Anda di halaman 1dari 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP HIV AIDS

1. Pengertian

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang


menyerang system kekebalan tubuh manusia dan pada stadium akhir
menyebabkan kondisi klinis yang dikenal sebagai Acuared
immunodeficiency sindrom (AIDS). Orang dengan HIV/AIDS (odha)
adalah sebutan untuk orang yang di dalam tubuhnya telah terinfeksi virus
HIV/AIDS yang diketahui melalui pemeriksaan laboratorium (Kemenkes
RI,2015). Penularan penyakit HIV ini melalui hubungan seksual yang
beresiko tanpa menggunakan kondom, melalui pajanan darah terinfeksi,
produk darah atau transpaltasi organ dan jaringan yang terkontaminasi virus
HIV, dan menular melalui ibu yang positif HIV ke anaknya (Kemenkes
RI,2015; KPA, 2018). Kejadian penularan melalui hubungan heteroseksual
di Indonesia cenderung meningkat setiap tahun (Kemenkes RI, 2015). Oleh
karena itu pemnyakit HIV masih sebagai satu masalah Kesehatan
masyarakat di Indonesia.

HIV merupakan sebuah retrovirus yang memiliki genus lentivirus, genus ini
memiliki tipe klinis yang Panjang, replikasi virus yang persisten dan terlibat
dalam system saraf pusat. Virus ini berbeda dengan viruys lain karena tubuh
manusia tidak dapat menyingkirkan virus ini. HIV menyebar melalui cairan
tubuh dan memiliki cara khas dalam menginfeksi system kekbalan tubuh
manusia terutama sel CD4 atau sel-T.

AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh


menurunnya kekebalan tubuhakibat infeksi oleh virus HIV. AIDS
merupakan stadium Ketika system imun penderita menurun dan penderita
menjadi rentan terhadap infeksi yang dinamakan infeksi oportunistik. Pada
individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200µ juga merupakan
definisi AIDS meskipun tanpa adanya gejala yang terlihat atau infeksi

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit


kekurangan sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau
HIV tipe 2 (Copstead dan Banasik, 2016). Infeksi HIV adalah infeksi virus
yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV
biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama
pada orang dewasa) (Bararah dan Jauhar. 2013). Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu
yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Lorraine,
2015).

Definisi Kasus Surveilans untuk infeksi HIV dari CDC menurut Sylvia dan
Lorraine (2017) yaitu: Kriteria yang direvisi pada tahun 2000 untuk
pelaporan tingkat nasional, mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam
satu definisi kasus. Pada orang dewasa , remaja, atau anak berusia 18 bulan
atau lebih, definisi kasus surveilans infeksi HIV dipenuhi apabila salah satu
kriteria laboratorium positif atau dijumpai bukti klinis yang secara spesifik
menunjukkan infeksi HIV dan penyakit HIV berat (AIDS).

Bukti laboratorium untuk infeksi HIV mencangkup reaksi positif berulang


terhadap uji-uji penapisan antibodi yang dikonfirmasi dengan uji
suplementer (misal,ELISA, dikonfirmasi dengan uji Western blot) atau hasil
positif atau laporan terdeteksinya salah satu uji nonantibodi atau virologi
HIV: uji antigen p24 HIV dengan pemeriksaan netralisis, biakan virus HIV,
deteksi asam nukleat (RNA atau DNA) HIV (misalnya, reaksi berantai
polimerase atau RNA HIV-1 plasma, yang berinteraksi akibat terpajan pada
masa perinatal).

Kriteria klinis mencangkup suatu diagnosa infeksi HIV yang didasarkan


pada daftar kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh
dokter atau penyakit-penyakit yang memenuhi kriteria yang tercakup dalam
definisi kasus untuk AIDS. Kriteria untuk definisi kasus AIDS adalah :

a. Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan :

1) Hitungan sel T CD4+ <200/μI atau

2) Hitungan sel T CD4+ <14% sel T total, tanpa memandang kategori


klinis, simtomatik atau asimtomatik

b. Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti :

1) Kondidiasis bronkus, trakea, atau paru

2) Kondidiasis esofagus
3) Kanker serviks, invasif

4) Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstraparu

5) Kriptokokus, ekstraparu

6) Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)

7) Penyakit sitomegalovirus (selain di hati,limpa, atau kelenjer getah


bening)

8) Retnitis sitomegalovirus (disertai hilangnya penglihatan)\

9) Ensafalopati, terkait HIV

10) Harpes simpleks; ulkus (-ulkus kronik lebijh dari 1 bulan; atau
bronkitis, pneumonitis, esofagitis

11) Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu

12) Isosporiasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)

13) Sarkoma Kaposi (SK)

14) Limfoma, Burkitt (atau ekivalen)

15) Limfoma, imunoblastik (atau yang ekivalen)

16) Limfoma, primer, otak

17) Mycobacterium avium complex atau Mycobacteriumkansasi,


diseminata atau ektra paru

18) Mycobacterium tuberkulosis, semua tempat, paru-paru atau


ekstraparu

19) Mycobacterium, spesies lain atau spesies yang belum teridentifikasi,


diseminata atau ekstraparu

20) Pneumonia Pneumicytis carinii (PPC)

21) Pneumonia, rekuren

22) Leukoensefalopati multifokus progresif

23) Septikemia salmonela, rekuren


24) Toksoplasmosis otak

25) Sindrom pengurusan yang disebabkan oleh HIV

2. Penyebab

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang
termasuk dalam keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi
pada kucing, virus imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan
virus anemia infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara
genetik, tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang
telah berhasil diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron
HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang padat
elektron dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran se
penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24,
nukleokapsid protein p7 atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga enzim
virus (protease, reserve trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen
retrovirus yang baku ini, HIV mengandung beberapa gen lain (diberi nama
dengan tiga huruf, misalnya tat, rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur
sintetis serta perakitan partikel virus yang infeksius. (Robbins dkk, 2015)

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2016) virus HIV menular melalui enam
cara penularan, yaitu :

a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual

berlangsusng, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai
selaput lendir, penis, dubur, atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam
cairan tersebut masuk ke aliran darah (Kemenkes RI,2015 dalam
Nursalam,2016 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada
dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk
ke aliran darah pasangan seksual

b. Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%
(Kemenkes,2015 dalam Nursalam, 2016). Penularan juga terjadi selama
proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau
membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
(Lili V, 2004 dalam Nursalam, 2016). Semakin lam proses melahirkan,
semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama persalinan bisa
dipersingkat dengan operasi sectio caesaria (HIS dan STB,2000 dalam
Nursalam, 2016). Transmisi lain terjadi selam periode post partum melaui
ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dai Ibu yang positif sekitar 10%

c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah
dan menyebar ke seluruh tubuh.

d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain


yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV,
dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa
menular HIV

e. Alat-alat untuk menoreh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,
membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV
sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.

f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan


oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi
menularkan HIV. Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU secara
bersama-sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas
pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan,
hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan
sosial yang lain.
3. patofisiologi

Menurut Robbins, Dkk (2015) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami
dengan menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem
imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi
antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2) fase kronis
pada tahap menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap akhir.

Fase akut menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang


imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yang secara khas
merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga
70% dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini ditandai
dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam,
dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan
produksi virus dalam jumlah yang besar, viremia dan persemaian yang luas
pada jaringan limfoid perifer, yang secara khas disertai dengan
berkurangnya sel T CD4+. Namum segera setelah hal itu terjadi, akan
muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui
serokonversi (biasanya dalam rentang waktu 3 hingga 17 minggu etelah
pejanan) dan muali munculnya sel T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap
virus. Setelah viremia mereda, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah
normal. Namun, berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan
penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berlanjut di dalam
makrofag dan sel T CD 4+ jaringan.

Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif


virus. Pada fase ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi
virus berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tidak menunjukkan
gejala ataupun menderita limfadenopati persisten, dan banyak penderita
yang mengalami infeksi oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida)
atau harpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid
terus berlanjut. Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan
kehilangan sel CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi
sistem imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu penurunan sel

CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati
periode yang panjang dan beragam, pertahanan penjamu mulai berkurang,
jumlah sel CD4+ mulai menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup yang
terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Limfadenopati persisten yang
disertai dengan kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam,
ruam, mudah lelah) mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem
imun, peningkatan replikasi virus, dan onset fase “krisis”.

Tahap terakhir, fase krisis, ditandai dengan kehancuran ppertahanan


penjamu yang sangat merugikan peningkatan viremia yang nyata, serta
penyakit klinis. Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari 1
bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+
menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah,
para pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma
sekunder, dan atau manifestasi neurologis (disebut dengan kondisi yang
menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan dikatakan telah
menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini
menentukan bahwa seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+
kurang atau sama dengan 200/μL sebagai pengidap AIDS.

4. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

Menurut Burnner dan Suddarth (2015) Manifestasi klinis penyakit AIDS


menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ.
Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi
akibat infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh,
pembahasan berikutini dibatasi pada manifestasi klinis dan akibat infeksi
HIV berat yang paling sering ditemukan.

a. Respiratori

Pneumonia Pneumocytis carini. Gejala nafas yang pendek, sesak nafas


(dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai
infeksi oportunistik seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium avium
intracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan Legionella. Walaupun
begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah
Pneumonia Pneumocytis Carinii (PCP) yang merupakan penyakit
oportunistik pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS.

Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila
dibandingkan dengan pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain.
Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan diagnosis yang benar
bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan. Penderita AIDS pada
mulanya hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas
seperti demam, menggigil, batuk non produktif, nafas pendek, dispnea dan
kadang-kadang nyeri dada. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada
pasien yang bernafas dengan udara ruangan dapat mengalami penurunan
yang ringan; keadaan ini menunjukkan keadaan hipoksemia minimal. Bila
tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang
signifikan dan pada akhirnya, kegagalan pernafasan.

Penyakit kompleks Kompleks Mycobacterium avium (MAC;


Mycobacterium avium Complex) yaitu suatu kelompok baksil tahan asam,
biasanya menyebabkan infeksi pernafasan kendati juga sering dijumpai

dalam traktus gastrointerstinal, nodus limfatik dan sumsum tulang. Sebagian


pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika diagnosis
ditegakkan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk.

Berbeda dengan infeksi oportunistik lainnya, penyakit tuberkulosis (TB)


cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya
mendahului diagnosa AIDS. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut,
penyakit TB disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner
seperti sistem saraf pusat, tulang, perikardium, lambung, peritoneum dan
skrotum.

b. Gastrointerstinal

Manifestasi gastrointerstinal penyakit AIDS mencangkup hilagnya selera


makan, mual, vomitus, kondisiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis.
Bagi pasien AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius sehubungan
dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari 10% berat
badan), gangguan keseimbnagan cairan dan elektrolit, ekskoriasis kulit
perianal, kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan
yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Kanker

Sarkoma Kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV yang
paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe.Kaposi yang berhubungan dengan AIDS
memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar
mulai dari lesi kutaneus setempat hingga kelainan yang menyebar dan
mengenai lebih dari satu sistem organ. Lesi Kutaneus yang dapat timbul
pada setiap bagian tubuh biasanya bewarna merah mudah kecoklatan hingga
ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh ekimosis
(bercak-bercak perdarahan) serta edema.

Lokasi dan ukuran beberapa lesi dapat menimbulkan statis aliran vena,
limfadema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak integritas kulit dan
meninggalkan ketidaknyamanan pasien serta kerentanannya terhadap
infeksi.

Limfoma Sel-B merupakan malignansi paling sering kedua yang terjadi


diantara pasien-pasien AIDS. Limfoma yang berhubungan dengan AIDS
cenderung berkembang diluar kelenjer limfe; limfoma ini paling sering
dijumpai pada otak, sumsum tulang dan traktus gastrointerstinal.

d. Neurologik

Ensefalopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. Hiv


ditemukan dengan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan
serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak
yang terinfeksi HIV didominasi olehsel-sel CD4 + yang berasal dari
monosit/magrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksin atau limfokin
yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu atau yang
mengganggu fungsi neurotransmiter ketimbang menyebabkan kerusakan
seluler. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan
progresif pada fungsi kognitif, prilaku dan motorik. Tanda tanda dan
gejalanya yang samar-samar serta sulit dibedakan dan kelelahan, depresi
atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi.

Manifestasi dini mencangkup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan


berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. Stadium lanjutmencangkup ganggua kognitif global kelambatan
dalam respon verbal, gagguan afektif seperti pandangan yang
kosong,hiperrefleksi paraparesis spastik, psikologis, halusiansi, tremor,
inkontenensia, serangan kejang, mutisme dan kematian.

Infeksi jamur Criptococcus neoformans merupakan infeksi opotunistik


paling sering keempat yang terdapat di antara pasien-pasien AIDS dan
penyebab infeksi paling sering ketiga yang menyebabkan kelainan
neurologik. Meningitis kriptokokus ditandai dengan gejala seperti
demam/panas, sakit kepala, keadaan tidak enak badan (melaise), kaku
kuduk, mual, vormitus, perubahan status mental, dan kejang-kenjang.

Leukoensefalopati Multifokal Progresif (PML) merupakan kelainan sistem


saraf pusat dengan demielinisasi yang disebabkan oleh virus J.C.
Manifestasi klinis dapat dimulai dengan konfusi mental dan mengalami
perkembangan cepat yang akhirnya mencakup gejala kebutaan, afasia,
paresis, (paraliasis ringan) serta kematian.
Kelemahan neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang berhubungan
dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan demielinisasi dengan disertai
rasa nyeri serta patirasa pada ekstremitas, kelemahan, penurunan rekfleks
tendon yang dalam, hipotensi ortostatik dan impontensi.

a. Struktur integrumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta
malignansi yang mendampinginya, Infeksi oportunistik seperti harpes zoster
dan harpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri
yang merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosum merupakan infeksi
virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas.
Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi
yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai dengan kulit yang
kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti ekzema atau
psoriasis. Hingga 60% enderita yang diobati dengan
trimetroprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia
pneumocytis carinii akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan
berua preuritus yang disertai pembentukan papula serta makula bewarna
merah muda. Terlepas dari penyebab ruam ini pasien akan mengalami
ganggua rasa nyaman dan menghadapi peningkatan resiko untuk menderita
infeksi tambahan, akibat rusaknya keutuhan kulit.

2. Penatalaksanaan
Menurut Burnnner dan Suddarth (2015) Upaya penanganan medis meliputi
beberapa cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang
berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV
lewar preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun
melalui pengguanaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif
merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit
AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut
mencangkup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan
perubahan status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai berikut :
a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV infeksi
Infeksi umum trimetroprime-sulfametokazol, yang disebut pula TMP- SMZ
(Bactrim,septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada
pasien-pasien dengan fungsi gastrointerstinal yang normal tidak
memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan
TMP-SMZ dapat mengalami efekyang merugikan dengan insiden tinggi
yang tidak lazim terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia, trombositopenia
dengan ganggua fungsi renal.
Pentamidin, suatu obat anti protozoa, digunakan sebagai preparat alternatif
untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien tidak
memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ, petugas
kesehatan dapat merekomendasikan pentamidin.
Kompleks Mycobacterium avium, terapi kompleks Mycobacterium avium
complex (MAC) masih belum ditentukan dengan jelas dan meliputi
penggunaan lebih dari satu macam obat selam periode waktu yang lama.

Meningitis, Terpi primer yang muthakhir untuk meningitis kriptokokus


adalah amfoterisin B IV dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol
(Diflucan). Keadaan pasien harus dipantau untuk endeteksi efek yang
potensial merugikan dan serius dari amfoterisin B yang mencangkup reaksi
anafilaksik, gangguan renal serta hepar, gangguan keseimbangan elektrolit,
anemia, panas dan menggigil.

Retinitis Sitomegalovirus, Retinitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus


(CMV;cytomegalovirus) merupan penyebab utama kebutaan pada penderita
penyakit AIDS.

Foskarnet (Foscavir), yaitu peparat lain yang digunakan mengobati retinitis


CMV, disuntikkan intravena setiap 8 jam sekali selama 2 hingga 3 minggu.
Reaksi merugikan yang lazim terjadi pada pemberian foskarnet adalah
nefrotoksisitas yang mencangkup gagal ginjal akut dan gangguan
keseimbangan elektrolit yang mencangkup hipokalasemia, hiperfosfatemia
serta hipomagnesemia. Semua keadaan ini dapat membawa kematian. Efek
merugikan lainnya yang lazim dijumpai adaah serangan kejang-kejang,
gangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan nyeri
punggung bawah.
Keadaan lain, Asiklovir dan foskarnat kini digunakan untuk mengobati
infeksi ensefalitis yang disebabkan oleh harpes simpleks atau harpes zoster.
Pirimetamin (Daraprim) dan Sulfadiazin atau klindamisin (Cleosin HCL)
digunakan untuk pengobatan maupun terapi supresif seumur hidup
bagiinfeksi Toxoplasmosis gondi. Infeksi kronis yang membandel oleh
kondendidasi (trush) atau lesi esofagus diobati dengan Ketokonazol atau
flukonazol.
b. Penatalaksanaan Diare Kronik
Terapi dengan oktreotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sintetik
somatostatin, ternyata efektif untuk mengatasi diare yang berat dan kronik.
Konsentrasi reseptor somatosin yang tinggi ditemukan dalam traktus
gastrointerstinal maupun jaringan lainnya. Somatostain akan menghambat
banyak fungsi fisologis yang mencangkup motalisis gastrointerstinal dan
sekresi-interstinal air serta elektrolit.

c. Penatalaksanaan Sindrom Pelisutan


Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencangkup penanganan penyebab yang
mendasari infeksi oportunitis sistematik maupun gastrointerstinal. Malnutrsi
sendiri akan memperbesar resiko infeksi dan dapat pula meningkatkan
insiden infeksi oportunistis. Terapi nutrisi bisa dilakukan mulai dari diet oral
dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi enternal) hingga
dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan.

d. Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma Kaposi biasanya sulit karena sangat beragamnya
gejala dan sistem organ yang terkena.Tujuan terapinya adalah untuk
mengurangi gejala dengan memperkecil ukuranlesi pada kulit, mengurangi
gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edema serta ulserasi, dan
mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ
viseral. Hinngga saat ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa
ABV (Adriamisin, Bleomisin, dan Vinkristin).

e. Terapi Antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah disetujui oleh
FDA untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; Zidovudin,
Dideoksinosin , dideoksisitidin dan Stavudin. Semua obat ini menghambat
kerja enzim reserve transcriptase virus dan mencegah virus reproduksi virus
HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan
virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru.
Dengan mengubah komponen struktural rantai DNA, produksi virus yang
baru akan dihambat.

f. Inhibitor Protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghambat kerja enzim protase,
yaitu enzim yang dibutuhkan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion
yang menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus
noninfeksius dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase.

g. Perawatan pendukung
Paien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun
sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan
banyak macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan
tindakan sederhana seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau
mempersiapkan makanannya. Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang
lanjut karena penurunan asupan makanan, sindrome perlisutan atau
malabsobsi saluran cerna yang berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan
dalam pemberian makan lewat pembuluh darah seperti nutrisi parenteral
total. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadiakibat mual,
Vomitus dan diare hebat kerapkali memerlukan terapi pengganti yang
berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang berkaitan dengan
sarkoma kaposi, ekskoriasi kulit perianal dan imobilisasi ditangani dengan
perawatan kulit yang seksama dan rajin; perawatan ini mencangkup
tindakan membalikkan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan
mengoleskan salep obat serta menutup lesi dengan kasa steril.

Gejala paru seperti dispnea dan napas pendek mungkin berhubungan dengan
infeksi, sarkoma kaporsi serta keadaan mudah letih. Pasien-pasien ini
mungkin memerlukan terapi oksigen, pelatihan relaksasi dan teknik
menghemat tenaga. Pasien dengan ganggguan fungsi pernafasan yang berat
pernafasan yang berat dapat membutuhkan tindakan ventilasi mekanis. Rasa
nyeri yang menyertai lesi kulit, kram perut, neuropati perifer atau sarkoma
kaposi dapat diatasi dengan preparat analgetik yang diberikan secara teratur
selama 24 jam. Teknik relaksasi dan guded imagery (terapi psikologi
dengan cara imajinasi yang terarah) dapat membantu mengurangi rasa nyeri
dan kecemasan pada sebagian pasien.

h. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2016) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan
pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi
sistem imun, meningkatkan kemampuan tubuh, utuk memerangi infeksi, dan
menjaga orang yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan
produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan
HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi szat gizi.

Untuk mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus
diberikan makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral
serta cukup air.

i. Manfaat konseling dan VCT pada pasien HIV


Menurut Nursalam (2016) konseling HIV/AIDS merupakan dialog antara
seseorang (klien) dengan pelayanan kesehatan (konselor) yang bersifat
rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau
mengadaptasi diri dengan stres dan sanggup membuat keputusan bertindak
berkaitan dengan HIV/AIDS.

Konseling HIV berbeda


dengan konseling lainnya,
walaupun keterampilan dasar
yang dibutuhkan adalah sama.
Konseling HIV menjadi hal
yang unik karena :
1) Membutuhkan
pengetahuan yang luas
tentang infeksi menular
seksual (IMS) dan
HIV/AIDS
2) Membutuhkan mengenai praktik seks yang
bersifat pribadi
3) Membutuhkan pembahasan tentang
keamatian atau proses kematian
4) Membutuhkan kepekaan
konselor dalam
menghadapi perbedaan
pendapat dan nilai yang
mungkin sangat
bertentangan dengan nilai
yang dianut oleh konselor
itu sendiri.
5) Membutuhkan keterampilan pada saat
memberikan hasil HIV positif
6) Membutuhkan
keterampilan dalam
menghadapi kebutuhan
pasangan maupun anggota
keluarga klien

Menurut Nursalam (2016) tujuan konseling


HIV yaitu :
1) Mencegah penularan
HIVdengan cara
mengubah prilaku. Untuk
mengubah prilaku ODHA
(Orang Dengan
HIV/AIDS) tidak hanya
membutuhkan informasi
belaka, tetapi jauh lebih
penting adalah pemberian
dukungan yang dapat
menumbuhkan motivasi
mereka, misalnya dalam
prilaku seks aman, tidak
berganti-ganti jarum
suntik, dan lain-lain.
2) Meningkatkan kualitas
hidup ODHA dalam segala
aspek baik medis,
psikologis, sosial, dan
ekonomi. Dalam hal ini
konseling bertujuan untuk
memberikan dukungan
kepada ODHA agar
mampu hidup secara
positif.

Voluntary Conseling Testing


atau VCT adalah suatu
pembinaan dua arah atau
dialog yang berlangsung tak
terputus antara konselor dan
kliennya dengantujuan untuk
mencegah penurlaran HIV,
memberikan dukungan moral,
informasi, serta dukungan
lainnya kepada ODHA,
keluarga, dan lingkungannya
(Nursalam, 2016).

Tujuan VCT yaitu sebagai


upaya pencegahan HIV/AIDS,
upaya untuk mengurangi
kegelisahan, meningkatkan
presepsi/ pengetahuan mereka
tentang faktor-faktor resiko
penyebab seseorang terinfeksi
HIV, dan upaya
pengembangan perubahan
prilaku, sehingga secara dini
mengarahkan menuju ke
program pelayanan dan
dukungan termasuk akses
terapi antiretroviral, serta
membantu mengurangi stigma
dalam masyarakat (Nursalam,
2016)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus HIV


AIDS
Asuhan keperawatan bagi penderita
penyakit AIDS merupakan tantangan
yang besar bagi perawat karena
setiap sistem organ berpotensi untuk
menjadi sasaran infeksi ataupun
kanker. Disamping itu, penyakit ini
akan dipersulit oleh komplikasi
masalah emosional, sosial dan etika.
Rencana keperawatan bagi penderita
AIDS harus disusun secara
individual untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing pasien
(Burnner & Suddarth, 2015).

Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi :


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/
tanggal lahir, jenis kelamin,
status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, No.
MR

b. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien
AIDS dengan manifestasi
respiratori ditemui keluhan
utama sesak nafas. Keluhan
utama lainnya ditemui pada
pasien HIV AIDS yaitu,
demam yang berkepanjangan
(lebih dari 3 bulan), diare
kronis lebih dari satu bulan
berulang maupun terus
menerus, penurunan berat
badan lebih dari 10%, batuk
kronis lebih dari 1 bulan,
infeksi pada mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh
jamur Candida Albicans,
pembengkakan kelenjer getah
bening diseluruh tubuh,
munculnya Harpes zoster
berulang dan bercak-bercak
gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan
yang biasanya disampaikan
pasien HIV AIDS adalah :
pasien akan mengeluhkan
napas sesak (dispnea) bagi
pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-
batuk, nyeri dada dan
demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare
serta penurunan berat badan
drastis.

d. Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya pasien pernah
dirawat karena penyakit yang
sama. Adanya riwayat
penggunaan narkotika suntik,
hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS, terkena
cairan tubuh penderita
HIV/AIDS.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya pada pasien HIV
AIDS adanya anggota
keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS.
Kemungkinan dengan adanya
orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengkajian lebih lanjut
juga dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya
keluarga bekerja di tempat
hiburan malam, bekerja
sebagai PSK (Pekerja Seks
Komersial).

2. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)


a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien
HIV/AIDS akan menglami
perubahan atau gangguan
pada personal hygiene,
misalnya kebiasaan mandi,
ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi
tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien
biasanya cenderung dibantu
oleh keluarga atau perawat.
c. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan
HIV/AIDS mengalami
penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri
menelan, dan juga pasien
akan mengalami penurunan
BB yang cukup drastis
dalam waktu singkat
(terkadang lebih dari 10%
BB).

d. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases
encer, disertai mucus berdarah.

e. Pola Istirahat dan tidur


Biasanya pasien dengan
HIV/AIDS pola istirahat dan
tidur mengalami gangguan
karena adanya gejala seperi
demam dan keringat pada
malam hari yang berulang.
Selain itu juga didukung
oleh perasaan cemas dan
depresi pasien terhadap
penyakitnya.

f. Pola aktivitas dan latihan


Biasanya pada pasien
HIV/AIDS aktivitas dan
latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa
orang tidak dapat melakukan
aktifitasnya seperti bekerja.
Hal ini disebabkan mereka
yang menarik diri dari
lingkungan masyarakat
maupun lingkungan kerja,
karena depresi terkait
penyakitnya ataupun karena
kondisi tubuh yang lemah.

g. Pola presepsi dan konsep diri


Pada pasien HIV/AIDS
biasanya mengalami
perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.

h. Pola sensori kognitif


Pada pasien HIV/AIDS
biasanya mengalami
penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan.
Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan
berkonsentrasi, kesulitan
dalam respon verbal.
Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa
mengalami halusinasi.
i. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien
HIV/AIDS akan terjadi
perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien
merasa malu atau harga diri
rendah.

j. Pola penanggulangan stres


Pada pasien HIV AIDS
biasanya pasien akan
mengalami cemas, gelisah
dan depresi karena penyakit
yang dideritanya. Lamanya
waktu perawatan, perjalanan
penyakit, yang kronik,
perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan
menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain-
lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme
koping yang kontruksif dan
adaptif.

k. Pola reproduksi seksual


Pada pasaaien HIV AIDS
pola reproduksi seksualitas
nya terganggu karena
penyebab utama penularan
penyakit adalah melalui
hubungan seksual.

l. Pola tata nilai dan kepercayaan


Pada pasien HIV AIDS tata
nilai keyakinan pasien awal
nya akan berubah, karena
mereka menggap hal
menimpa mereka sebagai
balasan akan perbuatan
mereka. Adanya perubahan
status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi nilai dan
kepercayaan pasien dalam
kehidupan pasien, dan
agama merupakan hal
penting dalam hidup pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak
lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos
mentis cooperatif, sampai
terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, samnolen,
stupor bahkan coma.
c. Vital sign :
TD : Biasanya ditemukan dalam
batas normal
Nadi :
Terkadang
ditemukan frekuensi
nadi meningkat
Pernafasan :Bi
asanya ditemukan
frekuensi
pernafasan
meningkat
Suhu :Bias
anya
dite
muk
an
Suhu
tubu
h
meni
gkat
kare
na
dem
am.
d. BB : Biasanya
mengalami
penurunan (bahkan
hingga 10% BB)
TB : Biasanya
tidak mengalami
peningkatan
(tinggi badan
tetap)
e. Kepala : Biasanya
ditemukan kulit kepala
kering karena dermatitis
seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan
konjungtiva anemis, sclera
tidak ikhterik, pupil isokor,
reflek pupil terganggu,
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya
pernafasan cuping hidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya
ditemukan ulserasi dan
adanya bercak-bercak putih
seperti krim yang
menunjukkan kandidiasi.
i. Leher : kaku kuduk
( penyebab kelainan
neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus
neoformans), biasanya ada
pembesaran kelenjer getah
bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru : Biasanya
terdapat yeri dada, terdapat
retraksi dinding dada pada
pasien AIDS yang disertai
dengan TB, Napas pendek
(cusmaul), sesak nafas
(dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus
yang Hiperaktif
m. Kulit : Biasanya ditemukan
turgor kulit jelek,
terdapatnya tanda-tanda lesi
(lesi sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas : Biasanya
terjadi kelemahan otot,
tonus otot menurun, akral
dingin.

2. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin


Muncul
a. Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan
dengan pneumonia carinii
(PCVP), peningkatan sekresi
bronkus dan penurunan
kemampuan untuk batuk
menyertai kelemahan serta
keadaan mudah letih
b. Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan jalan
nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan
dan penurunan ekspansi paru
c. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan
dengan penurunan imunitas tubuh
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
e. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
penurunan asupan oral
(Nanda , 2015)
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaa keperawatan atau
intervensi yang di temukan pada
pasien dengan HIV AIDS
sebagai berikut.

Diagnosa dan Intervensi Pada Pasien


dengan HIV AIDS

No Diagnosa Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan
1. Ketidakefektifan  Respiratory status: Airway suction
bersihan jalan ventilation
 Respiratory status: - Pastikan kebutuhan
Nafas
oral/tracheal
airway patency
suctioning
Definisi : ketidak
- Auskultasi suara
mampuan untuk kriteria hasil : nafas sebelum dan
membersihkan sesudah suctioning
 Mendemonstrasikan
sekresi atau - Informasikan kepada
bstuk efektif dan suara dan keluaraga te
obstruksi dari nafas yang bersih, tidak suctioning
saluran nafas ada sianosis dan dyspneu - Minta klien afas da
Untuk (mampu mengeluarkan sebelum suc
sputum, mampu bernafas dilakukan
mempertahankan
dengan mudah, tidak ada - Berikan O2 d
bersihan jalan pursed lips) mnggunakan nasal
Nafas  Menunjukan jalan memfasilitasi su
nafas yang paten (klien nasotrakeal
Batasan tidak merasa tercekik, - Gunakan alat yang
Karakteristik : irama nafas, frekuensi setiap melakukan tinda
pernafasan dalam - Anjurkan pasien u
rentang normal, tidak istirahat dan napas d
 Tidak ada batuk ada suara nafas setelah kateter dikelua
 Suara napas abnormal) dari nasotrakeal
tambahan  Mampu
- Monitor status oks
 perubahan mengidentifikasikan dan apabila pa
frekuensi nafas mencegah faktor yang menunjukkan brakik
 Perubahan irama dapat menghambat jalan peningkatan saturasi
nafas sianosis nafas dll .
 Kesulitan
berbicara atau Airway management
mengeluarkan
suara - Buka jalan nafas, gun
teknik chin liftatau
 Penurunan bunyi
thrust bila perlu
nafas - Posisikan pasien u
 Dipsneu memaksimalkan ventil
 Sputum dalam - Indentifikasi pa
jumlah yang perlunya pemasangan
berlebihan jalan nafas buatan
 Batuk yang tidak - Pasang mayo bila perl
efektif - Lakukan fisioterapi
 Orthopneu jika perlu
- Keluarkan secret de
 Gelisah
batuk atau suction
 Mata terbuka - Auskultasi suara naf
lebar catat adanya s
Faktor-faktor tambahan
yang berhubungan - Lakukan suction
: mayo
 Lingkungan: - Berikan bronkodilator
- Perokok pasif perlu
- Berikan pelembab u
- Mengisap asap
kassa basah NaCl lemb
- Merokok - Atur intake untuk c
 Obstruksi jalan mengpyimalkan
nafas: keseimbangan
 Spasme jalan - Monitor respirasi
nafas status O2
 Mokus dalam
jumlah
berlebihan
 Eksudat dalam
jalan alveoli
 Materi asing
dalam jalan
nafas
 Adanya jalan
nafas buatan
 Sekresi
bertahan/sisa
ekresi
 Sekresi dalam
bronki
 Fisiologis:
- Jalan nafas
alergik
- Asma
- Penyakit paru
obstruktif
- Hiperplasi
dinding
bronkial
- Infeksi
- Disfungsi
neuromuskular
2. Ketidakefektifa  Respiratory Airway management :
n Pola Nafas status :
- Buka jalan nafas, gunakan
ventiltion teknik chin lift atau jaw thurdt
 Respiratory bila perlu
Definisi : status : airway - Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Inspirasi dan patency - Identifikasi pasien perlunya
 Vital sign pemasangan alat jalan nafas
atau ekspirasi buatan
status
yang - Pasang mayo jika perlu
Kriteria hasil :
- Lakukan fisioterapi dada jika
 Mendemonstras perlu
ikan batuk - Keluarkan sekret dengan
tidak memberi batuk atau suction
efektif dan
ventilasi - Auskultasi suara nafas, catat
suara nafas adanya suara tambahan
Batasan yang bersih, - Lakukan suction pada mayo
tidak ada - Berikan bronkodilator bila
karakteristik: sianosis dan perlu
dyspneu - Berikan pelembab udara kassa
 Perubahan basah NaCl lembab
(mampu - Atur intake untuk cairan
kedalaman mengeluarkan mengoptimalkan
pernapasan sputum, keseimbangan
- Monitor respirasi dan status
 Perubahan mampu O2
bernafas
ekkursi dada dengan mudah, Oxygen therapy
 Mengambil tidak ada - Bersihkan mulut, hidung dan
posisi tiga titik pursed lips) secret trakea
 Menunjukan - Pertahankan jalan nafas paten
 Bradipneu - Atur peralatan oksigenasi
jalan nafas - Monitor aliran oksigen
 Penurunan yang paten - Pertahankan posisi pasien
(klien tidak - Onservasi adanya tanda-tanda
tekanan hipoventilasi
merasa - Monitor adanya kecemasan
ekspirasi tercekik, irama pasien
 Penurunan nafas, frekuensi
Vital sign monitoring
ventilasi pernafasan
dalam rentang - Monitor TD, nadi, suhu, dan
semenit normal, tidak RR
ada suara - Catat adanya fluktuasi
 Penurunan
tekanan darah
kapasitas vital abnormal) - Monitor VS saat pasien
 Tanda-tanda berbaring, duduk, atau berdiri
 Dipneu vital dalam - Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Peningkatan rentang normal - Monitor TD, nadi, RR,
(tekanan darah, sebelum, selama dan setelah
diameter aktivitas
nadi,
anterior- - Monitor kualitas dari nadi
pernafasan - Monitor frekuensi dan irama
posterior pernapasan
- Monitor suara paru
 Pernapasan - Monitor suara pola
cuping hidung pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
 Ortopneu kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
 Fase ekspirasi - Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
memanjang bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Pernapasan - Identifikasi penyebab dari
bibir perubahan vital sign
 Takipneu
 Penggunaan
otot aksesorius
untuk bernapas
Faktor yang
berhubungan:
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas
tulang
 Deformitas
dinding dada
 Keletihan
 Hiperventilasi
 Sindrom
hipoventilasi
 Gangguan
muskuluskelet
al
 Kerusakan
neurologis
 Imaturitas
neurologis
 Disfungsi
neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Keletihan otot
pernapasan
cedera medula
spinalis
3. Ketidakefektifan  Hidration Temperature regulation
termoregulasi  Adherence (pengaturan Suhu)
- Monitor suhu minimal tiap 2
behavior
jam
Definisi :  Immune status - Rencanakan monitoring suhu
 Risk control secara kontinyu
fruktuasi suhu  Risk detektion
- Monitor TD, Nadi, dan RR
diantara - Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda hipotermi
hipotermi dan Kriteria hasil :
- Tingkatkan intake cairan dan
hipertermia  Keseimbangan nutrisi
antara produksi - Selimuti pasien untuk
panas, panas mencegah hilangnya
yang di terima, kehangatan tubuh
Batasan
dan hilangnya - Ajarkan pada pasien cara
Karakteristik : panas mencegah keletihan akibat
 Seimbang panas
 Dasar kuku
antara produksi - Diskusikan tentang pentingnya
sianostik
panas, panas pengaturan suhu tubuh dan
 Fruktuasi yang diterima, kemungkinan efek negatif dari
suhu tubuh dan kehilangan kedinginan
diatas dan panas selama - Beritahu tentang indikasi
dibawah 28 hari pertama terjadinya keletihan dan
kisaran kehidupan penanganan emergency yang di
normal  Keseimbangan asam prlukan
 Kulit basa bayi baru lahir - Ajarkan indikasi dari hipotermi
kemerahan  Temperature stabil : dan penanganan yang di
 Hipertensi 36,5-37℃
perlukan
 Peningkatan  Tidak ada kejang
 Tidak ada - Berikan antipiretik jika perlu
suhu tubuh
perubahan warna
diatas kisaran -
kulit
normal  Glukosa darah stabil
 Peningkatan  Pengendalian resiko
frekuensi hipertermia
pernafasan  Pengendalian resiko
 Sedikit hypotermia
menggigil,kej  Pengendalian resiko
ang proses menular
 Pengendalian resiko
 Pucat sedang
paparan sinar
 Piloereksi matahari
 Penurunan
suhu tubuh
dibawah
kisaran
normal
 Kulit dingin,
kulit hangat
 Pengisian
ulang kapiler
yang lambat,
takikardi
Faktor yang
berhubungan
 Usia yang
ekstrem
 Fluktuasi
suhu
lingkungan
 Penyakit
 Trauma
4. Intoleransi  Energy Activity therapy
aktivitas conservation
- Kolabrasikan dengan tenaga
 Activity tolerance
rehabilitasi medik dalam
 Self care :ADLs merencanakan program terapi
Definisi :
yang tetap
Ketitakcakupan
Kriteria hasil : - Bantu klien untuk
energi psikologis mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
atau fisiologis  Berpartisipasi - Bantu untuk memilih aktivitas
dalam aktivitas
untuk melanjutkan fisik tanpa disertai konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi
peningkatan dan social
atau
tekanan darah, - Bantuk untuk
menyelesaikan nadi, dan RR mengidentifikasi dan
 Mampu mendapatkan sumber yang
aktifitas
melakukan diperlukan untuk aktivitas
kehidupan sehari- aktivitas sehari yang di inginkan
hari (ADLs) - Bantu untuk mendapatkan alat
hari yang harus bantuan aktivitas seperti kursi
 Tanda-tanda
atau yang ingin vital normal roda, krek,
 Energy - Bantu mengidentifikasi
dilakukan aktivitas yang disukai
psikomotor
- Bantu klien untuk membuat
 Level
jadwal latihan diwaktu luang
Batasan kelemahan - Bantu pasien atau keluarga
 Mampu untuk mengidentifikasi
Karakteristik :
berpindah: kekurangan dalam beraktivitas
 Respon dengan atau - Sediakan penguatan positif
tekanan darah tanpa bantuan bagi yang aktif beraktifitas
abnormal alat - Bantu pasien untuk
terhadap  Status mengembangkan motivasi diri
aktivitas kardiopulmunar dan penguatan
 Respon i adekuat - Monitor respon fisik, emosi,
frekuensi  Sirkulasi status sosial dan spiritual
jantung baik
abnormal  Status
terhadap respirasi :
aktivitas pertukaran gas
 Perubahan dan ventilasi
EKG yang adekuat
mencermin
kan aritmia
 Perubahan EKG
iskemia
 Ketidaknyam
anan setelah
beraktivitas
 Menyaatakan
merasa letih
 Menyatakan
merasa lemah

Faktor yang
berhubungan :

 Tirah baring
atau imobilisasi

 Kelemahan
umum

 Ketidakseimba
ngan antara
suplai dan
kebutuhan
oksigen

 Imobilitas

 Gaya hidup
monoton
5. Ketidakseimbanga  Nutrition status Nutrition management
n nutrisi kurang  Nutrition
dari kebutuhan - Kaji alergi makanan
tubuh status : food and
- Kolaborasi dengan ahli gizi
fluid intake
menentukan jumlah kalori
Definisi: asupan  Nutrition
dan nurisi yang dibutuhkan
nutrisi tidak cukup status : nutrien
untuk memenuhi pasien
kebutuha metabolik intake - Anjurkan pasien untuk
 Weight control meningkatkan intke Fe
Batasan - Anjurkan pasien untuk
karakteristik : Kriteria hasil: meningkatkan protein dan
vitamin C
 Kram abdomen  Adanya - Berikan subtansi gula
 Nyeri abdomen peningkatan - Yakinkan diet yang dimakan
 Menghindari berat badan mengandung tinggi serat
makanan
sesuai dengan untuk mencegah konstipasi
 Berat badan 20%
atau dibawah berat tujuan - Berikan makanan yang
badan ideal  Berat badan ideal terpilih (sudah di
 Kerapuhan kapiler konsultasikan dengan ahli
sesuai dengan
 Diare gizi)
 Kehilangan tinggi badan - Ajarkan pasien bagaimana
rambut berlebihan  Mampu membuat catatan makanan
 Bising usus mengidentifikasi harian monitor jumlah nutrisi
hiperaktif kebutuhan nutrisi dan kandungan kalori
 Kurang makanan - Berikan informasi tentang
 Kurang informasi  Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi kebutuhan nutrisi
 Kurang minat
pada makanan - Kaji kemampuan pasien
 Menunjukan
 Penurunan berat untuk meningkatkan nutrisi
peningkatan yang dibutuhkan
badan dengan
asupan makanan fungsi Nutrition Monitoring
adekuat pengecapan dari - BB pasien dalam batas
 Kesalahan menelan normal
informasi
 Membran mukosa  Tidak terjadi - Monitoring adanya penurunan
pucat penurunan berat BB
 Ketidakmampuan - Monitor tipe dan jumlah
memakan badan yang
aktivitas yang bisa dilakukan
makanan berarti
- Monitor interaksi anak atau
 Tonus otot
menurun orang tua selama makan
 Mengeluh - Monitor lingkungan selama
gangguan sensasi makan
rasa - Jadwalkan pengobatan dan
 Mengeluh asupan tindakan tidak selama jam
makanan kurang makan
dari RDA - Monitor kulit kering dan
(recommended perubahan pigmentasi
daily allowance) - Monitor turgor kulit
 Cepat kenyang
- Monitor kekeringan, rambut
setelah makan
 Sariawan rongga kusam, dan mudah patah
mulut - Monitor mual dan muntah
 Steatorea - Monitor kadar albumin, total
 Kelemahan otot protein, Hb, dan kadar Ht
pengunyah - Monitor pertumbuhan dan
 Kelemahan otot perkembangan
untuk menelan - Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringn jaringan
Faktor-faktor yang konjungtiva
berhubungan :
- Monitor kalorid dan intake
 Faktor biologis nutrisi
 Faktor ekonomi - Catat adanya edema hiperemi,
 Ketidak mampuan hepertonik papila lidah dan
untuk cavitas oral
mengabsorbsi - Catat jika lidah berwaran
nutrien magenta, scarlet
 Ketidakmampuan
untuk mencerna
makanan
 Ketidakmampuan
menelan makanan
 Faktor psikologi

Anda mungkin juga menyukai