAAN AIR TANAH

Book · March 2018

CITATIONS READS

0 21,782

1 author:

Darwis Panguriseng
Universitas Muhammadiyah Makassar
75 PUBLICATIONS   33 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Author’s Purpose Performance Task View project

All content following this page was uploaded by Darwis Panguriseng on 07 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGELOLAAN
AIR TANAH
Disusun Oleh :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.

Air berharga, pembentuk kehidupan Bumi...Jangan biarkan jadi Langka...


Kita generasi berhak selamatkan Air... Hindari jadi generasi penghancur...
Kehancuran lingkungan, memberi punah kehidupan.........
Air & Bumi ---- Demi Masa Depan

Pengelolaan Air Tanah| i


PENGELOLAAN AIR TANAH
Penulis : Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.
Editor : Abdul Kodir
Lyout : Zulhajji
Cover : Darwis
Copy Right : 2018©Darwis

Diterbitkan Pertama Kali Oleh : Pena Indis


Bekerjasama dengan Pustaka AQ
Nyutran MG II 14020 Yogyakarta
Pustaka.aq@gmail.com
FB-Pustaka AQ
HP 0895603733059

ISBN : 978-602-429-103-7
14.21cm= xiv+305 halaman
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam
bentukdan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun
elektronik, termasuk fotocopy, scan, rekaman, dan lain-lain tanpa izin
tertulis dari penulis.

Cetakan Pertama, Maret 2018

Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang


Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
(satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

ii|Pengelolaan Air Tanah


PRAKATA
Cadangan air tanah merupakan anugerah yang diberikan
Allah SWT kepada makhlukNya terutama manusia, yang
diturunkan dari langit lalu disimpan dalam reservoir yang dijamin
Allah SWT sangat baik dan higienis, sebagaimana firmanNya :

‫ال َف ِماا َف اًءا َفَف ْل َف ْلْنَف ُكا ُك وُكا َف َف اَفْلْنُك ْل ااَف ُكاِم َف ِماِم َفا‬
‫َفَفْلْنَفاْلَف ا ِم َف ا َّس‬
“Dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu
dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.” [QS. Al-Hijr : 22]
Air yang tersimpan di dalam perut bumi ratusan bahkan
ribuan tahun, tetapi tidak mengalami kerusakan (kecuali setelah
diganggu oleh manusia). Berbeda dengan air yang disimpan
manusia alam wadah (reservoir) artificial, sangat mudah
mengalami kerusakan sekalipun wadah tersebut terbuat dari
bahan stainless steel sekalipun.
Allah SWT telah menata sedemikian rupa penggunaan air
di Bumi, sebagaimana firmanNya :

‫اُثَّسا‬ ‫ال َف ِماا َف اًءا َف َفللَف َفك ُكايْنَفَف بِم َفع ِماِفا ْلْل ْلَفر ِم‬
‫ض ُك‬ ‫َفنا الَّس َفاَفْلْنَف َفلا ِم َف ا َّس‬ ‫َفَلْلاتَفْنَفرا َّس‬
‫َف‬
‫احطَف ًء اإِم َّسنا‬‫اَي َفعلُك ُك ُك‬
‫اُثَّس َفْل‬
‫ص َففًّر ُك‬ ‫اُمْلَفلِم ًءف اَفاْل َف ُكُك ُك‬
‫اُثَّسايَفِمه ُكجا َفْنَفْنَفروُكا ُك ْل‬ ‫ِمجابِمِم َفااْلر ًءع ُك‬
‫ُكُيْلر ُك‬
‫ِمِفا َفاِم َف ااَف ِم ْلاَفر ِماْلُك ِموا ْلْلَفاْلَف ِما‬
‫ا‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-
sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu
tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia
menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan,

Pengelolaan Air Tanah| iii


kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai, sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal.” [Az-Zumar: 21].
Ketersediaan air di dalam perut bumi dapat tetap terjaga
karena adanya hujan. Hujan dapat tercipta karena adanya suatu
mekanisme alam yang berlangsung secara terus menerus dalam
satu siklus. Perputaran ujud air di planet Bumi dikenal dengan
nama Siklus Hidrologi, yang merupakan salah satu dari 6 jenis
siklus biogeokimia yang berlangsung secara simultan di planet
Bumi ini, sebagaimana diketahui bahwa selain Siklus Hidrologi juga
terjadi siklus biogeokimia lainnya, yakni ; (1) Siklus Oksigen, (2)
Siklus Karbon, (3) Siklus Nitrogen, (4) Siklus Fosfor, dan (5) Siklus
Sulfur (Belerang).
Air tanah adalah air yang eksistensinya berada pada lapisan
di bawah permukaan tanah. Kedalaman letak air tanah tidak sama
pada setiap tempat, karena kedalaman air tanah sangat
tergantung pada jenis tanah permukaan dan kedudukan lapisan
tanah yang menyimpan air tanah tersebut. Permukaan yang
merupakan bagian atas dari tubuh air itu disebut muka air tanah
atau permukaan freatik. Kedalaman air yang terdapat pada sumur-
sumur yang digali merupakan cerminan kedalaman air tanah pada
suatu tempat.
Air tanah berasal dari air hujan, laut, atau magma. Air
tanah yang berasal dari air hujan (air meteorit) disebut air tua atau
vados water. Air tanah yang berasal dari air meteorit mengandung
air berat (H3) atau tritium. Tritium ialah suatu unsur yang
terbentuk pada atmosfer, dan turun bersama-sama dengan air
hujan dan masuk ke dalam lapisan tanah. Sedangkan air tanah
yang berasal dari laut mudah terbentuk di daerah pantai dan
biasanya air tanah ini asin. Air tanah yang berasal dari intrusi
magma disebut air juvenil, dan belum mengalami siklus hidrologi.
iv|Pengelolaan Air Tanah
Air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada zone
kejenuhan dari kulit bumi yang dalam. Air tanah juvenil belum
tentu berbentuk air tetapi dapat berbentuk hidrogen (H) dan
oksigen (O2), yang ketika muncul ke permukaan tanah biasanya
berupa air panas (gayser).
Pemahaman tentang air tanah sangat diperlukan bukan
hanya oleh para engineer tetapi juga bagi para pemakai dan yang
berkepentingan terhadap air tanah. Beberapa aspek yang perlu
dipahami tentang air tanah, antara lain ; eksistensi, pembentukan,
pemanfaatan, dan pemeliharaan air tanah. Untuk itu maka oleh
penulis buku ini menyajikan beberapa materi yang menunjang
pembaca dapat memahami hal-hal tersebut. Buku ini diberi judul
PENGETAHUAN AIR TANAH, YANG terdiri atas 8 Bab, yaitu :
Pengertian Air Tanah, Siklus Hidrologi, Proses Terbentuknya Air
Tanah, Cekungan Air Tanah (CAT), Akuifer dan Jenis Akuifer,
Pemanfaatan Air Tanah, Pencemaran dan Kerusakan Air Tanah,
dan Pengelolaan Air Tanah.
Di akhir waktu penulisan buku ini, penulis sempat tertekun
mengingat pesan para sesepuh bahwa “suatu saat air akan
menjadi kebutuhan yang sangat sulit didapatkan oleh umat
manusia”. Pesan empiris tersebut sempat penulis abaikan saat
baru belajar dasar-dasar hidrologi yang menguraikan tentang
siklus hidrologi, bahwa volume air di planet bumi cenderung tetap,
yang terjadi hanya berupa sirkulasi eksistensi air dari air
permukaan yang menguap dan berkondensasi menjadi air
meteorit, lalu turun menjadi hujan yang sebagian kembali menjadi
air permukaan dan sebagian berinfiltrasi menjadi air tanah yang
pada akhirnya muncul menjadi air permukaan di sungai, danau,
dan di laut, untuk kemudian berproses lagi menjadi uap dan air
meteorit, dan seterusnya. Namun ketika penulis mendalami
proses pembentukan air tanah melalui proses infiltrasi yang

Pengelolaan Air Tanah| v


dipengaruhi berbagai variabel, semakin jelas bahwa gambarannya
penyebab krisis air yang diprediksi empiris (diramalkan) oleh para
tetua dari dahulu, adalah pergeseran keseimbangan dari eksistensi
air dalam siklus hidrologi. Penurunan kapasitas infiltrasi
permukaan tanah baik akibat penurunan kuantitas dan kualitas
vegetasi maupun akibat pengunaan pupuk dan pestisida yang
berlebihan, akan mengurangi volume air tanah sekaligus
meningkatkan volume limpasan (banjir) yang mengalir pada
sungai, yang secara otomatically akan menggeser volume air lebih
besar ke laut (air asin). Demikian pula ekstraksi air tanah akibat
pemompaan air tanah di permukiman/pertanian pada wilayah
pesisir pantai, akan berakibat intrusi air laut ke daratan, dan akan
membuat air tanah di area pesisir tidak memungkinkan lagi
dimanfaatkan secara langsung. Fenomena alam dan gaya hidup
masyarakat modern sekarang ini perlu dipahami, agar
menimbulkan kesadaran untuk membuat semua masyarakat
berpartisipasi dalam mengelola (menggunakan dan memelihara)
air tanah secara arif dan bijaksana, dengan suatu budaya
bersahabat dengan lingkungan, yang dikenal dengan istilah
ecofrendly.

ٍ ‫اعلَفىا َف َفه‬
‫اا‬ ‫ال َف ِماا َف اًءابِمَف َفد ٍرا َفَف ْل َفكَّس وُك ِماِفا ْلْل ْلَفر ِم‬
‫ضا َف إِمَّس َف‬ ‫َف َفْلْنَفاْلَف ا ِم َف ا َّس‬
‫بِمِمااَفَف ِما ُكر َفان‬
“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu
Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa menghilangkannya.” [Al-Mu’minun: 18].

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak


terhingga kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan
masukan, dorongan, dan bantuan kepada penulis sehingga tulisan

vi|Pengelolaan Air Tanah


ini dapat disaji seperti apa yang ada di tangan pembaca sekarang.
Terutama kepada istri dan anak-anak penulis, yang telah dengan
tulus dan ikhlas mendorong penulis untuk berkonsentrasi dalam
menulis, sekalipun mereka kehilangan banyak waktu
bercengkerama dengan suami dan ayah mereka. Penulis amat
sangat menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan.
Sehingga masukan, saran, bahkan kritik sekalipun akan disambut
hangat dengan tangan terbuka, sembari menghaturkan beribu
terima kasih kepada semua pihak yang berkenan memberikan
masukan, saran ataupun kritik atas semua aspek yang ada di
dalam buku ini.
Makassar, Oktober 2017
Penulis,

Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.

Pengelolaan Air Tanah| vii


DAFTAR ISI
Prakata ....................................................................................... iii
Daftar Isi ...................................................................................viii
Daftar Tabel .................................................................................xi
Daftar Gambar ............................................................................xii

BAB I PENGERTIAN AIR TANAH .............................................. 1


1.1. Definisi Air Tanah ......................................................... 2
1.2. Jenis dan Eksistensi Air Tanah ....................................... 5
1.3. Potensi Sumberdaya Air ............................................... 9
1.4. Permasalahan Air Tanah ............................................. 17

BAB II SIKLUS HIDROLOGI ..................................................... 29


2.1. Siklus Biogeokimia ...................................................... 30
2.2. Pengertian Siklus Hidrologi ......................................... 39
2.3. Tahapan Siklus Hidrologi ............................................ 41
2.4. Jenis-jenis Siklus Hidrologi .......................................... 46
2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Hidrologi .............. 48
2.6. Uraian Tentang Siklus Hidrologi dalam Al Qur’an ........ 50

BAB III PROSES PEMBENTUKAN AIR TANAH ......................... 55


3.1. Air Hujan (Rainfall) ..................................................... 56
3.2. Air Tanah dan Proses Pembentukannya ...................... 57
3.3. Mekanisme Infiltrasi dan Perkolasi .............................. 66
3.4. Kualitas Air Tanah ....................................................... 74

BAB IV CEKUNGAN AIR TANAH ............................................. 78


4.1. Pengertian Cekungan Air Tanah (CAT) ........................ 79
4.2. Daerah CAT dan Non-CAT ........................................... 81

viii|Pengelolaan Air Tanah


4.3. Komponen Daerah CAT dan Non-CAT ......................... 83
4.4. Karaktersitik Hidrologi Daerah CAT ............................. 85
4.5. Karaktersitik Hidrologi Daerah Non-CAT ...................... 90
4.6. Sebaran Daerah CAT dan Non-CAT di Indonesia .......... 95

BAB V AKUIFER DAN KARAKTERSITIK AKUIFER .................... 99


5.1. Jenis Formasi Batuan pada Akuifer ........................... 100
5.2. Pengertian Akuifer .................................................... 103
5.3. Tipe dan Jenis Akuifer ............................................... 104
5.4. Litologi, Stratigrafi dan Geomorpologi Akuifer........... 111
5.5. Parameter Akuifer ..................................................... 116
5.6. Uji Pemompaan Untuk Medapatkan Parameter
Akuifer ...................................................................... 119
5.7. Mekanisme Pergerakan Air dalam Akuifer ................ 134
5.8. Akuifer Artesis .......................................................... 146

BAB VI PEMANFAATAN AIR TANAH ..................................... 150


6.1. Landasan Filosofis Pemanfaatan Air Tanah ............... 151
6.2. Landasan Sosiologis Pemanfaatan Air Tanah ............ 153
6.3. Landasan Etika dan Moral Pemanfaatan Air Tanah ... 156
6.4. Landasan Yuridis Pemanfaatan Air Tanah ................. 169
6.5. Perbedaan Pemenuhan Keperluan dan Kepentingan
dalam Pemanfaatan Air Tanah .................................. 173
6.6. Konsep pemanfaatan air tanah secara terpadu dan
berkelanjutan ............................................................ 179

BAB VII KONTAMINASI, PENCEMARAN DAN KERUSAKAN


AIR TANAH ............................................................... 184
7.1. Pendahuluan ............................................................. 185

Pengelolaan Air Tanah| ix


7.1.1. Pengertian Kontaminasi dan Pencemaran Air
Tanah ............................................................ 185
7.1.2. Bahaya Air Tanah Yang Terkontaminasi ......... 186
7.1.3. Sumber Kontaminasi Pada Air Tanah ............. 190
7.2. Konsep Keseimbangan Alam ..................................... 195
7.3. Daya Dukung, Daya Tampung, Dan Daya Lenting
Lingkungan ................................................................ 197
7.4. Degradasi Air Tanah, Jenis dan Bentuknya ................ 203
7.5. Penyebab Degradasi Air Tanah .................................. 207
7.6. Dampak Degradasi Air Tanah .................................... 211
7.7. Penanggulangan Kerusakan Air Tanah ....................... 216

BAB VIII MANAJEMEN AIR TANAH TERPADU DAN


BERKELANJUTAN ..................................................... 223
8.1. Pengertian Manajemen Air Tanah ............................ 224
8.2. Tujuan dan Sasaran Manajemen Air Tanah ............... 230
8.3. Kebijakan Dalam Manajemen Air Tanah ................... 235
8.4. Neraca Air Tanah ...................................................... 241
8.5. Pendayagunaan dan Pengusahaan Air Tanah ............ 251
8.6. Manajemen air tanah secara terpadu dan
berkelanjutan ............................................................ 254
8.7. Konservasi Air Tanah ................................................. 271

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 284


INDEX ....................................................................................... 299
GLOSERIUM .............................................................................. 303

x|Pengelolaan Air Tanah


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Prakiraan volume air yang ada di Bumi .................... 11


Tabel 1.2. Volume Sungai & Kondisi Hidrologis Sungai (2006) .. 14

Pengelolaan Air Tanah| xi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Komposisi Sumberdaya Air di Bumi ..................... 8


Gambar 1.2. Peta Penurunan Muka Tanah Daerah Semarang .. 22
Gambar 1.3. Proses Terjadinya Intrusi Air Laut ........................ 24
Gambar 1.4. Proses pembentukan Sinkhole............................. 27
Gambar 2.1. Siklus Karbon ........................................................ 31
Gambar 2.2. Siklus Nitrogen .................................................... 32
Gambar 2.3. Siklus Sulfur ......................................................... 36
Gambar 2.4. Siklus Oksigen...................................................... 38
Gambar 2.5. Siklus Hidrologi .................................................... 40
Gambar 2.6. Siklus Hidrologi Pendek (Short Cycle) ................... 46
Gambar 2.7. Siklus Hidrologi Sedang (Medium Cycle) .............. 47
Gambar 2.8. Siklus Hidrologi Panjang (Long Cycle) ................... 48
Gambar 3.1. Pola Genangan Air Permukaan ............................ 69
Gambar 3.2. Kurva Kapasitas Infiltrasi ..................................... 74
Gambar 4.1. Profil Daerah CAT (Sholichin, 2015) ..................... 83
Gambar 4.2. Profil Daerah CAT (Kodoatie dan Sjarief, 2010) .... 84
Gambar 4.3. Siklus Hidrologi Daerah CAT (Sholichin, 2015) ...... 85
Gambar 4.4. Profil & Siklus Hidrologi Daerah CAT (Sholichin)... 85
Gambar 4.5. Proses Pengimbuhan (Kodoatie dan Sjarief, 2010) 88
Gambar 4.6. Tampungan & Siklus Hidrologi pada Daerah CAT
(Sholichin, 2015) .................................................. 89
Gambar 4.7. Siklus Hidrologi Daerah Non-CAT
(Sholichin, 2015) ................................................. 90
Gambar 4.8. Profil & Siklus Hidrologi Daerah Non-CAT
(Sholichin, 2015) .................................................. 91
Gambar 4.9. Aliran Air pada Daerah Non-CAT (Kodoatie dan
Sjarief, 2010) ....................................................... 93
Gambar 4.10. Tampungan & Siklus Hidrologi pada Daerah
Non-CAT (Sholichin, 2015) ................................... 94
xii|Pengelolaan Air Tanah
Gambar 4.11. PetaSebaran Wilayah CAT& Non-CAT di Indonesia 96
Gambar 4.12. PetaSebaran CAT&Non-CAT Pulau Jawa ............... 96
Gambar 4.13. PetaSebaran CAT&Non-CAT Pulau Sumatera ....... 97
Gambar 4.14. PetaSebaran CAT&Non-CAT Pulau Kalimantan ..... 97
Gambar 4.15. PetaSebaran CAT&Non-CAT Pulau Sulawesi ........ 97
Gambar 4.16. PetaSebaran CAT&Non-CAT Pulau Papua ........... 97
Gambar 4.17. PetaSebaran CAT&Non-CAT Maluku Utara .......... 98
Gambar 4.18. PetaSebaran CAT&Non-CAT Kep. Maluku ............ 98
Gambar 4.19. PetaSebaran CAT&Non-CAT Bali & Sumbawa ...... 98
Gambar 4.20. PetaSebaran CAT&Non-CAT NTT ......................... 98
Gambar 5.1. Profil Akuifer Tertekan (Puradimaja, 2015) ........ 108
Gambar 5.2. Profil Akuifer Bebas (Puradimaja, 2015) ............. 108
Gambar 5.3. Profil Akuifer Bocor (Puradimaja, 2015) ............. 109
Gambar 5.4. Profil Akuifer Homogen Isotropik & Anisotropik . 109
Gambar 5.5. Profil Akuifer Heterogen Anisotropik .................. 110
Gambar 5.6. Terminologi Sumur Pompa (Kumar, 2010) ......... 120
Gambar 5.7. Diferensiasi muka air tanah pada uji
pemompaan ....................................................... 121
Gambar 5.8. Steady Radial Confined Flow (Kumar, 2010) ....... 123
Gambar 5.9. Steady Radial Unconfined Flow (Kumar, 2010) ... 124
Gambar 5.10. Unsteady Radial Unconfined Flow (Kumar, 2010) 126
Gambar 5.11. Kurva W(u) versus 1/u (Kumar, 2010) ................ 127
Gambar 5.12. Kurva Log-t versus Log-s (Kumar, 2010) ............ 127
Gambar 5.13. Ploting Log-t versus Log-s (Kumar, 2010) .......... 128
Gambar 5.14. Pumping Test Akuifer Bebas (Allen et al. 2001) ... 131
Gambar 5.15. Elemen Media Berpori (Freeze & Cherry, 1979) .. 140
Gambar 5.16. Susunan Lapisan geologisAkuifer Artesis (F.Gies&J.
Gies, 1995) ........................................................ 147
Gambar 5.17. Skema Sumur Artesis (F.Gies&J. Gies, 1995) ....... 148
Gambar 5.18. Sumur Artesis di Southern Georgia .................... 149

Pengelolaan Air Tanah| xiii


Gambar 7.1. Illustrasi Proses Kontaminasi Air Tanah .............. 193
Gambar 7.2. Skema Membangun Daya Lenting dalam SES ...... 201
Gambar 8.1. Keseimbangan Tiga Pilar Pengelolaan Air Tanah
Terpadu &Berkelanjutan .................................... 227

xiv|Pengelolaan Air Tanah


BAB –I
PENGERTIAN AIR TANAH

Pengelolaan Air Tanah| 1


1.1. Definisi Air Tanah

Secara umum air tanah diartikan sebagai air yang berada


dan berasal dari lapisan tanah, baik air yang berada pada lapisan
tanah tak jenuh maupun air yang berada pada lapisan tanah
jenuh. Air yang berada pada lapisan tanah tak jenuh (soil water),
akan menunjang kehidupan vegetasi di permukaan.Sedangkan air
yang berada pada lapisan tanah jenuh (groundwater), menjadi
deposit air di dalam lapisan tanah, yang bisa keluar melalui mata
air (artesis), atau tinggal dalam lapisan tanah sebagai air fosil
(fossil water). Disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk
dunia, telah membuat kebutuhan manusia terhadap air terus
meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan air bersih, air
industri, maupun untuk memenuhi kebutuhan air pertanian. Hal
inilahyang membuat manusia terus berambisi, mengambil air fosil
dengan menggunakan berbagai teknologi untuk memenuhi semua
kebutuhannya.
Pengertian air tanah telah banyak dikemukakan oleh para
ahli, dan mereka mendefinisikan sesuai dengan pandangan dan
bidang ilmunya masing-masing. Beberapa pengertian tentang air
tanah, antara lain :
1) Menurut Bouwer (2002) ; air tanah adalah air yang terdapat
di bawah permukaan bumi dalam ruang pori tanah dan di
rekahan formasi batuan.
2) Scanlon (2002) ; air tanah adalah air yang
tersimpan/terperangkap di dalam lapisan batuan yang
mengalami pengisian/penambahan secara terus menerus
oleh alam.
3) Llamas & Santos (2005) ;air tanah adalah air yang ditemukan
di ruang antara partikel tanah dan retakan pada batuan
bawah tanah yang terletak di zona jenuh.

2|Pengelolaan Air Tanah


4) Herlambang (2005) ; air tanah adalah air yang bergerak di
dalam tanah yang terdapat dalam ruang antar butir-butir
tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung
membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer.
5) Danaryanto et al. (2007) ; air tanah adalah semua air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah, termasuk mata air (artesis).
6) Kumar (2007) ;air tanah adalah air di bawah permukaan
tanah yang sebagian besar berasal dari air permukaan yang
telah merembes ke bawah.
Semua terminologi di atas dirumuskan sesuai dengan latar
belakang dan lingkup kajian yang dilakukan oleh pihak yang
mendefinisikannya, dan tidak perlu dipertentangkan satu dengan
yang lainnya.
Selain definisi di atas, secara yuridis formal pemerintah juga
telah mendefinisikan istilah air tanah, dalam berbagai regulasi
yang pernah diberlakukan dan/atau masih berlaku di wilayah
NKRI. Terminologi yuridis tentang air tanah, adalah “air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan
tanah”. Definisi air tanah seperti ini telah dimuat dalam UU No. 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan di dalam PP N0.43
tahun 2008 tentang Air Tanah. Namun kedua regulasi tersebut
telah dibatalkan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No.
85/PUU-XII/2013, tentang Pembatalan UU No. 7 tahun 2004
tentang Sumber Daya Air. Akan tetapi definisi yuridis di atas,
masih dapat menjadi rujukan karena termonologi yang sama juga
termuat di dalam regulasi yang masih berlaku, yakni dalam
Permen ESDM No.15/2012 tentang Penghematan Penggunaan Air
Tanah.

Pengelolaan Air Tanah| 3


Merujuk pada pengertian air tanah yang secara yuridis telah
dirumuskan dalam berbagai regulasi di Indonesia, terlihat tidak
ada pemisahan makna antara soil water dengan groundwater.
Kedua istilahitu diterjemahkan sebagai “air tanah”, karena
keduanya berada di bawah permukaan tanah (sesuai termonologi
regulasi). Pelingkupan yang global semacam ini, dapat
menimbulkan masalah dalam implementasi regulasi di kemudian
hari. Ketika teknologi eksploitasi air tanah telah berkembang
pesat, dan ekstraksi air tanah (soil water) yang berada pada
lapisan vadose zone dapat diisap dari permukaan, maka konflik
kepentingan akan terjadi, antara yang butuh air tanaman dengan
butuh air minum. Yang mengekstraksi soil water menjadi air
minum dibolehkan, dan dijamin regulasi. Di sisi lain, tanaman atau
tumbuhan secara sunnatullah, mempunyai hak hidup dengan
menggunakan air dalam pori tanah yang berada pada lapisan
vadose zone tersebut, yang bisa diisap dengan tekanan kapiler
yang dimiliki tanaman. Konflik semacam ini sangat besar
kemungkinan terjadi pada wilayah yang tidak memiliki lapisan
tanah jenuh air (groundwater).
Untuk menghindarkan potensi konflik kepentingan pada
masa mendatang, serta bermaksud untuk membuat terminologi
yang tegas, maka penulis mengemukakan terminologi atas kedua
istilah tersebut sebagai berikut :
Air tanah (soil water) ; adalah air di bawah permukaan tanah
yang terdapat dalam pori-pori dan partikel tanah dan atau
batuan, yang berada pada lapisan tanah tidak jenuh (vadose
zone).
Air tanah dasar (groundwater) ; adalah air yang terdapat pada
ruang antara partikel tanah dan rekahan batuan di bawah

4|Pengelolaan Air Tanah


permukaan tanah, yang terletak pada lapisan tanah jenuh
(saturated zone).
Air tanah dasar merupakan kandungan air di dalam lapisan
tanah jenuh, baik berupa air tanah dangkal maupun air tanah
dalam.

1.2. Jenis dan Eksistensi Air Tanah

Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang


volume dan eksistensinya terbatas, serta kerusakannya dapat
mengakibatkan dampak yang luas, dan upaya pemulihannya sulit
dan mahal untuk dilakukan. Untuk itu maka sebelum dilakukan
eksploitasi terhadap cadangan air tanah, harus dipahami terlebih
dahulu jenis dan karakteristik dari pada air tanah yang akan
dieksploitasi.
Ada beberapa jenis air tanah, yang pengklasifikasiannya
berdasarkan letak dan kondisinya di dalam lapisan tanah. Jenis-
jenis air tanah (Herlambang, 2005) dapat dibedakan atas :
1) Air Tanah Freatis, merupakan air tanah dangkal, yang
terletak di antara air permukaan dan lapisan kedap air
(impermeable layer).
2) Air Tanah Artesis, merupakan air tanah dalam, yang terletak
di antara lapisan akuifer dengan lapisan batuan kedap air
(akuifer terkekang).
3) Air Tanah Meteorit, merupakan air tanah yang berasal dari
proses presipitasi (hujan) dari awan, yang mengalami
kondensasi bercampur debu meteorit.
4) Air Tanah Baru (Juvenil), merupakan air tanah yang
terbentuk dari dalam bumi karena intrusi magma. Air tanah
juvenil biasanya ditemukan dalam bentuk air panas (geyser).

Pengelolaan Air Tanah| 5


5) Air Konat, merupakan air tanah yang terjebak pada lapisan
batuan purba sehingga sering disebut fossil water.
Sedangkan penggolongan air tanah berdasarkan asal
mulanya menurut Told & Dam (1977) dalam Devie (2008), dapat
dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
1) Air Meteorik, yakni air yang berasal dari atmosfir dan
mencapai zona kejenuhan, baik secara langsung (infiltrasi
permukaan tanah & kondensasi uap air), maupun tidak
langsung (perembesan).
2) Air Juvenil, merupakan air baru yang ditambahkan pada zona
kejenuhan dari kerak bumi yang dalam, seperti ; air
magmatik, air gunung api dan air kosmik).
3) Air Diremajakan (rejuvenated), yaitu air yang untuk
sementara waktu telah dikeluarkan dari daur hidrologi oleh
pelapukan, dan sebab-sebab lain, kembali ke daur lagi
dengan proses-proses meta-morfisisme, pemadatan atau
proses-proses yang serupa.
4) Air Konat, adalah air yang dijebak pada beberapa batuan
sedimen atau gunung pada saat asal mulanya. Air tersebut
biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai salinitas
yang lebih tinggi daripada air laut.
Menurut Sosrodarsono (2006), bila ditinjau dari aspek
pengembangan sumber daya air, maka air tanah dapat
diklasifikasikan dalam lima jenis sesuai dengan keadaan dan
kondisi masing-masing air tanah, yakni :
1) Air tanah dataran alluvial ;Volume air tanah dalam dataran
alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran dan permeabilitas
dari akuifer yang terbentuk dalam alluvium dan dilluvium
yang mengendap dalam dataran. Air tanah dataran alluvial

6|Pengelolaan Air Tanah


terbagi atas air susupan (influent water), air tanah di lapisan
yang dalam, dan air tanah sepanjang pantai.
2) Air tanah di dalam kipas detrital ; Endapan kipas detrital
terbagi atas endapan di atas kipas, dan di bagian ujung
bawah kipas. Endapan di atas kipas terdiri atas lapisan pasir
dan kerikil yang tidak terpilih, sedangkan endapan yang
menuju ke arah ujung bawah kipas cendrung di dominasi
oleh lempung.
3) Air tanah di dalam terras dilluvial ;Air tanah dalam terras
dilluvial yang tertutup dengan endapan terras yang agak
tebal ditentukan oleh keadaan bahan dasar dan daerah
pengaliran dari terras. Kondisinya pada lembah terdapat
akuifer yang tebal dan biasanya terdapat mata air pada
batuan dasar yang dangkal, sedangkan jika terras dilluvial
bersambung dengan gunung api dan endapannya juga
bersambung dengan endapan kasar gunung api, maka
pengisian air tanah akan menjadi besar.
4) Air tanah di kaki gunung api ;Kaki gunung api memiliki
topografi dan geografi yang khas maka air tanahnya
mempunyai karakteristik tersendiri. Kaki gunung api yang
tinggi mengakibatkan curah hujan tinggi, fragmen-fragmen
gunung api memiliki ruang-ruang yang banyak sehingga
mudah menyalurkan air tanah serta memiliki mata air di
ujung terras, dan pada dasar aliran lava banyak retakan dan
ruang, maka air tanah dengan mudah melalui dasar
sepanjang lembah tersebut.
5) Air tanah di zone retakan ;Lapisan-lapisan tanah tersier
mempunyai kepadatan yang tinggi, porositas efektif antar
butir tanah adalah kecil. Koefisien permeabilitasnya adalah
berkisar 10-4 sampai 10-6 cm/detik dan tidak berbentuk

Pengelolaan Air Tanah| 7


akuifer. Akan tetapi jika terdapat zone retakan yang
memotong lapisan-lapisan ini, maka di dalamnya terisi air
celah.
Eksistensi air tanah sebagai salah satu elemen di dalam
siklus hidrologi sangat penting, dan tidak kalah penting peranan
air tanah di dalam kehidupan makhluk di muka bumi. Sebagai
gambaran peranan dan fungsi air tanah baik sebagai elemen
dalam siklus hidrologi, maupun sebagai penyanggah kehidupan
makhluk di planet bumi ini, dapat di ilustrasikan dengan diagram
berikut :

Gambar 1.1. Komposisi Sumberdaya Air di Bumi


(Sumber :Groundwater Faundation, 2017)

8|Pengelolaan Air Tanah


Groundwater Foundation (2017) mendiskripsikan bahwa
walaupun planet bumi 70 % permukaannya tertutup oleh air,
namun hanya 1% dari air tersebut yang merupakan air layak
dikonsumsi oleh manusia, dan selebihnya 99% dalam bentuk air
laut yang tidak layakkonsumsi (unusable water). Bagian yang layak
konsumsi (usable water) sebanyak 1 % tersebut, hanya 1 % yang
berada di permukaan bumi dalam wujud air danau sebanyak 0,86
%, air sungai sebanyak 0,02 %, dan air permukaan lainnya
sebanyak 0,02 %. Gambaran ini memperlihatkan betapa
pentingnya peranan air tanah di dalam siklus hidrologi sebagai
akuifer, dan betapa strategisnya fungsi air tanah bagi kehidupan
makhluk hidup (manusia, flora dan fauna) sebagai penopang
kehidupan. Jadi kita semua semestinya dalam mengandalkan air
tanah dalam menopang kehidupan kita, sehingga sangat penting
bagi kita untuk memahami, memelihara dan menggunakan
sumber daya vital ini secara benar.Kita dapat menggambarkan,
ketika air tanah terkontaminasi dengan bahan-bahan beracun,
maka air tanah pun akan berubah fungsi menjadi penyebar racun
ke mana-mana.

1.3. Potensi Sumber Daya Air


Air merupakan unsur utama asal muasal dari segala
macam bentuk kehidupan di planet bumi ini. Dari air bermula
kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang.
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi
sangat penting bagi hidup dan kehidupan seluruh makhluk
hidup, termasuk manusia. Tanpa air, berbagai proses kehidupan
tidak dapat berlangsung, sehingga penyediaan air bakusecara
berurutan untuk kebutuhan domestik, irigasi dan industri
menjadi perhatian dan skala prioritas utama.

Pengelolaan Air Tanah| 9


Pada tahun 2010 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
mendeklarasikan Resolusi Hak Azasi Atas Air, yang menegaskan
bahwa air merupakan hak azasi manusia; artinya bahwa setiap
manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama
terhadap pemakaian air. Sebelumnya konstitusi
Indonesiamenjamin hak masyarakat terhadap penggunaan air,
sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 (pasal
33 ayat-c). Bahkan jauh sebelum manusia menyadari adanya
ketidakadilan akses terhadap sumberdaya air, sehingga merasa
perlu mengatur dalam bentuk Resolusi dan/atau konstitusi,
Allah Yang Maha Pencipta, telah menggariskan keadilan bagi
seluruh makhlukNya di dalam mengakses dan menggunakan
sumberdaya air, sebagaimana firmanNya di dalam Q.S. Al
Waaqiah 68-70 yang artinya ; Maka terangkanlah kepadaKu
tentang air yang kamu minum (68); Kamukah yang
menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? (69);
Kalau Kami berkehendak, niscaya Kami jadikan dia asin, maka
mengapakah kamu tidak bersyukur? (70). Rangkaian ayat di atas
telah menegaskan bahwa air diturunkan oleh Allah untuk
memenuhi kebutuhn seluruh umatNya, sehingga tidak pantas
menjadi komoditas yang dimonopoli oleh pihak tertentu.
Dengan pemahaman arif seperti itulah, maka sangat wajar
ketika pada tangga; 18 Februari 2015, melalui Keputusan No.
85/PUU-XII/2013, Mahkamah Konstitusi RI akhirnya
membatalkan pemberlakukan UU No.7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, yang telah menimbulkan praktik monopoli
oleh pengusaha industri air minum, karena regulasi tersebut
membuka peluang untuk memiliki Hak Guna Usaha Air. Dalam
perkembangan budaya manusia, air secara sangat cepat menjadi

10|Pengelolaan Air Tanah


sumberdaya yang terasa makin langka, dan relatif tidak ada
sumberdaya pengganti.
Eksistensi penyebaran air tanah di Bumi tidak merata dan
volumenya sangat terbatas. Menurut Shiklomanov dan Sokolov
(1983) dalam Davie (2008), bahwa 1,385,984.000 km 3 air di
bumi sebanyak 23.400.000 km3 (1.69%) adalah merupakan air
tanah. Secara terinci prakiraan volume air yang ada di planet
bumi ini diuraikan pada tabel berikut ini :
Table 1.1 Prakiraan volume air yang ada di Bumi
Volume (x103
Komponen Air Persen dari Total
km3)
Air Laut 1.338.000,00 96,54
Glester 24.064,00 1,74
Air Tanah 23.400,00 1,69
Lapis Es (Permafrost) 300,00 0.022
Air Danau 176,00 0.013
Lengas Tanah 16,50 0.001
Air Angkasa 12,90 0,0009
Air Rawa (wetlands) 11,50 0,0008
Air Sungai 2,12 0,00015
Biota/Makhluk Hidup 1,12 0,00008
Total 1.385.984,00 100
Sumber : Shiklomanov dan Sokolov (1983) dalam Davie (2008),

Tabel di atas memperlihatkan bahwa volume air tawar


yang dapat dikonsumsi langsung oleh makhluk hidup di bumi ini
dalam bentuk air sungai, danau, rawa, dan air tanah, hanya
sebanyak 23.589.620 km3. Jika dilihat dalam persentasi air tawar
yang tersedia sebanyak 99,19% adalah merupakan air tanah. Hal
ini menyadarkan kita akan pentingnya peranan air tanah dalam

Pengelolaan Air Tanah| 11


menopang kehidupan makhluk hidup di atas bumi, baik
tumbuhan, binatang, maupun manusia. Untuk itu konservasi air
tanah perlu mendapat perhatian dari umat manusia sebagai satu-
satunya makhluk hidup yang mendapat anugerah berupa akal,
budi, dan amanah sebagai khalifah di atas muka bumi,
sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Qur’an Surah Yunus Ayat
14, “Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka)
di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan
bagaimana kamu berbuat”. Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya
bahwa kata “pengganti-pengganti (mereka)” adalah bermakna
“khalifah (yang mengatur)”, dan karena manusia mendiami muka
bumi silih berganti sehingga amanah untuk mengatur
(memanfaatkan dan memelihara) sumberdaya yang ada di bumi
akan silih berganti pula.
Keterbatasan air bersih di beberapa kawasan, melahirkan
berbagai inovasi teknologi biaya tinggi (high cost technology),
untuk mendapatkan air bersih seperti proses destilasi air laut.
Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap kehidupan
manusia, bahkan air dapat menjadi salah satu factor
penghambat pertumbuhan perekonomian suatu negara.
Schouten (2006) memaparkan beberapa data yang menyajikan
fakta bahwa air sangat penting pernanannya dalam
pembangunan ekonomi, sebagaimana yang digambarkan
tentang hubungan antara intensitas curah hujan dengan
pertumbuhan GDP di dua negara Afrika, yakni Ethopia (1982 –
2000), dan Zimbabwe (1979 – 1993). Gambaran pada kedua
negara tersebut menunjukkan bahwa fluktuasi pertumbuhan
ekonomi, baik di Etiopia maupun di Zimbabwe mempunyai pola
yang sama dengan ketersediaan curah hujan di negara tersebut.

12|Pengelolaan Air Tanah


Indonesia termasuk dalam 10 negara kaya air, namun
dalam pemanfaatannya terdapat permasalahan mendasar yang
masih terjadi. Pertama, adanya musim yang bervariasi dan
ketimpangan ketersediaan sumber air. Pada musim hujan,
beberapa bagian di Indonesia mengalami kelimpahan air yang
luar biasa besar, sehingga berakibat terjadinya banjir dan
kerusakan lain yang ditimbulkannya. Di saat yang lain, pada
musim kering kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana
di beberapa wilayah. Permasalahan mendasar yang kedua
adalah terbatasnya jumlah air yang dapat dieksplorasi dan
dikonsumsi, sedangkanjumlah penduduk Indonesia yang terus
bertambah menyebabkan kebutuhan air baku meningkat secara
drastis. Masalah kualitas air semakin mempersempit alternatif
sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat
(Sameko & Winata, 2016).
Menurut Hartoyo (2010), ketersediaan air di Indonesia
berupa volume hujan dapat mencapai 694 milyar meter kubik
per tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah suatu potensi besar
yang dapat dimanfaatkan, namun faktanya hingga saat ini baru
sekitar 23 persen yang dapat termanfaatkan. Hal ini disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain ; penurunan kapasitas
tampungan sungai akibat kerusakan lingkungan, kondisi
topografi dan ketimpangan spacial wilayah Indonesia, dan lain
sebagainya. Dari angka 23 persen potensi air yang
termanfaatkan di Indonesia, sekitar 20 persen yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bakurumah
tangga (domestik) dan kebutuhan industri, sedangkan 80 persen
lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi.
Dari data Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur
Indonesia (2003), di Indonesia terdapat lebih dari 5.590 sungai

Pengelolaan Air Tanah| 13


yang sebagian besar di antaranya memiliki kapasitas tampung
yang kurang memadai sehingga tidak bisa terhindar dari
bencana alam banjir.Pada umumnya sungai-sungai yang berasal
dari pegunungan mempunyai perbedaan kemiringan (slope)
dasar sungai yang curam antara daerah hulu (upstream), tengah
(middlestream) dan hilir (downstream), sehingga curah hujan
yang tinggi dan erosi di bagian hulu akan menyebabkan jumlah
sedimen yang masuk ke sungai sangat tinggi. Tingginya sedimen
yang masuk akhirnya menimbulkan masalah pendangkalan
sungai terutama di daerah hilir yang relatif lebih landai, sehingga
menimbulkan banjir pada daerah dataran hilir yang rendah.
Sungai-sungai tersebut dikelompokkan menjadi 133 Wilayah
Sungai (WS), yang terdiri dari 13 WS kewenangan kabupaten, 51
WS kewenangan propinsi, dan 69 WS kewenangan pusat yang
berlokasi di lintas propinsi, lintas negara, dan sungai strategis
nasional (Hartoyo, 2010).
Berdasarkan aspek hidrologisnya dan kapasitas sungai di
Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Tabel 1 di
bawah ini:
Tabel 1.2.Volume Sungai dan Kondisi Hidrologis Sungai (2006)
Kondisi
Provinsi/Ind Luas Das Volume
Lokasi Hidrolo
uk Sungai (km2) (106 m3)
gis
Sumatera Utara
Seroja, Labuhan
Barimun 6.781,00 5.606,00 Baik
Batu
Bingei Binjai, Langkat 1.621,30 789,30 Baik
Asahan, Pulau
Asahan 4.669,40 2.355,00 Baik
Rakyat, Pulau Raja
Sumatera Barat
Batang Lima Puluh Kota, 1.421,00 1.705,00 Buruk

14|Pengelolaan Air Tanah


Kuantan Payahkumbuh
Riau
Lubuk Bendahara,
S. Rokan 4.848,00 4.383,,00 Sedang
Kampar
Pantai Cermin, Siak
S. Siak 1.716,00 1.966,,00 Baik
Hulu, Kampar
Batang
Lipat Kain, Kampar 3.431,00 6.017,00 Baik
Kampar
Batang Lbk Ambacang,
7.464,00 6.767,00 Sedang
Kuantan Kuantan
Jambi
Batanghari Batanghari, Jambi 8.704,00 51.091,00 Baik
Sumatera Selatan
S. Rotan,
S. Musi Galumpang, Muara 6.990,00 7.974,300 Baik
Enim
Lampung
Way Buyut Udik,
1.648,00 584,40 Buruk
Seputih Lampung Tengah
Pujo Rahayu,
Way
Gedong Tataan, 1.696,00 1.275,00 Buruk
Sekampung
Lapun Selatan
Jawa Barat
Kartasemaya,
S.Cimanuk 3.305,00 7.195,00 Baik
Indramayu
Jawa Tengah
S. Pemali Brebes, Brebes 1.250,00 1.937,00 Buruk
Bengawan Jebres, Jebres,
3.206,70 2.510,00 Buruk
Solo Surakarta
Kedunguter,
S. Serayu Banyumas, 2.631,30 3.479,00 Sedang
Banyumas
D.I. Yogyakarta
S. Progo Duwet, Kalibawang, 1.712,30 1.205,20 Baik

Pengelolaan Air Tanah| 15


Kulon Progo
Jawa Timur
Bengawan Kartasemaya,
17.300,00 9.056,00 Baik
Solo Indramayu
Banten
Sukasari, Babakan,
S. Cisadane 1.146,00 2.645,00 Buruk
Tangerang
Cidoro Lebak,
S. Ciujung Rangkasbitung, 1.363,90 1.646,00 Buruk
Lebak
Kalimantan Barat
Manggu, Ngabang,
S. Kapuas 3.710,00 9.498,00 Baik
Pontianak
Kalimantan Tengah
Dusun Tengah,
S. Barito 1.531,00 237,80 Buruk
Barito Selatan
S. Kapuas Kapuas, Kapuas 4.741,00 14.766,00 Sedang
S. Kahayan Kurun, Gunung Mas 5.591,00 11.535,00 Baik
S. Katingan Kasongan, Barito 4.741,00 32.732,00 Sedang
Mentaya,
S. Mentaya 4.765,90 8.019,00 Baik
Kotawaringin Timur
S.
Arut, Torawaringin 1.968,00 3.676,00 Buruk
Lamandau
Sulawesi Tengah
S. Palu Palu Selatan, Palu 3.062,00 910,20 Sedang
Sulawesi Selatan
S. Ampana, Sadang,
1.030,00 1,001,00 Sedang
Rongkong Luwu
S. Maddukelleng,
6.437,00 3.583,00 Buruk
Cenranae Sengkang, Wajo
Mong, Mario
S. Walanae 2.680,00 2.095,00 Buruk
Riwawo, Soppeng
Kabere, Cendana,
S. Saddang 5.760,00 2.756,00 Sedang
Enrekang

16|Pengelolaan Air Tanah


Sulawesi Tenggara
Lainea, Konawe
S. Roraya 1.747,00 482,50 Buruk
Selatan
Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup, 2009.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari aspek hidrologis


terutama kapasitas volume sungai, maka kondisi sungai-sungai
induk sangat yang ada di Indonesia cukup bervariasi, dari kondisi
baik, sedang hingga kondisi buruk (kritis). Salah satu cara untuk
meningkatkan ketersediaan dan kemanfaatan potensi
sumberdaya air adalah dengan pembuatan sarana
penampungan air, baik tampungan di permukaan (bendungan,
bendung, embung, dan lain sebagainya), maupun reservoir air di
dalam tanah (akuifer buatan). Pemerintah Indonesia sejak
merdeka telah membangun bendung dan bendungan, yang
hingga saat ini telah mencapai 235 buah. Klasifikasi bendungan
yang ada di Indonesia menurut ketinggian dan volume
tampungannya, dibedakan atas : (a) Bendungan Besar dengan
ketinggian lebih dari atau sama dengan 15 meter dengan
volume lebih besar dari atau sama dengan 100.000 m 3
(sebanyak 100 buah), dan (b) Bendungan sedang dengan
ketinggian kurang dari 15 meter dengan volume lebih besar dari
atau sama dengan 50.000 m3 (sebanyak 135 buah).
(Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur Indonesia, 2003).

1.4. Permasalahan Air Tanah


Permasalahan pada air tanah banyak diakibatkan oleh
kegiatan manusia, yang biasanya dilakukan kurang cermat
sehingga mengakibatkan permasalahan langsung maupun tidak
langsung terhadap eksistensi air tanah. Disamping itu juga
terdapat beberapa kasus yang penyebabnya adalah merupakan

Pengelolaan Air Tanah| 17


fenomena alam, seperti gempa yang mengakibatkan terjadinya
bukaan lapisan tanah, atau perubahan iklim (climate change)
yang menimbulkan kenaikan muka air laut, dan lain sebagainya.
Secara umum beberapa permasalahan penting yang terjadi pada
air tanah, antara lain :
1) Degradasi air tanah (degradation of groundwater). Degrdasi
air tanah dapat berupa menurunkan elevasi muka air tanah
atau juga dapat berupa berkurangnya debit aliran mata air
yang terdapat pada zona pelepasan (dischange) suatu
akuifer yang tertekan (confining aquifer).
2) Hilangnya air tanah (loose of groundwater). Kehilangan air
tanah dapat terjadi pada akuifer bebas (unconfining aquifer)
maupun pada akuifer tertekan (confining aqiufer). Namun
yang paling sering terjadi adalah kehilangan air pada akuifer
tertekan, akibat kerusakan daerah pengimbuhan (rechange
area) yang disebabkan oleh berbagai bentuk kegiatan
manusia. Hal ini ditandai dengan hilangnya mata air
(springs) yang terdapat pada daerah pelepasan air
(dischange area).
3) Peningkatan salinitas air tanah akibat intrusi air laut. Kadar
garam di dalam air tanah dapat meningkat akibat berbagai
pemicunya, yang menyebabkan air tanah tidak dapat
dimanfaatkan, terutama untuk kebutuhan manusia,
tumbuhan maupun binatang tertentu.
4) Pencemaran air tanah akibat infiltrasi limbah cair industri,
maupun imbah padat yang terlarutkan oleh air permukaan.
Air tanah yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri
yang tidak mampu dinetralisir oleh alam, akan menjadi air
tercemar yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Bahkan tidak jarang

18|Pengelolaan Air Tanah


dari akibat air tanah yang tercemar akan menimbulkan
permasalahan pada lingkungan alam secara umum, baik
terhadap kemanfaatan air tanah itu sendiri, kelangsungan
makhluk hidup di atasnya, maupun terhadap kestabilan
tanah. Walaupun alam memiliki kemampuan memulihkan
dirinya (self purification), namun memiliki keterbatasan.
Oleh karena itu limbah dari semua jenis industri harus
dinetralisir sampai kadar bahan beracun berbahaya (B3)
memiliki nilai di bawah ambang batas yang ditentukan.
Menurut Putranto & Indra Kusuma (2009) bahwa
penyebab utama timbulnya permasalahan pada air tanah di
wilayah perkotaan (urban region), antara lain:
1) Pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang berlebihan.
2) Reklamasi pantai banyak dilakukan untuk perluasan area
kota.
3) Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
4) Perkembangan Industri yang pesat.
Berbagai akibat fatal yang ditimbulkan oleh
permasalahan yang terjadi pada air tanah, diantaranya adalah :
1) Krisis sumberdaya air ; sehingga dapat menganggu dan
menyulitkan kelangsungan hidup dan aktivitas manusia
yang berada pada wilayah krisis. Berbagai keperluan
makhluk hidup yang biasanya disuplai dari air tanah, seperti
penyediaan air bersih, kebutuhan air tanaman dan budidaya
ternak, dan lain sebagainya. Jika terjadi krisis air
sumberdaya air, maka pemenuhan kebutuhan tersebut
akan terganggu da menurunkan tingkat kesejahteraan
penduduknya.
2) Kemelaratan dan kemiskinan ; yang mana krisis sumberdaya
air secara langsung akan menurunkan kualitas hidup

Pengelolaan Air Tanah| 19


manusia, menurunkan produktivitas manusia, dan sekaligus
mengakibatkan tingginya biaya hidup. Dengan demikian
kemiskinan akan meningkat, dan lemelaratan hidup akan
membelenggu kehidupan manusia.
3) Bencana kehidupan makhluk ; terutama pada kasus
pencemaran air tanah dengan bahan beracun berbahaya
(B3), dan hal ini secara langsung mengancam eksistensi dan
kelangsungan makhluk hidup, baik manusia maupun
tumbuhan dan berbagai jenis binatang.
4) Perubahan keseimbangan alam ; sehingga dapat merusak
eksistensi lingkungan, seperti terjadi amblesan, bukaan
lubang besar (sinkholes), dan lain sebagainya.
Beberapa istilah yang terkait dengan permasalahan air
tanah ini yang perlu diuraikan lebih lanjut, seperti :
A. Pencemaran air tanah ; adalah berubahnya tatanan air di bawah
permukaan tanah oleh kegiatan manusia atau proses alam yang
mengakibatkan mutu air turun sampai ke tingkat tertentu
sehingga tidak lagi sesuai dengan pemanfaatannya (Putranto &
Indra Kusuma, 2009). Dalam dokumen Pusat Studi Ilmu Geografi
Indonesia dikatakan bahwa “pencemaran air tanah merupakan
sebuah kondisi yang mana tanah sebagai tempat berkumpulnya
air tercemar oleh polutan (zat pencemar) sehingga air yang
berada di dalamnya juga ikut tercemar”.

B. Pencemaran air tanah pada saat ini merupakan suatu masalah


yang tidak hanya terbatas pada negara industri saja, tetapi juga
meluas pada negara berkembang, dimana industri tumbuh pesat
bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
urbanisasi ke beberapa kota besar (Soekardi, 1990 dalam
Putranto, 2000). Pencemaran air tanah itu sendiri terjadi ketika
air yang telah tercemar bercampur dengan air tanah. Pada
awalnya masalah pencemaran air tanah disebabkan terutama

20|Pengelolaan Air Tanah


oleh mikroorganisme patogenik, virus dan logam berat dari
pertambangan. Namun sekarang sumber pencemaran air tanah
juga meliputi bahan pelarut yang mengandung klor, pestisida dan
bahan pencemar radioaktif (Shibasaki, 1995 dalam Putranto,
2000). Pencemaran airtanah tidak lepas dari kualitas airtanah
yang semakin lama semakin tercemar oleh berbagai polutan
akibat pertumbuhan jumlah penduduk. Pengertian tentang
kualitas air (baku mutu air) sangatlah penting, karena merupakan
dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan air
sesuai dengan peruntukannya. Untuk itu, perlu suatu baku mutu
air yakni keadaan ideal yang ingin dicapai, yaitu keadaan
minimum yang harus dicapai serta keadaan maksimum yang
boleh ditoleransi sesuai dengan peruntukannya. Sehingga baku
mutu air dapat diartikan sebagai batas atau kadar makhluk hidup,
zat energi, atau komponen lain yang ada dan harus ada dan atau
unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber
air tertentu sesuai dengan peruntukannnya (Suratmo, 1995
dalam Putranto, T. T., 2000). Kualitas air adalah sifat air dan
kandugan makhluk hidup, zat, atau energi atau komponen lain
dalam air. Kualitas air dinyatakan sebagai parameter kualitas air,
misalnya pH, warna temperatur, hantaran listrik, konsentrasi zat
kimia, konsentrasi bakteri, dan sebagainya (Suratmo,1995 dalam
Putranto, 2000).

C. Amblesan adalah salah satu akibat dari eksploitasi airtanah


secara besar-besaran adalah penurunan muka airtanah.
Amblesan tanah (Land Subsidence) tersebut merupakan
fenomena alami karena adanya konsolidasi tanah atau
penurunan permukaan tanah akibat pematangan lapisan
tanah yang umurnya masih muda. Namun, amblesan itu
dipercepat oleh adanya pengambilan air bawah tanah (ABT)
yang juga menyebabkan intrusi air laut, pengerukan
pelabuhan dan reklamasi pantai, serta akibat pembebanan

Pengelolaan Air Tanah| 21


tanah oleh bangunan-bangunan yang ada di atasnya. Pada
tahun 2004 penurunan muka airtanah di daerah Pantai
Kapuk, DKI Jakarta, telah mencapai 60 m dan di Rancaekek,
Kabupaten Bandung, 70 m di bawah permukaan tanah.
Penurunan permukaan airtanah akan menyebabkan
tekanan dari airtanah berkurang sehingga terjadi
pemampatan lapisan batuan di atasnya. Dampak penurunan
tanah akan lebih terlihat pada daerah yang memiliki beban
berat di permukaannya. Di Semarang, penurunan tanah
dijumpai di Di Semarang, penurunan tanah dijumpai di
sekitar Genuk, stasiun kereta api Tawang, sampai ke
Simpang Lima, seperti yang digambarkan berikut (Putranto
& Indra Kusuma (2009).

Sumber : Dir. Tata Lingk. Geologi Kawasan Pertambangan -


ESDM, 2004.
Gambar 1.2. Peta Penurunan Muka Tanah Daerah Semarang

D. Intrusi air laut ; adalah masuk atau menyusupnya air laut ke


dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang
terkandung di dalamnya. Intrusi ini dapat disebabkan oleh
22|Pengelolaan Air Tanah
pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga pori
batuan yang semula diisi oleh air tawar dapat terganti oleh
masuknya air laut yang menyebabkan air tanah berubah
menjadi air payau atau bahkan air asin. Daerah kritis
pengambilan air tanah penyebarannya menempati daerah
sekitar pantai yang sebagian besar merupakan kawasan
industri dan membutuhkan suplai air tanah yang cukup
besar kawasan tersebut meliputi daerah kawasan industri
atau kawasan pesisir yang padat penduduk. Pengambilan air
bawah tanah (ABT) yang melebihi kapasitas menyebabkan
hilangnya air di pori-pori tanah dan berkurangnya tekanan
hidraulik. Akibatnya terjadi kerusakan tata air tanah. Hal
tersebut ditunjukkan adanya penurunan muka air tanah dan
semakin meluasnya sebaran zona air tanah payau/asin
(intrusi air laut), dan amblesan tanah disekitar kawasan
pesisir pantai yang merupakan kawasan padat industri atau
padat pemukiman yang menggunakan air tanah dengan
frekuensi yang cukup besar. Pengambilan air bawah tanah
yang dilakukan dengan cara membuat sumur bor yang
melebihi kapasitas menyebabkan hilangnya air di pori-pori
tanah dan berkurangnya tekanan hidraulik. Akibatnya
terjadi kerusakan tata air tanah, kerusakan yang terjadi
meliputi kwalitas air tanah itu sendiri. Air tanah bisa terasa
payau bahkan asin. Hal ini dikarenakan air laut masuk
melalui pori pori batuan yang air tanahnya dieksploitasi
secara besar-besaran (lihat gambar berikut).

Pengelolaan Air Tanah| 23


Sumber : (http://www.groundwater.sdsu.edu)
Gambar. 1.3. Proses Terjadinya Intrusi Air Laut

E. Sink-hole atau biasa disebut dengan beberapa istila lain


sepertishakehole, swallet, swallow hole, doline, adalah
sebuah depresi permukaan tanah atau munculnya lubang
secara tiba-tiba di permukaan tanah disebabkan oleh
beberapa bentuk keruntuhan lapisan permukaan. Sebagian
besar disebabkan oleh proses karst, pelarutan kimia batuan
karbonat, atau proses suffosion. Sinkholes bervariasi dalam
ukuran dari 1 sampai 600 m (3,3 sampai 2.000 kaki) dengan
diameter dan kedalaman yang bervariasi, dalam beragam
bentuk dari model mangkuk berlapis (lined bowls) sampai
yang berbentuk anyaman sudut (edged chasms). Sinkholes
dapat terbentuk secara bertahap atau tiba-tiba, dan
ditemukan di seluruh dunia (Palmer, 1991).
Sinkhole dapat terjadi akibat proses alami maupun proses
artificial. Proses alami terbentuknya sinkhole yakni ketika
sub-permukaan batuan/tanah larut dan membuat rongga
bawah tanah. Peristiwa ini sering terjadi di mana batuan di

24|Pengelolaan Air Tanah


bawah permukaan tanah adalah batu gamping, dolomit,
batuan karbonat, atau jenis batuan yang dapat secara alami
dihanyutkan oleh aliran air tanah. Secara alami sinkholes
dapat menangkap drainase permukaan dari air yang
mengalir atau mungkin juga yang terbentuk di tempat yang
tinggi dan kering di lokasi tertentu. Sinkholes yang
menangkap drainase bisa menahannya di gua batu kapur
besar. Gua ini bisa mengalir ke anak sungai yang lebih besar
(Palmer, 1991). Pembentukan sinkholes melibatkan proses
erosi alami atau pelepasan batuan dasar yang sedikit larut
(seperti batu gamping) dengan mengairi air, jatuhnya atap
gua, atau penurunan permukaan air. Sinkhole sering
terbentuk melalui proses suffosion,misalnya air tanah dapat
melarutkan semen karbonat yang memegang partikel pasir
bersama-sama dan kemudian melepaskan partikel yang
kendor, secara bertahap membentuk kekosongan (Sandra,
2002).
Terkadang lubang pembuangan bisa menunjukkan bukaan
yang terlihat ke dalam gua di bawah ini. Dalam kasus lubang
pembuangan yang sangat besar, seperti lubang
pembuangan Minyé di Papua Nugini atau Cedar Sink di
Taman Nasional Gua Mammoth di Kentucky, sungai bawah
tanah atau sungai dapat terlihat di bagian dasarnya yang
mengalir dari satu sisi ke sisi lainnya.Sinkholes umum terjadi
dimana batuan di bawah permukaan tanah adalah batu
gamping atau batuan karbonat lainnya, tempat tidur garam,
atau batuan terlarut lainnya, seperti gypsum, yang dapat
larut secara alami oleh air tanah yang bersirkulasi. Sinkholes
juga dapat terjadi di lapangan pasir dan kuarsit (Sandra,
2002).Seiring batuan larut, ruang dan gua berkembang di

Pengelolaan Air Tanah| 25


bawah tanah. Pembentukan sinkhole bisa terjadi dramatis,
karena permukaan tanah yang biasanya utuh lalu
kehilangan daya dukung, dan tiba-tiba permukaan tanah
runtuh begitu saja.Pada tanggal 2 Juli 2015, para ilmuwan
melaporkan bahwa lubang aktif, yang terkait dengan
sinkhole dan mungkin terkait dengan ledakan, ditemukan
oleh pesawat ruang angkasa Rosetta (Vincent, Jean-
Baptiste; et al. 2015). Proses terbentuknya sinkhole yang
tidak alami atau akibat aktivitas manusia dapat juga terjadi
(artificial processes). Keuntuhan yang diakibatkan oleh
aliran air hujan dalam selokan yang masuk ke dalam lapis
tanah, lalu menimbulkan erosi di dalam aliran air tanah,
dapat mengakibatkan timbulnya sinkhole. Demikian pula
runtuhnya gua-gua tambang yang ditinggalkan begitu saja
seperti yang terjadi di Louisiana, Mississippi dan Texas. Yang
lebih umum terjadi adalah ambruk yang terjadi di daerah
perkotaan karena jatuhnya air dari selokan ambruk atau
pipa tua yang membentuk aliran air di dalam tanah.
Sinkhole juga bisa terjadi akibat overpumping dan ekstraksi
air tanah yang berebihan.Sinkholes juga bisa terbentuk saat
pola pengeringan air alami berubah dan sistem
penyimpanan air yang baru dikembangkan. Beberapa
lubang pembuangan terbentuk saat permukaan tanah
berubah, seperti saat pembuatan reservoar limbah industri
atau airlimpasan. Beban dari berat substansial bangunan
baru dapat memicu runtuhnya lapisan taah yang berfingsi
atap pada ruang kosong atau rongga yang ada di bawah
permukaan tanah, akan menimbulkan pembentukan suatu
sinkhole.Dengan demikian jelas bahwa pembentukan
sinkhole tidak terpisahkan dari fluktuasi aliran air di bawah

26|Pengelolaan Air Tanah


permukaan tanah. Secara umum proses
terbentuknyasinkhole dapat diuraikan sebagai berikut:
Stadia 1: Awalnya terbentuk retakan kecil karena sesar dan
kekar kemudian membentuk lubang akibat masuknya air.
Daerah ini biasanya terjadi pada daerah yg tersusun oleh
batu gamping, karena sifat batugamping yang mudah
terlarutkan oleh air, dan proses pelarutan ini berjalan dalam
puluhan ribu tahun bahkan jutaan tahun.
Stadia 2:Adanya aliran bawah tanah, maka akan muncul
rongga di dalam tanah karena bagian bawah lapisan
tanah/batuan terjadi erosi oleh aliran sungai bawah tanah.
Stadia 3-4-5-6: Proses erosi yang berlangsung terus
menerus yang menimbulkan kikisan serta jatuhan dari
batuan diatasnya. Hingga akhirnya terbentuklah ruang
kosong di kedalaman tanah yang cukup lebar, sehingga
lapisan tanah/batuan di atas ruang kosong tersebut
berfungsi sebagai “jembatan”,yang pada suatu saat runtuh
akibat tidak kuat menahan beban di atasnya.

Gambar 1.4. Proses pembentukan Sinkhole

Pengelolaan Air Tanah| 27


Stadia 7: Lapisan tanah yang berfungsi sebagai jembatan
ketika menerima beban alami dari berbagai fenomena alam
(seperti, gempa, hujan, dan sebagainya), atau beban
artificial dari berbagai aktivitas manusia, akhirnya tidak
mampu memikul beban, dan runtuk ke dalam ruan kosong
di bawahnya dan terbentuklah sinkhole. Kedalaman lubang
sinkhole bisa dari beberapa meter hingga berukuran besar
sedalam 100 meter seperti yang terjadi di Guatemala.
Stadia 8:Setelah lubang sinkhole terbentuk, selanjutnya
proses alami juga berlanjut dengan pengendapan yang
terjadi diatas cekungan tersebut yang akhirnya menutup
kembali lubang sinkhole, yang tidak menutup kemungkinan
dalam proses geologis, kembali akan runtuh dan kembali
membentuk sinkhole. Proses siklus semacam ini berjalan
ribuan tahun bahkan dalam juta tahun, yang dalam skala
geologi bisa saja hanya disebut proses yang sekejap.
Sehingga manusia yang memanfaatkan lahan di atas
jembatan tersebut tidak menyadari proses siklus geologi
tersebut.[]

28|Pengelolaan Air Tanah


BAB –II
SIKLUSHIDROLOGI

Pengelolaan Air Tanah| 29


2.1. Siklus Biogeokimia

Keseimbangan planet bumi dapat terjadi karena adanya


proses sirkulasi dari beberapa komponen pembentuknya, yang
disebut dengan “siklus biogeokimia”. Allah Swt telah mengatur
proses sirkulasi alamiah tersebut sedemikian rupa, sehingga
kehidupan di planet bumi ini dapat berlangsung dan
keberlanjutan. Oleh karena itu para ilmuwan yang memahami
secara mendalam proses-proses alam yang terjadi, semakin
meyakini adanya yang mengatur alam semesta ini, sehingga akan
menambah derajat ketaqwaannya kepada Sang Pencipta sekaligus
Pemelihara yang Maha Sempurna yakni Allah Azza Wajalla.
Manusia belum sepenuhnya mengetahui berapa banyak siklus
biogeokimia yang terjadi di alam semesta.Para ilmuwan
(sementara ini), telah menemu-kenali adanya enam siklus
biogeokimia yang terjadi di planet bumi ini, yakni :
(1) Siklus Karbon, yaitu siklus biogeokimia di mana karbon
bergerak dan bertukardiantara biosfer, geosfer, hidrosfer,
dan atmosfer bumi. Siklus karbon terjadi dalam empat
reservoir karbon utama yang dihubungkan satu sama lain
oleh jalur pertukaran, yang mana keempat reservoir
tersebut adalah:
a) Biosfer Teresterial, yang meliputi air tawar(freshwater),
dan material non-hayati organik seperti karbon tanah
(soil carbon)
b) Geosfer, yang meliputi sedimen-sedimen yang berwujud
dalam berbagai jenis bahan bakar fosil.
c) Hidrosfer, yang meliputi lautan yang mengandung
karbon anorganik terlarut dan biota laut hayati atau non-
hayati.
d) Atmosfer, yang meliputi angkasa yang banyak
mengandung karbon yang ikut membentuk berbagai

30|Pengelolaan Air Tanah


komposisi senyawa gas, yang eksistensinya dibutuhkan
oleh tumbuhan, namun akan menjadi racun bagi
manusia dan binatang bila kadarnya melebihi ambang
batas.
Pertukaran karbon antara reservoir terjadi karena
proseskimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermacam-
macam.Siklus karbon ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/siklus_karbon
Gambar 2.1. Siklus Karbon

(2) Siklus Nitrogen,yaitu proses pembentukan dan penguraian


nitrogen sebagai sumber protein utama di alam. Nitrogen
menjadi penyusun utama protein dan sangat diperlukan oleh
tumbuhan dan hewan dalam jumlah besar. Nitrogen
diperlukan tumbuhan dalam bentuk terikat (ikatan suatu
senyawa dengan unsur lain). Nitrogen bebas dapat diikat
(fixation) di dalam tanah oleh bakteri yang bersifat simbiotik,
dan dapat mengikat protein dengan bantuan akar, terutama
akar yang berbintil seperti tumbuhan polong (kacang-

Pengelolaan Air Tanah| 31


kacangan, dll), rumpun tropik, dan beberapa jenis
ganggang.Tumbuhan memperoleh nitrogen di dalam tanah
berupa amonia (NH3), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-).
Dalam tanah nitrogen terdapat dalam organik tanah yang
dihasilkan dari berbagai tahap proses pembusukan, namun
belum dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan.
Nitrogen yang dimanfaatkan tumbuhan biasanya terikat
dalam bentuk amonia (NH4+) dan ion nitrat (NO3-).Amonia
diperoleh dari hasil penguraian oleh bakteri terhadap
jaringan yang mati. Amonia ini dapat dinitrifikasi oleh bakteri
nitrit, yaitu bakteri nitrosomonas dan bakteri nitrosococcus
menjadi ion nitrit (NO2-). Selanjutnya oleh bakteri
denitrifikasi, yaitu bakteri pseudomonas, nitrat diubah
kembali menjadi amonia dan amonia diubah kembali
menjadi nitrogen yang dilepas bebas ke udara. Dengan cara
ini siklus nitrogen akan berulang atau bersirkulasi di dalam
ekosistem. Siklus nitrogen ditampilkan pada gambar di
bawah ini.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_nitrogen
Gambar 2.2. Siklus Nitrogen
32|Pengelolaan Air Tanah
(3) Siklus Fosfor, yaituproses perubahan fosfat dari fosfat
anorganik menjadi fosfat organik dan kembali menjadi fosfat
anorganik secara kesinambungan dan bersirkulasi. Fosfor
merupakan salah satu komponen dari senyawa-senyawa
yang sangat toksik (beracun) terutama insektisida
organofosfat, namun sangat dibutuhkan oleh tumbuhan
sebagai sumber hara. Fosfor merupakan bahan makanan
utama yang digunakan oleh semua organisme untuk
pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor adalah komponen
penting pada membran sel, asam nukleat dan tranfer energi
pada respirasi sel. Fosfor juga ditemukan sebagai komponen
utama dalam pembentukan gigi dan tulang vertebrata.
Fosfor banyak dikandung oleh asam nukleat, yaitu bahan
yang menyimpan dan mentranslasikan sandi genetik. Atom
fosfor juga merupakan dasar bagi ATP (Adenosine
Tri Phospat) berenergi tinggi yang digunakan untuk respirasi
seluler dan fotosintesis. Selain itu merupakan salah satu
mineral penyusun tulang dan gigi. Siklus fosfor, bersifat kritis
karena fosfor secara umum merupakan hara yang terbatas
dalam ekosistem. Tidak ada bentuk gas dari fosfor yang
stabil, oleh karena itu siklus fosfor adalah “endogenik”.
Dalam geosfer, fosfor terdapat dalam jumlah besar dalam
mineral-mineral yang sedikit sekali larut seperti
hidroksiapilit, garam kalsium. Fosfor terlarut dari mineral-
mineral fosfat dan sumber-sumber lainnya, seperti pupuk
fosfat, diserap oleh tanaman dan tergabung dalam asam
nukleat yang menyusun material genetic dalam organisme.
Mineralisasi dari biomassa oleh pembusukan atau
penguraian mikroba mengembalikan fosfor kepada larutan
garamnya yang kemudian dapat mengendap sebagai bahan
mineral. Sejumlah besar dari mineral-mineral fosfat
Pengelolaan Air Tanah| 33
digunakan sebagai bahan pupuk, industry kimia, dan “food
additives”. Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu
senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan
senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat
organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh
dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat
anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis
dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat
banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu
dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di
air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan
diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus
menerus.
(4) Siklus Sulfur, adalah perubahan sulfur (belerang) dari
hidrogen sulfida menjadi sulfur dioksida lalu menjadi sulfat
dan kembali menjadi hidrogen sulfida lagi. Peranan sulfur
dalam kehidupan makhluk di bumi cukup banyak, terutama
bagi manusia, diantaranya ; untuk menstabilkan struktur
protein, mengaktivasi enzim, metabolisme enersi, peredam
racun, pembentukan klorofil pada tumbuhan, menambah
kadungan protein dan vitamin pada biji-bijian dan sayuran,
meningkatkan daya tahan tumbuhan terhadap hama
terutama dari serangan jamur (fungi), dan lain sebagainya.
Siklus belerang cukup kompleks dimana melibatkan berbagai
macam gas, mineral-mineral yang sukar larut dan beberapa
spesis lainnya di dalam larutan. Siklus belerang berkaitan
dengan siklus oksigen dimana belerang bergabung dengan
oksigen membentuk gas belerang oksida (SO2), sebagai
bahan pencemar air. Diantara spesi-spesi yang secara
siknifikan terlihat dalam siklus belerang adalah gas hydrogen
sulfide(H2S), mineral-mineral sulfide seperti belerang
timbal(PbS), asam sulfat (H2SO4),dan belerang oksida(SO2),
34|Pengelolaan Air Tanah
dan belerang yang terikat dalam protein, yang menjadi
komponen utama pada hujan asam. Hujan asam
didefinisikan sebagai segala macam hujan dengan pH di
bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di
bawah 6), karena adanya karbondioksida (CO2) di udara,
yang larut dengan air hujan dalam bentuk asam lemah. Jenis
asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu
melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan binatang.Hujan asam disebabkan oleh
belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan
bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan
oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-
zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk
membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut
sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam
tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air
permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan
dan tanaman.Belerang dari daratan cenderung terbawa air
ke laut,namun belerang di daratan tak tampak habis setelah
jutaan tahun. Keunikan ini menimbulkan pertanyaan bagi
segenap ilmuwan, tentang bagaimana belerang bersirkulasi
sehingga dari laut dapat kembali ke darat. Sebagian ilmuwan
menganggap bahwa belerang bersirkulasi dari laut ke darat
melalui proses penguapan. Namun tidak ada pembuktian
ilmiah kalau hidrogen sulfide (H2S) yang berbau menyengat
itu (tapi laut selalu berhawa segar), dapat menguap dari laut
ke angkasa. Pertanyaan ini baru dapat terjawab beberapa
tahun yang lalu. Tumbuhan laut, yang memiliki sel-sel
sederhana (alga). Tumbuhan ini berusaha hidup dengan
menahan masuknya garam (NaCl) ke dalam selnya. Ini
dilakukan dengan membentuk senyawa penahan yang
berbahan baku belerang, karena pasok belerang di laut
Pengelolaan Air Tanah| 35
banyak sekali, datang dari daratan. Pada saat sel tumbuhan
laut ini terurai, senyawa penahan ini pecah dan
menghasilkan gas dimetil sulfida (DMS), yang lepas ke
atmosferdengan bau yang segar(mirip ikan segar yang baru
diangkat dari laut). Setiap saat, sejumlah besar senyawa ini
dilepas ke atmosfer, dan senyawa ini akanmenjadi inti
kondensasi uap air di angkasa. Pada saat hujan jatuh di
darat, senyawa belerang ini dikembalikan ke daratan untuk
dimanfaatkan makhluk daratan. Lalu ampasnya, dalam
dibuang lagi mengalir ke laut, untuk diolah oleh tumbuhan
alga-alga yang ada di laut. Komponen penting di dalam siklus
belerang adalah gas SO2 sebagai bahan pencemar, dan
H2SO4 yang ada di dalam atmosfer. Gas SO2 dikeluarkan dari
pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung belerang.
Efek utama dari belerang dioksida dalam atmosfer adalah
kecenderungan untuk teroksidasi menghasilkan asam sulfat,
yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya hujan asam.
(Rukaesih, 2004). Siklus sulfur ditampilkan pada gambar di
bawah ini.

Sumber : Anonimus. 2012.


Gambar. 2.3. Siklus Sulfur
36|Pengelolaan Air Tanah
(5) Siklus Oksigen, adalah proses pertukaran oksigen di bumi
ini yang berlangsung secaraterus menerus tidak ada
habisnya. Selama evolusi awal bumi, oksigen yang
dibebaskan dariH2O uap oleh radiasi UV. Ini
terakumulasi di atmosfer sebagai hidrogen melarikan diri
keatmosfer bumi. Dengan munculnya kehidupan
tanaman, fotosintesis juga menjadi
sumberoksigen.Molekul oksigen (dioksigen, O2 )dapat
bereaksi dengan semua unsur, kecuali halogen, beberapa
logam mulia, dan gas-gas mulia baik dalam suhu ruangan
atau pada pemanasan. Oksigen merupakan unsur yang
vital bagi kehidupan di bumi ini. Oksigen adalah unsur
ketigaterbanyak yang ditemukan berlimpah di matahari,
dan memainkan peranan dalam sikluskarbon-nitrogen,
yakni proses yang diduga menjadi sumber energi di
matahari dan bintang-bintang. Oksigen dalam kondisi
tereksitasi memberikan warna merah terang dan kuning-
hijau pada Aurora Borealis.Oksigen merupakan unsur
gas, menyusun 21% volume atmosfer dan diperoleh
denganpencairan dan penyulingan bertingkat. Atmosfer
Mars mengandung oksigen sekitar 0.15%, dalam bentuk
unsur dan senyawa, oksigen mencapai kandungan 49.2%
berat pada lapisankerak bumi. Sekitar dua pertiga tubuh
manusia dan sembilan persepuluh air adalah
oksigen.Siklus Oksigen penting untuk kesehatan kita dan
lingkungan kita. Kita membutuhkan oksigenuntuk
respirasi. Oksigen pada nafas kita merupakan oxidises
gula dalam makanan untukmenghasilkan energi. Selama
proses ini karbon dioksida dilepaskan dalam
atmosfer.Manusia membutuhkan oksigen untuk
bernapas, Oksigen diperlukan untuk dekomposisilimbah
organik. Air dapat melarutkan oksigen dan inilah oksigen
Pengelolaan Air Tanah| 37
terlarut perairan yangmendukung kehidupan. Siklus
oksigen ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Sumber : Anonimus. 12 Desember 2015.


Gambar 2.4. Siklus Oksigen

(6) Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak
pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke
atmosfer melalui proses kondensasi, prespitasi, evaporasi,
dan transpirasi.Pemanasan air samudera oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi dapat berjalan
secara kontinu. Air berevaporasi kemudian jatuh sebagai
prespitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan es, hujan salju
bercampur es (sleet), hujan gerimis, atau kabut. Uraian
mengenai hal ini yang akan diuraikan lebih jauh dalam
bagian selanjutnya.

38|Pengelolaan Air Tanah


2.2. Pengertian Siklus Hidrologi
Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa
eksistensi air tanah merupakan salah satu komponen penting di
dalam suatu mekanisme alam yang disebut “siklus hidrologi”.
Telah dijelaskan pula bahwa siklus hidrologi adalah salah satu
dari enam siklus biogeokimia yang berlangsung di bumi, yang
maka siklus hidrologi selalu berproses membentuk keseimbangan
air yang ada di planet bumi.
Istilah hidrologi berasal dari bahasa Yunani “Hydrologia”
yang mempunyai arti harfiah "ilmu air". Lalu istilah ini
dipergunakan untuk nama cabang ilmu yang mempelajari tentang
air yang ada di bumi yakni proses kejadiannya, sirkulasinya, serta
pembagiannya. Terminologi hidrologi diberikan pula oleh
beberapa ahli, diantaranya :
1) Marta dan Adidarma (1983), menyatakan bahwa hidrologi ialah
suatu ilmu yang mempelajari tentang terjadinya suatu pergerakan
dan distribusi air di bumi baik di atas ataupun di bawah permukaan
bumi, tentang sifat kimia dan fisika air dengan suatu reaksi terhadap
lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan.
2) Ray K. Linsley (1986), menyatakan bahwa hidrologi ialah suatu ilmu
yang mengkaji tentang air yang ada dibumi, yakni mengenai tentang
kejadian, perputaran dan pembagiannya, sifat fisika dan kimia serta
reaksinya terhadap suatu lingkungan sekitarnya, termasuk hubungan
air dengan kehidupan.
3) Singh (1992), menyatakan bahwa hidrologi ialah suatu ilmu yang
membahas tentang karakteristik, kuantitas dan kualitas air dibumi
menurut waktu dan ruang. Proses hidrologi tersebut mencakup
pergerakan, penyebaran, sirkulasi, penyebaran, tampungan,
eksplorasi, sampai pada tahap pengembangan dan manajemen.
4) Menurut Ahli Geografi, bahwaHidrologi ialah cabang ilmu Geografi
yang mempelajari tentang pergerakan, distribusi, serta kualitas air di
seluruh Bumi, termasuk juga siklus hidrologi dan sumber daya air.

Pengelolaan Air Tanah| 39


Berangkat dari istilah hidrologi, kemudian muncul istilah
“siklus hidrologi” yang secara umum orang mengartikan siklus
hidrologi merupakan sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosferke bumi dan kembali ke atmosfer, dan proses ini
berlangsung terus menerus.Siklus hidrologi memegang peran
penting bagi kelangsungan hidup organisme di bumi. Melalui siklus
hidrologi, ketersediaan air di daratan bumi dapat tetap terjaga,
sehingga keteraturan suhu lingkungan, cuaca, hujan,
dan keseimbangan ekosistem bumi dapat tercipta karena adanya
proses siklus hidrologi ini.
Dalam The American Heritage (2002), dituliskan bahwa siklus
hidrologi adalah proses kontinyu dimana air disirkulasikan ke
seluruh Bumi dan atmosfernya. Air bumi memasuki atmosfer
melalui penguapan dari badan air dan dari permukaan tanah.
Tanaman dan hewan juga menambahkan uap air ke udara melalui
transpirasi. Saat naik ke atmosfer, uap air mengembun
membentuk awan. Hujan dan bentuk curah hujan lainnya
mengembalikannya ke Bumi, di mana ia mengalir ke badan air dan
masuk ke dalam tanah, dan memulai siklus lagi. Siklus hidrologi
juga disebut siklus air.

Sumber : Elizabeth Morales (dalam The American Heritage, 2002)


Gambar 2.5. Siklus Hidrologi

40|Pengelolaan Air Tanah


Dalam Kernermen Webster's College Dictionary (2010),
dituliskan bahwa siklus hidrologi adalah urutan alami melalui
mana air masuk ke atmosfer sebagai uap air, turun ke bumi, dan
kembali ke atmosfer melalui penguapan. Kemudian dalam English
Collins Dictionary, dituliskan bahwa siklus hidrologi adalah
peredaran air bumi, dimana air menguap dari laut ke atmosfer, di
mana ia mengembun dan jatuh seperti hujan atau salju, kembali
ke laut melalui sungai atau kembali ke atmosfer melalui proses
evapotranspirasi.
Siklus hidrologi menurutSuyono dan Takeda (1983), adalah
air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut,
berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan
kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau
daratan. Sedangkan siklus hidrologi menurut Soemarto (1987)
adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke
permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain,
dan akhirnya mengalir ke laut kembali.
Menurut Handoko (1995) siklus hidrologi adalah siklus/daur
air dalam berbagai bentuk, meliputi proses evaporasi dari lautan
dan badan-badan berair di daratan (misalnya: sungai, danau,
vegetasi, dan tanah lembab) ke udara sebagai reservoir uap air,
proses kondensasi ke dalam bentuk awan atau bentuk-bentuk
pengembunan lain (embun,kabut), kemudian kembali lagi ke
daratan dan lautan dalam bentuk presipitasi.
Menurut Asdak (2004) daur hidrologi secara alamiah
menunjukkan gerakan air di permukaan bumi, yaitu perjalanan air
dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah
dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti, air tersebut
akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam
tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk
hidup lainnya.

2.3. Tahapan Siklus Hidrologi


Sebagimana yang telah diuraikan bahwa di dalam siklus
hidrologi terjadi beberapa tahapan proses perpindahan tempat

Pengelolaan Air Tanah| 41


dan wujud dari air, yang berjalan secara terus menerus (sirkulasi).
Proses sirkulasi tersebut dapat terjadi dari penguapan air baik di
laut (water evaporation), di permukaan tanah (soil evaporation),
dan pada tanaman (evapotranspiration) akibat pengaruh panas
dari matahari. Uap air tersebut akan naik dan terkondensasi di
udara, hal ini dikarenakan udara di atas permukaan bumi lebih
rendah dari titik embun uap air. Proses kondensasi inilah yang
menyebabkan terjadinya awan. Terbentuk awan pembawa hujan
(cumulonimbus),dari adanya angin yang mendorong
berkumpulnya beberapa awan kecil (cumulus). Setelah awan
tersebut jenuh air, maka akan terjadi hujan (precipitation).
Presipitasi tersebut ada yang kembali berevaporasi ke angkasa,
ada yang langsung jatuh ke bawah, sebagian ada diintersepsi oleh
tanaman, dan sebagian yang jatuh mencapai tanah. Air yang
mencapai tanah, ada yangmasuk mengisi lubang-lubang atau
cekungan pada permukaan tanah (surface detention) di danau dan
sungai-sungai, kemudian ada yang langsung mengalir di
permukaan (surface run-off), dan sebagian lagi yang diserap ke
dalam tanah (infiltration). Air yang mengalami infiltrasi akan
menjadi aliran yang selanjutnya disebut sub-surface run-off dan
sebagian akan mengalir menuju sumber-sumber air permukaan
terdekat misal sungai atau danau. Air yang melewati aliran sub-
surface run-off, sebagian meresap jauh ke dalam tanah
(percolation) akan menjadi aliran bawah tanah (ground water
flow) dan selanjutnya mengalir di dalam akuifer, dan ada yang
keluar menjadi mata air (springs), dan sebagian lainnya akan
bermuara di danau, sungai, dan laut.
Dari uraian diketahui adanya beberapa istilah yang penting
dalam proses sirkulasi air atau siklus hidrologi, diantaranya :
1. Evaporasi, yang dapat diartikan sebagai proses penguapan
daripada cairan (liquid) dengan penambahan panas (Robert B.
Long, 1995). Evaporasi juga dapat didefinisikan sebagai proses
42|Pengelolaan Air Tanah
perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih (Warren L. Mc
Cabe, 1999).
2. Transpirasi, yaitu penguapan yang berasal dari jaringan
makhluk hidup (tumbuhan dan hewan). Sama halnya dengan
evaporasi, transpirasi ini juga mengubah air yang berwujud cair
dari jaringan makhluk hidup tersebut menjadi uap air. Uap air
ini juga akan terbawa ke atas, yakni ke atmosfer. Namun,
biasanya penguapan yang terjadi karena transpirasi ini
jumlahnya lebih sedikit atau lebih kecil daripada penguapan
yang terjadi karena evaporasi.
3. Evapotranspirasi, adalah gabungan dari evaporasi dan
transpirasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa evapotranspirasi
merupakan total penguapan air atau penguapan air secara
keseluruhan, baik yang ada di permukaan bumi (tanah dan air),
maupun penguapan dari jaringan makhluk hidup. Dalam siklus
hidrologi, evapotranspirasi ini sangatlah mempengaruhi jumlah
uap air yang terangkut ke angkasa atau ke atmosfer bumi.
4. Sublimasi, merupakan proses perubahan es di kutub atau di
puncak gunung menjadi uap air, tanpa harus melalui proses cair
terlebih dahulu. Jadi selain melalui proses evaporasi dan
transpirasi, naiknya uap air ke atmosfer ini juga terjadi melalui
proses sublimasi. Sublimasi ini juga tidak sebanyak penguapan
(evaporasi maupun transpirasi), meskipun sedikit akan tetapi
proses sublimasi tetap berkontribusi terhadap jumlah uap air
yang terangkat ke atmosfer. Dibandingkan dengan evaporasi
maupun transpirasi, proses sublimasi ini berjalan lebih lambat
dari pada keduanya. Proses sublimasi terjadi pada tahap siklus
hidrologi panjang.
5. Kondensasi (pengembunan), adalah proses perubahan wujud
zat dari zat gas, menjadi zat cair lalu menjadi padat (partikel
es).Ketika uap air dari proses evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, dan sublimasi sudah mencapai ketinggian
Pengelolaan Air Tanah| 43
tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-
partikel es yang berukuran sangat kecil melalui proses
konsendasi. Perubahan wujud ini terjadi karena pengaruh suhu
udara yang sangat rendah saat berada di ketinggian tersebut.
Partikel- partikel es yang terbentuk tersebut akan saling
mendekati satu sama lain dan bersatu hingga membentuk
sebuah awan. Semakin banyak partikel es yang bersatu, maka
akan semakin tebal dan juga hitam awan yang terbentuk. Inilah
hasil dari proses kondensasi.Uap air yang naik ke
atmosferakibat sinar matahari dapat terkondensasi di angkasa,
dikarenakan suhu udara di atas permukaan bumi lebih rendah
dari titik embun uap air.
6. Adveksi, merupakan perpidahan awan secara horisontal dari
satu titik ke titik lainnya akibat dorongan angin, atau karena
adanya perbedaan tekanan udara di atmosfer. Proses adveksi
memungkinkan awan akan menyebar dan berpindah dari
atmosfer yang berada di lautan menuju atmosfer yang ada di
daratan. Namun perlu diketahui bahwa tahapan adveksi ini
tidak selalu terjadi pada semua proses hidrologi, tahapan ini
tidak terjadi dalam siklus hidrologi pendek.
7. Presipitasi, adalah peristiwa klimatik yang bersifat alamiah yaitu
perubahan bentuk uap air di atmosfer menjadi curah hujan
sebagai akibat proses kondensasi. Jadi presipitasi merupakan
proses mencairnya awan hitam (uap air) akibat adanya
pengaruh suhu udara yang tinggi. Apabila presipitasi terjadi di
daerah yang mempunyai suhu atmosfer yang terlalu rendah
atau kurang dari 0ᵒ Celcius, maka prepitisasi akan menghasilkan
hujan salju. Awan yang banyak mengandung air tersebut akan
turun ke litosfer dalam bentuk butiran-butiran salju tipis. Hal ini
dapat ditemukan di daerah yang mempunyai iklim sub tropis,
dimana suhu yang dimiliki tidak terlalu panas untuk mencairkan
partikel-partikel es yang ada di atmosfer. Sedangkan di daerah
44|Pengelolaan Air Tanah
yang mempunyai iklim tropis, memiliki suhu atmosfer yang
mampu mencairkan partikel-partikel es sebelum jatuh ke
permukaan bumi dalam bentuk air hujan.
8. Intersepsi, adalah proses tertahannya air hujan pada
permukaan tumbuhan/vegetasi, sebelum kembali menguap ke
atmosfer.
9. Limpasan (Run off), merupakan proses pergerakan air dari
permukaan bumi yang tinggi menuju ke permukaan yang lebih
rendah. Pergerakan air tersebut dapat terjadi melalui saluran-
saluran, danau, sungai, muara sungai, sampai ke laut. Proses ini
menyebabkan air yang telah melalui siklus hidrologi akan
kembali menuju ke lapisan hidrosfer (lautan).
10. Infiltrasi, adalah proses meresapnya air dari permukaan tanah
ke dalam lapisan tanah melalui pori-pori tanah. Air yang sudah
berada di permukaan bumi akibat proses presipitasi, tidak
semuanya mengalir di permukaan bumi dan mengalami run off.
Sebagian dari air tersebut akan bergerak menuju ke pori- pori
tanah atau bukaan-bukaan yang terdapat di lapisan tanah, dan
merembes ke dalam lapisan tanah.
11. Perkolasi, adalah proses bergeraknya air melalui lapisan tanah
karena gaya gravitasi. Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air
tanah, lalu membentuk cadangan air tanah (ground water
resources).
12. Aliran air tanah, yaitu proses pergerakan air dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah, dalam hal mana prosesnya
terjadi di bawah permukaan bumi pada lapisan tanah porous
yang disebut akuifer (aquifer), dimana terjadi aliran air bawah
tanah yang disebut aliran akuifer (aquifer flow). Air di dalam
tanah dapat bergerak vertikal akibat aksi kapiler dan gravitasi
yang saling berlawanan, dandapat pula bergerak secara
horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut
Pengelolaan Air Tanah| 45
keluar dari lapisan tanah dan memasuki kembali sistem air
permukaan.
Demikianlah proses sirkulasi air terjadi secara berulang dan
berkelanjutan, sehingga keseimbangan air di planet bumi akan
terjadi. Namun keseimbangan air tersebut akan mengalami
perubahan ataupun pergeseran apabila terjadi kerusakan atau
gangguan pada komponen dan prosesnya.

2.4. Jenis-jenis Siklus Hidrologi


Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
proses siklus hidrologi berlangsung terus-menerus,yang membuat
air menjadi sumberdaya alam yang terbaharui (reneweble
resources), melalui pergerakan dari satu tempat ke tempat lain,
dengan proses perubahan wujud dari cair – uap – padat – dan
kembali cair, dalam lintasan sirkulasi yang berulang-ulang.
Berdasarkan bentuklintasan pergerakan dan perubahan wujud
yang dialami dalam prosesnya, maka siklus hidrologi dapat
diklasifikasikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut:
1. Siklus hidrologi pendek (short cycle), yaitu peristiwa dimana
air laut yang menguap karena pemanasan yang tinggi. Uap air
ini menguap ke angkasa, menjadi awan dan kemudian turun
sebagai hujan pada permukaan air laut tersebut. Skema
peristiwa siklus hidrologi pendek dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 2.6. Siklus Hidrologi Pendek (Short Cycle)

46|Pengelolaan Air Tanah


2. Siklus hidrologi sedang (medium cycle), adalah peristiwa air
permukaan yang menguap dan menjadi awan. Karena adanya
angin yang bertiup, maka awan yang terjadi di atas laut
terdorong hingga ke atas daratan dan turun sebagai hujan di
daratan. Hujan yang jatuh di daratan mengalir melalui sungai
dan masuk kembali ke laut.Peristiwa siklus hidrologi sedang
dapat diperlihatkan dalam skema seperti yang tergambar
berikut.

Gambar 2.33. Siklus Hidrologi Sedang (Medium Cycle)

3. Siklus hidrologi panjang (long cycle), yaitu menguapnya air


laut menjadi uap gas karena adanya panas dari matahari, lalu
uap air tersebut mengalami sublimasi dan membentuk awan
yang mengandung kristal es, dan pada akhirnya jatuh dalam
bentuk salju yang kemudian akan membentuk gletser yang
mencair membentuk aliran sungai dan kembali kelaut. Jadi
siklus hidrologi panjang sebenarnya hampir sama
peristiwanya dengan siklus hidrologi sedang. Perbedaannya
adalah siklus hidrologi panjang meliputi daerah yang sangat
luas hingga ke daerah subtropis. Angin mendorong awan
hingga jauh ke daratan,sehingga mengalami sublimasi dan
berubah menjadi hujan salju dan mengalir melalui sungai dan

Pengelolaan Air Tanah| 47


kembali menuju laut. Skema peristiwa siklus hidrologi pendek
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.33. Siklus Hidrologi Panjang (Long Cycle)

2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Hidrologi


Gangguan dalam siklus hidrologi dapat menimbulkan banjir
ketika musim hujan, dan mengakibatkan kekeringan pada musim
kemarau. Hal ini antara lain disebabkan karena air hujan yang
seharusnya meresap ke dalam tanah, tetapi justru menjadi air
larian (run off), sehingga jalur pelarian air akan penuh, dan air
meluap keluar dan menggenangi wilayah permukiman dan/atau
lahan pertanian yang banyak menimbulkan kerugian. Disamping
itu berkurangnya air yang meresap ke dalam tanah, menyebabkan
simpanan air di dalam tanah akan mengalami degradasi, sehingga
aliran air ke titik-titik mata air (springs) akan mengecil bahkan
menghilang, sehingga sungai-sungai yang banyak menerima suplai
air dari springstersebut, juga akan akan menurun bahkan sungai
dapat mengering.Faktor yang paling dominan berpengaruh
terhadap proses siklus hidrologi adalah matahari. Panas yang
dipancarkan oleh matahari yang dapat menunjang proses

48|Pengelolaan Air Tanah


evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan sublimasi sehingga air
yang ada di permukaan bumi dapat menguap ke atmosfer.
Aktivitas manusia, karena berpotensi untuk secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi kuantitas air dan aliran alami
dari sistem sungai. Dampak tidak langsung terhadap siklus
hidrologi dapat terjadi akibat perubahan penggunaan lahan.
Dampak langsung dapat terjadi akibat adanya pengalihan,
penarikan dan pelepasan air, atau adanya bendungan sebagai
bangunan pengatur aliran sungai dan penyimpanan air. Menurut
Kuchment (2012), bahwa berbagai aktivitas manusia seperti
pembangunan irigasi, pengolahan lahan, penggundulan hutan, dan
aktivitas lainnya, mempengaruhi siklus hidrologi di bumi.
Kerusakan pada berbagai cekungan air tanah (basin) dan daerah
aliran sungai (watershed) sudah banyak terjadi, namun
karakterisitik lingkungannya sangat kurang yang terukur.
Siklus hidrologi global adalah komponen kunci dari sistem
iklim bumi,karena sejumlah besar energi yang diterima bumi dari
matahari didistribusikan kembali ke seluruh dunia melalui siklus
hidrologi dalam bentuk aliran panas (Trenberth et al., 2009)).
Perubahan siklus hidrologi berdampak langsung pada kekeringan,
banjir, sumber daya air dan keseimbangan ekosistem. Pengamatan
terhadap curah hujan dan debit sungai secara global, tidak
menunjukkan kecenderungan yang meningkat seperti yang
diperkirakan di dunia yang memanas (Morice et al., 2012). Kasus ini
menunjukkan bahwa anomalidi atas dapat dijelaskan bila dampak
dari aerosol troposfer dipertimbangkan. Dengan menganalisis
simulasi model terhadap iklim bumi terakhir, maka pertama kali
ditemukan bahwa ada siklus pelepasan hidrologi yang dapat
dideteksi terjadi antara tahun 1950an sanpai 1980an, yang
diakibatkan oleh peningkatan aerosol antropogenik (Peili Wu et al.,
2013).

Pengelolaan Air Tanah| 49


2.6. Uraian Siklus Hidrologi dalam Al’Quran
Sebelum ilmuwan mengutarakan teori dan rumusan ilmiah
tentang siklus hidrologi, sebenarnya proses atau siklus air di bumi
ini telah diuraikan sangat terinci di dalam Kitab Suci Al Qur’an,
mulai dari komponen pembentuk air, sampai pada bagaimana
proses kejadiannya. Banyak ayat di dalam Al Quran yang
menguraikan proses pembentukan air, kemudian para ilmuwan
bereksperimen secara ilmiah, lalu menyebut proses pembentukan
air itu sebagai “siklus hidrologi (hydrology cicles)”. Para ilmuwan
banyak dituntun oleh informasi tentang siklus air yang ada di
dalam Al Quran, lalu merumuskannya sebagai pengetahuan sesuai
dengan kaidah ilmiah. Hal ini tak terbantahkan karena sebelum
dijelaskan di dalam Al Quran, dogma yang membelenggu inovasi
manusia adalah ajaran spiritual yang mayoritas berkeyakinan
bahwa yang menurunkan hujandari langit ke bumi adalah dewa
hujan.Al Quran merupakan sumber informasi pertama yang
menjelaskan tentang proses pembentukan air pada berbagai fase,
yang bersirkulasi di bawah kehendak Allah Swt.
Dalam Al Quran tegas dijelaskan komponen pembentuk air
dan proses pembentukannya, antara lain An-Naba’(78 : 13) ;
Firman Allah bahwa “Dan Kami jadikan pelita yang amat terang
(matahari).” Ayat ini menjelaskan fungsi matahari sebagai pelita
yang terang (panas), sehingga air di bumi dapat menguap ke
udara, dan membentuk awan dan angin.“Dan kami turunkan
hujan dari awan air yang banyak tercurah”An-Naba’ (78 : 13).Ayat
ini menguraikan proses kondensasi di atas langit, yaitu
pembentukan uap air menjadi awan yang menjadi sumber air
hujan.
Al-Hijr (15 : 22) ; Firman Allah bahwa “Dan Kami telah
meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuhan, awan) dan
Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami turunkan hujan dari
langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
50|Pengelolaan Air Tanah
bukanlah kamu yang menyimpannya.” Allah secara detail
menjelaskan bahwa anginlah yang menggiring awan, lalu
mengawinkan ion-ion hidrogen, oksigen, dan unsur-unsur lain
yang terdapat di dalam awan, sehingga terbentuk senyawa air
yangturun ke bumi dalam bentuk hujan. Di akhir ayat ini Allah
menjelaskan cara Allah menyimpan air yang sangat menakjubkan
bagi orang yang berpikir, yaitu menyimpan air di dalam tanah yang
tidak akan mengalami kerusakan sampai kurun waktu ratusan,
ribuan, bahkan jutaan tahun, kecuali dirusak oleh ulah manusia.
Sangat berbeda jika air disimpan manusia di dalam bangunan
reservoir, maka hanya dalam beberapa bulan saja air akan
mengalami kerusakan.
An-Nur(24 : 43) ; Firman Allah bahwa “Tidakkah kamu
melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan
antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-
tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-
celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari
langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-
gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada
siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang
dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.” Ayat ini semakin memperjelas
proses hidrologi yang terjadi di atas angkasa, lalu diturunkan ke
permukaan bumi di mana pun yang dikehendakiNya, dengan
mengarak awan melalui dorongan angin ke wilayah yang
mendapatkan rahmat hujan itu sesuai kehendakNya.
Az-Zumar (39 :21) ; Allah berfirman, bahwa : “Apakah kamu
tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan
air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di
bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-
tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi
kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian
Pengelolaan Air Tanah| 51
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal.”Jika ayat ini disimak dengan seksama, jelas
terurai proses hidrologi yang terjadi di permukaan bumi, yaitu air
hujan masuk ke dalam tanah, lalu menjadi sumber-sumber air
(mata air, air tanaman, dan sebagainya). Tergambar pula proses
evaporasi dan transpirasi yang terjadi yang mengakibatkan
tanaman menguning lalu mati dan terurai, bahkan penguraian
biomassa itulah yang berproses ribuan tahun kemudian menjadi
minyak bumi yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
Al-Furqan ( : 53) ; Allah berfirman bahwa : “Dan Dialah yang
membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar
lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara
keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”Dari ayat ini
tergambar bagaimana proses pengaliran air sungai ke laut, jadi
sungai berfungsi mengalirkan runoff ke laut sebagai sumber
terbesar penguapan air ke angkasa. Tanpa adanya sungai, air di
laut akan berkurangsehingga penguapan air ke udara akan
berkurang, karena sebagian besar evaporasi berasal dari
permukaan air di laut.
Al-Mukmini (23 : 18) ; Firman Allah Swt : “Dan Kami
turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan
air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar
berkuasa menghilang-kannya.”Ayat ini menunjukkan semua
kejadian dalam proses turunnya hujanke bumi terjadi dengan
ketentuan yang sangat akurat,karena air yang diturunkan dalam
bentuk hujan sama dengan air yang diuapkan dan berkondensasi
di angkasa. Jadi apabila terjadi bencana banjir pada saat hujan
diturunkan ke bumi, hal itu bukan disebabkan oleh hujan yang
berlebihan, melainkan akibat dari kerusakan dan ketidak-
seimbangan alam dipermukaan bumi yang terjadi kerna ulah dan
perbuatan tangan manusia. Bagi orang yang berpikir tidak ada
52|Pengelolaan Air Tanah
istilah hujan berlebihan, karena intensitas curah hujan dipengaruhi
oleh volume penguapan yang terjadi. Terlebih bagi orang yang
beriman tidak akan pernah menyalahkan hujan pada saat
mengalami banjir, karena sangat menyadari bahwa banjir
merupakan akibat kecorobohan umat manusia dalam mengelola
alam yang telah diamanahkan pengurusannya kepada manusia
(khalifah tul ard). Hujan tidak pernah berlebihan, karena semua
sudah diukur oleh Allah swt.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat di dalam Al Quran, yang
menegaskan berbagai hal terkait dengan rahmat Allah kepada
makhluknya atas air dan peringatan tentang pemanfaatannya,
diantaranya : “Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan
yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air
hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin
terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berakal.” (Q.S. Al-Jatsiyah : 5).“Maka terangkanlah kepadaku
tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya
dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami
kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu
tidak bersyukur?” (Q.S. Al-Waaqi’ah : 68-70) “Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai
atap dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai
rezeki untukmu. Karena itu janganlah kami mengadakan sekutu-
sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahu.” (Q.S. Al-Baqarah :
22) “Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit
menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-
gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya;
maka, apabila hujan itu turun mengenai hambahambaNya yang
dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (Q.S. Ar-
Rum : 48).
Pengelolaan Air Tanah| 53
Subuhannalah, Allah Swt telah mengajarkan kepada umat
manusia bagaimana air di planet bumi ini bersirkulasi.
Pengetahuan dari Allah Swt tentu diberikan bukan hanya untuk
dibaca sebagai sebuah kisah proses alamiah belaka, melainkan
harus dipahami melalui perenungan, dan pemikiran, sehingga
melahirkan motivasi diri untuk senantiasa berpartisipasi dalam
memelihara sumberdaya alam, sebagai kewajiban semua umat
manusia dalam mengemban amanah sebagai khalifah di muka
bumi ini. Dengan demikian keseimbangan alam akan terjaga,
sehingga bumi dan seluruh penghuninya akan aman dari ancaman
berbagai macam bencana.[]

54|Pengelolaan Air Tanah


BAB –III
PROSES PEMBENTUKAN
AIR TANAH

Pengelolaan Air Tanah| 55


3.1. Air Hujan (Rainfall)
Turunnya hujan dari lapisan atmosfer ke permukaan bumi
adalah merupakan fase yang nyata memperlihatkan adanya siklus
hidrologi. Dimana karakteristik dari setiap hujan yang terjadi
sangat dipengaruhi oleh proses pemindahan panas akibat gerak
massa suatu fluida dari suatu daerah ke daerah lainnya, atau
dalam perubahan dari suatu fase ke fase lainnya. Hal ini telah
banyak diuraikan sebelumnya pada pembahasan mengenai proses
dan siklus hidrologi.
Oleh karena peristiwa turunnya hujan (presipitasi), adalah
merupakan insiden nyata yang dapat ditangkap pancaindera
manusia, sehingga banyak orang yang menganggap bahwa hujan
merupakan awal dari rangkaian keberadaan sumberdaya air di
bumi. Manusia tidak akan mampu mengindera langsung beberapa
proses lain dalam sirkulasi air yang terjadi, seperti
evapotranspirasi, sublimasi, kondensasi, dan adveksi. Hal inilah
yang menyebabkan pada awalnya orang menganggap bahwa
turunnya hujan dari angkasa ke muka bumi, adalah karena
kemurahan dewa hujan memberikan berkah kehidupan kepada
umat manusia di muka bumi. Berangkat dari asumsi semacam ini,
sehingga orang Yunani meyembah Zeus sebagai dewa hujan,
demikian pula dengan mereka yang beragama Hindu Dewa
meyakini dan menyembah Indra sebagai dewa hujan.
Terlepas dari keyakinan tidak ilmiah yang meganggap hujan
sebagai pemberian spontan daridewa hujan, namun memang
hujan merupakan tahapan yang ada dalam siklus air yang paling
besar memberikan manfaat kepada kehidupan makhluk di
permukaan bumi. Hujan merupakan proses distribusi air yang
paling dominan, karena hujan menjadi sumber air utama bagi
tumbuhan di darat, ikan di lautan dan/atau perairan. Sumber air
yang berinfiltrasi menjadi air tanah juga berasal dari hujan, bahkan
air yang ada di danau dan sungai mendapat suplai yang terbesar
56|Pengelolaan Air Tanah
dari air hujan, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu aliran
permukaan (run off) dan aliran bawah tanah (aquifer flow). Hujan
menjadi proses yang berperan dalam peralihan air dari uap
menjadi cair, serta menjadi tahapan pergerakan air dari atmosfer
ke litosfer dan hidrosfer. Sebaliknya penguapan air
(evapotranspirasi) akibat panas yang dipancarkan oleh matahari,
adalah menjadi proses yang menunjang tersedianya air di angkasa,
yang kemudian berproses dalam beberapa tahap di atmosfer
sampai terbentuk partikel-partikel air/es, yang kemudian turun
menjadi hujan. Dengan demikian peranan panas matahari sangat
penting dalam proses sirkulasi air di planet bumi ini.

3.2. Air Tanah Dan Proses Pembentukannya


Secara umum air tanah diartikan sebagai air yang berada
dan berasal dari lapisan tanah, baik air yang berada pada lapisan
tanah tak jenuh maupun air yang berada pada lapisan tanah
jenuh. Air yang berada pada lapisan tanah tak jenuh akan
menunjang kehidupan vegetasi di permukaan, sedangkan air yang
berada pada lapisan tanah jenuh menjadi deposit air di dalam
lapisan tanah, yang bisa keluar melalui mata air (artesis), atau
tinggal dalam lapisan tanah sebagai air fosil (fossil water). Oleh
karena pesatnya pertumbuhan penduduk dunia, membuat
kebutuhan manusia akan air terus meningkat, baik untuk
memenuhi kebutuhan air bersih, air industri, maupun untuk
memenuhi kebutuhan air pertanian. Hal ini membuat manusia
berinovasi, mengambil air fosil dengan memanfaatkan teknologi
pompa, untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Pengertian air tanah telah banyak dikemukakan oleh para
ahli, dan mereka mendefinisikan sesuai dengan pandangan dan
bidang ilmunya masing-masing. Beberapa pengertian tentang air
tanah yang dikemukakan para ahli, antara lain :

Pengelolaan Air Tanah| 57


7) Menurut Bouwer (1978) ;air tanah adalah sejumlah air di
bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan
sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau
dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara
alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran atau
rembesan.
8) Sumarto (1989) ; air tanah adalah air yang menempati
rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang
terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh
(saturated zone), dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur
jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya
berisi air dan udara.
9) Fetter (1994) ; air tanah adalah air yang tersimpan pada lajur
jenuh, yang kemudian bergerak sebagai aliran melalui
batuan dan lapisan-lapisan tanah yang ada di bumi sampai
air tersebut keluar sebagai mata air, atau terkumpul masuk
ke kolam, danau, sungai, dan laut. Batas atas lajur jenuh air
disebut dengan muka air tanah (groundwater table).
10) Asdak (2002) ; air tanah adalah segala bentuk aliran air hujan
yang mengalir di bawah permukaan tanah sebagai akibat
struktur perlapisan geologi, beda potensi kelembaban tanah,
dan gaya gravitasi bumi.
11) Scanlon (2002) ; air tanah adalah air yang tersimpan atau
terperangkap di dalam lapisan batuan yang mengalami
pengisian/penambahan secara terus menerus oleh alam.
12) Llamas & Santos (2005) ;air tanah adalah air yang ditemukan
di ruang antara partikel tanah dan retakan pada batuan
bawah tanah yang terletak di zona jenuh.
13) Herlambang (2005) ; air tanah adalah air yang bergerak di
dalam tanah yang terdapat dalam ruang antar butir-butir
tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung
membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer.
58|Pengelolaan Air Tanah
14) Danaryanto et al. (2007) ; air tanah adalah semua air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah, termasuk mata air (artesis).
15) Kumar (2007) ;air tanah adalah air di bawah permukaan
tanah yang sebagian besar berasal dari air permukaan yang
telah merembes ke bawah.
16) Permen ESDM No.15/2012 ; air tanah adalah air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
17) Darwis (2016), air tanah adalah air yang terdapat pada ruang
antara partikel tanah dan rekahan batuan yang berada di
bawah permukaan tanah, dan terletak pada zona jenuh.
Terminologi yang dikemukakan di atas semuanya tidak
terlepas dari latar belakang dan lingkup kajian yang dilakukan oleh
pihak atau orang yang mendefinisikannya.
Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang
volume dan eksistensinya terbatas, serta kerusakannya dapat
mengakibatkan dampak yang luas dan pemulihannya sulit
dilakukan. Untuk itu maka sebelum melakukan eksploitasi
terhadap cadangan air tanah, harus dipahami terlebih dahulu jenis
dan karakteristik dari pada air tanah tersebut.
Ada beberapa jenis air tanah, yang pengklasifikasiannya
berdasarkan letak dan kondisinya di dalam lapisan tanah. Jenis-
jenis air tanah (Herlambang, 2005) dapat dibedakan atas :
6) Air Tanah Freatis, merupakan air tanah dangkal, yang
terletak di antara air permukaan dan lapisan kedap air
(impermeable layer).
7) Air Tanah Artesis, merupakan air tanah dalam, yang terletak
di antara lapisan akuifer dengan lapisan batuan kedap air
(akuifer terkekang).

Pengelolaan Air Tanah| 59


8) Air Tanah Meteorit, merupakan air tanah yang berasal dari
proses presipitasi (hujan) dari awan, yang mengalami
kondensasi bercampur debu meteorit.
9) Air Tanah Baru (Juvenil), merupakan air tanah yang
terbentuk dari dalam bumi karena intrusi magma. Air tanah
juvenil biasanya ditemukan dalam bentuk air panas (geyser).
10) Air Konat, merupakan air tanah yang terjebak pada lapisan
batuan purba sehingga sering disebut fossil water.
Sedangkan penggolongan air tanah berdasarkan asal
mulanya menurut Told & Dam (1977) dalam Devie (2008), dapat
dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
5) Air Meteorit, yakni air yang berasal dari atmosfir dan
mencapai zona kejenuhan, baik secara langsung (infiltrasi
permukaan tanah & kondensasi uap air), maupun tidak
langsung (perembesan).
6) Air Juvenil, merupakan air baru yang ditambahkan pada zona
kejenuhan dari kerak bumi yang dalam, seperti ; air
magmatik, air gunung api dan air kosmik).
7) Air Diremajakan (rejuvenated), yaitu air yang untuk
sementara waktu telah dikeluarkan dari daur hidrologi oleh
pelapukan, dan sebab-sebab lain, kembali ke daur lagi
dengan proses-proses meta-morfisisme, pemadatan atau
proses-proses yang serupa.
8) Air Konat, adalah air yang dijebak pada beberapa batuan
sedimen atau gunung pada saat asal mulanya. Air tersebut
biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai salinitas
yang lebih tinggi daripada air laut.
Menurut Sosrodarsono (2006), bila ditinjau dari aspek
pengembangan sumber daya air, maka air tanah dapat
diklasifikasikan dalam lima jenis sesuai dengan keadaan dan
kondisi masing-masing air tanah, yakni :

60|Pengelolaan Air Tanah


6) Air tanah dataran alluvial ;Volume air tanah dalam dataran
alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran dan permeabilitas
dari akuifer yang terbentuk dalam alluvium dan dilluvium
yang mengendap dalam dataran. Air tanah dataran alluvial
terbagi atas air susupan (influent water), air tanah di lapisan
yang dalam, dan air tanah sepanjang pantai.
7) Air tanah di dalam kipas detrital ;Endapan kipas detrital
terbagi atas endapan di atas kipas, dan di bagian ujung
bawah kipas. Endapan di atas kipas terdiri atas lapisan pasir
dan kerikil yang tidak terpilih, sedangkan endapan yang
menuju ke arah ujung bawah kipas cendrung di dominasi
oleh lempung.
8) Air tanah di dalam terras dilluvial ;Air tanah dalam terras
dilluvial yang tertutup dengan endapan terras yang agak
tebal ditentukan oleh keadaan bahan dasar dan daerah
pengaliran dari terras. Kondisinya pada lembah terdapat
akuifer yang tebal dan biasanya terdapat mata air pada
batuan dasar yang dangkal, sedangkan jika terras dilluvial
bersambung dengan gunung api dan endapannya juga
bersambung dengan endapan kasar gunung api, maka
pengisian air tanah akan menjadi besar.
9) Air tanah di kaki gunung api ;Kaki gunung api memiliki
topografi dan geografi yang khas maka air tanahnya
mempunyai karakteristik tersendiri. Kaki gunung api yang
tinggi mengakibatkan curah hujan tinggi, fragmen-fragmen
gunung api memiliki ruang-ruang yang banyak sehingga
mudah menyalurkan air tanah serta memiliki mata air di
ujung terras, dan pada dasar aliran lava banyak retakan dan
ruang, maka air tanah dengan mudah melalui dasar
sepanjang lembah tersebut.
10) Air tanah di zone retakan ;Lapisan-lapisan tanah tersier
mempunyai kepadatan yang tinggi, porositas efektif antar
Pengelolaan Air Tanah| 61
butir tanah adalah kecil. Koeffisien permeabilitasnya adalah
berkisar 10-4 sampai 10-6 cm/detik dan tidak berbentuk
akuifer. Akan tetapi jika terdapat zone retakan yang
memotong lapisan-lapisan ini, maka di dalamnya terisi air
celah.
Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya pada Bab
Pertama, bahwa eksistensi penyebaran air tanah tidak merata dan
volumenya sangat terbatas. Menurut Shiklomanov dan Sokolov
(1983) dalam Davie (2008), bahwa 1,385,984.000 km 3 air di bumi
sebanyak 23.400.000 km3 (1.69%) adalah merupakan air tanah.
Air tanah terbentuk dari beberapa rangkaian dalam proses
hidrologi, yang dimulai dari turunnya hujan (presipitasi), lalu
terjadi proses infiltrasi baik dari aliran air genangan permukaan
maupun yang berinfiltrasi dari air danau, sungai, maupun air laut.
Sebagian air yang berinfiltrasi kembali menguap (evaporasi dan
transpirasi), dan sebagian lagi akan berperkolasi lebih jauh ke
dalam lapisan tanah dan akhirnya mencapai muka air tanah
(groundwater table). Air yang berperkolasi inilah yang kemudian
berkumpul dan membentuk air di dalam lapisan yang disebut air
tanah.
Air tanah merupakan salah satu sumber dayaair yang
keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan
dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan.Jadi air
tanah adalah nama untuk menggambarkan air yang tersimpan di
bawah tanah dalam batuan yang meloloskan air (permeable).
Periode penyimpanan air tanah dapat berbeda waktunya
bergantung dari kondisi geologi di sekitarnya (dapat beberapa
minggu sampaipuluhan bahkan ratusan tahun). Pergerakan air
tanah dapat muncul ke permukaan dalam bentuk sebagai mata air
(springs), sungai, danau, atau bahkan dapat langsung muncul di
dasar laut.

62|Pengelolaan Air Tanah


Air tanah bergerak di dalam tanah melalui pori tanah, yaitu
rongga atau ruang antar butir-butir tanah yang meresapkan air ke
dalam lapisan tanah, dan bergabung membentuk lapisan yang
dapat menangkap dan meloloskan air dalam lapisan tanah yang
disebut akuifer (aquifer). Lapisan tanah yang mudah dilalui oleh air
disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdiri atastanah
pasir atau kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah
disebut lapisan impermeable, seperti lapisan lempung atau geluh.
Hal yang mutlak bagi semua pihak yang terkait dengan
pengelolaan sumberdaya air tanah, adalah memahami asal-usul
(origin) dan sifat-sifat (nature) air tanah, agar tidak terjadi salah
pemahaman tentang sumberdaya air tanah yang dikelolanya.
Kesalahan dalam mengelola air tanah dapat berakibat tidak
tercapainya sasaran pengelolaan untuk kemaslahatan semua
orang, terutama bagi kaum marjinal/miskin. Justru kadang
pengelolaan air tanah akan menimbulkan dampak yang merugikan
kaum miskin tersebut, bahkan lebih luas lagi bahwa tidak jarang
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang dampaknya lebih
lama. Hal-hal pokok yang perlu dipahami tentang asal-usul dan
sifat-sifat air tanah antara lain tentang ;asal air tanah,
pembentukan air tanah, wadah air tanah, pengaliran dan imbuhan
air tanah, serta sifat-sifat fisik dan kimia daripada air tanah.
1) Asal Air Tanah
Air tanah berasal dari permukaan tanah, antara lain dari hujan,
sungai, danau.Selain itu dari dalam perut bumi dapat pula
terbentuk air bersamaan dengan terbentuknya batuan,seperti
pada proses terjadinya batuan endapan, juga akan terbentuk
air yang terjebak oleh batuan endapan tersebut. Contohnya: air
fosil yang rasanya asin, atau air vulkanis yang biasanya panas
dan berbau akibat kandungan sulfur.
2) Pembentukan Air Tanah

Pengelolaan Air Tanah| 63


Air tanah terbentuk dan berasal dari air hujan dan air permukan
yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of
aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate)
hingga mencapai zona jenuh air (zone of saturation) dan
menjadi air tanah. Fase air tanah adalah salah satu bagian
dalam daur hidrologi, yaitu peristiwa yang selalu berulang dari
urutan tahap; penguapan dari darat atau laut, pengembunan
membentuk awan, pencurahan, peresapan ke dalam tanah,
atau pengaliran ke badan air, dan penguapan kembali. Dari
daur hidrologi tersebut dapat dipahami bahwa air tanah
berinteraksi dengan air permukaan, serta komponen-
komponen lain yang terlibat dalam daur hidrologi termasuk
bentuk topografi, jenis batuan penutup, penggunaan lahan,
tumbuhan penutup, serta manusia yang berada di
permukiman.Air tanah dan air permukaan saling berkaitan dan
berinteraksi. Setiap aksi (pemompaan, pencemaran, dll)
terhadap air tanah akan memberikan reaksi terhadap air
permukaan, demikian pula sebaliknya.
3) Wadah Air Tanah
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa formasi geologi yang
mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan mengalirkan
air tanah dalam jumlah signifikan ke sumur-sumur atau mata
air disebut akuifer. Lapisan pasir atau kerikil adalah salah satu
formasi geologi yang dapat bertindak sebagai akuifer. Wadah
air tanah yang disebut akuifer tersebut dibatasi oleh lapisan-
lapisan batuan dengan daya meluluskan air yang rendah,
misalnya lempung yang dikenal sebagai akuitard, dan hal ini
akan diuraikan lebih luas pada pembahasan selanjutnya. Semua
akuifer mempunyai dua sifat yang mendasar: (i) kapasitas
menyimpan air tanah dan (ii) kapasitas mengalirkan air tanah.
Namun demikian sebagai hasil dari kondisi geologinya, akuifer

64|Pengelolaan Air Tanah


sangat beragam dalam sifat-sifat hidroliknya, kelulusan air dan
volume simpanan air tanah. Berdasarkan sifat-sifat tersebut
akuifer dapat mengandung air tanah dalam jumlah yang sangat
besar dengan sebaran yang luas hingga ribuan km2, atau
sebaliknya akuifer memiliki volume simpanan yang kecil akibat
kecilnya sebaran air di dalam tanah.Sebaran akuifer serta
pengaliran air tanah tidak mengenal batas-batas kewenangan
administratif pemerintahan. Suatu wilayah yang dibatasi oleh
batasan-batasan geologis yang mengandung satu akuifer atau
lebih dengan penyebaran luas, disebut cekungan air tanah.
Uraian tentang hal ini dibahas lebih jauh pada bagian lain dalam
buku ini.
4) Pengaliran Dan Imbuhan Air Tanah
Beberapa kota di Indonesia yang pemanfaatan air tanah dalam
dengan sangat intensif, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya,
Semarang, Denpasar, Makassar, dan Medan, sehingga
membuat muka air tanah dalam (piezometic head) umumnya
sudah berada di bawah muka air tanah dangkal (phreatic head).
Akibatnya terjadi perubahan pola imbuhan, yang sebelumnya
air tanah dalam yang memasok air tanah dangkal, karena
piezometic head lebih tinggi dari phreatic head, namun saat ini
justru terjadi sebaliknya, yaitu air tanah dangkal yang memasok
air tanah dalam.Jika jumlah total pengambilan air tanah dari
suatu sistem akuifer melampaui jumlah rata-rata imbuhan,
maka akan terjadi penurunan muka air tanah secara menerus
serta pengurangan cadangan air tanah dalam akuifer. Jika ini
hal ini terjadi, maka kondisi demikian disebut pengambilan
berlebih (over exploitation), dan penambangan air tanah
terjadi.

Pengelolaan Air Tanah| 65


5) Sifat Fisis dan Sifat Kimia Air Tanah
Sifat-sifat fisik dan komposisi kimia pada air tanah, sangat
menentukan mutu air tanah.Sehingga secara alami mutu air
tanah sangat dipengaruhi oleh jenis litologi penyusun akuifer,
jenis tanah/batuan yang dilalui air tanah, serta jenis air asal air
tanah. Mutu tersebut akan berubah manakala terjadi intervensi
manusia terhadap air tanah, seperti pengambilan air tanah
yang berlebihan, pembuangan libah, dll.Air tanah dangkal
rawan (vulnerable) terhadap pencemaran dari zat-zat pencemar
dari permukaan. Namun karena tanah/batuan bersifat
melemahkan zat-zat pencemar, maka tingkat pencemaran
terhadap air tanah dangkal sangat tergantung dari kedudukan
akuifer, besaran dan jenis zat pencemar, serta jenis
tanah/batuan di zona takjenuh, serta batuan penyusun akuifer
itu sendiri. Mengingat perubahan pola imbuhan, maka air tanah
dalam di daerah-daerah perkotaan yang telah intensif
pemanfaatan air tanahnya, menjadi sangat rawan pencemaran,
apabila air tanah dangkalnya di daerah-daerah tersebut sudah
tercemar. Air tanah yang tercemar adalah pembawa bibit-bibit
penyakit yang berasal dari air (water born diseases).

3.3. Mekanisme Infiltrasi Dan Perkolasi


Tidak semua air hujan yang jatuh wilayah daratan akan
langsung ke permukaan tanah. Hujan yang jatuh di atas hutan
sebagian yang dapat jatuh langsung di lantai hutan (tanah) melalui
sela-sela tajuk, dan bagian hujan semacam ini disebut throughfall
TF). Air hujan yang jatuh di dedaunan sebagian langsung
bertranspirasi sebagian lagi menetes tanah, dan tetesan ini
disebut crown drip (CD). Bagian air hujan yang mengalir ke
permukaan tanah melewati batang disebut steamflow, yang mana
kecilnya stemflow dipengaruhi oleh struktur batang dan kekasaran
kulit batang pohon.
66|Pengelolaan Air Tanah
Infiltrasi(infiltration) dimaksudkan sebagai proses masuknya
air kepermukaan tanah. Proses ini merupakan bagian yang sangat
penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses
pengalihragaman hujan menjadi aliran disungai, danau, waduk,
dan pengimbuhan air tanah. Dalam kaitan ini terdapat tiga
pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu kapasitas infiltrasi
(Infiltration capacity) dan laju infiltrasi (Infiltration rate) serta
Infiltrasi komulatif (Comulative Infiltration) . Kapasitas infiltrasi
adalah laju infiltrasi maksimum pada suatu jenis tanah tertentu,
sedangkan laju infiltrasi adalah kecepatan proses infiltrasi nyata
yang berlangsung pada suatu jenis tanah tertentu, dan infiltrasi
komulatif adalah volume infiltrasi total yang terjadi dalam luas
areal tertentu pada suatu rangkaian hujan yang terjadi.
Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dikacaukan orang
dengan pengertian perkolasi. Perkolasi (percolation) adalah
gerakan air kebawah dari zona tidak jenuh, yang terletak diantara
permukaan tanah sampai kepermukaan air tanah (zona jenuh).Jadi
infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam lapisan tanah
permukaan, sedang perkolasi adalah proses bergeraknya air
melalui lapisan tanah yang disebabkan oleh gaya gravitasi.
Proses terjadinya infiltrasi dan perkolasi, merupakan suatu
rangkaian proses yang berlangsung ketika air hujan menyentuh
permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut masuk
ke dalam tanah melalui pori-pori di lapisan permukaan tanah.
Proses masuknya air hujan ke dalam tanah ini disebabkan oleh
tarikan gaya grafitasi dan kapiler tanah. Laju infiltrasi dipengaruhi
oleh gaya gravitasi yang dipengaruhi oleh besarnya diameter pori-
pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir
tegak lurus ke dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang
lain, gaya kapiler bersifat mengelirkan air tersebut tegak lurus ke
atas, ke bawah, dan ke arah horizontal. Gaya kapiler tanah ini
bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada
Pengelolaan Air Tanah| 67
tanah dengan pori-pori besar, gaya kapiler dapat diabaikan
pengaruhnya, dan air akan mengalir ke lapisan tanah yang lebih
dalam akibat pengaruh gaya gravitasi. Dalam perjalanannya
tersebut, air juga mengalami penyebaran ke arah lateral akibat
tarikan gaya kapiler tanah, terutama ke arah tanah dengan pori-
pori yang berukuran kecil (sempit).
Infiltrasi (peresapan) merupakan perjalanan air melalui
permukaan tanah dan menembus masuk ke dalam lapisan tanah.
Tanah dapat ditembusi air karena adanya celah yang tak kapilar
melalui mana aliran air grafitasi mengalir ke bawah menuju zona
air tanah, dengan mengikuti suatu jalur yang berhambatan paling
lemah. Gaya-gaya kapilar mengalihkan air grafitas secara terus
menerus ke dalam rongga-rongga pori kapilar, sehingga jumlah air
grafitas yang melalui horizon-horizon yang lebih rendah secara
berangsur-angsur berkurang. Hal ini menyebabkan bertambahnya
tahanan pada aliran grafitas di lapisan permukaan dan
berkurangnya laju infiltrasi pada saat hujan meningkat. Air hujan
yang jatuh ke tanah akan masuk ke dalam lapisan tanah yang lebih
dalam dengan adanya gaya grafitasi, viskositas dan gaya kapilar
dan disebut juga sebagai proses infiltrasi. Laju infiltrasi aktual
tergantung dari karakteristik tanah dan jumlah air yang tersedia di
permukaan tanah untuk membuat tanah lembab.
Eksistensi air di dalam tanah tidak bersifat tetap. Air tanah
sebagai bagian penting dari siklus hidrologi akan selalu bergerak,
yang secara garis besarnya meliputi tiga tahap proses pergerakan
yang saling tergantung, yakni ;
1. Proses perjalanan masuknya air hujan melalui pori-pori
permukaan tanah, lalu bergerak ke bawah akibat gaya
gravitasi, sampai air tersebut mencapai kedalaman dimana
air tanah berkumpul (infiltration & percolation)
2. Proses tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah
(groundwater deposit).
68|Pengelolaan Air Tanah
3. Proses mengalirnya air yang ada di dalam tanah ke tempat
lain, baik pergerakan ke arah atas, samping, dan bawah
akibat gaya kapiler (seepage).
Proses infiltrasi maupun perkolasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Waktu dari saat hujan atau biasa disebut irigasi.
2. Tekstur dan stuktur tanah.
3. Persediaan air awal (kelembaban awal) atau jumlah air
yang tersedia di permukaan tanah.
4. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas
permukaan tanah, yang terkait dengan kemiringan lahan.
5. Penghantar hidrolik.
6. Kegiatan biologi dan unsur organik di dalam dan di
permukaan tanah.
7. Tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah lainnya.
Jika menurut Triatmodjo (2010), bahwa Laju infiltrasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ; kedalaman genangan
dan tebal lapis jenuh, kelembaban tanah, pemadatan oleh hujan,
tanaman penutup, intensitas hujan, dan sifat-sifat fisik tanah.
Kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh, keduanya akan
mempengaruhi tekanan hidrolik pada aliran air dari permukaan ke
dalam lapisan tanah. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.1. Pola Genangan Air Permukaan


(Triatmodjo, 2010)

Pengelolaan Air Tanah| 69


Air yang tergenang di atas permukaan tanah terinfiltrasi ke dalam
tanah, yang menyebabkan suatu lapisan di bawah permukaan
tanah menjadi jenuh air. Apabila tebal dari lapisan jenuh air adalah
L, dapat dianggap bahwa air mengalir ke bawah melalui sejumlah
tabung kecil. ALiran melalui lapisan tersebut serupa dengan aliran
melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D)
memberikan tinggi tekanan pada ujung atas tabung, sehingga
tinggi tekanan total yang menyebabkan aliran adalah D+L.Tahanan
terhadap aliran yang diberikan oleh tanah adalah sebanding
dengan tebal lapis jenuh air L. Pada awal hujan, dimana L adalah
kecil dibanding D, tinggi tekanan adalah besar dibanding tahanan
terhadap aliran, sehingga air masuk ke dalam tanah dengan cepat.
Sejalan dengan waktu, L bertambah panjang sampai melebihi D,
sehingga tahanan terhadap aliran semakin besar. Pada kondisi
tersebut kecepatan infiltrasi berkurang. Apabila L sangat lebih
besar daripada D, perubahan L mempunyai pengaruh yang hampir
sama dengan gaya tekanan dan hambatan, sehingga laju infiltrasi
hampir konstan.
Kelembaban tanah, akanmempengaruhi kapasitas infiltrasi.
Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan atas dari tanah
tersebut menjadi basah, sedang bagian bawahnya relatif masih
kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari gaya
kapiler antara permukaan atas tanah dan yang ada di bawahnya.
Karena adanya perbedaan tersebut, maka terjadi gaya kapiler yang
bekerja sama dengan gaya berat, sehingga air bergerak ke bawah
(infiltrasi) dengan cepat. Dengan bertambahnya waktu,
permukaan bawah tanah menjadi basah, sehingga perbedaan daya
kapiler berkurang, sehingga infiltrasi berkurang. Selain itu, ketika
tanah menjadi basah koloid yang terdapat dalam tanah akan
mengembang dan menutupi pori-pori tanah, sehingga mengurangi
kapasitas infiltrasi pada periode awal hujan.
70|Pengelolaan Air Tanah
Pemampatan oleh hujan, akibat pukulan tetesan hujan yang
jatuh di atas tanah, sehingga butir tanah mengalami pemadatan
oleh butiran air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori-pori
tanah yang berbutir halus (seperti lempung), sehingga dapat
mengurangi kapasitas infiltrasi. Untuk tanah pasir, pengaruh
tersebut sangat kecil.
Penyumbatan oleh butir halus, karena pada tanah yang
sangat kering, permukaannya sering terdapat butiran halus. Ketika
hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa
masuk ke dalam tanah, dan mengisi pori-pori tanah, sehingga
mengurangi kapasitas infiltrasi.
Tanaman penutup, tumbuhnya tanaman yang menutupi
permukaan tanah, seperti rumput atau hutan, dapat
meningkatkanlaju infiltrasi pada tanah. Dengan adanya tanaman
penutup, air hujan tidak dapat memampatkan tanah, dan juga
akan terbentuk lapisan humus yang dapat menjadi sarang/tempat
hidup serangga. Apabila terjadi hujan lapisan humus mengembang
dan lobang-lobang (sarang) yang dibuat serangga akan menjadi
sangat permeabel. Kapasitas infiltrasi bisa jauh lebih besar
daripada tanah yang tanpa penutup tanaman.
Topografi, juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahan dengan
kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar
sehingga air kekurangan waktu infiltrasi. Akibatnya sebagian besar
air hujan menjadi aliran permukaan. Sebaliknya, pada lahan yang
datar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak
untuk infiltrasi.
Intensitas hujan,juga berpengaruh terhadap kapasitas
infiltrasi. Jika intensitas hujan I lebih kecil dari kapasitas infiltrasi,
maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan.
Apabila intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi, maka
laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi.

Pengelolaan Air Tanah| 71


Kedalaman air yang masuk ke dalam tanah tergantung dari
beberapa faktor, yaitu : jumlah air hujan, porositas tanah, jumlah
tumbuh-tumbuhan, serta lapisan yang tidak dapat ditembusi oleh
air. Air yang tertahan oleh lapisan kedap air (impermeable layers),
akan membentuk batasan air tanah. Pengaruh tumbuh-tumbuhan
terhadap daya serap sukar ditentukan, karena tumbuh-tumbuhan
juga mempengaruhi intersepsi. Meskipun demikian, lahan dengan
tumbuh-tumbuhan penutup memiliki laju dan kapasitas infiltrasi
yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan tanah yang terbuka.
Hal ini disebabkan oleh empat hal, yaitu :
1. Tumbuhan penutup akan menghambat aliran permukaan,
sehingga memberikan waktu tambahan pada air untuk
memasuki tanah.
2. Sistem akar tumbuhan membuat bukaan pada lapisan
tanah, sehingga lebih mudah dimasuki oleh air dari
permukaan.
3. Daun tumbuhan melindungi permukaan tanah dari
tumbukan tetes air hujan yang jatuh, sehingga akan
mengurangi muatan air hujan dan erosi di permukaan
tanah.
4. Rimbunan tumbuhan akan menaungi permukaan tanah
dari panasnya matahari, sehingga akan mengurangi
evaporasi dari permukaan tanah.
Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi
oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan
aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya
kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah (vertikal dan
horisontal). Gaya kapiler membuat air selalu bergerak dari daerah
basah menuju ke daerah yang lebih kering. Oleh karena itu tanah
yang kering mempunyai gaya kapiler lebih besar daripada tanah
basah. Gaya tersebut akanberkurang dengan bertambahnya
kelembaban tanah. Selain itu, gaya kapiler bekerja lebih kuat pada
72|Pengelolaan Air Tanah
tanah dengan butiran halus seperti lempung daripada tanah
berbutir kasar pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui
permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler
pada seluruh permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak
kapiler akanberkurang karena berkurangnya gaya kapiler.Hal ini
menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler
pada lapis permukaan berkurang, aliran di dalam lapisan tanah
akan terus berlanjut karena pengaruh gravitasi untuk mengisi pori-
pori ke bawah lapisan tanah. Dengan terisinya pori-pori tanah, laju
infiltrasi berkurang secara berangsung-angsur sampai dicapai
kondisi konstan, yang ditunjukkan oleh kondisi laju infiltrasi
samabesar dengan laju perkolasi.
Menurut Soemarto (1995), bahwa laju infiltrasi dapat diukur
dengan beberapa cara, antara lain :
1. Dengan menggunakan Testplot (Infiltrometer) ; Pengukuran
daya infiltrasi dengan menggunakan infiltrometer hanya
dapat dilakukan terhadap luasan yang kecil saja, sehingga
sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya
daya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi
hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan
digenangi air, laju infiltrasi didapat dari banyaknya air yang
ditambahkan agar permukaan airnya konstan.
2. Dengan menggunakan Lysimeter; Alat ini berupa tangki
beton yang ditanam di dalam tanah, yang di isi tanah dan
tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi
dengan fasilitas drainase dan pemberian air.
3. Test Penyiraman (Sprinkling Test) ; Di atas sebidang tanah
dengan luas beberapa puluh meter persegi, diberikan
hujan tiruan dengan intensitas yang diketahui dan konstan.
permukaan tanahnya dibuat agak miring, sehingga
limpasan permukaan dapat dihitung.

Pengelolaan Air Tanah| 73


Tanah yang dalam kondisi kering ketika proses infiltrasi
terjadi, akan memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi karena gaya
kapiler dan gaya gravitasi, bekerja bersama-sama menarik air ke
dalam lapisan tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler
berkurang yang menyebabkan laju infiltrasi menurun. Akhirnya
kapasitas infiltrasi mencapai suatu nilai konstan, yang dipengaruhi
terutama oleh gayagravitasi dan laju perkolasi. Kurva yang
digambarkan berikut ini, menunjukkan bahwa kapasitas infiltrasi
(fp), merupakan fungsi dari waktu.

Gambar. 3.33. Kurva Kapasitas Infiltrasi


(Triatmotjo, 2010).

3.4. Kualitas Air Tanah


Kualitas air tanah sangat ditentukan sifat fisik dan sifat
kimianya. Sifat fisik air tanah meliputi ;warna, bau, rasa,
kekentalan, kekeruhan, dan suhu. Warna pada air
tanah disebabkan oleh zat yang terkandung di dalamnya, baik
berupa suspensi maupun zat yang terlarut. Bau air tanah dapat
disebabkan oleh zat atau gas yang mempunyai aroma yang
terkandung dalam air.Rasa air tanah ditentukan oleh adanya
garam atau zat yang terkandung dalam air tersebut, baik yang

74|Pengelolaan Air Tanah


tersuspensi maupun yang terlarut. Kekentalan air dipengaruhi oleh
partikel yang terkandung di dalamnya, dimanasemakin banyak
kandungan partikelnya akan semakin kental air tanah. Di samping
itu apabila suhunya semakin tinggi maka kekentalannya akan
semakin kecil (encer). Kekeruhan air tanah disebabkan oleh ada
tidaknya zat yang terlarut di dalamnya. Sebagai contoh adalah
adanya partikel lempung, lanau, juga zat organik ataupun
mikroorganisme. Suhu air juga merupakan sifat fisik dari air.
Sedangkan suhu air tanah dipengaruhi oleh keadaan sekeliling,
seperti musim, cuaca, siang-malam, tempat ataupun lokasinya.
Sifat kimia air tanah adalah kesadahan, zat padat terlarut
(Total Disolve Solid /TDS), daya hantar listrik (DHL) atauElectric
Conductance(EC), keasaman, dan kandungan ion. Sifat-sifat kimia
air tanah dapat dijelaskan secara runtun sebagai berikut :
Kesadahan Air
Kesadahan atau kekerasan (total hardness) air tanah pada
umumnya terjadi karena adanya kandungan unsur Ca dan Mg
dalam air tanah. Air tanah pada umumnya mengandung bahan-
bahan metal terlarut, seperti Na, Mg, Ca dan Fe. Air yang
mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi
disebut air sadah (Philip Kristanto, 2004).Kesadahan (hardness)
adalah gambaran kation logam divalen (valen dua). Kation-kation
ini dapat bereaksi dengan zat-zatsoap, dan membentuk endapan
(presipitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam
air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam. Pada
air tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan
magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh
jumlah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium
berikatan dengan anion penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan
karbonat (Hefni Effendi, 2003).

Pengelolaan Air Tanah| 75


Zat Padat Terlarut (Total Disolve Solid /TDS)
Zat padat terlarut adalah jumlah zat padat yang terlarut dalam air/
semua zat yang tertinggal setelah diuapkan pada suhu 103–105 C
(Saeni, 1989). Padatan terlarut meliputi garam garam anorganik
dan sejumlah kecil zat organik serta gas. Berdasarkan kriteria baku
mutu air kelas I, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku
untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga,
batas maksimum yang diperbolehkan adalah 1000 mg/l.
Daya Hantar Listrik (Electric Conductance/DHL)
Daya hantar listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air untuk
menghantarkan listrik. Air yang banyak mengandung garam akan
mempunyai DHL tinggi. Konduktivitas air tergantung dari
konsentrasi ion klorida, suhu air dan zat padat terlarut. Oleh
karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi
kenaikan DHL. Semakin tinggi temperatur dan ion klorida maka
nilai DHL juga semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah nilai
DHL maka suhu maupun ion klorida akan rendah pula.
Keasaman Air (PH)
Keasaman air dinyatakan dengan pH, mempunyai besaran mulai
dari 1 sampai 14. Air yang mempunyai pH 7 adalah netral,
sedangkan yang mempunyai pH lebih besar/kecil dari 7 disebut
bersifat basa/asam. Jadi air yang mengandung garam kalsium
karbonat atau magnesium karbonat, bersifat basa (pH 7,5 - 8),
sedangkan yang mempunyai harga pH < 7 adalah bersifat asam.
Keasaman air pada umumnya disebabkan karena adanya gas
karbon dioksida (CO2) yang larut dalam air dan menjadi asam
karbonat H2CO3. Syarat pH untuk keperluan air minum 6,0 - 9,0.
Kandungan Ion
Kandungan ion baik kation maupun anion yang terkandung di
dalam air diukur biasanya dalam satuan part per million (ppm)
atau mg/l. Ion-ion yang diperiksa antara lain Na, K, Ca, Mg, Al, Fe,
76|Pengelolaan Air Tanah
Mn, Cu, Zn, Cl, SO4, CO2, CO3, HCO3, H2SF, NH4, NO3, NO2, KMnO4,
SiO2, dan ion-ion logam yang biasanya jarang akan tetapi ion ini
bersifat sebagai toxic (racun), antara lain As, Pb, Sn, Cr, Cd, Hg, Co
(Hadipurwo, 2006).[]

Pengelolaan Air Tanah| 77


BAB –IV
CEKUNGAN AIR TANAH

78|Pengelolaan Air Tanah


4.1. Pengertian Cekungan Air Tanah (CAT)

Kawasan tempat pengaliranair tanahdisebutCekungan air


tanah (groundwater basin). Secara umum orang mendefinisikan
Cekungan air tanah (CAT),adalah batas teknis pengelolaan
sumberdaya air tanah.Di dalam UU No.7 Tahun 2004 yang telah
dibatalkan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No. 85/PUU-
XII/2013, dikatakan bahwa cekungan air tanah adalah suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua
kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran,
danpelepasan air tanahberlangsung. Terminologi ini telah diadopsi
kembali di dalam Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2017
tentang Cekungan Air Tanah di Indonesia. Dengan mengacu pada
definisi di atas, maka secara singkat dapatdikatakanbahwa CAT
adalahbatasteknisPengelolaanSumberDaya Air Tanah. Namun
tidak berarti bahwa air tanah yang berada pada daerah Non-CAT
tidak dapat dikelola, bahkan sebaiknya Non-CAT dapat dikelola
secara terpadu dengan air di dalam area CAT yang berbatasan.
Selain definisi umum yang diuraikan di atas, secara spesifik
ada beberapa terminologi CAT yang dikemukakan oleh para ahli,
yang pada umumnya sesuai dengan sudut pandang dan
kepentingannya masing-masing.
1. Hendrayana (2003) ; bahwa cekungan air bawah tanah adalah
suatu cekungan hidrogeologi pada suatu wilayah yang dibatasi
olehkondisi hidraulika yang berbeda. Cekungan air bawah tanah
secara alamiah dibatasi oleh batas-batas hidraulika yang
dikontrol oleh karakteristik kondisi geologi danhidrogeologi
wilayah setempat. Suatu cekungan air bawah tanah dapat
dibatasi oleh satu atau lebih tipe batas yang kondisi hidraulika
pada setiap batasnya berbeda-beda. Suatu cekungan air bawah
tanah dapat berada dalam satuwilayah kabupaten/kota, lintas
kabupaten/kota, lintasprovinsi, atau bahkan lintas Negara,

Pengelolaan Air Tanah| 79


dengan demikian batas cekungan air bawah tanah tidak selalu
berimpit dengan batas administrasi.
2. GSRT (2000), GRT (2016) dan GET (2016); bahwa Cekungan air
tanah (groundwater basin) adalah sebuah reservoir air tanah,
yang dibatasi oleh permukaan tanah di atas dan akuifer
dibawah, yang berisi air yang tersimpan dalam reservoir. Dalam
beberapa kasus, batas-batas airifer yang secara berturut-turut
lebih dalam mungkin berbeda dan menyulitkan untuk
menentukan batas cekungan.
3. GMT (2015); bahwa Cekungan air tanah (groundwater basin)
adalah sistem aliran air tanah dibatasi oleh pembagian air
tanah.
4. Wise GEEK (2017); bahwa cekungan air tanah (groundwater
basin) adalah cadangan air bawah tanah yang bisa berbentuk
akuifer tunggal atau sekelompok akuifer yang tertaut.
5. EED (2017); bahwa cekungan air tanah (groundwater basin)
adalah sebuah reservoir air tanah bersama dengan semua
permukaan tanah di atasnya dan akuifer yang mendasarinya
yang menyumbang air ke reservoir. Dalam beberapa kasus,
batas-batas airifer yang secara berturut-turut lebih dalam
mungkin berbeda dalam cara yang menciptakan kesulitan
dalam menentukan batas cekungan. Cekungan air tanah bisa
dipisahkan dari cekungan yang bersebelahan dengan batas
geologi atau batas hidrologi.
6. Energy Efficiency & Renewable Energy (EERE),
mengemukakanduadefinisi, yakni :
(1) Bahwa cekungan air tanah (groundwater basin) adalah
istilah umum yang digunakan untuk mendefinisikan sistem
aliran air tanah yang memiliki batas-batas yang ditentukan,
dan dapat mencakup bahan permeabel yang mampu
menyimpan atau melengkapi persediaan air yang signifikan.

80|Pengelolaan Air Tanah


Jadi cekungan air tanah mencakup area permukaan dan
bahan permeabel di bawahnya.
(2) Bahwa cekungan air tanah (groundwater basin) adalah area
bawah tanah dimana air tanah mengalir. Cekungan air
tanah bisa dipisahkan dengan batas-batas geologi atau
hidrologi.
7. Mojave Water Agency (MWA), Bahwa cekungan air tanah
(groundwater basin) didefinisikan sebagai daerah yang diliputi
oleh bahan permeabel yang mampu memberikan pasokan air
tanah yang cukup baik ke sumur atau menyimpan sejumlah
besar air. Sebuah cekungan air tanah bersifat tiga dimensi dan
mencakup luas permukaan, dan semua material air tawar
permukaan dan air yang ada di bawah permukaan.
Dalam memahami dan mempelajari eksistensi cekungan
(basin) dapat dilihat dari dua aspek. Jika dilihat dari hamparan
permukaan bumi dikenal istilah cekungan topografi, dan bila
dilihat dari pola penyebaran air di bawah permukaan (dalam
lapisan tanah) dikenal istilah cekungan geologi.
Cekungan topografi didefinisikan sebagai tempat yang
secara morfologi berbentuk cekung (lembah),dan dibatasi oleh
tinggian atau punggungan. Sedangkan cekungan geologi, berkaitan
dengan tatanan air di dalam lapisan tanah (hidrogeologi).

4.2. Daerah CAT dan Non CAT


Untuk mengidentifikasi suatu cekungan air tanah, dapat
digunakan tiga kriteria umum, yakni :
1. Mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi
geologisdan/atau kondisi hidraulik air tanah. Batas
hidrogeologis adalah batas fisik wilayah pengelolaan air tanah.
Batas hidrogeologis dapat berupa batas antarabatuan lulus dan
tidak lulus air, batas pemisah air tanah, dan batas yang

Pengelolaan Air Tanah| 81


terbentuk oleh struktur geologi yang meliputi, antara lain,
kemiringan lapisan batuan, patahan dan lipatan.
2. Mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah
dalam satu system pembentukan air tanah. Daerah imbuhan air
tanah merupakan kawasan lindung air tanah, di daerahtersebut
air tanah tidak untuk didayagunakan, sedangkan daerah
lepasan air tanah secara umum dapat didayagunakan, dapat
dikatakan sebagai kawasan budidaya air tanah.
3. Memiliki satu kesatuan system akuifer, yaitu kesatuan susunan
akuifer, termasuk lapisan batuan kedap air yang berada di
dalamnya. Akuifer dapat berada pada kondisi tidak tertekan
atau bebas (unconfined) dan/atau tertekan (confined).
Dengan demikian dapat diartikan bahwa sumberdaya air
bawah tanah (ABT) yang tidak memenuhi ketiga kriteria di atas,
dapat disebut sebagai cadangan air tanah Non-CAT. Untuk
membedakan secara jelas antara daerah cekungan air tanah (CAT)
dan daerah bukan cekungan air tanah (Non-CAT), dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1. Kriteria Daerah CAT dan Non-CAT.
No Daerah CAT Daerah Non-CAT
Mempunyai batas hidrogeologis yang Tidak mempunyai batas-
1 terkontrol oleh kondisi geologis batas hidrogeologis yang
dan/atau kondisi hidrolik air tanah. utuh.
Mempunyaidaerahimbuhan(rechange Tidak mempunyai daerah
area), dandaerahlepasan(dischange imbuhan (rechange area)
2 area) air dan daerah lepasan air
tanahdalamsatusistempembentukan tanah (dischange area)
air tanah. yang terpadu.
Memilikisatukesatuansistemakuifer,
Tidak memiliki sistem
yaitukesatuansusunanakuifer,
3 akuifer dalam satu
termasuklapisanbatuankedap air
kesatuan.
yang berada di dalamnya.

82|Pengelolaan Air Tanah


4.3. Komponen Daerah CAT dan Non-CAT.
Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa daerah CAT dan
Non-CAT dapat dibedakan dari tiga aspek, yakni : batas
hidrogeologis, daerah imbuhan dan lepasan air tanah, serta sistem
akuifer yang dimilikinya. Daerah CAT lebih terpadu dan sistimatis,
sehingga komponennya lebih utuh dibandingkankomponen pada
daerah Non-CAT. Profil dan komponen yang ada pada daerah CAT
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.1. Profil Daerah CAT (Sholichin, 2015)


Dari gambar di atas, terlihat bahwa jelas adanya batas-batas
hidrogeologis yang utuh (1,2,3, dan 4). Selain itu pada daerah CAT
juga terlihat keterpaduan antara daerah pengimbuhan (rechange
area) dan daerah pelepasan (dischange area), yang mana air tanah
bergerak dari daerah pengimbuhan ke daerah pelepasan melalui
sistem akuifer yang terpadu. Komponen Daerah CAT dapat terdiri
dari (lihat gambar profil CAT di atas) :
1. Lapisan batuan lulus air (permeable layer).
2. Lapisan batuan tidak lulus air (impermeable layer).
3. Batas pemisah air tanah dangkal dan air tanah dalam.

Pengelolaan Air Tanah| 83


4. Struktur geologi pembatas, dapat berupa kemiringan lapisan
batuan, patahan, dan/atau lipatan.
5. Daerah imbuhan (rechange area)
6. Daerah lepasan (dischange area)
7. Akuifer bebas (unconfined aquifer)
8. Akuifer tertekan (confined aquifer)
Sedangkan profil dan komponen yang ada pada daerah Non-
CAT dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.2. Profil Daerah CAT (Kodoatie dan Sjarief, 2010)


Pada gambar di atas terlihat bahwa tidak ada batas-batas
hidrogeologis yang utuh, karena tidak ada lapisan lapisan batuan
yang permeable yang meluluskan infiltrasi air permukaan ke dalam
lapisan tanah/batuan untuk membentuk kumpulan groundwater.
Selain itu pada daerah Non-CAT juga tidak ada keterpaduan antara
daerah pengimbuhan dan daerah pelepasan, dan air hanya
bergerak pada permukaan dan pada lapisan top soil saja. Dan yang
paling mudah membedakan daerah Non-CAT dengan daerah CAT,
adalah ketiadaan kesatuan sistem akuifer pada daerah Non-CAT.
Komponen Daerah Non-CAT dapat terdiri dari (lihat gambar profil
Non-CAT di atas) :
1. Lapisan lulus air (permeable layer), hanya ada pada lapisan top
soil saja.

84|Pengelolaan Air Tanah


2. Lapisan tidak lulus air (impermeable layer), masif berada di
bawah top soil, dan tidak membentuk lapisan akuifer.
3. Struktur pembatas sangat tebal, yang terdiri atas lapisan batuan,
patahan, dan/atau lipatan.
4. Daerah pengimbuhan (rechange area), bersifat setempat dan
tidak terpadu dengan daerah lepasan.
5. Daerah lepasan (dischange area) yang bersifat setempat saja.
6. Tidak terdapat akuifer yang terbentuk dalam suatu sistem.

4.4. Karakteristik Hidrologi Daerah CAT


Karaktersitik hidrologi pada daerah CAT sangat tergantung
pada komponen CAT yang ada di daerah tersebut. Oleh karena itu
siklus hidrologi pada daerah CAT memiliki karakteristik tersendiri,
yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.3. Siklus Hidrologi Daerah CAT (Sholichin, 2015)


Siklus hidrologi pada daerah CAT memperlihatkan kesatuan
sistem akuifer (bebas dan tertekan), keterpaduan aliran air dari
daerah pengimbuhan ke daerah pelepasan air tanah, serta
keutuhan batas-batas hidrogeologi-nya. Kesemua faktor tersebut
yang memungkinkan air permukaan dapat terinfiltrasi lalu
Pengelolaan Air Tanah| 85
berperkolasi masuk ke dalam tanah yang porous untuk
membentuk kesatuan sistem akuifer pada lapisan tanah. Untuk
memperjelas proses siklus hidrologi pada daerah CAT, dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.4. Profil &Siklus Hidrologi Daerah CAT (Sholichin, 2015)


Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010), bahwaCAT di
Indonesia terdiri atas akuifer bebas (unconfined aquifer) dan
akuifer tertekan (confined aquifer). Akuifer bebas merupakan
akuifer jenuh air (saturated). Lapisan pembatasnya, yang
merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada
pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa
muka air tanah. Sedangkan akuifer tertekan (confined aquifer)
merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas
dan lapisan bawah yang kedap air (aquiclude) dan tekanan airnya
lebih besar dari tekanan atmosfer.
Eksistensi daerah pengimbuhan dan daerah pelepasan
dalam suatu sistem akuifer sangat menentukan keberlanjutan
sumberdaya air tanah. Pengimbuhan alami dapat terjadi
sepanjang daerah rechange area dapat terpelihara dengan baik.

86|Pengelolaan Air Tanah


Demikian pula dengan daerah lepasan, sangat menentukan
kelangsungan mata air (springs) yang muncul ke permukaan tanah.
Kesalahan dalam mengelola daerah lepasan dapat berakibat
hilangnya mata air, sekalipun air akuifer masih tetap ada. Sifat
aliran air di dalam tanah, yang senantiasa mencari jalur yang
memiliki tekanan pori rendah, dapat mengakibatkan arah aliran air
tanah di dalam akuifer akan berpindah titik. Kesalahan
pemanfaatan air dengan membangun penampungan secara
langsung di titik spring, akan meningkatkan tekanan hidrolis pada
titik tersebut, sehingga aliran air akan berbelok arah mencari jalur
dengan tekanan yang lebih rendah. Hal semacam inilah yang
sering mengakibatkan hilangnya mata air, yang dieksploitasi
dengan cara yang salah, yang dapat diakibatkan ketidak-pahaman
pihak-pihak yang berkepetingan dalam pemanfaatan mata air.
Daerah imbuhan (recharge area) adalah suatu kawasan
pokok yangmenyediakan kecukupan air tanah
(groundwater).Daerah imbuhan alami yangbaik adalah daerah
dimana proses perkolasi air permukaan berlangsung secarabaik
sehingga sampai menjadi air tanah tanpa halangan (California
Water PlanUpdate, 2009). Apabila fungsi daerah imbuhan tidak
berfungsi dengan layak,maka boleh jadi tidak akan ada air tanah
yang dapat disimpan atau digunakan. Perlindungan terhadap
daerah imbuhan ini diperlukan beberapa langkah agar tetap
berfungsi dengan baik dengan cara sebagai berikut :
1) Memastikan bahwa daerah yang cocok atau sesuai sebagai
daerah imbuhandipertahankan fungsinya daripada
pengubahnya sebagai prasarana umum(urban infrastructure)
seperti bangunan atau jalan.
2) Mencegah polutan masuk kedalam air tanah.
Daerah pengimbuhan air tanah merupakan daerah resapan
air yang mampumenambah air tanah secara alamiah pada

Pengelolaan Air Tanah| 87


cekungan air tanah. Proses pengimbuhan pada rechange area
dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.5. Proses Pengimbuhan (Kodoatie dan Sjarief, 2010)


Keterangan Gambar :
1. Hujan yang jatuh pada daerah pengimbuhan.
2. Air yang mengisi pada zona tak jenuh menjadi jenuh.
3. Muka air tanah naik.
4. Tekanan hidrolika yang kuat ke arah lapisan bawah.
5. Air meresap ke bawah mengisi air tanah pada zona jenuh.
6. Setiap terjadi hujan, lapisan permukaan tanah selalu mampu
meresapkan air ke lapisan tanah bagian bawah (infiltrasi)
7. Daerah pengimbuhan pada daerah CAT, biasanya terletak di
bagian hulu (ketinggian), yang memiliki morpologi kawasan
berupa pegunungan atau perbukitan.
Selain daerah pengimbuhan, hal yang sangat penting
mendapat perhatian di dalam pemanfaatan air tanah adalah
eksistensi daerah lepasan. Daerah lepasan (dischange area)
biasanya ditandai dengan munculnya mata air (springs) ke
permukaan tanah, yang mengeluarkan air tanah akibat tekanan
hidrolik di dalam akuifer. Daerah lepasan adalah daerah keluaran

88|Pengelolaan Air Tanah


air tanah yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air
tanah.
Peranan akuifer dalam menampung dan mengalirkan air
tanah pada daerah CAT sangat penting. Sifat lapisan batuan yang
porous pada akuifer, bukan hanya berfungsi mengalirkan air di
dalam tanah, tetapi sekaligus berfungsi untuk menampung air
tanah yang berinfiltasi dan berperkolasi ke dalam lapisan akuifer
tersebut. Hubungan antara siklus hidrologi dan tampungan pada
akuifer daerah CAT, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.6. Tampungan & Siklus Hidrologi pada Daerah CAT


(Sholichin, 2015)
Keterangan Gambar :
A = Tampungan Intersepsi (Interception Storage).
B = Tampungan pada Tumbuhan (Storage in Plants) .
C = Tampungan di atas permukaan tanah (Surface on soil
Storage).
D = Tampungan aliran sungai (Channel Storage).
E = Tampungan permukaan pada danau, rawa, bendung, dll
(Surface Storage).
F = Tampungan di zona tak jenuh, di atas muka air tanah
sampai ke permukaan tanah (Vedose Zone Storage).
G = Tampungan air tanah (Groundwater Storage).

Pengelolaan Air Tanah| 89


H = Tampungan di atmosfer (Atmosphere Strorage).
I = Tampungan di gudang-gudang air minum kemasan,
gedung-gedung, dll (User Storage).
4.5. Karakteristik Hidrologi Daerah Non CAT
Sebagaimana halnya pada daerah CAT, maka karaktersitik
hidrologi pada daerah Non-CAT juga sangat tergantung pada
komponen yang ada di daerah tersebut. Oleh karena itu siklus
hidrologi pada daerah Non-CAT memiliki karakteristik tersendiri,
yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.7. Siklus Hidrologi Daerah Non-CAT (Sholichin, 2015)


Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010), daerah bukan CAT
(Non-CAT) adalah wilayah yang tidak dibatasi oleh batas
hidrogeologis dan tidak atau bukan tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung. Daerah Non-CAT sering juga
disebut sebagai daerah non-aluvial.

90|Pengelolaan Air Tanah


Siklus hidrologi pada daerah Non-CAT memperlihatkan tidak
adanya sistem akuifer, dan jugatidak adanya keterpaduan aliran
air dari daerah pengimbuhan ke daerah pelepasan air tanah, serta
tidak jelasnya batas-batas hidrogeologi. Kesemua faktor tersebut
tidak memungkinkan air permukaan berinfiltrasi dan berperkolasi
masuk ke dalam batuan yang kedap air. Untuk memperjelas
proses siklus hidrologi pada daerah Non-CAT, dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 4.8. Profil &Siklus Hidrologi Daerah Non-CAT (Sholichin,


2015)
Apabila dilihat dari segi karakteristik wilayahnya, daerah
Non-CAT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Lapisan tanah yang mampu menyerap air cukup tipis.
2) Di bagian bawah dari lapisan humus daerah Non-CAT
umumnya berupa batuan.
3) Pada kondisi alami daerah Non-CAT, selama lapisan tanah
(humusnya) masih ada akan relatif lebih subur dibandingkan
dengan daerah CAT.

Pengelolaan Air Tanah| 91


4) Daerah Non-CAT bisa merupakan daerah yang rawan
kekeringan baik dari segi pertanian maupun kebutuhan air
bersih.
5) Daerah Non-CAT juga umumnya daerah dengan rentan
gerakan tanah tinggi (mudah longsor).
6) Daerah Non-CAT juga merupakan daerah dimana sistem
sungai dan Daerah Aliran Sungai yang tidak stabil, karena ada
deformasi muka bumi.
Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010), bahwa Daerah Non-
CAT bisa merupakan daerah yang rawan kekeringan baikdari segi
pertanian maupun kebutuhan air bersih. Pada kondisi daerah Non-
CAT masih lebat dengan tumbuhan maka sumber utama air adalah
dari curah hujan yang hanya menjadi air permukaan karena
infiltrasi air ke dalam tanah hanya sebatas ketebalan humusnya.
Bilamana humus hilang maka air hujan menjadi air permukaan
baik yang teretensi karena bentuk topografinya maupun yang
menjadi run-off. Pada daerah Non-CAT air hujan hanya menjadi air
permukaan dan aliran antara, aliran antara (interflow) merupakan
aliran air tak jenuh (unsaturated flow) dalam zona akar (root zone)
hasil peresapan air hujan yang masuk kedalam tanah (Nyoman,
2002).Berbeda dengan daerah CAT, untuk daerah Non-CAT
wilayahnya tidak memiliki daerah imbuhan maupun daerah
lepasan air tanah. Keadaan tersebut dapat diilustrasikan sebagai
gambar berikut.

92|Pengelolaan Air Tanah


Gambar 4.9. Aliran Air pada Daerah Non-CAT (Kodoatie dan
Sjarief, 2010)
Keterangan Gambar :
1. Hujan Turun pada daerah Non-CAT.
2. Humus (top soil) setebal 1-5 meter.
3. Air hujan tidak meresap (semuanya menjadi run off).
4. Air hujan yang terjebak.
5. Air permukaan sebagai sumber utama air sungai.
6. Banyak sesar/patahan, mengakibatka mudah longsor.
7. Daerah Non-CAT umumnya banyak kegiatan tambang.
Sama halnya pada daerah CAT, maka peranan pada daerah
CAT juga terjadi penampungan air, walaupun lebih kecil
dibandingkan dengan tampungan pada daerah CAT. Hubungan
antara siklus hidrologi dan tampungan pada daerah Non-CAT,
dapat dilihat pada gambar berikut.

Pengelolaan Air Tanah| 93


Gambar 4.10. Tampungan & Siklus Hidrologi pada Daerah Non-
CAT (Sholichin, 2015)
Keterangan Gambar :
A = Tampungan Intersepsi (Interception Storage).
B = Tampungan pada Tumbuhan (Storage in Plants) .
C = Tampungan di atas permukaan tanah (Surface on soil
Storage).
D = Tampungan aliran sungai (Channel Storage).
E = Tampungan permukaan pada danau, rawa, bendung, dll
(Surface Storage).
F = Tampungan di zona tak jenuh, di atas muka air tanah
sampai ke permukaan tanah (Vedose Zone Storage).
H = Tampungan di atmosfer (Atmosphere Strorage).
I = Tampungan di gudang-gudang air minum kemasan,
gedung-gedung, dll (User Storage).
Dari tinjauan hidrogeologi,terlihat bahwa eksistensi dari
komponen tampungan pada daerah Non-CAT hampir sama
dengan yang terdapat pada daerah CAT. Akan tetapi terdapat
perbedaan yang prinsipilyaitu pada kapasitas tampungannya, serta
groundwater storage (G) yang tidak ada dalam bentuk aliran
akuifer.

94|Pengelolaan Air Tanah


4.6. Sebaran Daerah CAT dan Non CAT di Indonesia.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
daerah CAT dapat dibedakan dengan daerah Non-CAT adalah dari
eksistensi sistem kesatuan akuifer yang hanya terdapat pada
daerah CAT, dan tidak terdapat pada daerah Non-CAT. Hal itulah
yang menyebabkan sehingga deposit air tanah pada daerah CAT
jauh lebih besar dibandingkan dengan potensi air tanah pada
daerah Non-CAT.
Untuk memanfaatkan potensi air tanah secara optimal,
maka sebelumnya harus diketahui jenis sumberdaya air tanah
yang akan dieksploitasi, apakah masuk dalam daerah CAT atau
daerah Non-CAT. Oleh karena itu setiap pemanfaatan air tanah
harus dikoordinasikan dengan instansi terkait, baik untuk
memperoleh izin pemanfaatan air tanah, maupun untuk
mengetahui potensi, dan memahami kondisi serta kewajiban
konservasi terhadap sumberdaya air tanah yang diperlukan pada
lokasi/kawasan kegiatan pemanfaatan air tanah tersebut.
Pemetaan (mapping) potensi sumberdaya air tanah dalam
bentuk peta daerah CAT dan Non-CAT di Indonesia, acuannya
telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden RI 26 Tahun 2011,
tentangPenetapanCekungan Air Tanah.
Luas daratan dan penyebaran daerah CAT dan Non-CAT di
Indonesia, sebagaimana yang tercanum dalam Keputusan Presiden
No. 26 Tahun 2011 adalah sebagai berikut :
- Luasdaratan = 1,922,600 km2 (100%)
- Luas CAT = 907,615 km2 (atau 47,2% luasdaratan)
- Luas Non-CAT = 1,014,985 km2 (atau 52,8% luasdaratan)
Pemetaan daerah CAT dan Non-CAT di Indonesia dan
masing-masing pulau,yang mengacu pada KeputusanPresiden No.
26 Tahun 2011dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.

Pengelolaan Air Tanah| 95


Gambar 4.11. PetaSebaran Wilayah CAT dan non-CAT di
Indonesia

Gambar 4.12. PetaSebaran CAT&Non-CAT Pulau Jawa

96|Pengelolaan Air Tanah


Gambar 4.13. Gambar 4.14.
PetaSebaran CAT&Non- PetaSebaran CAT&Non-
CAT Pulau Sumatera CAT Pulau Kalimantan

Gambar 4.15. Gambar 4.16.


PetaSebaran CAT&Non- PetaSebaran CAT&Non-
CAT Pulau Sulawesi CAT Pulau Papua

Pengelolaan Air Tanah| 97


Gambar 4.17. Gambar 4.18.
PetaSebaran CAT&Non- PetaSebaran CAT&Non-
CAT Maluku Utara CAT Kep. Maluku

Gambar 4.19. PetaSebaranCAT & Non-CAT Bali & Sumbawa

Gambar 4.20. PetaSebaran CAT&Non-CAT di NTT

98|Pengelolaan Air Tanah


BAB –V
AKUIFER DAN
KARAKTERSITIK AKUIFER

Pengelolaan Air Tanah| 99


5.1. Jenis Formasi Batuan pada Akuifer

Batuan merupakan salah satu elemen kulit bumi yang


menyediakan mineral-mineral anorganik melalui pelapukan yang
selanjutnya menghasilkan tanah. Batuan adalah kumpulan-
kumpulan atau agregat dari mineral-mineral yang sudah dalam
kedaan membeku/keras. Batuan mempunyai komposisi mineral,
sifat-sifat fisik, dan umur yang beraneka ragam. Jarang sekali
batuan yang terdiri dari satu mineral, namun umumnya
merupakan gabungan dari dua mineral atau lebih. Mineral adalah
suatu substansi anorganik yang mempunyai komposisi kimia dan
struktur atom tertentu. Jumlah mineral banyak sekali macamnya,
dan jugabanyak jenis-jenis kombinasinya.
Secara umum jenis-jenis batuan dibagi menjadi 3 macam,
yaitu :batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorfik.
1. Batuan beku adalah batuan yang terbentuk karena pembekuan
magma (di dalam perut bumi) dan/atau pembekuan lava (di
permukaan bumi).Batuan beku yang terbentuk dari magma di
dalam perut bumi disebut batuan beku intrusif. Sedangkan
batuan beku yang terbentuk dari lava yang keluar ke
permukaan bumi disebut batuan beku ekstrusif. Contoh batuan
beku antara lain ; batu apung, obsidian, granit, basal, deorit,
andesit, liparit, dan lain sebagainya.
2. Batuan sedimen atau batuan endapan adalah batuan yang
terbentuk karena pengendapan atau hasil pelapukan dan
pengikisan batuan yang dihanyutkan oleh air atau terbawa oleh
tiupan angin. Kemudian endapan ini menjadi keras karena
tekanan atau ada zat-zat yang merekat pada bagian-bagian
endapan tersebut. Jadi batuan sedimen berasal dari batuan
yang telah ada sebelumnya. Contoh batuan sedimen antara lain
; konglomerat, batu pasir, batu gamping, batu serpih, batu
lempung, breksi, stalaktit & stalakmit, dan lain sebagainya.

100|Pengelolaan Air Tanah


Selain yang terbentuk dari pengendapan dan pelapukan batuan
lain, batuan sedimen juga ada yang terbentuk dari hasil
aktivitas organisme (mahluk hidup), yang menghasilkan batuan
sedimen organik. Batuan sedimen organik atau yang disebut
juga batuan sedimen biogenic adalah batuan yang terbentuk
dari pengendapan sisa-sisa bagian tubuh mahluk hidup serta
mineral-mineral yang dihasilkannya.Berdasarkan mineral
dominan yang dihasilkan, ada dua jenis batuan sedimen
organik, yaitu batuan sedimen silika dan batuan sedimen
karbonat :
1) Batuan sedimen organik Karbonat ; adalah batuan organik
yang paling dominan. Organisme yang menghasilkan batuan
ini antara lain koral, mollusca dan foraminifera. Mineral
utama penyusun batuan batuan sedimen karbonat, adalah
senyawa karbonat (CaCO3) berbentuk kalsit yang biasanya
berupa batu karang.
2) Batuan sedimen organik silika; Organisme yang menyusun
batuan organik silika adalah diatom dan radiolaria. Diatom
menghasilkan jenis batuan silika diatomit, sedangkan
radiolaria akan membentuk batuan silika radiolarit.
3. Batuan metamorf atau disebut juga batuan malihan adalah
batuan yang berasal dari batuan beku atau batuan sedimen
namun telah mengalami perubahan secara fisik dan kimiawi
akibat adanya panas dan tekanan yang tinggi.Disebut batuan
metamorf karena batuan ini mengalami proses metamorfosis
sehingga mengubah struktur batuan asal menjadi batuan baru.
Contoh batuan metamorf antara lain ; batu marmer (pualam)
yang berasal dari batu gamping, batu sabak yang terbentuk dari
batu serpih, dan lain sebagainya.
Formasi batuan adalah satuan batuan dasar dalam
pembagian satuan litostratigrafi (Sandi Stratigrafi Indonesia,
1996). Sedangkan menurut Sam Boggs (1987), bahwa formasi
Pengelolaan Air Tanah| 101
batuan didefinisikan sebagai suatu tubuh batuan yang dapat
dikenali atau diidentifikasi melalui karakter dan posisi
stratigrafinya.Lazimnya, tapi tidak selalu, tubuh batuannya
berbentuk tabular, dan dapat dipetakan dan dapat dilacak
keberadaannya di permukaan bumi. Formasi batuan dapat terdiri
atas satu tipe batuan, perulangan dari dua atau lebih tipe batuan,
atau berupa percampuran beberapa jenis batuan yang sangat
heterogen.
Kuantitas dan kualitas airtanah sangat dipengaruhi oleh
kondisigeologi daerahnya, baik bentuk bentang alam maupun kondisi
batuannya. Jenis batuan yang dapat meluluskan aliran air tanah disebut
batuan pembawa air. Air memilikipotensi untukbergerak
melaluiempat jenisbatuan, yakni ;batuanyang tidak dikonsolidasi,
batuan sedimenberpori,batuan vulkanikberpori,dan
batuanretak.Di dalam batuan yang tidak dikonsolidasi, partikel
tidak melekatsatu sama laindengan cara yang koheren seperti
pada batu pasir dan kerikil, sehingga airdapat
bergerakmelaluiruang antarapartikel.Kerikildan pasirmerupakan
jenis batuan yang baik untuk akuifer, karena ruangantara
partikellebih besar, sehingga air bergeraklebih cepat, dibanding air
yang bergerak melalui lapisandengan ruangantar partikel yang
lebih kecil,seperti pada batuan lempung (clay stone) yang
terbentuk dari partikel tanah liat.
Demikian pula pada batuan karbonatseperti batu gamping,
yang rapuhsehingga cenderungmudah retak danpatah, sehingga
memungkinkan beberapagerakanair melalui retakan/patahan yang
terjadi.Lebih penting lagi,karena airakanmelarutkanbatuan
karbonatsetelah airmampumemasuki bukaan pada batuan
tersebuthingga menjadi lebih besar, danmemungkinkan
gerakanair yang lebih banyak.Batuan kapur yangmemiliki
bukaanbesarakibat proses pelarutan semacam ini, dikenal
sebagaikarst.
102|Pengelolaan Air Tanah
Batuan vulkaniksepertibasalyang dihasilkan dari proses dan
aktivitas gunung berapi.Jikabatuan vukkanik mendinginkandengan
cepat,akan terbentuk retakan dan/atau patahan sehingga
memungkinkan gerakanairyang signifikan pada bukaan tersebut.
Batuan metamorfdalam bentukkristalseperti
granit,kuarsit,dan lain-lain,pada dasarnyakedapair
(impermeable).Namun bukaan akibat retakan/patahan yang
terjadidalam proses pendinginan yang cepat
akanmemungkinkangerakanair melewati lapisan batuan
metamorf.Jumlah gerakanmelalui batuanretaktergantung pada
besar dan kontinuitas dari retakan/patahan pada batuan
metamorf tersebut.
Pada umumnya keempat formasi batuan seperti yang
dijelaskan di atas, yang merupakan pembentuk lapisan batuan
pembawa air pada sistem akuifer dalam lapisan tanah.

5.2. Pengertian Akuifer


Lapisan yang mudah dilalui oleh aliran airtanah disebut lapisan
permeable, seperti lapisan pasir ataupunkerikil. Sedangkan lapisan
yang sulit di lalui aliran air tanah disebut dengan
lapisanimpermeable, seperti lapisan lempung atau batuan padat.
Lapisan batuan yang dapat menangkap, menyimpan
danmeloloskan air disebut akuifer.
Todd (1955), menyatakan bahwa akuifer berasal dari Bahasa
Latin yaitu aqui dari aqua yang berarti air dan ferre yang berarti
membawa, jadi termonologi dari akuifer adalah lapisan pembawa
air.Akuifer adalah lapisan batuan dibawah permukaan tanah yang
mengandung air dan dapat dirembesi air. Akuifer adalah formasi
geologi atau grup formasi yang mengandung air dan secara
signifikan mampu mengalirkan air melalui kondisi alaminya.
Pengertian lain yang digunakan untuk akuifer adalah sebagai
reservoir air tanah, atau sebagai lapisan pembawa air.
Pengelolaan Air Tanah| 103
Suatu akuifer mempunyai dua fungsi penting, yaitu sebagai
penyimpan laksana sebuah waduk dan sebagai penyalur air seperti
jaringan pipa. Kedua fungsi itu diemban oleh pori-pori atau rongga
di dalam batuan akuifer itu. Dua sifat yang berhubungan dengan
fungsinya sebagai penyimpan adalah porositas (porosity), dan
massa jenis (specific yield).

5.3. Tipe dan Jenis Akuifer


Secara umum tipe akuifer ada dua macam, yakni akuifer
tertekan (confined aquifer) dan akuifer tidak tertekan atau bebas
(unconfined aquifer). Namun oleh para ahli, kedua tipe akuifer
tersebut masih dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis.
Menurut Krussman dan Ridder (1970) dalam Utaya (1990)
bahwa macam-macam akuifer sebagai berikut:
a. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer); yaitu lapisan lolos air
yang hanya sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan
kedap air. Permukaan tanah pada aquifer ini disebut dengan
water table (preatik level), yaitu permukaan air yang
mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer.
b. Akifer Tertekan (Confined Aquifer) ; yaitu aquifer yang seluruh
jumlahnya air yang dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang
di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan jenuh
lebih besar dari pada tekanan atmosfer.
c. Akuifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer) ;yaitu aquifer
yang seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi
oleh lapisan semi lolos air dibagian bawahnya merupakan
lapisan kedap air.
d. Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer) ;yaitu aquifer
yang bagian bawahnya yang merupakan lapisan kedap air,
sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus,
sehingga pada lapisan penutupnya masih memungkinkan

104|Pengelolaan Air Tanah


adanya gerakan air. Dengan demikian aquifer ini merupakan
peralihan antara aquifer bebas dengan aquifer semi tertekan.
Sedangkan menurut Sophocleous (2010), aliran air tanah di
dalam akuifer dapat dibedakan dalam aliran akuifer tertekan
(confined aquifer), dan aliran akuifer tak tertekan (unconfined
aquifer).
1) Akuifer tertekan (confined aquifer)
Merupakan lapisan rembesan air yang berisi kandungan air
tanah yang bertekanan lebih besar dari tekanan udara
bebas/tekanan atmosfer, karena bagian bawah dan atas dari
akuifer ini tersusun dari lapisan kedap air (impermeable
layers). Muka air tanah dalam kedudukan ini disebut bidang
pizometric, yang dapat berada di atas maupun di bawah muka
tanah. Apabila tinggi bidang pizometric berada di atas muka
tanah, maka air sumur yang menyadap akuifer tertekan
(confined aquifer), akan mengalir secara bebas. Air tanah yang
mengalir dalam kondisi demikian disebut artoisis atau artesis.
Dilihat dari kelulusan lapisan pengurungnya, akuifer tertekan
dapat dibedakan menjadi akuifer setengah tertekan (semi-
confined aquifer) atau tertekan penuh (confined aquifer), dan
dapat disebut pula dengan akuifer dalam (deep aquifer)
2) Akuifer tak tertekan/bebas (unconfined aquifer)
Merupakan lapisan rembesan air yang mempunyai lapisan
dasar kedap air, tetapi bagian atas muka air tanah lapisan ini
tidak kedap air, sehingga kandungan air tanah bertekanan
sama dengan tekanan udara bebas/tekanan atmosfer. Ciri
khusus dari akuifer bebas ini adalah muka air tanah sekaligus
merupakan batas atas dari zona jenuh akuifer tersebut.
Akuifer semacam ini sering disebut pula dengan akuifer
dangkal (shallow aquifer). Menurut Sophocleous (2010), ada
tiga macam Unconfined Aquifer,yakni :
a) Akuifer Lembah (Valley Aquifer)
Pengelolaan Air Tanah| 105
Merupakan akuifer yang berada pada suatu lembah
dengan sungai sebagai batas (inlet atau outlet). Dapat
dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu di daerah yang
banyak curah hujannya (humid zone), dimana pengisian air
sungai yang ada di akuifer ini diisi melalui infiltrasi dari
daerah-daerah yang sama tingginya dengan ketinggian
sungai. Dan juga di daerah gersang (arid zone), dimana
pengisian (infiltrasi) ke akuifer tidak ada akibat dari curah
hujan, melainkan pengisian air berasal dari sungai ke
akuifer dengan aliran akuifer yang searah dengan aliran
sungai.
b) Akuifer Aluvial (Alluvial Aquifer)
Merupakan akuifer yang terjadi akibat proses fisik baik
pergeseran sungai, maupun perubahan kecepatan
penyimpanan yang beragam dan heterogen, di sepanjang
daerah aliran sungai atau daerah genangan (flood plains).
Akibatnya kapasitas air di dalam akuifer ini menjadi besar,
dan umumnya kondisi air tanahnya seimbang dengan air
yang ada di sungai (equillibrium condition). Pada daerah
hulu setiap daerah aliran sungai (DAS), umumnya air sungai
akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan mengisi
akuifer ini. Sedangkan di daerah hilir, muka air tanah di
dalam akuifer lebih tinggi dari dasar sungai, sehingga
akuifer akan mengisi sungai terutama pada musim
kemarau.
c) Akuifer Terangkat ( Perched Aquifer)
Merupakan kondisi khusus, dimana air tanah pada akuifer
ini terpisah dari air tanah utama oleh lapisan yang relatif
kedap air dengan penyebaran terbatas, dan terletak di atas
muka air tanah utama.
Selain akuifer, ada beberapa istilah lain yang biasa digunakan
dalam mendiskripsikan karakteristik suatu formasi batuan, yakni :
106|Pengelolaan Air Tanah
1. Aquiclude; adalah formasi geologi yang mungkin mengandung
air, tetapi dalam kondisi alami tidak mampu mengalirkannya,
misalnya lapisan lempung. Untuk keperluan praktis, aquiclude
dipandang sebagai lapisan kedap air.
2. Aquitard;adalah formasi geologi yang semikedap, mampu
mengalirkan air tetapidengan laju yang sangat lambat jika
dibandingkan dengan akuifer. Meskipun demikian dalam
daerah yang sangat luas, mungkin mampu membawa
sejumlah besar air antara akuifer yang satu dengan lainnya.
Aquiclude ini juga dikenaldengan nama formasi semi kedap
atau leaky aquifer.Dapat dikatakan pula bahwa aquitard ini
merupakan lapisan pembatas atas dan pembatas bawah suatu
akuifer semi tertekan (semi confined aquifer). Salah satu jenis
lapisan akuikludadalah lempung pasiran.
3. Aquifuge;merupakan suatu lapisan, formasi, atau kelompok
formasi satuan geologi yang relatif kedap air, yang tidak
mengandung ataupun tidak dapat mengalirkan air (air sama
sekali tidak dapat melewatinya). Contoh lapisan akuifug
adalah jenis batuan granit.
Jika ditinjau dari aspek hidrodinamika pada aliran di
dalamnya, menurut Puradimaja (2015), bahwa akuifer dapat
dibedakan atas tiga jenis, yakni :
1) Akuifer Tertekan (Confined Aquifer) ; Yaitu akuifer yang bagian
atas dan bawahnya, dibatasi oleh lapisan bersifat akuifug atau
akuiklud.

Pengelolaan Air Tanah| 107


Gambar 5.1. Profil Akuifer Tertekan (Puradimaja, 2015)
2) Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer) ; Yaitu akuifer yang
dibatasi oleh lapisan impermeabel di bagian bawahnya, tetapi
pada bagian atasnya tidak ada lapisan pengekang (semua
lapisan penutup bersifat permeabel).

Gambar 5.2. Profil Akuifer Bebas (Puradimaja, 2015)

108|Pengelolaan Air Tanah


3) Akuifer Bocor (Leaky Aquifer) ; Yaitu akuifer yang dibatasi oleh
lapisan semi permeabel di bagian atas dan/atau di bagian
bawahnya.

Gambar 5.3. Profil Akuifer Bocor (Puradimaja, 2015)


Menurut Kruseman & Ridder (1994) dalam Puradimaja
(2015), bahwa dari sifat homogenitas dan isotropik, maka akuifer
dapat dibedakan atas :
1) Akuifer homogen, yaitu akuifer yang bersifat homogen, bisa
dalam kondisi isotropik (homogen isotropik) atau dalam
kondisi anisotropik (homogen anisotropik).

Gambar 5.4. Profil Akuifer Homogen Isotropik & Anisotropik


(Puradimaja, 2015)

Pengelolaan Air Tanah| 109


2) Akuifer heterogen, yaitu akuifer yang bersifat heterogen
anisotropik.

Gambar 5.5. Profil Akuifer Heterogen anisotropik


(Puradimaja, 2015)
Di dalam upaya konservasi air tanah dan/atau sebagai usaha
penyimpanan sumberdaya air guna memenuhi kebutuhan
manusia, sering dibuat akuifer buatan (artificial aquifer) yang
merupakan media lapisan tanah yang dibuat atau ditata ulang
untuk menyimpan dan mengalirkan air di dalam tanah sehingga
dapat menjadi sumber air yang berkelanjutan. Pembuatan akuifer
buatan dibutuhkan jika terjadi salah satu atau lebih dari kondisi
kritis berikut, seperti ; kapasitas sumberdaya air (termasuk air
tanah) pada suatu wilayah dalam kondisi yang tidak memadai,
atau air tanah telah mengalami degradasi akibat pengambilan air
tanah yang melampaui kapasitas imbuhan, atau terdapat air
permukaan yang mempunyai kuantitas yang melimpah tetapi
mempunyai kualitas yang kurang baik,atau terjadi pencemaran
pada air tanah yang disebabkan oleh aktivitas sekitarnya, sehingga
lahan mengalami pencemaran (pollution of the land).
Akuifer buatan dapat dipergunakan sebagai sarana untuk
penyediaan air bakubagi penduduk yang berkelanjutan. Air
permukaan yang diimbuhkan secara buatan (artificial recharge)
akan masuk ke dalam lapisan batuan yang membentuk akuifer
buatan (artificial aquifer). Jika air yang dimbuhkan secara buatan

110|Pengelolaan Air Tanah


ke dalam lapisan akuifer buatan berasal dari air hujan, maka
pengimbuhan buatan tersebut sering disebut “panen hujan”.
Kualitas air akan terbentuk di dalam akuifer, ditentukan oleh
proses infiltrasi dan perkolasi yang terjadi selama perjalanan
(pengaliran) air dari permukaan sampai ke lapisan akuifer, yang
mana semakin lama pengalirannya akan menghasilkan kualitas air
tanah yang semakin baik.Dengan demikian akuifer buatan dapat
menjadi sumber air tanah yang berkualitas dan berkelanjutan.
Teknologi artificial aquifer dapat dipergunakan sebagai
prasarana dalam upaya konservasi sumberdaya air pada daerah
aliran sungai (DAS). Kondisi gersang pada DAS di daerah
pegunungan, yang disebabkan oleh kelangkaan air atau
kekeringan pada lapisan tanah permukaan, menyulitkan upaya
manusia dalam menjalani kehidupan, terutama dalam usaha
budidaya tanaman. Sementara itu, pada alur-alur lembah sering
terdapat sisa-sisa aliran dari mata air yang mengalir ke hilir, lalu
menghilang ke laut. Dengan fasilitas akuifer buatan aliran air dapat
ditangkap dan disalurkan kembali ke areal pegunungan sebagai
sarana pemberian air tanaman penghijauan yang berupa tanaman
produksi atau tanaman reboisasi. Konservasi dan manajemen air
tanah akan dibahas pada bagian akhir di dalam buku ini.

5.4. Litologi, Stratigrafi dan Geomorpologi Akuifer


Litologi akuifer merupakan diskripsi lengkap mengenai sifat-
sifat fisik, kimia dan struktur batuan pembentuk akuifer, termasuk
komposisi mineralnya, warna dan teksturnya. Dalam ilmu geografi,
litologi akuifer biasa disebut petrografi akuifer. Sedangkan
Geomorfologi akuifer adalah merupakan penggambaran bentuk
permukaan bumi yang ada di atas lapisan akuifer. Kedua hal ini
sangat menentukan baik di dalam mengidentifikasi potensi
akuifer, maupun dalam memprediksi kapasitas dan parameter
hidrolik akuifer yang lainya.
Pengelolaan Air Tanah| 111
Selain itu bahwa kondisi alamiah dan eksistensi
akuifer,aquiclude danaquitard di dalam sistem geologi
dikendalikanoleh lithologi, stratigrafi dan struktur dari material
simpanan geologi dan formasi (Freeze & Cherry,1979). Menurut
mereka bahwa litologi merupakan susunan fisik dari simpanan
geologi, dimana susunan initermasuk komposisi mineral, ukuran
butir dan kumpulan butiran (grain packing), yang dapat terbentuk
darisedimentasi atau batuan yang menampilkan suatu sistem
geologi. Stratigrafi menjelaskan hubungan geometrisdan umur
antara macam-macam lensa, dasar dan formasi dalam geologi
sistem dari asal terjadinyasedimentasi. Bentuk struktur seperti
pecahan (cleavages), retakan (fracture), lipatan (folds), dan
patahan(faults), merupakan sifat-sifat geometrik dari sistem
geologi yang dihasilkan oleh perubahan bentuk(deformation),
akibat adanya proses penyimpanan (deposition) dan proses
kristalisasi (crystallization) daribatuan. Pada simpanan yang belum
terkonsolidasi (unconsolidated deposits) litologi dan
stratigrafimerupakan pengendali yang paling penting.
Todd (1980), menyatakan tidak semua formasi litologi dan
kondisi geomorfologi merupakan akuifer yang baik. Berdasarkan
pengamatan di lapangan,akuifer dijumpai pada bentuk lahan
sebagai berikut :
1. Lintasan air (water course) ;Bentuk lahan dimana materialnya
terdiri dari alluvium yang mengendap di sepanjangalur sungai,
sebagai bentuk lahan dataran banjir serta tanggul alam. Bahan
alluvium itu biasanya berupa pasir dan kerikil.
2. Dataran (plains) ;Bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun
atas bahan alluvium, yang berasal dari berbagai bahan induk
sehingga merupakan akuifer yang baik.
3. Lembah antar pegunungan (intermontane valley) ;Merupakan
lembah yang berada diantara dua pegunungan, dan

112|Pengelolaan Air Tanah


materialnyaberasaldari hasil erosi dan gerak massa batuan
dari pegunungan di sekitarnya.
4. Lembah terkubur (burried valley) ; Berupa lembah yang
tersusun oleh materi lepas-lepas, yang dapat berupa pasir
halus sampai kasar.
Geomorfologi berkaitan erat dengan eksistensi air di bawah
permukaan tanah, oleh karena itu maka ilmu geomorfologi sangat
berkaitan erat dengan bidang hidrogeologi, dimana keduanya
saling memberi kontribusi dalam berbagai hal, seperti dalam
masalah interaksi air tanah, eksistensi sungai, lokasi dan evolusi
pada akuifer, evolusi karst dan formasi permukaan tanah (land
form). Oleh karena itu diketahui bahwa eksistensi air tanah di
bawah permukaan memegang peranan penting di dalam banyak
proses geomorfologi, sehingga analisis geomorfologi yang tepat
akan bermanfaat di dalam mengungkapkan kondisi dan sistem air
yang ada di dalam lapisan tanah. Pemahaman tentang
geomorfologi sangat bermanfaat dan dapat diaplikasikan pada
banyak permasalahan lingkungan yang terkait dengan air tanah,
seperti pasokan air di zona gersang, polusi air tanah, konservasi
lahan basah, pengelolaan perikanan, dan perlindungan lahan
(Brown, 1995).
Salah satu penelitian litologi akuifer yang cukup
komprehensif dan pengamatannya cukup lama adalah studi yang
dilakukan oleh Tim Peneliti USGS, yaitu dari tahun 1957 hingga
tahun 1972 (Kresse et al., 2015). Sebuah studi dilakukan untuk
menilai potensi akuifer pada Lembah Sungai Arkansas di sekitar
Van Buren, Arkansas, sebagai sumber air bersih yang penting di
wilayah tersebut. Deskripsi litologi dari hasil pengamatan panjang
tersebut memberi kesimpulan bahwa :
1. Sifat fisik akuifer ; Dari hasil pengeboran sebanyak 59 sumur,
menunjukkan bahwa kedalaman sumur yang memberikan
kualitas air yang baik pada akuifer Van Buren berkisar antara
Pengelolaan Air Tanah| 113
25 sampai 52 kaki (kaki), dengan kedalaman rata-rata 42 kaki.
Dari analisis hasil pengamatan hidrograf dalam kurun waktu
yang panjang (1957 - 1972), diketahui bahwa fluktuasi muka
air tanah di daerah tersebut sangat tergantung pada tingkat
curah hujan yang terjadi. Kecuali pada areal dengan jarak 0,8
sampai 4,5 mil ke hulu dari bendungan, berpotensi
terpengaruh oleh naik turunnya air dari Sungai Arkansas.
Selain zona yang terpengaruh kondisi air sungai tersebut,
pada areal yang lain terlihat bahwa peningkatan curah hujan
selalu diikuti dengan peningkatan muka air di dalam akuifer
Van Buren. Hal ini menunjukkan ketergantungan simpanan
(stroravitas) akuifer tersebut lebih dominan dipengaruhi oleh
curah hujan dibanding pengaruh air sungai.
2. Sifat kimia akuifer ; Salinitas air di Sungai Arkansas lebih tinggi
daripada salinitas air dalam akuifer Van Buren. Selain itu
perbandingan konsentrasi klorida di dalam tanah pada areal
sebelum bendungan (pre-dam) dan setelah bendungan (post-
dam), menunjukkan tidak ada peningkatan konsentrasi klorida
setelah pembangunan bendungan. Hal ini juga menjadi salah
satu petunjuk bahwa sumber air tanah pada akuifer aluvial di
aliran Sungai Arkansas, adalah dominan berasal dari
pengimbuhan (rechange) akibat infiltrasi curah hujan,
sedangkan imbuhan (influx) dari aliran air sungai memberi
kontribusi yang kecil. Data kualitas air tanah yang
dikumpulkan dari 10 sumur di daerah studi menunjukkan tipe
air akuifernya adalah air kalsium-bikarbonat, namun unsur
penyusunnya tidak ada yang melampau ambang batas dari
mutu baku air minum yang ditetapkan pemerintah Federal
maupun ajuran kesehatan. Kecuali unsur besi (Fe) dan
mangan (Mg) yang melampaui peraturan air minum sekunder
(secondary drinking-water regulations). Karena wilayah studi
merupakan lahan pertanian tanaman padi, maka dilakukan
114|Pengelolaan Air Tanah
analisis 10 titik sumur uji. Ada 6 dari 10 sampel air dari sumur
uji menunjukkan adanya kandungan pestisida, dengan 6 jenis
senyawa herbisida dan satu senyawa turunan herbisida
(herbicide metabolite) yang terdeteksi, namun konsentrasi
masih yang jauh di bawah standar air minum yang ditetapkan
pemerintah Federal maupun ajuran kesehatan.
3. Struktur batuan akuifer ; Lapisan pasir dankerikil pada lapis
pembawa air di akuifer Van Buren, sangat kurang (hanya
terdapat pada 4 dari 59 sumur uji). Ketebalan lapisan pasir
dan kerikil yang ada rata-rata 29 kaki, dan terletak pada
kedalaman berkisar 5 sampai 47 kaki. Persentase lapisan pasir
terbesar cenderung terdapat di daerah yang dekat dengan
sungai, dan pada sisi cekung (concave side) dari bekas aliran
sungai (abandoned channel). Sedangkan lapisan dengan
ketebalan yang tipis ada yang ditemukan pada sisi cembung
(channel fill and backswamp deposits) dari bekas aliran sungai
tersebut.

Berbagai metode untuk menggambarkan litologi suatu


akuifer, diantaranya adalah metode resistivitas elektrik (electrical
resistivity method). Salah satu contoh penggunaan metode ini,
untuk mengetahui litologi akuifer adalah studi yang dilakukan oleh
Tahir et al. (2004) di di Kota Kano - Nigeria, bertujuan untuk
mendeskripsikan lapisan geoelekri (geoelecric layers) di kota
metropolitan Kano, dengan menggunakan metode resistivitas
elektrik. Dari Vertical Electrical Sounding (VES) pada 20 titik stasiun
VES di daerah tersebut, hasilnya menunjukkan bahwa di Kota
Kano terdapat 3 sampai 4 lapisan geoelecric, yang terdiri dari : (1)
Lapisan tanah permukaan (topsoil), dengan resistivitas yang
berkisar antara 12,93 ohm-m sampai 2.783,2 ohm-m, dan
ketebalannya bervariasi dari 1,12m sampai 11,5m. (2) Lapisan
lapuk (weathered layer) yang memiliki nilai resistivitas berkisar
Pengelolaan Air Tanah| 115
antara 28,48 ohm-m sampai 216,3 ohm-m, dengan ketebalan
bervariasi dari 5,29m sampai 54,34m. (3) Lapisan rakahan
(fractured/fresh basement layer), dengan nilai resistivitas yang
berkisar antara 26,13 ohm-m sampai 9.779,3 ohm-m, dan
ketebalannya bervariasi dari 23,18 m sampai 68,60 m. Dalam hal
ini lapisan lapuk yang berfungsi sebagai zona akuifer, dan memiliki
ketebalan yang cukup besar. Lapisan bedrock juga bisa berfungsi
sebagai aquifer, apabila memiliki rekahan (fractured) yang cukup
luas.

5.5. Parameter Akuifer


Parameter pada lapisan akuifer sangat dibutuhkan, baik di
dalam memprediksi kapasitas simpanan air, waktu pengaliran air,
maupun untuk memperkirakan kecepatan aliran di dalam lapisan
akuifer.
Menurut Kumar (2010), bahwa untuk menilai potensi air
tanah di suatu daerah dimanapun, dan untuk mengevaluasi
dampak pemompaan terhadap air tanah, maka sangat penting
untuk mengetahui parameter akuifer secara pasti. Menurutnya
bahwa parameter akuifer yang paling penting diketahui sebelum
dilakukan pengambilan air tanah, adalah :
a) Koefisien penyimpanan (S), merupakan parameter akuifer
yang menunjukkan kapasitas akuifer untuk menyimpan air di
pori-pori tanah atau batuan. Koefisien penyimpanan atau
storativitas didefinisikan sebagai volume air yang dilepaskan
dari penyimpanan per satuan luas air tawar per unit yang
mengalami penurunan pada ketinggian hidrolik.
b) Transmisivitas (T), merupakan parameter akuifer yang
menunjukkan karaktersitik akuifer untuk mentransmisikan air.
Transmisivitas didefinisikan sebagai laju transmisi air di dalam
akuifer per satuan lebar dari tebal jenuh sempurna pada
akuifer di bawah atuan gradien hidrolik.
116|Pengelolaan Air Tanah
Sedangkan menurut Patra et al. (2016), bahwa ada beberapa
parameter akuifer yang dibutuhkan dalam pemanfatan,
pengelolaan, dan pemeliharaan eksistensi akuifer, antara lain :
a) Konduktivitas hidrolik (hydraulic conductivity = K).
Konduktivitas hidrolik akuifer adalah kemampuannya untuk
mentransmisikan dan menghasilkannya.
b) Transmisivitas (transmissibility = T). Transmisivitas adalah
kapasitas transmisi untuk seluruh ketebalan akuifer.
c) Koefisien penyimpanan (storage coefficient = S). Koefisien
penyimpanan (S) dari akuifer adalah volume air yang
dikeluarkan melalui volume prisma.
Nilai T dan S, dapat diketahui dengan melakukan tes
pemompaan (pumping test). Dari hasil pumping test, dibuat kurva
hubungan antara waktu dan volume pelepasan air tanah.
Selanjutnya dari kurva tersebut dapat dihitung nilai T dan nilai
S.Sedangkan pengukuran parameter konduktivitas hidrolik (K)
dapat dilakukan dengan pengukuran geoelektik (geoelectrical
measurement). Namun jenis pengukuran ini biasanya
membutuhkan biaya yang mahal, dan waktu yang lama. Oleh
karena itu Patra et al. (2016) mengusulkan metode yang lebih
murah dengan menggunakan sistemborehole test, sebagai metode
pendekatan dan alternatif yang murah untuk memperkirakan
karakteristik akuifer. Dalam pengujian ini, beberapa pengeboran
dilakukan di area investigasi. T dan K dihitung di lubang bor
tersebut dengan bantuan pumping test. Lalu dilakukan uji vertical
electrical sounding (VES) di dekat lubang bor. Resistensi
transversal (T') dan faktor formasi (F) dihitung dari hasil uji VES
tersebut. Setelah nilai T' diketahui, selanjutnya dicari hubungan
linier antara transmisivitas (T) dengan resistensi transversal (T'),
sehingga dihasilkan nilai T yang sebenarnya. Demikian pula setelah
nilai F diketahui, selanjutnya dicari hubungan linier antara
konduktivitas hidrolik (K) dengan faktor formasi (F), sehingga
Pengelolaan Air Tanah| 117
dihasilkan nilai K. Jika pengukuran VES dilakukan pada suatu
luasan areal tertentu, maka selanjutnya dapat digambarkan kontur
nilai konduktivitas hidrolik (K) dan transmisivitas (T) untuk area
tersebut.
Untuk melakukan penilaian terhadap cadangan air yang
terkandung di dalam suatu akuifer (Groundwater Assesement),
maka harus dilakukan perhitungan terhadap dua variabelnya :
3) Estimasi aliran yang masuk dan/atau aliran yang keluar dari
akuifer di bawah permukaan (subsurface inflow/outflow).
Untuk menghitung variabel ini, Kumar (2010), mengusulkan
persamaan sebagai berikut :
L
I g  O g   T .I .L .................................(5.1)

Yang mana :
Ig = volume aliran yang masuk ke akuifer.
Og = volume aliran yang keluar dari akuifer.
T = transmisivitas akuifer.
L = ketebalan total akuifer.
L = ketebalan akuifer yang mengalirkan air (input/output)
I = gradient hidrolik aliran.
4) Perubahan kapasitas akuifer dalam penyimpanan air tanah
(Change in groundwater storage). Untuk menghitung variabel
ini, Kumar (2010), mengusulkan persamaan sebagai berikut :

S   h. A.S .................................(5.2)

Yang mana :
S = perubahan kapasitas simpanan air akuifer.
h = perubahan ketebalan aliran dalam akuifer.
A = Luas penampang akuifer.
S = kapasitas penyimpanan akuifer.

118|Pengelolaan Air Tanah


Untuk membuat pemodelan air tanah di dalam suatu
akuifer, dibutuhkan variasi spasial dari penyimpanan air tanah (S)
dan trasmisivitas (T).

5.6. Uji Pemompaan Untuk Medapatkan Parameter Akuifer


Uji pemompaan (pumping testing) adalah pemeriksaan
respon aquifer dalam kondisi terkendali sebagai gambaran
abstraksi air dari akuifer. Uji pemompaan bila dilakukan dengan
baik bisa mendapatkan hasil yang baik, terutama dalam
menentukan parameter akuifer.
Prinsip dari metode uji pemompaan, adalah penerapan
tekanan pada akuifer dengan cara mengekstraksi air tanah dari
sumur pemompaan, dan mengukur respons akuifer dengan
mencatat penurunan muka air tanah di dalam sumur pengamatan
pada waktu tertentu (buat kurva penurunan muka air tanah
sebagai fungsi waktu). Hasil pengukuran yang diamati, kemudian
dimasukkan ke dalam persamaan aliran sumur, untuk menghitung
parameter hidrolik (S & T) akuifer.
Secara umum sebuah sumur yang pompa akan mengalami
penurunan muka air tanah (drawdown) yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut diakibatkan oleh kondisi dan karakteristik
akuifer pada sumur tersebut. Oleh karena itu maka karaktersitik
akuifer dapat diketahui dengan memberikan perlakuan berupa
pemompaan terhadap air di dalam akuifer melalui sumur uji.
Logika penggunaan uji pemompaan (pumping test), dapat
dijelaskan dengan gambar terminologi sumur pompa, seperti yang
digambarkan berikut ini.

Pengelolaan Air Tanah| 119


Q

ho
h

Gambar. 5.6. Terminologi Sumur Pompa (Kumar, 2010)


Keterangan gambar :
- Ketinggian Air Statis (Static Water Level = SWL) ; adalah
permukaan (level) air ekuilibrium sebelum pemompaan
dimulai (ho).
- Ketinggian Air Pompa (Pumping Water Level = PWL) ; adalah
permukaan (level) air selama pemompaan (h).
- Penurunan permukaan air (Drawdown = s = ho – h) ; adalah
perbedaan antara SWL dengan PWL.
- Debit air sumur (Well Yield = Q) ; adalah volume air yang
dipompa per satuan waktu.
- Kapasitas sumur tersebut (Specific Capacity = Q / s) ; adalah
perbandingan Well Yield per satuanDrawdown.
Menurut Kumar (2010), bahwa uji pemompaan pada sumur
uji, memungkinkan estimasi karakteristik penyimpanan dan
transmisi dari akuifer (T & S). Ilustrasi tentang hal tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut.

120|Pengelolaan Air Tanah


Gambar. 5.7. Diferensiasi muka air tanah pada uji pemompaan
(Kumar, 2010)
Dalam pelaksanaan pumping test, keakuratan data
penurunan level air tanah dan hasil analisisnya, bergantung pada
beberapa faktor :
1) Jumlah sumur yang diuji; dalam hal ini jumlah sumur uji
minimal 2 unit.
2) Pemompaan (pumping rate) harus konstan yang diterapkan
pada semua sumur uji, pada jarak radius yang berbeda.
3) Interval waktu pengamatan harus tetap, dengan batasan
sebagai berikut :
- Menit ke-1 sampai ke-15, interval pengukuran diambil
setiap 1 menit.
- Menit ke-15 sampai ke-60, interval pengukuran diambil
setiap 5 menit.
- Jam ke-1 sampai ke-5, interval pengukuran diambil setiap
30 menit.
- Jam ke-5 sampai ke-12, interval pengukuran diambil
setiap 60 menit.

Pengelolaan Air Tanah| 121


- Jam ke-12 ke atas, interval pengukuran diambil setiap 8
jam.
4) Pengukuran dengan tingkat pemompaan yang konstan
(constant rate test) dilakukan secara terus menerus, dengan
ketentuan untuk sumur yang terletak pada akuifer tertekan
(confined aquifers) adalah selama 24 jam, dan untuk sumur
yang terletak pada akuifer bebas (unconfined aquifers) adalah
selama 72 jam.
Selanjutnya menurut Kumar (2010), bahwa ada beberapa
kemungkinan bentuk aliran air tanah yang dipompa, antara lain :
1) Aliran terkekang radial tetap (Steady Radial Confined Flow).
Pada aliran ini, berlaku beberapa syarat umum, antara lain :
Asumsi :
a) Akuifer isotropik dan homogen.
b) Simpanan akuifer tak terbatas,
c) Aliran akuifer berbentuk radial dua dimensi (2-D),
Kondisi awal
h(r,0) = ho untuk semua r.
Kondisi batas
h(R,t) = ho untuk semua t.
Bentuk aliran Steady Radial Confined Flow ini, dapat dilihat
pada gambar berikut.

122|Pengelolaan Air Tanah


Q

r s

h h
o

Gambar. 5.8. Steady Radial Confined Flow (Kumar, 2010)


Debit aliran air tanah yang terpompa dari sumur yang
digambarkan di atas, dapat dihitung dengan formula Darcy
sebagai berikut :
h
Q  A.K .I  2 .r.b.K . .................................(5.3)
r
Sehingga dapat dijabarkan bahwa :
 Q r
h 
2 .b.K r
Selanjutnya dari penyelesaian integral persamaan di atas,
didapat :
Q
h ln( r )  c .................................(5.4)
2 .b.K
Apabila, h = ho, maka r = R,
Sehingga, ho dapat diformulasikan sebagai berikut :
Q
ho  ln( R)  c .................................(5.5)
2 .b.K
Selanjutnya, dapat dihitung drawdownyang terjadi, yaitu :
s  ho  h

Pengelolaan Air Tanah| 123


 Q   Q 
s . ln( R)  c   ln( r )  c
 2 .b.K   2 .b.K 
Q r
s . ln   .................................(5.6)
2 .b.K  R 
2) Aliran tak terkenang radial tetap (Steady Unconfined Radial
Flow).
Pada aliran ini, berlaku beberapa syarat umum, antara lain :
Asumsi :
a) Akuifer isotropik dan homogen.
b) Simpanan akuifer tak terbatas,
c) Aliran akuifer berbentuk radial dua dimensi (2-D),
Kondisi awal
h(r,0) = ho untuk semua r.
Kondisi batas
h(R,t) = ho untuk semua t.
Bentuk aliran Steady Radial Unconfined Flow ini, dapat dilihat
pada gambar berikut.
Q

r s

ho
h

Gambar.5.9. Steady Radial Unconfined Flow (Kumar, 2010)

124|Pengelolaan Air Tanah


Debit aliran air tanah yang terpompa dari sumur yang
digambarkan di atas, dapat dihitung dengan formula Darcy
sebagai berikut :
h
Q  A.K .I  2 .r.h.K . .................................(5.7)
r
Sehingga dapat dijabarkan bahwa :
 Q r
hh 
2 .K r
Selanjutnya dari penyelesaian integral persamaan di atas,
didapat :
1 h 2   Q ln( r )  c
2 2 .K
 Q
h2  ln( r )  c .................................(5.8)
 .K
Apabila, h = ho, maka r = R,
Sehingga, ho dapat diformulasikan sebagai berikut :
Q
ho  ln( R)  c .................................(5.9)
 .K
Selanjutnya, dapat dihitung drawdownyang terjadi, yaitu :
s  ho  h
Q  Q 
s . ln( R)  c    ln( r )  c
  .K    .K 
Q r
s . ln   .................................(5.10)
 .K  R 
3) Aliran terkekang radial tidak tetap (Unsteady Radial Confined
Flow).
Pada aliran ini, berlaku beberapa syarat umum, antara lain :
Asumsi :
a) Akuifer isotropik dan homogen.
b) Simpanan akuifer tak terbatas,
c) Aliran akuifer berbentuk radial dua dimensi (2-D),

Pengelolaan Air Tanah| 125


Kondisi awal
h(r,0) = ho untuk semua r.
Kondisi batas
h(R,t) = ho untuk semua t.
Bentuk aliran Unsteady Radial Unconfined Flow ini, dapat
dilihat pada gambar berikut.
Q

r s

h h
o

Gambar.5.10. Unsteady Radial Unconfined Flow (Kumar, 2010)


Dari gambar di atas, dapat dibuat suatu Partial Differential
Equation (PDE), yang menggambarkan hubungan antara aliran
output dengan perubahan level pada lubang sumur yang
dipompa, sebagai berikut :
1 r rh S h
 .................................(5.11)
r r r T t
Penyelesaian aliran tidak tetap (unsteady flow), lebih
kompleks dibanding solusi pada aliran tetap (steady flow).
Penjabaran persamaan di atas, dapat dilakukan dengan
mengubah variabel terikat (dependent variable), dengan cara
mengambilkan :
r 2 .S
u .................................(5.12)
4.T .t

126|Pengelolaan Air Tanah


Hasil akhir didapatkan formula :
s  ho  h
Q  exp( u )
4. .T u
s du .................................(5.13)
u
Persamaan integral di atas merupakan persamaan integral
eksponensial sebagai fungsi dari sumur yang dituliskan = W(u).
10.0

1.0
W(u)

0.1

0.0
1.E-01 1.E+00 1.E+01 1.E+02 1.E+03
1/u

Gambar.5.11. Kurva W(u) versus 1/u (Kumar, 2010)


10.0

1.0
Drawdown (m)

0.1

0.0
1.E+01 1.E+02 1.E+03 1.E+04 1.E+05
Time since pump started (s)

Gambar.5.12. Kurva Log-t versus Log-s (Kumar, 2010)


Pengelolaan Air Tanah| 127
Selanjutnya dapat dilakukan analisis dengan “Metode Theis”
sebagai berikut :

Gambar.5.13. Ploting Log-t versus Log-s (Kumar, 2010)


Prosedur Analisis Metode Theis :
1) Timpakan (overlay) kurva Log(t) – Log(s) pada kurva W(u) –
1/u, dengan posisi sumbu yang sejajar.
2) Pilih titik pada kurva Log(t) – Log(s) (ambil titik koordinat
(1,1), untuk penyederhanaan).
3) Bacalah koordinat yang sesuai pada kurva W(u) – 1/u,
didapat (td, sd).
4) Untuk koordinat (1,1) pada kurva kurva Log(t) – Log(s) yang
berimpit dengan koordinat (t d, sd), maka didapat :
Q
T .................................(5.14)
4. .s d
4.T .t d Q.t d
S  .................................(5.15)
r 2
 .r 2 .s d
Sebagai contoh :
Bila debit sumur uji (Q) = 32 ltr/detik atau 0,032 m 3/detik;
r = 120 m; td = 51 detik ; dan s d = 0,17 m.

128|Pengelolaan Air Tanah


Maka, didapat parameter akuifer sebagai berikut :
Transmisivitas (T) = (0,032) / (4 x 3,14 x 0,17)
= 0,015 m2/detik = 1300 m2/hari
Koefisien Storage (S) = (0,032 x 51) / (3,14 x 1202 x 0,17)
= 2,1 x 10-4
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam
menganalisis hasil dari uji pemompaan (pumping test), untuk
mengetahui parameter akuifer. Untuk menerapkan metode
analisis yang tepat, harus diperhatikan kesesuaian kondisi akuifer
pada sumur yang diuji dengan metode yang dipilih. Di bawah ini
beberapa metode yang sering digunakan, sesuai dengan kondisi
akuifernya (Kumar, 2010) :
a) Theis (confined)
b) Theis with Jacob Correction (unconfined)
c) Neuman (unconfined)
d) Boulton (unconfined)
e) Hantush-Jacob (Walton) (Leaky)
f) Hantush (Leaky, with storage in aquitard)
g) Warren-Root (Dual Porosity, Fractured Flow)
h) Moench (Fractured flow, with skin)
i) Cooper Papadopulos (Well bore storage)
j) Agarwal Recovery (recovery analysis)
k) Theis Recovery (confined)
l) Cooper Jacob 1: Time Drawdown (confined)
m) Cooper Jacob 2: Distance Drawdown (confined)
n) Cooper Jacob 3: Time Distance Drawdown (confined)
Jiao & Zheng (1997), meneliti hubungan parameter utama
dari suatu akuifer, yaitu transmisivitas dan storativitas. Dari hasil
analisis sensitivitas menunjukkan bahwa storativitas memiliki
karakteristik koordinat dua arah, namun transmisivitas memiliki
karakteristik koordinat satu arah, yaitu informasinya dapat
ditransfer terutama dari hulu ke hilir. Pengertian koordinat dua
Pengelolaan Air Tanah| 129
arah dalam hal ini adalah terjadinya kondisi di lokasi tertentu,
dipengaruhi oleh perubahan kondisi di kedua sisi lokasi (hulu dan
hilir). Sedangkan koordinat satu arah, yaitu kondisi di lokasi
tertentu dipengaruhi oleh perubahan kondisi hanya pada satu sisi
lokasi tersebut (hilir). Dari hasil penelitian mereka menyimpulkan
bahwa :
(1) Perilaku sensitivitas storativitas dipengaruhi secara signifikan
oleh sifat aliran lokal, namun sifat transmisivitas dikendalikan
terutama oleh sifat aliran umum dari aliran di lapangan (flow
field);
(2) Penurunan muka air tanah akibat pemompaan (drawdown)
pada zona hilir memiliki storativitas yang lebih sensitif
daripada yang ada di zona hulu;
(3) Sensitivitas dari drawdown ke transmisivitas pada zona hilir,
ditandai oleh nilai positif yang kecil selama periode waktu
yang terbatas.
Kesimpulan di atas memiliki implikasi di dalam merancang
uji pemompaan dan estimasi parameter pada akuifer yang
kandungan airnya tidak seragam (non-uniform aquifers). Menurut
mereka bahwa untuk mendapatkan nilai parameter akuifer yang
akurat, sebaiknya sumur uji ditempatkan di zona hilir akuifer.
Sumur uji yang ditempatkan di hulu akuifer, memang sudah dapat
memberikan informasi besaran storativitas di hulu dan di hilir,
namun tidak dapat digunakan untuk memprediksi transmisivitas di
zona hilir. Oleh karena karakteristik yang berbeda antara
transmisivitas dan storativitas akuifer non-uniform, maka sumur
uji di zona hulu dapat memberikan informasi yang memadai untuk
estimasi storativitas, namun tidak memberikan informasi yang
memadai untuk estimasi transmisivitas di daerah hilir akuifer.
Parameter hidrolik yang diprediksi tanpa pengujian
pemompaan, sering tidak tepat bahkan kadang sangat jauh dari
nilai yang dihasilkan di dalam uji pemompaan. Moench et al.
130|Pengelolaan Air Tanah
(2001), menemukan bahwa sangat sedikit nilai prakiraan
parameter hodrolik yang dihitung dengan berbagai metode yang
mendekati/sama dengan hasil uji pemompaan. Hanya beberapa
piezometer yang berlokasi strategis pada kedalaman tertentu saja,
yang mendekati nilai estimasi dari hasil uji pemompaan yang
dilakukan sumur yang dipompa dengan baik mendekati perkiraan
yang diperoleh dari beberapa sumur uji yang dilakukan di Cape
Cod, Massachusetts, dan dianalisis secara bersamaan.
Disamping itu Moench et al. (2001), juga membuktikan
pengaruh dari air tanah pada zona tak jenuh. Menurutnya bahwa
asumsi adanya air tanah spontan (instantaneous drainage) yang
umum digunakan pada zona tak jenuh, menimbulkan perbedaan
besar antara penurunan muka air (drawdown) yang diukur dan
yang diperkirakan dalam rentang waktu antara (intermediate
time), sehingga dapat menghasilkan prakiraan parameter akuifer
yang tidak akurat. Oleh karena itu menurutnya bahwa perlu
memperhitungkan efek air tanah bertahap dari zona tak jenuh,
untuk mendapatkan kesesuaian yang memuaskan antara
drawdown yang diukur dengan yang disimulasikan, terutama pada
piezometer yang terletak di dekat muka air tanah (water table).
Instalasi pengujian yang dilakukan oleh Moench et al. (2001),
diilustrasikan pada gambar profil berikut.

Gambar 5.14. Pumping Test pada Akuifer Bebas (Allen et al.,


2001).
Pengelolaan Air Tanah| 131
Dalam perkembangan terakhir, selain pumping test juga
telah digunakan beberapa macam teknik untuk mengetahui
parameter hidrolik akuifer. Diantara metode baru adalah Teknik
Resistivitas Listrik (electrical resistivity techniques – ERT). Teknik ini
telah banyak digunakan di negara-negara pengguna air tanah yang
intensif, seperti di Afrika dan India. Amah & Aman (2016),
melakukan pumping test pada sumur dengan kedalaman air (static
water level = SWL) sedalam 30,29 m; ketebalan jenuh aquifer (b) =
48,0 m; dan kedalaman bor (borehole drilled depth – BDD) = 64,8
m. Sumur yang diuji berada pada akuifer yang terdiri atas lapisan
tanah liat berpasir, yang merupakan lapisan formasi aquitard.
Mereka merekomendasikan penggunaan teknik resistivitas listrik
diterapkan pada kondisi akuifer semacam ini, karena menurutnya
bahwa disamping teknik ini jauh lebih murah, juga dengan teknik
ini mudah dilakukan estimasi parameter hidrolik akuifer, seperti
transmissivitas (T), konduktivitas hidrolik (k), dan kapasitas spesifik
(SC), dan penyimpanan atau storativitas (S) pada akuifer.
Sikandar & Christen (2012), menggunakan metode
geoelektrik untuk memprediksi konduktivitas (K) hidrolik akuifer
pada lahan pertanian yang menggunakan air tanah sebagai air
irigasi di Pakistan. Menurut mereka bahwa faktor lingkungan
sangat menentukan dan mempengaruhi keberlanjutan air akuifer
dalam jangka panjang, dan faktor biaya ekstraksi air tanah yang
mempengaruhi kelayakan ekonomi dalam usaha tani.Biaya
ekstraksi air tanah bergantung pada kedalaman pengeboran yang
dibutuhkan dan tingkat ekstraksi air tanah yang dapat dicapai. Hal
ini ditentukan oleh aliran air alami melalui akuifer sehingga
memerlukan perkiraan konduktivitas hidrolik (K). Mereka
menggunakan Metode Geoelektrik dengan pengujian Vertical
Electrical Sounding (VES), untuk memperkirakan konduktivitas
hidrolik akuifer. Dari pengujian VES akan memberikan nilai formasi

132|Pengelolaan Air Tanah


(F) pada akuifer, yaitu rasio antara resistivitas akuifer (ρ) dengan
resistivitas air tanah (ρo).

F .................................(5.16)
0
Nilai formasi (F) yang diperoleh dari survei VES, dipasangkan
dengan nilai konduktivitas (K) yang berasal dari uji lapangan,
sehingga dihasilkan model linier F: K. Pendekatan dengan
menurunkan hubungan antara faktor formasi dan konduktivitas
hidrolik dapat berguna untuk penyelidikan air tanah di tempat
lain.
Aplikasi Model Hidrogeofisik (hydrogeophysical model) pada
akuifer granit di Tamil Nadu, dilakukan oleh Mondal et al. (2016).
Dari hasil pengukuran Vertical Electrical Sounding (VES) yang
dilakukan, dapat diestimasi nilai konduktivitas hidrolik (K) dan
parameter akifer lainnya, karena adanya nilai pengukuran
resistivitas permukaan. Dengan demikian pembuatan sumur untuk
uji pemompaan (pumping test) yang membutuhkan biaya mahal
dan waktu yang lama, dapat dikurangi. Penerapan metode ini
dapat dilakukan dengan uji korelasi silang antara parameter
hidrolik dan sifat geolistrik akuifer (). Untuk menyingkronkan
antara data resistivitas yang didapatkan dari uji VES dengan
parameter hidrolik akuifer, diperlukan peta kontur dari data
Geographic Information Systems (GIS), dengan menggunakan
standar kriging. Selanjutnya parameter hidrolik akuifer dapat
diekstraksi dengan bantuan peta kontur dan nilai resistivitas
akifer, dengan menggunakan persamaan empiris tanpa
memerlukan data uji pemompaan. Hasilnya membuktikan bahwa
potensi survei resistivitas permukaan (surfacial resistivity survey),
dapat digunakan untuk menentukan sifat akuifer di daerah granit,
dan dapat digunakan untuk penilaian optimal sumber airtanah.

Pengelolaan Air Tanah| 133


Prosedur yang digunakanuntuk membuat peta kontur adalah
standar kriging. Keunggulan prosedur ini dibandingkan standar
algoritmaadalah penggunaan optimalisasi secara statistik sekaligus
menyediakan errorpengukuran atau ketidakpastian kontur. Kriging
menggunakan informasi dari semivariogramuntuk menemukan
nilai optimal bobot yang akan digunakan dalam estimasi suatu
nilai darilokasi yang tidak diobservasi. Karena semivariogram
adalah fungsi dari jarak, nilai bobotberubah berdasarkan letak
geografis observasi. Nilai dari lokasi yang tidak
diobservasidinyatakan dalam rata-rata bobot nilai dari lokasi
terobservasi.

5.7. Mekanisme Pergerakan Air dalam Akuifer


Mekanisme pergerakan di dalam suatu akuifer sangat
menentukan kapasitas (penyimpanan) air tanah, dan juga dapat
mempengaruhi penyebaran polutan di dalam akuifer, baik waktu
maupun jangkauan sebaran polutan tersebut. Bidang ilmu yang
mengkaji tentang aliran air di akuifer dan karakterisasi akuifer
disebut hidrogeologi.
Secara umum mekanisme pergerakan air di dalam sebuah
akuifer dibedakan atas dua macam, yakni :
Deskripsi dari arus aliran air tanah dalam akuifer tak
terkekang (unconfined aquifer), pertama kali dipublikasikan oleh
M. K. Hubbert (1940), dalam tulisannya yang berjudul "The Theory
of Groundwater Motion". Dalam tulisannya Hubbert, menyatakan
bahwa analisis aliran air tanah sebagian besar dilakukan dengan
konsepsi yang keliru, karena menerapkan teori aliran fluida tanpa
gesekan (frictionless fluids), sesuai teori hidrodinamika klasik yang
menganggap bahwa gerakan air tanah merupakan derivasi dari
potensi kecepatan. Menurutnya bahwa konsepsi semacam itu
memang sesuai dengan prinsip konservasi materi, namun tidak
relevan diterapkan pada prinsip konservasi energi. Hubbert
134|Pengelolaan Air Tanah
menunjukkan bahwa potensi pada suatu titik, nilainya sama
dengan usaha yang dibutuhkan untuk mengubah satuan massa
fluida dari keadaan standar apa adanya (arbitrary standard state),
ke keadaan pada titik yang dimaksud atau yang diusahakan.
Sehingga dengan demikian aliran fluida dalam medium isotropik
diberikan oleh persamaan sbb :
q   grad .................................(5.17)
Yang mana :
q = vektor aliran yang besarnya sama dengan volume cairan
yang melintasi unit normal ke arah aliran dalam satuan
waktu.
 = konduktivitas spesifik yang nilainya tergantung pada sifat
fluida dan mediumnya.
Rumusan di atas merupakan anggapan dari hukum Darcy,
yang secara fisika dan matematis adalah merupakan analog
dengan hukum Ohm dalam aliran listrik, dan mengarah pada
deduksi yang sama dalam situasi yang sama. Sehingga
konduktivitas spesifik dapat dituliskan sebagai berikut :
K .
  .................................(5.18)

Yang mana :
K=permeabilitas tergantung pada sifat geometris dari
medium tanah.
 = kerapatan fluida (fluid density)
 = viskositas fluida (fluid viscosity)
Pada bagian akhir tulisannya, Hubbert (1940) menguraikan
bagaimana konsekwensi penerapan hukum Darcy pada
permasalahan praktis dalam hidrologi air tanah.
Untuk menunjukkan koreksi Hubbert terhadap hukum Darcy,
untuk diterapkan pada fluida (gas dan air) dengan media tanah,
dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Pengelolaan Air Tanah| 135


- Hukum Darcy yang umum (pseudo potential) ;
k . A. d h
q .................................(5.19)
 ds
- Hubbert's potential ;
p
dp
  g .z  
h
.................................(5.20)
po

Yang mana koordinat z dianggap mengarah ke atas
(positif).
Jika persamaan Hubbert disubtitusi ke dalam hukum Darcy,
maka didapat persamaan sebagai berikut :
p

d (  .g.z   dp
k.A
q
po
.................................(5.21)
 ds
Untuk menunjukkan perbedaan aliran fluida di dalam media
tanah, dimana di dalam media tanah terdapat viskositas dinamis
(μ) yaitu fungsi dari tekanan, kita dapat memisahkan variabel
persamaan dan diintegrasikan dari jarak 0 ke L, yang mana
tekanan masing-masing jarak tersebut adalah sebesar p1 dan p2,
maka didapat :
L p1
1
p1

.d   .g.z   dp  .........................(5.22)
q  ds  k . A. 
0 p0
  p0


Yang mana : ρ adalah kepadatan fluida yang mengalir.
Hubungan antara tekanan (p) dan kerapatan (ρ), adalah :
p.M w
 .................................(5.23)
z g .R.T
Yang mana :
Mw = berat molekul fluida
R = konstanta fluida
T = suhu sebagai konstanta

136|Pengelolaan Air Tanah


Sehingga dapat persamaan kepadatan fluida di atas, dapat
disederhanakan sebagai berikut :
p
 .................................(5.24)
zg
Aspek lain yang harus dipertimbangkan dalam aliran fluida
adalah bahwa karena sifat fluida yang selalu mengalir dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah, sehingga fluida akan mengalami
pengembangan, yang menimbulkan laju volumetrik (q) yang tidak
konstan. Sedangkan, laju massa (m˙) adalah bersifat konstanta,
dan hubungan antara laju massa dan laju volumetrik, dapat
dituliskan sebagai berikut :
m
q .................................(5.25)

Selanjutnya setelah rumusan variabel kepadatan dan laju
volumetrik fluida diketahui, maka penjabaran persamaan aliran
dapat dituliskan sebagai berikut :
L  p2  .g p2 p
dp 
q  ds  k . A.  dz     .........................(5.26)
0  p1  p1 pb
 
Dengan mensubstitusikan hubungan antara laju massa dan
laju volumetrik yang telah dirumuskan di atas, kemudian
mengalikan dengan kerapatan (), maka didapat :
L  p2  2 .g p2 p
 
m. ds  k . A.  dz   p  dp ...................(5.27)
0  p1  p1 b 
Untuk melakukan generalisasi pada aliran fluida, maka
pseudo potential (m(p)), dapat dituliskan sebagai berikut :

p

m( p )    dp
pb
.................................(5.28)

Selanjutnya, didapat :

Pengelolaan Air Tanah| 137


L  p2  2 .g p2

m. ds  k . A.  dz   m( p) .......................(5.29)
0  p1  p1 
Maka :
 p2  2 .g 
m.L  k . A.  dz  m( p 2 )  m( p1 ) 
 p1  
 p2  2 .g 
m.L  k . A.  dz  m( p) ..........................(5.30)
 p1  
Apabila analisis difokuskan pada masalah tekanan, maka
dapat dianggap (sementara)bahwa viskositas fluida adalah
konstan. Karena aliran fluida ke atas dianggap positif,
makaselanjutnya dapat dijabarkan masalah tentang efek tekanan
terhadap kerapatan fluida. Jika kompresibilitas fluida (zg) dianggap
menyebar merata, sehingga sama dimana-mana dalam medianya,
maka persamaan diferensial untuk variasi tekanan dengan
kedalaman z, dapat dirumuskan sebagai berikut :
dp 
  .g  .m .............................(5.31)
dz k . . A
dimana m˙ adalah laju alir massa yang arahnya ke atas.
Jika kita mensubtitusi hukum aliran fluida ideal ke dalam
persamaan di atas, maka didapatkan :
dp Mg .m.R.T 1
 p .............................(5.32)
dz R.T k . A.M p
Jika kedua sisi persamaan di atas dikalikan dengan tekanan
(p), didapatkan persamaan sebagai berikut :
dp 2 Mg 2 .m.R.T
2 p  2 .............................(5.33)
dz R.T k . A.M
Persamaan di atas merupakan persamaan diferensial linear
biasa, dengan p2 sebagai fungsi z.
Jika kondisi batas diambil p = p0 pada z = z0, fluida
akanmemberikan tekanan sebagai fungsi z, maka dapat dituliskan :
138|Pengelolaan Air Tanah
2  
2 Mg ( z  z0 )

p 2  p0  ( p0  pc ) 1  e R.T  .................(5.34)
2 2

 
Selanjutnya"karakteristik tekanan (pc)”, didapatkan :
 R.T  .m.g
pc    .............................(5.35)
 mg  k . A
Disamping mengoreksi penerapan hukum Darcy pada kasusu
aliran air di dalam tanah, Hubbert (1940), juga menanggapi tulisan
Morris Muskat di dalam bukunya yang berjudul “The Flow of
Homogeneous Fluids through Porous Media”. Dalam buku tersebut
Muskat menyatakan bahwa hukum Darcy dapat diterapkan pada
aliran air tanah, dalam bentuk persamaan :
c. A.h
Q .............................(5.36)
L
Generalisasi hukum Darcy dikembangkan oleh Muskat, serta
pendapat dan rumusan yang diberikan oleh Muskat, tidak
disepakati oleh Hubbert, karena menurutnya bahwa aliran fluida
di dalam tanah, dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama
pengaruh dari media tanah yang dilalui oleh aliran air tanah.
Walaupun Hubbert telah melakukan koreksi terhadap
penerapan hukum Darcy secara langsung pada aliran air tanah,
akan tetapi secara praktis oleh para engineer bahkan para
ilmuwan, masih banyak yang menggunakan hukum Darcy di dalam
menganalisis aliran air tanah. Seperti misalnya Freeze & Cherry
(1979), yang menyatakan bahwa hampir semua bidang sains dan
teknik, menggunakan teknik analisis yang didasarkan pada
pemahaman tentang proses fisik, kemudian dalam banyak kasus
proses fisik tersebut diformulasikan adalah secara matematis.
Seperti halnya pada analisis aliran air tanah, dapat digunakan
hukum Darcy sebagai hukum dasar aliran fluida, dan bila
dijabarkan ke dalam teori kontinuitas yang menggambarkan
konservasi massa cairan selama aliran melalui medium berpori,

Pengelolaan Air Tanah| 139


maka akan dihasilkan persamaan aliran dalam bentuk diferensial
parsial.
Menurut Freeze & Cherry (1979), bahwa secara umum
bentuk aliran fluida di dalam tanah, dapat dibedakan atas tiga
macam, yakni :
1) Aliran Jenuh yang Stabil (steady-state saturated flow),
2) Aliran Jenuh yang Sementara (transient saturated flow), dan
3) Aliran Tidak Jenuh Sementara (transient unsaturated flow).
Konsep yang digunakan di dalam mengeksplorasi model ketiga
jenis aliran tersebut, adalah bahwa aliran muncul sebagai salah
satu komponen dari masalah nilai batas (boundary-value problem).
Untuk menggambarkan perbedaan karakteristik dari ketiga
jenis aliran fluida di dalam tanah, berikut akan dijabarkan formula
dari masing-masing jenis aliran tersebut.
(1) Steady-State Saturated Flow.
Tinjauan dimulai dengan satu unit volume dari media berpori
(tanah) seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 5.15. Elemen Media Berpori (Freeze & Cherry, 1979)


Dengan hukum kekekalan massa, maka aliran fluida yang
stabil melalui medium berpori (tanah jenuh), mensyaratkan bahwa
laju massa fluida yang mengalir di dalam elemen tanah (tinjauan),
akan sama dengan laju aliran massa fluida yang mengalir pada
140|Pengelolaan Air Tanah
elemen tanah yang lainnya. Hukum ini dapat dirumuskan secara
matematis dalam bentuk persamaan kontinuitas sebagai berikut :
( v x ) ( v y ) ( v z )
    0 .......................(5.37)
x y z
Dari persamaan di atas, v menunjukkan dimensi laju massa
dari aliran yang melintasi penampang elemen media tanah.
Untuk fluida yang tidak kompresibel (incompressible fluid)
 (x, y, z) = konstanta,
Karena  ke semua arah sama, maka dapat diabaikan.
Untuk fluida yang kompresibel (compressible fluid)
 (x, y, z)  konstan,
Hal ini dapat menunjukkan bahwa besaran  (v x / x) jauh lebih
besar daripada besaran v x ( / x) .
Untuk kedua kasus di atas (fluida yang kompresibel dan tidak
kompresibel), persamaan kontinuitas di atas dapat
disederhanakan sebagai berikut :

v x v y v z
   0 .............................(5.38)
x y z
Subtitusi hukum Darcy pada besaran-besaran vx  K .h / x) ;
vy  K .h / y) ; dan vz  K .h / z ) vx pada persamaan di atas,
akan dihasilkan persamaan untuk aliran stabil (steady stateflow)
yang melalui media berpori anisotropik jenuh, sebagai berikut :
  h    h    h 
 K x    K y    K z   0 .......(5.39)
x  x  y  y  z  z 
Untuk medium isotropik, maka Kx = Ky = Kz
Jika medium homogen, maka K (x, y, z) = konstan.
Sehingga persamaan aliran stabil (steady state flow) yang melalui
media yang homogen-isotropik, adalah sebagai berikut :

Pengelolaan Air Tanah| 141


 2h  2h  2h
  0 .............................(5.40)
x 2 y 2 z 2
Persamaan di atas merupakan persamaan diferensial parsial
yang biasa disebut persamaan Laplace. Solusi dari persamaan
tersebut adalah fungsi h(x,y,z) yang menggambarkan nilai tinggi
tekanan hidrolik pada satu titik dalam bidang aliran tiga dimensi.
Selanjutnya hasil perhitungan pada beberapa titik, dapat
digambarkan peta kontur ekipotensial. Dan dengan penambahan
garis aliran (flow line) akan dihasilkan penggambaran jaring aliran
(flow net). Untuk aliran yang stabil (steady-state), dan merupakan
aliran jenuh (saturated flow), serta ditinjau dalam aliran dua
dimensi, akan dihasilkan solusi dalam fungsi dua dimensi pula.
Misalnya aliran ditinjau pada bidang xz, maka solusi yang
dihasilkan adalah dalam fungsi h(x,z).
(2) Transient Saturated Flow.
Hukum kekekalan massa untuk aliran transient di dalam
media berpori jenuh, mensyaratkan bahwa laju netto (net rate)
dari suatu aliran massa fluida ke dalam setiap elemen media,
selalu sama dengan waktu laju (time rate) dari perubahan
simpanan massa fluida di dalam elemen tersebut. Dengan
demikian persamaan kontinuitas dapat dituliskan sebagai berikut :
v x v y  z n
    .............................(5.41)
x y z t
Atau dapat dituliskan ;
v x v y  z  n
   n  ......................(5.42)
x y z t t
Pada persamaan di atas, terdapat 2 variabel yang laju massa
fluida, yakni :

142|Pengelolaan Air Tanah


1) Laju massa air yang dihasilkan oleh pemadatan media
berpori seperti yang tercermin dari perubahan porositasnya
(n). Variabel ini dikontrol oleh kompresibilitas akuifer.
2) Laju massa air yang dihasilkan oleh perluasan air di bawah
perubahan densitasnya. Variabel ini dikontrol oleh
kompresibilitas fluida ().
Perubahan nilai  dan perubahan nilai n, keduanya dihasilkan oleh
perubahan pada ketinggian hidrolik (h). Volume air yang dihasilkan
dari kedua mekanisme tersebut, akan menurunkan nilai satu unit
pada permukaan fluida sebesar Ss. Yang mana mana Ss adalah
penyimpanan spesifik (specific storage), yang nilainya adalah :
S s  g (  n ) .............................(5.43)
Sehingga kecepatan massa air fluida (waktu perubahan pada
simpanan massa fluida), adalah sebesar S s h / t
Sehingga persamaan di atas, dapat dijabarkan menjadi :
v x v y  z h
    S s ............................(5.44)
x y z t
Jika diperhatikan sisi kiri persamaan, dapat diketahui bahwa
nilai p .v x / x) jauh lebih besar dari pada nilai vx.v / x) .
Sehingga memungkinkan kita untuk menghilangkan  dari kedua
sisi persamaan di atas. Dengan memasukkan hukum Darcy, akan
didapatkan persamaan berikut.
  h    h    h  h
Kx    K y    K z   Ss .......(5.45)
x  x  y  y  z  z  t
Persamaan di atas adalah persamaan aliran untuk aliran
transient yang melalui medium berpori anisotropik jenuh. Jika
mediumnya homogen dan isotropik, maka persamaan aliran
transient adalah :
 2 h  2 h  2 h S s h
   .............................(5.46)
x 2 y 2 z 2 K t

Pengelolaan Air Tanah| 143


Subtitusi nila Ss, akan didapat :
 2 h  2 h  2 h g (  n ) h
   ........................(5.47)
x 2 y 2 z 2 K t
Persamaan di atas biasa dikenal sebagai persamaan difusi.
Solusi persamaan tersebut menghasilkan fungsi h(x,y,z,t), yang
menggambarkan nilai kedalaman hidrolik (hydraulic head) pada
setiap titik dalam bidang aliran tiap waktu. Yang mana dalam
penyelesaiannya dibutuhkan tiga parameter hidrogeologi, yaitu K,
, dan n, serta parameter fluida, yaitu dan . Untuk kasus khusus
pada akuifer dengan ketebalan horisontal (b), S = Ss.b dan T = K.b,
dan ditinjau dalam dua dimensi, maka persamaan di atas menjadi :
 2 h  2 h S h
  .............................(5.48)
x 2 y 2 T t

(3) Transient Unsaturated Flow.


Jika ditinjau suatu media aliran fluida yang memiliki derajat
kejenuhan ’, dengan ’ = /n, dimana  adalah kadar air dan n
adalah porositasnya. Dan bila aliran dalam elemen media tersebut
tidak jenuh atau sebagian jenuh, maka persamaan kontinuitas
harus menunjukkan waktu (time rate) dari perubahan kadar air,
danwaktu perubahannya(time rate of change) pada penyimpanan
akibat pengembangan air dan pemadatan dalam akuifer.
Parameter  dan n besarannya akan menjadi pn’, sehingga
persamaan kontinuitas dapat dituliskan sebagai berikut :
( v x ) ( v y ) ( v z )  n 
    n    n ....(5.49)
x y z t t t
Untuk aliran tak jenuh, pada sisi kanan dari persamaan di
atas, nilai n ( / t ) dan  (n / t ) , jauh lebih kecil dari pada
nilai n ( / t ) . Maka dengan mengabaikan kedua nilai yang kecil
tersebut, lalu memasukkan hukum Darcy pada aliran yang tidak

144|Pengelolaan Air Tanah


jenuh, dan mengambil n.d '  d , maka akan dihasilkan
persamaan sebagai berikut :
  h    h    h  
 K    K    K  ............(5.50)
x  x  x  y  y  z  t
Variabel bebas dari persamaan di atas, adalah atau .
Untuk penyelesaian formula pada kasus semacam ini, dapat
dilakukan dengan mengalikan sisi kanan persamaan dengan faktor
. Bila faktor kapasitas kelembaban spesifik (specific moisture
capacity - C) diperhitungkan, dan besaran tinggi tekanan hidrolik
adalah sebesar h = F+z, maka didapatkan persamaan ;
             
 K    K    K   1   C (5.51)
x  x  x  y  y   z  t
Persamaan di atas adalah persamaan untuk aliran transient
berbasis-, yang melalui medium berpori tak jenuh. Persamaan ini
sering disebut sebagai persamaan Richards. Hal ini dimaksudkan
sebagai penghormatan kepada seorang fisikawan tanah, yang
pertama kali mengembangkannya pada tahun 1931 bernama
Richards.
Dalam permasalahan aliran air tanah membawa polutan
(aliran pencemar), mekanisme alirannya secara garis besar
dibedakan atas empat macam dan tahapannya, yaitu :
1. Mekanisme adveksi ; yaitu proses bergeraknya bahan
pencemar, bersama-sama aliran air tanah dengan kecepatan yang
sama dengan kecepatan aliran tersebut.
2. Mekanisme difusi ; yaitu proses transpor massa molekuler yang
membuat padatan berpindah dari tempat dengan konsentrasi tinggi
ke tempat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
3. Mekanisme dispersi; yaitu proses gabungan yang terjadi akibat
perbedaan kecepatan rembesan pada media berpori. Pada
peristiwa dispersi, terjadi penyebaran konsentrasi pada tepi
pencemar yang bergerak. Jarak antara titik sumber dispersan yang
berjauhan dan mengakibatkan konsentrasi dispersan semakin
Pengelolaan Air Tanah| 145
mengecil sampai akhirnya seluruh konsentrasi mengandung
dispersan disebut sebagai kapasitas dispersi. Proses dispersi sangat
dipengaruhi oleh arah aliran air tanah, dan karaktersitik partikel
yang terkandung di dalam lapisan tanah. Dispersi dapat berbentuk
longitudinal atau pararel, dengan arah aliran air tanah akibat aliran
transversal yang menyimpang dari arah aliran air tanah sebelum
tercemar. Dua macam dispersi ini secara bersama-sama
membentuk sudut (konus)yang terbuka searah aliran air tanah.
Besar kecilnya sudut konus ditentukan oleh ukuran butiran tanah
dan partikel yang mengalami disperse. Koefisien dispersi adalah
koefisien yang besarnya tergantung pada nilai dispersivitas (α) dan
koefisien difusi (D), yang mana keduanya dapat diukur di
laboratorium dengan menggunakan kolom tanah atau pasir yang
dialiri oleh fluida. Dispersivitas merupakan angka yang
menunjukkan proses penyebaran partikel secara mekanik, dimana
terdapat hubungan antara konsentrasi relatif partikel dengan waktu
penyebarannya. Kecepatan aliran air dalam pori tanah (water pore
velocity) adalah kecepatan aliran yang terjadi pada aquifer sebagai
akibat dari adveksi dan dispersi.
4. Mekanisme adsorpsi ; yaitu proses terurainya pencemar dari
larutan asal yang kemudian masuk ke dalam matriks tanah.

5.8. Akuifer Artesis


Artesisberasal dari kata artois, yaitu nama sebuah provinsi
kuno di Perancis. Dimana di provinsi tersebut, sejak sejak 1126 M
oleh biarawan Carthusian, banyak dibuat sumur bor yang dapat
mengeluarkan tanpa dipompa.
Air tanah di dalam akuifer yang berada di antara lapisan
kedap air, seperti tanah liat atau serpih, akan membuat air
terkurung di bawah tekanan. Jika akuifer tertekan seperti itu
ditembus oleh sumur, maka air akan naik ke bagian atas akuifer,
dan bahkan mungkin dapat mengalir dari sumur ke permukaan

146|Pengelolaan Air Tanah


tanah. Air yang dikurung seperti ini dikatakan berada di bawah
tekanan artesis, dan akuifer disebut aquifer artesis.
Akuifer artesis adalah sebuah akuifer tertekan yang berisi air
tanah yang mengalir ke atas melalui sumur tanpa perlu dipompa.
Orang biasa memahami bahwa artesis sama dengan mata air
(springs). Memang airnya mungkin tidak berbeda, tetapi letak
permukaannya berbeda. Mata air biasanya merupakan pergerakan
air akuifer secara horisontal, sedangkan air dari sumur artesis
merupakan aliran air secara vertikal akibat tekanan air yang tinggi
di dalam akuifer tertekan (confined aquifer).Level air di dalam
akuifer artesis disebut permukaan potensiometrik (potentiometric
surface).

Gambar 5.16. Susunan Lapisan geologis Akuifer Artesis (F. Gies


&J. Gies, 1995)
Sumur artesis adalah sumur yang dapat mengalirkan air dari
dalam akuifer tertekan (confined akuifer) yang memiliki tekanan
alami yang cukup tinggi, sehingga air dapat naik ke permukaan
tanpa dipompa.

Pengelolaan Air Tanah| 147


Gambar 5.17. Skema Sumur Artesis (F. Gies &J. Gies, 1995)
Selain di Perancis, ada beberapa wilayah lain yang memiliki
akuifer artesis, seperti di Amerika (Nevada, Georgia, California,
Wisconsin, Alabama, Pennsylvania, Indiana, Michigan, Mississipi,
New York, Washington, Nevada, Illinois, dan beberapa wilayah
lainnya) ; British Columbia dan Ontario (Kanada); Aquileia, Friuli-
Venezia Giulia (Italia) ; Cella, Teruel, dan Aragón(Spanyol), dan
lain-lain. Dan akuifer artesis yang terbesar dan terdalam di Dunia
adalah akuifer Australia, yang merupakan The Great Artesian
Basinyang luas cekungannyayang mencakup 23% dari luas benua
Australia.
The Great Artesian Basin (GAB) di Australia, adalah lembah
artesis terbesar dan terdalam di dunia, membentang di atas
1.700.000 kilometer persegi (660.000 mil persegi), dengan suhu
terukur berkisar antara 30-100 °C (86- 212 °F). Cekungan ini
merupakan satu-satunya sumber air tawar di sebagian besar
pedalaman Australia. Cekungan yang mencakup 23% benua
Australia, yang sebagian besar berada di wilayah Negara Bagian
Queensland (sebagian besar), dan wilayah Northern (tenggara),

148|Pengelolaan Air Tanah


South Australia (timur laut), dan New South Wales (utara).
Cekungan tersebut memiliki kedalaman yang mencapai 3.000
meter (9.800 kaki), dan diperkirakan mengandung 64.900
kilometer kubik (15.600 mil kubik) air tawar. Sumber air tanah di
akuifer Australia ini dikelola oleh suatu badan yang bernama The
Great Artesian Basin Coordinating Committee (GABCC). Badan ini
dibentuk untuk mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan air yang
melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat
(Spanevello, M. D. 2001).[]

Gambar 5.18. Sumur Artesis di Southern Georgia


(USGS Water Science Photo Gallery)

Pengelolaan Air Tanah| 149


BAB –VI
PEMANFAATAN AIR TANAH

150|Pengelolaan Air Tanah


6.1. Landasan Filosofis Pemanfaatan Air Tanah
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa air
tanah mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
keberlangsungan siklus air di planet bumi kita. Lapisan tanah
berfungsi sebagai reservoir alami untuk menyimpan sementara
sumberdaya air, sebelum mengalir menuju perairan di permukaan
tanah, baik ke sungai, danau, ataupun ke lautan.
Disamping menjadi elemen penting dalam siklus hidrologi,
air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi
kehidupan makhluk hidup, mulai dari makhluk hidup di dalam
tanah (cacing, orong-orong, dan sebagainya), juga bagi kehidupan
makhluk hidup di permukaan (tumbuhan, binatang, dan manusia).
Dengan demikian eksistensi air tanah sangat penting dilihat dari
sudut pandang filosofis, terutama di dalam pemanfaatannya yang
harus mempertimbangkan semua aspek dan elemen yang terkait
dengan air tanah secara komplementer.
Dari sudut pandang filsafat idealisme, seyogianya air tanah
hanya dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dasar
makhluk hidup yang berada di sekitarnya saja. Tidaklah arif
tindakan yang mengeksploitasi air tanah untuk memenuhi
kepentingan dan ambisi pribadi, dalam wujud pengambilan air
tanah besar-besaran untuk diperdagangkan dan/atau untuk
menjadi bahan industri besar yang dilakukan demi keuntungan
pribadi kaum kapitalis. Namun yang sangat disayangkan, karena
hampir semua negara di dunia ini menganut filsafat pragmatisme
di dalam kebijakan pemanfaatan air tanah. Mereka lebih condong
melihat kemanfaatan air tanah dari sisi kepentingan manusia saja,
tanpa mempertimbangkan betapa pentingnya peranan air tanah
bagi makhluk hidup yang lain (tumbuhan dan binatang). Dan yang
terpenting adalah peranan air tanah di dalam kelangsungan dan
keseimbangan siklus hidrologi di planet bumi ini. Akibat kelalaian

Pengelolaan Air Tanah| 151


manusia dalam mempertimbangkan semua hal tersebut, telah
berdampak dengan terjadi pemanasan global (global warming)
dan perubahan iklim (climate change) yang telah meresahkan
kehidupan di planet bumi ini, dan kondisi ini akan semakin parah
di masa-masa mendatang, apabila kesadaran umat manusia tidak
kunjung membaik di dalam mengelola, memanfaatkan, dan
memelihara air tanah.
Eksistensi air tanah yang bukan hanya dibutuhkan oleh
manusia perlu segera disadari. Karena esensi air tanah yang
merupakan elemen penting di dalam kehidupan makhluk, bahkan
air tanah menjadi komponen penting di dalam menunjang
kelangsungan planet bumi ini, maka kearifan sangat diperlukan di
dalam memanfaatkan air tanah. Kearifan sangat perlu untuk
menjadi landasan berpikir para penentu kebijakan (pemerintah),
dan pengetahuan tentang eksistensi dan esensi air tanah sangat
dibutuhkan untuk para pengambil keputusan (penguasa).
Berdasarkan telaah di atas, maka di dalam pemanfaatan air
tanah perlu menggunakan landasan filosofis dalam pandangan
esensialisme, dengan konsep "menggunakan air sesuai kebutuhan
hidup, dan jangan mengeksploitasi air dengan mengikuti ambisi
kepentingan pribadi/kelompok”. Kalaupun sumberdaya air tanah
terlihat berlimpah, maka sebelum dilakukan eksploitasi
melampaui kebutuhan dasar, haruslah dilakukan telaah terhadap
berbagai aspek seperti batasankapasitas reservoir air tanah,
pemeliharaan kesinambungan pengimbuhan, pemeliharaan
pasokan dari air tanah ke perairan (sungai, danau, laut) yang
menjamin keberlangsungan siklus hidrologi, dan yang paling
penting adalah memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar
orang lain dan makhluk hidup lain yang berada di sekitarnya, dan
lain sebagainya. Kearifan dalam pemanfaatan air tanah, akan
melahirkan keseimbangan lingkungan biotik dan abiotik yang baik,
sehingga dapat menunjang kelangsungan dan keberlanjutan
152|Pengelolaan Air Tanah
kehidupan di planet bumi ini. Sebaliknya kebrutalan dan prilaku
egosentris yang dianut banyak kapitalis, akan mempercepat
kerusakan dan kehancuran planet bumi, yang pada akhirnya akan
memusnahkan dan mengakhiri kehidupan makhluk hidup di planet
bumi.

6.2. Landasan Sosiologis Pemanfaatan Air Tanah


Air merupakan unsur dasar dari kehidupan di bumi, tanp air
kehidupan di planet bumi akan musnah. Semua makhluk hidup
yang ada di bumi membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya,
bahkan manusia hanya mampu bertahan hidup,tidak lebih dari
lima hari tanpa air. Oleh karena itu air merupakan sumberdaya
alam yang berfungsi sosial yang bersifat global, karena tidak hanya
dibutuhkan oleh manusia, tetapi juga dibutuhkan oleh makhluk
hidup yang lain. Begitu tergantungnya kehidupan seluruh makhluk
hidup terhadap air, maka kualitas hidup makhluk sangat
tergantung dari kualitas air yang dikonsumsinya. Air yang baik dan
sehat akanmembuat ekosistem sehat dan tetap terjaga, sehingga
pada akhirnya membuat kualitas kehidupan akan baik.
Demikian pula dengan manusia, jika air yang dikonsumsi baik
dan sehat akan menjadikan manusia hidup sehat, sehingga
kehidupannya dapat menjadi lebih sejahtera. Sebaliknya, kualitas
air yang buruk berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan.
Pada banyak kasus, buruknya kualitas air menyebabkan penyakit
pada manusia, kerugian, dan kematian. Diare misalnya, adalah
penyakit yang paling mudah menular melalui air, kemudian
menyerang manusia secara massal, bahkan dapat berakibat fatal.
Jadidisamping manfaat yang sangat penting, air juga bisa menjadi
perantara yang sempurna untuk menularkan penyakit ke seluruh
negara di dunia, tak peduli negara maju atau negara terkelakang,
juga tak pandang kalangan kaya atau miskin. Selama air di bumi
saling berhubungan (siklus hidrologi), maka selama itu pula air
Pengelolaan Air Tanah| 153
akan menjadi media transmisi yang baik, untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, atau justru dapat menyeret dunia
menjadi kawasan tak layak huni, apabila kualitas air memburuk
akibat banyaknya pecemaran air yang terjadi.
Selain sebagai sarana utama dalam mencapai kesehatan dan
kesejahteraan, air juga sangat penting bagi lingkungan pertanian
dan bisnis, aplikasi industri dan kimia, proses sanitasi, fasilitas
rekreasi, dan pengolahan makanan. Industri air kemasan dan
sistem pemurnian air adalah usaha yang kini sedang berkembang.
Dan tentu saja, sejak jaman dahulu, air menjadi komponen utama
dalam menangani kebakaran. Menyadari begitu penting dan
strategisnya peranan air di dalam kehidupan, maka beberapa
negara di dunia, telah mencanangkan berbagai program
perlindungan terhadap kuantitas dan kualitas air. Tidak terkecuali
organisasi berskala dunia, seperti PBB yang sejak 2010 telah
mencanangkan program yang bertajuk “Clean Water for a Healthy
World”. Inti dari ajakan PBB kepada seluruh umat manusia, bahwa
“kualitas air berdampak pada setiap orang, dan gaya hidup (life
style) dari setiap orang akan berdampak terhadap kualitas air”.
Program pelestarian air kini berfokus pada desakan bagi manusia,
untuk menjadi penjaga utama agar air tetap bersih dan sehat
dengan mengurangi pencemaran. Hal ini sangat penting
mengingat gaya hidup manusia telah menyebabkan kerusakan dan
terkurasnya sumber air di bumi, baik secara kuantitas terlebih lagi
secara kualitasnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam
norma sosial yang berkembang dan dianut oleh pengikutnya, yakni
: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, dan (3) paham
integralistic. Ketiga norma inilah yang mempengaruhi dan
membentuk gaya hidup manusia. Paham individualisme dilandasi
teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka.
Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya
154|Pengelolaan Air Tanah
masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih
mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan
masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai
pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang
lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat
selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang
dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham
kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan
kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara
perseorangan hanyalah sebagai alat bagi setiap masyarakat, dalam
membangun kebersamaan. Sedangkan dalam masyarakat yang
menganut paham integralistik; masing-masing anggota
masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain, dan secara
organis membentuk masyarakat.
Jika mencermati esensi air sebagai unsur dasar kehidupan
bagi seluruh mahkluk hidup yang ada di muka bumi, maka jelaslah
bahwa air merupakan milik bersama semua makhluk, bukan hanya
manusia tetapi juga makhluk hidup yang lain (flora dan fauna).
Maka landasan sosiologis di dalam pemanfaatan air (terutama air
tanah) haruslah memperhatikan berbagai aspek, yang bukan
hanya bersumber dari norma kehidupan masyarakat, tetapi juga
norma keberlanjutan ekosistem.Kata kunci di dalam dimensi
kesosialan manusia adalah komunikasi dan kebersamaan
(Prayitno, 2009). Sedangkan menurut penulis bahwa kata kunci di
dalam dimensi kesosialan ekosistem adalah perlindungan dan
keberlanjutan.
Landasan sosiologis pemanfaatan air tanah seyogianya
menganut paham integralistik, yang bersumber dari norma
kehidupan masyarakat, yakni : (1) kekeluargaaan dan gotong
royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2)
kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3)
Pengelolaan Air Tanah| 155
negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi
seimbang antara hak dan kewajiban. Selain itu sumber utama
landasan sosiologis dalam pemanfaatan air tanah juga harus
berlandaskan norma keberlanjutan ekosistem, yakni : (1) menjaga
kuantitas dengan tidak melakukan aktivitas yang mengakibatkan
degradasi air tanah, (2) menjaga kualitas air dengan tidak
melakukan aktivitas yang mencemari air tanah, (3) melakukan
konservasi pada setiap sumber air yang dieksploitasi, (4)
melakukan revitalisasi pada sumber air yang telah rusak akibat
eksploitasi berlebihan, dan yang terpenting (5) senantiasa
mengedepankan bahwa air tanah yang dieksploitasi adalah milik
seluruh makhluk baik yang hidup dewasa ini, maupun generasi
makhluk yang akan lahir di kemudian hari.
Dengan demikian pemanfaatan air tanah haruslah
senantiasa memperhatikan unsur-unsur hubungan sosial, yang
bukan hanya hubungan sosial manusia, tetapi juga hubungan
sosial dengan seluruh bentuk makhluk hidup. Demikian pula
pemanfaatan air tanah harus mengedepankan norma ekosistem,
yang berintikan perlindungan dan keberlanjutan sumberdaya air
tanah sebagai milik bersama, bukan hanya untuk makhluk yang
hidup dewasa ini, tetapi juga untuk generasi makhluk yang akan
datang. Keberlanjutan kehidupan di muka bumi sangat ditentukan
oleh keberhasilan kita di dalam memelihara, melindungi, dan
menafaatkan sumberdaya air tanah secara berkelanjutan.
Ingatlah peringatan Allah Swt dalam Al Quran : “Dan Kami
turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan
air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar
berkuasa menghilangkannya.” *Al-Mu’minun: 18+.

6.3. Landasan Etika dan Moral Pemanfaatan Air Tanah


Etika dan moral tidak terlepas dari tatanan kehidupan sosial
bermasyarakat, dalam berbagai halseperti ; persahabatan,
156|Pengelolaan Air Tanah
hubungan dengan orang tua, saudara, serta hubungan berbangsa
dan bernegara. Sejatinya “etika moral” bukan suatu kata yang
memiliki satu arti. “Etika Moral” berasal dari penggabungan dua
kata yang berbeda, yaitu etika dan moral. Keduanya pun memiliki
arti yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan pendapat
dari Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2010 dalam Edie E.Yusuf,
2015) bahwa:Ethics involves the study of moral issues and choices.
It is concerned with right versus wrong, good versus bad, and the
many shades of gray supposedly black-and white issues. Moral
implication spring from virtually every decussion, both on and of
the job(Etika tidak terlepas dari pilihan-pilihan dan isu-isu moral
yang berkaitan dengan kaidah benar versus salah, baik versus
buruk. Implikasi etika dan moral banyak muncul disetiap kondisi
baik masyarakat dan dunia pekerjaan).
Jadi etika merupakan standar moral perilaku benar dan
salah. Etika seseorang tercermin dalam perilaku menyikapi
lingkungan sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku.Moral
dan etika selalu menjadi bahan pembicaraan akhir-akhir ini,
pendapat dari Colquitt, Lepine dan Wesson (2011) “ethics reflects
the the degree to which the behaviors of an authority are in
accordance with generally accepted moral norms”. Dalam hal ini
etika merefleksikan perilaku dari individu seseorang sesuai dengan
moral dan standar norma yang berlaku. Pada dasarnya seseorang
bertanggungjawab atas perilaku sosial di masyarakat yang
seharusnya dilandasi oleh moral yang berlaku di masyarakat. Jadi
selalu ada kendali moral terhadap setiap perilaku dan sikap
seseorang dalam lingkungnan sosial.
Etika dapat dipertimbangkan sebagai suatu batasan yang
diterima terhadap suatu nilai moral dan dilandasi dengan
kepercayaan, tanggung jawab dan integritas yang menjadi bagian
dari sistem nilai sosial masyarakat.Standar etika dapat menjadi
acuan yang benar bagi setiap pihak yang serius ingin membangun.
Pengelolaan Air Tanah| 157
Standar etika dapat menjadi nilai dan kepercayaan bagi setiap
orang yang bekerja serta menjadi pedoman di dalam berperilaku.
Standar etika merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku
kegiatan untuk melihat bahwa standar ini akan menentukan nilai
benar atau nilai salah atas aktivitas yang dilakukannya. Nilai etika
ditentukan oleh kemampuan melakukan sesuatu yang benar.
Dalam sebuah organisasi, kelompok, atau perusahaan, maka
etika dan moral tidak bisa dilepaskan, seperti dikatakan oleh John
W Newstrom (2007), “ethic is the use of moral principles an values
to affect the behavior of individuals and organizations with regard
to choice between what is right and wrong”.Pernyataan ini
mengandung makna bahwa perilaku individu dalam sebuah
organisasi, harus mengutamakan prinsip moral yang berkaitan
dengan etika dalam melaksanakan suatu kegiatan.
Berkaitan dengan etika dan moral dalam beraktifitas,
beberapa pakar berpendapat bahwa etika dalam berkegiatan
adalah merupakan sikap yang diambil berdasarkan tanggung
jawab moralnya yaitu: (1) kerja keras, (2) efisiensi, (3) kerajinan,
(4) tepat waktu, (5) prestasi, (6) energetik, (7) kerja sama, (8) jujur,
dan (9) loyal. Maka etika moral seseorang jelas menggambarkan
hal-hal yang bersifat normatif sebagai sikap kehendak yang
dituntut agar dikembangkan.Dalam hal ini, tanggungjawab
merupakan salah satu komponen dalam etika kerja seseorang
dalam melakukan suatu kegiatan. Melalui tanggungjawab,
seseorang memiliki kesadaran moral untuk melaksanakan
pekerjaan dengan baik dan benar. Salah satu bentuk
tanggungjawab seseorang dalam pelaksanaan etika kerja, selain
pada diri sendiri, juga pada kelompok atau masyarakat dimana dia
melaksanakan kegiatannya.Dengan kata lain bahwa etika adalah
suatu sistem asas-asas moral atau kaedah perilaku.
Inti dalam pembuatan keputusan etis (dengan etika yang
baik), ialah kedewasaan moral yang terbentuk oleh motivasi
158|Pengelolaan Air Tanah
mensyukuri hidup dan kesempatan berperanserta dalam
kehidupan. Sebagai contoh, suatu kegiatan pertanian etis ialah
pertanian yang mencerminkan penghimpunan kearifan generasi
demi generasi dari masa lampau, yang sepadan dengan
bentanglahan (landscape), dan berkekang diri (restraint).
Pertanian berkekang diri dicirikan oleh penggunaan teknologi daur
ulang, konservasi air, kepemilihan tanaman bioregional
(bioregional plantselectivity), serta keanekaan tanaman dan
ternak. Ciri-ciri ini berlawanan dengan ciri pertanian terindustri
yang ekstraktif dan yang menilai kebaikan pertanian menurut
tingginya hasilpanen yang dapat dicapai (Freudenberger, 1994).
Dalam memanfaatkan air tanah, diperlukan suatu etika dan
moral yang baik. Etika yang dianut dalam memanfaatkan air tanah
baik untuk mendapatkan sumber air minum, air pertanian,
maupun air industri, sangat menentukan eksistensi air tanah itu di
masa depan. Pemanfaatan air tanah dengan pendekatan yang
hanya memaksimalkan kegunaan air tanah semata (utilitarian),
memang akan memberikan produksi air yang berlimpah dalam
beberapa tahun, akan tetapi setelah itu air tanah akan mengalami
degradasi, dan lama kelamaan air tanah akan menghilang sama
sekali (loss of groundwater). Air tanah bukan sumberdaya alam
yang tak terhingga, yang abadi ketersediaannya pada suatu
cekungan, atau yang masuk ke dalam akuifer tanpa proses. Air
tanah adalah salah satu elemen dalam siklus hidrologi, yang
eksistensinya dapat bergeser ke elemen lain, ketika medianya di di
dalam tanah terganggu, ataupun perlakukan yang diberikannya
mengganggu keseimbangan di dalam media akuifernya.
Etika dan moral di dalam pemanfaatan air tanah, seyogianya
menggunakan pendekatan ekofeminisme, biosentrisme dan
ekosentrisme. Prinsip dasar dalam pendekatan ini ada dua, yakni :
(1) komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial,
melainkan mencakup komunitas ekologi secara keseluruhan, dan
Pengelolaan Air Tanah| 159
(2) hakikat manusia bukan hanya sebagai makhluk sosial
melainkan juga makhluk ekologis. Kedua unsur pokok diatas akan
mewarnai seluruh prinsip etika ekosistem, yaitu : (1) Sikap hormat
terhadap alam (Respect for Nature), (2) Prinsip tangggung jawab
(Moral Respond For Nature), (3) Solidaritas kosmis (Cosmic
Solidarity), (4) Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam
(Caring for Nature), (5) Prinsip tidak mau melakukan kesalahan
(No Harm), (6) Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
(Harmony with Nature), (7) Prinsip keadilan (Equity), (8) Prinsip
demokrasi (Democracy), (9) Prinsip integritas moral (Moral
Integrity).
Secara singkat implementasi nilai-nilai etika moral ekosistem
tersebut di atas, dalam pola pemanfaatan air tanah, dapat
diuraikan sebagai berikut :
1) Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature) ; Dalam
paham biosentrisme dan ekosentrisme menganut paham bahwa
manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghargai alam
semesta dengan segala isinya karena manusia adalah bagian
dari alam dan mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Komunitas
ekologis adalah komunitas moral, sebagai pelaku moral
manusia mempunyai kewajiban untuk menghormati kehidupan
baik pada manusia maupun pada makhluk lain pada komunitas
ekologis seluruhnya, bahkan dituntut juga untuk menghargai
dan menghormati benda-benda yang non hayati karena semua
benda di alam semesta mempunyai hak yang sama untuk hidup
berkembang. Menurut Aldo Leopold, bahwa komunitas
ekologis harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan
dan spesies dalam ekologis itu, menjaga kohesivitas dan
integritas komunitas ekologis. Sama halnya dengan setiap
anggota keluarga yang berkewajiban menjaga keberadaan
anggota, kesejahteraan dan kebersihan keluarga. Jadi
komunitas ekologis juga mempunyai kewajiban untuk
160|Pengelolaan Air Tanah
menghargai dan menjaga alam sebagai sebuah rumah tangga.
Prinsip ini menyangkut sikap hormat terhadap integritas alam.
Manusia adalah bagian integritas dari alam, manusia adalah
anggota komunitas ekologis dalam pandangan ekofeminisme
sikap hormat terhadap alam,lahir dari relasi kontekstual
manusia dengan alam dalam komunitas ekologis.
Dalam kegiatan pemanfaatan air tanah, manusia harus
menghormati baik hak makhluk lain yang juga membutuhkan
air tanah yang akan dieksploitasinya, maupun kodrat dan
eksistensi air tanah yang berada pada akuifernya, untuk
mengemban fungsinya dalam keseimbangan hidrologi di bumi.
Dengan demikian manusia tidak memiliki hak untuk mengambil
air tanah melampaui kapasitas produksinya, sesuai dengan
kondisi hidrogeologis pada akuifernya.
2) Prinsip Tangggung Jawab (Moral Respond For Nature) ; Prinsip
hormat terhadap alam, melahirkan tanggung jawab moral
terhadap alam karena manusia adalah bagian integral dari
alam, dan setiap makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah
dengan tujuannya masing-masing guna kepentingan manusia,
sehingga manusia tersebut harus bertanggung jawab pula
untuk menjaganya. Tanggung jawab menjaga alam tidak hanya
menjadi tugas individu, melainkan juga tugas manusia secara
kolektif wujud konkritnya. Semua orang harus bekerja sama
bahu membahu untuk menjaga melestarikan alam, dan
mencegah serta memulihkan kerusakan alam. Tanggung jawab
bersama tersebut juga terwujud dalam bentuk mengingatkan,
melarang dan menghukum siapa saja yang merusak dan
membahayakan eksistensi alam semesta mengingat alam
bernilai pada dirinya sendiri. Secara normatif tidak perlu terjadi
kerusakan alam secara umum. Tetapi, sebagian manusia
merasa bahwa tidak ada yang menjadi pemilik alam secara
khusus sehingga mereka dapat mengeruk kekayaan alam
Pengelolaan Air Tanah| 161
sebanyak-banyaknya, tanpa ada tanggung jawab untuk
melestarikannya.
Dalam hal pemanfaatan air tanah, manusia harus bertanggung
jawab untuk melestarikan keberlanjutan eksistensi air tanah.
Setiap aktivitas manusia mengambil air tanah untuk berbagai
keperluannya, harus diikuti dengan rasa tanggung jawab untuk
melakukan upaya konservasi air tanah pada akuifer yang
dieksploitasinya. Berbagai cara dan teknologi konservasi air
tanah yang dapat dilakukan, baik melalui teknik pengimbuhan
buatan (artificial rechange), maupun melalui konservasi daerah
imbuhannya (rechange area).
3) Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity) ; Prinsip solidaritas kosmis
muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral
dari alam semesta. Dalam pandangan ekofeminisme manusia
mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam
lainnya. Prinsip inilah yang melahirkan perasaan solider dalam
diri manusia yakni perasaan sepenanggungan dengan alam dan
sesama makhluk hidup lainnya, manusia sepertinya dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lainnya di
alam semesta ini. Manusia bisa merasa sedih dan sakit ketika
berhadapan dengan kenyataan memilukan berupa kerusakan
alam dan punahnya makhluk hidup tertentu. Prinsip solidaritas
kosmis inilah yang mendorong manusia hadir untuk
menyelamatkan lingkungan hidup, untuk menyelamatkan
semua kehidupan di dunia ini mengingat, alam dan semua
kehidupan didalamnya mempunyai nilai yang sama dengan
kehidupan manusia itu sendiri. Solidaritas kosmis sekaligus juga
mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam
dan seluruh kehidupan didalamnya. Solidaritas kosmis juga
mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro
alam, pro lingkungan hidup, atau menentang setiap tindakan
yang merusak alam.
162|Pengelolaan Air Tanah
Solidaritas kosmis juga harus muncul bagi setiap orang yang
akan melakukan aktivitas pemanfaatan air tanah. Solidaritas
kosmis harus dimiliki oleh semua pihak yang terkait dengan
aktivitas pengambilan (ekstraksi) air tanah. Sikap peduli pada
kelestarian air tanah dari semua pihak, adalah merupakan salah
satu wujud dari sikap solidaritas kosmis. Orang yang
mengekstraksi air tanah, sembari melakukan pengimbuhan
buatan yang melampaui volume air yang diekstraksinya, sudah
merupakan perwujudan solidaritas kosmis. Demikian pula
dengan masyarakat yang ikut mengawasi pelaksanaan, dan
atau memantau pengambilan air tanah agar tidak melampaui
batas, juga bagian dari solidaritas kosmis.
4) Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring for
Nature) ; Prinsip etika yang ditekankan oleh pandangan
ekofeminisme adalah kehidupan yang setara sesama makluk
hidup, sehingga manusia saling mencintai , menyayangi dan
peduli kepada alam. Sebagai komunitas ekologi, manusia,
menyadari semua makluk hidup mempunyai hak untuk
dilindungi, dipelihara, dirawat dan tidak disakiti. Ini merupakan
prinsip moral satu arah terhadap yang lain, tanpa
mengharapkan balasan dari alam yang disayangi. Dalam
pandangan Deep Ecology (DE), dengan mencintai alam manusia
akan menjadi lebih kaya sehingga manusia merealisasikan
dirinya sebagai pribadi ekologis. Manusia terus tumbuh dan
berkembang bersama alam, dengan watak dan kepribadian
yang tenang, damai, penuh kasih sayang, berwawasan luas
seluas alam, demokratis seperti keadaan alam yang beraneka
ragam dan saling menerima perbedaan.
Mengasihi alam semesta, dapat berwujud dengan kepedulian
terhadap kelestarian sumberdaya, termasuk di dalam terhadap
air tanah. Sikap caring di dalam pemanfaatan air tanah, bisa
berwujud dalam bentuk penghematan penggunaan air tanah.
Pengelolaan Air Tanah| 163
Air tanah perlu diirit, karena deposit air tanah terbatas.
Penggunaan air tanah cukup disesuaikan dengan yang
dibutuhkan, dan jangan digunakan secara berlebihan atau
boros.
5) Prinsip tidak mau melakukan kesalahan (No Harm) ; Artinya
bahwa manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam
dan tanggung jawab setara melindungi kehidupan alam, paling
tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak
perlu. Mestinya manusia merasa solider dan perduli terhadap
alam beserta segala isinya. Manusia tidak dibenarkan secara
moral untuk melakukan tindakan yang merugikan baik
terhadap sesama manusia, terhadap hewan, tumbuhan,
keragaman hayati, dan seluruh kekayaan alam yang ada serta
tidak menyebabkan musnahnya spesies tertentu. Tentulah
manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam
semesta, termasuk memanfaatkan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Akan tetapi hal itu mestinya dilakukan
dengan bijaksana untuk menghargai eksistensi air tanah, yang
juga merupakan ciptaan Yang Maha Pencipta. Dengan kata lain
kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakan dengan
maksimal,yaitu melakukan tindakan menjaga, merawat (care),
melindungi dan melestarikan alam semesta, dan segala
sumberdaya alam yang ada di dalamnya.
6) Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam (Harmony
with Nature) ; Prinsip moral hidup sederhana dan selaras
dengan alam, adalah sederhana dalam arti tidak kaya materi
akan tetapi kaya nilai, kualitas hidup yang tinggi dibutuhkan,
tetapi kita bukan pemilik alam, kita hanyalah pengguna
sementara. Dalam prinsip hidup yang harmoni dengan alam
dikenal suatu motto “simple in means, but rich in ends and
values, high quality of life yes, and not having but being”. Yang
diutamakan disini adalah nilai, cara hidup serta kualitas hidup
164|Pengelolaan Air Tanah
yang baik, bukannya standar kehidupan diukur dengan
material, kekayaan, ketamakan dan mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya. Sejauh ini krisis ekologi banyak
disebabkan karena pandangan antroposentrisme yaitu sebuah
prinsip yang hanya melihat alam sebagai obyek eksploitasi dan
pemuas kepentingan hidup manusia. Sebagiamana ditekankan
di dalam pola dan gaya hidup modern yang konsumtif, rakus
dan tamak. Jika saja manusia memahami dirinya sebagai bagian
integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu dengan
secukupnya, ada batas sekedar untuk hidup layak bagi manusia.
Maka prinsip hidup sederhana merupakan prinsip yang sangat
dasar (fundamental principles). Sumberdaya alam, termasuk
sumber daya air tanah, akan dapat memenuhi kebutuhan dasar
manusia dan makhluk hidup lain yang ada pada ekosistemnya.
Tetapi eksistensi air tanah baru akan terganggu, ketika manusia
menggunakan dalih demi kemajuan pembangunan pertanian
dan atau industri, lalu menggunakan air tanah secara besar-
besaran untuk mendapatkan produksi sebesar-besarnya. Hal ini
sudah jauh dari kesederhanaan, dan otomatis akan merusak
keselarasan dan harmonisasi kehidupan nakhluk dan
lingkungannya.
7) Prinsip Keadilan (Equity) ; Prinsip keadilan artinya manusia
harus baik terhadap sesama manusia, hewan, tumbuhan,
lingkungan sekitar dan saling menghagai kepentingan dan
keberadaan masing untuk menjaga keseimbangan alam agar
berdampak positif pada pelestarian lingkungan hidup. Prinsip
keadilan ini telah masuk dalam wilayah politik ekologi dimana
pemerintah dituntut untuk membuka peluang dan akses yang
sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dan ikut
menentukan kebijakan publik (khususnya di bidang lingkungan
hidup), dan memanfaatkan alam bagi kepentingan vital
manusia. Karena semua kelompok dan anggota masyarakat
Pengelolaan Air Tanah| 165
bahkan ekosistem secara menyeluruh akan ikut menanggung
beban yang disebabkan perbuatannya yang menyebabkan
rusaknya alam semesta. Pemanfaatan air tanah yang tidak
berkeadilan, akan memberikan hak konsesi kepada pihak
bermodal untuk melakukan eksploitasi sumberdaya air tanah
secara tak terkendali, yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan bahkan tidak mustahil terjadi kehilangan air tanah.
8) Prinsip Demokrasi (Democracy) ; Prinsip demokrasi artinya
setiap kecenderungan reduksionitis dan antikeanekaragaman
serta antipluralitas bertentangan dengan alam dan anti
kehidupan. Oleh karena itu setiap orang yang peduli pada
lingkungan hidup merupakan orang demokratis. Prinsip
demokrasi disini sangat relevan dalam bidang lingkungan hidup,
terutama dalam pengambilan kebijakan dibidang lingkungan
hidup yang menentukan baik buruk moral politik yang menjadi
garansi bagi kebijakan pro-lingkungan hidup. Prinsip demokrasi
ini mencakup beberapa prinsip. Pertama, demokrasi menjamin
adanya keanekaragaman dan pluralitas, baik pluralitas
kehidupan maupun pluralitas aspirasi, kelompok politik
ekonomi dan nilai demokrasi yang menerima pluralitas cara
pandang tentang pembangunan akan sangat akomodatif
terhadap perlindungan lingkungan hidup dalam seluruh proses
pembangunan. Kedua, demokrasi dalam menjamin kebebasan
dalam mengeluarkan pendapat dan memperjuangkan nilai yang
dianut setiap orang dan kelompok masyarakat untuk
kepentingan bersama. Sejauh tidak merugikan kepentingan
bersama dan kelompok lain. Ketiga, demokrasi menjamin
setiap orang dan kelompok masyarakat ikut berpartisipasi
dalam menentukan kebijakan publik dan memperoleh manfaat
dari kebijakan tersebut. Keempat, demokrasi menjamin hak
setiap orang dan kelompok masyarakat memperoleh segala
informasi secara transparansi yang berkaitan dengan
166|Pengelolaan Air Tanah
kepentingan publik. Kelima, demokrasi secara akuntabilitas
publik, agar kekuasaan yang di amanahkan tidak dipergunakan
sewenang-wenang dan dapat dipertanggung jawabkaan secara
publik.Demokrasi dalam lingkungan hidup merupakan
demokrasi yang menjamin setiap orang atau kelompok
mempunyai hak untuk memperjuangkan kepentingannya
dibidang lingkungan hidup, serta pemerintah wajib
mempertanggung jawabkan semua dampak dari kebijakannya,
termasuk kebijakan yang berakibat merugikan lingkungan
hidup. Oleh karena itu pemerintah sebagai pihak yang
berwewenang memberikan izin terhadap usaha eksploitasi
sumberdaya air tanah, harus memegang teguh kelima pronsip
demokrasi dalam bidang lingkungan hidup di atas. Pemerintah
harus menjaring pendapat semua elemen masyarakat dan
memperhatikan aspirasi tersebut di dalam pengambilan
keputusan pemberian izin eksploitasi. Demikian pula di dalam
pelaksanaan kegiatan, masyarakat harus diberi peran untuk
memantau dampak dari aktivitas pemanfaatan air tanah, serta
menindak lanjuti segala laporan, keluhan, dan pengaduan dari
elemen masyarakat tersebut.
9) Prinsip Integritas Moral (Moral Integrity) ; Prinsip integritas
moral mengacu kepada pejabat publik yang memiliki jabatan
tertentu dalam menjalankan tugasnya, agar mampu menjadi
panutan yang baik, jujur, memiliki etika dan moral yang
terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip kebenaran,
singkatnya pejabat dituntut untuk menjaga dirinya kelompok,
maupun masyarakat yang ia pimpin. Prinsip ini berkaitan erat
dengan lingkungan hidup. Karena selama pejabat publik tidak
mempunyai integritas moral, sudah dipastikan ia mampu
menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan diri dan
kelompoknya dengan mengorbankan kepentingan masyarakat
apalagi lingkungan hidup di sekitarnya. Secara kongkret,
Pengelolaan Air Tanah| 167
pejabat yang tidak mempunyai integritas moral, akan mudah
menghancurkan lingkungan hidup melalui pemberian kebijakan
perizinan dan izin teknis kepada perusahaan tanpa
memperhatikan ketentuan yang berlaku dibidang lingkungan
hidup, sehingga menyebabkan rusaknya lingkungan hidup. Hal
yang sama berlaku dalam kaitan dengan analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL).Orang-orang yang berwenang
untuk melakukan penilaian AMDAL, harus mempunyai
integritas yang tinggi karena hasil penilaian mereka sangat
menentukan keputusan izin bisa dikeluarkan atau tidaknya.Jika
mereka tidak memiliki moral yang tinggi, maka segala sesuatu
bisa dimanipulasi untuk kepentingan tertentu utamanya karena
didorong oleh ketamakan, maka sudah dapat kita bayangkan
dampak apa yang akan terjadi pada lingkungan hidup.
Pemanfaatan air tanah yang sudah dalam skala non-
konvensional, seyogianya diharuskan memiliki AMDAL.
Kegiatan eksploitasi air tanah yang berlebihan, dapat
menimbulkan berbagai dampak antara lain ; (1) kepunahan
fauna tanah, (2) penggurunan (desertification) akibat
pemusnahan flora, (4) perubahan iklim (climate change), dan
(5) terjadinya intrusi air laut (khusus pada lahan pesisir).
AMDAL dinilai sangat penting di dalam pelaksanaan pemanfaatan air
tanah, karena menjadi landasan etika yang baik, dan dengan AMDAL
eksistensi air tanah dapat dilestarikan, kehidupan makhluk di
sekitarnya dapat diamankan, dan kesejahteraan masyarakat dapat
dimapankan. AMDAL pengambilan air tanah yang dirumuskan secara
baik, jujur dan berintegritas, akan menjadi instrumen kebijakan
pemanfaatan air tanah yang dapat menjamin kelestarian air tanah,
dan keberlanjutan kehidupan yang layak bagi semua makhluk hidup
di sekitarnyan.

168|Pengelolaan Air Tanah


6.4. Landasan Yuridis Pemanfaatan Air Tanah
Air merupakan sumberdaya alam yang mutlak diperlkan oleh
manusia dan makhluk hidup lainnya, dan mempunyai arti serta
peran penting bagi berbagai sektor kehidupan. Air merupakan
sumberdaya yang bersifat multi-sektoral, sehingga semakin maju
tingkat penghidupan suatu masyarakat, semakin canggih teknologi
yang digunakan, dan semakin banyak bermuculan bentuk industri
yang membutuhkan air, sedangkan sumberdaya air sendiri
cenderung semakin berkurang. Oleh karena itu sangat tepatlah
konstitusi negara kita yang diatur di dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945), pada pasal 33
ayat (3) dinyatakan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Rumusan ini
menggambarkan pemahaman yang mendasar bahwa sumberdaya
air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang.
Rumusan di atas, merupakan pengejawantahan dari sila
kedua dan kelima dari Pancasila, yang merupakan esensi utama
dari pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sehingga sangat penting untuk dijabarkan di dalam bentuk
regulasi yang bersifat operasional. Namun di dalam perjalanan
kehidupan berbangsa, regulasi tentang penggunaan air tanah
berjalan sangat lambat, bahkan terkesan berjalan maju-mundur.
Hal ini dapat dilihat pada beberapa regulasi yang mengatur
tentang hal tersebut, antara lain :
1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Pokok-pokok Agraria (UUPA). Regulasi ini pada dasarnya
mengatur tentang memberi kemungkinan akan
tercapainya,fungsi bumi, air dan ruang angkasa, sebagai yang

Pengelolaan Air Tanah| 169


dimaksud diatas dan harus sesuai dengan kepentingan rakyat
Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut
permintaan zaman dalam segala soal keagrarian. Regulasi ini
kecuali mengatur tentang “hak guna air” (Pasal 47 UUPA),
aturan ini tidak menguraikan mekanisme pemanfaatan
sumberdaya air baik secara umum, maupun yang bersifat
khusus tentang pemanfaatan air tanah.
2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Regulasi ini juga mengatur pemanfaatan air permukaan, bahkan
secara khusus lebih fokus pada pengaturan air irigasi pertanian.
3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.
Regulasi ini mengatur penggunaan sumberdaya air secara lebih
terinci, baik air permukaan maupun air bawah tanah. Bahkan
regulasi ini telah menjabarkan tentang pemanfaatan air tanah
di dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah. Namun dikemudian hari Undang-undang No. 7 Tahun
2004, berikut semua peraturan turunannya (Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Menteri, dan lain
sebagainya) dianulir oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan
MK Nomor 85/PUU-XI/2013 tertanggal 18 Februari 2015, yang
didasarkan pada class action yang diajukan oleh banyak
organisasi masyarakat, organisasi profesi, kelompok
masyarakat, dan juga perorangan.
4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121 Tahun
2015 tentang Pengusahaan Sumberdaya Air. Peraturan ini
berlandaskan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974,
yang kembali berlaku setelah Undang-undang Nomor 7 Tahun
2004 dianulir oleh Mahkamah Konstitusi, dan belum adanya
Undang-undang yang baru. Dalam pasal-3 peraturan ini
ditegaskan, bahwa lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah
ini mencakup penyelenggaraan Pengusahaan Sumber Daya Air,
yang meliputi Sumber Daya Air Permukaan dan Air Tanah.
170|Pengelolaan Air Tanah
Selayang pandang uraian mengenai latar belakang
dianulirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang
Sumberdaya Air, dapat dijelaskan bahwa pada umumnya subtansi
para pemohon untuk meminta Mahkamah Konstitusi melakukan
pengujian konstitusi negara terhadap Undang-undang Nomor 7
Tahun 2004 tersebut, antara lain :
(i) Bahwa Air adalah kebutuhan yang vital bagi kehidupan
seluruh makhluk hidup dan oleh karenanya dibutuhkan
pengaturan yang adil dalam hal peruntukan dan
penggunaannya sehingga diharapkan pemanfaatan air bisa
dilakukan secara optimal bagi seluruh mahkluk hidup yang
terdapat dimuka bumi;
(ii) Bahwa ajaran Islam menegaskan mengenai pentingnya air
sebagai sumber kehidupan. Al-Qur’an menyebut banyak sekali
ayat yang berkaitan dengan air, baik sebagai dasar-dasar
pengetahuan mengenai hidrologi serta sebagai fenomena
alam dan sebagai objek hukum. Secara keseluruhan, ada
banyak ayat yang menyebut kata air di dalam al-Qur’an yakni
sebanyak 63 ayat serta kata-kata lain yang memiliki hubungan
yang sangat langsung dengan air, antara lain:hujan yang
berjumlah 44 ayat, sungai yang berjumlah 54 ayat, laut yang
berjumlah 28 ayat, mata air yang berjumlah 23 ayat, awan
dan mendung, yang berjumlah 21 ayat, angin yang berjumlah
33 ayat, serta es yang berjumlah 1 ayat.
(iii) Bahwa Air dalam pandangan Al-Qur’an adalah esensi
terpenting untuk keberlangsungan hidup seluruh makhluk
dimuka bumi sekaligus bumi itu sendiri, sebagaimana firman
Allah SWT dalam AL Quran Surah An Nahl Ayat 65 : “Dan Allah
menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu
dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan
Pengelolaan Air Tanah| 171
(pelajaran)”.Pernyataan serupa (“dengan air itu dihidupkan-
Nya bumi sesudah matinya”) terdapat juga pada surat Al-
Baqarah: 164, Al-Ankabut: 63, danAr-Ruum: 24. Bahkan ketika
Al-Qur’an bercerita tentang awal penciptaan bumi dan
semesta, Allah SWT secara jelas menyebutkan bahwa dari
airlah semua mahluk hidup diciptakan.
(iv) Bahwa meskipun Mahkamah telah memberikan putusan
terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, melalui
Putusan Nomor058- 059 -060-063/PUU-II/2004dan Nomor
008/PUU-III/2005 dan menyatakan konstitusional bersyarat,
namunpenjabaran terhadap putusan MK tersebut tidaklah
dijalankan sepenuhnya, hal ini jelas dikarenakan tidak terlepas
dari substansi Undang-Undang yang memberi kelonggaran
terhadap modal asing dalam melakukan pengelolaan terhadap
sumber daya air.
(v) Bahwa keadaan yang demikian itu tidak terlepas fakta historis
yang melatar belakangi terbentuknya Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2004, yakni berawal kebutuhan pemerintah terhadap
lembaga-lembaga donor dalam hal pengucuran dana bantuan
untuk menghadapi krisis yang dihadapi bangsa Indonesia,
dimana salah satu syarat peminjaman dalam kesepakatan
pemerintah dan Dana Moneter Internasional (IMF) yaitu
adanya penyesuaian struktural (structural adjustment).
Sehingga ketika nota kesepahaman antara RI-IMF
ditandatangani, ada sejumlah persyaratan yang dikaitkan
dengan SDA dan lingkungan hidup, diantaranya berkaitan
langsung dengan konglomerasi dan pengaturan perdagangan.
Di samping itu pihak bank dunia juga memberikan syarat bagi
pinjaman yang langsung berkaitan dengan pengelolaan hutan
daan sumber daya alam lain.
Jadi putusan Mahkamah Konstitusi ini patut diapresiasi, karena
merupakan putusan yang cukup progresif, karena telah

172|Pengelolaan Air Tanah


memberhentikan legalisasi atas praktek ekonomi liberal di bidang
sumber daya alam, khususnya air, yang telah menyebabkan rakyat
kehilangan haknya atas air sebagai suatu hak asasi yang sudah
seharusnya dijamin oleh konstitusi.
Namun dilain pihak perberlakukan kembali UU Nomor 11
Tahun 1974 tentang Pengairan, pada hakekatnya tidak
menyelesaikan masalah karena dalam banyak hal undang-undang
tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Jumlah
penduduk, tingkat konsumsi, sanitasidan lingkungan serta
berbagai aktivitas pembangunan (pertanian, infrastruktur,
industri, permukiman, dan lain sebagainya), telah meningkatkan
kebutuhan manusia atas air. Selain itu pola-pola kewenangan
pengaturan atas penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya air
juga sudah banyak berubah, sejalan dengan bergulirnya era
otonomi daerah.
Oleh karena itu, pemberlakuan kembali UU Nomor 11 Tahun
1974 tentang Pengairan, perlu disertai beberapa perubahan
paradigma, terutama dalam memaknai hak penguasaan Negara
atas sumberdaya air. Atau langkah yang paling baik, adalah
membuat dan merumuskan kembali naskah undang-undang
tentang sumberdaya air yang sesuai dengan konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesai yakni UUD 1945, serta relevan
dengan perkembangan dan kondisi yang ada dewasa ini.

6.5. Perbedaan Pemenuhan Keperluan dan Kepentingan dalam


Pemanfaatan Air Tanah.
Pada umumnya pengelolaan sumberdaya air (khususnya air
tanah) berangkat hanya dari satu sisi saja yakni bagaimana
memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari adanya air.
Motivasi pemanfaatan air tanah dengan pola pikir semacam itu
merupakan wujud dari etika antroposentrisme, yang merupakan
paham yang selalu mengutamakan kepentingan manusia sebagai
kepentingan utama. Jadi dalam antroposentrisme, manusia dan
kepentingan manusia memiliki nilai tertinggi. Tidak mempedulikan
kepentingan lingkungan dan makhluk hidup yang lain, seperti

Pengelolaan Air Tanah| 173


hewan dan tumbuhan. Pola berpikir dan beraktivitas semacam ini
oleh penulis dianggap sebagai “paradigma kepentingan”.
Pandangan manusia yang selalu mementingkan diri dan
kelompoknya semacam ini, sangat potensial mengakibatkan
kerusakan sumberdaya alam karena cenderung melakukan
eksploitasi tanpa memperhatikankebutuhan pihak lain, apalagi
untuk mempertimbangkan keberlanjutan dan kelestarian potensi
sumberdaya alam yang dieksploitasinya. Mereka hanya
mementingkan keuntungan material semata, namun untuk tidak
dilupakan bahwa jika adanya keuntungan pasti ada kerugian.
Tiga aspek dalam pengelolaan air bawah tanah yang tidak
boleh dilupakan yakni ; (i) aspek pemanfaatan, (ii) aspek
pelestarian, dan (iii) aspek pengendalian.
(1) Aspek Pemanfaatan ;Hal ini biasanya terlintas dalam pikiran
manusia jika berhubungan dengan air. Baru setelah terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan air yang
tersedia, maka manusia mulai sadar atas aspek yang lain.
(2) Aspek Pelestarian ;Agar pemanfaatan tersebut bisa
berkelanjutan, maka air perlu dijaga kelestariannya baik dari
segi jumlah maupun mutunya. Menjaga daerah tangkapan
hujan dihulu maupun daerah pengambilan, merupakan bagian
terpadu di dalam pengelolaan. Sehingga perbedaan debit air
musim kemarau dan musim hujan tidak besar. Demikian pula
halnya dalam hal menjaga air dari pencemaran limbah.
(3) Aspek Pengendalian ;Perlu disadari bahwa selain memberi
manfaat, air juga memiliki daya rusak fisik maupun kimiawi
akibat ulah manusia. Oleh karena itu dalam pengelolaan air
tanah tidak boleh dilupakan adalah pengendalian terhadap
daya rusak yang berupa pencemaran air tanah.
Dalam pengelolaan air tanah, ketiga aspek penting tersebut,
harus menjadi satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Salah satu aspek saja terlupakan akan
mengakibatkan tidak lestarinya pemanfaatan air dan bahkan akan
membawa akibat buruk. Jika semua pihak kurang benar dalam

174|Pengelolaan Air Tanah


mengelola sumberdaya air, tidak hanya saat ini kita akan
menerima akibat, tetapi akibat yang lebih parah akan ditanggung
oleh generasi mendatang.
Kebijakan dalam setiap pengelolaan sumberdaya alam,
termasuk sumberdaya airtanah, seyogianya memiliki konsepsi
yang konstruktif dan sistematis, antara lain :
a. Dasar pemikiran, adalah bahwa :
1) Air tanah merupakan kebutuhan pokok hidup bagi semua
makhlik hidup. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya
harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan yang
berkecukupan secara berkelanjutan.
2) Keberadaan air tanah mempunyai fungsi sosial, lingkungan
dan ekonomi. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dapat
menjamin kelestarian dan ketersediannya secara
berkesinambungan.
b. Latar Belakang, bahwa :
1) Air tanah terdapat dibawah permukaan tanah baik berada
didaratan maupun dibawah dasar laut, mengikuti sebaran
karakteristik tempat keberadaannya yaitu dalam lapisan
tanah atau batuan pada cekungan.
2) Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, akan
tetapi tidak disetiap tempat terdapat air tanah tergantung
pada kondisi geologi, yang meliputi proses pengendapan
dan struktur geologi yang berpengaruh terhadap sifat fisik
tanah dan batuan serta curah hujan.
3) Pengambilan air tanah dalam upaya pemanfaatan atau
penggunaannya memerlukan proses sebagaimana
dilakukan pada kegiatanpertambangan yang mencakup
kegiatan penggalian atau pengeboran.
c. Konsepsi Pengelolaan Air Tanah :
Berdasarkan pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 121
Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumbedaya Air, ditegaskan

Pengelolaan Air Tanah| 175


bahwa pengelolaan air tanah didasarkan pada konsep Cekungan
Air Tanah (CAT) yaitu suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.
CAT meliputi CAT lintas Negara, CAT lintas Provinsi, CAT lintas
Kabupaten/Kota dan CAT dalam satu Kabupaten/Kota.
d. Landasan Kebijakan, adalah bahwa :
1. Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan
dan penghidupan rakyat, mengingat fungsinya sebagai
salah satu kebutuhan pokok hidup.
2. Air Tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh,
terpadu, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
3. Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan
dengan perilaku air tanah meliputi keterdapatan,
penyebaran, ketersediaan dan kualitas air tanah serta
lingkungan keberadaannya.
4. Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan
antara konservasi dan pendayagunaan air tanah yang
terintegrasi dalam kebijakan dan pola pengelolaan
sumberdaya air.
5. Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah yang
mencakup konservasi dan pendayagunaan air tanah
diselenggarakan untuk mewujudkan kelestarian dan
keseimbangan ketersediaan air tanah dan kemanfaatan air
tanah yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
e. Prinsip Kebijakan, Prinsip dari kebijakan pengelolaan air tanah
meliputi :
a. Kelestarian kondisi dan lingkungan air tanah ;
b. Prioritas kebutuhan air pokok hidup sehari-hari dan
pertanian rakyat ;

176|Pengelolaan Air Tanah


c. Kesejahteraan masyarakat Provinsi atau Kabupaten/Kota
pada CAT;
d. Keadilan dalam memenuhi kebutuhan air ;
e. Penggunaan yang saling menunjang antara air tanah dan
air permukaan dengan mengutamakan penggunaan air
permukaan ;
f. Keseimbangan antara konservasi dan penggunaan air
tanah.
Berdasarkan kelima konsepsi di atas, maka prinsip
pengelolaan dan pemanfaatan air tanah pada masa mendatang,
perlu dikembangkan dengan suatu konsep yang oelh
penulisdisebut dengan “paradigma keperluan”, yaitu suatu
paradigma di dalam penggunaan air tanah yang didasarkan pada
pemenuhan kebutuhan semata, dan bukan untuk memenuhi
kepentingan manusia yang tak bertepi, terutama di dalam
merengkuh keuntungan pribadi dengan mengorbankan kebutuhan
makhluk lain dan kepentingan terhadap eksistensi dan kelestarian
sumberdaya air tanah. Ada 5 (lima) prinsip yang mendukung
pengelolaan air tanah berbasis paradigma keperluan, yakni :
1. Konservasi Air Tanah.
Konservasi dalam hal ini berarti menggunakan air tanah hanya
secukupnya saja untuk memenuhi kebutuhan yang senyatanya,
tanpa pemborosan. Konservasi yang efektif biasanya meliputi
suatu paket langkah pengendalian yang terdiriatas :
a. Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air tanah, antara
lain :
o Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air ;
o Pengendalian pemanfaatan sumber air tanah;
o Pengaturan daerah pelepasanair tanah; dan
o Rehabilitasi hutan dan lahan.
b. Pengawetan air tanah, antara lain :
o Menyimpan air yang berlebihan pada musim hujan;

Pengelolaan Air Tanah| 177


o Penghematan penggunaan air tanah; dan
o Pengendalian penggunaan air tanah.
c. Pengelolaan kualitas air tanah, dengan cara memperbaiki
kualitas air pada sumber air antara lain dilakukan melalui
upaya penjenuhan atau aerasi pada sumber-sumber air
tanah yang ada.
d. Pengendalian pencemaran air tanah, dengan cara
mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air
tanah dan prasarana sumberdaya air lainnya.
e. Kampanye untuk mendorong konsumen untuk lebih sadar
terhadap akibat penggunaan air tanah yang boros.
2. Pendayagunaan Sumberdaya Air Tanah.
Wujud pendayagunaan sumberdaya air tanah yang baik adalah
pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan.
Pendayagunaan Sumberdaya air tanah dilakukan melalui
kegiatan inventarisasi potensi air tanah, perencanaan
pemanfaatan air tanah, perizinan, pengawasan dan
pengendaliannya.
3. Pengendalian Daya Rusak Air Tanah.
Pengendalian daya rusak dari air tanah perlu dilakukan secara
menyeluruh,baik yang terhadap daya rusak air tanah seperti
pencegaha penyebaran bakteri, polutan, dan lain sebagainya,
maupun terhadap kerusakan ait tanah itu sendiri upaya
pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kondisi air tanah.
4. Sistem Informasi Sumberdaya Air Tanah.
Penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap bekerja
dengan sumber-sumber daya yang dapat diperoleh dari
lingkungan masyarakat yang dilayani, tanpa ketergantungan
yang berlebih pada masukan dari luar. Hal ini meliputi tidak saja
keuangan, melainkan juga mengelola sistem dan ketrampilan
yang diperlukan untuk merawat dan memperbaiki peralatan
yang telah dipasang dan juga peduli terhadap partisipasi
178|Pengelolaan Air Tanah
masyarakat (dalam memilih teknologi yang akan diterapkan
dan dalam menentukan cara mengelolanya, demikian juga
dalam perencanaan, konstruksi, manajemen, serta operasi dan
pemeliharaan yang tepat). Sistem yang tidak mampu berjalan
atau yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat yang seharusnya
dilayani merupakan penyia-nyiaan investasi sumberdaya.
5. Sistem Melingkar (Circular System).
Dengan meningkatnya tekanan jumlah penduduk terhadap
sumber-sumber daya yang terbatas, maka kita perlu
memikirkan sistem melingkar, bukan garis lurus. Kota yang
membuang polusinya ke saluran air dan menyebabkan masalah
bagi orang lain tidak bisa diterima lagi. Sebaliknya, air limbah
yang telah diolah seharusnya dianggap sebagai suatu sumber
bernilai yang dapat dipakai kembali.

6.6. Konsep pemanfaatan air tanah secara terpadu dan


berkelanjutan.
Peningkatan eksploitasi air tanah yang sangat pesat di
berbagai sektor di Indonesia, telah menuntut perlunya persiapan
berupa langkah-langkah nyata untuk menanganinya, khususnya
memperkecil dampak negatif yang ditimbulkannya.
Air tanah sebagai salah satu sumberdaya air saat ini telah
menjadi permasalahan nasional. Airtanah yang merupakan
sumberdaya alam terbarukan (renewable natural resources), saat
ini telah memainkan peran penting di dalam penyediaan pasokan
kebutuhan air bagi berbagai keperluan, sehingga menyebabkan
terjadinya pergeseran nilai terhadap air tanah itu sendiri. Airtanah
pada masa lalu merupakan barang bebas (free goods) yang dapat
dipakai secara bebas tanpa batas dan belum memerlukan
pengawasan pemanfaatan, tetapi pada era pembangunan saat ini
yang disertai dengan peningkatan kebutuhan air tanah yang
sangat pesat telah merubah nilai airtanah menjadi barang
Pengelolaan Air Tanah| 179
ekonomis (economic goods), artinya airtanah diperdagangkan
seperti komoditi yang lain, bahkan di beberapa tempat airtanah
mempunyai peran yang cukup strategis.
Mengingat peran airtanah semakin penting, maka
pemanfaatan airtanah harus didasarkan pada keseimbangan dan
kelestarian airtanah itu sendiri, dengan istilah lain pemanfaatan
airtanah harus berwawasan lingkungan. Untuk menjamin
pemanfaatan airtanah yang berwawasan lingkungan dan
pelestariannya, maka perlu dilakukan pengelolaan airtanah yang
baik.Pengelolaan airtanah dalam arti luas adalah segala upaya
yang mencakup inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perijinan,
pengendalian serta pengawasan dalam rangka konservasi air
tanah.
Pengelolaan air tanah pada hakekatnya melibatkan banyak
pihak dan harus dilakukan secara bijaksana dengan mendasarkan
aspek hukum dan aspek teknis. Pengelolaan airtanah harus
didasarkan pada konsep pengelolaan cekungan air tanah
(Groundwater Basin Management). Secara umum pengelolaan
airtanah yang berwawasan lingkungan mencakup kegiatan untuk
pelaksanaan konservasi air tanah dan pemantauan keseimbangan
pemanfaatan air tanah. Perlindungan sumber air baku merupakan
bagian dari strategi pelaksanaan pengelolaan airtanah
berwawasan lingkungan, yang perlu dilakukan secara benar
dengan meningkatkan koordinasi berbagai tingkatan instansi,
serta dengan meningkatkan pemanfaatan data dan informasi air
tanah secara terpadu.
Pada saat ini pengelolaan air tanah dan kegiatan konservasi
airtanah telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, baik Instansi
Pemerintah maupun Swasta. Tetapi pada kenyataannya hasil
pengelolaan maupun konservasi airtanah belum dapat mencapai
sasaran dan masih relatif jauh dari titik optimal. Memperkecil
dampak negatif akibat pemanfaatan/pengeboran air tanah,
180|Pengelolaan Air Tanah
merupakan salah satu upaya nyata yang harus dilaksanakan dalam
rangka pengelolaan air tanah secara terpadu.
Konsep pengelolaan air tanah pada dasarnya mencakup
upaya serta kegiatan pengembangan pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya air tanah berupa penggunaan air tanah yang tersedia
dalam konteks ruang dan waktu, dan komponen mutu serta
komponen volume (jumlah) air tanah pada akuifer suatu wilayah
untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan mahkluk
hidup.Dengan demikian pengelolaan air tanah yang berkelanjutan
merupakan suatu sistem dalam rangka upaya pemanfaatan air
tanah yang terpadu dan dapat membentuk suasana dan kondisi
lingkungan hidup yang berkelanjutan, akrab serta menyenangkan.
Plate (1993) mengemukakan bahwa sistem pengelolaan air
dan sumber-sumber air dalam rangka pemenuhan kehidupan
masyarakat modern bersifat berkelanjutan (sustainable), harus
mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang meliputi :
1) Sistem itu sendiri karena usia,
2) Kebutuhan masyarakat, dan
3) Kemampuan memasok (supply) air
Pengelolaan air dan pemberian air yang berkelanjutan
dengan menggunakan pola pendekatan atisipasi (anticipation
approach) melalui atisipasi dampak terhadap kondisi alam dan
masyarakat serta prediksi yang mungkin terjadi. Namum
pengelolaan air dan sumber air di Indonesia selama ini (s/d 2000)
belum terpadu, masih dikelola oleh beberapa institusi yang
mendasarkan pada undang-undang sesuai dengan lingkup
kewenangannya.
Pemikiran-pemikiran baru telah berkembang sejak
dilaksanakannya Seminar Internasional di Cisarua Bogor 1992
tentang “Integrated Development and Management of Water
Resources for Sustaibable Use in Indonesia”, berupa reorientasi
pembangunan pengairan yang merupakan pencerminan semakin
Pengelolaan Air Tanah| 181
penting dan strategisnya fungsi air dan sumber air. Namun kita
menyadari, bahwa berbagai langkahtersebut baru merupakan
awal dari pembangunan pengairan yang kita cita-citakan, yaitu
pembangunan pengairan yang dituntut mampu menunjang
berbagai sektor perekonomian yang pesat berkembang, dan air
sebagai sumberdaya harus dikelola lebih professional dan
bersungguh-sungguh, baik dalam pemanfaatannya maupun dalam
pelestarian fungsi dan keberadaannya. Masih banyak kendala
serta masalah yang dihadapi, disamping semakin meningkatnya
tantangan seiring dengan pesatnya pembangunan.Langkah awal
ini telah diikuti dengan berbagai kebijakan pemerintah, namun
belum dapat berjalan dengan baik, karena memerlukan waktu dan
dana yang sangat besar.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom”, dan euphoria yang berkembang dimasyarakat,
maka pengelolaan air tanah perlu dilaksanakan dan
disosialisasikan oleh setiap institusi bahkan oleh individu yang
betul-betul menghayati urgensi keberadaan air tanah dan sumber-
sumber air lainnya, dengan sabar dan hati-hati, kepada
masyarakat dan aparatur baik dari eksekutif maupun
legislative.Agar semua pihak memahami dan menyadari
kandungan dari pasal 33 ayat 3 UUD’45, bahwa :”Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Manfaat ynag akan diperoleh pemerintah dan masyarakat
secara bersama-sama, apabila upaya pengelolaan air tanah dan
sumber-sumber air lainnya dapat dilaksanakan dengan benar,
antara lain :
1) Terjaminnya kelestarian dan penyediaan air tanah yang
memadai untuk berbagai keperluan (air domestik, pertanian,
182|Pengelolaan Air Tanah
industri, dan lain sebagainya). Alokasi penggunaan air tanah
dapat dilakukan secara efisien dan optimal, sehingga
ketersediaan air tanah senantiasa terjaga (real time
allocation).
2) Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena kondisi
perekonomian masyarakat yang meningkat.
3) Terciptanya lingkungan yang lestari, nyaman, sehat, akrab
dan menyenangkan, karena kuantitas dan kualitas air tanah
yang terjamin, serta bebas darisegala bentuk pencemaran,
polusi dan lain-lain.[]

Pengelolaan Air Tanah| 183


BAB –VII
KONTAMINASI, PENCEMARAN DAN
KERUSAKAN AIR TANAH

184|Pengelolaan Air Tanah


7.1. Pendahuluan
7.1.1. Pengertian Kontaminasi dan Pencemaran Air Tanah

Istilah kontaminasi sebenarnya memiliki terminologi untuk


menggambarkan sebuah kondisi pencampuran/tercampurnya
sesuatu ke dalam suatu media, yang dapat memberikan efek baik
(positif) atau efek buruk (negatif). Akan tetapi orang pada
umumnya menggunakan istilah kontaminasi pada pemcampuran
yang memberikan dampak negatif, sehingga orang sudah sulit
membedakan antara istilah kontaminasi (contamination) dengan
pencemaran (pollution). Makna pencemaran memang selalu
berkonotasi negatif, karena yang disebut dengan pencemaran
(polusi) adalah masuknya zat, energi, bakteri, atau materi lain ke
dalam lingkungan, sehingga menyebabkan lingkungan kurang atau
tidak dapat lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran air tanah dapat dimaknai sebagai suatu kondisi
yang mana tanah sebagai tempat berkumpulnya air tanah
tercemar oleh polutan (zat pencemar), sehingga air yang berada di
dalamnya juga ikut tercemar. Jenis polutan pada air tanah bisa
bermacam- macam wujudnya, ada yang berwujud padat, cair
maupun gas. Polutan- polutan tersebut menyebabkan perubahan
pada air tanah baik perubahan fisis, kimia maupun biologi.
Perubahan sifat- sifat air itu bisa dijadikan penanda atau ciri- ciri
terjadinya pencemaran air tanah, yang meliputi :
(1) Perubahan fisis; yaitu terjadinya perubahan pada air yang bisa
kita lihat dan rasakan langsung dengan menggunakan panca
indera, seperti berubahnya tingkat kejernihan air, berubahnya
suhu air tanah, serta berubahnya warna & rasa air tanah.
(2) Perubahan kimia; yaitu berubahnya pH (tingkat keasaman)
dan susunan zat kimia yang terkandung di dalam air tanah.
(3) Perubahan biologi ; yaitu munculnya bakteri-bakteri yang
berbahaya di dalam air tanah.

Pengelolaan Air Tanah| 185


Terkontaminasinya air tanah akan sangat membahayakan
kehidupan makhluk, terutama bagi manusia di beberapa belahan
dunia yang sudah banyak menggantungkan kebutuhannya pada air
tanah. Menurut informasi dari Groundwater Foundation (2017),
bahwa saat ini lebih dari 50% penduduk Amerika Serikat
bergantung pada air tanah untuk air minum. Air tanah juga sudah
merupakan salah satu sumber air irigasi yang paling penting.
Sayangnya, air tanah sangat rentan terhadap polutan.
Kontaminasi air tanah terjadi ketika produk buatan manusia
seperti bensin, minyak, garam, dan bahan kimia lainnya masuk ke
air tanah dan menyebabkannya menjadi tidak aman dan tidak
layak untuk digunakan manusia.
Bahan-bahan yang bersifat polutan dari permukaan tanah
bisa bergerak melalui media tanah dan masuk kedalam air tanah.
Misalnya, pestisida dan pupuk pada lahan pertanian yang dapat
mengalir dari permukaan, lalu masuk ke dalam akuifer air tanah
sepanjang waktu. Garamjalan (road salt),zat beracun lainnya dari
lokasi penambangan, atau oli motor bekas dari kendaraan atau
bengkel, juga bisa meresap ke dalam air tanah. Selain itu, adalah
mungkin pula polutan bisa berasal dari limbah tangki septik (septic
tanks) yang tidak diobati (treatment), atau bahan kimia beracun
dari tangki penyimpanan bawah tanah (underground storage
tanks), ataupun dari tempat-tempat pembuangan sampah yang
bocor, semuanya bisa menjadi polutan dan mencemari air tanah.

7.1.2. Bahaya Air Tanah Yang Terkontaminasi.


Mengkonsumsi air tanah yang terkontaminasi bisa memiliki
efek terhadap kesehatan yang serius. Penyakit seperti hepatitis
dan disentri dapat disebabkan oleh kontaminasi air tanah dari
limbah dari tangki septik. Beberapa kasus keracunan yang
disebabkan oleh racun yang telah terontaminasi di dalam air

186|Pengelolaan Air Tanah


sumur yang dikonsumsi manusia. Bahkan kasus kematian satwa
liar juga sudah sering terjadi akibat mengkonsumsi air tanah yang
terkontaminasi. Efek jangka panjang lainnya seperti beberapa jenis
kanker juga bisa diakibatkan oleh paparan air tanah yang tercemar
(Groundwater Foundation, 2017)
Oleh karena itu jelaslah bahwa pencemaran air tanah akan
membawa dampak buruk terutama bagi kehidupan manusia.
Diantara dampak buruk tersebut, dapat berupa :
(1) Berkurangnya persediaan air bersih karena air tanah sebagai
sumber air bersih sudah tercemar. Jika ketersediaan air tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari seperti minum, mandi,
mencuci dan kakus, maka akan terjadi kelangkaan air bersih
yang berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan dan
berkurangnya produktivitas manusia.
(2) Meningkatnya populasi bakteri-bakteri yang berbahaya.
Bakteri yang bersifat phatogen akan berkembangbiak
dengan cepat di dalam air yang tercemar. Tingginya populasi
bakteri phatogen juga akan mengurangi tingkat oksigen di
dalam air, sehingga berdampak pada menurunnya kualitas
air tanah.
(3) Menurunnya kualitas kesehatan. Manusia yang
mengkonsumsi dan menggunakan air tanah yang tercemar,
dapat mengalami berbagai macam penyakit seperti diare,
muntaber, disentri, penyakit kulit, kanker, dan penyakit-
penyakit lainnya. Jika air tanah yang dikonsumsi ternyata
tercemar oleh limbah yang mengandung logam maka
berpotensi menimbulkan kanker dan penyakit yang
menyerang darah.
Saat ini pencemaran air sudah menjadi masalah global yang
membutuhkan perhatian khusus. Salah satunya krisis air di Flint,
Michigan, Amerika Serikat, yang dinobatkan sebagai kasus gawat
darurat nasional oleh Barack Obama.Kasus pencemaran air ini
Pengelolaan Air Tanah| 187
terkuak di pertengahan tahun 2015. Masalah dimulai ketika
pemerintah kota Flint beralih pasokan air di tahun 2014, dengan
menggunakan sumber dari sungai Flint. Hampir segera setelah itu,
penduduk kota Flint mulai mengeluh tentang kualitas air. Air
terlihat coklat dan tercium bau menyengat. Kemudian diketahui
bahwa sungai Flint bersifat amat korosif. Pada aliran sungai Flint
ditemukan tingginya kadar besi, timbal, bakteri E-coli, bakteri
Total coliform, dan Total trihalomethanes (TTHM) di dalam air
yang di luar batas normal. TTHM adalah limbah hasil desinfektan
yang terjadi saat klorin berinteraksi dengan biota organik dalam
air. Beberapa tipe TTHM dikategorikan sebagai karsinogenik
(penyebab kanker).
Konsumsi jangka panjang dari air beracun ini menunjukkan
dampak nyata pada manusia. Anak-anak warga Flint dilaporkan
mengalami kerontokan rambut hebat dan ruam-ruam kemerahan
di kulit.Keracunan timbal tidak dapat dinetralkan lagi. Kadar timbal
dalam darah di luar ambang batas sangat berbahaya, khususnya
bagi anak-anak dan ibu hamil. Menurut WHO, kadar timbal dalam
darah yang sangat tinggi bisa berdampak ketidakmampuan
belajar, masalah perilaku, penurunan IQ, dan keterbelakangan
mental.
Menurut laporan Tempo (6 September 2017), bahwa air
tanah di Jakarta sudah terkontaminasi Mikroplastik. Tempo
melaporkan hasil penelitian tim peneliti dari University of
Minnesota dan State University of New York uang dipimpin oleh
Mary Kosuth. Hasil penelitian itu menyimpulkan bahwa jumlah
kandungan mikroplastik di dalam air tanah rata-rata mencapai 57
partikel per liter, atau sekitar 4,34 partikel per sampel air.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis sebanyak 159 sampel
yang berasal dari delapan wilayah di lima benua. Di antaranya,
yaitu Jabodetabek, Indonesia (21 sampel); New Delhi, India (17
sampel); Kampala, Uganda (26 sampel); Beirut, Lebanon (16
188|Pengelolaan Air Tanah
sampel); Amerika Serikat (36 sampel); Kuba (1 sampel); Quito,
Ekuador (24 sampel), dan Eropa (18 sampel). Dari 159 sampel air
yang diambil dari lima benua tersebut, 83 persen di antaranya
terbukti mengandung partikel serat plastik mikroskopis
(mikroplastik). Mayoritas mikroplastik yang ditemukan adalah
berbentuk serat plastik (99,7 persen), yang berukuran 0,1-5
milimeter, sehingga tidak bisa terlihat dengan mata telanjang.
Di Indonesia, sampel diambil dari lima kawasan Jakarta;
Bogor; Depok; Tangerang Selatan; dan Bekasi. Jumlahnya cukup
mencengangkan. Dari 21 sampel (per sampel rata-rata 500
mililiter) yang diambil, 76 persen di antaranya terkontaminasi
mikroplastik. Sebagian besar responden (masyarakat) dimana
sampel air diambil, menyatakan bahwa air yang dianalisis itu
digunakan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, serta
memandikan hewan peliharaan.
Bahan berbahaya yang terkandung di dalam mikroplastik
adalah senyawa 2-ethyl hexyl phthalate (DEHP). Sebagian besar zat
ini memang akan dikeluarkan melalui kencing, sehingga kadar
DEHP pada urine bisa dideteksi. Namun DEHP (phthalate)ini
sangat berpotensi merusak liver, dan mengganggu sistem
pencernaan baik pada manusia ataupun binatang. Hal ini sudah
dibuktikan dengan penelitian, baik terhadap manusia maupun
binatang, yang mana akibat adanya paparan phthalate pada liver,
menyebabkan berkembangnya kanker liver. Bukan hanya itu,
bahaya dari phthalate, juga bisa masuk ke sistem reproduksi
manusia sehingga menyebabkan kemandulan, terutama pada pria.
Penelitian tentang ini pernah dilakukan di Jepang dengan
menggunakan tikus sebagai binatang percobaan.
Selama ini, negara di seluruh penjuru dunia menghasilkan
300 juta ton plastik setiap tahunnya. Lebih dari 40 persen plastik
tersebut hanya digunakan sekali, kadang kurang dari satu menit,
lalu dibuang.Pemakaian yang singkat itu tidak sebanding dengan
Pengelolaan Air Tanah| 189
keberadaannya di lingkungan yang bisa bertahan selama berabad-
abad. Sebuah studi memperkirakan lebih dari 8,3 miliar ton plastik
telah dihasilkan sejak dekade 1950. Lambatnya proses pengolahan
limbah plastik ini, memungkinkan lebih banyak serat plastik yang
terakumulasi di lapisan tanah dan di dalam air. Bahan plastik tidak
bisa hancur menjadi bahan organik di alam, tetapi menjadi
potongan-potongan mikroskopis yang akan dikonsumis dan masuk
ke tubuh manusia melalui air minum atau bahan makanan.
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa ikan di beberapa
pasaran di Asia Tenggara, Afrika Timur, bahkan di Eropa dan
Amerika, menemukan keberadaan mikroplastik di dalam saluran
air ledeng maupun air sumur.
Dari uraian di atas jelas nampak bahwa dampak dari
pencemaran air tanah, sangatlah mengancam kelangsungan hidup
manusia pada khususnya, dan keberlanjutan kehidupan di muka
bumi ini secara umum.

7.1.3. Sumber Kontaminasi pada Air Tanah.


Sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab 1, bahwa
eksistensi air tanah di planet bumi sangatlah penting, sehingga
kerusakan air tanah dapat berdampak terhadap kondisi di bumi,
bahkan mungkin terhadap keberlangsungan planet bumi ini. Kita
dapat menggambarkan, ketika air tanah terkontaminasi bahan-
bahan beracun, maka air tanah pun akan berubah fungsi menjadi
penyebar racun ke mana-mana. Air tanah bisa ada di dalam tanah,
tetapi ketika eksistensinya telah tercemar, maka air tanah akan
terdegradasi fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan. Bahkan bisa
jadi suatu saat, air tanah yang tercemar akan berubah menjadi
pembasmi kehidupan di muka bumi.

190|Pengelolaan Air Tanah


Menurut laporan dari Groundwater Foundation (2017), baha
bebeberapa sumber potensial yang dapat menimbulkan
kontaminasi pada air tanah, diantaranya adalah :
(1) Tangki penyimpanan (storage tanks); Tangki bisa digunakan
untuk menyimpan bensin, minyak, bahan kimia, atau jenis
cairan lainnya, dan bisa berada di atas (tank above ground)
atau di bawah tanah (underground tank). Di Amerika Serkat,
diperkirakan ada lebih dari 10 juta tangki penyimpanan yang
terkubur, dan dari waktu ke waktu tangki-tangki tersebut
dapat mengalami korosi, retak, atau pecah, yang dapat
mengakibatkan kebocoran tangki. Jika tangki penyimpanan
bocor, maka bahan yang ada di dalamnyaakan mengalir
masuk ke dalam air tanah, dan kontaminasi yang serius bisa
terjadi.
(2) Tangki septik (Septic tanks); Sistem pembuangan air limbah
dari rumah, kantor atau bangunan lain yang tidak terhubung
ke sistem saluran pembuangan kota/permukiman, sangat
potensial menimbulkan kontaminasi pada air tanah. Sistem
sepsikyang seharusnya dirancang untuk secara perlahan
menguras sisa-sisa kotoran manusia di bawah tanah dengan
laju yang lambat agar tidak berbahaya. Sistem septik yang
tidak dirancang, terletak, dibangun, atau dipelihara dengan
baik, dapat membocorkan bakteri, virus, atau bahan kimia
dari rumah tanggadan dari bangunan kontaminan lainnya ke
dalam air tanah, yang akanmenyebabkan masalah serius.
(3) Limbah Berbahaya (Hazardous Waste) yang tidak terkontrol;
Pada saat ini, di Amerika Serikat diperkirakan ada lebih dari
20.000 tempat limbah berbahaya yang ditinggalkan dalam
kondisi yang tidak terkendali, dan jumlah ini terus meningkat
setiap tahunnya. Situs limbah berbahaya semacam ini dapat
menyebabkan kontaminasi air tanah jika ada makhluk hidup
di sekitar. Jika ada kebocoran, maka tempat-tempat
Pengelolaan Air Tanah| 191
tersebutakan menjadi sumber kontaminan, yang akan
mengalirkan bahan polutan dari bahan beracun tersebut
masuk ke dalam air tanah.
(4) Tempat pembuangan sampah (Landfills); Tempat-tempat
pembuangan sampah adalah tempat penimbunan bahan sisa
dari berbagai aktivitas manusia. Tempat pembuangan
sampah seharusnya memiliki lapisan bawah yang berfungsi
sebagai pelindung untuk mencegah bahan kontaminan
masuk ke dalam lapisan air tanah. Dan jika tidak ada lapisan
pelindung atau lapisan tersebut mengalami retak, maka
kontaminan dari tempat pembuangan sampah, seperti ; asam
aki mobil, cat, pembersih rumah tangga, racun serangga, dan
lain sebagainya, akan mudah masuk ke dalam akuifer air
tanah.
(5) Bahan Kimia dan Garam Jalan(Chemicals and Road Salts);
Meluasnya penggunaan bahan kimia dan garam jalan
merupakan sumber kontaminasi air tanah yang potensial.
Bahan kimia meliputi produk yang digunakan di lahan rumput
dan ladang pertanian, untuk membunuh gulma
danhama,atau untuk membuahi tanaman, dan produk lain
yang digunakan di rumah dan industri. Saat hujan, bahan
kimia ini bisa meresap ke dalam tanah dan akhirnya masuk ke
lapisan air tanah. Garam jalan (road salt), digunakan di
musim dingin untuk melelehkan es di jalan raya, agar mobil
tidak meluncur. Saat es mencair, garam dicuci dari jalanan
dan akhirnya berakhir masuk ke dalam air tanah.

(6) Kontaminan Atmosfer(Atmospheric Contaminants); Karena


air tanah adalah bagian dari siklus hidrologi, kontaminan di
bagian lain dari siklus tersebut, seperti atmosfer atau badan
air permukaan, akhirnya dapat dipindahkan ke persediaan air
tanah kita.

192|Pengelolaan Air Tanah


Sumber-sumber yang potensial terhadap pencemaran atau
kontaminasi pada air tanah dapat diilustrasikan seperti pada
gambar berikut :

Gambar 7.1. Illustrasi Proses Kontaminasi Air Tanah


(Sumber :Groundwater Faundation, 2017)

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, bahwa terjadinya


pencemaran pada air tanah disebabkan oleh adanya zat yang
bersifat polutan yang masuk tercampur ke dalam air tanah. Tapi
bagaimana contoh nyata dari polutan- polutan yang mencemari
air tanah itu, berikut ini dapat diuraikan contoh-contoh polutan
yang menjadi penyebab pencemaran pada air tanah.
(1) Sampah anorganik; Penyebab pertama dari percemaran air
tanah adalah sampah anorganik. Sampah anorganik ini bisa
berwujud sampah plastik, kaleng, sterofoam, atau wujud
lain, yang menumpuk di atas tanah atau tertimbun di dalam

Pengelolaan Air Tanah| 193


tanah. Ketika turun hujan, air hujan akan meresap ke dalam
tanah. Resepan air hujan tersebut membawa serta zat- zat
pencemar yang berasal dari sampah anorganik tersebut, dan
pada akhirnya menyebabkan pencemaran air tanah.
(2) Sampah organik; Sampah organik bukannya tidak bisa
menjadi penyebab pencemaran air tanah. Secara logika,
sampah organik mudah terurai dan dapat menjadi kompos
alami bagi tanah. Akan tetapi bagaimanapun sampah
organik seperti sayuran dan bahan makanan busuk lainnya
akan mencemari air tanah,apabila tertimbun di dekat
sumber air tanah, dimana bahan organik tersebut butuh
waktu lama untuk terurai, dan membutuhkan kondisi tanah
yang lembab dari aliran air hujan. Sampah-sampah organik
itu akan semakin membusuk, mengeluarkan bau tak sedap,
dan mengandung banyak bakteri. Bakteri- bakteri yang ada
pada sampah organik itulah yang bisa menyebabkan
terjadinya pencemaran terhadap air tanah.
(3) Limbah cair; Limbah cair yang beracun dapat berwujud air
bekas mencuci pakaian, air sisa pestisida, cairan berminyak
atau bahkan cairan limbah industri yang mengandung zat
kimia beracun. Limbah industri seharusnya dikelola dengan
baik. Jika pihak pengelola lalai, misalnya tidak melapisi
penampungan limbah cair dengan bahan kedap air, maka
limbah cair industry yaitu zat yang mengandung racun bisa
merembes ke dalam lapisan tanah. Jika rembesan limbah
cair terbawa oleh air hujan kemudian bermuara di sumber
air tanah, maka kandungan beracun dari limbah cair
tersebut bisa menjadi penyebab pencemaran air tanah yang
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
(4) Air lindi; Penyebab selanjutnya dari percemaran air tanah
adalah air lindi. Air lindi merupakan salah satu jenis air yang
berada di dalam lapisan tanah dengan kedalaman berkisar 2
194|Pengelolaan Air Tanah
meter dari permukaan tanah. Air lindi merupakan air yang
berbahaya bagi air tanah, karena biasa air lindi digunakan
sebagai open dumping di tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah, sehingga sumber air tanah di sekitar TPA bisa
tercemar oleh amoniak, nitrit dan zat lain yang terkandung
dalam air lindi. Air tanah yang tercemar air lindi akan
mengalami peningkatan suhu sehingga terjadi percepatan
reaksi kimia di dalam air. Tidak hanya perubahan suhu, air
lindi juga menyebabkan terjadinya perubahan warna dan
bau pada air tanah.

7.2. Konsep Keseimbangan Alam


Teori keseimbangan alam adalah teori yang menyatakan
bahwa sistem ekosistem selalu dalam keadaan keseimbangan
yang stabil (homeostatic), yaitu bahwa perubahan kecil dalam
tatanan tertentu akan dibalas oleh reaksi balik yang akan
membuat tatanan tersebut kembali pada “titik keseimbangan”.
Konsep ini sudah sangat lama dianut para pemikir, Nathaniel
Esguerra menggambarkan hubungan antara spesies pemangsa dan
mangsa, dan mengulas mengenai bagaimana alam berada pada
asasnya yang seimbang statik,dengan pemangsa yang akan tidak
pernah memakan populasi mangsa mereka secara melampau
batas produksi mangsanya. Hiptesis Gaia merupakan bentuk lain
dari teori keseimbangan alam, yang menyatakan bahwa Bumi dan
ekosistem yang ada di dalamnya, selalu akan bertindak sebagai
sistem penyelaras untuk menyeimbangkan alam mencapai titik
kondisi
Konsep "keseimbangan alam" ini, pernah menguasai
penyelidikan ekologi, termasuk juga pernah digunakan di dalam
teori pengelolaan sumberaya alam. Namun konsep ini terbukti
tidak dapat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang

Pengelolaan Air Tanah| 195


tidak terbarukan (unrenewable resources). Hal inilah yang
kemudian mendorong lahirnya doktrin yang popular dikalangan
pergerakan pelestarian lingkungan yang disebut"conservation
movement",yaitu bahwa alam seharusnya dibiarkan berkembang
dan memiliki kondisi sendiri, dan campur tangan manusia pada
alamdalam bentuk apapun pada dasarnya dianggap tidak dapat
diterima.
Dalam perspektif Islam konsep keseimbangan alam semesta
sudah amat jelas, bahwasanyaterjadinya kerusakan di bumi adalah
merupakan akibat dari dosa dan pelanggaran yang dilakukan oleh
manusia, sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan di
darat dan di laut. Banyaknya gangguan terhadap keseimbangan
alam tersebut, mengakibatkan besarnya siksaan alam terhadap
manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, atau
semakin banyak dan beraneka ragam dosa manusia, semakin
parah pula kerusakan lingkungan, dan semakin besar pula dampak
buruknya terhadap manusia. Peringatan ini sudah jelas diingatkan
Allah Swt kepada manusia di dalam Q.S. Ar Rum : 41, bahwa
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)."
Namun ironis, umat manusia nanti mulai menyadari kalau
alam sudah banyak mengalami kerusakan, barulah kemudian
mengubah cara pandang di dalam mengelola sumberdaya alam.
Lalu kemudian konsep keseimbangan alam didefinisikan sebagai
“kemampuan alam untuk mengatasi tekanan dari fenomena alam
itu sendiri, maupun tekanan dari aktivitas manusia, serta
kemampuan alam dalam menjaga kestabilannya”. Syarat untuk
tercapainya keseimbangan alam, adalah harus ada interaksi positif
antara organisme dengan faktor alam, dan adanya interaksi

196|Pengelolaan Air Tanah


antarkomponen dalam suatu lingkungan alam yang dapat berjalan
dengan proporsional.

7.3. Daya Dukung, Daya Tampung, Dan Daya Lenting


Lingkungan
Banyak istilah yang perlu dipahami ketika membahas
tentang lingkungan hidup, diantaranya adalah daya dukung
lingkungan (carrying capacity), daya tampung lingkungan
(biocapacity), daya lenting lingkungan (resilience).
Pengertian daya dukung lingkungan dan daya tampung
lingkungan, telah banyak dirumuskan orang, bahkan rumusan
konstitusionalnya pun terdapat dalam UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaa Lingkungan hidup. Beberapa
definisi daya dukung lingkungan, antara lain :
(1) Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup
lain, dan keseimbangan antarkeduanya (UU Nomor 32/2009).
(2) Daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung
lingkunganalamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan
he!an yang dapat dikumpulkan dan ditangkap persatuan luas dan
waktu di daerah itu (Sumarwoto, 2001).
(3) Menurut Khanna et al., (1999), bahwa daya dukung lingkungan
hidupterbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu : kapasitas
penyediaan (supportive capacity) dan kapasitastampung limbah
(assimilative capacity).
(4) Daya dukung lingkungan(carrying capacity) adalah batas atas dari
pertumbuhan suatu populasi, dimana jumlah populasi tersebut
tidak dapat lagi didukung oleh sarana, sumberdaya dan
lingkunganyang ada. Atau secara lebih singkat dapat dijelaskan
sebagai batas aktivitas manusia yang berperandalam perubahan
lingkungan. Konsep ini berasumsi bah!a terdapat kepastian
keterbatasanlingkungan yang bertumpu pada pembangunan
(Zoer’aini, 1997)

Pengelolaan Air Tanah| 197


(5) Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan
ekosistem untuk mendukung kehidupanorganisme secara sehat
sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi,
dankemampuan memperbarui diri. Daya dukung lingkungan
diartikan sebagai kemampuan lingkunganuntuk mendukung
kehidupan manusia (Sunu, 2001)
(6) Greymore (2003), bahwa daya dukung lingkungan adalah jumlah
maksimum manusia yang dapat didukung oleh Bumi dengan
sumberdaya alam yang tersedia. Jumlah maksimum tersebut
adalah jumlah yang tidak menyebabkan kerusakan pada
lingkungan, dan kehidupan di Bumi dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
Sedangkan menurut Lenzen dan Murray (2003), bahwa
kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapatdinyatakan dalam
luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia.
Luas area untukmendukung kehidupan manusia ini disebut jejak
ekologi (ecological footprint). Lenzen dan Murray jugamenjelaskan
bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumberdaya alam
dan lingkungan, dapat dihitung dari kebutuhan hidup manusia
kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif.
Perbandinganantara jejak ekologi dengan luas aktual lahan
produktif ini, kemudian dihitung sebagai perbandinganantara
lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Daya dukung
lingkunganmengandung pengertian kemampuan suatu tempat
dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secaraoptimum dalam
periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula
diartikan sebagai suatu kemampuan lingkungan dalam
memberikan kehidupan organisme secara lestari dan dapat
memberikan kesejahteraan bagi pendudukyang mendiami suatu
kawasan.
Adapun pengertian dari istilah daya tampung lingkungan
(biocapacity), tercantum di dalam UU Nomor 32/2009, dan juga
dikemukakan beberapa ahli, diantaranya :
198|Pengelolaan Air Tanah
(1) Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang
masuk atau dimasukkan ke dalamnya (UU Nomor 32/2009).
(2) Daya tampung lingkungan adalah lingkungan alam untuk
mengabsorbsi (menyerap) berbagai material termasuk limbah
antopogenik dalam konsentrasi tertentu tanpa mengalami
degradasi (Cairns, 1999).
(3) Daya tampung ekosistem merupakan perkiraan produksi
bahan biologis tertentu seperti sumber daya alam, dan
penyerapan sertapenyaringan bahan lain seperti karbon
dioksida dari atmosfer (Yue, 2013).
(4) Daya tampung lingkungan mengacu pada kapasitas area
lingkungan yang produktif, untuk menghasilkan pasokan
sumber daya terbarukan yang sedang berjalan, dan untuk
menyerap limbah yang memasukinya. Ketiadaan
keberlanjutan akan terjadi jika jejak ekologis kawasan
tersebut melebihi kapasitasnya (GreenFacts,2016).
Dari pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa
pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian
upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke
dalamnya.
Selain itu dikenal pula istilah daya lenting lingkungan
(resilience), yaitu kemampuan lingkungan untuk pulih kembali ke
keadaan seimbang, setelah mengalami gangguan dan perubahan.
Daya lenting lingkungan diukur dengan kapasitas lingkungan
dalam memurnikan dirinya (self purification), dengan cara
menentralkan dan/atau memengadaptasi unsur polutan yang
masuk ke dalam lingkungan tersebut.
(1) Daya lenting lingkungan didefinisikan sebagai jumlah
gangguan yang dapat dihindari ekosistem tanpa mengubah
proses dan struktur yang diatur sendiri. (Lance H.
Gunderson, 2000).

Pengelolaan Air Tanah| 199


(2) Daya lenting lingkungan adalah waktu kembali ke keadaan
stabil setelah terjadi gangguan. Istilah baru “kapasitas
adaptif”, diperkenalkan untuk menggambarkan proses yang
mengubah ketahanan ekologis (C. S. Holling, 1973 dalam
Lance H. Gunderson. 2000).
Menurut Reinette Biggs et.al (2012), bahwa meningkatkan
daya lenting ekosistem sangat penting peranannya di dalam
keberlanjutan ekosistem (Ecosystem Sustainable – ES), sehingga
dapat mendukung kesejahteraan manusia untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat saat ini dan masa depan, dan memerlukan
kebijakan pengelolaan, bahkan pengelolaan yang spesifik.
Selanjutnya menurut mereka pula bahwa ada tujuh prinsip yang
relevan dengan kebijakan umum untuk meningkatkan ketahanan
ES yang diinginkan dalam menghadapi gangguan dan perubahan
berkelanjutan dalam sistem sosial-ekologi (SES). Prinsip-prinsip
tersebut adalah :
(1) Prinsip-1 (P1) ; mempertahankan keragaman dan
redundansi,
(2) Prinsip-2 (P2) ; mengelola konektivitas,
(3) Prinsip-3 (P3) ; mengelola variabel dan umpan balik yang
lambat,
(4) Prinsip-4 (P4) ; mendorong pemahaman SES sebagai sistem
adaptif yang kompleks (Complex Adaptive System – CAS),
(5) Prinsip-5 (P5) mendorong pembelajaran dan eksperimen,
(6) Prinsip-6 (P6) ; memperluas partisipasi, dan
(7) Prinsip-7 (P7) ; mempromosikan sistem tata kelola
polisentrik.
Dalam prakteknya, prinsip-prinsip tersebut di atas sering
terjadi secara bersamaan,bahkan saling tergantung satu sama lain.
Kebutuhan masa depan yang penting adalah untuk lebih
memahami saling ketergantungan tersebut, dan untuk
mengoperasionalkan dan menerapkan prinsip-prinsip dalam

200|Pengelolaan Air Tanah


konteks kebijakan dan manajemen yang berbeda. Untuk
membangun peningkatan daya lenting sistem sosial- ekologi,
dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Gambar 7.2. Skema Membangun Daya Lenting dalam SES (Social


Ecology System) : Sumber : relisience.geog.mcgill.ca
Kapasitas adaptif suatu lingkungan akan mengalami
perubahan akibat terganggunya kondisi biotik dan abiotik pada
satu lingkungan. Kapasitas adaptif ekosistem sangat
kompleks,terlebih lagi bila kita memperhatikan peran fungsional
dari keanekaragaman hayati yang ada di dalam ekosistem
tersebut. Carl Folke et al. (2004), melaporkan hasil penelitian
mereka pada lingkungan perairan, bahwa kemungkinan
pergeseran rezim (regime shifts) dapat meningkat saat manusia
mengurangi kapasitas adaptif ekosistem, dengan adanya tindakan
seperti menghilangkan keragaman respon, menyingkirkan
keseluruhan kelompok fungsional spesies, atau menghapus
keseluruhan tingkat trofik, dan semua ini akan berdampak
terhadap ekosistem.Kerusakan tersebut bisa diakibatkan dari
tindakan manusia yang menghasilkan emisi limbah dan polutan
atau perubahan iklim. Efek gabungan yangbersinergi dari tekanan-

Pengelolaan Air Tanah| 201


tekanan tersebut, dapat membuat ekosistem lebih rentan
terhadap perubahan yang sebelumnya dapat diserap. Sebagai
konsekuensinya, cuacabisa tiba-tiba beralih dari suatu wilayah ke
wilayah yang lain, atau terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim.
yang diinginkan ke negara-negara yang kurang diinginkan dalam
Pengelolaan kapasitas adaptif dan tata kelola daya lenting
(resilience) pada suatu ekosistem sangat diperlukan,guna
mempertahankan keadaan ekosistem yang diinginkan dan
mengubah ekosistem yang terdegradasi menjadi konfigurasi yang
baru yang lebih mendasar.
Menurut Joanna R. Bernhardt &Heather M. Leslie (2013),
bahwa daya lenting atau ketahanan ekologis terhadap perubahan
iklim adalah kombinasi dari hambatan terhadap gangguan yang
semakin sering dan parah, kapasitas untuk pemulihan dan
pengorganisasian sendiri, dan kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan kondisi baru. Mereka menyimpulkan bahwa ada tiga
kategori ekologis yang mendasari daya lenting (ketahanan)
ekologis, yakni :
(1) Keragaman ;Keragaman akan meningkatkan variasi respons
terhadap gangguan dan kemungkinan spesies dapat saling
mengimbangi.
(2) Konektivitas ; Konektivitas antar spesies, populasi, dan
ekosistem meningkatkan kapasitas untuk pemulihan dengan
menyediakan sumber propagul, nutrisi, dan warisan biologis.
(3) Kapasitas adaptif ;Kapasitas adaptif mencakup kombinasi
plastisitas fenotipik, rentang rentang spesies, dan
mikroevolusi.
Bukti-bukti empiris tentang dampak dari perubahan iklim
(climate change) menurut Bernhardt &Leslie (2013), telah
mengubah mekanisme ekologis dan evolusioner ini berkontribusi
terhadap merosotnya ketahanan ekosistem laut pesisir. Hal ini
mendorong kita untuk merumuskan langkah-langkah untuk
202|Pengelolaan Air Tanah
menata manajemen sumberdaya alam dengan menerapkan sistem
informasi yang mudah diakses oleh semua pihak agar kita dapat
mempertahankan atau meningkatkan kapasitas adaptif
lingkungan, yang akhirnya akan membentuk ketahanan (resilience)
lingkungan yang tinggi.
Kemerosotan daya lenting lingkungan pesisir tidak hanya
diakibatkan oleh perubahan cuaca. Hasil penelitian Elizabeth A.
Canuel et al. (2012) di wilayah muara (estuary)yang termasuk
ekosistem laut yang paling banyak berubah, sehingga wilayah
tersebut menjadi sangat rentan. Menurut mereka bahwa
ekosistem muaraakan terus memburuk karena pertumbuhan
penduduk yang meningkat di wilayah pesisir, perubahan suhu dan
presipitasi yang terkait dengan perubahan iklim, dan interaksinya
satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan konsekuensi serius
terhadap lingkungan dan masyarakat yang ada di wilayah
tersebut.Kondisi di wilayah muarasebagai peralihan ekosistem
darat ke ekosistem laut, telah membuat muara berfungsi untuk
transfer, transformasi, dan penguburan karbon dan unsur biogenik
lainnya. Perubahan iklim berpotensi mempengaruhi siklus karbon
melalui perubahan produksi bahan organik yang terdapat di
muara, melalui perubahan proses transformasi dan ekspor karbon.
Hal yang perlu dikaji lebih jauh adalah dampak perubahan iklim
terhadap proses yang mempengaruhi siklus karbon organik di
muara-muara sungai di wilayah perkotaan. Hal ini penting untuk
mengevaluasi dampak perubahan iklim terhadap konektivitas
siklus karbon terestrial, muara, dan pesisir laut.

7.4. Degradasi Air Tanah, Jenis dan Bentuknya.


Selain bahaya atas terkontaminasinya air tanah, hal lain yang
mengancam kelangsungan dan keberlanjutan kehidupan di bumi
adalah degradasi air tanah (groundwater degradation). Degradasi

Pengelolaan Air Tanah| 203


air tanah tidak hanya dipandang dari sudut kuantitas air tanah
saja, melainkan harus pula dilihat dari aspek kualitas air tanah
yang ada. Kedua aspek ini sama pentingnya, karena eksistensi air
tanah harus dilihat dari segi manfaatnya bagi kehidupan makhluk,
sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai salah satu penyanggah
utama kehidupan di planet bumi ini.
Oleh karena itu degradasi (kerusakan) air tanah dapat dibagi
atas dua jenis, yakni :
(1) Kerusakan kuantitas air tanah ;
(2) Kerusakan kualitas air tanah ;
Pengertian degradasi menurut Lamb (1994) agak bersifat
subjektif, karena dapat memiliki arti yang berbeda tergantung
pada suatu kelompok masyarakat. Kelompok pencinta hutan
memiliki persepsi yang bervariasi terhadap arti degradasi.
Sebagian mengatakan bahwa hutan yang terdegradasi adalah
hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu titik
dimana penebangan kayu maupun non-kayu pada periode yang
akan datang menjadi akan tertunda atau terhambat semuanya.
Sedangkan sebagian lainnya mendefinisikan hutan yang
terdegradasi adalah suatu keadaan dimana fungsi ekologis,
ekonomis dan sosial hutan tidak dapat terpenuhi lagi. Sedangkan
menurut Oldeman (1992), bahwa degradasi adalah suatu proses
dimana terjadi penurunan kapasitas baik saat ini maupun masa
yang akandatang, dalam memberikan hasil (produksi).
Degradasi tanah menurut FAO (1977), adalah hasil satu atau
lebih proses yang menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk
memproduksi barang dan jasa.Degradasi tanah terjadi ketika erosi
lebih besar daripada deposisi, Degradsi meliputi
erosi,pelapukan,dan sampah (mass wasting).
Dalam konteks kerusakan kuantitas sumberdaya air, terjadi
berupa hilangnya atau mengeringnya sumber-sumber air yang
204|Pengelolaan Air Tanah
berhubungan erat dengan kerusakan ekosistem. Menurunnya
kualitas air permukaan dapat disebabkan oleh kandungan sedimen
dan unsur yang terbawa masuk oleh air yang bersumber dari erosi
oleh air hujan dari lahan-lahan pertanian, atau bahan dansenyawa
dari limbah industri atau limbah pertanian. Peristiwa semacam ini
disebut dengan istilah “polusi air”.Masuk dan mengendapnya
sedimen di dalam air secara berlebihan akanmenyebabkan
pedangkalan, dan mengakibatkan terjadinya banjir disebabkan
berkurangnyadaya tampung terhadap air. Sedangkan masuknya
unsur hara ke badan air menyebabkan terjadinya eutrofikasi, yaitu
terjadinyapeningkatan unsur hara dalam air sehingga
mempercepat pertumbuhan tanaman air dan mikroba. Eutrofikasi
menyebabkan menurunnya fungsi badan air terhadap kehidupan
fauna air, alur transportasi, dan sumber air untuk konsumsi dan
irigasi.
Degradasi air tanah dapat diartikan sebagai kerusakan yang
terjadi pada air tanah (kuantitas dan kualitas), sehingga eksistensi
air tanah menurun atau hilang, dan tidak dapat lagi memenuhi
peran dan fungsinya sebagai menyanggah kehidupan makhluk
hidup (flora, fauna, dan manusia).
Bentuk kerusakan (degradation) pada air tanah, baik secara
kuantitas maupun kualitas, dapat dibagi atas :
(1) Penurunan muka air tanah (degradation of groundwater
level); Jenis kerusakan ini akan berakibat fatal terhadap
eksistensi fauna tanah, seperti cacing, orong-orong, dan
sebagainya, yang pada akhirnya juga akan menurunkan
kesuburan lahan dan produktivitas pertanian. Kasus
penurunan muka air tanah juga berakibat langsung pada
semakin mahalnya biaya penggunaan air tanah, karena sumur
ekstraksi harus dibuat lebih dalam lagi. Penurunan muka air
tanah, biasa diistilahkan orang sebagai kasus penipisan
(depletion) pada air tanah.
Pengelolaan Air Tanah| 205
(2) Kehilangan sumberdaya air tanah (loss of groundwater
resources) ; Yang mana kerusakan seperti ini akan merusak
bahkan dapat menghancurkan ekosistem di wilayah yang
mengalami kerusakan. Banyak kasus di beberapa wilayah
dimana sumber mata air (springs) yang hilang, atau bahkan air
tanah di dalam akuifer menghilang sama sekali, adalah contoh
nyata terjadinya loss of groundwater resources.
(3) Peningkatan salinitas air tanah (increased salinity of
groundwater) ; Di banyak daerah pesisir telah mengalami
peningkatan salinitas air tanah, sehingga air tanah tidak dapat
lagi dimanfaatkan untuk menyanggah kehidupan. Dalam kasus
semacam ini (degradasi kualitas air tanah), walaupun air tanah
masih ada, namun tidak dapat digunakan dalam memenuhi
kebutuhan untuk kehidupan makhluk.
(4) Polusi air tanah (pollution of groundwater) ; Dalam kasus ini
kualitas air tanah akan menurun bahkan dapat mencapai
kualitas air beracun, jika polutan yang memasuki badan air
tanah mengandung bahan-bahan beracun berbahaya (B3).
Kerusakan air tanah akibat polusi kadang tidak nampak secara
nyata, sehingga dapat menimbulkan korban manusia akibat
penyakit yang ditimbulkannya. Contoh polusi mikroplastik
yang masuk ke badan air tanah, dapat menimbulkan penyakit
kanker pada manusia, dan berbagai penyakit lain yang
diakibatkan masuknya logam berat atau zat beracun lainnya
ke dalam kandungan air tanah. Indikator awal untuk melihat
adanya polusi pada air tanah, seperti peningkatan suhu,
perubahan warna, atau peningkatan viskositas pada air
tanah.
Aktivitas manusia dan pproses alam yang potensial menjadi
sumber utama terjadinya pencemaran air tanah, antara lain :
a) Pertanian (pupuk dan pestisida, herbisida, dll)
b) Industri (bahan kimia dan logam)
206|Pengelolaan Air Tanah
c) Situs landfill (sampah terurai misalnya baterai dan ponsel)
d) Rumah tangga domestik (produk non-biodegradable
misalnya sampo, deterjen)
e) Limbah (selokan terbuka atau rusak, kurangnya fasilitas
pengolahan air)
f) Alami (arsen, kalsium, magnesium dan klorida, semuanya
bisa terjadi secara alami)

7.5. Penyebab Degradasi Air Tanah


Air tanah terdegradasi dapat disebabkan karena fenomena
alam, atau karena akibat aktivitas manusia yang menyisakan
residu-residu limbah, yang merusak kuantitas dan kualitas air
tanah. Penyebab yang bersifat alamiah terhadap terjadinya
degradasi air tanah, dapat berupa :
(1) Aktivitas tektonik ; baik dalam proses tumbukan lempeng
bumi, maupun akibat kejadian gempa yang menimbulkan
getaran hebat yang dapat mematahkan lapisan akuifer yang
ada di dalam perut bumi. Patahnya lapisan yang membentuk
akuifer, dapat menyebabkan aliran air di dalam akuifer
berbelok arah, sehingga eksistensinya menghilang pada
wilayah aliran akuifer sebelumnya.
(2) Aktivitas vulkanik; akibat dari pelepasan energi vulkanik
berupa gempa, juga menimbulkan getaran hebat yang dapat
mematahkan lapisan akuifer yang ada di dalam perut bumi.
Dampaknya akan sama dengan patahan akibat gempa
tektonik, yang mana hal ini dapat menyebabkan aliran air di
dalam akuifer berbelok arah, sehingga eksistensinya
menghilang pada wilayah aliran akuifer sebelumnya.
(3) Kenaikan muka air laut ; Akibat pemanasan global (global
warming), telah menyebabkan fenomena kenaikan muka air
laut (increase of sea water level). Hal ini mengakibatkan

Pengelolaan Air Tanah| 207


pergeseran permukaan pertemuan (interface surface) antara
air tawar (fresh water) dan air asin (salt water) di sepanjang
garis pantai. Kenaikan muka air laut akan menyebabkan
peningkatan tekanan air asin ke zona air tawar, sehingga
mengakibatkan zona air asin akan lebih jauh memasuki
wilayah daratan. Kasus semacam ini disebut sebagai intrusi
alamiah (natural intrusion).
Degradasi air tanah yang paling banyak dan sering terjadi
adalah akibat aktivitas manusia. Kegiatan manusia di dalam upaya
meningkatkan kesejahteraannya, sering mengabaikan kepentingan
lingkungan yang bersifat jangka panjang. Manusia condong
melihat, menganalisis, dan menghitung keuntungan sesaat (profit
for a moment), dan mengabaikan aspek pelestarian sumberdaya
alam yang dikelolanya. Disamping itu, pada umumnya manusia
jarang mempertimbangkan dampak samping (side effect) dari
kegitannya terhadap interaksi lingkungan yang saling terkait satu
sama lain. Kecenderungan manusia adalah mengambil apa yang
dibutuhkan dari alam, tanpa menimbang dampak dari kegiatannya
itu terhadap lingkungan secara komprehensif, apalagi untuk
berpikir menyisakan sumberdaya alam untuk generasi berikutnya.
Oleh karena itu terjadi beberapa kegiatan manusia yang menjadi
penyebab utama di dalam terjadinya degradasi atau kerusakan
pada sumberdaya air tanah, seperti :
(1) Pengambilan air tanah berlebihan (over use) ; Air tanah adalah
sumber air minum segar terbesar di dunia, sehingga di banyak
belahan dunia terutama bila persediaan air permukaan tidak
memadai, maka kebutuhan air bersih, air pertanian, dan air
industry, hanya dapat dipenuhi dengan menggunakan air di
bawah tanah. USGS (United State Geological
Survey),mengilustrasikan perbandingan antara air yang
tersimpan di dalam tanah, dengan uang yang disimpan di
rekening bank. Jika uang ditarik pada tingkat yang lebih cepat
208|Pengelolaan Air Tanah
daripada uang yang disetorkan, pada akhirnya akan ada
masalah pasokan akun. Demikian pula bila kita memompa air
keluar dari tanah pada tingkat yang lebih cepat daripada yang
diisi ulang (rechange) selama jangka panjang akan menyebabkan
masalah yang sama.
(2) Penebangan hutan pada area pengimbuhan (deforestation);
Sama halnya dengan gangguan terhadap pasokan air pada
sistem akuifer air tanah, akan mengakibatkan kerusakan pada
deposit air tanah di dalam akuifer. Air yang terdapat di dalam
suatu akuifer diawali dengan proses pengimbuhan yang
terjadi pada daerah pengimbuhan (rechange area). Proses
pengimbuhan tersebut dominan diperankan oleh vegetasi
yang hidup di daerah pengimbuhan tersebut. Penebangan
hutan pada daerah pengimbuhan akan menurunkan bahkan
dapat menghilangkan proses pengimbuhan air ke dalam
tanah, sehingga eksistensi air tanah di dalam akuifer akan
rusak atau bahkan hilang.
(3) Permukiman pada area resapan (settlements) ; Eksistensi
daerah resapan (catchment area) sangat diperlukan
untukmenampung dan meresapkan air limpasan yang berada
di permukaan akibat berkumpulnya air hujan. Pengembangan
permukiman yang cenderung semakin padat, sudah
mengabaikan eksistensi daerah resapan ini, sehingga proses
perembesan air permukaan ke dalam tanah praktis sangat
menurun. Hal ini akan mengakibatkan degradasi kuantitas air
di dalam tanah.
(4) Sistem sanitasi lingkungan yang buruk ; Sistem sanitasi
lingkungan berfungsi untuk menetralisir segala macam limbah
yang diproduksi dari seluruh aktivitas manusia dalam
lingkungannya, sebelum residu limbah tersebut masuk ke
dalam ekosistem. Akan tetapi dibeberapa negara miskin,
hampir tidak pernah ditemukan sistem sanitasi lingkungan

Pengelolaan Air Tanah| 209


yang memadai, termasuk di Indonesia. Limbah yang
diproduksi dari lingkungan permukiman, dapat berupa limbah
dari berbagai bentuk detergen, bahan farmasi, minyak, feses,
plastik, oli bekas, dan lain sebagainya. Limbah tersebut bisa
berasal dari sampah rumah tangga, rumah sakit, pasar,
restoran, sekolah, bengkel, dan lain sebagainya.
(5) Pengelolaan sampah yang buruk ; Sampah yang mengandung
berbagai jenis limbah padat, baik yang organik maupun yang
anorganik, seharusnya dikelola di tempat pembuangan akhir
(TPA) dengan baik. Teknologi pengolahan sampah (weste
treatment) yang berbasis 3R (reduce, recycle and reuse),
sudah cukup maju. Walaupun kelemahannya pada umumnya
adalah tingginya investasi dan minimnya nilai tambah
ekonomi (revenue) dari teknologi tersebut. Namun
seharusnya pemerintah harus mempertimbangkan nilai
manfaat (social profit) dalam melakukan investasi teknologi
pengolahan sampah tersebut. Sama halnya dengan
membangun jalan raya, maka pemerintah juga seharusnya
tidak berhitung profit ekonomi di dalam membangun dan
berinvestasi pada pembangunan pengolahan sampah yang
baik. Pengolahan sampah bukan komiditas bisnis, tetapi
kebutuhan mutlak di dalam melindungi, memelihara, dan
memanfaatkan lingkungan hidup buat manusia dan makhluk
hidup yang lainnya.
(6) Penggunaan bahan beracun berbahaya (B3) ; Penggunaan B3
di dalam berbagai aspek kehidupan manusia sudah demikian
meluasnya. Petani hampir seluruhnya menggunakan berbagai
jenis insektisida, herbisida, fungisida, pupuk, dan lain
sebagainya. Petambak juga sudah banyak yang menggunakan
berbagai jenis pakan dan pupuk yang ketika terakumulasi
tinggi di dalam lingkungan akan berubah menjadi bahan yang
sangat beracun. Bahkan ibu rumah tangga sekalipun sudah
210|Pengelolaan Air Tanah
banyak yang menggunakan insektisida pada rumah-rumah
tinggal atau di restoran, bahkan di rumah sakit. Keberadaan
B3 di permukaan tanah apalagi bila B3 berada dalam badan
air di permukaan, akan sangat mudah masuk ke dalam lapisan
air tanah, melalui peresapan atau infiltrasi air permukaan
pada saat hujan.
(7) Aktivitas Industri ; Hampir semua jenis industri menggunakan
bahan kimia yang sebagian besar bersifat toxin, mulai dari
industri minuman yang sering menggunakan bahan pewarna,
atau bahan pengawet, sampai pada industri farmasi yang
banyak menggunakan bahan baku kimia yang dapat
membahayakan lingkungan. Keberadaan bahan-bahan kimia
dari limbah industri, sangat berpotensi masuk ke dalam badan
air tanah, baik melalui peresapan air permukaan maupun
melalui infiltrasi bersama dengan air hujan. Oleh karena itu
sudah tidak layak lagi mentolerir industri yang mengabaikan
keberadaan weste water treatment pada usahanya.
Kecenderungan Amdal industri di Indonesia dewasa ini hanya
menjadi prasyarat untuk mendapat izin industri. Hampir tidak
ada upaya pemantauan yang dilakukan terhadap dampak
yang ditimbulkan oleh suatu industri setelah beroperasi. Hal
lain yang tidak kalah peranannya di dalam pencemaran
lingkungan adalah lemahnya penegakan hukum terhadap
pelanggaran lingkungan hidup di Indonesia.

7.6. Dampak Degradasi Air Tanah


Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa ada
beberapa bentuk kerusakan pada air tanah, baik secara kuantitas
maupun dalam aspek kualitas air tanah. kerusakan yang terjadi
pada air tanah, dapat berupa :
(1) Penipisan air tanah (depletion).

Pengelolaan Air Tanah| 211


Air tanah adalah sumber air minum segar terbesar di dunia. Di
banyak bagian dunia, terutama bila persediaan air permukaan
tidak tersedia, kebutuhan air dalam negeri, pertanian, dan
industri hanya dapat dipenuhi dengan menggunakan air di
bawah tanah. Namun pengambilan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut sering dilakukan secara
berlebihan, tanpa memperhatikan kapasitas produksi dari
sumber air tanah yang dieksploitasi. Kasus semacam ini akan
menimbulkan penipisan cadangan air tanah. Penipisan air
tanah (depletion) terutama disebabkan oleh pemompaan air
tanah yang terus menerus dalam jangka lama (berkelanjutan).
Beberapa efek negatif dari penipisan air tanah, antara lain:
a) Menurunkan permukaan air tanah (Lowering of the Water
Table); Pemompaan yang berlebihan dapat menurunkan
permukaan air tanah, dan menyebabkan sumur tidak lagi
bisa mencapai air tanah.
b) Peningkatan Biaya (Increased Costs); Saat level muka air
tanah menurun, air harus dipompa lebih jauh untuk
mencapai permukaan, menggunakan lebih banyak energi.
Dalam kasus ekstrim, dengan menggunakan sumur
semacam itu bisa jadi biaya mahal.
c) Mengurangi Air Permukaan (Reduced Surface Water
Supplies); Air tanah dan air permukaan terhubung. Bila air
tanah terlalu banyak digunakan, danau, sungai, terutama
sungai-sungai yang terhubung dengan aliran air tanah
sebagai sumber air (water supply) terhadap aliran sungai,
akan mengalami kekurangan pasokan air, sehingga
dengan sendirinya akan mengurangiair di permukaan.
d) Penurunan Tanah (Land Subsidence); Penurunan tanah
terjadi bila terjadi kehilangan dukungan di bawah tanah.
Hal ini paling sering disebabkan oleh aktivitas manusia,
terutama karena terlalu sering menggunakan air tanah.
212|Pengelolaan Air Tanah
e) Kekhawatiran Kualitas Air (Water Quality Concerns);
Pemompaan yang berlebihan di daerah pesisir dapat
menyebabkan air asin bergerak ke daratan dan ke atas,
sehingga terjadi kontaminasi air asin terhadap persediaan
air.
(2) Kehilangan air tanah (losses).
Kasus di beberapa wilayah dimana sumber mata air (springs)
yang hilang, atau bahkan air tanah di dalam akuifer
menghilang sama sekali, adalah contoh nyata terjadinya
lossespada sumber air tanah di wilayah tersebut. Dampak dari
kehilangan air tanah pada suatu wilayah, dapat memberikan
dampak penting (urgent impact) terhadap ekosistem.
Diantara dampak yang diakibatkan oleh kasus kehilanga air
tanah pada suatu wilayah, antara lain :
a) Amblesan (collapsed) ; Jika terlalu banyak air tanah
dikeluarkan dari dalam lapisan tanah, maka tanah di atas
akuifer bisa tenggelam (amblas). Ini telah terjadi di
beberapa wilayah seperti Mexico City, Pantai Timur
Australia, dan wilayah lain, di mana populasi manusia yang
tumbuh cepat telah mengeksploitasi air tanah secara tidak
berkelanjutan. Kasus amblas berbeda dengan penurunan
tanah (land subsidence), dimana land subsidence biasanya
berlangsung perlahan, tetapi pada kasus amblas
(collapsed) terjadinya seketika (mendadak).
b) Kekeringan (aridity) ; Masa kekeringan bisa diperparah jika
air tanah sudah habis, yang akan mengakibatkan
kegersangan lahan, dimana kondisi semacam ini sangat
tidak mendukung keberlangsungan kehidupan makhluk.
Dalam keadaan normal, air tanah dapat diandalkan pada
masa-masa kekeringan. Namun, jika air tanah dikelola
secara tidak berkelanjutan, maka mungkin tidak akanada
lagi air tanah yang bisa diandalkan. Hal ini juga
Pengelolaan Air Tanah| 213
akanmeningkatkan risiko gagal panen, lalu menimbulkan
kelaparan, dan akhirnya kematian ternak dan manusia.
c) Kehancuran keragaman hayati (loos of biodiversity);
Penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati
(biodiversity), selalu dikaitkan dengan pengaruh aktivitas
manusia di dalam ekosistem dunia. Sadar atau tidak
semua kegiatan manusia telah mengubah lingkungan
secara mendalam, dan telah banyak memodifikasi
ekosistem.Mengeksploitasi sumberdaya air tanah secara
berlebihan sampai habis, adalah merupakan kegiatan
manusia yang berakibat menimbulkan perubahan
(modifikasi) pada ekosistem yang ada. Eksistensi air
sebagai unsur terpenting di dalam kehidupan semua
makhluk hidup, sehingga kehilangan air pada suatu
wilayah, sama dengan kehancuran kehidupan di wilayah
tersebut.
(3) Intrusi air asin (intrusion).
Pada wilayah pantai, kasus ekstraksi (pelepasan) air tanah
yang berlebihan, akan berakibat turunnya pemukaan air tanah
tawar (freshwater), sehingga mengakibatkan perpindahan
interface surface antara air tawar dengan air asin (saltwater).
Kasus semacam ini disebut sebagai intrusi air asin (intrusion).
Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh intrusi air asin ke
zona daratan, diantaranya adalah :
a) Meningkatnya konsentrasi airasin di dalam air tanah
(salinisation). Air tanah dengan kadar salinitas tertentu,
sudah tidak dapat menunjang kelangsungan hidup
makhluk yang ada di atasnya, bahkan beberapa jenis
tumbuhan tidak akan tumbuh dengan baik pada lahan
dengan salinitas air tanah di atas 10 mg/lt. Demikian pula
dengan binatang tanah, sebagian tidak mampu hidup di
dalam tanah dengan salinitas air tanah yang tinggi. Apalagi
214|Pengelolaan Air Tanah
manusia hanya mampu mengkonsumsi air dengan kadar
garam yang bervariasi, tergantung pada unsur pembentuk
senyawa garam di dalam air. Peraturan Menteri Kesehatan
R.I.No.492/MENKES/PES/IV/2010, menyaratkan bahwa :
Kadar garam di dalam air yang diperbolehkan untuk
digunakan sebagai air minum, untuk Garam Besi
(Fe)maksimum 0,3 mg/lt,Garam Mangan (Mg) maksimum
0,1 mg/lt, dan Garam Klorin (Cl) maksimum 4 mg/lt.
b) Berkurangnya persediaan air bersih, karena air tanah
sebagai sumber air bersih sudah terpapar garam. Jika
ketersediaan air tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari
untuk memenuhi kebutuhan air minum, mandi, mencuci
dan kakus, maka akan terjadi kelangkaan air bersih, yang
akan berdampak pada menurunnya produktivitas
manusia.
c) Menurunnya tingkat produktivitas pertanian.Sebagian
besar tanaman yang banyak dibudidayakan masyarakat,
membutuhkan kondisi ekologis yang bersifat spesifik.
Kadar garam di dalam tanah dan air tanah, sangat
mempengaruhi mutu dan tingkat produktivitas tanaman
yang ada. Bahkan tidak jarang tanaman mengalami
kematian karena terpapar oleh air yang bersalinitas tinggi.
Jenis tanaman semusim yang mempunyai sensitivitas
tinggi terhadap salinitas air dan tanah, antara lain ; padi,
jagung, kacang-kacangan, bawang, dan lain-lain. Bahkan
banyak tanaman jangka panjang yang cukup sensitif
terhadap tinggi salinitas di dalam tanah, seperti jeruk,
mangga, rambutan, dan lain sebagainya.
(4) Polusi air tanah (pollution).
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa air
tanah yang dikatakan terpolusi (tercemar) apabila air tanah
sudah terkontaminasi negatif, dengan zat atau bahan yang
Pengelolaan Air Tanah| 215
berbahaya atau merusak mutu air tanah. Pencemaran air tanah
akanmembawa dampak buruk terhadap kehidupan makhluk,
terutama terhadap manusia. Diantara dampak buruk tersebut,
antara lain :
a) Berkurangnya persediaan air bersih, karena air tanah
sebagai sumber air bersih sudah tercemar. Jika
ketersediaan air tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari
seperti minum, mandi, mencuci dan kakus, maka akan
terjadi kelangkaan air bersih akan berdampak pada
menurunnya produktivitas manusia.
b) Naiknya populasi bakteri-bakteri berbahaya,karena bakteri
yang bersifat phatogen akan berkembangbiak dengan
cepat di dalam media air yang tercemar. Tingginya
populasi bakteri phatogen juga akan mengurang tingkat
oksigen di dalam air, yang akan berdampak terhadap
kehidupan makhluk di dalam tanah atau badan air.
c) Turunnya tingkat kesehatan. Mengkonsumsi dan
menggunakan air tanah yang tercemar dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diare,
muntaber, disentri, gatal-gatal dan penyakit-penyakit
lainnya. Jika air tanah yang dikonsumsi ternyata tercemar
oleh limbah yang mengandung logam maka berpotensi
menimbulkan kanker dan penyakit yang menyerang darah.

7.7. Penanggulangan Kerusakan Air Tanah


Kerusakan (degradasi) yang terjadi pada air tanah, sebagian
ada yang bersifat permanen, sebagian pula ada yang bersifat
sementara. Kerusakan yang bersifat permanen biasanya
disebabkan oleh aktivitas dan atau proses yang berlangsung terus
meneruskan, yang bukan hanya menurunkan kapasitas dalam
akuifer air tanah, tetapi bahkan menghilangkan deposit air tanah

216|Pengelolaan Air Tanah


yang ada. Degradasi permanen pada air tanah biasanya dalam
bentuk kehilangan (loss of groundwater), atau polusi berat pada
air tanah. Kerusakan air tanah yang sampai pada tingkatan
semacam ini, hampir mustahil untuk dipulihkan lagi, kecuali
melalui upaya besar yang menghabiskan biaya yang sangat mahal,
bahkan mungkin lebih mahal dibanding total nilai tambah (value-
added) yang dihasilkan sepanjang waktu pemanfaatannya.
Kerusakan yang bersifat sementara (tidak permanen),
biasanya dapat dipulihkan setelah aktivitas eksploitasinya
dihentikan. Kerusakan sementara pada umumnya masih bisa
dipulihkan, sepanjang masih memiliki daya lenting lingkungan
(resilience). Kerusakan air tanah yang berifat tidak permanen, bisa
berupa turunnya muka air tanah (lowering of water table) akibat
ekstraksi air tanah yang melebihi kapasitas pengimbuhan air tanah
(groundwater rechange). Degradasi air tanah semacam ini biasany
dapat pulih dengan sendirinya apabila dilakukan penghentian total
seluruh aktivitas eksploitasi air tanah di tempat itu. Demikian pula
dengan kasus air tanah yang terpapar polusi dalam tingkat awal
(low pollution), biasanya akan mengalami pemulihan, ketika
sumber polusi secara konsisten dihentikan total. Namun halnya
pada kasus intrusi air laut biasanya tanpa campur tangan manusia,
pergeseran interface surface akan terus merambat ke zona
daratan. Hal ini disebabkan karena tekanan air asin berlangsung
kontinyu, sehingga semakin lama kelebihan tekanan air asin
(saltwater pressure), semakin dominan mengisi pori di dalam
tanah (pore water pressure).
Upaya penanggulangan degradasi air tanah, sangat
tergantung pada jenis kerusakan air tanah yang terjadi. Metode
penanggulangan yang terkait dengan kemerosotan deposit air
tanah seperti replesi dan kehilangan sumber air tanah, harus
ditanggulangi dengan cara memasukkan kembali air ke dalam
lapisan tanah. Berbagai teknologi pengimbuhan buatan sudah
Pengelolaan Air Tanah| 217
dikembangkan para ahli konservasi air tanah, namun tidak semua
teknologi tersebut relevan dipergunakan pada semua kasus
kerusakan air tanah. Pada umumnya metode tersebut harus
disesuikan dengan kondisi lingkungan dan tingkat kerusakan air
tanah yang telah ada. Penanggulangan dari setiap jenis kerusakan
air tanah, dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Penanggulangan penipisan air tanah.
a) Penghentian eksploitasi air tanah dari akuifer yang telah
menipis, yang harus dilakukan segera setelah indikasi
mulai terjadinya deplesi muka air tanah. Indikasi deplesi
muka air tanah, menandakan bahwa ektraksi air tanah
jauh lebih besar dari kapasitas imbuhan alamiah yang
terjadi.
b) Jika teridentifikasi penipisan air tanah akibat
berkurangnya volume imbuhan pada rechange area, maka
perlu dilakukan penghijauan kembali (reforestation),
dengan penanaman pohon pada hamparan area
pengimbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan
proses pengimbuhan secara alamiah yang seharusnya
terjadi pada area pengimbuhan.
c) Jika dianggap perlu untuk mempercepat pemulihan air
volume tanah, maka dapat dilakukan pengimbuhan
buatan (artificial rechange) yang dilakukan pada
hamparan area pengimbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengisi langsung akuifer dengan air atmosfir yang
diimbuh langsung melalui alat pengimbuh.
d) Untuk meminimalkan penggunaan air tanah, sekaligus
untuk meningkatkan peresapan air permukaan ke dalam
badan air tanah, pembuatan penampungan air hujan
(water storage) pada area pengimbuhan (rechange area)
dapat dilakukan. Bangunan penampung air hujan dapat
berupa embung (check dam), waduk (storage reservoir),
218|Pengelolaan Air Tanah
kanal (channel), atau bangunan lain yang berfungsi
menampung air.
(2) Penanggulangan kehilangan air tanah.
Pada umumnya kehilangan air tanah (loss of groundwater) di
dalam suatu akuifer, disebabkan karena tidak terjadinya lagi
proses pengimbuhan pada daerah pengimbuhan (rechange
area). Oleh karena itu langkah penanggulangan yang dapat
ditempuh, antara lain :
a) Penghijauan kembali (reforestation), dengan penanaman
pohon pada hamparan area pengimbuhan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengembalikan proses pengimbuhan
secara alamiah yang seharusnya terjadi pada area
pengimbuhan.
b) Pengimbuhan buatan (artificial rechange) yang dilakukan
pada hamparan area pengimbuhan. Hal ini dimaksudkan
untuk mengisi langsung akuifer dengan air atmosfir yang
diimbuh langsung melalui alat pengimbuh.
c) Membuat penampungan air hujan pada area
pengimbuhan (rechange area) yang telah mengalami
kerusakan. Contoh pembuatan embung (check dam),
waduk (storage reservoir), dan lain-lain.
(3) Penanggulangan intrusi air asin.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa intrusi
ai asin ke dalam zona daratan banyak membawa dampak yang
merugikan baik kehidupan makhluk, baik flora dan fauna
maupun terhadap kehidupan manusia. Penanggulangan
kualitas air tanah yang telah terpapar kandungan garam yang
tinggi, cukup sulit dan mahal penanganannya. Hal ini
disebabkan karena intrusi air laut bukan hanya berdampak
terkontaminasinya air tanah, tetapi material tanah juga ikut
terpapar kandungan garam yang tinggi. Model penanganan
intrusi air laut yang biasa dilakukan, diantaranya :
Pengelolaan Air Tanah| 219
a) Desalinisasi air tanah dan tanah. Cara ini dilakukan dengan
mengangkat kandungan garam di dalam tanah dan air
tanah. Saat ini, teknologi semacam ini sangat mahal dan
menggunakan banyak energi. Cara ini tidak bisa menjadi
solusi bagi negara-negara yang terkurung daratan atau
tidak memiliki pantai, karena tidak ada zona untuk
mendesak dan mengalirkan air asin (saltwater).
b) Pengimbuhan buatan (artificial rechange). Metode ini
dapat mengembalikan posisi interface surface pada posisi
semula, apabila volume imbuhan yang dihasilkan cukup
besar sehingga mampu mendesak saltwater ke arah zona
laut. Dan eksistensi imbuhan buatan minimal dapat
memperlambat laju intrusi jika tidak mampu memulihkan
dan mengembalikan interface surface pada posisi sebelum
terjadinya intrusi air laut.
c) Pembuatan lapis kedap air yang akan menjadi interface
surface sebagai pembatas air asin. Namun cara ini hanya
efektif untuk meredam laju pergeseran aliran air asin
memasuki zona daratan, tetapi tidak dapat
mengembalikan posisi garis interface surface pada posisi
sebelum terjadinya intrusi air asin tersebut.
(4) Penanggulangan pencemaran air tanah.
Dampak dari pencemaran air tanah sangatlah mengancam
kelangsungan kehidupan makhluk, terutama terhadap
kehidupan manusia. Untuk meminimalisir dan menghindari
dampak- dampak tersebut, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi pencemaran air tanah, antara
lain :
a) Menghentikan semua input polutan yang masuk ke dalam
badan air tanah, melalui rembesan air permukaan dari
danau, sungai, saluran, dan sebagainya. Hal ini dapat
dilakukan melalui penanganan sampah secara benar,
220|Pengelolaan Air Tanah
mulai dari sumber sampah, pengangkutan sampai sampai
penangan di TPA; Penanganan limbah industri baik limbah
padat maupun limbah cair (weste treatment), agar bahan
buangan dari semua aktivitas manusia tidak menimbulkan
air taah tercemar, dan lain sebagainya.
b) Menghentikan penggunaan bahan beracun berbahaya
(B3), yang potensial membentuk residu toxin di dalam
tanah, yang pada akhirnya akan terbawa oleh aliran
infiltrasi air hujan ke dalam badan air tanah.
c) Remediasi ; remediasi dilakukan dengan cara pembersihan
permukaan tanah dari polutan.Hal ini dimaksudkan untuk
memulihkan kembali permukaan tanah yang telah
mengalami pencemaran, dengan upaya menetralisir
polutan, sekaligus menghentikan keberlanjutan proses
kontaminasi yang terjadi.Remediasi dapat dibagi menjadi
2 jenis yakni remiadiasi ex situ dan remediasi in situ.
- Remediasi di luar lokasi terpapar (ex situ
remediation),dilakukan dengan cara menggali tanah
yang telah tercemar lalu diangkut menuju tempat lain
yang lebih aman. Di tempat tersebut, tanah galian
yang tercemar dimasukkan ke dalam tangki yang
kedap air lalu ditambahkan zat pembersih. Setelah
disimpan beberapa waktu, tanah tersebut tersebut
dikeluarkan lagi dari tangki dan diolah ditempat
pengolahan limbah.
- Remediasi setempat (in situ remediation)lebih mudah
dilakukan dari pada remediasi ex situ. Kegiatan yang
dilakukan hanya membersihkan tanah,atau dilakukan
dengan sistem bioremediasi (bio-remediation).
Pembersihan tanah dengan teknik bioremediasi ini,
dilakukan dengan cara menambahkan mikroorganisme
pengurai seperti jamur vesikular, arbuskular, mikoriza,
Pengelolaan Air Tanah| 221
dan bakteri pengurai ke dalam tanah. Mikroorganisme
pengurai tersebut akan memecah polutan menjadi gas
korbon dioksida dan air, sehingga tidak akan
berbahaya lagi terhadap air tanah.[]

222|Pengelolaan Air Tanah


BAB –VIII
MANAJEMEN AIR TANAH TERPADU DAN
BERKELANJUTAN

Pengelolaan Air Tanah| 223


8.1. Pengertian Manajemen Air Tanah
Badan pangan dunia (Food and Agriculture Organization –
FAO), menyimpulkan bahwa hingga saat ini belum ada sistem
pengelolaan airtanah yang efektif. Kesuali semua sumur ditutup
untuk mencegah akstraksi air tanah, atau pembatasan yang
ditetapkan pada durasi atau volume pemompaan.
Sebuah laporan pada tahun 2013 dari sebuah Komite
Bantuan Koordinasi Administratif PBB, yang
bernamaAdministrative Coordinating Committee (ACC), bahwa di
saat penggunaan sumber air tanah dunia, dan layanan akuifer
yang ada semakin meningkat, belum terlihat prospek untuk
menyelesaikan dampak yang merugikan dari kegiatan itu, melalui
pendekatan manajemen konvensional. Lebih jauh dalam laporan
tersebut dijelaskan bahwatingkat perubahan urbanisasi, dan
intensifikasi pertanian yang dilakukan dewasa ini belum pernah
terjadi sebelumnya. Pola produksi dan konsumsi yang kompleks
terjadi di atas sejumlah akuifer yang rentan, namun dibebaniperan
sebagai penyangga ekonomi dan fisik atas kebutuhan penduduk di
atasnya. Laporan ini membuat permohonan agar manajemen
sumberdaya air tanah menjadi jauh lebih realistis, yang dapat
dicapai dalam praktik dan bisa dilaksanakan di lapangan. Hal ini,
menurutnya, perlu didasarkan pada penghargaan yang jauh lebih
jelas sebagai penggerak sosial dan ekonomi di dalam penggunaan
air tanah.
Pengertian tentang manajemen air tanah sangat bervariasi,
dan tergantung pada kerangka dan pedoman hukum yang belaku
pada setiap negara atau wilayah. Beberapa pengertian dari istilah
manajemen air tanah (Groundwater Management), yang telah
dibakukan oleh para pakar dan oleh lembaga pemerintah serta
lembaga non pemerintah, antara lain :

224|Pengelolaan Air Tanah


1. Menurut Grigg (1996), bahwa “pengelolaan air tanah adalah
aplikasi dari cara struktural dan non struktural yang seimbang
dan harmoni dalam mengendalikan sistem sumberdaya air
alam dan buatan manusia untuk kepentingan dan manfaat
bagi manusia dan tujuan-tujuan lingkungan”.
2. Menurut Keputusan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral
Nomor 1451. K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan
Air Tanah., dinyatakan bahwa “pengelolaan air tanah adalah
pengelolaan dalam arti luas mencakup segala usaha
inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perizinan,
pembinaan, pengendalian dan pengawasan serta konservasi
air tanah”.
3. Menurut lembaga Global Water Partnership (GWP, 2001),
bahwa “manajemen air tanah adalah suatu proses yang
mempromosikan koordinasi pengembangan dan pengelolaan
air tanah dengan sumberdaya terkait dalam rangka tujuan
untuk mengoptimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan
social dalam sikap yang cocok tanpa mengganggu kestabilan
dari ekosistem-ekosistem penting”.
4. Satrio Hadipurwo (2006), menyatakan bahwa “pengelolaan air
tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan
inventarisasi, konservasi dan pendayagunaan air tanah”.
5. Riemann et al. (2012), mengemukakan bahwa definisi
manajemen air tanah yang komprehensif, dan telah
diterapkan adalah “mencakup perlindungan terhadap akuifer,
pengelolaan kualitas air tanah, perbaikan air tanah, penilaian
air tanah, pemantauan air tanah, perencanaan dan
perancangan lapangan sumur, dan operasi lapangan sumur
dan pemeliharaannya”.

Pengelolaan Air Tanah| 225


6. Department of Water Resourcesof California(DWR, 2017),
mendefinisikan bahwa manajemen air tanah “mencakup
pengembangan peraturan untuk merevisi batas dasar air
tanah, mengembangkan prioritas batas wilayah,
mengembangkan peraturan untuk rencana keberlanjutan air
tanah (Groundwater Sustainable Plan – GSP), dan rencana
alternatif, evaluasi dan penilaian GSP, serta pemberian
bantuan teknis”.
Dari sekian banyak terminologi yang ada tentang
pengelolaan air tanah terlihat adanya benang merah, yakni semua
usaha yang bertujuan untuk mewujudkan keberlanjutan eksistensi
air tanah, dengan cara penanganan yang terpadu, mulai dari
produk regulasi pemerintah sampai pada pemanfaatan air tanah
secara terkendali. Dengan kata lain bahwa “pengelolaan air tanah
adalah serangkaian upaya yang mencakup produk regulasi,
inventarisasi potensi air tanah, prosedur pemanfaatan,
pengawasan dalam pemanfaatannya, serta upaya pengendalian
dan konservasi air tanah, yang dapat menjamin keberlanjutan
eksistensi sumberdaya air tanah”.
Di dalam pengelolaan air tanah, baik pihak pengelola
terlebih bagi pihak pemberi izin, harus memperhatikan tiga pilar
utama pembangunan berkelanjutan, yakni :
(1) Fungsi Lingkungan Hidup, bahwa sumberdaya air tanah adalah
bagian dari ekosistem, sehingga harus senantiasa dipelihara
sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna.
(2) Fungsi Sosial, dimana kepentingan umum harus lebih
diutamakan daripada kepentingan individu atau kelompok.
(3) Fungsi Ekonomi, bahwa sumberdaya air dapat didayagunakan
untuk menunjang kegiatan usaha yang diselenggarakan dan
diwujudkan secara selaras dengan lingkungan hidup dan
lingkungan sosial.
Konsep keseimbangan diantara ketiga pilar pembangunan
tersebut di atas, dapat menjamin keberlanjutan dari pada

226|Pengelolaan Air Tanah


eksistensi air tanah, jika dilaksanakan secara konsisten. Prioritas di
dalam melakukan eksploitasi air tanah, harus senantiasa
memperhatikan eksistensi keberlanjutan sumberdaya air tanah.
Eksploitasi air tanah tidak dapat dilakukan, jika membahayakan
dan merusak air tanah itu sendiri. Demikian pula fungsi sosial air,
bahwa pengusahaan air tanah tidak boleh mengakibatkan
kerugian sekecil apapun terhadap masyarakat dan makhluk hidup
yang memanfaatkan air tanah itu. Skema keseimbangan di dalam
pengelolaan air tanah digambarkan oleh Global Water Partnership
(GWP, 2001) di dalam Kodotie & Syarief (2004), seperti yang
digambarkan berikut :

Gambar 8.1. Keseimbangan Tiga Pilar Pengelolaan Air Tanah


Terpadu &Berkelanjutan (GWP, 2001 dalam Kodotie & Syarief, 2004)
Untuk lebih menjelaskan beberapa istilah di dalam
pengelolaan air tanah, dapat diurai beberapa pengertian yang
terkandung didalam pengertian pengelolaan, yaitu :
1) Inventarisasi air tanah adalah kegiatan pemetaan,
penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan
dan pengelolaan data air tanah ;
2) Pengaturan pemanfaatan adalah pengaturan mengenai
urutan prioritas peruntukan pemanfaatan air tanah ;

Pengelolaan Air Tanah| 227


3) Perizinan adalah salah satu bentuk pengaturan yang bersifat
pengendalian oleh pemerintah terhadap kegiatan yang
dilakukan masyarakat (pengguna air tanah);
4) Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup pemberian
pengarahan, petunjuk, bimbingan,pelatihan dan penyuluhan
dalam pelaksanaan pengelolaan air tanah;
5) Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup kegiatan
penaturan, penelitian dan pemantauan pengambilan air tanah
untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi
menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya ;
6) Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin
tegaknya peraturan perundang-undangan pengelolaan air
tanah ;
7) Konservasi air tanah adalah pengelolaan air tanah untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara
serta mempertahankan mutunya.
Menurut Michael E. Campana (2007), bahwa pengelola air
tanah harus mempertimbangkan banyak hinial, tidak hanya
pengetahuan tentang hidrologi air tanah, tetapi juga harus
mendapatkan masukan dari berbagai disiplin ilmu yang lainnya,
seperti ; hidrologi air permukaan, ekonomi, hukum, teknik,
ekologi, manajemen, kimia, dan komunikasi. Bahkan untuk
beberapa kasus diperlukan pula disiplin ilmu sosiologi, hubungan
masyarakat, psikologi dan ilmu politik. Jadi Pengelolaan cekungan
air tanah saat ini harus memperharikan dan mempertimbangkan
banyak segi.
Selanjutnya menurut Michael E. Campana (2007), bahwa di
dalam pelaksanaan manajemen air tanah dewasa ini, ada satu
pertanyaan mendasar yang harus dipertimbangkan yaitu "berapa
banyak air yang dapat dihasilkan oleh satu cekungan air tanah ?
Dewasa ini sudah terlewatkan masa ketika kita berbicara tentang
228|Pengelolaan Air Tanah
"hasil yang aman (safe yield)" sebagai batasan di dalam
pengelolaan cekungan air tanah, dimana safe yield bisa
didefinisikan sesuai dengan keinginan masing-masing. Memang,
Tood (1959) mendefinisikan safe yield dari sebuah cekungan air
tanah adalah "jumlah air yang bisa diambil darinya setiap
tahunnya, sampai menghasilkan volume produksi air yang sudah
tidak diinginkan. Seperti yang Alley dan Leake (2004) katakan, kita
sekarang telah melakukan perjalanan dari masa berpedoman pada
"safe yield" menuju pada indikator "keberlanjutan (sustainable)".
Tetapi seperti yang mereka nyatakan juga bahwa, sustainable
tidak lebih sederhana daripada safe yield, karena merupakan
konsep yang bernilai lebih tinggi, namun masih tetap dapat
bermakna beda bagi setiap orang yang berkepentingan. Definisi
keberlanjutan air tanah sangat mirip dengan pengertian safe yield
pada cekungan air tanah, yaitu suatu pengertian yang sama luas
dan ambigunya. Keberlanjutan air tanah dapat diartikan sebagai
"pengembangan dan penggunaan sumber air tanah dengan cara
yang dapat dipertahankan untuk waktu yang tidak terbatas, tanpa
menyebabkan konsekuensi lingkungan, ekonomi atau sosial yang
tidak dapat diterima (Alley and Leake, 2004).
Menurut lapora ACWA (Association of California Water
Agencies) pada tahun 2011, menyatakan bahwa "Pengelolaan air
tanah yang dikendalikan secara lokal lebih efektif, karena paling
baik untuk menanggapi keadaan tertentu dan perbedaan yang
signifikan, dalampermasalahan cekungan air tanah di seluruh
negara bagian,". Selanjutnya mereka menilai bahwa "Keahlian
lokal dan ketergantungan langsung pada sumberdaya memastikan
tanggapan segera terhadap masalah dan sementara tren, dan
memberikan dasar yang terkuat untuk melakukan pendekatan
regional yang bersifat kolaboratif". Laporan lain juga pada Tahun
2011, datang dari Stanford Universityyang menyatakan bahwa di
Amerika Serikat umumnya pada wilayah distrik, pengadaan air
Pengelolaan Air Tanah| 229
minum setempat menghadapi tantangan dalam hal perlindungan
air tanah, dan belum ada perhatian dari pemerintah negara bagian
maupun pemerintah pusat. Laporan tersebut juga mengatakan
bahwa informasi dasar tentang pengelolaan air tanah di negara-
negara bagian tidak tersedia,yang disebabkan karena tidak adanya
sistem data clearinghouseyang terpusat. Kurangnya data di
seluruh negara bagian ini adalah suatu masalah, bukan hanya bagi
peneliti, tetapi juga bagi badan air lokal yang ingin belajar dan
tukar pengalaman satu sama lain,terutama dalam
mengembangkan strategi regional yang komprehensif.

8.2. Tujuan dan Sasaran Manajemen Air Tanah

Tujuan dan sasaran dari suatu konsep manajemen air tanah,


sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a) Kondisi sumberdaya air tanah, yang meliputi jenis akuifer,
struktur lapisan akuifer, kapasitas akuifer, daerah resapan,
daerah lepasan, dan lain sebagainya.
b) Keperluan eksploitasi air tanah, yang meliputi jenis
keperluan, kapasitas yang diperlukan, intensitas dan durasi
pengambilan, dan lain sebagainya.
c) Kondisi lingkungan, seperti ada tidaknya ancaman intrusi
air laut, atau infiltasi zat polutan ke dalam air tanah dan
lain sebagainya.
Untuk menggambarkan bagaimana setiap lembaga
pengelolaan air tanah menggariskan tujuan dan sasaran yang
hendak dicapai, berikut kita bisa uraikan rumusan dari masing-
masing badan otoritas pengelola air tanah di berbagai negara atau
wilayah.
8.2.1. Pengelolaan Air Tanah di California
Tujuan dan sasaran yang dirumuskan di dalam rencana
strategis manajemen air tanah di California (2015), sesuai dengan
230|Pengelolaan Air Tanah
peran California Department of Water Resources (DWR) dalam
mencapai tujuan keseluruhan pengelolaan airtanah yang
berkelanjutan. Hal ini berarti bahwa DWR membantu badan-
badan lokal untuk membuat kondisi cekungan airtanah yang
seimbang, dan menghindari dampak buruk seperti penurunan
tanah dan cerukan jangka panjang pada cekungan. Ada dua prinsip
utama di dalam undang-undang airtanah yang mengemudikan
DWR, yakni :
(1) Air tanah paling baik dikelola di tingkat lokal atau regional,
dan badan-badan lokal harus memiliki alat yang mereka
butuhkan untuk mengelola sumberdaya mereka secara
lestari dan berkelanjutan.
(2) Bila badan lokal atau regional tidak bisa atau tidak mampu
mengelola air tanah mereka secara lestari, maka Negara
akan melakukan intervensi sampai badan-badan lokal
mampu mengembangkan dan menerapkan rencana
pengelolaan airtanah yang berkelanjutan.
Dengan demikian instansi DWR, akan selalu berusaha untuk
membantu badan-badan lokal dan regional yang
disebutGroundwater Sustainability Agencies(GSA), untuk
mengelola air tanahberkelanjutan untuk keandalan jangka
panjang, dan untuk kemanfaatan ekonomi, sosial, dan lingkungan,
serta untuk menjamin penggunaan air tanahuntuk masa kini dan
masa depan. Dan semua GSAadalah sebagai bagian integral dari
pengelolaan air berkelanjutan yang lebih luas di seluruh
California.Untuk mencapai tujuan ini, DWR telah mengembangkan
lima tujuan pokok yang hendak dicapai dalam kurun waktu 2015-
2015. Tujuan ini mendefinisikan pendekatan DWR di dalam
mengatur dan melaksanakan pekerjaan yang diperlukan untuk
keberhasilan pelaksanaan program, yakni :
(1) Mengembangkan Kerangka untuk Pengelolaan Air Tanah
yang Berkelanjutan.

Pengelolaan Air Tanah| 231


(2) Menyediakan Bantuan Teknis seluruh negara bagian untuk
Lembaga Keberlanjutan Air Tanah.
(3) Menyediakan Bantuan Perencanaan Seluruh Negara bagian
untuk Mendukung Keberlanjutan Air Tanah.
(4) Membantu Negara Bagian dan Jajaran GSA, serta
Menyediakan Bantuan Keuangan.
(5) Menyediakan Bantuan antar wilayah (interregional).
8.2.2. Pengelolaan Air Tanah di Arizona
Masih sama-sama sebagai negara bagian di Amerika, namun
Arizona mempunyai konsep yang berbeda di dalam merumuskan
tujuan dan sasaran pengelolaan air tanah. Di dalam Arizona
Groundwater Management Code (2006), dikatakankan bahwa
konsep manajemen air tanah diperlukan untuk menjawab
beberapa pertanyaan sulit, yakni :
1) Berapa banyak air tanah yang dimiliki?
2) Siapa yang harus diizinkan menggunakan air itu?
3) Untuk tujuan apa sebaiknya air tanah digunakan?
4) Berapa banyak yang harus ditarik untuk penggunaan
tertentu?, dan
5) Bagaimana bisa melacak penarikan air tanah?
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Arizona
Groundwater Management Code(AGMC) menyadari bahwa air
bukan milik pribadi, melainkan sumberdaya publik yang harus
diatur untuk keuntungan setiap orang. Jadi tujuan utama
pengelolaan air di Arizona adalah untuk kepentingan bersama dan
mampu memberikan keuntungan bagi setiap warganya.
8.2.3. Pengelolaan Air Tanah di Savannah
Lain lagi tujuan pengelolaan air yang dilakukan oleh
organisasi khusus yang menangani air tanah sepanjang daerah
aliran sungai Savannah (Amerika). Dinyatakan bahwa program

232|Pengelolaan Air Tanah


pengelolaan air tanah di Savannah River Site (SRS) adalah untuk
mencapai tujuan berikut (USGS, 2015) :
(1) Memastikan kontaminasi air tanah di masa depan tidak akan
terjadi,
(2) Pemantauan air tanah dilakukan untuk mengidentifikasi area
kontaminasi,
(3) Remediasi kontaminasi air tanah sesuai kebutuhan, dan
(4) Melestarikan air tanah.
Tujuan di atas dirumuskan berdasarkan kebutuhan dan kondisi air
tanah di DAS Savannah, sehingga orientasi pengelolaannya
ditujukan untuk melindungi, memantau, memperbaiki, dan
menggunakan air tanah secara berkelanjutan.
8.2.4. Pengelolaan Air Tanah di Minnesota
Minnesota Department of Natural Resources (2013),
mencanangkan ada enam tujuan yang hendak dicapai untuk
periode 2013-2018, oleh badan manajemen air tanah di wilayah
tersebut, yakni :
(1) Semua akuifer berada dalam ambang batas keberlanjutan
untuk permukaan air.
(2) Semua apropriator air tanah memiliki izin yang dibutuhkan.
(3) Semua pengguna airtanah yang diizinkan menggunakan
praktik konservasi air.
(4) Semua akuifer tidak menggunakan konflik penggunaan air
dan juga gangguan.
(5) Pengalokasian airtanah yang diizinkan tidak mempengaruhi
aliran ikan trout, feses berkapur, fitur air permukaan yang
bergantung pada air tanah, komunitas biologis yang
bergantung pada air tanah, atau lainnya.
(6) Pengalokasian airtanah yang diizinkan tidak berdampak
buruk pada kualitas air.

Pengelolaan Air Tanah| 233


8.2.5. Pengelolaan Air Tanah di India
Dalam Indian Wells Valley (2013), dinyatakan bahwa ada
tujuh tujuan yang hendak dicapai oleh badan manajemen air
tanah, diantaranya:
(1) Bekerja dan mendorong pembatasan pemompaan air tanah
dalam skala besar di daerah yang menampakkan gejala
terkena dampak negatif.
(2) Bagikan ekstraksi air tanah yang baru ke dalam lembah
dengan cara yang akan meminimalkan efek buruk pada
kondisi air tanah yang ada (kuantitas dan kualitas), dan
memaksimalkan pasokan jangka panjang di dalam lembah.
(3) Secara agresif mengejar pengembangan dan implementasi
kebijakan konservasi air dan program pendidikan.
(4) Dorong penggunaan air yang diolah, air reklamasi, air daur
ulang, air keruh, dan air berkualitas rendah, jika masih sesuai
dan layak digunakan secara ekonomi.
(5) Jelajahi potensi program pengelolaan air jenis lain yang
bermanfaat bagi lembah.
(6) Lanjutkan upaya kerjasama untuk mengembangkan
informasi dan data yang berkontribusi untuk menentukan
lebih jauh dan lebih memahami sumber airtanah di Indian
Wells Valley.
(7) Kembangkan kerangka pengelolaan antar lembaga untuk
melaksanakan dan menegakkan tujuan pengelolaan air di
wilayah Indian Wells Valley.
Sementara itu Tim Manajemen Pengelolaan Air Tanah di Propinsi
Uttar Pradesh (India), mencanangkan tujuan pengelolaan air tanah
di wilayahnya sebagai berikut :
(1) Untuk memastikan eksploitasi yang diatur dan pemanfaatan
sumberdaya lahan secara optimal & bijaksana.

234|Pengelolaan Air Tanah


(2) Untuk memulai program pemetaan akuifer nasional dan
pengelolaan berbasis akuifer di negara bagian dengan cara
yang direncanakan untuk pengelolaan air tanah secara
keseluruhan.
(3) Untuk melaksanakan program pengisian air tanah dalam
skala besar secara terpadu dan membawa blok yang terlalu
dieksploitasi sehinggakritis, ke dalam kategori aman dalam
waktu yang tepat.
(4) Untuk secara efektif menerapkan penggunaan air
permukaan dan air tanah secara konjungtif.
(5) Untuk mempromosikan metode penggunaan air yang efisien
di daerah yang tertekan.
(6) Memprioritaskan pendekatan DAS / DAS dalam perencanaan
dan konservasi pengelolaan air tanah.
(7) Mengidentifikasi daerah yang tercemar air tanah untuk
memastikan pasokan air minum yang aman.
(8) Melaksanakan program konservasi dan penyelamatan air
tanah oleh departemen terkait melalui pendekatan
pengelolaan partisipatif secara terkoordinasi dan terpadu.
(9) Membuat ketentuan struktur hukum yang efektif untuk
pengelolaan air tanah.

8.3. Kebijakan Dalam Manajemen Air Tanah


Regulasi pengelolaan air tanah pada masing-masing negara
sangat tergatung pada tingkat kebutuhan dan kondisi eksisting
dari akifer air tanah yang ada di negara tersebut. Di Indonesia
regulasi pengelolaan air tanah telah berulang kali berubah, sesuai
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap
pemanfaatan air tanah. Pada awal kemerdekaan sampai akhir
tahun 1960-an, masyarakat Indonesia menggunakan air tanah
baru sebatas berbentuk sumur gali yang dibuat untuk memenuhi

Pengelolaan Air Tanah| 235


kebutuhan rumah tangga. Ketika itu regulasi yang sedikit
menyentuh pengaturan penggunaan air masih samar termuat di
dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-UndangPokok
Agraria (UUPA).
Begitu pun pada awal 1970-an, masyarakat baru
mengembangkan penggunaan air tanah untuk penyiraman
tanaman secara konvensional, sehingga UU Nomor 11 Tahun 1974
tentang Pengairan, juga belum secara spesifik membahas tentang
pengaturan pengelolaan air tanah.
Baru ketika awal 1990-an, pemanfaatan air tanah secara
besar-besaran sudah mulai dilakukan, baik untuk kebutuhan
industri dan air bersih (PDAM), maupun untuk kebutuhan
pertanian, barulah pemerintah merumuskan regulasi yang lebih
spesifik dalam mengelola berbagai sumberdaya air, termasuk
penggunaan air tanah. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumberdaya Air, yang kemudian dijabarkan lebih
terrinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008
tentang Air Tanah, pemerintah mengatur regulasi pemanfaatan air
tanah. Namun oleh berbagai pihak regulasi tersebut dinilai telah
membuka peluang tumbuhnya praktik liberalisme di dalam
pengelolaan air tanah, sementara UUD 1945 telah menegaskan di
dalam pasal 33 ayat-3, bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Oleh karena itu
Mahkamah Konstitusi melalui Keputusan MK Nomor 85/PUU-
XII/2013 Tahun 2015 (dibacakan tanggal 18 Februari 2015), telah
membatalkan UU Nomor 7 Tahun 2004, beserta enam regulasi
turunannya, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2008 yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan air tanah.
Salah satu regulasi yang lahir dalam periode berlakunya UU
Nomor 7 Tahun 2004 yang tidak dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi, adalah Peraturan Pemeritah Nomor 69 tahun 2014
236|Pengelolaan Air Tanah
tentang Hak Guna Air. Lalu kemudian pada tahun 2015
pemerintah mengeluarkan regulasi melalui Peraturan Presiden
Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumberdaya Air.
Dalam kondisi transisi, sambil menunggu Undang-undang tentang
Sumberdaya Air yang sementara dibahas oleh pemerintah
bersama-sama dengan DPR RI, maka kedua regulasi tersebut
menjadi acuan di dalam pengelolaan air tanah di Indonesia.
Sedikit mengulas tentang Rancangan Undang-undang
Sumberdaya Air (RUU-SDA) yang sementara dirumuskan DPR RI,
oleh para ahli air Indonesia di dalam acara Kongres dan Pertemuan
Ilmiah Tahunan Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI)
September 2017 , menilai bahwa RUU SDA yang saat ini sedang
disusun oleh Pemerintah RI dan DPR RI, masih banyak terdapat
kekurangannya, diantaranya :
1) Definisi usaha dan pengusahaan perlu penajaman, tidak hanya
melihat aspek keuntungan saja tapi juga volume. Air untuk
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), seharusnya tidak
dikategorikan sebagai pengusahaan karena terkait hak atas
air. Padahal, batasan dan syarat tertentu dan bersifat ketat
dalam putusan MK justru terkait pengusahaan. Dalam RUU
SDA disebutkan bahwa SPAM izinnya hanya diberikan kepada
BUMN/BUMD saja, dengan demikian akan menutup
kemungkinan masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam
penyediaan akses bagi publik secara luas.
2) Dalam naskah RUU SDA dikatakan bahwa Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) disetarakan dengan SPAM. Hal ini tidak
sesuai dengan Human Right to Water (HRTW), dimana akses
bagi masyarakat haruslah melalui air perpipaan yang bisa
diminum dengan harga terjangkau.
3) Dalam Naskah RUU SDA, terkesan bahwa terjadi
pengutamaan BUMN/BUMD, diatas Unit Pengelola Teknis
atau Unit Pengelola Teknis Daerah (UPT/UPTD). Dalam hal
Pengelolaan Air Tanah| 237
pengembangan SPAM kebijakan ini tidak tepat, karena justru
hak penguasaan negara lebih dapat dilaksanakan pada
UPT/UPTD, bukan BUMN/BUMD karena kedua jenis lembaga
tersebut merupakan entitas yang terpisah. Selain itu berbagai
hasil penelitian terkini mengenai korporatisasi di sektor air,
justru mengkritik korporasi negara yang berlaku seperti sektor
privat yang juga mengejar keuntungan.
4) Pengendalian izin harus dirumuskan secara terinci, karena
pengendalian izin ini juga dapat dimaknai sebagai upaya untuk
menjamin tidak adanya monopoli terhadap izin pengusahaan
air bagi perorangan atau badan hukum tertentu. Untuk itu
pemerintah harus menyediakan data berupa Neraca SDA pada
setiap cekungan air tanah dan wilayah sungai, serta
melakukan pembaharuan data secara berkala. Seharusnya
semua ijin alokasi penggunaan air tanah harus didasarkan
pada hasil studi kelayakan hidrogeologi dan atau hidrologi
yang dilakukan oleh Pemerintah atau oleh swasta yang
disetujui oleh Pemerintah.
5) Undang-undang tentang sumberdaya air perlu tetap
memfasilitasi dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan,
sehingga dapat menjadi payung hukum untuk menjawab
tantangan besar yang saat ini dihadapi oleh bangsa Indonesia
terkait pengelolaan sumberdaya air.Para ahli air Indonesia
melihat adanya beberapa hal penting dalam pembentukan
kebijakan RUU SDA yang perlu diperhatikan agar tetap
mengacu kepada enam prinsip dasar pengelolaan SDA yang
diputuskan oleh MK, yaitu:
(i) Pembatasan pertamaadalah setiap pengusahaan atas air
tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi
meniadakan hak rakyat atas airkarena bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya selain harus

238|Pengelolaan Air Tanah


dikuasai oleh negara, juga peruntukannya adalah untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat;
(ii) Pembatasan keduaadalah bahwa negara harus memenuhi
hak rakyat atas air. Akses terhadap air adalah salah satu
hak asasi tersendiri.Perlindungan, pemajuan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah;
(iii) Pembatasan ketiga, harus mengingat kelestarian
lingkungan hidup, sebab merupakan salah satu hak asasi
manusia. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan;
(iv) Pembatasan keempatdalah bahwa sebagai cabang
produksi yang penting, dan menguasai hajat hidup orang
banyak yang harus dikuasai oleh Negara (amanat UUD
1945 pasal 33 ayat 3);
(v) Pembatasan kelimaadalah sebagai kelanjutan hak
menguasai oleh negara dan karena air merupakan
sesuatu yang sangat menguasai hajat hidup orang
banyakmaka prioritas utama yang diberikan pengusahaan
atas air adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah;
(vi) Apabila semua pembatasan tersebut di atas sudah
terpenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air,
Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin
kepada usaha swasta untukmelakukan pengusahaan atas
air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
Dari sekian kelemahan yang teridentifikasi sebelum
diundangkannya RUU SDA, dapat terakomodasi di dalam rumusan
regulasi yang kelak ditetapkan menjadi Undang-undang
Sumberdaya Air.
Pengelolaan Air Tanah| 239
Di beberapa negara yang sudah cukup maju pengembangan
pengelolaan air tanahnyajuga masih memiliki regulasi pengelolaan
sumberdaya air tanahyang berubah-ubah, tergantung pada kondisi
dan kebutuhannya. Akan tetapi pada prinsipnya regulasi
pengelolaan air tanah dimanapun selalu berbasis pada konsep
pemanfaatan air tanah berkelanjutan (sustainable groundwater
utilization).
Di India walaupun terdapat regulasi yang digunakan secara
nasional yaitu Statistics Irrigation Minor Limit Rationalization
(SIMLR) yang diluncurkan pada tahun 1987, namun di dalam
teknik pemanfaatan air tanah cenderung mengacu pada regulasi
yang bersifat lokal (negara bagian). Hal ini disebabkan karena
bervariasinya kondisi eksisting dari cadangan air tanah pada
masing-masing wilayah, serta adanya perbedaan keperluan
masyarakat terhadap air tanah. Berbagai regulasi yang bersifat
lokal di India dalam pengelolaan air tanah, antara lain : Narmada
Authority Control, Tungabhadra Board, Betwa River Board,
Brahmaputra Board, Godavari River Management Board, Krishna
River Management Board.
Demikian pula di Amerika Serikat, regulasi yang bersifat
nasional mengacu pada standar USGS (United State of Geological
Survey), namun untuk teknis pelaksanaan pengelolaan air di
beberapa negara bagian masing-masing mengacu pada standar
yang bersifat lokal. Seperti di negara bagian California, pada tahun
2014 menetapkan undang-undang pengelolaan air tanah
berkelanjutan (Sustainable Groundwater Management Act.) yang
ditandatangani oleh Gubernur Jerry Brown pada September 2014.
Undang-Undang Pengelolaan Air Tanah yang Berkelanjutan di
California menggabungkan tiga standar yakni ;Assambly Bill (AB)
1739, Senate Bill (SB) 1319, dan SB 1168, yang berfokus pada
pengelolaan cekungan air tanah pada skala lokal, yang menurut
kajian akademiknya paling efektif diterapkan. Berdasarkan
240|Pengelolaan Air Tanah
Undang-Undang Pengelolaan Air Tanah yang Berkelanjutan itu,
cekungan air tanah di California harus dikategorikan berdasarkan
skala prioritas pemanfaatannya, dan kondisi masing-masing
cekungan air tanah. Demikian pula di negara bagian Texas, berlaku
standar pengelolaan air tanah di dalam regulasi Texas Water Code-
35, yang mengatur secara lokal dalam pengelolaan air tanah di
wilayah negara bagian Texas. Sedangkan di negara bagian Arizona,
sampai tahun 1980-an berlaku regulasi Code Title 45 : Waters
(Chapter 2 – Groundwater Code), namun sejak tahun 1986, oleh
ArizonaDepartment of Water Resources (ADWR) telah
memberlakukan regulasi Arizona's Groundwater Management
Code (AGMC). Demikian pula di beberapa negara bagian berlaku
pula regulasi yang disesuikan dengan kebutuhan dan kondisi air
tanah pada cekungan masing-masing wilayah. Seperti Utah Code
Annotated73-5-15 berlaku di negara bagian Utah, danRevised
Code of Washington90.44.070 yang berlaku di negara bagian
Washington.

8.4. Neraca Air Tanah


Pemanfaatan airtanah akan lebih baik jika
mempertimbangkan seluruh akuifer atau unit hidrogeologi.
Disamping itu juga harus diperhatikan, bahwa pengambilan
airtanah lokal yang rapat dan hanya terkonsentrasi pada wilayah
yang sempit akan mempengaruhi kinerja pemompaan sumur bor
(umumnya menjadi tidak produktif atau counter-productive),
karena airtanah pada sistem akuifer yang diturap telah semuanya
terambil. Neraca kesetimbangan air juga penting untuk
diperhitungkan dalam pengambilan airtanah. Kesetimbangan
antara volume abstraksi akuifer dengan jumlah imbuhan airtanah
pada skala waktu tertentu akan mempertahankan upaya
pemanfaatan airtanah yang berkelanjutan.

Pengelolaan Air Tanah| 241


Teknik keseimbangan (neraca) air telah banyak digunakan
untuk membuat perkiraan kuantitatif sumber air dan dampak
aktivitas manusia terhadap siklus hidrologi (Kumar, 1996).
Berdasarkan pendekatan keseimbangan air, adalah mungkin untuk
melakukan evaluasi kuantitatif sumber air dan perilaku dinamisnya
di bawah pengaruh aktivitas manusia. Menurut Kumar (2005),
bahwa teknik keseimbangan air (water balance) adalah sebuah
usaha yang dilakukan untuk menjelaskan, memahami dan
mengevaluasi berbagai komponen isi ulang dan debit dari
persamaan keseimbangan air tanah dan untuk menetapkan
koefisien pengisian ulang dengan maksud untuk mengetahui
potensi air tanah di suatu daerah. Sebelumnya kajian
keseimbangan air di dalam cekungan air tanah menjadi dasar
penggunaan rasional, kontrol dan redistribusi. sumberdaya air
tanah di waktu dan tempat (Kumar dan Kamal, 1992). Meskipun,
secara teori, persamaan keseimbangan air selalu seimbang
(karena semua item dapat dievaluasi), dalam praktiknya
keseimbangan teoritis semacam itu, jarang terimbang, karena
ketidakakuratan pengukuran atau kurangnya ketersediaan data
dasar (Todd, 1980).
Penggunaan air tanah dewasa ini telah meningkat drastis
untuk berbagai keperluan. Dengan meningkatnya kemampuan
finansial masyarakat, dan meningkatnya industrialisasi yang
membutuhkan pembangunan sumur air tanah, serta murahnya
elektrifikasi pompa, ketiganya mempengaruhi peningkatan drastis
di dalam eksploitasi air tanah, bahkan telah mencapai tingkat yang
sangat tinggi.
Pemanfaatan sumberdaya air tanah yang direncanakan
secara ilmiah, harus menjadi tujuan utama dalam konsep
pembangunan berkelanjutan di suatu wilayah secara keseluruhan.
Jika eksploitasi melampaui tingkat yang tidak aman, maka
kerusakan terhadap sistem akuifer dapat terjadi. Oleh karena itu,
242|Pengelolaan Air Tanah
perhitungan potensi sumberdaya air tanah dengan mengacu pada
pengisian ulang dan pembuangan serta ketersediaan air tanah
dalam penyimpanan menjadi penting. Dalam hal ini diperlukan
rincian yang berkaitan dengan parameter arus keluar masuk
(inflow-outflow), dan kondisi geometris, serta batas cekungan.
Limpasan permukaan adalah aliran air yang terjadi pada saat
hujan dan air tidak dapat berinfiltrasi ke dalam lapisan tanah
akibat kapasitas infiltrasi jenuh, sehingga kelebihan air dari hujan,
air lelehan, atau sumber lainnya akan mengalir di atas permukaan
tanah, dan ini merupakan salah satu utama dalam siklus air. Luas
lahan yang menghasilkan limpasan yang mengalir ke titik yang
sama disebut watershed atau daerah aliran sungai (DAS).
Urbanisasi meningkatkan limpasan permukaan, dengan
menciptakan permukaan yang lebih tahan air seperti trotoar dan
bangunan, yang tidak memungkinkan terjadinya infiltrasi
danperkolasi air turun melalui tanah ke akuifer. Limpasan yang
meningkat mengurangi pengisian air tanah, sehingga menurunkan
permukaan air tanah (groundwater table), dan membuat
kekeringan menjadi lebih buruk, terutama bagi petani dan orang
lain yang bergantung pada sumur air tanah. Limpasan total
dihitung dari selisih antara nilai presipitasi rata-rata tahunan dan
evaporasi nyata.
Shodhganga (2014), menganalisis potensi air tanah pada DAS
Chittar, dengan data debit untuk tahun 2005 - 2009, yang
dikumpulkan dari Departemen Irigasi India, seperti yang
ditunjukkan pada tabel 8.1.
Tabel 8.1. Data Limpasan (runoff) pada DAS Chittar (2005-2009)
2005 in 2006 in 2007 in 2008 in 2009 in Rata2 in
Bulan
m3/det m3/det m3/det m3/det m3/det m3/det
Januari 0,186 4,685 2,747 3,029 0,388 2,207
Februari 0,069 2,595 4,151 5,672 2,745 3,046

Pengelolaan Air Tanah| 243


Maret 0,110 4,840 3,477 4,651 2,622 3,140
April 0,993 2,158 8,030 7,275 4,157 4,522
Mei 1,054 4,240 1,050 6,866 5,901 4,946
Juni 4,004 4,974 6,144 5,279 4,753 5,031
Juli 1,068 1,055 1,402 1,267 1,159 1,190
Agustus 0,423 0,319 0,431 0,175 0,437 0,357
September 0,421 0,368 0,243 0,204 0,149 0,277
Oktober 0,527 0,645 0,607 0,405 0,397 0,516
Nopember 1,098 1,895 0,671 0,481 0,491 0,927
Desember 1,237 1,095 0,841 0,207 0,267 0,729
Rata-rata 0,9325 2,405 3,232 2,959 1,955 2,297
Sumber : Shodhganga (2014)

Dari data di atas, terlihat bahwa limpasan (annual


dischange) rata-rata adalah 2.297 m3/det. Limpasan maksimum
terjadi pada bulan Juni (5.031 m3/detik), dan limpasan minimum
terjadi pada bulan September (0,227 m3/detik).
Selanjutnya data penguapan yang dikumpulkan dari
Departemen Air Tanah Negaradi DAS Chittar sepanjang tahun
2005-2009, ditabulasikan pada tabel 8.2.
Tabel 8.2. Data Penguapan (evaporation) DAS Chittar (2005-2009)
2005 in 2006 in 2007 in 2008 in 2009 in Rata2 in
Bulan
mm mm mm mm mm mm
Januari 5,05 4,19 4,43 4,40 3,25 4,26

Februari 5,86 4,84 4,93 4,58 4,49 4,94

Maret 5,19 4,44 4,16 5,94 2,69 4,48

April 3,76 2,88 3,99 5,17 3,47 3,85

Mei 3,01 3,19 3,39 4,72 4,63 3,79

Juni 2,83 2,09 3,71 0,65 3,86 2,63

Juli 2,56 2,22 2,06 1,04 3,84 2,34

Agustus 3,74 3,68 3,55 1,39 3,70 3,21

244|Pengelolaan Air Tanah


September 3,03 3,54 2,96 5,65 4,01 3,84

Oktober 3,61 3,21 3,02 3,54 0,93 2,86

Nopember 3,63 2,99 8,38 5,06 4,49 4,91

Desember 4,42 3,91 4,59 0,99 4,99 3,78

Rata-rata 3,89 3,43 4,09 3,59 3,69 3,74


Sumber : Shodhganga (2014)

Dari data di atas terlihat bahwa penguapan tahunan rata-rata


adalah 3,74 mm. Penguapan maksimal diamati pada bulan
Februari (4,94 mm) dan penguapan minimum selama bulan Juli
(2,34 mm).
Untuk memperlihatkan prosedur perhitungan dan perkiraan
potensi keseimbangan (neraca) air tanah di DAS Chittar, oleh
Shodhganga (2014), dihitung dan diuraikan sebagai berikut :
2. Perkiraan Isi Ulang Air Tanah (groundwater rechange) :
Pengisian ulang ke sistem air tanah merupakan bagian dari
siklus hidrogeologi, dan merupakan faktor penting tidak hanya
untuk estimasi keseimbangan air tanah, tetapi juga untuk
pengembangan kawasan tersebut. Ada banyak metode untuk
menghitung ulang air tanah, dan dua metode berikut telah
digunakan oleh Shodhganga (2014), dan metode ini cukup
sederhana, yaitu :
o Metode infiltrasi curah hujan, dan
o Metode hidrodinamik.

1) Metode infiltrasi curah hujan ;


Dengan menggunakan metode infiltrasi curah hujan, volume
pengisian ulang dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
Pengisian air tanah = Luas x Faktor infiltrasi curah hujan x
Curah hujan tahunan rata-rata.

Pengelolaan Air Tanah| 245


Pengisian air tanah tahunan untuk cekungan Chittar dihitung
dan ditunjukkan sebagaiberikut :
o Luas (A) = 102,77Km2.
o Faktor infiltrasi curah hujan (RFI) = 0,07 (sesuai laporan
CGWB).
o Curah hujan rata-rata tahunan = 2283,91 mm.
o Pengisian ulang air tanah = A x RFI x Curah Hujan
= 102.77 Km2x 0.07x 2.283 m = 16.43 MCM.
Catatan : 1 MCM = 1.000.000 m3
2) Metode Hidrodinamik
Metode ini dikembangkan dengan asumsi bahwa tingkat
kenaikan muka air tanah (mat), merupakan hasil dari efek
kumulatif kontribusi dari berbagai sumber pengisian ulang
seperti presipitasi atmosfir, rembesan dari badan tangki,
rembesan dari kanal, pengisian air dari pengairan air tanah,
dll (Subhash Chandra, 1994). Oleh karena itu, perlu untuk
memantau tingkat air melalui jaringan sumur observasi yang
representatif.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka sejak tahun 1976 Dewan
Pengawas Irigasi dan Daya India (Central Board of Irrigation
and Power - CBIP) telah menyarankan penggunaan metode
hidrodinamik untuk estimasi neraca air, yang
mempertimbangkan penerapan perubahan kuantitatif
perilaku akuifer karena pengisian ulang atau pelepasan.
Perhitungan pengisian ulang dengan metode hidrodinamik
menggunakan persamaan berikut :
Pengisian Ulang = Luas x Rata-rata fluktuasi muka air tanah x
Specific yield.
Pengisian air tanah tahunan untuk cekungan Chittar dihitung
dan ditunjukkandi bawah ini:
o Luas = 102,77 Km2
o Rata-rata fluktuasi muka air tanah tahunan = 3,57 m
246|Pengelolaan Air Tanah
o Specific yield (SY) = 0,03
o Pengisian ulang = Luas x Rata-rata fluktuasi fluktuasi
muka air tanah x SY
= 102.77 Km2 x 3.57m x 0,03 = 11 MCM.
Pengisian ulang yang diperoleh dari metode hidrodinamik
ini, dapat digunakan untuk studi keseimbangan air (water
balance), yaitu sebagai cadangan dinamis yang tersedia di
cekungan. Negara Bagian Kerala (Maret 2004), melalui
Departemen Air Tanah (State Groundwater Department) dan
Dewan Air Tanah Pusat (Central Groundwater Board),
merekomendasikan 5% sampai 10% dari total pengisian
ulang tahunan, yang diperhitungkan sebagai pelepasan alami
seperti aliran dasar, mata air (springs), evapotranspirasi, dll.
Sisanya akan menjadi cadangan air tanah yang tersedia di
dalam akuifer, untuk tujuan yang berbeda dan dikenal
sebagai ketersediaan airtanah tahunan bersih.
Jadi ketersediaan cadangan airtanah tahunan bersih (Nett
Reserved) di DAS Chittar :
= 90% dari total pengisian = 9,9 MCM.

3. Rancangan tahunan (Annual Draft) ;


Untuk rancangan tahunan air tanah, didasarkan pada
persentase luas masing-masing aliran sungai (panchayath) yang
jatuh di Cekungan Chittar, dan data populasi yang
sesuai.Rancangan tahunan untuk air domestik di Cekungan
Chittar telah dihitung. Rancangan tahunan air tanah untuk
keperluan irigasi di DAS Chittar dihitung dengan menggunakan
data perwakilan (proxy data), seperti pada berbagai
penggunaan lahan yang ditemukan di wilayah yang ditinjau.

4. Permintaan Domestik Air Tanah (Domestic Demand of


Groundwater) ;
Pengelolaan Air Tanah| 247
Air tanah adalah sumber utama air di daerah yang ditinjau,
hampir semua rumah memiliki sumur. Data sensus pada
sepuluh aliran sungai (panchayats) yang jatuh di cekungan
dikumpulkan dari hasil sensus departemen kependudukan.
Populasi dalam porsi panchayat yang jatuh di wilayah penelitian
telah ditemukan berdasarkan bagiannya dalam membentuk
area studi sekarang. Kemudian, data ini dikumpulkan untuk
mengetahui jumlah populasi wilayah penelitian pada tabel
berikut :
Tabel 8.3. Rincian Populasi Untuk DAS Chittar (Sensus 2001)
Area yang masuk Total Populasi
Sub-DAS & Area
Cekungan Chittar Penduduk yg diharap
No.
Sub-DAS Area Area dalam di DAS
Area area Chittar
(Panchayat) (Km2) (%)
1 Chithara 59,34 18,57 31,30 45.395 14.209

2 Kadakkal 49,01 28,81 50,63 50.214 25.424

3 Kallara 33,99 3,11 9,14 25.779 2.357

4 Kilimanoor 18,45 9,42 51,06 20.055 10.240

5 Nagaroor 22.36 0,31 1,38 26.696 369

6 Nilamel 18,97 0,36 1,88 14.808 278

7 Pangodu 32,47 3,34 10,29 30.225 3.109

8 Pazhayakunnummel 24,26 21,28 87,71 25.007 21.933

9 Pulimath 28,53 21,54 75,51 31.219 25.573

10 Vanamapuram 17,00 0,03 0,18 2.729 40

Total 304,38 102,77 319.08 291.127 101.532


Sumber : Shodhganga (2014)

Total populasi penduduk di seluruh wilayah studi diharapkan


adalah sebanyak 101.532 jiwa, dan jumlah ini digunakan untuk
mengetahui kebutuhan air domestik. Populasi ternak yang
dianggap sama dengan hasil sensus tahun 2000, yaitu sebanyak

248|Pengelolaan Air Tanah


19.166 ternak. Kebutuhan air domestik(sesuai CGWB, 2004),
untuk manusia dianggap 100 liter/orang/hari (loh). Untuk
populasi ternak adalah 75 liter/ekor/hari (leh). Total kebutuhan
air dalam negeri di daerah tersebut dihitung sebagai berikut :
o Untuk populasi manusia ;
= 101.532 x 100 Ioh x 365 hari = 3,7 MCM
o Untuk populasi ternak ;
=19.166 X 75 leh X 365 hari = 0,53 MCM
Dengan demikian, kebutuhan air bersih seluruh wilayah studi
menjadi 4,23 MCM. (3,7 MCM / tahun untuk populasi manusia
dan 0,53 MCM untuk populasi ternak).

5. Kebutuhan Irigasi (Irrigation Requirement) ;


Kebutuhan air untuk irigasi dihasilkan dari data penggunaan
lahan, yang selanjutnya ditabulasikan pada tabel berikut :
Tabel 8.4. Kebutuhan air berbagai tanaman di daerah studi
Area Kebutuhan Total
No Tanaman 2
Air Kebutuhan Air
(Km ) (Ha) (m3/Ha) (m3)
1 Padi 2,33 233 6.020 1.402.660
2 Karet 35,21 3.521 2.600 9.154.600
3 Kelapa 5,9745 597,45 11.000 6.572.000
TOTAL 17.129.260
Sumber : Shodhganga (2014)

Penyebaran total setiap tanaman/perkebunan didapatkan dari


data penggunaan lahan, kemudian dikalikan dengan kebutuhan
air setiap area unitnya. Data perkebunan menunjukkan rincian
perhitungan kebutuhan air tanaman yang ditemukan di wilayah
yang ditinjau mencapai 17.129.260 m3 = 17,13 MCM.
Sumber air permukaan yang tersedia di daerah tersebut ada
namun tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan air irigasi.
Oleh karena tidak ada irigasi lain yang terdapat pada wilayah
Pengelolaan Air Tanah| 249
studi, maka pihak pertanahan setempat menganjurkan
penggunaan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan
kekurangan air irigasi di wilayah tersebut. Sekitar seperempat
dari total kebutuhan air tanaman di wilayah itu dipenuhi dari
sumber air tanah. Oleh karena itu, sumber air tanah yang
digunakan untuk keperluan irigasi sendiri adalah sebesar ¼ x
17,13 MCM = 4,28 MCM, dan hasil perhitungan ini digunakan
untuk studi neraca air.
6. Keseimbangan air tanah (Groundwater Balance) ;
Untuk pengembangan air tanah di DAS Chittar masa depan
(berkelanjutan), maka perlu untuk menentukan keseimbangan
air tanah di cekungan DAS tersebut. Berdasarkan nilai dinamis
dan nilai konsumsi air tanah, tersedia air tanah di cekungan
untuk tujuan lain dihitung sebagai berikut :
o Ketersediaan cadangan air tanah tahunan bersih (Net
annual) di DAS Chittar = 9,9 MCM
o Kebutuhan air domestik (penduduk & ternak) = 4,23 MCM
o Kebutuhan irigasi (Net irrigation requirement) = 4,28 MCM
o Total kebutuhan air tanah = 8,51 MCM
o Keseimbangan air tanah = Ketersediaan air tanah tahunan –
Total kebutuhan air tanah.
o Keseimbangan air tanah = (9,9 – 8,51) MCM = 1,39 MCM
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢 ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑎 ℎ 𝑥 100
o Tahap pengembangan =
𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑎 ℎ 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛
8,51 𝑥 100
= = 85,95%
9,9
Untuk tahap pengembangan seluruh wilayah studi memberikan
angka sebesar 85,95%.Dan sesuai dengan kriteria yang
dikembangkan oleh Groundwater Estimation Committee di
India, hal ini menunjukkan bahwa cekungan itu adalah berada
pada kategori 'semi kritis'.

250|Pengelolaan Air Tanah


8.5. Pendayagunaan dan Pengusahaan Air Tanah
Terminologi pendayagunaan adalah pengusahaan agar
mampu mendatangkan hasil dan manfaat. Artinya bahwa
pendayagunaan adalah suatu usaha untuk mendatangkan hasil
atau manfaat yang lebih besar dan lebih baik dengan
mamanfaatkan segala sumberdaya dan potensi yang dimiliki.
Pendayagunaan ditujukan untuk memanfaatkan segala potensi
yang melekat pada sumberdaya yang dimiliki secara optimal.
Pendayagunaan sumberdaya air dilakukan melalui kegiatan
penatagunaan, penyediaan,penggunaan, pengembangan, dan
pengusahaan sumberdaya air dengan mengacu pada
polapengelolaan sumberdaya air yang ditetapkan pada setiap
wilayah sungai.Pendayagunaan sumberdaya air ditujukan untuk
memanfaatkan sumberdaya air secaraberkelanjutan dengan
mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan
masyarakat secaraadil.Pendayagunaan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan padakawasan suaka
alam dan kawasan pelestarian alam.Pendayagunaan sumberdaya
air diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antarsektor,
antarwilayah maupun antarkelompok masyarakat dengan
mendorong pola kerjasama.Pendayagunaan sumberdaya air
didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, airpermukaan, dan
air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air
permukaan.Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat
mungkin.
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015
tentang Pengusahaan Sumberdaya Air, ditegaskan bahwa yang
dimaksud dengan “Pengusahaan Sumberdaya Air adalah upaya
pemanfaatan Sumberdaya Air untuk memenuhi kebutuhan
usaha”.Yang mana lingkup Pengusahaan Sumberdaya Air meliputi

Pengelolaan Air Tanah| 251


Sumberdaya Air Permukaan dan Sumberdaya Air Tanah (pasal 3,
PP No.121/2015)
Tujuan Pengusahaan Sumberdaya Air ; adalah “meningkatkan
pemanfaatan Sumberdaya Air bagi kesejahteraan rakyat”
(pasal 2 ayat 2, PP No.121/2015).
Azas Pengusahaan Sumberdaya Air ; adalah “azas usaha bersama
dan kekeluargaan” pasal 2 ayat 3, PP No.121/2015).
Prinsip penyelenggaraan Pengusahaan Sumberdaya Airpasal 2 ayat
1, PP No.121/2015), adalah :
a) tidak mengganggu, mengesampingkan, dan meniadakan
hak rakyat atas Air;
b) perlindungan negara terhadap hak rakyat atas Air;
c) kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak
asasi manusia;
d) pengawasan dan pengendalian oleh negara atas Air
bersifat mutlak;
e) prioritas utama pengusahaan atas Air diberikan kepada
badan usaha milik negara atau badanusaha milik
daerah; dan
f) pemberian Izin Pengusahaan Sumberdaya Air dan Izin
Pengusahaan Air Tanah kepada usahaswasta dapat
dilakukan dengan syarat tertentu dan ketat setelah
prinsip sebagaimana dimaksudpada huruf a) sampai
dengan huruf e) dipenuhi dan masih terdapat
ketersediaan Air.
Semangat yang terkandung di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 121 Tahun 2015, nampak mendahulukan kepentingan
umum dan rakyat, sebelum melakukan pengusahaan sumberdaya
ir tanah. Hal ini terlihat jelas di dalam pasal-4, yang menegaskan
bahwa :
1) Pengusahaan Sumberdaya Air, hanya dapat diselenggarakan
apabila Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian
252|Pengelolaan Air Tanah
rakyat telah terpenuhi, serta sepanjang ketersediaan Air
masih mencukupi.
2) Pengusahaan Sumberdaya Air, harus dilakukan dengan
memperhatikan fungsi sosial dan lingkungan hidup, serta
terjaminnya keselamatan kekayaan negara dan kelestarian
lingkungan.
Namun demikian rakyat Indonesia masih menunggu
implementasi yuridis dari peraturan tersebut, karena realitanya
masih sangat banyak indiustri yang mengusahakan dan terus
mengambil keuntungan privat dari usahanya, tanpa
mempedulikan hak rakyat (Human Right to Water), dan
mengabaikan kepentingan sosial, bahkan ada yang terus merusak
kelestarian lingkungan, seperti perusahaan minuman kemasan,
perusahaan makanan kemasan, dan perusahaan pertambangan.
Di beberapa negara maju seperti di Amerika Serikat, banyak
wilayah yang membentukPusat Informasi Air Tanah (Groundwater
Information Center - GIC), yang merupakan portal dariDepartment
of Water Resources (DWR), yang digunakan untuk informasi air
tanah, rencana pengelolaan air tanah, dasar-dasar sumur dan
laporan, peta, dan gambar di seluruh negara bagian dan regional.
Menurut Fatma Aksever et al., (2015), bahwa oleh karena air
tanah banyak digunakan untuk keperluan minum, domestik dan
irigasi dari cekungan, maka salah urus sumber airtanah di
cekungan akan menyebabkan dampak negatif termasuk penipisan
penyimpanan akuifer dan penurunan muka air tanah. Untuk
memastikan keberlanjutan cekungan, penentuan kapasitas air
tanah diperlukan. Dalam penelitian mereka pada akuifer Sandıklı
(Turki), dengan menggunakan dua metode perhitungan yakni
fluktuasi muka air tanah (water table fluctuation - WTF) dan
metode meterorologi (meteorological water budget - MWB),
dihasilkan potensi air tanah yang berbeda, yakni hasil hitungan
dengan metode MWB adalah sebesar 42,10 × 106 m3 / tahun, dan
Pengelolaan Air Tanah| 253
hasil hitungan dengan metode WTF adalah sebesar 38,48 × 106 m 3
/ tahun. Perbedaan hasil perhitungan di atas, sangat ditentukan
oleh akurasi dari model hidrogeologi yang digunakan. Model
konseptual hidrogeologi cekungan diperlukan untuk memahami
hubungan antar parameter-parameter potensi air tanah. Sehingga
hasil perhitungan potensi air sangat ditentukan oleh ketepatan
dan kesesuaian pemodelan konseptual hidrogeologi yang
digunakan.
Gregory Schnaar et al. (2016), menyatakan bahwa volume
air tanah dapat meliputi pemodelan presipitasi (hujan),
pemodelan irigasi, dan pemetaan aliran air tanah, dari ribuan
pengukuran permukaan air tanah yang dimanfaatkan oleh
masyarakat. Hasil neraca air tanah menunjukkan bahwa aliran air
tanah lateral dari daerah pengisian ulang (rechange areas),
menyumbang sebagian besar masukan air tanah ke lahan garapan,
dan ditambah dengan masukan air perkolasi dari curah hujan yang
terjadi pada lahan garapan itu sendiri, perkolasi dari irigasi, dan
yang berasal dari kebocoran saluran air lainnya.

8.6. Manajemen Air Tanah Terpadu dan Berkelanjutan


Wilayah Indonesia merupakan salah satu kawasan tropis
basah yang terbesar di dunia, krisis air sering melanda kawasan
ini. Di beberapa daerah di Indonesia sering ditemukan kelangkaan
air bersih, sehingga masyarakat kesulitan memenuhi
kebutuhannya. Dalam hal sumberdaya air, krisis yang dialami
Indonesia menyangkut aspek penyediaan dan aspek pengelolaan.
Dalam hal penyediaan, masalah yang timbul mencakup aspek
kuantitas dan kualitas. Secara spasial, permasalahan air dapat
digolongkan pada dua wilayah, yakni perkotaan, dan perdesaan. Di
Perkotaan belum semua anggota masyarakat mendapat akses air
bersih secara sehat. Di kota-kota besar, banyak masyarakat hidup

254|Pengelolaan Air Tanah


di wilayah kumuh dengan memanfaatkan bantaran sungai untuk
MCK, dan air minum.Penyediaan air bersih melalui
institusi/perusahaan yang terkait, misalnya PDAM, masih belum
mampu melayani sepenuhnya. Sebagai gambaran, PDAM DKI Jaya
pernah menyatakan 62% warga telah terlayani. Namun data itu
diragukan kalangan DPRD. Pelayanan air dari PDAM, misalnya,
tidak selalu memenuhi persyaratan, baik dalam hal kuantitas
maupun kualitas, karena kenyataannya air yang didistribusi PDAM
sering tidak memenuhi baku mutu lingkungan untuk air minum.
Kualitas air bersih yang diterima warga tidak murni bersih, banyak
kotoran, bahkan ada indikasi terkontaminasi pencemaran dari
sejumlah limbah pabrik. Masyarakat juga menyesalkan suplai air
dari PDAM di beberapa kota yang tidak normal, seperti volume air
yang sedikit, sering mati, dan debit air yang buruk. Kurangnya
penyediaan air minum oleh PDAM berimplikasi pada penggunaan
air tanah secara tidak terkendali, baik oleh masyarakat, maupun
terutama oleh industri dan hotel-hotel. Akibat selanjutnya, terjadi
penurunan tanah (amblesan) karena air tanah tersedot.
Penggunaan air tanah telah pula menyebabkan intrusi air laut
yang semakin masuk jauh ke arah daratan. Beberapa kota di
Indonesia seperti Jakarta, Semarang, dan Denpasar terancam
intrusi air laut akibat eskploitasi air bawah tanah yang tidak
terkendali.
Kondisi layanan air bersih di perdesaan kondisinya tidak
lebih baik dari kondisi di pekotaan. Kepulauan Indonesia yang
terdiri dari sekitar 17.508 pulau, dengan jumlah pulau
berpenghuni sekitar 6.000 pulau. Kepulauan tropis menyebar di
sepanjang seperdelapan dari ekuator atau sekitar 8 juta km,
dengan total luas lahan 1,92 juta km2, dan wilayah laut seluas 3
juta km2 dengan total panjang garis pantai sekitar 84.000
km.Penduduk Indonesia yang diperkirakan pada tahun 2020
mendatang, akan mencapai 280 juta jiwa. Dewasa ini diperkirakan
Pengelolaan Air Tanah| 255
penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan hampir mencapai
80%, dan kurang dari 20% penduduk yang tinggal di wilayah
perkotaan. Masyarakat perdesaan hampir tidak memiliki Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM), melainkan hanya mengupayakan
secara individu dengan mengkonsumsi sumber mata air dan air
tanah, tanpa pengolahan yang higienis.
Akan tetapi ke depan, dan diperkirakan dalam pertengahan
dasawarsa ketiga abad-21 ini (2020-2030), komposisi antara
penduduk perkotaan dan perdesaan akan mengalami pergeseran
besar-besaran, dengan jumlah penduduk kota dapat mencapai
56% dan penduduk perdesaaan 44%. Ada dua faktor yang
menyebabkan pergeseran besar tersebut, yaitu :
(1) Meluasnya wilayah perkotaan (widespread city) ;Jawa,
sebagai pulau yang paling padat penduduknya yaitu hanya
meliputi 6,58% dari luas wilayah Indonesia, namun
berpenduduk di pulau Jawa mencapai 58% dari total
penduduk di Indonesia. Kepadatan penduduk yang demkian,
membuat meluasnya wilayah perkotaan, karena yang
tadinya dikategorikan wilayah perdesaan berubah menjadi
wilayah perkotaan, akibat padatnya penduduk dan
kemajuan pembangunan wilayahnya. Sehingga tidak
mustahil prediksi beberapa pakar wilayah, yang menyatakan
bahwa pulau Jawa akan menjadi pulau Kota besar. Demikian
pula pertumbuhan kota dan kabupaten di luar Jawa, juga
mengalami gejala widespread city, dengan penyebab dan
akibat yang sama dengan yang terjadi di pulau Jawa.
(2) Arus urbanisasi (urbanization) ; urbanisasi sebagai fenomena
demografis tradisional, hingga saat ini masih saja menjadi
sumber beban kependudukan di wilayah perkotaan. Dan
fenomena ini menjadi salah satu faktor penyebab
pergeseran komposisi penduduk yang makin dominan di

256|Pengelolaan Air Tanah


wilayah perkotaan. Tingkat urbanisasi di Indonesia masih
tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 5% per tahun.
Dari data hidrogeologis air tanah di Indonesia memiliki
potensi yang cukup besar, yaitu dengan jumlah cekungan
sebanyak 421 CAT, yang melingkup areal seluas 907.615 Km 2,
memiliki potensi air tanah sebesar 517.123 m3/tahun, yang
tersimpan pada akuifer bebas sebanyak 469.217 juta m3/tahun
dan pada akuifer tertekan sebanyak 20.906 juta m3/tahun. Namun
potensi yang besar tersebut tidak banyak membantu pemerataan
layanan air, disebabkan karena permasalahan yang besar pula,
yaitu tidak meratanya eksistensi air tanah di wilayah Indonesia.
Sebagian potensi air tanah tersebut berada pada wilayah yang
kurang penduduknya, sehingga kebutuhan air di wilayah tersebut
sudah dapat terpenuhi dengan pemanfaatan air permukaan.
Sebaliknya banyak wilayah yang berpenduduk padat, tidak atau
kurang memiliki potensi air tanah. Jadi terlepas dari tingginya
potensi sumberdaya air tanah di Indoensia, sumberdaya air
permukaan di Indonesia selalu mengalami kekurangan pada
musim kemarau, namun terjadi banjir selama musim hujan
terutama di beberapa daerah. Meskipun Indonesia memiliki curah
hujan yang berlimpah, dengan rata-rata nasional lebih dari 2.500
mm/tahun, namun juga terjadi perbedaan yang sangat besar antar
daerah di Indonesia. Hal ini terjadi di beberapa daerah yang
beriklim kering, seperti Nusa Tenggara, Maluku dan sebagian
wilayah Sulawesi (kurang dari 1.000 mm). Sementara sebagian lagi
merupakan wilayah yang sangat basah,seperti Papua, Jawa, dan
Sumatra (lebih dari 5.000 mm).
Perbedaan ekstrim yang terjadi antar wilayah di Indonesia,
melahirkan konsep pemikiran untuk mengelola air secara terpadu
(integrated management), dengan mengutamakan penggunaan air
permukaan sebelum memanfaatkan air tanah. Eksistensi
penggunaan air tanah hanya dilakukan apabila air permukaan
Pengelolaan Air Tanah| 257
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Yang juga merupakan
bagian dari manajemen air terpadu termasuk penghematan
penggunaan air, perlindungan badan air dari pencemaran, dan
penanggulangan kekeringan (musim kemarau), serta pengendalian
banjir (musim hujan).
Sumberdaya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2014
tentang Hak Guna Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 121
Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumberdaya Air, menyatakan
bahwa sumberdaya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas
penguasaan sumberdaya air oleh negara, dimaksud bahwa negara
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan
pengaturan hak atas air.
Peraturan Pemerintah dengan tegas mengatakan bahwa
negara memiliki peran utama dalam pengaturan, pendayagunaan
dll, dengan melibatkan pihak pemangku kepentingan(stakeholder).
Penguasaan negara atas sumberdaya air tersebut diselenggarakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat
masyarakat hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa
dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin
meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air
dibanding nilai dengan nilai dan fungsi sosial maupun
258|Pengelolaan Air Tanah
lingkungannya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang
terkait dengan sumberdaya air. Di sisi lain, pengelolaan
sumberdaya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat
mengabaikan fungsi sosial dan lingkungan. Mengabaikan fungsi
lingkungan atas sumberdaya air, sama halnya dengan
menghancurkan kehidupan bersama di dalam wilayah tersebut,
termasuk si pelaku yang mengeksploitasi sumberdaya air,
terutama sumberdaya air tanah yang dibutuhkan bukan hanya
oleh manusia, tetapi diperlukan oleh semua makhluk hidup,
termasuk flora dan fauna.
Pengertian dari sistem pengelolaan air tanah terpadu secara
umum bermakna pengelolaan yang terintegrasi antara air
permukaan dan air tanah. Menurut Anthony J Jakeman et al.
(2016), bahwa Pengelolaan Airtanah Terpadu (Integrated
Groundwater Management– IGW) dipandang sebagai proses
terstruktur yang mendorong pengelolaan sumber airtanah dan
sumberdaya terkait yang terkoordinasi (termasuk pengelolaan
konjungtif dengan air permukaan), dengan mempertimbangkan
interaksi kebijakan non-air tanah, untuk mencapai keseimbangan
ekonomi, kesejahteraan sosial dan hasil ekosistem dari ruang dan
waktu.
Beberapa pengertian pengelolaan air tanah berkelanjutan
(Sustainable Groundwater Management), yang telah dirumuskan
oleh para pakar, lembaga pemerintah dan lembaga non
pemerintah, antara lain :
1. California Department of Water Resources (DWR),
mendefinisikan bahwa pengelolaan air tanah yang
berkelanjutan (Sustainable Groundwater Management),
sebagai pengelolaan dan penggunaan air tanah dengan
cara yang dapat dipertahankan selama sesuai dengan yang
Pengelolaan Air Tanah| 259
digariskan dalam perencanaan dan pelaksanaan, tanpa
menimbulkan hasil yang tidak diinginkan. Pencegahan
terhaddap hasil yang tidak diinginkan sangat penting bagi
keberhasilan Rencana Keberlanjutan Airtanah
(Groundwater Sustainable Plan).
2. California Water Foundation (CWF)(2014b), bahwa
Pengelolaan air tanah yang berkelanjutan berarti
pengelolaan sub-DAS airtanah untuk menyediakan
beberapa manfaat jangka panjang tanpa mengakibatkan
atau memperparah kondisi yang menyebabkan dampak
ekonomi, sosial, atau lingkungan yang signifikan seperti
cerukan (overdraft) jangka panjang, penurunan tanah,
degradasi ekosistem, penipisan dari permukaan badan air,
dan degradasi kualitas air, untuk melindungi sumberdaya
bagi generasi sekarang dan masa depan.
Pengelolaan air tanah berkelanjutan adalah suatu topik yang
kompleks, yang melibatkan para ahli di bidang geologi, teknik,
ekonomi, dan ekologi, dengan tugas manajemen utama adalah
bermuara pada sebuah konsep sederhana untuk menyeimbangkan
persediaan (supply) dan permintaan (demand) dalam jangka
panjang dan berkelanjutan.
Menurut Lester Snow (2014, dalam CWF 2014a), bahwa
pengelolaan air tanah harus inklusif dan transparan, dalam hal
akses terhadap data dan akses ke berbagai pihak non-tradisional
tetang pengelolaan air tanah. Menurutnya sangat jarang
pengelolaan air tanah yang melibatkan komunitas dan masyarakat
di sekitar wilayah pemompaan air tanah dilaksanakan. Lebih jauh
Snow menjelaskan bahwa hak guna properti untuk menghormati
dan melindungi hak milik, kami percaya bahwa pengelolaan yang
efektif dan berkelanjutan adalah cara yang dapat melindungi hak
milik masyarakat.Lester Snow juga menyatakan bahwamemang
penting melakukan konservasi, daur ulang air limbah,
260|Pengelolaan Air Tanah
penangkapan air hujan. Tapi mungkin satu elemen paling penting
dalam mencapai keberlanjutan kehidupan adalah air tanah. Air
tanah yang dikelola secara efektif, ini adalah mekanisme tunggal
dan terbesar yang memberi kita fleksibilitas untuk mengatasi liku-
liku sistem air secara global, dan jika kita tidak dapat
mengatasinya, maka kita tidak akan memiliki persediaan air yang
berkelanjutan.
Sifat kompleks dari air tanah dan keragaman penggunaan
dan interaksi lingkungan,mengakibatkan timbulnya permasalahan
pada air tanah yang harus ditangani melalui pendekatan
manajemen dan perencanaan terpadu. Perencanaan pengelolaan
memerlukan tingkat integrasi yang berbeda-beda tergantung pada
: siklus hidrologi (proses fisik) termasuk dimensi temporal;
cekungan sungai dan akuifer (integrasi spasial); pertimbangan
sosio-ekonomi di tingkat regional, nasional dan internasional; dan
penguasaan ilmu pengetahuan.Variasi alami yang besar yang ada
pada air tanah, akan mempengaruhi kebutuhan dan pilihan bentuk
pengelolaan yang dibutuhkan, serta persepsi dari pendekatan
berbasis lokal bahkan yang bersifat sangat lokal. Skala di mana
perencanaan dilakukan oleh karena itu perlu dievaluasi secara
hati-hati terhadap pilihan dan opsi kebijakan yang ada di setiap
setting tertentu.
Menurut Quevauviller et al. (2016), bahwa pendekatan
pengelolaan air tanah yang terpadu harus didasarkan pada
Perencanaan Pengelolaan DAS (River Basin Management Planning
disingkat RBMP), yang meliputi:
(1) Tujuan pengelolaan yang dirancang untuk ditangani;
(2) Metode, bentuk, jenis, dan ukuran pengelolaan yang
direncanakan secara menyeluruh ; dan
(3) Kriteria yang digunakan untuk mengukur keberhasilan atau
kegagalan dari strategi atau bentuk intervensi spesifik, yang

Pengelolaan Air Tanah| 261


dapat dievaluasi (misalnya, kepatuhan terhadap standar
kualitas lingkungan).
Suatu hasil dari perencanaan pengelolaan air tanah yang
terpadu dan berkelanjutan, harus dijadikan sebagai dokumen
"hidup" atau iterasi, yang dapat diperbarui, disempurnakan, dan
jika perlu diubah apabila strategi yang dirumuskan tidak sesuai
lagi, atau diperoleh informasi tambahan yang lebih akurat.
Menurut Jacobus Samidjo (2015), bahwa tahapan untuk
menuju sistem pengelolaan air dan sumber air terpadu yang
berkelanjutan, diperlukan perangkat yang dapat menjamin proses
untuk mendorong makin mendekatnya pengelolaan air dan
sumber air pada kondisi benar dalam pengertian adil, optimal dan
sustainable.
Proses pendekatan tersebut memerlukan waktu penjernihan,
karena pengelolaan air dan sumber air harus terus menerus
berlangsung, melalui azas pendekatan sistem.Sistem pengelolaan
sumberdaya air terpadu terdiri dari dua sub sistem, yaitu :
1. Sub sistem monitoring ;
o Berupa jaringan hidrologi dan hidrometri (sesuai
kebutuhan)
o Untuk dapat menyajikan real time allocation
membutuhkan peralatan telemetri dan model matematik
yang handal.
o SDM berupa tenaga ahli untuk analisa sistem, ahli hidrologi
dan computer dan ahli elektronika.
o SDM berupa tenaga ahli hidrologi, konservasi tanah, teknik
bendungan, kualitas air, dll
o Sub-sub sistem konservasi
o Mempunyai spectrum yang sangat luas, mulai dari
pengendalian kondisi hidroorologis di daerah hulu,
pengendalian aliran dengan saran fisik disepanjang aliran,
hingga pengendalian kualitas dari hulu hinggahilir.
262|Pengelolaan Air Tanah
o Adanya peraturan yang jelas dan diberlakukan law
enforcement dengan tegas
o Koordinasi antara berbagai instansi terkait.
2. Sub sistem alokasi
o Padas umber air yang dipergunakan untuk berbagai
kepentingan (pertanian, industri, domestik, dsb)
membutuhkan tata cara perijinan yang jelas, sistem
operasi yang handal dan pengawas yang tegas.
o Pengambilan keputusan dari saat ini didasarkan pada
tatanan yang bersifat baku, koordinasi antar instansi
dibatasi kondisi yang sangat darurat saja.
Menurut Erna Witoelar (2000), bahwa ada empat issue
pokok tentang air yang sedang berkembang baik di tingkat global,
nasional maupunregional, ialah :
a. Hak asasi atas air (human right to water)
b. Nilai dan harga air (water value and price)
c. Krisis air, dan
d. Privatisasi/korporasi pengelolaan air.
Berbagai kegiatan manusia, meliputi kegiatan budidaya
pertanian, pengadaan air baku untuk keperluan air minum
maupun industry, aktivitas perkotaan, pembangkit tenaga listrik
tenaga air, perikanan, pariwisata, ddan lain-lain, memerlukan
sumberdaya air yang cukup untuk tumbuh dan berkembangnya
kegiatan tersebut. Apabila air yang tersedia terlalu banyak akan
menimbulkan “banjir”, dan sebaliknya apabila terlalu sedikitakan
menimbulkan kekeringan, terlebih lagi jika air yang jumlahnya
sudah sedikit itu tercemarsehingga dapatmenimbulkan berbagai
gangguan kesehatan dan lingkungan. Kondisi semacam ini akan
menghambat proses tumbuh dan berkembangnya kegiatan
kehidupan manusia bahkan mahluk hidup lainnya, dan
memberikan indikasi bahwa sistem lingkungan telah mengalami

Pengelolaan Air Tanah| 263


kerusakan (berkurangnya luasan hutan, tingkat sedimentasi dan
pembuangan limbah yang tak terkendali).
Ada dua tujuan utama pengelolaan sumberdaya air terpadu
yang berkelanjutan yang ingin dicapai untuk mengatasi berbagai
permasalahan terkait dengan sumberdaya air, adalah :
1. Memadukan dan menyerasikan tata guna air, tata guna
lahan/tanah, dan tata guna sumberdaya alam lainnya dalam
satu kesatuan lingkungan yang harmonis dan dinamis serta
ditunjang uleh pengelolaan perkembangan sosial yang serasi.
Perencanaan disusun melalui pendekatan wilayah dan tata
ruang (holistic).
2. Menjamin penyediaan air baku untuk berbagi keperlukan
sepanjang waktu dan lokasi sesuai dengan jumlah dan mutu
yang dibutuhkan secara efisien dan berkelanjutan.
Upaya untuk mencapai kedua tujuan tersebut melalui :
1. Upaya Teknis, berupa pengelolaan sumberdaya air, meliputi :
a) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Watershed
Management), melalui sub-sub sistem konservasi.
b) Pengelolaan Sumberdaya Air (Water Resources
Management), melalui sub sistem monitoring.
c) Pengelolaan penggunaannya (Water Use Management),
melalui sub sistem alokasi.
Kegiatan dan upaya pengelolaan tersebut harus dilakukan
secara bersama-sama, dan bersinergi dengan kerangka
pengembangan wilayah dan tata ruang, yang pada hakekatnya
adalah segala upaya/kegiatan pemanfaatan, perlindungan,
pengawasan, pengendalian, dan pengaturan air dan sumber
air, untuk mendukung penerapan empat azas penting dalam
pendayagunaan sumberdaya air yaitu azas kelestarian, azas
kemanfaatan umum, azas keadilan dan azas kemandirian.
2. Upaya Administrasi/peraturan, berupa Kerjasama Antar
Daerah.
264|Pengelolaan Air Tanah
Sebagaimana kita ketahui bahwa air merupakan sumberdaya
alam yang mempunyai sifat spesifik sebagai sumberdaya
mengalir (flowing resources) ke segala arah, tidak mengenal
batas wilayah administrasi yang dapat menimbulkan potensi
konflik kepentingan antar daerah administrasi dalam rangka
pemanfaatan ruang, pengelolaan air dan prasarana
keairan.Issue pokok yang menjadi sumber konflik antar
daerah adalah bagaimana cost dan benefit (hulu-hilir) itu
diatur, dalam pembagian pembebanan dan pendapatan
secara adil dan proporsional diantara Pemerintahan Daerah
yang terlibat. Kondisi ini akan lebih diperarah oleh pengertian
yang salahtentang otonomi daerah.Perlu diakui kebijakan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah selama ini, berupa
pembatasan penyerahan kewenangan pengelolaan air dan
prasarana keairan kepada pemerintah daerah maupun
masyarakat, ternyata menimbulkan sikap apatis dan
kurangnya rasa memiliki prasarana yang telah tersedia,
sehingga penghargaan masyarakat atas nilai ekonomi air
termasuk prasarananyapun terasa sangat minim (Erna
Witoelar, 2000).
Di dalam penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan
seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun
badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis,
masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola
pengelolaan sumberdaya air, tetapi berperan pula dalam proses
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan,
pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumberdaya air
(Dadang Sudardja, 2007dalam Agus Riyadi, 2012).
Menurut Mathis Wackernagel (1996dalam Agus Riyadi,
2012), dalam bukunya “Ecologycal Footprint”, menyatakan bahwa
peningkatan penduduk serta peningkatan konsumsi materi dan
Pengelolaan Air Tanah| 265
energi – menjadi lambang kemakmuran di satu pihak ; namun di
pihak lain terjadi kemerosotan sumberdaya. Di seluruh dunia telah
terjadi proses desertifikasi sebesar 6.000.000 ha/tahun,proses
deforestasi 17.000.000 ha/tahun,proses erosi dan oksidasi tanah
26.000.000.000 ton/tahun, serta proses hilangnya spesies-spesies
tertentu sebesar 17.000 jenis tanam/tahun.
Dari data di atas dapat kita lihat bahawa pembangunan tidak
saja menghasilkan manfaat tetapi juga resiko. Pencemaran dan
pengrusakan adalah dua resiko yang hampir tidak dapat dihindari
dalam rangka menjalankan pembangunan. Akibat pembangunan
manusia sebagai penghuni Bumi ini, paling tidak saat ini telah
berhutang sekitar antara 16 trilyun dollar AS hingga 54 trilyun
dollar AS pertahun, atau rata-rata 33 trilyun dollar AS, atau kurang
lebih Rp.66.000 trilyun setahun untuk segala materi “gratis”
seperti udara, air dan pangan.Demikian hasil perhitungan yang
dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Robert Constanza dan
disponsori oleh National Centre for Ecological Analysis and
Synthesis di Santa Barbara, California (Agus Riyadi, 2012).
Perkiraan inipun lanjut mereka adalah perkiraan minimum.
Sumberdaya air merupakan bagian dari sumberdaya yang
mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumberdaya alam
lainnya. Air adalah sumberdaya yang terbarukan (renewable
resources), bersifat dinamis mengikuti siklus hidrologi yang secara
alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk
dan sifat (flowing resources). Tergantung dari waktu dan lokasinya,
air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa air
yang mengalir serta air permukaan. Berada dalam tanah sebagai
air tanah, berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai
air laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air
udara.
Dewasa ini permasalahan yang cenderung dihadapi oleh
pemerintah maupun masyarakat dalam kaitannya dengan
266|Pengelolaan Air Tanah
pemanfaatan sumberdaya air meliputi ; (1) adanya kekeringan di
musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan; (2) persaingan
dan perebutan air antara daerah hulu dan hilir atau konflik antara
berbagai sektor; (3) penggunaan air yang berlebihan dan kurang
efisien; (d) penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena
desakan lahan untuk pemukiman dan industri; (e) pencemaran air
permukaan dan air tanah ; (f) erosi sebagai akibat penggundulan
hutan.
Permasalahan air yang semakin komplek ini menuntut kita
untuk mengelolah sumberdaya air sehingga dapat menunjang
kehidupan masyarakat dengan baik. Berdasarkan PP Nomor 121
Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumberdaya Air, dinyatakan
bahwa pengusahaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan
pengendalian daya rusak air.
Salah satu permasalahan pokok yang terjadi di dalam
pengelolaan air tanah di Indonesia, adalah lemahnya regulasi
tentang hal tentang hal tersebut. Pembatalan UU Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumberdaya Air, telah menciptakan kerancuan
terutama pada pengelolaan sumberdaya air yang teah beroperasi.
Untuk menyesuaikan perubahan paradigma dan mengantisipasi
kompleksitas perkembangan permasalahan sumberdaya air;
menempatkan air dalam dimensi sosial, lingkungan hidup, dan
ekonomi secara selaras; mewujudkan pengelolaan sumberdaya air
yang terpadu; mengakomodasi tuntutan desentralisasi dan
otonomi daerah; memberikan perhatian yang lebih baik terhadap
hak dasar atas air bagi seluruh rakyat; mewujudkan mekanisme
dan proses perumusan kebijakan dan rencana pengelolaan
sumberdaya air yang lebih demokratis, perlu dibentuk undang-
undang baru sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun
1974 tentang Pengairan.
Pengelolaan Air Tanah| 267
Salah satu cara yang harus diperhatikan dalam pengelolaan
air adalah pengelolaan yang berbasis watershed (Daerah Aliran
Sungai - DAS). Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
Dengan pengelolaan air yang berbasis DAS, maka diharapkan
akan tercipta kesinambungan sumberdaya air karena air tidak bisa
dilihat satu bagian wilayah saja. Pengelolaan air pada suatu daerah
tidak bisa hanya memperhatikan variabel-variabel hidrologis pada
wilayah itu saja. Bahkan, pengelolaan Waduk Saguling untuk
keperluan PLTA, misalnya, tidak bisa hanya memperhatikan
variabel–variabel di sekitar waduk. Seluruh masalah pengelolaan
sumberdaya air harus memperhitungkan keseluruhan DAS karena
bagaimanapun juga bahkan sebuah titik di ujung terluar DAS pun
memiliki pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai
utama. Jadi pengelolaan sumberdaya air yang bersifat parsial
harus ditinggalkan. Selain itu, untuk mengelola sumberdaya air
berbasis DAS ini, kita harus mengacu pada aspek–aspek yang ada
dalam DAS tersebut. Bukan hanya dibatasi pada aspek fisik saja,
tetap juga aspek sosial budaya, kualitas air, aktivitas industri,
politik, ekonomi, dan demografi (kependudukan).
Beberapa tahun yang lalu dunia internasional menilai
Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pelaksanaan
Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air secara terpadu (Integrated
Water Resources Management – IWRM), yang dinilai sebagai
langkah untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya air dalam
mencapai kesejahteraan umum dan pelestarian lingkungan, yaitu
ketika memberlakukan UU Nomor 7 Tahun 2004, yang kemudian
268|Pengelolaan Air Tanah
diikuti dengan regulasi yang bersifat teknis pelaksanaan seperti
keluarnya beberapa peraturan pemerintah, dan juga peraturan
daerah, yang bermaksud melakukan reformasi kebijakan
sumberdaya air. Hal itu dianggap sejalan dengan konsep IWRM
yang berkembang di forum internasional. Dunia internasional
menilai bahwa Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air (UU SDA) sejalan dengan prinsip-prinsip IWRM.
Undang-undang ini bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan
sumberdaya air secara menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui
pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan bagi
masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk
berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan sumberdaya air terpadu.
Keterbukaan yang dianut di dalam UU Nomor 7 tahun 2004
tersebut, yang menimbulkan penilaian sebagian masyarakat
Indonesia sebagai pintu masuknya praktik liberalisme yang
merugikan dan mengenyampingkan hak rakyat terhadap air.
Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU
tersebut, membawa Indonesia pada penilaian dunia internasional
sebagai langkah mundur di dalam regulasi tentang sumberdaya
air.
Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan
dengan tetap memperhatikan keserasian antara konservasi dan
pendayagunaan, antara hulu dan hilir, antara pemanfaatan air
permukaan dan air tanah, serta antara pemenuhan kepentingan
jangka pendek dan kepentingan jangka panjang. Dalam hal ini
pembangunan ketersediaan air baku berskala kecil akan lebih
diutamakan agar rakyat kecil lebih dapat menikmatinya. Prioritas
utama pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga
terutama di wilayah rawan defisit air, wilayah tertinggal, dan
wilayah strategis.

Pengelolaan Air Tanah| 269


Pengendalian daya rusak air terutama diarahkan untuk
penananggulangan banjir dengan menggunakan pendekatan
vegetatif melalui konservasi sumberdaya air dan pengelolaan
daerah aliran sungai, dengan upaya peningkatan kapasitas
imbuhan air tanah. Peningkatan partisipasi masyarakat dan
kemitraan di antara pemangku kepentingan terus diupayakan,
tidak hanya untuk kejadian banjir, tetapi juga pada tahap
pencegahan serta pemulihan pasca bencana. Penanggulangan
banjir haruslah sudah diutamakan, demikian pula pengelolaan
bencana kekeringan.
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan sumberdaya air
secara terpadu dan berkelanjutan, ada tiga kriteria utama yang
perlu dijadikan acuan, yaitu:
1) Efisiensi ekonomi (efficiency). Dengan meningkatnya
kelangkaan air dan sumberdaya keuangan, dan dengan sifat
sumberdaya air yang tersedia secara terbatas dan mudah
tercemar, serta semakinmeningkatnya permintaan maka
efisiensi ekonomi penggunaan air sudah harus menjadi
perhatian.
2) Keadilan (equity). Air adalah salah satu kebutuhan dasar
kehidupan, oleh sebab itu maka semua orang perlu
mempunyai akses terhadap air yang mencukupi baik secara
kuantitas maupun kualitas untuk mempertahankan
kehidupannya.
3) Keberlanjutan (sustainablility) lingkungan dan ekologi.
Penggunaan sumberdaya air haruslah dilakukan sedemikian
rupa sehingga tidak mengorbankan kepentingan generasi
yang akan datang terhadap air.

270|Pengelolaan Air Tanah


8.7. Konservasi Air Tanah
Sebagaimana yang telah banyak diuraikan sebelumnya, salah
satu cara untuk menjamin keberlanjutan potensi sumberdaya air
tanah adalah melalui upaya konservasi. Istilah konservasi
merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris
conservation (pelestarian atau perlindungan). Konservasi sendiri
memiliki pengertian yaitu mengenai upaya memelihara apa yang
kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana
(wise usage). Makna konservasi secara harfiah yang terkait dengan
sumberdaya alam diartikan dalam bentuk pelestarian,
pengelolaan, dan perawatan sumber-sumberdaya alam dan
budaya masyarakat (the preservation, management, and care of
natural and cultural resources).
Ide dan konsep tentang konservasi pertama kali
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) dalam Stacia (2015),
yaitu Presiden Amerika Serikat ke-26 ( 1901 sampai 1909).
Roosevelt memaknai konservasi dalam pengertian sebagai
pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana (the wise usage
of nature resource).
Ian Campbell (1972) dalam Fathurrohman (2013),
mendefinisikan konservasi dengan tiga makna, yakni: (1)
pelestarian sumberdaya alam (preservation); (2)
pemanfaatansumberdaya alam dengan penggunaan secara nalar
(intellect utilization); dan (3) penggunaan sumberdaya alam secara
bijak (wise usage).Fathurrohman (2013), mengutip beberapa
pengertian tentang konservasi dari berbagai pendapat, antara lain
:
1) American Dictionary, mendefinisikan konservasi adalah
menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi
keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu
yang lama.

Pengelolaan Air Tanah| 271


2) Randall (1982), mendefinisikan konservasi adalah alokasi
sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal
secara sosial.
3) Rijksen (1981), mendefinisikan konservasi merupakan
suatu bentuk evolusi kultural di mana pada saat dulu,
upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.
4) International Union for Conservation of Nature (IUCN,
1968), mendefinisikan konservasi merupakan manajemen
udara, air, tanah, mineral, organisme hidup termasuk
manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan
manusia yang meningkat, termasuk dalam kegiatan
manajemen adalah survei, penelitian, administrasi,
preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan.
5) Wildlife Conservation Society (WCS, 1980), mendefinisikan
konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh
manusia, sehingga dapat memberikan atau memenuhi
keuntungan yang besar, dan dapat diperbaharui untuk
generasi-generasi yang akan datang.
6) Piagam Burra, mendefinisikan konservasi adalah segenap
proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik.
7) Peter Salim dan Yenny Salim, mendefinisikan konservasi
adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu
yang dilakukan secara teratur, untuk mencegah kerusakan
dan kemusnahan dengan cara pengawetan.
Menurut Mudhofir (2010) dalam Fathurrohman (2013),
konservasi secara luas meliputi pemakaian dan perlindungan
berbagai sumberdaya alam secara berkelanjutan meliputi
tanaman (hutan), binatang, deposit-deposit mineral, tanah, air
bersih, dan bahan bakar fosil seperti batu bara, petroleum, dan
gas-gas alam (natural gas). Konservasi sumberdaya alam
merupakan langkah nyata advokasi untuk menanggulangi krisis
272|Pengelolaan Air Tanah
lingkungan. Konservasi adalah pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam secara alami dan berkelanjutan serta teratur,
baik sumberdaya hayati dan non-hayati dengan melindungi
proses-proses ekologis dalam sistem penyangga kehidupan dan
juga pengawetan keanekaragaman hayati.
Fathurrohman (2013), menyatakan bahwa konservasi dapat
dilihat dari segi ekonomi dan ekologi, yang mana konservasi dari
segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam
untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi
merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa
yang akan datang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
konservasi adalah suatu manajemen terhadap alam dan
lingkungan secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan sekarang
dan menjamin keperluan generasi yang akan datang.
Menurut pendapat penulis bahwa makna konservasi tidak
bisa dilepaskan dari konsep pembangunan berkelanjutan, yang
didasarkan pada tiga pilar pembangunan, yakni ; (1) Pilar
lingkungan, yang bertumpu pada kemampuan sumberdaya alam
yang cenderung statis, dan menjadi hak prerogatif semua makhluk
bumi sepanjang masa (planet resources), (2) Pilar sosial, yang
sangat dinamis karena menampung semua kebutuhan,
kepentingan, kemauan, bahkan ambisi umat manusia sebagai
perencana, pelaksana, sekaligus supervisi dalam pembangunan
(people : resources or burden); dan (3) Pilar ekonomi, yang
menjadi tujuan setiap pelaksanaan pembangunan, dan selalu
berorientasi pada aspek keuntungan (profits aspect).
Pembangunan berkelanjutan bisa sukses apabila dilaksanakan
tanpa melampaui kapasitas daya dukung lingkungan, sehingga
lingkungan dapat mentoleransinya (bearable environment), untuk
menghasilkan keuntungan secara ekonomi yang rasional (rational
economic), yang digunakan seoptimalnya dalam menunjang
kesejahteraan manusia secara wajar (fair social).
Pengelolaan Air Tanah| 273
Dalam mengembangkan konsep konservasi, penulis melihat
ketiga pilar pembangunan berkelanjutan harus terakomodasi
secara proporsional dan terukur, sehingga penulis memaknai
konservasi sebagai suatu konsep penyelarasan antara ketiga aspek
yakni ; potensi lingkungan (environment), kepentingan masyarakat
(social), dan target ekonomi (economic). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa konservasi adalah suatu usaha bersama dalam
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam tanpa
melampaui kapasitasnya, untuk menghasilkan keuntungan
ekonomi yang rasional, dan dipergunakan dalam menunjang
kesejahteraan hidup masyarakat secara wajar, dengan
mempertimbangkan terpenuhinya kebutuhan sekarang dan
terjaminnya keperluan generasi yang datang terhadap
sumberdaya alam tersebut. Dengan kata lain, bahwa semua pihak
yang akan memanfaatkan sumberdaya alam sekarang, perlu
memikirkan bagaimana usaha yang dia harus lakukan agar
sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berdaya-guna
dan berhasil-guna, tetapi juga dapat dipergunakan oleh generasi
yang akan datang untuk pemenuhan keperluannya.
Di dalam ekosistem selalu terjadi proses ekologis, yaitu
peristiwa saling mempengaruhi antara segenap unsur pembentuk
lingkungan hidup. Proses ekologis yang melibatkan manusia sering
kali berdampak buruk terhadap lingkungan, seperti kemerosotan
fungsi lingkungan (degradation), atau bahkan kerusakan (damage)
pada kondisi lingkungan. Dalam ekosistem yang rusak atau
mengalami degradasi diperlukan sesegera mungkin upaya
pemulihan (recovery) atau usaha pengembalian (restoration).
Usaha pemulihan ekosistem yang rusak, berpotensi besar untuk
memperkuat sistem dalam suatu kawasan konservasi.
Dalam Gunarso dan Yassir (2010), beberapa pendapat yang
erat kaitannya dengan konsep konservasi sumberdaya, baik dalam

274|Pengelolaan Air Tanah


bentuk usaha pemulihan maupun dalam upaya pengembalian
kondisi ekosistem (restorasi), antara lain :
1. Bradshaw (2002), bahwa pendekatan restorasi memandang
ekosistem memiliki dua atribut utama, yaitu struktur dan
fungsi yang dapat digunakan untuk menggambarkan
kerusakannya. Kerusakan struktur dan fungsi suatu ekosistem
akan mendorong terjadinya pengurangan salah satu atau
lebih atribut tersebut, bahkan tidak jarang memusnahkannya.
Struktur dan fungsi ekosistem yang rusak atau yang hampir
punah, memungkinkan untuk dikembalikan ke kondisi asalnya
ataupun mendekati kondisi asalnya, melalui usaha pemulihan
ataupun dengan upaya restorasi.
2. Hobbs and Norton (1996), mengingatkan bahwa penetapan
tujuan restorasi haruslah bersifat dinamis dan realistis dengan
mempertimbangkan baik aspek ekologi, aspek ekonomi
maupun aspek sosial.
3. Choi (2004), menambahkan bahwa perlunya penyesuaian
paradigma baru di dalam penetapan tujuan restorasi dari
pendekatan kesejarahan (historic),menjadi pendekatan ke
masa depan (futuristic), dengan tidak terjebak dalam kondisi
rona awal, akan tetapi menyesuaikan dengan perkembangan
yang terjadi selama proses restorasi berjalan sehingga suatu
ekosistem tersebut dapat lebih memberi manfaat baik
terhadap aspek lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya.
Pendekatan futuristic menjadi sangat rasional, mengingat
bahwa penetapan tujuan restorasi terhadap sebuah
ekosistem yang rusak agar supaya struktur dan fungsi
ekosistem tersebut pulih seperti semula, merupakan hal yang
sangat sulit untuk dilakukan, mengingat adanya kemungkinan
kerusakan yang terjadi pada suatu ekosistem bersifat
permanen, dan secara ekonomi sangat mahal untuk

Pengelolaan Air Tanah| 275


memperbaikinya serta terbatasnya informasi kondisi awal di
saat ekosistem tersebut belum mengalami gangguan.
Menurut Gunarso dan Yassir (2010), pemulihan ekosistem
adalah merupakan suatu usaha pemulihan kondisi sebuah
ekosistem yang rusak atau mengalami gangguan agar pulih
kembali seperti atau mendekati kondisi aslinya, dimana di dalam
kegiatannya selalu memperhatikan mosaik-mosaik tata guna lahan
sebagai suatu entitas geografis yang saling berinteraksi (energi,
material, organisme dan institusi), yang dimanfaatkan dan
dipadukan untuk memberikan manfaat ekologis, sosial ekonomis,
dan budaya bagi kehidupan.
Dalam upaya pemulihan (recovery) atau pengembalian
(restoration) kondisi ekosistem yang terganggu atau rusak, penulis
berpandangan bahwa kekuatan yang paling besar dalam
memulihkan dan/atau mengembalikan kondisi pada ekosistem
adalah potensi ekosistem itu sendiri, karena ekosistem memiliki
daya lenting (resilience) masing-masing sesuai potensi yang ada
dalam ekosistem tersebut. Oleh karena itu sebuah usaha
pemulihan ekosistem hanya dapat tercapai, jika selama proses
pemulihan semua aktifitas eksploitasi pada ekosistem tersebut
dihentikan, dan hanya kegiatan yang menunjang percepatan
pemulihan yang dapat dilakukan. Dengan demikian penulis
berpendapat bahwa pemulihan ekosistem (ecosystem recovery)
adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memulihkan kondisi
ekosistem kembali pada kondisi aslinya, dengan memanfaatkan
kemampuan ekosistem dan fasilitas yang dapat membantu
mempercepat proses pemulihan kondisi ekosistem, melalui
perlindungan dan pengawasan yang seksama dari penentu
kebijakan.
Sejalan dengan pengertian pemulihan ekosistem di atas,
maka pengertian tentang pengembalian ekosistem dapat
definisikan bahwa, pengembalian ekosistem (ecosystem
276|Pengelolaan Air Tanah
restoration) adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
mengembalikan kondisi ekosistem pada kondisi aslinya atau
mendekati kondisi aslinya, dengan memanfaatkan kemampuan
ekosistem dan fasilitas yang dapat membantu mempercepat
proses pengembalian kondisi ekosistem, melalui perlindungan dan
pengawasan yang seksama dari penentu kebijakan.
Istilah pemulihan ekosistem (ecosystem recovery), menurut
penulis lebih cocok dipergunakan pada program konservasi
ekosistem pada tingkat yang mengalami penurunan kondisi dan
kapasitasnya, yang biasa diistilahkan degradaasi (degradation).
Sedangkan istilah pengembalian ekosistem (ecosystem
restoration), lebih cocok dipergunakan pada program konservasi
ekosistem dengan kondisi yang lebih parah karena telah
mengalami kerusakan (damage).
Dari berbagai pemahaman di atas, dapat pula dikatakan
bahwa konservasi sebagai suatu upaya yang dilakukan untuk
melestarikan lingkungan namun tetap memperhatikan manfaat
yang didapat (sosial dan ekonomi), dengan tetap
mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk
dimanfaatkan di masa mendatang.Sedangkan konservasi
sumberdaya alam adalah pengelolaan untuk berbagai jenis SDA
yang dilakukan secara bijak dengan tujuan untuk menjamin
ketersediaannya, dengan cara meningkatkan kualitas dan
memelihara keanekaragaman dan nilainya. Dengan membuat
analogi terhadap air tanah, maka pengertian konservasi
sumberdaya air tanah adalah upaya mengelola air tanah yang
dilakukan secara bijak dengan memperhatikan manfaat yang
didapat, serta mempertahankan komponen penyusunnya agar
dapat dinikmati di masa mendatang.
Berbagai upaya konservasi sumberdaya air tanah yang dapat
dilakukan, agar dapat digunakan secara efisien sehingga bisa

Pengelolaan Air Tanah| 277


memberikan manfaat sosial dan manfaat ekonomi, serta masih
dapat dinikmati di masa mendatang (berkelanjutan), antara lain :
1. Meningkatkan pelestarian dan perlindungan terhadap
elemen penyanggah sumberdaya airtanah ;Hutan merupakan
salah satu elemen penting dalam proses pengisian ulang
(rechange) pada akuifer air tanah. Oleh karena itu masyarakat
perlu dihimbau untuk menjaga dan melestarikan hutan, dan
semua komponen yang ada pada daerah pengimbuhan
(rechange area) dari suatu akuifer. Untuk kasus dimana air
tanah di dalam akuifer yang sudah mengalami degradasi,
sebaiknya dilakukan penghijauan kembali (reboisasi) di area
pengimbuhannya. Atau menghentikan sama sekali aktivitas
yang merusak mekanisme pengimbuhan alami, seperti
penggunaan lahan pada area pengimbuhan sebagai lahan
pertanian, dan lain sebagainya.
2. Program hemat air; yaitu melaksanakan program hemat air di
lingkungan sekitar, yang dimulai dari diri sendiri, keluarga inti,
tetangga, lalu dilaksanakan dalam lingkungan yang lebih
besar, agar penggunakan air tetap efisien dan ketersediaan
sumberdaya air termasuk air tanah tetap terjamin. Selektif
dalam menggunakan peralatan yang menggunakan air, juga
merupakan salah satu upaya di dalam menghemat
penggunaan air. Seperti menghindarkan penggunaan alat
mesin cuci di rumah tangga, karena mesin cuci membutuhkan
air yang lebih banyak dibanding mencuci secara manual.
3. Meminimalisir penggunaan sumber air dari tanah; Dalam
konsep pengelolaan air secara terpadu dan berkelanjutan,
menempatkan sumberdaya air tanah sebagai cadangan dalam
memenuhi kebutuhan air, dan air permukaan merupakan
potensi yang diprioritaskan dan didahulukan untuk memenuhi
kebutuhan air. Sumberdaya air tanah dimaksudkansebagai
sumber air cadangan yang tetap ada di dalam tanah agar tidak
278|Pengelolaan Air Tanah
terjadi kekeringan, yang nantinya juga akan menjadi sumber
penyimpanan air di dalam tanah (groundwater reservoir).
4. Mencegah pencemaran air tanah ;Sumber polutan yang
berasal dari berbagai aktivitas manusia, sedapat mungkin
dicegah untuk masuk ke dalam badan air tanah. Oleh karena
itu bangunan sanitasi permukiman, dan pengolahan limbah di
permukaan harus diupayakan semaksimal mungkin, agar zat
dan cairan yang bersifat polutif tidak ada yang masuk ke
dalam lapisan tanah dan air tanah. Dalam hal air tanah sudah
mengalami pencemaran, maka perlu dibuat beberapa sumur
injeksi di daerah yang air tanahnya tercemar, sehingga
pencemaran yang terjadi terhadap air tanah dapat dihentikan
dan zat polutif di dalam air tanah dapat dibersihkan.
5. Membuat penampungan air; penampungan air di permukaan
dapat berupa embung (check dam), waduk (storage reservoir),
dan sebagainya. Dengan membuat penampungan air
sementara semacam ini nantinya diharapkan agar air
tampungannya dapat dimanfaatkan pada saat musim
kemarau panjang, atau ketika sumberdaya air sudah mulai
tercemar dan tidak layak untuk digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu penampungan air di permukaan juga
dapat meningkatkan pasokan air tanah, melalui peresapan air
tampungan ke dalam akuifer air tanah.
6. Membuat dan memasang alat atau bangunan pengimbuh
buatan (artificial rechange) untuk memperbesar volume
infiltrasi dan perkolasi air permukaan ke dalam lapisan
tanah. Berbagai jenis pengimbuh buatan yang dapat
diterapkan antara lain ; sumru injeksi, sumur resapan, pipa
komposter, biopori, dan lain sebagainya. Pembuatan
imbuhan buatan dimaksudkan untuk meningkatkan deposit
air tanah, juga dapat meminimalkan aliran limpasan ketika

Pengelolaan Air Tanah| 279


hujan, sehingga akan mengurangi resiko banjir yang tidak
terkendali.
7. Memberlakukan syarat yang ketat atas pemberian izin
pemanfaatan air tanah ; Hal ini dimaksudkan pengambilan
air tanah tidak melampaui kapasitas imbuhan yang ada,
sehingga sebelum melakukan eksploitasi air tanah perlu
dilakukan analisis neraca air tanah (groundwater balance).
Disamping itu pengetatan syarat perizinan pengambilan air
tanah juga dimaksudkan agar masyarakat lebih sadar akan
manfaat air dalam kehidupan, sehingga akan tumbuh
kepedulian terhadap pentingnya melestarikan sumberdaya air
tanah, baik untuk memenuhi keperluan sekarang maupun
untuk menyiapkan sumberdaya air untuk generasi masa
mendatang.
8. Membentuk lembaga pengelola sumberdaya air tanah yang
terpadu dan berkelanjutan ; Dalam lingkungan masyarakat
sebaiknya didorong untuk membuat lembaga-lembaga non
pemerintah, yang bertugas untuk mengelola sumberdaya air
tanah agar tetap terjaga, dengan melaksanakan program-
program yang bertujuan untuk melestarikan sumberdaya air
tanah yang ada
Tujuan pelaksanaan konservasi air tanah tidak dapat
dilepaskan pengertian konservasi sumberdaya air tanah, yaitu
sebagai upaya pengelolaan air tanah yang dilakukan secara bijak
dengan memperhatikan manfaat yang didapat, serta
mempertahankan komponen penyusunnya agar dapat dinikmati di
masa mendatang. Oleh karena itu terdapat beberapa tujuan pokok
dari konservasi air tanah, antara lain :
1. Menjaga ketersediaan air tanah ;Konservasi sumberdaya
air tanah, tujuan pokoknya adalah untuk menjaga
ketersediaan air tanah sepanjang masa, dan sekaligus
menjamin ketersedian air tanah sebagai sumber air untuk
280|Pengelolaan Air Tanah
memberikan kehidupan bagi manusia maupun makhluk
hidup.
2. Menjaga kelestarian air tanah ;Konservasi sumberdaya air
tanah, disamping diharapkan dapat mempertahankan
ketersediaan air tanah di alam untuk memenuhi kebutuhan
sekarang, juga diharapkan dapat menjamin eksistensi air
tanah dapat dimanfaatkan pula oleh generasi di masa
mendatang, sehingga air tanah dapat berkelanjutan
(sustainable groundwater).
3. Menjaga keseimbanganair ; Konservasi air tanah juga
bertujuan menjaga keseimbangan hayati dan
keseimbangan ekosistem dalam sumberdaya air. Air tanah
sebagai komponen terbesar dari air tanah tawar
(freshwater), sangat penting untuk dijaga
keseimbangannya, baik dalam kuantitas maupun
kualitasnya. Dalam hal upaya menjaga keseimbangan air
tanah (groundwater balance), hal yang perlu diperhatikan
adalah kuantitas dan kualitas dari air tanah yang harus
tetap dipertahankan sebagai sumber air tawar terbesar di
planet Bumi ini.
4. Mencegah kerugian akibat campur tangan manusia;
Manusia sebagai makhluk individu selalu berambisi untuk
tumbuh berkembang menjadi manusia yang lebih unggul
dari manusia lain dan/atau menjadi manusia yang lebih
baik dari sebelumnya.Namun dibalik ambisinya sering kali
aktivitasnya menjadi faktor utama penyebab kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu salah satu tujuan konservasi air
tanah adalah mencegah perbuatan manusia yang merusak
air tanah, yang pada akhirnya akan merugikan kehidupan
makhluk, termasuk manusia iakibat ulah manusia itu
sendiri.

Pengelolaan Air Tanah| 281


5. Menjaga kemampuan air tanah ; Air tanah merupakan
salah satu komponen lingkungan dalam membentuk daya
dukung (carrying capacity), daya tampung (biocapacity),
dan daya lenting (resilience) pada ekosistem. Oleh karena
itu sumberdaya airtanah harus senantiasa diupayakan agar
dapat menjadi komponen lingkungan yang memiliki
kemampuan dalam menyerap zat, energi ataupun
komponen lain yang masuk di dalamnya, sampai unsur-
unsur tersebut tidak akan memberikan dampak lagi
terhadap seluruh komponen di dalam ekosistem.
Kemampuan air tanah untuk menetralisir zat kontaminan
atau polutan yang masuk ke dalam badan air tanah, sangat
ditentukan baik oleh kuantitas air tanah, maupun oleh
kualitas air tanah tersebut.
6. Mencegahbanjir airdan kekeringan;Dengan adanya
konservasi sumberdaya air tanah, yang dikelola secara arif
dan efisien,akan dapat mengurangi aliran limpasan hujan,
sehingga dapat mencegah banjir atau minimal dapat
mengurangi volume banjir , karena sebagian besar air
hujan akan meresap ke dalam tanah. Selain itu konservasi
air tanah yang baik, juga dapat mengurangi bencana
kekeringan, dimana sumberdaya air tanah dapat
memenuhi kebutuhan pada saat kemarau, sebagai dampak
positif dari air tanah yangtidak digunakan secara
berlebihan.
7. Mencegah erosi tanahdan sedimentasi ; Sejalan dengan
tercegahnya banjir, di area pengimbuhan (rechange area)
yang dikonservasi, proses erosi akan menurun, yang
dengan sendirinya akan mengurangi sedimen dalam aliran
air permukaan. Sebagaimana diketahui bahwa ekosistem
air permukaan banyak yang rusak akibat sedimen yang
tinggi, karena sedimentasi dapat menyebabkan rusak
282|Pengelolaan Air Tanah
bahkan hilangnya ekosistem danau, ekosistem sungai,
maupun ekosistem embung dan waduk.
Kelestarian dan keberlanjutan air tanah sebagai air bawah
permukaan, sangat mempengaruhi jalannya siklus hidrologi di
Bumi. Oleh karena itu sebagian besar ilmuwan berpendapat
bahwa perubahan iklim (climate change) dan gejala pemanasan
global (global warming) yang terjadi secara iklim dalam dua
dasawarsa belakangan tidak terlepas dari kondisi air tanah di
Bumi. Menurut Timothy Richard Green (2016), bahwa proyeksi
terhadap perubahan global yang terjadi akhir-akhir ini, harus
mencakup sistem air tanah, karena air tanah terkait dengan
perubahan iklim terhadap ruang dan waktu. Akibat perubahan
global akan mempengaruhi aspek-aspek kunci dari proses
hidrologi bawah permukaan (air tanah, air zona vadose, dan
perairan akuifer yang tidak terkekang), dan interaksi permukaan
air tanah, serta kualitas air. Penelitian dan publikasi yang
membahas efek iklim yang diproyeksikan pada air bawah
permukaan, dewasa ini sedang dikaji oleh para peneliti. Akan
tetapi dukungan kemajuan teknologi, wawasan dan pemahaman
baru, masih dibutuhkan terutama yang terkait dengan sistem
terestrial-bawah permukaan, interaksi proses biofisik, dan
masukan untuk proses atmosfir. Yang jelas bahwa sumber daya
air tanah perlu diperhitungkan dalam konteks pengayaan CO 2 di
atmosfer, tren pemanasan, dan perubahan intensitas dan
frekuensi yang terkait pada periode basah dan kering, walaupun
proyeksi di ruang angkasa dan pengaruh waktu masih tidak pasti.
Potensi umpan balik air tanah pada sistem iklim global sebagian
besar tidak diketahui sampai saat ini, dan mungkin pengaruhnya
lebih kuat dari pada yang diperkirakan.[]

Pengelolaan Air Tanah| 283


DAFTAR PUSTAKA

A. G. Brown. 1995. “Geomorphology and Groundwater”. Wiley.

Achmad, Rukaesih. 2004. “Kimia Lingkungan”. Penerbit Andi Offset,


Yogyakarta.

Adie Erar Yusuf. 2015. “Landasan Etika dan Moral”.


https://teknologikinerja.wordpress.com/2015/11/19/landasan
-etika-dan-moral/. Diunduh tanggal 20 April 2017.

Agus Riyadi. 2012. “Pengelolaan Air dan Sumber Air yang Terpadu dan
Berkelanjutan”. 2 Juli 2012. https://uwityangyoyo.wordpress.
com/2012/07/02/pengelolaan-sumber-daya-air-yang-terpadu-
dan-berkelanjutan/ diunduh tanggal 28 Desember 2017.

Allen F. Moench, Stephen P. Garabedian, and Denis R. LeBlanc. 2001.


“Estimation of Hydraulic Parameters from an Unconfined
Aquifer Test Conducted in a Glacial Outwash Deposit, Cape
Cod, Massachusetts”. Professional Paper 1629. Availability of
Publications of the U.S. Geological Survey (USGS).

Amah E., Anam G. (2016). “Determination of Aquifer Hydraulic


Parameters from Pumping Test Data Analysis: A Case Study of
Akpabuyo Coastal Plain Sand Aquifers, Cross River State, S-E
Nigeria”. IOSR Journal of Applied Geology and Geophysics
(IOSR-JAGG) e-ISSN: 2321–0990, p-ISSN: 2321–0982.Volume 4,
Issue 1 Ver. I (Jan. - Feb. 2016).

Anthony J Jakeman, Olivier Barreteau, Randall J Hunt, Jean-Daniel


Rinaudo, Andrew Ross, 2016. “Integrated Groundwater
Management: Concepts, Approaches and Challenges”, Springer
Open,1st edition, 2016.

Arizona Department of Water Resources, 2006. “Overview of Arizona


Groundwater Management Code). Securing Arizona’s Water
Future.

284|Pengelolaan Air Tanah


Arya Pratapa Priyahita, Trian Maulana, Robert J. Kodoatie, Hary Budieny.
2015. “Disain Bendung Kaligending Pada Daerah Non-CAT”.
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015,
Halaman 200 –211 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/
index.php/jkts.

Asdak, Chay. 2004. “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Bambang Triatmodjo. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset


Basuki hadimuljono, Dr. Ir. MSc., Makalah “Menuju Pengelolaan
Sumberdaya Air Terpadu Dalam Rangka Implementasi Undang-
undang Sumberdaya Air”, Semarang, 2005

Bouwer Herman, 2002.Artificial recharge of groundwater : hydrogeology


and engineering. Hydrogeology Journal, (2002) 10:121–142.

C.P. Kumar. 2010. “Aquifer Parameter Estimation”. National Institute of


Hydrology Roorkee – India.

California Department of Water Resources, 2015. “Sustainable


Groundwater Management Program : Draft Strategic Plan”,
March 9 2015.

California Department of Water Resources, 2017. “Sustainable


Management Criteria - Best Management Practice”,
Sustainable Groundwater Management Program, November
2017.

California Water Foundation (WCF), 2014a. “The California Water


Foundation presents their proposal”. Sustainable Groundwater
Management Workshop, Part 1 of 3: May 28,
2014MavenLegislative Hearings

California Water Foundation (WCF), 2014b. “Recommendations for


Sustainable Groundwater Management: Developed Through a
Stakeholder Dialogue, May 2014

Chandrakanth M.G., Raveesha S., Verghese S., Thamanadevi G.L., Seema


H.M., Priyanka C.N., Manjunatha A.V., Patil Vikram, Poornima

Pengelolaan Air Tanah| 285


K.N., Rashmi N., Varuni C.N., Chaitra B.S. 2012. Groundwater
conservation and management in India: Application of IoS and
Wade frameworks. Department of Agricultural Economics,
University of Agricultural Sciences, Bangalore, India. 2012.

Cherkauer D.S., Ansari S.A., 2005. Estimating Groundwater Rechange


from Topography, Hydrogeology, and Land Cover, Groundwater
Journal, Vol.43 No.1, January-February 2005, 102-112.

Danaryanto H., Djaendi, Hamandi D. 2005. Air Tanah di Indonesia dan


Pengelolaannya. Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan
Pertambangan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya
Mineral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta,
2005.

Danaryanto H., Djaendi, Hamandi D., Mudiana W., Budiyanto. 2007.


Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan Air Tanah. Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral. Badan Geologi, Pusat
Lingkungan Geologi. Bandung, 2007. ISBN 978-979-17206-18.

Darwis, Muhammad Ardi, Lahming, and Muhammad Arsyad. 2017.


“Extension about the Groundwater Conservation and Its Influence
on Farmers Knowledge and Attitude in Takalar Regency”.
International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-
IJENS Vol: 17 No: 05. 171305-4848-IJCEE-IJENS © October 2017
IJENS.

Darwis, Nanda R., Ardi M., Lahming, Arsyad M. 2015. Shallow


Groundwater Conservation Based Empowerment and its
InfluenceFactors by Groundwater User Farmers in Takalar
Regency.Hydrology Current Research; Vol.6-Issue.1,1000187. ISSN:
2157-7587 HYCR, http://dx.doi.org/10.4172/2157-7587.1000187.

Darwis,Nanda R., Idhan A. 2012. PemodelanFormasiSumurResapanuntuk


Recovery Air Tanah dan Pencegahan Intrusi Air Laut ke Lapisan
Tanah pada Lahan Pertanian di Kabupaten Takalar, Laporan Hasil
Penelitian Hibah Bersaing Depdikbud, Desember 2012.

Darwis,Nanda R., Idhan A. 2014. Groundwater Level and Salinity


Degradation in Farm Land throughGroundwater Pumping

286|Pengelolaan Air Tanah


Irrigation System in Coastal Area of TakalarRegency.Modern
Applied Science; Vol. 8, No. 4; 2014.Published by Canadian Center
of Science and Education.

Darwis. 2016. “Konservasi Air Tanah Dangkal Berbasis Pemberdayaan


Petani Pemakai Air Tanah : Studi kasus di Kabupaten Takalar)”.
Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar.

Darwis. 2017. “Capillary Shock Phenomenon of Groundwater at The


Beginning of Rainy Season”. International Journal and Advanced
Science, Engineering and Information Technology. Dec. 2017

Energy Efficiency & Renewable Energy (EERE). “Groundwater Basin”.


http://www.expertglossary.com/renewable-energy/definition/
groundwater-basin. Diunduh tanggal 25 Agustus 2017.

Environmental Engineering Dictionary (EED). 2016. “Groundwater


Basin”.
http://www.ecologydictionary.org/GROUND_WATER_BASIN.
Diunduh tanggal 25 Agustus 2017.

Erna Witoelar. 2000). “Strategi Pengelolaan Sumberdaya Air yang


Berkeadilan”. Pidato Menteri PU pada hari air sedunia.

Fathurrohman Muhammad. 2013. Definisi Konservasi Lingkungan,


(https://muhfathurrohman.wordpress.com/2013/01/23/definisi-
konservasi-lingkungan, diaksestanggal06Maret 2016)

Fatma Aksever, Ayşen Davraz, Remzi Karaguzel,. 2015. “Groundwater


balance estimation and sustainability in the Sandıklı Basin
(Afyonkarahisar/Turkey)”. Journal of Earth System Science,
June 2015, Volume 124, Issue 4, pp 783–798.

Food and Agriculture Organization (FAO), 2013. “Groundwater


Management : The Search Practical Approaches”. Water
Report – 25.

Pengelolaan Air Tanah| 287


Frances Gies dan Joseph Gies, 1995. Cathedral, Forge, and Waterwheel
diterjemahkan "Technology and Invention in the Middle Ages".
Harper Perennial, 1995.
Friend, Sandra (2002). Sinkholes. Pineapple Press Inc. p. 11. ISBN 1-
56164-258-4. Retrieved 7 June 2010.

Glossary of Environmental Terms (GET). 2016. “Groundwater Basin” by


Arizona Department of Environmental Quality.

Glossary of Meteorological Terms (GMT). 2015. “Groundwater Basin” by


American Meteorological Society.

Glossary of River Terminology (GRT). 2016. “Groundwater Basin”by


Texas Parks and Wildlife Department.

Glossary of Stream Restoration Terms (GSRT). 2000. “Groundwater


Basin”. by Ecosystem Management and Restoration Research
Program.

Government of Uttar Pradesh., 2017, “Groundwater Management


Program”. Ground Water Department, U.P., India All rights
reserved.

Greenfacts. 2016. “Glossery : Biocapacity”. https://www.greenfacts.org/


glossary/abc/biocapacity.htm. Diunduh 20 Desember 2017.

Gregory Schnaar, John J. Dodge, and Stephen J. Cullen., 2016.


“Comprehensive Groundwater Balance Development to
Characterize Selenium Loading to Surface Water Channels in
Orange County, California”. Journal of Contemporary Water
Research & Education, Issue 159, page 5-23, December 2016.

Groundwater Foundation. 2017. “Groundwater Contamination”. © The


Groundwater Foundation 2017.

Gunarso, Petrus,YassirIshak. 2010. Restorasi Bentang Alam Solusiuntuk


Mengurangi Ego Sektoral, ProsidingWorkshop Nasional:
PeranRestorasiBentangAlamdalamPerencanaan Tata Ruang.
Tropenbos International Indonesia Programme. Badan Litbang
Kehutanan dan Universitas Brawijaya Malang, 2010.

288|Pengelolaan Air Tanah


H. P. Patra, Shyamal Kumar Adhikari, Subrata Kunar. 2016. “Aquifer
Parameters, Pumping Test and the Yield”. Part of the Springer
Hydrogeology book series (SPRINGERHYDRO). Groundwater
Prospecting and Management pp 159-181. First Online: 30
June 2016.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta.

Hartoyo, 2010. Program Pengembangan Penyediaan Air Untuk


Menjamin Ketahanan Pangan Nasional. Seminar
Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air untuk
Ketahanan Pangan. Bogor: Kementerian Pekerjaan Umum.
Hendrayana, H., 1994, Pengantar Model Aliran Airtanah, FT UGM,
Yogyakarta.

Heru Hendrayana. 2003. “Pengelolaan Cekungan Air Bawah Tanah.


http://heruhendrayana.staff.ugm.ac.id/web/down/Pengelolaa
n%20Cekungan%20Airtanah%20(Heru%20Hendrayana).pdf

Heru Hendrayana. 2014. Pengelolaan Sumberdaya Air tanah. Jurusan


Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM.

Indian Wells Valley, 2013. “Working Group 2013/2014 Objectives Action


Plan” Indian Wells Valley Cooperative Groundwater
Management Group.

J. J. Jiao and C. Zheng. 1997. “The Different Characteristics of Aquifer


Parameters and Their Implications on Pumping-Test Analysis”.
Vol. 35, No. I-GROUND WATER-January-February 1997.

Jacobus Samidjo. 2015. “Pengelolaan Air dan Sumber Air Terpadu yang
Berkelanjutan”. Majalah Imliah Pawiyatan, Edisi Khusus Vol.
XXII No.2, Juli 2015.

Joanna R. Bernhardt and Heather M. Leslie. 2013. “Resilience to Climate


Change in Coastal Marine Ecosystems”. Annual Review of
Marine Science. Vol. 5:371-392 (Volume publication date
January 2013).

Pengelolaan Air Tanah| 289


K Riemann, N Chimboza, and M Fubesi (2012), “A proposed groundwater
management framework for municipalities in South Africa”.
Water SA, Volume : 38 Number : 3, Pretoria, January 2012.
Kadri, T., 2003. Partisipasi masyarakat dalam mewujudkan suplai Air
bersih di perkotaan. Makalah Pengantar Falsafah Sains,
Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor, tidak
diterbitkan.

KementerianLingkunganHidup. (2009). Status LingkunganHidup


Indonesia 2008. Jakarta: KementerianLingkunganHidup.

Kementerian PPN/Bappenas. (2003). Infrastruktur Indonesia. Jakarta:


Kementerian PPN/Bappenas.

Kementerian PPN/Bappenas. (2009). Evaluasi 4 TahunPelaksanaan


RPJMN 2004 ‐ 2009. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas,.

Keputusan Presiden RI. No. 26 Tahun 2011, tentang Penetapan


Cekungan Air Tanah. Sekretariat Kabinet RI, Deputi Bidang
Perekonomian.

Kernerman Webster's College Dictionary, ““Hydrologic Cycle” © 2010 K


Dictionaries Ltd. by Random House, Inc.

Kodoatie, Robert J., dan Sjarief Roestam. 2010. Tata Ruang Air Edisi
Revisi. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Kodoatie, Robert J., Sjarief Roestam. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Kumar C.P. 2005. “Groundwater Balance”. In book: Water Encyclopedia.


July 2005, DOI - 10.1002/047147844X.gw1518.

Kumar C.P., 2010. Estimation of Groundwater Rechange using Soil


Moisture Balance Approach. Scientist ‘El’, National Institute of
Hydrology, Roorkee – India.

Kurdi. S. Z., dkk., 2000, Tipologi Bangunan Dan Kawasan Akibat


Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut Di Kota Pantai – Semarang, [
Online, accesed 9 Desember 2007].

290|Pengelolaan Air Tanah


Lance H. Gunderson. 2000. “Ecological Resilience – In Theory and
Application”. Annual Review of Ecology and Systematics.
2000. Vol. 31:425-439 (Volume publication date November
2000)

Lev S. Kuchment. 2012. “The Hydrological Cycle and Human Impact on


it”. ©Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS).

Llamas M.R.& Santos P.M. 2005. Intensive Groundwater Use : Silent


Revolution &Potential Source of Social Conflicts. Journal of Water
Resources Planning &Management, ASCE, Sept./Oct. 2005.

Lubis, R.F., 2006 , Bagaimana MenentukanDaerah Resapan Air Tanah, [


Online, accesed 7 Desember 2007]. URL:http://
io.ppi.jepang.org/download.php?file=files/inovasi_Vol.6_XVIII_
Maret_2006_page_78.pdf.

M. King Hubbert. 1940. “The Theory of Ground-Water Motion”. The


Journal of Geology . Vol. 48, No. 8, Part 1 (Nov. - Dec., 1940),
pp. 785-944

Mandel & Shiftan, 1981, “Groundwater Resources: Investigation and


Development”, Academic Press.

Matekohy. K., dkk., 2007. Reklamasi Pantai Kota Semarang Kaitannya


Dengan Banjir Rob Ditijau dari Aspek Litologis, Geologis, serta
Hidrologis, Universitas Gajahmada.

Michael E. Campana, 2007. “A Primer on Groundwater Management”.


Sustainable Management of Groundwater in Mexico:
Proceedings of a Workshop.

Minessotta Department of Natural Resources. 2013. “Draft Strategic


Plan for DNR’s Groundwater Management Program”. October
2013.

Mohammad SholichinIr. MT., Ph.D. 2015. “CAT (Cekungan Air Tanah) &
Bukan CAT ( Non-CAT). water.lecture.ub.ac.id/files/2015/
04/3.CAT-CEKUNGAN-AIRTANAH1.pptx.

Pengelolaan Air Tanah| 291


Mojave Water Agency (MWA). “Groundwater Basins”.
http://www.mojavewater.org/groundwater-basins.html.
Diunduh tanggal 26 Agustus 2017.

Morice, C. P., Kennedy, J. J., Rayner, N. A.&Jones, P.D. 2012.


“Quantifying uncertainties in global and regional temperature
change using an ensemble of observational estimates”. The
HadCRUT4 dataset. J. Geophys. Res.117, D08101 (2012).

N. C. Mondal, A. Bhuvaneswari Devi, P. Anand Raj, S. Ahmed and K. V.


Jayakumar. 2016. “Estimation of aquifer parameters from
surfacial resistivity measurement in a granitic area in Tamil
Nadu”. Current Science, Vol. 111, No. 3, 10 August 2016.

P. Sikandar, and E. W. Christen. 2012. “Geoelectrical Sounding for the


Estimation of Hydraulic Conductivity of Alluvial
Aquifers”.Water Resources Management, March 2012, Volume
26, Issue 5, pp 1201–1215.

Palmer, Arthur N. (1 January 1991). "Origin and morphology of


limestone caves". Geological Society of America Bulletin. 103
(1): 1–21. ISSN 0016-7606

Patel Pratima and Desai. 2012. Artificial Ground Water Rechange Field
Study : Site Characterization and Test Result. International Journal
of Advanced Engineering Technology (IJAET)/Vol.I/ Issue II/July-
Sept.,2010/150-164.

Peili Wu,Nikolaos Christidis, and Peter Stott. 2013. “Anthropogenic


impact on Earth’s hydrological cycle”. Nature Climate Change
3, 807–810 (2013). Published online 02 July 2013.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 02 Tahun 2017, tentang Cekungan Air


Tanah Di Indonesia. Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 No. 56.

Peraturan Pemerintah No. 121 Tahun 2015, tentang Pengusahaan


Sumber Daya Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

292|Pengelolaan Air Tanah


2015 No. 344, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 5801.
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982, tentang Tata Pengaturan Air.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 37,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3225.

Prof. Deny Juanda Puradimaja. 2015. “Akuifer dan Berbagai Parameter


Hidroliknya” Couse note for ITB student.

Putranto. T. T., 2000, “Zona Proteksi Airtanah”, Referat, Universitas


Gajahmada.

R. Allan Freeze, John A. Cherry. 1979. “Groundwater”. Prentice-Hall. Inc.


Englewood Cliffs, New Jersey 07632.

Reinette Biggs, Maja Schlüter, Duan Biggs, Erin L. Bohensky, Shauna


BurnSilver, Georgina Cundill, Vasilis Dakos, Tim M. Daw,Louisa
S. Evans, Karen Kotschy, Anne M. Leitch,Chanda Meek, Allyson
Quinlan,Ciara Raudsepp-Hearne,Martin D. Robards, Michael L.
Schoon, Lisen Schultz, and Paul C. West. 2012. “Toward
Principles for Enhancing the Resilience of Ecosystem Services”.
Annual Review of Environment and Resources. Vol. 37:421-
448 (Volume publication date November 2012)

Robert J. Kodoatie dan Syarief. 2010. “Tata Ruang Air Tanah”. Penerbit
ANDI OFFSET, Yogyakarta, 2010.

Robert J. Kodoatie dkk., 2002, Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam


Otonomi Daerah, Andi, Yogyakarta.

Robert J. Kodoatie. 1996, Pengantar Hidrogeologi, Andi, Yogyakarta.

Sam Boggs. 1987. “Principles Of Sedimentology And Stratigraphy”.

Samekto Chandra,Winata EwinSofian, 2016. PotensiSumberDaya Air di


Indonesia,
https://www.researchgate.net/publication/265151944.

Pengelolaan Air Tanah| 293


Satrio Hadipurwo., 2006. “ Konservasi Air Tanah, Direktorat Pembinaan
Pengusahaan Panas Bumi Dan Pengelolaan AirTanah”, Makalah
Seminar Bandung, 2006
Scanlon B.R., Healy R.W., Cook P.G. 2002. Choosing appropriate
techniques for quantifying groundwater recharge. Hydrogeology
Journal 2002, 10:18–39

Schouten, M., 2006. Integrated Water Resources Management.


Unpublish lectures note. Delft: UNESCO‐IHE Institute for Water
Education.

Sharda V.N., Kurothe R.S., Sena D.R., Pande V.C., Tiwari S.P.2006.
Estimation of groundwater recharge from water storage
structures in a semi arid climate of India, Journal of Hydrology
(2006) 329,224, 243.

Shodhganga, 2014. “Groundwater Balance”. http://shodhganga.


inflibnet.ac.in/bitstream/10603/20825/14/14 chapter 6.pdf.

Siebert S., Burke J., Faures J.M., Frenken K., Hoogeveen J., D’oll P.,
Portmann T. 2010. Groundwater use for irrigation – a global
inventory. Hydrol.Earth Syst. Sci., 14, 1863–1880, 2010.

Soemarto, 1987. “Hirologi Teknik”, Edisi – 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Soewarno. 1995. “Hidrologi Untuk Teknik”. Penerbit Nova, Bandung.

Sophocleous M. 2010. Groundwater Rechange. Groundwater Journal


Volume 1. 2010, University of Kansas Lawrence USA.

Sosrodarsono, S dan Kensaku Takeda. 1983. “Hidrologi Untuk


Pengairan”. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Spanevello, M. D. 2001. “The phylogeny of prokaryotes associated with


Australia's Great Artesian Basin” Ph.D. Desertation in Griffith
University. Retrieved 20 September 2014.

Sri Harto Br. 1993. “Analisis Hidrologi”. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

294|Pengelolaan Air Tanah


Subarkah, Iman. 1980. “Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air”.
Penerbit Idea Dharma, Bandung.

Suharyadi, 1984, Diktat Kuliah Geohidrologi, Jurusan Teknik Geologi, FT


UGM, Yogyakarta.

Suripin, 2004., Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi,


Yogyakarta.

Taheri A. and Zare M. 2011. Groundwater artificial recharge assessment


in Kangavar Basin, a semi-arid region in the western part of Iran,
African Journal of Agricultural Research. Vol.6(17), pp.4370-4384,
12 Sept 2011.

Tahir A. G., Garba I., And Girie M. B. 2014. “Subsurface Lithology and
Aquifer Zones Using Vertical Electrical Sounding Method in
Kano Metropolis, Northwestern Nigeria”. IOSR Journal of
Applied Geology and Geophysics (IOSR-JAGG) e-ISSN: 2321–
0990, p-ISSN: 2321–0982.Volume 2, Issue 6 Ver. II (Nov-Dec.
2014), PP 46-51.

The American Heritage. 2002. “Hydrologic Cycle in Science”. Science


Dictionary Copyright © 2002. Published by Houghton Mifflin.

Thomas Triadi Putranto & Kristi Indra Kusuma. 2009. “Permasalahan Air
Tanah Pada Daerah Urban. TEKNIK – Vol. 30 No. 1 Tahun 2009,
ISSN 0852-1697.

Timothy M. Kresse, Drew A. Westerman, and Rheannon M. Hart . 2015.


“Lithology, hydrologic characteristics, and water quality of the
Arkansas River Valley alluvial aquifer in the vicinity of Van
Buren, Arkansas”. Scientific Investigations Report 2015-5044.
Number Series of Publications of the U.S. Geological Survey
(USGS)

Todd, D.K. 1980. “Groundwater Hydrology”. Second Edition, Wiley, New


York.

Pengelolaan Air Tanah| 295


Totin et al. 2008. Groundwater Rechange Mechanisms and Water
Management in the Coastal Sedimentary Basin of Basin. Journal of
Groundwater & Climate in Africa. Kampala, Uganda. June 2008.

Trenberth, K. E., Fasullo, J. T.&Kiehl, J. 2009. “Earth’s global energy


budget”. Bull. Am. Meteorol. Soc.90, 311–323 (2009).

U.S. Geological Survey (USGS), 2015. “Groundwater Management


Program”. Savannah River Site (SRS), Environmental Report for
2015, (SRNS-RP-2016-00089).

Vincent, Jean-Baptiste; et al. (2 July 2015). "Large heterogeneities in


comet 67P as revealed by active pits from sinkhole collapse".
Nature. 523: 63–66. Bibcode: 2015 Natur. 523-63V.
PMID 26135448. doi:10.1038/nature14564. Retrieved 2 July
2015.

Wang B., et al. 2008. Estimating groundwater recharge in Hebei Plain,


China under varying land use practices using tritium and bromide
tracers, Journal of Hydrology. 2008.

Weight & Sonderegger, 2007, “Manual of Applied Field Hydrogeology”,


McGraw-Hill online books.

Wise GEEK. 2017. “What is a Groundwater Basin?”


http://www.wisegeek.com/what-is-a-groundwater-basin.htm.
Diunduh tanggal 30 Agustus 2017.

Yudipramana, (2011). Pembangunan Berkelanjutan dan


Masalah.http://yudipramana.blogspot.
com/2009/04/pembangunan-berkelanjutan-dan-masalah.html.
6 April 2011.

Yue, Dongxia; Guo, Jianjun; Hui, Cang (2013). "Scale dependency of


biocapacity and the fallacy of unsustainable development".
Journal of Environmental Management. 126: 13–19.

------------, 1945. Undang-Undang Dasar RI 1945.

296|Pengelolaan Air Tanah


------------, 1960 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Pokok-pokok Agraria (UUPA).

------------, 1974. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang


Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3046).

------------, 2004. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber


Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377).

------------, 2008. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air


Tanah.

------------, 2010. “Underground water factsheets: Great Artesian Basin".


Department of Environment and Resource Management.
Retrieved 30 September 2010.

------------, 2015. Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No. 85/PUU-


XII/2013 tertanggal 18 Februari 2015, tentang Pembatalan UU
No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

------------, 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121


Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air.

------------, 2015. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013


tertanggal 18 Februari 2015, Mengenai Pernyataan bahwa
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4377) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

------------, 2017. "Great Artesian Basin". Water. Geoscience Australia.


Retrieved 19 March 2017.

Pengelolaan Air Tanah| 297


------------, 2017. “Air Jakarta Terkontaminasi Mikroplastik, Apa Dampak
Bagi Tubuh?”. Tempo.com. Disiarkan pada tanggal 6
september 2017.

------------. “Siklus karbon” Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia


bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_ karbon.
------------. “Siklus nitrogen” Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_
nitrogen.

------------. 12 Desember 2015. “Proses Terjadinya Siklus Oksigen”.


https://www.academia.edu/4405370/. Diunduh tanggal 20
Agustus 2017.

------------. 2012. “Daur Sulfur/Belerang (S)”. http://biosmadaj.


blogspot.co.id/2012/04/daur-sulfurbelerang-s.html. Diunduh
tanggal 20 Agustus 2017.

QuevauvillerPhilippe, Batelaan Okke, and Randall J. Hunt. 2016.


“Groundwater Regulation and IntegratedWater Planning”. A.J.
Jakeman et al. (eds.),Integrated Groundwater
Management,DOI 10.1007/978-3-319-23576-9_8.

Timothy Richard Green. 2016. “Linking Climate Change and


Groundwater”. A.J. Jakeman et al. (eds.), Integrated Ground-
water Management, DOI 10.1007/978-3-319-23576-9_5.

298|Pengelolaan Air Tanah


INDEX

Adveksi
Air fosil
Air juvenil
Air konat
Air lindi
Air meteorit
Akuifer aluvial
Akuifer artesis
Akuifer bebas
Akuifer terangkat
Akuifer tertekan
Alluvial
Amblesan tanah
Anisotropik
Artesis
Atmosfer

Batuan beku
Batuan metamorf
Batuan sedimen
Batuan vulkanik
Bioremediasi
Biosfer

Cekungan air tanah

Daya dukung lingkungan


Daya lenting lingkungan
Daya tampung lingkungan
Degradasi air tanah
Deplesi
Desalinisasi
Dilluvial
Dischange area

Pengelolaan Air Tanah| 299


Ekologi
Ekologis
Ekosistem
Embung
Evaporasi
Evapotranspirasi

Fauna
Flora

Geografi
Geomorpologi
Geosfer

Hidrodinamik
Hidrogeofisik
Hidrogeologi
Hidrologis
Hidrosfer

Infiltrasi
Intensifikasi
Intersepsi
Intrusi
Isotropik

Kapasitas adaptif
Keanekaragaman hayati
Keragaman hayati
Komplementer
Kondensasi
Konservasi
Kontaminan
Kontaminasi

Landasan etik

300|Pengelolaan Air Tanah


Landasan filosofis
Landasan sosiologis
Landasan yuridis
Limpasan
Litologi

Neraca air

Pemanasan global
Pengelolaan terpadu dan berkelanjutan
Pengimbuhan buatan
Perkolasi
Perubahan iklim
Polusi
Polutan
Presipitasi
Privatisasi

Reboisasi
Rechange area
Remediasi
Resolusi

Salinisasi
Salinitas
Sanitasi
Sedimentasi
Siklus biogeokimia
Siklus fosfor
Siklus hidrologi
Siklus karbon
Siklus nitrogen
Siklus oksigen
Siklus sulfur
Sinkhole
Stratigrafi

Pengelolaan Air Tanah| 301


Sublimasi
Sustainabilitas

Teresterial
Trasnpirasi

Urbanisasi

Waduk

302|Pengelolaan Air Tanah


GLOSERIUM

AB = Assambly Bill
ABT = Air Bawah Tanah
ACC = Administrative Coordinating Committee.
ACWA = Association of California Water Agencies
ADWR = ArizonaDepartment of Water Resources
AGMC = Arizona Groundwater Management Code
AGMC = Arizona's Groundwater Management Code
AMDAL = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
AMDK = Air MinumDalamKemasan
AS = Amerika Serikat
B3 = Bahan Beracun Berbahaya
BDD = Borehole Drilled Depth
BUMD = Badan Usaha Milik Daerah
BUMN = Badan Usaha Milik Negara
CAS = Complex Adaptive System
CAT = Cekungan Air Tanah
CBIP = Central Board of Irrigation and Power
CDWR = California Department of Water Resources
CWF = California Water Foundation
DAS = Daerah Aliran Sungai
DEHP = 2-ethyl hexyl phthalate
DHL = DayaHantarListrik
DPR RI = Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DWR = Department of Water Resources
EC = Electric Conductance
EERE = Energy Efficiency & Renewable Energy
ERT = Electrical Resistivity Techniques
ESDM = Energi dan Sumber Daya Mineral

Pengelolaan Air Tanah| 303


FAO = Food and Agriculture Organization.
GAB = Great Artesian Basin
GABCC = The Great Artesian Basin Coordinating Committee
GDP = Gross Domestic Product
GIC = Groundwater Information Center
GIS = Geographic Information Systems
GSA = Groundwater Sustainability Agencies
GSP = Groundwater Sustainable Plan
GWP = Global Water Partnership
GWP = Global Water Partnership
HRTW = Human Right to Water
IGM = Integrated Groundwater Management
IQ = Intelligence Quotient
IUCN = International Union for Conservation of Nature
IWRM = Integrated Water Resources Management
MCK = Mandi Cuci Kakus
MCM = Million Cubic Meter
MK = Mahkamah Konstitusi
MWA = Mojave Water Agency
MWB = Meteorological Water Budget
NKRI = Negara Kesatuan Republik Indonesia
PAAI = PerhimpunanAhliAirtanah Indonesia
PBB = Perserikatan Bangsa Bangsa
PDAM = Perusahaan Daerah Air Minum
Perda = Peraturan Daerah
Permen = Peraturan Menteri
Perpres = Peraturan Presiden
PLTA = Pembangkit Listrik Tenaga Air
PP = Peraturan Pemerintah
PWL = Pumping Water Level
Q.S. = Al Qur’an Surah
RBMP = River Basin Management Planning
304|Pengelolaan Air Tanah
RI = Republik Indonesia
RUU SDA = Rancangan Undang Undang Sumber Daya Air
SB = Senate Bill
SES = Social Ecology System
SGMA = Sustainable Groundwater Management Act
SPAM = SistemPenyediaan Air Minum
SWL = Static Water Level
TDS = Total Disolve Solid
TTHM = Total Trihalomethanes
UN = United Nation
UPT = Unit PengelolaTeknis
UPTD = Unit PengelolaTeknis Daerah
USA = United Nation of America
USGS = United State of Geological Survey
UU = Undang Undang
UUD = Undang Undang Dasar
UUPA = Undang-Undang Pokok Agraria
VES = Vertical Electrical Sounding
WCS = Wildlife Conservation Society
WHO = World Health Organization
WS = Wilayah Sungai
WTF = Water Table Fluctuation

Pengelolaan Air Tanah| 305

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai