Studi Perencanaan Tanggul (Turap Beton Dan Urugan Tanah) Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Pada Sungai Bremi Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah
Studi Perencanaan Tanggul (Turap Beton Dan Urugan Tanah) Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Pada Sungai Bremi Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah
424-437
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
Muara hingga pertemuan Sungai Bremi dan Meduri sepanjang 1.564 Km,
dan dari pertemuan kedua Sungai tersebut ke arah hulu Sungai Bremi
sepanjang 3.412 Km. Desain penampang sungai menggunakan turap beton
dan urugan tanah bergantung dari lokasi ruas sungai yang ditinjau. Pada
studi ini, jenis bangunan yang digunakan untuk mengganti pintu air
exisiting yang tidak berfungsi adalah bendung karet. Bendung karet
didesain dengan kemampuan meloloskan debit sebesar 37.796 m3/dt.
Setelah melakukan desain, maka disimulasikan ulang untuk mengetahui
kapasitas tampungan Sungai Bremi yang sudah didesain. Hasil akhir dari
studi ini berupa besar debit banjir rancangan, desain & jenis penampang,
dimensi dari bendung karet, dan analisis stabilitas desain tanggul.
Kata kunci: Bendung Karet, Debit Banjir, Tanggul, Turap, Urugan Tanah
1. Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, dan berfungsi sebagai penampung,
penyimpan, dan pengalir air yang berasal dari hujan. Proses – proses fisik yang menentukan
sifat alamiah DAS adalah iklim, tanah, hidrologi dan hidraulik, tanah, topografi, vegetasi,
dan aktivitas manusia. Faktor – faktor tersebut juga dapat memberikan pengaruh kepada
volume, aliran air permukaan, dan debit air permukaan dalam suatu DAS. Hal itu
menyebabkan hidrograf dan debit puncak terpengaruh akibat dari bentuk – bentuk DAS
yang bermacam – macam [1].
Secara umum, jika sungai memiliki kondisi topografi yang cukup landai dan tertahan
oleh kondisi aliran ke muara kurang cukup dapat menyebabkan penggenangan. Fenomena
tersebut terjadi pada Sungai Bremi yang membentang hingga bertemu Sungai Meduri di
antara Desa Pabean, Desa Bandengan, dan Desa Mulyorejo di Kabupaten Pekalongan,
Provinsi Jawa Tengah. Sungai Bremi merupakan sungai yang berada di bawah otoritas
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana..
Dengan latar belakang di atas, maka diperlukan kajian sebagai usaha untuk
penanggulangan masalah – masalah yang terjadi. Dalam penanggulangan banjir, ada
berbagai macam konsep metode penanganan diantaranya, perbaikan dan pengaturan alur
sungai (normalisasi), penanggulangan banjir dengan tanggul, dan pemotongan atau
pengendalian debit banjir dengan kolam retensi (retarding basin). Dengan melihat kondisi
Sungai Bremi yang cukup padat penduduk, maka penanggulangan banjir yang cocok yaitu
berupa pembuatan tanggul sebagai upaya penanggulangan banjir.
425
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
wilayah ±836,13 Km2 terletak antara 6° - 7° 23’ LS dan antara 109° - 109° 78’ BT. Luas
masing – masing SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri sebesar 29,031 Km2 dan 26,991
Km2. Lokasi studi ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1: Lokasi studi SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri Kabupaten Pekalongan
426
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
427
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
dengan Metode PSA-007, dan menganalisis Hidrograf Satuan Sintentis dengan Metode
HSS Nakayasu, yang hasil akhirnya berupa Hidrograf Banjir Rancangan.
2.2.7 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Existing
Analisis tinggi muka air banjir existing dilakukan dengan bantuan aplikasi HEC-RAS
V.5.0.7. Hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memasukkan geometry data berdasarkan
data topografi, memasukkan unsteadyflow data yang memiliki berbagai batas kondisi
(boundary condition). Boundary conditon pada umumnya adalah upstream boundary
conditon dengan flow hydrograph yang merupakan output analisis debit banjir rancangan,
downstream boundary condition dengan stage hydrograph/rating curve/normal depth yang
mana merupakan data pasang surut atau data AWLR/kapasitas tampungan sungai/friction
slope. Pada studi ini menggunakan flow hydrograph sebagai batas kondisi hulu, dan stage
hydrograph sebagai batas kondisi hilir. Selain itu, karena memodelkan pintu air existing
dan juga adanya debit lateral dari daerah tangkapan (catchment area) sepanjang sungai
yang dimodelkan, digunakan boundary condition tambahan berupa T.S. (Time Series) Gate
Openings dan Lateral Flow Hydrograph.
2.2.8 Analisis Desain Penampang
Pada tahap ini, analisis dilakukan untuk mencari dan membandingkan besarnya
kapasitas tampungan existing dan desain. Pendekatan pada analisis ini dilakukan dengan
membagi sungai menjadi 4 ruas dan menganalisis hubungan antara ketinggian (H) dan
debit (Q) atau rating curve pada setiap ruas. Jenis penampang menyesuaikan kondisi lokasi
pada ruas masing – masing tersebut.
2.2.9 Analisis Dimensi Bendung Karet
Bendung karet merupakan salah satu dari bendung gerak horizontal yang mengatur
muka air dengan mengisi dan menyusutkan tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet
berisi udara atau air. Pengaturan udara maupun air melalui sistem pompa melalui pipa yang
berlokasikan dekat dengan bendung karet. [5] Dasar dari perencanaan bendung karet adalah
taraf muka air dapat dilayani atau diatur sesuai dengan yang direncanakan, dapat membuka
secara otomatis jika debit banjir melewati taraf yang ditentukan, dan dapat menguras air
asin yang terperangkap pada hulu bendung bagi bendung karet yang difungsikan untuk
menahan instrusi air asin [6].
2.2.10 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Desain
Pada tahap ini, memiliki kesamaan pada SubBag 2.2.7. Namun, pada tahap ini
geometry data diubah dengan desain yang sudah dilakukan pada SubBag 2.2.8 dan SubBag
2.2.9. Karena pintu air existing dirubah jenis bangunannya menjadi bendung karet, maka
boundary condition yang dapat mewakili jenis bangunan ini adalah Elevation Controlled
Gates yang memerlukan jenis data output dari pola operasi sistem otomatis bendung karet
yang direncanakan.
2.2.11 Analisis Turap Beton Diangker
Metode yang digunakan pada studi ini dalam menganalisis stabilitas turap diangker
adalah Metode Ujung Bebas. Anggapan – anggapan dalam analisis stabilitas turap diangker
dengan Metode Ujung Bebas adalah turap merupakan bahan yang sangat kaku
428
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
Setelah menguji konsistensi data dengan Uji Kurva Massa Ganda, maka data curah
hujan telah terkoreksi. Perlu dilakukan uji lainnya, berupa uji homogenitas dengan Uji F
yang pada tahap tersebut pada studi ini setiap stasiun hujan memiliki hasil homogen, dan
uji ketiadaan trend dengan Metode Spearman yang pada tahap tersebut pada studi ini setiap
stasiun hujan tidak menunjukkan adanya trend. Maka rekapitulasi curah hujan maksimum
seperti ditampilkan pada Tabel 1 tersebut dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
429
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
Perhitungan hujan rerata daerah dengan poligon thiessen menggunakan 3 stasiun hujan
dapat dilihat dalam Gambar 2. Kemudian didapatkan rasio untuk masing-masing wilayah.
Tabel 2: Perhitungan faktor rasio luas wilayah Poligon Thiessen
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, nilai faktor rasio luas wilayah pada masing –
masing stasiun akan dikalikan dengan curah hujan maksimum kemudian ditotal, maka
didapat Curah Hujan Rerata Daerah. Setelah itu nilai tersebut dapat digunakan untuk tahap
analisis selanjutnya.
3.3 Analisis Frekuensi Hujan Rancangan
Dalam distribusi Log Pearson III data curah hujan akan diubah menjadi nilai logaritma.
Kemudian nilai logaritma curah hujan akan dikumulatifkan, dihitung simpangan baku dan
kemencengan atau skewness (Cs). Nilai Cs digunakan untuk mendapatkan nilai K
berdasarkan nilai Faktor Frekuensi untuk Distribusi Log Pearson III Koefisien Asimetri.
Setelah itu nilai – nilai tersebut digunakan untuk menghitung hujan rancangan (X rancangan)
dan disajikan dalam Tabel 3.
430
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
Tabel 3: Hasil perhitungan curah hujan rancangan dengan Distribusi Log Pearson III
Jumlah
Kelas Batas Kelas Ef-Of (Ef-Of)2/Ef
Ef Of
1 0-67,842 4 3 1 0,25
2 67,842-87,241 4 4 0 0
3 87,241-110,514 4 5 -1 0,25
4 110,514-137,907 4 5 -1 0,25
5 137,907-~ 4 3 1 0,25
Jumlah 20 20 X2hitung 1
Nilai X2hitung adalah sebesar 1, maka akan diujikan dengan X2kritis dari tabel nilai kritis
untuk distribusi Chi Square yang diperbolehkan pada derajat kepercayaan 5% dan 1%.
- Pada derajat kepercayaan 5% X2kritis sebesar 5,991 (X2hitung < X2kritis)
- Pada derajat kepercayaan 1% X2kritis sebesar 9,210 (X2hitung < X2kritis)
Dari perbandingan tersebut, disimpulkan bahwa uji kesesuaian distribusi dengan analisa
frekuensi Log Pearson III pada uji Chi square dapat diterima.
431
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
175 Q5th
150
125 Q10th
100 Q25th
75 Q50th
50 Q100th
25
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Jam ke-
175
Q5th
150
125 Q10th
100 Q25th
75 Q50th
50 Q100th
25
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Jam ke-
Koefisien pengaliran yang didapat untuk SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri adalah
0,664 dan 0,677. Setelah dilakukan pendekatan hujan rancangan seperti Tabel 5, didapat
nilai koefisien pengaliran rerata masing-masing SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri kala
ulang 25 tahun sebesar 0,591 dan 0,598. Setelah menganalisis Ordinat Hidrograf Satuan
Sintetis Nakayasu, seperti Gambar 4 dan 5, kedua SubDAS memiliki karakteristik alfa (α)
bernilai 3 yang memiliki arti lengkuk awal naik cepat dan lengkung akhir turun lambat.
3.5 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Existing
Gambar 6: Potongan memanjang tinggi muka air banjir pemodelan sungai existing
432
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
Hasil dari pemodelan tinggi muka air banjir existing dengan Aplikasi HEC-RAS
V.5.0.7. didapatkan banyak tinggi muka air yang melebihi dari sempadan kanan atau ROB
(Right of Bank) dan sempadan kiri atau LOB (Left of Bank). Maka dari itu diperlukan
perubahan desain penampang dengan menambah tanggul dan normalisasi dasar sungai.
3.6. Analisis Desain Penampang
Inlet reservoir
-2.51
433
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
Setelah menganalisis desain dimensi dan pola operasi sistem otomatis, maka bendung
karet dapat dimodelkan pada HEC-RAS V.5.0.7 melalui Inline Structure dengan
pendekatan gate type berupa overflow open air.
3.8 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Desain
Gambar 9: Potongan memanjang tinggi muka air banjir pemodelan sungai desain 02:30
Gambar 10: Potongan memanjang tinggi muka air banjir pemodelan sungai desain 04:00
Gambar 9 menunjukkan jam 02:30 merupakan kondisi ketika bendung karet mulai
pengempisan. Sedangkan Gambar 10, pada jam 04:00 merupakan kondisi ketika puncak
debit banjir rancangan melewati sungai dan bendung karet sudah mengalami pengempisan
total. Didapat pada setiap jam, tidak ada muka air banjir yang melimpas.
3.9 Analisis Turap Beton Diangker
Gambar 11: Diagram tekanan yang bekerja pada turap: (a) air normal, (b) rapid drawdown
434
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
Berdasarkan analisis tersebut, kondisi yang paling ekstrim terjadi ketika kondisi rapid
drawdown dengan gempa. Dengan Mmaks yang bekerja sebesar 186,235 kN.m. Maka
kebutuhan profil turap digunakan beton dengan profil W-400 kelas B dengan kapasitas
Mcrack sebesar 229,475 kN.m dan panjang total 20 m. Setelah itu diperlukan untuk
menganalisis desain angker. Tinjauan yang dilakukan berupa, bidang longsor turap, desain
dimensi angker tipe tiebcak meliputi fixed length (panjang tetap/ikat) dan free length
(panjang bebas), spasi turap yang diangker, dan kekuatan kabel baja yang digunakan.
400
120
996
435
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
Blok Penjepit
1992 mm
Gambar 15: Bidang longsor untuk analisis stabilitas terhadap kelongsoran Metode Irisan
Tabel 7: Rekapitulasi nilai faktor aman stabilitas lereng dengan Metode Irisan
Metode
Kondisi
Fellenius Bishop
Muka air banjir tanpa gempa 6,224 5,909
Muka air banjir dengan gempa 1,624 4,500
Rapid drawdown tanpa gempa 1,811 1,744
Rapid drawdown dengan gempa 1,188 1,374
Perlu digaris bawahi, jika dalam menganalisis stabilitas lereng terhadap kelongsoran,
diperlukan coba – coba (trial error) dari berbagai titik tinjauan terhadap bidang longsor.
Pada studi ini didapatkan berbagai nilai faktor keamanan (Safety Factor) dengan dua
metode, berbagai kondisi, dan hanya menggunakan satu titik tinjauan, sebagaimana
terdapat pada Tabel 8.
4. Kesimpulan
Dengan menentukan kerangka analisis dalam studi ini dan melakukan analalisis secara
teratur maka didapat berbagai hasil yang informatif. Debit banjir rancangan kala ulang 25
tahun dengan Metode HSS Nakayasu yang terjadi pada masing – masing Sungai Bremi dan
Sungai Meduri adalah sebesar 155,101 m3/dt dan 158,932 m3/dt. Pada pemodelan sungai
existing, didapatkan kemampuan sungai tidak memadai untuk meloloskan debit banjir
rancangan tersebut. Maka desain dilakukan untuk menambah kapasitas tampungan sungai
dengan membagi menjadi empat (4) ruas. Kemudian, dilakukan perubahan jenis bangunan
air existing berupa pintu air dengan menggunakan bendung karet yang lebih mudah
pengoperasiannya. Bendung karet direncanakan untuk meloloskan debit banjir sebesar
37,796 m3/dt dan ketinggian yang diijinkan 0,9 m di atas bendung sebelum mengalami
pengempisan secara otomatis. Setelah dilakukan pendesainan, maka dimodelkan kembali
436
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437
dan didapati sungai yang didesain tidak terjadi limpasan dengan debit banjir kala ulang 25
tahun. Hasil analisis stabilitas turap diangker dan stabilitas urugan tanah terhadap
kelongsoran didapati keseluruhan aman.
Daftar Pustaka
[1] R. J. Koedoatie, Drimawan, and C. Mayavani, Tata Ruang Sungai Aluvial dan
Sungai Non Aluvial CAT dan Non-CAT. Yogyakarta: Andi, 2018.
[2] Soewarno, Hidrologi Operasional Jilid Kesatu. Bandung: PT. Aditya Bakti, 2000.
[3] L.M. Limantara, Rekayasa Hidrologi. Malang: Andi, 2018.
[4] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset, 2008.
[5] K. P. U. Direktorat Jenderal S. D. A., Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02. Jakarta: KemenPU, 2013.
[6] K. P. U. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Bendung
Karet Isi Udara. Jakarta: KemenPU, 2004.
[7] H. C. Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan Fondasi Jilid II. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2020.
[8] A. Munawir and Suroso, Buku Ajar Teknik Pondasi. Malang: Bargie Media, 2016.
[9] H. C. Hardiyatmo, Mekanika Tanah 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2018.
[10] C. Asdak, “Hidrologi dan Pengolaan Daerah Aliran Sungai”, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2007.
437