Anda di halaman 1dari 6

PROPOSAL

GAMBARAN PRILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)


PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2019

Disusun Oleh :
Moh Kala Cipta Pertala (0101150017)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES RESPATI TASIKMALAYA
TAHUN 2019
I. LATAR BELAKANG

Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah orang yang mencari nafkah dengan cara menjual
diri (KBBI daring, 2018). Keberadaan PSK tidak hanya menimbulkan dampak negatif
terhadap keamanan ketertiban lingkungan masyarakat, pendidikan, jugaberdampak kepada
kesehatan. PSK beresiko tertular dan juga menularkan berbagai Penyakit Menular Seksual
(PMS) atau juga Infeksi Menular Seksual (IMS). Sesorang yang terkena IMS dapat
meningkatkan risiko terinfeki HIV, sehingga seseorang yang sudah terkena IMS akan lebih
mudah tertular HIV (Kementrian kesehatan, 2015).

Menurut WHO (2009),terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit)
yang dapat ditularkan melalui aktifitas hubungan seksual. Secara epidemiologi penyakit ini
tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia
Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean.

Di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki-
laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan
konribusi yang besar yaitu umur 15-24 tahun. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan
25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi yang besar
yaitu 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya
menggambarkan 50%-80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika (Dokter Indonesia
Online, 2016). Berdasarkan WHO yang melakukan penelitian dibeberapa Negara
berkembang menunjukan sekitar 12% telah positif terkena IMS dan 27% positif HIV
(Mangando, 2014).

Berdasarkan laporan kasus HIV/AIDS dan IMS di Indonesia pada Triwulan IV tahun
2017 (Kemenkes RI, 2017), dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2017 jumlah infeksi
HIV yang dilaporkan sebanyak 14.640 orang. Persentase infeksi HIV dilaporkan pada
kelompok umur 25-49 tahun (69,2%), diikuti kelompok umur 20-24 (16,7%), dan kelompok
umur ≥ 50 tahun (7,6%). Rasio perempuan dengan laki-laki yaitu 2:1. Dari bulan oktober
sampai desember 2017 jumlah orang dengan AIDS sebanyak 4.725 orang. Persentase AIDS
tertinggi pada kelomok umur 30-39 tahun (35,2%), di ikuti kelompok umur 20-29 (29,5%)
dan kelompok umur 40-49 tahun (17,7%). Rasio permpuan denganlaki-laki yaitu 2:1. Kasus
Duh Uretra (DTU) di laporkan sebanyak 2.520 kasus, dan kasus luka pada kelamin/ Ulkus
Genital sebanyak 489 kasus. Jumlah kasus IMS dengan penegakan diagnose berdasarkan
pendekatan sindrom dan pemeriksaan laboratorium menurut kelompok risiko tertinggi dalah
wanita pekerja seks (8.918), pasangan resiko tinggi (6.579), LSL (4.237), Pelanggan pekerja
seks (1,275), waria (759), pengguna napza suntik (124), dan Pria Pekerja Seks (46).

Penderita HIV/ AIDS di kota Tasikmalaya dalam tiga tahun terakhir mengalami
fluktuatif. Tahun 2016 sebanyak 88 orang, kemudian turun menjadi 68 pada 2017 tercatat 68
orang, dan tahun 2018 penderita HIV/AIDS kembali naik hingga 99 orang. Saat ini jumlah
penderita AID/HIV yang berada di kota Tasikmalaya keseluruhan diperkirakan mencapai 500
orang(www.liputan6.com, diakses 16 April 2019). Jumlah PSK di Kota Tasikmalaya pada
tahun 2016 yang terdata di Badan Pusat Statistik adalah 67 orang, dan merupakan yang
tertinggi di Priangan Timur. Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Jawa Barat menyatakan
kasus Infeksi Menular Seksual (IMS)di Kota Tasikmalaya sangat tinggi. Sehingga di tahun
2014 kasus IMS menjadi tertinggi se-Priangan Timur. Menurut Pengelola Program KPA Jawa
Barat Landry Kusmono, penderita IMS di Kota Tasikmalaya cukup bervariasi. Namun,
penyumbang terbanyak berasal dari kalangan Lelaki Suka Lelaki (LSL) termasuk di dalamnya
waria dan gay. Selain itu, Ibu Rumah Tangga juga penderita terbanyak IMS, yang bisa jadi
ditularkan dari suami yang melakukan aktifitas hubungan seks dengan PSK
(www.republika.co.id, diakses 16 April 2019).

PSK merupakan kelompok yang berisiko menularkan IMS dan HIV/AIDS melalui
aktifitas berganti-ganti pasangan. Sehingga jika para PSK ini tidak memiliki pengetahuan,
sikap dan tindakan yang memadai untuk mengurangi risiko atas aktifitas yang dilakukannya
maka semakin banyak kasus PMS dan HIV AIDS yang ditularkan.

Aktifitas yang dilakukan penjaja seks komersil merupakan aktifitas terlarang dan
dianggap sebagaiperbuatan hina oleh segenap anggota masyarakat dan diharamkan oleh
norma sosial, undang-undang maupun agama. Meskipun demikian aktifitas ini masih tetap
ada dan bisa jadi diorganisir secara professional. Ketika aktifitas para Pekerja Seks Komersil
ini belum bisa dihilangkan maka salah satu upaya yang dilakukan adalah memperkecil
dampak negatif yang ditimbulkan.

PSK harus memiliki pengetahuan yang cukup terkait risiko kesehatan yang bisa timbul
serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan.
Peneliti tertarik untuk melihat pengetahuan, sikap, dan tindakan Pekerja Seks Komersial
(PSK) dalam mencegah Penyakit Menular Seksual di Kota Tasikmalayatahun 2019

II. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah pengetahuan, sikap, dan tindakan Pekerja Seks Komersial (PSK) dalam
mencegah Penyakit Menular Seksual di Kota Tasikmalayatahun 2019.

III. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum
Mengenalisis pengetahuan, sikap, dan tindakan Pekerja Seks Komersial (PSK) dalam
mencegah Penyakit Menular Seksual di Kota Tasikmalayatahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Karakteristik PSK di Kota Tasikmalaya yang meliputi umur dan lama
bekerja sebagai PSK
b. Mengetahuigambaran pengetahuan dan sumber informasi yang diperoleh PSK di
Kota Tasikmalaya dalam Penyakit Menular Seksual
c. Mengetahui sikap PSK di Kota Tasikmalaya terhadap Penyakit Menular Seksual
d. Mengetahui tindakan PSKdi Kota Tasikmalaya dalam mencegah Penyakit Menular
Seksual.

IV. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis
Peneliti dapat memberikan kontribusi dalam pemahaman kesehatan masyarakat
khususnya kesehatan reproduksi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Sosial Kota Tasikmalaya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam upaya pembinaan
kepada para PSK di Kota Tasikmalaya
b. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam mengembangkan
program pencegahan penyakit IMS dan HIV/AIDS khususnya pada PSK di Kota
Tasikmalaya
c. Bagi STIKes Respati Tasikmalaya
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk merancang kegiatan pengabdian
masyarakat ataupun penelitian terkait kesehatan reproduksi khusunya pada pekerja
seks komersial di Tasikmalaya.
d. Bagi peneliti
Diharap dapat mengetahui pengetahuan pekerja seks komersial aktif dalam upaya
pencegahan penularan penyakit menular seksual serta menambah wawasan dan
pengetahuan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

V. METODE PENELITIAN

1. Desain penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode
deskriptif
2. Waktu dan tempat pelaksanaan
a. Waktu
Penelitian di lakukan pada bulan Mei sampai bulan Juli tahun 2019
b. Tempat
Di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat
3. Populasi dan sampel
Populasi:
Seluruh Pekerja Seks Komersil yang terdapat di Wilayah Kota Tasikmalaya
Sampel:
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling, yaitu PSK yang
ditemui peneliti pada saat pengambilan data pada tanggal 16 Mei sampai 25 Juli di daerah
kota Tasikmalaya dari pukul 20.00-23.00 WIB.
4. Prosedur pengambilan data
a. Data primer dalam peneltiian ini berupa umur, lama bekerja, pengetahuan, sikap, dan
tindakan PSK. Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner yang
diwawancarakan.
b. Data sekunder yang di ambil adalah data berupa jumlah tersedia di Dinas Sosial Kota
Tasikmalaya.
5. Instrument penelitian
a. Kuisioner
b. Alat tulis
c. Kamera
d. Perekam suara
6. Analisis data
a. Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing
variable yang diteliti. Data ditampilkan dalam bentuk tabel

Anda mungkin juga menyukai