Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.

424-437
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

Studi Perencanaan Tanggul (Turap Beton dan


Urugan Tanah) Sebagai Upaya Pengendalian
Banjir pada Sungai Bremi Kabupaten
Pekalongan Jawa Tengah
M. Sina Syaelendra1*, Heri Suprijanto1, Dian Sisinggih1
1
Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA

*Korespondensi Email: ssyaelendra@gmail.com

Abstract: Bremi watershed, which located in Pekalongan Regency, has a


parallel shape that may cause large cumulative discharge downstream, also
the existences of non-functioning floodgate may enhances water surface
elevation on the upstream. This study necessary to analyze flood discharge
design with return period 25 years to analyze the existing flood water level
using HEC-RAS V.5.0.7 application for gaining information about river’s
capacity. The modeling of the river in this study starts from the river’s
mouth to the intersection of Bremi’s River and Meduri’s River with the
length around 1,564 Km, and from the intersection to upstream of Bremi’s
River with the length of around 3,412 Km. The design uses a concrete sheet
pile and earth-fill embankment under the condition of the segment that had
been observed. In this study, building type to replace an unworked
floodgate is rubber dam. Rubber dam designed with the ability to pass the
flood discharge at 37,796 m3/s. Afterward, all the design is being modeled
to HEC-RAS to analyze the new river’s capacity. The final results of this
study are flood discharge design, cross-section design and type, rubber
dam design, and embankment stability analysis.

Keywords: Earth-fill, Embankment, Flood Discharge, Rubber Dam,


Sheet-pile.

Abstrak: DAS Bremi yang berlokasi di Kabupaten Pekalongan memiliki


bentuk DAS parallel, sehingga mengakibatkan besarnya kumulatif debit
pada hilir, serta adanya pintu air yang tidak berfungsi dan pengaruh pasang
surut menyebabkan kenaikan muka air di hulu. Pada studi ini, diperlukan
analisis debit banjir rancangan kala ulang 25 tahun (Q25) untuk
menganalisis tinggi muka air banjir existing dengan aplikasi HEC-RAS
V.5.0.7, agar mendapatkan informasi kapasitas tampungan sungai asli.
Pendesainan sungai dilakukan apabila kapasitas tampungan existing
kurang mencukupi. Sungai yang dimodelkan pada studi ini dimulai dari

*Penulis korespendensi: ssyaelendra@gmail.com


Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

Muara hingga pertemuan Sungai Bremi dan Meduri sepanjang 1.564 Km,
dan dari pertemuan kedua Sungai tersebut ke arah hulu Sungai Bremi
sepanjang 3.412 Km. Desain penampang sungai menggunakan turap beton
dan urugan tanah bergantung dari lokasi ruas sungai yang ditinjau. Pada
studi ini, jenis bangunan yang digunakan untuk mengganti pintu air
exisiting yang tidak berfungsi adalah bendung karet. Bendung karet
didesain dengan kemampuan meloloskan debit sebesar 37.796 m3/dt.
Setelah melakukan desain, maka disimulasikan ulang untuk mengetahui
kapasitas tampungan Sungai Bremi yang sudah didesain. Hasil akhir dari
studi ini berupa besar debit banjir rancangan, desain & jenis penampang,
dimensi dari bendung karet, dan analisis stabilitas desain tanggul.

Kata kunci: Bendung Karet, Debit Banjir, Tanggul, Turap, Urugan Tanah

1. Pendahuluan
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, dan berfungsi sebagai penampung,
penyimpan, dan pengalir air yang berasal dari hujan. Proses – proses fisik yang menentukan
sifat alamiah DAS adalah iklim, tanah, hidrologi dan hidraulik, tanah, topografi, vegetasi,
dan aktivitas manusia. Faktor – faktor tersebut juga dapat memberikan pengaruh kepada
volume, aliran air permukaan, dan debit air permukaan dalam suatu DAS. Hal itu
menyebabkan hidrograf dan debit puncak terpengaruh akibat dari bentuk – bentuk DAS
yang bermacam – macam [1].
Secara umum, jika sungai memiliki kondisi topografi yang cukup landai dan tertahan
oleh kondisi aliran ke muara kurang cukup dapat menyebabkan penggenangan. Fenomena
tersebut terjadi pada Sungai Bremi yang membentang hingga bertemu Sungai Meduri di
antara Desa Pabean, Desa Bandengan, dan Desa Mulyorejo di Kabupaten Pekalongan,
Provinsi Jawa Tengah. Sungai Bremi merupakan sungai yang berada di bawah otoritas
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana..
Dengan latar belakang di atas, maka diperlukan kajian sebagai usaha untuk
penanggulangan masalah – masalah yang terjadi. Dalam penanggulangan banjir, ada
berbagai macam konsep metode penanganan diantaranya, perbaikan dan pengaturan alur
sungai (normalisasi), penanggulangan banjir dengan tanggul, dan pemotongan atau
pengendalian debit banjir dengan kolam retensi (retarding basin). Dengan melihat kondisi
Sungai Bremi yang cukup padat penduduk, maka penanggulangan banjir yang cocok yaitu
berupa pembuatan tanggul sebagai upaya penanggulangan banjir.

2. Bahan dan Metode


2.1 Bahan
2.1.1 Lokasi Studi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Bremi terletak dalam wilayah Kabupaten
Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Pekalongan dengan luas

425
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

wilayah ±836,13 Km2 terletak antara 6° - 7° 23’ LS dan antara 109° - 109° 78’ BT. Luas
masing – masing SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri sebesar 29,031 Km2 dan 26,991
Km2. Lokasi studi ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Lokasi studi SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri Kabupaten Pekalongan

2.1.2 Data – data penunjang


Dalam studi ini dibutuhkan berbagai macam data untuk menunjang analisis. Data
tersebut berupa data curah hujan, tata guna lahan, dan data DAS untuk menganalisis debit
banjir rancangan. Kemudian, data topografi, data karakteristik sungai, data pasang surut,
dan hasil analisis debit banjir rancangan untuk menganalisis tinggi muka air banjir.
Terakhir, data investigasi geologi teknik untuk menganalisis stabilitas bangunan yang telah
didesain.
2.2 Metode
2.2.1 Alur Pengerjaan
Alur pengerjaan pada studi ini ditunjukkan pada Gambar 2 berikut:

Analisis Hidrologi Analisis Hidrolika Analisis Stabilitas


1. Uji Data Curah 1. Analisis Tinggi 1. Analisis Turap
Hujan Muka Air Banjir Beton Diangker
2. Analisis Curah Existing 2. Analisis Tanggul
Hujan Rerata 2. Analsis Desain Urugan Tanah
Daerah
Penampang
3. Analisis Frekuensi
3. Analisis Dimensi
Hujan Rancangan
4. Uji Kesesuaian Bendung Karet
Distribusi 4. Analisis Tinggi
5. Analisis Debit Muka Air Banjir
Banjir Rancangan Desain

Gambar 2: Alur Pengerjaan Studi

426
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

2.2.2 Analisis Data Curah Hujan


Uji data curah hujan menggunakan Uji Konsistensi Data, Uji Stasioner, dan Uji
Ketiadaan Trend. Uji Konsistensi dengan Metode Kurva Massa Ganda yaitu pengujian
terhadap kebenaran data yang diuji. Data hujan disebut konsisten apabila data pengukuran
sesuai dengan kejadian saat hujan [2]. Pada studi ini, Uji Stasioner menggunakan Uji F dan
Uji Ketiadaan Trend menggunakan Metode Spearman. Uji Stasioner berfungsi untuk
menguji kestabilan nilai varian dari rata – rata deret waktu [3]. Uji Ketiadaan Trend
merupakan uji untuk mendapati ada atau tidak ada suatu pola dalam deret data.
2.2.3 Analisis Curah Hujan Rerata Daerah
Data hujan pada umumnya yang didapat merupakan data hujan pada suatu titik. Untuk
menentukan banjir rancangan, dibutuhkan curah hujan rerata DAS. Untuk menghitung nilai
ini dapat digunakan berbagai metode, diantaranya Aritmatik, Thiessen, dan Isohyet. Pada
studi ini menggunakan Metode Poligon Thiessen, metode ini beranggapan seluruh pos
hujan dapat merepresentasikan tinggi hujan dari suatu daerah dengan luas tertentu. Luas
yang dimaksud adalah luas daerah yang dibatasi garis tegak lurus yang melalui dan
membagi suatu bagian yang sama dari setiap garis lurus yang dihubungkan pada setiap dua
pos yang berdekatan. Metode ini mempertimbangkan nilai besarnya masing – masing
stasiun yang merepresentasikan luasan di sekitarnya [4].
2.2.4 Analisis Frekuensi Hujan Rancangan
Analisis frekuensi merupakan suatu analisis untuk memprediksi apakah debit aliran
sungai akan melebihi maupun akan sama dengan suatu harga tertentu, semisal untuk 10
tahun, 25 tahun, dan seterusnya yang akan terjadi. Analisis hidrologi, digunakan untuk
menentukan besarnya nilai hujan rancangan (design rainfall) dan debit banjir rancangan
(design flood) dengan kala ulang (return period). Pada analalisis frekuensi terhadap data
hidrologi, jenis distribusi yang sering sesuai adalah Gumbel, Log Normal, dan Log Pearson
III [3]. Pada studi ini, jenis distribusi yang digunakan adalah Log Pearson III, karena jenis
distribusi ini dianggap fleksibel secara berbagai pengalaman di Indonesia.
2.2.5 Uji Kesesuaian Distribusi
Untuk menentukan kesimetrian (the goodness of fit) distribusi frekuensi secara
pengamatan dari sampel data terhadap fungsi distribusi frekuensi secara teoritis yang
diprediksi dapat merepresentasikan distribusi secara pengamatan tersebut, perlu adanya
pengujian secara statistik [3]. Pada studi ini menggunakan dua cara pengujian dengan Uji
Smirnov Kolmogorov dan Uji Chi Square.
2.2.6 Analisis Debit Banjir Rancangan
Banjir rancangan (desing flood) didefinisikan sebagai besaran debit yang secara
statistik akan disamai atau dilampaui sekali dalam kala ulang tertentu. Banjir rancangan
dengan kala ulang tertentu dapat dinotasikan sebagai Q5, Q10, Q25, Q50, dan sebagainya.
Maksud dari notasi tersebut adalah semisal Q10 (banjir rancangan 10 tahun), maka debit
secara statistik akan terjadi dengan peluang 1/10 atau 0,1 atau 0,1% dalam setahun [3],
[10]. Pada tahap ini, diperlukan untuk menganalisis nilai koefisien pengaliran (C)
berdasarkan jenis tata guna lahan dan rasio wilayah, menganalisis distirbusi hujan efektif

427
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

dengan Metode PSA-007, dan menganalisis Hidrograf Satuan Sintentis dengan Metode
HSS Nakayasu, yang hasil akhirnya berupa Hidrograf Banjir Rancangan.
2.2.7 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Existing
Analisis tinggi muka air banjir existing dilakukan dengan bantuan aplikasi HEC-RAS
V.5.0.7. Hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memasukkan geometry data berdasarkan
data topografi, memasukkan unsteadyflow data yang memiliki berbagai batas kondisi
(boundary condition). Boundary conditon pada umumnya adalah upstream boundary
conditon dengan flow hydrograph yang merupakan output analisis debit banjir rancangan,
downstream boundary condition dengan stage hydrograph/rating curve/normal depth yang
mana merupakan data pasang surut atau data AWLR/kapasitas tampungan sungai/friction
slope. Pada studi ini menggunakan flow hydrograph sebagai batas kondisi hulu, dan stage
hydrograph sebagai batas kondisi hilir. Selain itu, karena memodelkan pintu air existing
dan juga adanya debit lateral dari daerah tangkapan (catchment area) sepanjang sungai
yang dimodelkan, digunakan boundary condition tambahan berupa T.S. (Time Series) Gate
Openings dan Lateral Flow Hydrograph.
2.2.8 Analisis Desain Penampang
Pada tahap ini, analisis dilakukan untuk mencari dan membandingkan besarnya
kapasitas tampungan existing dan desain. Pendekatan pada analisis ini dilakukan dengan
membagi sungai menjadi 4 ruas dan menganalisis hubungan antara ketinggian (H) dan
debit (Q) atau rating curve pada setiap ruas. Jenis penampang menyesuaikan kondisi lokasi
pada ruas masing – masing tersebut.
2.2.9 Analisis Dimensi Bendung Karet
Bendung karet merupakan salah satu dari bendung gerak horizontal yang mengatur
muka air dengan mengisi dan menyusutkan tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet
berisi udara atau air. Pengaturan udara maupun air melalui sistem pompa melalui pipa yang
berlokasikan dekat dengan bendung karet. [5] Dasar dari perencanaan bendung karet adalah
taraf muka air dapat dilayani atau diatur sesuai dengan yang direncanakan, dapat membuka
secara otomatis jika debit banjir melewati taraf yang ditentukan, dan dapat menguras air
asin yang terperangkap pada hulu bendung bagi bendung karet yang difungsikan untuk
menahan instrusi air asin [6].
2.2.10 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Desain
Pada tahap ini, memiliki kesamaan pada SubBag 2.2.7. Namun, pada tahap ini
geometry data diubah dengan desain yang sudah dilakukan pada SubBag 2.2.8 dan SubBag
2.2.9. Karena pintu air existing dirubah jenis bangunannya menjadi bendung karet, maka
boundary condition yang dapat mewakili jenis bangunan ini adalah Elevation Controlled
Gates yang memerlukan jenis data output dari pola operasi sistem otomatis bendung karet
yang direncanakan.
2.2.11 Analisis Turap Beton Diangker
Metode yang digunakan pada studi ini dalam menganalisis stabilitas turap diangker
adalah Metode Ujung Bebas. Anggapan – anggapan dalam analisis stabilitas turap diangker
dengan Metode Ujung Bebas adalah turap merupakan bahan yang sangat kaku

428
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

dibandingkan tanah disekitarnya, kondisi tekanan tanah yang bekerja dianggap


mememnuhi syarat teori Rankine ataupun Coulomb, turap dianggap berotasi dengan bebas
pada ujung bawahnya serta tidak diizinkan bergerak secara lateral di tempat angker, dan
turap runtuh akibat gerakan angker ke arah luar [7]. Angker yang direncanakan pada studi
ini menggunakan tipe tieback. Pemasangan tieback, batang, atau kabel diletakkan dalam
lubang predrilled dengan grouting beton [8]. Tieback dipasang dengan kemiringan 15o –
25o [7].
2.2.12 Analisis Tanggul Urugan Tanah
Analisis stabilitas tanggul urugan tanah pada studi ini yang ditinjau berupa stabil
terhadap kelongsoran. Stabilitas lereng terhadap kelongsoran menggunakan metode irisan
merupakan metode yang cocok jika tanah tidak homogen dan aliran rembesan tidak
menentu. Dalam metode irisan, massa tanah yang longsor dibagi menjadi beberapa irisan
vertikal yang memiliki keseimbangan di setiap irisannya. Ada berbagai macam metode
dalam stabilitas lereng terhadap kelongsoran dengan metode irisan, diantaranya adalah
Metode Fellenius dan Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop Method) [9].

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Analisis Data Curah Hujan
Tabel 1: Rekapitulasi curah hujan maksimum
Curah Hujan Maksimum (mm)
Tahun
Pesantren Kletak Delegtukang Pekalongan
1999 71 41 74
2000 43 38 65
2001 116 90 74
2002 73 164 174
2003 25 166 16
2004 145 16 142
2005 47 122 19
2006 78 175 240
2007 126 159 209
2008 77 23 187
2009 78 114 138
2010 60 125 161
2011 93 117 135
2012 69 46 79
2013 95 35 93
2014 216 112 239
2015 22 90 135
2016 103 55 112
2017 89 52 130
2018 79 95 162

Setelah menguji konsistensi data dengan Uji Kurva Massa Ganda, maka data curah
hujan telah terkoreksi. Perlu dilakukan uji lainnya, berupa uji homogenitas dengan Uji F
yang pada tahap tersebut pada studi ini setiap stasiun hujan memiliki hasil homogen, dan
uji ketiadaan trend dengan Metode Spearman yang pada tahap tersebut pada studi ini setiap
stasiun hujan tidak menunjukkan adanya trend. Maka rekapitulasi curah hujan maksimum
seperti ditampilkan pada Tabel 1 tersebut dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

429
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

3.2 Analisis Curah Hujan Rerata Daerah

Gambar 3: Luasan Poligon Thiessen

Perhitungan hujan rerata daerah dengan poligon thiessen menggunakan 3 stasiun hujan
dapat dilihat dalam Gambar 2. Kemudian didapatkan rasio untuk masing-masing wilayah.
Tabel 2: Perhitungan faktor rasio luas wilayah Poligon Thiessen

Stasiun Hujan Luas Wilayah (m2) Luas Wilayah (Km2) Kr Kr(%)


Pesantren Kletak 25.850.197 25,850 0,461 46,14
Delegtukang 7.410.747 7,411 0,132 13,23
Pekalongan 22.761.062 22,761 0,406 40,63
Jumlah 56,022 1,000 100,00

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, nilai faktor rasio luas wilayah pada masing –
masing stasiun akan dikalikan dengan curah hujan maksimum kemudian ditotal, maka
didapat Curah Hujan Rerata Daerah. Setelah itu nilai tersebut dapat digunakan untuk tahap
analisis selanjutnya.
3.3 Analisis Frekuensi Hujan Rancangan
Dalam distribusi Log Pearson III data curah hujan akan diubah menjadi nilai logaritma.
Kemudian nilai logaritma curah hujan akan dikumulatifkan, dihitung simpangan baku dan
kemencengan atau skewness (Cs). Nilai Cs digunakan untuk mendapatkan nilai K
berdasarkan nilai Faktor Frekuensi untuk Distribusi Log Pearson III Koefisien Asimetri.
Setelah itu nilai – nilai tersebut digunakan untuk menghitung hujan rancangan (X rancangan)
dan disajikan dalam Tabel 3.

430
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

Tabel 3: Hasil perhitungan curah hujan rancangan dengan Distribusi Log Pearson III

Kala Ulang Peluang Hujan Rancangan (mm)


K Sd Log X Log Xrerata
(Tahun) (%) Log Xrancangan Xrancangan
5 20 0,856 2,140 137,907
10 10 1,223 2,208 161,259
25 4 1,586 0,185 1,982 2,275 188,153
50 2 1,804 2,315 206,496
100 1 1,991 2,349 223,517

3.4 Uji Kesesuaian Distribusi

• Uji Chi – Square


n = 20
K = 5 Kelas
ΔP = 20%
α = 2 (parameter sebaran distribusi frekuensi)
Dk = 2
Tabel 4: Perhitungan sebaran frekuensi data pada Log Pearson III

Jumlah
Kelas Batas Kelas Ef-Of (Ef-Of)2/Ef
Ef Of
1 0-67,842 4 3 1 0,25
2 67,842-87,241 4 4 0 0
3 87,241-110,514 4 5 -1 0,25
4 110,514-137,907 4 5 -1 0,25
5 137,907-~ 4 3 1 0,25
Jumlah 20 20 X2hitung 1

Nilai X2hitung adalah sebesar 1, maka akan diujikan dengan X2kritis dari tabel nilai kritis
untuk distribusi Chi Square yang diperbolehkan pada derajat kepercayaan 5% dan 1%.
- Pada derajat kepercayaan 5% X2kritis sebesar 5,991 (X2hitung < X2kritis)
- Pada derajat kepercayaan 1% X2kritis sebesar 9,210 (X2hitung < X2kritis)
Dari perbandingan tersebut, disimpulkan bahwa uji kesesuaian distribusi dengan analisa
frekuensi Log Pearson III pada uji Chi square dapat diterima.

• Uji Smirnov – Kolmogorov


n = 20
Δmaks = 0,089
Nilai Δmaks adalah sebesar 0,089 maka akan diujikan dengan Δkritis dari tabel nilai
kritis untuk distribusi Smirnov-Kolmogorov yang diperbolehkan pada derajat kepercayaan
5% dan 1%.
- Pada derajat kepercayaan 5% X2kritis sebesar 0,294 (Δmaks < Δkritis)
- Pada derajat kepercayaan 1% X2kritis sebesar 0,352 (Δmaks < Δkritis)
Dari perbandingan tersebut, disimpulkan bahwa uji kesesuaian distribusi dengan
analisa frekuensi Log Pearson III pada uji Smirnov-Kolmogorov dapat diterima.

431
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

3.4 Analisis Debit Banjir Rancangan


Tabel 5: Perhitungan distribusi hujan efektif Metode PSA-007
SubDAS Bremi Meduri Jam Bremi Meduri
Kala Ulang (tahun) 25 25 1 4,449 4,499
Rrancangan (mm) 188,153 188,153 2 13,719 13,871
Crerata 0,591 0,598 3 74,525 75,354
Refektif (mm) 111,232 112,469 4 9,64 9,747
5 4,449 4,499
6 4,449 4,499

Rekapitulasi Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sub DAS Bremi


200
Debit Banjir (m3/dt)

175 Q5th
150
125 Q10th
100 Q25th
75 Q50th
50 Q100th
25
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Jam ke-

Gambar 4: Grafik Hidrograf Banjir Rancangan SubDAS Bremi

Rekapitulasi Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sub DAS Meduri


200
Debit Banjir (m3/dt)

175
Q5th
150
125 Q10th
100 Q25th
75 Q50th
50 Q100th
25
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Jam ke-

Gambar 5: Grafik Hidrograf Banjir Rancangan SubDAS Meduri

Koefisien pengaliran yang didapat untuk SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri adalah
0,664 dan 0,677. Setelah dilakukan pendekatan hujan rancangan seperti Tabel 5, didapat
nilai koefisien pengaliran rerata masing-masing SubDAS Bremi dan SubDAS Meduri kala
ulang 25 tahun sebesar 0,591 dan 0,598. Setelah menganalisis Ordinat Hidrograf Satuan
Sintetis Nakayasu, seperti Gambar 4 dan 5, kedua SubDAS memiliki karakteristik alfa (α)
bernilai 3 yang memiliki arti lengkuk awal naik cepat dan lengkung akhir turun lambat.
3.5 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Existing

Gambar 6: Potongan memanjang tinggi muka air banjir pemodelan sungai existing

432
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

Hasil dari pemodelan tinggi muka air banjir existing dengan Aplikasi HEC-RAS
V.5.0.7. didapatkan banyak tinggi muka air yang melebihi dari sempadan kanan atau ROB
(Right of Bank) dan sempadan kiri atau LOB (Left of Bank). Maka dari itu diperlukan
perubahan desain penampang dengan menambah tanggul dan normalisasi dasar sungai.
3.6. Analisis Desain Penampang

Gambar 7: Potongan melintang desain Ruas BR31 – BR53

Penampang yang didesain dilakukan dengan menyesuaikan debit rancangan yang


didapat. Serta dilakukan analisis kurva debit pada desain penampang. Penampang yang
didesain memiliki sisi tegak menggunakan turap beton, dan penampang dengan kemiringan
35o menggunakan urugan tanah.
3.7 Analisis Dimensi Bendung Karet
Pompa Angin
Motor
Manometer
Filter Udara
Tuas Katup Udara
Tanggul Jagaan Outlet Angin Bendung Karet

+2.99 Reservoir Air

Inlet reservoir

-2.51

Lubang keluar - masuk udara


Kondisi ketika bendung mengempis
Katup Udara

Gambar 8. Desain bendung karet dengan kelengkapan rumah pompa

Desain teknis dari bendung karet yang direncanakan:


Bo = 28 m (lebar dasar bendung karet)
P = 3 m (tinggi bendung karet penuh udara)
hd/P = 0.3 (rasio tinggi muka air di atas bendung dengan ketinggian bendung)
hd = 0,9 m (ketinggian air di atas bendung yang diijinkan)
C = 1,581 (koefisien debit)
Q = 37,796 m3/dt (debit yang diijinkan saat bendung sebelum mengempis)
Rencana sistem operasi otomatis bendung karet:
Lout = 15 m (panjang pipa pengeluaran udara)
f = 0,03 (koefisen kekasaran pipa yang digunakan)
Vo = 52.396 m/dt (kecepatan udara keluar)
to = 25 menit (lama waktu pengempisan bendung karet direncanakan)
MaxOpening = 2,95 m (P – tebal bendung karet kempis)
Op/min = 0,118 m/menit (kecepatan pengempisan bendung karet)

433
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

Setelah menganalisis desain dimensi dan pola operasi sistem otomatis, maka bendung
karet dapat dimodelkan pada HEC-RAS V.5.0.7 melalui Inline Structure dengan
pendekatan gate type berupa overflow open air.
3.8 Analisis Tinggi Muka Air Banjir Desain

Gambar 9: Potongan memanjang tinggi muka air banjir pemodelan sungai desain 02:30

Gambar 10: Potongan memanjang tinggi muka air banjir pemodelan sungai desain 04:00

Gambar 9 menunjukkan jam 02:30 merupakan kondisi ketika bendung karet mulai
pengempisan. Sedangkan Gambar 10, pada jam 04:00 merupakan kondisi ketika puncak
debit banjir rancangan melewati sungai dan bendung karet sudah mengalami pengempisan
total. Didapat pada setiap jam, tidak ada muka air banjir yang melimpas.
3.9 Analisis Turap Beton Diangker

Gambar 11: Diagram tekanan yang bekerja pada turap: (a) air normal, (b) rapid drawdown

434
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

Gambar 11 menunjukkan diagram tekanan yang bekerja pada turap. Dalam


menganalisis kedalaman penetrasi turap, perlu diketahui tekanan - tekanan yang bekerja
pada turap. Ada 4 kondisi yang dianalisis A kondisi saat air normal (tanpa gempa dan
dengan gempa), B kondisi saat rapid drawdown (tanpa gempa dan dengan gempa).
Tabel 6: Rekapitulasi hasil analisis desain berdasarkan berbagai kondisi

D D' Ltotal T Mmaks SF SF


Kondisi
m m m kN kN,m Geser Guling
Normal - tanpa Gempa 5,38 8 13,5 33,265 109,789 1,2 1,7
Rapid Drawdown- tanpa
9,87 14 19,5 70,178 164,515 1,1 1,7
Gempa
Normal - dengan Gempa 5,91 8,5 14 38,621 143,237 1,2 1,7
Rapid Drawdown- dengan
10,25 14,5 20 76,112 186,235 1,1 1,7
Gempa

Berdasarkan analisis tersebut, kondisi yang paling ekstrim terjadi ketika kondisi rapid
drawdown dengan gempa. Dengan Mmaks yang bekerja sebesar 186,235 kN.m. Maka
kebutuhan profil turap digunakan beton dengan profil W-400 kelas B dengan kapasitas
Mcrack sebesar 229,475 kN.m dan panjang total 20 m. Setelah itu diperlukan untuk
menganalisis desain angker. Tinjauan yang dilakukan berupa, bidang longsor turap, desain
dimensi angker tipe tiebcak meliputi fixed length (panjang tetap/ikat) dan free length
(panjang bebas), spasi turap yang diangker, dan kekuatan kabel baja yang digunakan.

400

120

996

Gambar 12: Profil melintang turap beton W-400 kelas B

Gambar 13: Desain angker tipe tieback

435
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

Blok Penjepit

1992 mm

Gambar 14: Tampak atas profil turap dengan angker

3.10 Analisis Tanggul Urugan Tanah

Gambar 15: Bidang longsor untuk analisis stabilitas terhadap kelongsoran Metode Irisan

Tabel 7: Rekapitulasi nilai faktor aman stabilitas lereng dengan Metode Irisan

Metode
Kondisi
Fellenius Bishop
Muka air banjir tanpa gempa 6,224 5,909
Muka air banjir dengan gempa 1,624 4,500
Rapid drawdown tanpa gempa 1,811 1,744
Rapid drawdown dengan gempa 1,188 1,374

Perlu digaris bawahi, jika dalam menganalisis stabilitas lereng terhadap kelongsoran,
diperlukan coba – coba (trial error) dari berbagai titik tinjauan terhadap bidang longsor.
Pada studi ini didapatkan berbagai nilai faktor keamanan (Safety Factor) dengan dua
metode, berbagai kondisi, dan hanya menggunakan satu titik tinjauan, sebagaimana
terdapat pada Tabel 8.

4. Kesimpulan
Dengan menentukan kerangka analisis dalam studi ini dan melakukan analalisis secara
teratur maka didapat berbagai hasil yang informatif. Debit banjir rancangan kala ulang 25
tahun dengan Metode HSS Nakayasu yang terjadi pada masing – masing Sungai Bremi dan
Sungai Meduri adalah sebesar 155,101 m3/dt dan 158,932 m3/dt. Pada pemodelan sungai
existing, didapatkan kemampuan sungai tidak memadai untuk meloloskan debit banjir
rancangan tersebut. Maka desain dilakukan untuk menambah kapasitas tampungan sungai
dengan membagi menjadi empat (4) ruas. Kemudian, dilakukan perubahan jenis bangunan
air existing berupa pintu air dengan menggunakan bendung karet yang lebih mudah
pengoperasiannya. Bendung karet direncanakan untuk meloloskan debit banjir sebesar
37,796 m3/dt dan ketinggian yang diijinkan 0,9 m di atas bendung sebelum mengalami
pengempisan secara otomatis. Setelah dilakukan pendesainan, maka dimodelkan kembali

436
Syaelendra, M.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 424-437

dan didapati sungai yang didesain tidak terjadi limpasan dengan debit banjir kala ulang 25
tahun. Hasil analisis stabilitas turap diangker dan stabilitas urugan tanah terhadap
kelongsoran didapati keseluruhan aman.
Daftar Pustaka
[1] R. J. Koedoatie, Drimawan, and C. Mayavani, Tata Ruang Sungai Aluvial dan
Sungai Non Aluvial CAT dan Non-CAT. Yogyakarta: Andi, 2018.
[2] Soewarno, Hidrologi Operasional Jilid Kesatu. Bandung: PT. Aditya Bakti, 2000.
[3] L.M. Limantara, Rekayasa Hidrologi. Malang: Andi, 2018.
[4] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset, 2008.
[5] K. P. U. Direktorat Jenderal S. D. A., Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02. Jakarta: KemenPU, 2013.
[6] K. P. U. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Bendung
Karet Isi Udara. Jakarta: KemenPU, 2004.
[7] H. C. Hardiyatmo, Analisis dan Perancangan Fondasi Jilid II. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2020.
[8] A. Munawir and Suroso, Buku Ajar Teknik Pondasi. Malang: Bargie Media, 2016.
[9] H. C. Hardiyatmo, Mekanika Tanah 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2018.
[10] C. Asdak, “Hidrologi dan Pengolaan Daerah Aliran Sungai”, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2007.

437

Anda mungkin juga menyukai