Anda di halaman 1dari 5

Kasus Audit Sektor Publik

“Kasus Dugaan Suap Pejabat Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi dan Auditor BPK”

Pemberian opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaan anggaran kementerian
dan lembaga negara dipertanyakan setelah KPK menangkap auditor BPK dan pejabat
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam dugaan suap terkait
opini wajar tanpa pengecualian.

Kasus dugaan suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian terhadap anggaran
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi oleh BPK. Keempatnya
mencakup Inspektur Jenderal Kemendes Sugito, pejabat Eselon III Kemendes Jarot Budi
Prabowo, pejabat Eselon I BPK Rachmadi Saptogiri, dan Auditor BPK Ali Sadli.

Penyidik KPK menemukan uang sebesar Rp40 juta di ruang auditor BPK, Ali Sadli. Kemudian
di ruangan eselon I BPK yaitu Rachmadi Saptogiri, KPK mendapati US$3.000 dan Rp1,145
miliar. KPK menduga uang ini hasil dari dugaan kasus suap pemberian opini WTP.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus
suap yang melibatkan pejabat Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (PDTT) dan pejabat serta auditor Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan, kronologi OTT dalam kasus suap ini berawal dari
penyelidik KPK atas laporan masyarakat atas dugaan terjadinya tindak pidana korupsi. Pada
sekitat Maret 2017, KPK memeriksa laporan keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016.
KPK yang melakukan penyelidikan kemudian melakukan OTT di Kantor BPK RI di Jln.
Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, pada Jumat (26/5/2017) sekitar pukul 15.00 WIB.

Dari kantor BPK, KPK sempat mengamankan enam orang, yakni pejabat Eselon I BPK
Rochmadi Saptogiri (RS), Auditor BPK Ali Sadli (ALS), pejabar eselon III Kemendes PDTT
Jarot Budi Prabowo (JBP), Sekretaris RS, sopir JBP, dan satu orang satpam. KPK juga
melakukan penggeledahan di sejumlah ruangan di kantor BPK. Untuk kepentingan pengamanan
barang bukti dilakukan penyegelan sejumlah ruangan di BPK, disegel dua ruangan, yakni
ruangan ALS dan RS.

Di ruang Ali Sadli, KPK menemukan uang Rp 40 Juta yang diduga merupakan bagian dari total
commitment fee Rp 240 juta untuk suap bagi pejabat BPK. Uang Rp 40 juta ini merupakan
pemberian tahap kedua ketika tahap pertama sebesar Rp 200 juta diduga telah diserahkan pada
awal Mei 2017. KPK kemudian mempelajari ruangan milik Rochmadi Saptogiri, dan ditemukan
uang Rp1,145 miliar dan 3.000 dollar AS atau setara 39,8 juta di dalam brankas. Di Kemendes
PDTT, KPK menyengel empat ruangan, di antaranya ruangan Sugito dan ruangan Jarot Budi
Prabowo.

Setelah melakukan rangkaian penangkapan dan penggeledahan, dari hasil gelar perkara KPK
meningkatkan status perkara kasus ini menjadi penyidikan. Dari tujuh orang yang diamankan,
empat diantaranya menjadi tersangka yaitu Sugito, Jarot Budi Prabowo, Rochmadi Saptogiri dan
Ali Sadli.

KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi peneriamaan hadiah atau terkait janji
dengan pemeriksaan BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
KPK menemukan dugaan korupsi dalam bentuk suap terkait pemberian opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) oleh BPK RI terhadap laporan keuangan kemendes PDTT tersebut.

Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi


( Kemendes PDTT) Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes,
Jarot Budi Prabowo dituntut pidana masing-masing dua tahun penjara, dikurangi masa tahanan.
Tuntutan tersebut dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam persidangan kasus dugaan suap pada pemberian opini wajar tanpa pengecualian
(WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT
tahun 2016, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/10/2017). Selain itu, kedua terdakwa juga
dituntut membayar denda. Sugito dituntut untuk membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan
kurungan, sementara Jarot dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dua Auditor BPK yang Ditangkap KPK Beda Keterangan soal Uang dari Kemendes
"Menyatakan terdakwa Sugito dan Jarot Budi Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa KPK,
saat membacakan tuntutan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu. Hal itu
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang
Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan
alternatif pertama. Menurut jaksa, hal yang memberatkan perbuatan para terdakwa tidak
mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi,
korupsi dan nepotisme.
Sementara, hal yang meringankan, para terdakwa mengaku dan berterus terang dipersidangan
dan menyesali perbuatannya. Dalam tuntutannya, jaksa juga meminta agar kedua terdakwa tetap
ditahan.

Sugito yang didakwa bersama-sama Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes,
Jarot Budi Prabowo, diduga memberikan uang Rp 240 juta kepada dua pejabat BPK tersebut.
Menurut jaksa, uang Rp 240 juta itu diduga diberikan dengan maksud agar Rochmadi
menentukan opini WTP terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan
Kemendes tahun anggaran 2016. Selain itu, suap tersebut diduga untuk menutupi temuan dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes pada 2015 dan Semester I
2016, sebesar Rp 550 miliar.

Yenny Sucipto yang menjabat sebagai sekretaris jenderal Forum Indonesia Transparansi
Anggaran (FITRA) memandang dugaan pemberian suap untuk mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian dari BPK terjadi lantaran adanya persepsi di masyarakat bahwa wajar tanpa
pengecualian sama dengan nihil korupsi.

Kepada wartawan, anggota BPK, Agung Firman Sampurna, menyatakan pemeriksaan laporan
keuangan lembaga pemerintah bukan ditujukan untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan
sumber daya maupun sumber dana dari entitas yang diperiksa.

Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK juga bukan ditujukan khusus untuk mengungkapkan
ketidakpatuhan, kecurangan dan ketidak patutan seperti lembaga penegak hukum—walau BPK
wajib mengungkapkannya jika menemukan hal seperti itu.
Langkah pemeriksaan laporan keuangan dilakukan guna memastikan kementerian dan lembaga
negara telah menyajikan kesesuaian laporan dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan
pengungkapan, serta apakah kementerian dan lembaga negara efektif mengelola keuangan
negara.

Apabila semua aspek dinilai memadai dan sesuai standar, maka BPK akan memberikan predikat
wajar tanpa pengecualian.

Yenny Sucipto yang menjabat sebagai sekretaris jenderal Forum Indonesia Transparansi
Anggaran (FITRA) memandang dugaan pemberian suap untuk mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian dari BPK terjadi lantaran adanya persepsi di masyarakat bahwa wajar tanpa
pengecualian sama dengan nihil korupsi.

Kepada wartawan, anggota BPK, Agung Firman Sampurna, menyatakan pemeriksaan laporan
keuangan lembaga pemerintah bukan ditujukan untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan
sumber daya maupun sumber dana dari entitas yang diperiksa.

Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK juga bukan ditujukan khusus untuk mengungkapkan
ketidakpatuhan, kecurangan dan ketidak patutan seperti lembaga penegak hukum—walau BPK
wajib mengungkapkannya jika menemukan hal seperti itu.

Langkah pemeriksaan laporan keuangan dilakukan guna memastikan kementerian dan lembaga
negara telah menyajikan kesesuaian laporan dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan
pengungkapan, serta apakah kementerian dan lembaga negara efektif mengelola keuangan
negara.

Apabila semua aspek dinilai memadai dan sesuai standar, maka BPK akan memberikan predikat
wajar tanpa pengecualian.

Soal :

1. Kasus apa yang terjadi pada permasalahan diatas?


2. Dugaan yang terjadi pada kasus diatas?
3. Berikan ringkasan terkait kasus diatas?
DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.kompas.com/read/2017/05/28/02000071/
kronologi.kasus.dugaan.suap.pejabat.kemendes.pdtt.dan.auditor.bpk?page=all

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40084440

https://nasional.kompas.com/read/2017/10/11/16054571/kasus-suap-auditor-bpk-dua-pejabat-
kemendes-dituntut-2-tahun-penjara?page=all

Anda mungkin juga menyukai