Anda di halaman 1dari 9

PENURUNAN SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA

 (Permasalahan Masyarakat dan Bahasa) 

 ABSTRAK 
Bahasa dan masyarakat adalah dua dua aspek yang saling mempengaruhi dan membutuhkan.
Berkembang atau tidaknya bahasa bergantung kepada masyarakat dan masyarakat bergantung
epada bahasa dalam menjalani kehidupannya. Karena adanya aspek saling mempengaruhi
inilah muncul penurunan sikap positif terhadap bahasa Indonesia, namun penurunan sikap
posuitif terhadap bahasa Indonesia ini dapat diatasi , misalnya dengan memperbaiki system
pembelajaran bahasa Indonesia, menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang “laku” di
dunia pekerjaan, mengurangi penggaunaan bahasa yang berdialek kedaerahan di media
masssa, memberikan kewenangan kepada pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. Kata
Kunci: bahasa, sikap positif, 

 A. LATAR BELAKANG


Bahasa dan masyarakat adalah dua komponen yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan
ini. Bahasa sangat tergantung kepada masyarakat untuk dapat bertahan “hidup”, sebaliknya
masyarakat sangat tergantung kepada bahasa untuk menjalani kehidupannya. Dapat
dibayangkan bagaimana jadinya masyarakat hidup tanpa bahasa dan bahasa pun akan punah
bila masyarakat tidak menghendaki bahasa itu. Sebagai masyarakat pemakai bahasa, bangsa
Indonesia patut bersyukur karena telah memiliki bahasa dalam menjalani kehidupannya.

Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa di dunia
yang telah memiliki bahasa bahasa nasional sebagai saran untuk berkomunikasi tanpa
mengalami kendala yang berarti. Dikatakan tanpa mengalami kendala yang berarti, bangsa
Indonesia telah memiliki bahasa nasional tanpa mengalami perangkat dan kericuhan-
kericuhan seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa lain (Suharianto, 1981:13)

Sebagai Negara yang multi etnis, yang juga terdiri dari beribu-ribu pulau dan juga sebagai
Negara yang merupakan bagian dari Negara-negara yang ada di dunia. Indonesia tidak dapat
melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh yang ada, baik yang datang dari luar maupun dari
wilayah Indonesia sendiri, pengaruh yang datang memberikan dampak terhadap pemakaian
bahasa Indonesia. Dampak itu dapat berupa dampak yang bersifat positif maupun negatif.
Pengaruh positif akan memperkaya perkembangan bahasa Indonesia sedangkan pengaruh
negative justru sebaliknya.(Arifin,2006:1-2). 

Dampak negative dari pengaruh yang ada, kemyataan sekarang menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia sudah tidak begitu agung pada saat ikrar sumpah pemuda. Kedudukan Bahasa
Indonesia sekarang ini telah terjadi “kerumpangan” (gap) dalam perilaku berbahasa Indonesia
(Mustofa, Sriwijaya,Post, 27 Oktober 1993) Akibat adanya gap ini ditandai dengan
munculnya penurunan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Dalam tulisan ini, berdasarkan
kajian deslriptif study pustaka diungkapkan factor penyebab penurunan sikap positif terhadap
bahasa Indonesia dan gagasan untuk mengatasi penurunan sikap positif terhadap bahasa
Indonesia.

 B. FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA


INDONESIA
Sebagaimana yang telah disampaikan pada bagian pendahuluan bahwa bahasa tidak terlepas
dari masyarakat. Membicarakan masalah bahasa, maka tidak akan terlepas dari pemakai itu
sendiri karena pemakai bahasa akan menentukan berkembang dan baik atau tidaknya bahasa
tersebut. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa pemakai bahasa Indonesia mempunyai
kecendrungan lebih bangga menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris daripada
bahasa Indonesia. 

Hal ini terjadi dengan alas an agar dapat dikatakan “ngetren” (sedang musimnya) dan untuk
lebih mudah menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua hal ini tentu saja dapat
menyebabkan timbulnya penurunan sikap pisitif terhadap bahasa Indonesia walaupun masih
ada hal lain menjadi penyebab hal tersebut. 

Menurut Mustopa (Sriwijaya Post, 27 Oktober 1993:4), hal-hal yang menyebabkan terjadinya
penurunan sikap positif terjhadap bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. a. Kurang Minat
Siswa Terhadap Pelajaran Bahasa Indonesia Banyak siswa yang menganggap bahasa
Indonesia mudah. Akibatnya, mereka tidk mempelajari bahasa Indonesia dengan sungguh-
sungguh, karena tidak mempelajari bahasa Indonesia secara sungguh-sungguh, maka hasil
yng diperoleh siswa tentu saja menjadi tidak baik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Suharianto (Suara Karya, 2 Oktober 1992), yang menyatakan
pendapatnya sebagai berikut. Dapat dikatakan amat jarang para peljar, khususnya dari
sekolah dari sekolah lanjutan sampai ke perguruan tinggi, yang mengikuti pelajaran bahasa
Indonesia dengan niat agar dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, umumnya
mereka mengikuti sekedar untuk memperoleh nilai. Hal itu tampak dari kesungguhan mereka
ketika mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dan upaya yang mereka perlihatkan. Banyak
siswa maupun mahasiswanya yang “pandai” berbahasa Indonesia hanya pada waktu dalam
pendidikan, tetapi setelah mereka lulus , mereka kembali “ke zaman kebodohan” lagi, artinya
mereka berbahasa tidak karuan lagi, sama seperti mereka yang tidak pernah belajar bahasa
Indonesia. 
 b. Kurangnya Pengharagaan Terhadap Orang yang Menguasai Bahasa Indonesia 

Pemakai Bahasa (masyarakat) yang menguasai bahasa Indonesia dan menggunakan dengan
baik dan benar belum mendapat penghargaan di lingkungan masyarakat itu berada. Misalnya
saja seorang seorang pegawai kantor yang menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar tidk akan ada penghargaan kepadanya. Hal seperti ini, menyebabkan para pegawai akan
menyepelekan bahasa Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia tidak laku dipasaran kerja (Suara Karya, 2
Oktober 1992), Terbukti terlampir semua kantor atau instansi, meskipun pada kenyataannya
tidak berhubungan dengan orang asing, selalu mempersyaratkan calon pegawainya harus
mampu berbahasa Inggris.

Hal ini sangat disyangkan, karena pada umumnya justru menggunakan bahasa Indonesialah
yang mendominasi hamper seluruh aktivitas pegawai di lingkungan kerjanya. c. Pengaruh
Media Massa Media massa sebagai media yang sangat dekat dengan masyarakat mempunyai
pengaruh yang besar terhadap pemakaian bahasa oleh masyarakat, karena masyarakat
cendrung meniru (mengimitas) terhadap apa yang disampaikan oleh media massa (Skinner
dalam Mustofa, Sriwijaya Post, 27 Oktober 1993:4). Salah satu materi tayangan yang
mempunyai pengaruh terhadap pemakaian bahasa oleh media massa adalah dengan
munculnya bahasa dialek tertentu itu, misalnya dialek Betawi/dialek Jakarta itu adalah bahasa
Indonesia yang tepat. d. Pengaruh Pejabat atau Tokoh Masyarakat Pejabat atau tokoh
masyarakat adalah public figure yang sering menjadi contoh bagi masyarakat. Masyarakat
cendrung untuk mencontoh orang “penting”, pemimpin, atau orang yang menjadi panutan di
masyarakat (misalnya tokoh masyarakat, tokoh idola). Apalagi pemimpin, tokoh masyarakat
tersebut menggunakan bahasa yang tidak benar atau tidak baik, maka masyarakat akan
mencontohnya. (Sriwijaya Post, 16 November 1992). e.Belum adanya Sanksi dari Pemerintah
Sarumpaet berpenapat bahwa penurunan sikap positip terhadap bahasa Indonsia disebabkan
pemerintah tidak punya upaya yang memadai untuk mengatakan kepada masyarakat bahwa
pemakai bahasa Indonesia disetiap kegiatan apapun sangat penting. Selain itu, pemerintah
tampaknya tidak punya keberanian memberikan sanksi karena memang tidaak ada undang-
undangnya (Merdeka,21 Desember 1992). 

Sehubungan dengan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai sikap
yang tegas, yang ada hanyalah anjuran dan sifatnya tidak mengikat, sehingga masyarakat
tidak merasa wajib mengikutinya. Seandainta pemerintah mempunyai sikap yang tegas
terhadap pemakai bahasa Indonsia, niscaya pemakai bahasa Indonesia akan berhati-hati
dalam menggunakan bahasa ndonesia. Akibat tidak intensifnya pemasyarakatan peraturan
tentang penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat, menyebabkan masyarakat tidk hati-hati
dalam menggunakan bahasa Indonesia. f. Kekeliuan Pandangan Masyarakat Penyebab lain
penurunan sikap positif terahadap bahasa Indonesia adalah karena pemakaian bahasa
Indonesia yang “Compang-camping”. 

Maksudnya mencampuradukkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Hal ini terjadi
karena kesalahan pandangan/persepsi di masyarakat bahwa menggunakan bahasa asing,
khususnya bahasa Inggris dapat meningkatkan status dan gengsi. Untuk permasalaan seperti
ini, masyarakat dapat mencontoh bangsa Jepang dan bangsa Korea. Bangsa Jepang dan
bangsa Korea dapat menunjukkan kemampuannya sebagai bangsa yang maju dan disegani
walaupun tetap menggunakan bahasanya sendiri. 

Dari pengalaman bangsa Jepang dan Korea ini, didapat pengalaman bahwa tidak dengan
bahasa asing (bahasa Inggris) timbul bukan karena pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Depdikbus tidak berfungsi dan mengalami kegagalan, akan tetapi lebih disebabkan
sikap dari pemakai bahasa itu sendiri. Pandangan atau persepsi yang membanggakan bahassa
asing (misalnya bahasa Inggris) justru “memojokkan” bahasa Indonesia (Halaim, 1984:15-
25). g. Merasa Telah Dapat Berbahasa Indonesia dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat (pemakai bahasa) tidak pernah direpotkan oleh Bahasa Indonesia.
Masyarakat dapat memahami informasi (berita maupun iklan) dalam surat kabar, majalah,
televise ataupun radio. Masyarakat berkomunikasi sesame teman dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Kalau ukuran bahasa Indonesia hanya sebatas untuk keperluan
“Komunikasi Harian”, memang benar hampir semua orang Indonesia dapat berbahasa
Indonesia. 

Namun, bahasa Indonesia juga mempunyai fungsi yang luas, maka ada aturan yang harus
diikuti diikuti oleh pemakai bahasa. Untuk mengantisipasi hal ini, tentu saja masyarakat harus
mempelajari bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh (Hamied, 1989:95). h. Minimnya
Padanan Kata Hal ini terjadi karena terdapat beberapa kata atau istilah bahasa asing (terutama
bahasa Inggris) yang tidak dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa Indonesia.
Untuk itulah bahasa Indonesia “meminjam” kata atau istilah asing untuk digunakan dalam
bahasa Indonesia. Memang meminjam kata atau istilah bahasa asing adalah hal yang lumrah
tetapi masyarakat (pemakai bahasa) harus memiliki sikap agar jati diri bahasa tetap ada
(Padwijoyo, Kompas 29 Oktober 1993:4).
1. Identifikasi masalah/problematik yang ada (bds isi artikel)
- Bercampurnya antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah sehingga
kebanayakan masyarakat kesulitan menggungakan bahasa Indonesia dengan
benar.
- Di Indonesia sendiri belum mampu mengatasi pengaruh-pengaruh yang dating dari
luar maupun dari Indonesia sendiri. Sehingga akan menimbulkan dampak positif
ataupun negative, Pengaruh positif akan memperkaya perkembangan bahasa
Indonesia sedangkan pengaruh negative justru sebaliknya.
- Menurunnya kedudukan bahasa Indonesia di karenakkan orang lebih tertarik
dengan bahasa asing dari pada mempelajari bahasa indonesia, alas an orang lebih
memilih bahasa asing adalah ngetren (sedang musim) tentunya hal ini di barengi
dengan perkembangan jaman akan teknologi.
- Kurangnya minat siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia, siswa mengaggap
bahwa mempelajari bahasa Indonesia itu mudah. Akibatnya, mereka tidak
sungguh-sungguh mempelajari bahasa Indonesia, dan akhirnya nilai dari mata
pelajaran bahasa Indonesia menjadi kurang memuaskan.
- Kurangnya Pengharagaan Terhadap Orang yang Menguasai Bahasa Indonesia,
Pemakai Bahasa (masyarakat) yang menguasai bahasa Indonesia dan
menggunakan dengan baik dan benar belum mendapat penghargaan di lingkungan
masyarakat itu berada. Misalnya saja seorang seorang pegawai kantor yang
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidk akan ada penghargaan
kepadanya. Hal seperti ini, menyebabkan para pegawai akan menyepelekan
bahasa Indonesia.
- Kurangnya sikap yang tegas dari pemerintah yang berupa anjuran dan sifatnya
tidak mengikat sehingga masyarakat erpikiran tidak wajib mengikutinya.

2. Identifikasi sumber penyebab masalah (bds isi artikel)


- Sulitnya masyarakat menggunkkan bahasa Indonesia, saya ambil contoh saja
masyarakat jawa, mereka dari kecil hingga dewasa dituntut untuk bisa
menggunakkan bahasa daerah(jawa) dengan baik dan benar oleh orang tuanya.
Sehingga untuk mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar mereka
justru akan kesulitan untuk mempelajarinya.
- Dengan datangnya MEA di Indonesia, siswa dituntut harus bisa menguasai bahasa
asing(bahasa inggris) agar nantinya siswa bisa bersaing di MEA. Tentunya hal ini
akan membuat nilai bahasa Indonesia menjadi kendor, karena apa siswa lebih
terfokus untuk mempelajari bahasa asing dari pada bahasa Indonesia.
- Kurangnya metode mengajar guru bahasa Indonesia, contoh. Ibu Reni sedang
mengajar bahasa Indonesia di kelas, ibu reni menyuruh siswanya untuk
merangkum 10 lembar. Hal ini akan menyebabkan siswa menjadi jenuh dengan
pelajaran bahasa Indonesia. Akibatnya nilai mata pelajaran bahasa Indonesia akan
turun.
3. Paparkan kasus tersebut dari segi:
a. Isu Perkembangan (bisa lebih dari 1 isu)
- Nurture (lingkungan)
Peran lingkungan sangatlah penting bagi pertumbuhan bahasa. Dengan adanya
lingkungan maka akan terbentuk suatu bahasa sebagai alat komunikasinya. Bahasa
tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya unsur ligkungan, begitupun dengan
sebaliknya lingkungan tidak akan tercipta jika tidak adanya bahasa. Kedua unsur
ini harus ada dalam membentuk suatu lingkungan. Saya ambil contoh lingkungan
masyarakat jawa yang kental dengan istilah kejawen (bahasa daerah).
b. Teori perkembangan (minimal dilihat dari sudut pandang 2 jenis teori)
-
c. Konsep-konsep utama dalam studi perkembangan (bisa lebih dari 1)
   ARTIKEL "PERGAULAN BEBAS DI KALANGAN
REMAJA"

 bimo seno  17:46

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat
bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang
remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup
matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai
baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak
kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang
tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.
          Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan
mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam
mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni
dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter
tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat
terlarang, sex bebas, dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit
HIV/AIDS.
Sekarang ini zaman globalisasi. Remaja harus diselamatkan dari globalisasi. Karena
globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-
kebudayaan yang asing yang masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai
contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita.
          Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para
remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di
tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan
masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja.
Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di
kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran
dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun
yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh
karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan
kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti
harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan
pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus
berlangsung selamanya.
          Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh
cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan
kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak
harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat
menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin
meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap
harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan
sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak.
Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini
hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan.
Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk
menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara
orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu
menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak
merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
           Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua
hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana
kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta
segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya
memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan.
Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap
dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh
dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan
menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus
dilakukan.
             Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30
persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas
tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas
remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin
serius. Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta
mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas
semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen
pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian
di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan
di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah
melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan
umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau
mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan
remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya
pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan
15-20 persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka
kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya
tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
            Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan.
Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk
aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan.
Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila
ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko
kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko
terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.
              Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks bebas,
kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu
suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat lagi
bagi remaja yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat. Saat ini
untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan remaja-bukan hanya
membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibentengi dengan
pendampingan orang tua dan selektivitas dalam memilih teman-teman. Karena ada
kecenderungan remaja lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua
sendiri.
                Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan
kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar.
Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan
tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular
seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar dari
percobaan melakukan seks bebas. Dalam keterpurukan dunia remaja saat ini, anehnya banyak
orang tua yang cuek bebek saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Kini tak sedikit orang
tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe “jarum super” alias jarang di rumah suka pergi;
lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Udah gedean dikit di sekolahin di sekolah
yang mahal tapi miskin nilai-nilai agama.
             Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin ‘gerah’, Video klip lagu
dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan adegan-adegan yang bikin dek-dekan
jantung para lelaki. Belum lagi tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan
sesatnya. Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar “sekwilda”,
alias sekitar wilayah dada; dan gambar “bupati”, alias buka paha tinggi-tinggi. Konyolnya,
pendidikan agama di sekolah-sekolah ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk
kritis dan inovatif. 
http://makalahtugasmu.blogspot.co.id/2015/09/pergaulan-bebas-di-kalangan-remaja.html

Anda mungkin juga menyukai