OLEH
JAWA BARAT
2021
I. PENDAHULUAN
I.1 Definisi SLE
1
kemudian menyebabkan kerusakan jaringan.1 SLE juga merupakan penyakit
kronis autoimun dengan spektrum manifestasi yang luas. Manifestasi klinik
SLE sangat luas melibatkan banyak organ sehingga memberikan gambaran
klinik yang bervariasi. Manifestasi kliniknya dimulai dari yang ringan sampai
mengancam jiwa. SLE masih merupakan problem yang sangat besar karena
mayoritas populasi belum menyadari bahaya penyakit ini. Mengingat
penyakit ini adalah penyakit autoimun yang sangat fatal dan banyak
menyerang wanita usia muda. Mortalitas SLE 5 kali lebih tinggi dibanding
wanita normal.2
2
Hongkong; 97% 5 tahun survival dan 94% 10 tahun survival dan negara
Korea Selatan; 94% pada 5 tahun survival. Survival yang paling buruk
adalah di australia yaitu pada aborigin; 60% 5 tahun survival.10
Penyebab utama kematian pada SLE di negara-negara Asia Pasifik:
Di China penyebab kematian adalah infeksi (31%), renal (31%),
kardiovaskuler (13%), serebrovaskuler (13%), Gastro Intestinal vaskulitis
(6%), tidak diketahui penyebabnya (6%). 7
Di Korea penyebab utama kematian infeksi (33%), aktivitas SLE (25%),
kardiovaskuler (18%), serebrovaskuler (10%), hematologi (8%), pulmoner
(3%), Gastro Intestinal vaskulitis (3%), tidak diketahui penyebabnya (3%). 8,17
Di Jepang penyebab utama kematian infeksi (35%), aktivitas SLE (27%),
kardiovaskuler (7%), serebrovaskuler (10%), Gastro Intestinal vaskulitis
(7%), keganasan (3%) tidak diketahui penyebabnya (1%) 18
Di Taiwan penyebab utama kematian infeksi (69%), renal (17%) pulmoner
(14%) serebrovaskuler (6%), CNS (6%) keganasan (6%), tidak diketahui
(8%) 16,19
Di Hongkong penyebab utama kematian infeksi (50%), aktivitas SLE (30%),
kardiovaskuler (10%), serebrovaskuler (10%) 20,21,22
Di Filipina penyebab utama kematian infeksi (35%), aktivitas SLE (56%),
kardiovaskuler (16%), keganasan (1%), bunuh diri (1%) 23,24
Di Thailand penyebab utama kematian infeksi (52%), Akitivitas SLE (35%),
kardiovaskuler (4%), tromboemboli (2%) keganasan (2%), reaksi transfusi
(2%) tidak diketahui (4%) 25
Di Malaysia penyebab utama kematian infeksi (30%), renal (15%),
kardiovaskuler (7%), keterlibatan susunan saraf pusat (5%), keganasan (1%)
tidak diketahui penyebabnya (8%) 26
Di Singapura penyebab utama kematian infeksi (40%), aktivitas SLE (45%),
tromboemboli (8%) keganasan (6%), kardiovaskuler (2%) 27
Di Australia penyebab utama kematian infeksi (30%), akitivitas SLE atau
komplikasi terapi (33%), tromboemboli (30%) renal (4%), kardiovaskuler
(3%) 28,29,30
II. PATOFISIOLOGI SLE
3
Patofisiologi pasti dari SLE masih sulit untuk dipahami. Defek
mekanisme regulasi imun seperti klirens apoptosis sel dan kompleks imun
merupakan kontributor penting dalam perkembangan SLE.31 SLE ditandai
dengan adanya produksi autoantibodi, terbentuknya kompleks imun, dan episode aktivasi
komplemen yang tidak terkendali. SLE disebabkan oleh interaksi antara gen yang
dicurigai berperan pada SLE dan faktor lingkunganyang menghasilkan respon imun
abnormal. Respon tersebut terdiri dari hiperaktivitas sel T helper sehingga terjadi
hiperaktivitas sel B juga. Terjadi gangguan mekanisme downregulating yang
menimbulkan respon imun abnormal antara lain produksi autoantibodi yang beberapa
diantaranya membentuk kompleks imun, dan depositnya di jaringan menimbulkan
kerusakan.
4
Gambar 1. Fase Perjalanan SLE
5
dapat menyebabkan Drug Induced Lupus (DIL). Patogenesis DIL belum
dipahami dengan baik, dan diperkirakan dipengaruhi pula oleh faktor
genetik. Obat-obatan yang dicurigai adalah obat-obat yang dimetabolisme
oleh asetilasi seperti procainamide dan hidralazin, dan mengenai pasien-
pasien yang merupakan slow acetylators. Obat-obatan ini mempngaruhi
ekspresi gen pada sel T dengan menghambat metilasi DNA dan
meningkatkan ekspresi antigen LFA1 yang mnyebabkan autoreaktifitas.2
6
Interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan menghasikan respon
imun yang abnormal. Respon tersebut adalah (1) aktivasi imunitas inate (sel
dendritik) oleh CpG DNA, DNA pada kompleks imun, dan RNA pada
RNA/protein self antigen; (2) penurunan ambang aktivasi sel imunitas adaptif
(antigen-spesifik limfosit T dan B), (3) regulasi dan inhibisi yang tidak efektif
pada Sel CD4+ dan CD8+; dan (4) menurunkan klirens sel yang apoptotik dan
kompleks imun. Self antigen tersedia agar dapat dikenali oleh sistem imun pada
permukaan blebs atau sel apoptosis sehingga antigen, autoantibodi, dan kompleks
imun bertahan dalam jangka waktu lama yang mennybabkan inflamasi muncul
dan berkembang. Aktivasi imun disertai peningkatan sekresi agen pro inflamasi
seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interferon (IFN) tipe 1 dan 2, B-
Lymphosit Stimulator (BLyS), dan interleukin (IL) 10. Lupus T dan natural killer
(NK) gagal memproduksi IL-2 dan transforming growth factor (TGF) yang cukup
untuk menginduksi regulasi CD4+ dan menghambat CD8+ sl T, sehingga
produksi autoantibodi patogen dan kompleks imun terus berlangsung. Aktivasi
komplemen dan sel imun mendorong pengeluaran kemotaksin, sitokin, kemokins,
peptida vasoaktif dan enzim destruktif. Pada keadaan inflamasi kronis, akumulasi
growth factors, dan produksi oksidasi kronis berperan dalam kerusakan jaringan
yang irreversibel di glomerulus, arteri, paru-paru, dan jaringan lainnya.33
7
Osteoporosis sering didapatkan dan berhubungan dengan aktifitas penyakit dan
penggunaan steroid.
3.2 Manifestasi Kulit. 36
Kelainan kulit yang sering didapatkan pada SLE adalah fotosensitivitas,
butterfly rash, ruam malar, lesi diskoid kronik, alopesia, panikulitis, lesi
psoriaform dan lain sebagainya. Selain itu, pada kulit juga dapat ditemukan tanda-
tanda vaskulitis kulit, misalnya fenomena Raynaud, livedo retikularis, ulkus jari,
gangren.
3.3.1 Perikarditis
Gejala perikarditis akut tidak spesifik untuk SLE. Pasien dapat mengeluh
nyeri substernum atau nyeri dada. Keluhan memburuk bila inspirasi, posisi
8
berbaring, batuk, menelan, dan membaik dengan posisi duduk. Dapat juga
mengeluh demam, sesak nafas, dan takikardi. Perikarditis dapat berhubungan
dengan serositis, pleuritis tipikal, atau inflamasi diorgan lain. Pada auskultasi
bunyi jantung jauh terdengar dan pericardial friction rub dapat terdengar.
Hipotensi, distensi vena jugular meningkat, bendungan hepar, dan pulsus
paradoxus dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Pada efusi perikardium yang
berat dapat ditemukan tamponade jantung.
9
Manifestasi klinis dan diagnosis
Dapat ditemukan gejala fatique, kelemahan dan palpitasi, gagal jantung dan
sinkop. Sangat diperlukan evaluasi penyebab yang lain gangguan sistem
konduksi seperti obat-obatan maupun iskemia.
Pengobatan
Pada pasien yang asimptomatik dengan mengontrol penyakit, evaluasi penyebab
yang lain. Terapi medikal dan implantasi pacemaker diperlukan untuk
mempertahankan hemodinamik.1
3.3.3 Miokarditis 1,4
Kelainan miokardium dapat ditemukan sekitar 5-57% pada penderita SLE.
Miokarditis dapat berkembang menjadi disfungsi ventrikel, kardiomiopati dan
gagal jantung4. Kelainan miokardium karena SLE berhubungan dengan penyakit
jantung iskemik, hipertensi, gagal ginjal, penyakit katup, dan toksisitas obat.
Manifestasi klinis dan diagnosis
Tanda dan gejala klinis tidak spesifik untuk SLE tetapi berdasarkan beratnya
disfungsi miokardium. Penderita SLE dengan miokarditis dapat asimptomatik
atau adanya demam, nyeri dada, sesak nafas, palpitasi dan takikardi. Pasien juga
dapat mengeluh lemah, batuk, ortopneu, paroxysmal nocturnal dyspneu, dan tanda
gagal jantung congestif. Gambaran EKG didapatkan perubahan ST segmen yang
nonspesifik, kontraksi ventrikel, aritmia dan kelainan konduksi. Gambaran foto
dada dapat normal ataupun kardiomegali dengan atau tanpa edema paru.
Ekokardiografi non spesifik untuk disfungsi miokard pada SLE tetapi membantu
untuk menilai fungsi jantung.
Pengobatan disfungsi miokardium dan gagal jantung pada SLE difokuskan pada
penyebabnya. Contoh, penyakit jantung iskemik memerlukan obat-obatan atau
intervensi operasi untuk memperbaiki suplai oksigen miokardium dan
menurunkan kebutuhan metabolik. Pengobatan gagal jantung dengan hipertensi
yang tidak terkontrol dapat diberikan obat antihipertensi secara intensif. Gagal
jantung yang bukan penyebab dari yang lain, dan dipikirkan dari SLE yang
berhubungan dengan aktivitas penyakit memerlukan terapi imunosupresif. Dapat
juga diberikan antikoagulan pada gagal jantung kiri untuk mencegah
10
tromboemboli.44 Disfungsi ventrikel sedang ke berat berhubungan dengan
kematian jantung mendadak. 45
SLE dengan miokarditis diobati dengan glukokortikoid dimulai dengan dosis
tinggi atau terapi pulse intravena diikuti dengan terapi oral selama beberapa
minggu. Walaupun tidak ada studi pengobatan imunosupresif pada SLE
miokarditis, namun laporan kasus pemberian obat-obatan imunosupresif seperti
azathioprine, intravenous immunoglobulin, dan cyclophosphamide diduga
bermanfaat 46,47,48
3.3.4 Endokarditis
Penyakit katup jantung biasa didapatkan pada pasien SLE dengan kelainan
ekokardiografi 12-61%. Pemberian terapi steroid menurunkan lesi pada katup.
Gambaran ekokardiografi transesofageal didapatkan penebalan katup yang
merupakan lesi endokardial yang paling banyak didapatkan. Libman dan Sacks
pertama kali menggambarkan patognomonik lesi katup pada SLE atypical
Verrucous endocarditis atau disebut Libman-Sacks endocarditis (Non Infectious
Verrucous endocarditis)
Manifestasi klinis dan diagnosis
Sama seperti infective endocarditis seperti demam, takikardi, murmur, splinter
hemorrhages, embolic phenomenon, anemia dan peningkatan marker inflamasi
( LED dan CRP). Ekoardiografi didapatkan gambaran penebalan katup, vegetasi,
regurgitasi, dan stenosis. Namun penemuan ini tidak spesifik untuk SLE. Untuk
diagnosis pasti ditegakkan dari histopatologi.
Pengobatan
Tidak ada terapi spesifik untuk endocarditis libman-Sack. Terapi steroid dan
imunosupresif disesuaikan dengan aktivitas penyakit. Penggantian katup
dilakukan bila terdapat gangguan hemodinamik. Antikoagulan diberikan pada
pasien lesi valvular dengan antipospolipid syndrome.
3.3.5 Atherosclerotic Disease
Resiko penyakit miokardium meningkat pada pasien SLE dengan usia > 45tahun .
Antibodi antifosfolipid memberikan kontribusi SLE yang berkaitan dengan
11
penyakit aterosklerosis. Adanya kerusakan terhadap endotel arteri berhubungan
dengan penyakit arteri renal. ( trombotik dan stenotik) yang menyebabkan
hipertensi dari aktivasi renal angiotensinogen aldosteron dari hipoperfusi ginjal.
Ginjal merupakan organ yang sering terlibat pada pasien dengan SLE.
Lebih dari 70% pasien SLE mengalami keterlibatan ginjal sepanjang perjalanan
penyakitnya. Lupus nefritis memerlukan perhatian khusus agar tidak terjadi
perburukan dari fungsi ginjal yang akan berakhir dengan transplantasi atau cuci
darah.34 Bila tersedia fasilitas biopsi dan tidak terdapat kontra indikasi, maka
seyogyanya
biopsi ginjal perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis, evaluasi aktivitas
penyakit, klasifikasi kelainan histopatologik ginjal, dan menentukan prognosis
dan terapi yang tepat.55
12
3.6 Manifestasi Hemopoetik 36.
Pada SLE, terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai
dengan anemia normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat penyakit
kronik, penyakit ginjal kronik, gastritis erosif dengan perdarahan dan anemia
hemolitik autoimun. Selain itu, ditemukan juga lekopenia dan limfopenia pada
50-80% kasus. Adanya leukositosis harus dicurigai kemungkinan infeksi.
Trombositopenia pada SLE ditemukan pada 20% kasus. Pasien yang mula-mula
menunjukkan gambaran trombositopenia idiopatik (ITP), seringkali kemudian
berkembang menjadi SLE setelah ditemukan gambaran SLE yang lain.
13
Penyakit serebrovaskular
Mielopati
Gangguan gerak
Sindrom demielinisasi
Kejang
Meningitis aseptik
Neuropati kranial
Berdasarkan kriteria ACR ini, beberapa penelitian mendapatkan
manifestasi terbanyak NPSLE adalah disfungsi kognitif dan sakit kepala.40
Patogenesis NPSLE sampai sekarang masih belum diketahui dengan pasti, namun
tampaknya NPSLE bukan disebabkan oleh satu mekanisme saja, namun berbagai
mekanisme.38 Sekitar 60% kasus NPSLE tidak ditemukan penyebabnya sehingga
disimpulkan SLE sendiri sebagai penyebab manifestasi tersebut (NPSLE primer)
sedangkan sisanya 40% disebabkan oleh faktor sekunder yang berhubungan
dengan SLE seperti infeksi, efek samping obat atau gangguan metabolik akibat
kerusakan pada organ lain dalam tubuh 42.
Gambaran Klinik
Gambaran klinik dibagi menjadi focal, non-spesifik dan neuropsikiatrik :
1. Gangguan focal :
a) gangguan iskemi : sementara gambarannya seperti gambaran stroke
b) tranverse myelitis : gangguan pada sumsum tulang belakang yang bisa berupa
kelemahan tungkai atau kelemahan ekstrimitas yang ditandai dengan pasien
tiba-tiba sulit berjongkok atau tiba-tiba tidak bisa berjalan, tidak bisa kencing
mendadak.
c) Kelumpuhan saraf : 1) laryngeal palsy adalah kelumpuhan sistem saraf yang
menginervasi laring, gejalanya pasien sesak dan nafasnya seperti orang
“ngorok”. 2) visual loss yaitu gangguan penglihatan yang secara mendadak
karena inflamasi pada nervous. 3) Ptosis atau kelumpuhan kelopak mata karena
gangguan inervasi saraf; 4) gangguan gerakan bola mata yang biasanya akibat
inervasi saraf . 5) Facial weakness atau kelemahan otot-otot wajah
d) Neuropati perifer : kesemutan, nyeri wajah, pendengaran menurun
e) Gangguan gerak : chorea, cerebral ataxia
14
2. Gejala non–spesifik
Gejalanya ditandai dengan pusing, gangguan daya ingat, gangguan konsentrasi,
kejang, Organic brain syndrome yaitu pasien tidak sadar tanpa didapatkan
kelainan di otak.
3. Gejala neuropsikiatrik
Gejalanya ditandai dengan personality disorder atau gangguan kepribadian;
sensitif atau sangat peka perasaannya, mudah marah, cemas, depresi, patah
semangat, gangguan jiwa.
Gejala lupus serebral ini bisa muncul sebagai gejala awal, sehingga kadang-
kadang menyulitkan diagnosanya. Diagnosanya biasanya ditegakkan dengan
pemeriksaan CTscan atau MRI serta pemeriksaan autoantibodi dan aktivitas
penyakit, C3, C4, LED, CRP.
Pengobatannya diberi kortikosteroid dan imunosupresan.
15
Gambar 3. Manifestasi Klinis SLE
Dikutip dari http://ajmj.com/sle 35
16
menunjukkan bahwa SLE Disease Activity Index ( SLEDAI ) memiliki validitas
yang sangat tinggi dibandingkan dengan British Isles Lupus Assesment Group
(BILAG ) dan Systemic Lupus Activity Measurement ( SLAM )37. Selain itu, SLE
Disease Activity Index ( SLEDAI ) tidak memerlukan biaya yang mahal dan
mudah digunakan. Oleh karena itu, SLE Disease Activity Index ( SLEDAI ) sering
digunakan untuk menilai aktivitas penyakit SLE pada penelitian SLE 37.
17
Penyebab Kematian Kardiovaskuler pada SLE
18
Deposit Kompleks Imun
19
Rekomendasi WHO penanganan Lupus Nefritis 34
20
Gambar 6 dikutip dari Katsumata Y, Kawaguchi Y 67
Lesi Vaskuler termasuk perdarahan, stroke iskemik dan mikro infark berhubungan
dengan antibodi antipospolipid, vaskulopati dengan infiltrasi limfositik
perivaskuler dan proliferasi sel endotel, vaskulitis ( kelainan yang jarang terjadi)65
Lesi Parenkim otak sering menunjukkan adanya penetrasi blood brain barrier
Gangguan kognitif merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada SLE
sebanyak 50-80% penderita SLE 66.
Biasanya penderita bermasalah dalam hal
perhatian (atensi), konsentrasi, memori dan menemukan kata-kata.
Banyak penyebab gangguan kognitif pada SLE yaitu : depresi, ansietas, gangguan
tidur,toksisitas neuronal, vaskulitis, sindroma antifosfolipid, purpura trombotik
tromboitopenia, stroke, gangguan metabolik, dan obat-obatan.
Pengobatan pada NPSLE dilakukan sesuai dengan evaluasi penyebab penyakit.
Bila didapatkan penyebab NPSLE dapat diberikan steroid pulse dose dan
21
dilanjutkan dengan obat imunosupresan. Namun bila didapatkan penyebab yang
lain berikan pengobatan sesuai dengan penyakit penyerta.
22
5.5 Manifestasi Hematologi
5.5.1 Anemi hemolitik imun
Anemi hemolitik imun adalah anemi yang disebabkan adanya peningkatan
penghancuran sel darah merah karena adanya antibodi pada permukaan sel darah
merah. Antibodi ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan Coombs dari darah.56
Pengobatan :
a.Transfusi sel darah merah cuci ( washed rell cell) bila terdapat gejala
kekurangan oksigen ( sakit kepala, jantung berdebar, sesak nafas).56
b. Steroid.56
c. Siklofosfamid.56
d. Mikofenolat mofetil.56
5.5.2. ITP (Immune thrombocytopenic purpura)
ITP atau Purpura trombositopeni imun adalah berkurangnya jumlah trombosit
(trombositopeni) dengan penyebab proses imun (adanya zat anti terhadap
trombosit).56
Pengobatan direkomendasikan pada penderita dengan trombosit kurang dari
20.000/mm3 dan antara 20.000-50.000 dengan perdarahan.56 Pengobatan yang
dapat diberikan : steroid, siklofosfamid, mikofenolat mofetil. 56
5.5.3 Sindroma Evans
Merupakan kumpulan gejala yang disebabkan karena anemi hemolitik imun dan
berkurangnya trombosit. Pengobatan sama dengan pengobatan anemi hemolitik
imun dan purpura trombositopeni imun.56
5.5.4 Sindroma antifosfolipid
Sindroma antifosfolipid adalah sekumpulan gejala karakteristik adanya
penyumbatan pembuluh darah (pembuluh darah balik/vena dan nadi/arteri) dan
/atau gangguan kehamilan yang berhubungan dengan tingginya zat anti terhadap
plasma protein yang berikatan dengan fosfolipid anion (antibodi antifosfolipid).5
Terdapat 3 jenis antibodi antifosfolipid yaitu: lupus antikoagulan, antibodi
antikardiolipin dan antibodi 2- glikoprotein.57 Frekwensi antibodi antifosfolipid
pada penderita lupus adalah : lupus antikoagulan pada 31% penderita, antibodi
antikardiolipin pada 23-47% penderita, antibodi A 2-glikoprotein pada 20 %
penderita.58
23
Gejala klinik : Penyumbatan pembuluh darah balik (vena) dan pembuluh nadi
(arteri) pada tungkai, perut, mata , otak, penurunan trombosit (trombositopenia),
test antikardiolipin antibodi positif dalam 2 kali pemeriksaan dengan jarak 12
minggu.58 Keguguran kehamilan, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam
kandungan.57
Pengobatan diberikan bila terjadi penyumbatan pembuluh darah dan/atau
gangguan pada kehamilan . Diberikan obat-obat untuk mencegah pembekuan
darah yaitu heparin, warfarin atau obat untuk mencegah bergumpalnya trombosit
yaitu aspirin.59
24
KESIMPULAN
SLE sangat luas melibatkan banyak organ dan manifestasi klinik
mulai dari ringan sampai mengancam jiwa. SLE masih merupakan
problem yang sangat besar karena mayoritas populasi belum menyadari
bahaya penyakit ini. Mengingat penyakit ini adalah penyakit autoimun
yang sangat fatal dan banyak menyerang wanita usia muda. Mortalitas
SLE 5 kali lebih tinggi dibanding wanita normal.
Kematian dan kesakitan pada SLE dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
aktivitas penyakit, kerentanan infeksi karena mendapatkan obat
imunosupresan jangka panjang, toksisitas pengobatan dan inflamasi
kronis. Penyebab kematian pada periode awal yang terbanyak adalah SLE
yang aktif, lupus nefritis, sistemik vaskulitis, CNS lupus infeksi dan
trombosis dan periode lanjut yaitu kelainan kardiovaskuler.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. D.J Wallace, B.H. Hahn Dubois’ Lupus Erythematosus, 7th Edition.
Lippincolt Williams and Willlins : 2007
2. Buyon JP, Pisetsky DS, Manzy S, Kao AH. Systemic lupus erythematosus.
In Klippe JH, Stone JH, Crofford LJ, Whit PH, editors. Primer On The
Rheumatic Diseases. 13th Edition. New York: Springer; 2008.
3. Danchenko N, satia J.A, Anthony M.S. Epidemiology of Systemic Lupus
Erythematosus; A Comparison of Worldwide Disease Burden. Lupus
2006; 15 : 308-18
4. Tsokos GC. Mechanism of Disease: Systemic Lupus Erythematosus. N
Engl J Med 2011; 365: 2110-21.
5. Eular [Internet]. Bertsias G, Cervera R, Boumpas DT. Systemic lupus
erythematosus: pathogenesis and clinical features; 2012 April [cited 2013
May 13]. Available from:
http://www.eular.org/myUploadData/files/sample%20chapter20_mod
%2017.pdf
6. Thumboo J, Uramoto K, O’Fallon W.M, Fong KY, Boey ML, Feng P.H,
et al.A comparative Study of The Clinical Manifestation of Systemic
Lupus Erythematosus in Caucasians in Rochester, Minnesota and Chinese
in Singapore from 1980-1992. Artritis Rheum 2001, 45 : 495-500
7. Chen S, Gu YY, Bao CD, Chen SL. An 18 Year Follow Up Study of
Systemic Lupus Erythematosus Cohort in Shanghai. APLAR J Rheumatol
2006 ;9; 327-30
8. Kim WU, Min JK, Lee SH, Park SH, Cho CS, Kim HY. Causes of Death
in Korean Patients with Systemic Lupus Erythematosus ; a Single Center
Retrospective Study. Clin Rheumatol 1999;17:539-45
9. Chun BC, Bae BC. Mortality and Cancer Incidence in Korean Patients
with Systemic Lupus Erythematosus : Results from Hanyang Lupus
Cohort in Seoul, Korea. Lupus 2005;14 : 635-8
10. Rupert W. Jakes, Shang Ceol Bae, Woramit Louthereenoo, Chi-Chiu
Mook, Sandra V. Navarra and Namhee Kwon. Systematic Review of The
Epidemiology of Systemic Lupus Erythematosus in the Asia Pacific
Region : Prevalence, Incidence, Clinical Features, and Mortality. Artritis
26
Care and Research Vol. 64, No.2 February 2012, American College of
Rheumatology: 159-168
11. Funauchi M, Shimadzu H, Tamaki C, Yamagata T, Nozaki Y Sugiyama
M, et al. Survival study by organ disorders in 306 Japanese patients with
systemic lupus erythematosus: results from a single center. Rheumatol Int
2007;27:243–9.
12. Sung YK, Hur NW, Sinskey JL, Park D, Bae SC. Assessment of damage
in Korean patients with systemic lupus erythematosus. J Rheumatol
2007;34:987–91
13. To CH, Mok CC, Tang SS, Ying SK, Wong RW, Lau CS. Prognostically
distinct clinical patterns of systemic lupus erythematosus identified by
cluster analysis. Lupus 2009;18: 1267–75.
14. Lee SS, Li CS, Li PC. Clinical profile of Chinese patients with systemic
lupus erythematosus. Lupus 1993;2:105–9.
15. Hoang TA, Le VK, Nguyen TV. Clinical finding and immunological
testing features in patients with systemic lupus erythromatosus (SLE)
treated at the Allergy & Clinical Immunology Department, Bach Mai
Hospital (1996-2000). Nghien Cuu Y Hoc 2002;17:27–35.
16. Pu SJ, Luo SF, Wu YJ, Cheng HS, Ho HH. The clinical features and
prognosis of lupus with disease onset at age 65 and older. Lupus
2000;9:96–100.
17. Koh ET, Seow A, Leong KH, Chng HH. SLE mortality in an oriental
population. Lupus 1997;6:27–31.
18. Ichikawa Y, Tsunematsu T, Yokohari R, Tanimoto K, Sakane T, Yoshida
H, et al. Multicenter study of causes of death in systemic lupus
erythematosus: a report from the Subcommittee for Development of
Therapy, the Research Committee for Autoimmune Diseases Supported by
the Ministry of Health and Welfare. Ryumachi 1985;25:258–64.
19. Mok CC, Mak A, Chu WP, To CH, Wong SN. Long-term survival of
southern Chinese patients with systemic lupus erythematosus: a
prospective study of all age-groups. Medicine (Baltimore) 2005;84:218–24
27
20. Mok CC, To CH, Ho LY, Yu KL. Incidence and mortality of systemic
lupus erythematosus in a southern Chinese population, 2000-2006. J
Rheumatol 2009;35:1978–82.
21. Wong KL. Pattern of SLE in Hong Kong Chinese: a cohort study. Scand J
Rheumatol 1992;21:289–96.
22. Lee SS, Li CS, Li PC. Clinical profile of Chinese patients with systemic
lupus erythematosus. Lupus 1993;2:105–9.
23. Amante CM. Systemic lupus erythematosus: disease complications and
therapeutic implications. Phil J Int Med 1993;31: 291–8.
24. Lanzon A, Navarra S. Cause of mortality among Filipino patients with
systemic lupus erythematosus. Phil J Int Med 2008;46:159–64
25. Kasitanon N, Louthrenoo W, Sukitawut W, Vichainun R. Causes of death
and prognostic factors in Thai patients with systemic lupus erythematosus.
Asian Pac J Allergy Immunol 2002;20:85–91.
26. Yeap SS, Chow SK, Manivasagar M, Veerapen K, Wang F. Mortality
patterns in Malaysian systemic lupus erythematosus patients. Med J
Malaysia 2001;56:308–12
27. Koh ET, Seow A, Leong KH, Chng HH. SLE mortality in an oriental
population. Lupus 1997;6:27–31.
28. Bossingham D. Systemic lupus erythematosus in the far north of
Queensland. Lupus 2003;12:327–31.
29. Segasothy M, Phillips PA. Systemic lupus erythematosus in Aborigines
and Caucasians in central Australia: a comparative study. Lupus
2001;10:439–44.
30. Anstey NM, Bastian I, Dunckley H, Currie BJ. Systemic lupus
erythematosus in Australian aborigines: high prevalence, morbidity and
mortality. Aust N Z J Med 1993;23:646–51.
31. Mok CC, Lau CS. Pathogenesis of Systemic Lupus Erythematosus. J Clin
Pathol 2003; 56:481–90.
32. Wallace DJ, Hahn BH, editors. Dubois’s Lupus Erythematosus And Relatd
Syndromes. 8th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013.
28
33. Hahn BH. Systemic lupus erythematosus. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo
DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al, editors. Harrison’s
Principles of Internal Medicine Volume II. 17th Edition. New York:
McGraw-Hill; 2008.
34. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan reumatologi Indonesia;
2011.
35. Systemic Lupus Erythematosus: A Primer for Managed Care [Internet].
USA: Human Genome Sciences Inc and The GlaxoSmithKline Group of
Companies; 2012 [cited 2013 May 13]. Available from:
http://ajmc.com/sle.
36. D’Cruz D, Espinoza G, Cervera R. Systemic lupus erythematosus:
pathogenesis, clinical manifestations, and diagnosis. 2010 [ cited 2011 Dec
7 ]. Available from :
http://www.eular.org/myuploaddata/files/Compendium_sample_chapter.
pdf
29
42. HuizingaTWJ, DiamondB. Lupus and the central nervous system.
Lupus2008;17:376-379
43. Wang DY, Yang PC, Yu WL, et al. Comparison of different diagnostic
methods for lupus pleuritis and pericarditis: a prospective three-year study.
J Formos Med Assoc 2000;99:375–380.
44. Pulerwitz T, Rabbani L, Pinney S. A rationale for the use of
anticoagulation in heart failure management. J Thromb Thrombolysis
2004;17:87–93.
45. Saxon L. Sudden cardiac death: epidemiology and temporal trends. Rev
Cardiovasc Med 2005;6(suppl 2):S12–S20.
46. Fairfax M, Osborn T, Williams G, et al. Endomyocardial biopsy in patients
with systemic lupus erythematosus. J Rheumatol 1988;15: 593–596.
47. Sherer Y, Levy Y, Shoenfeld Y. Marked improvement of severe cardiac
dysfunction after one course of intravenous immunoglobulin in a patient
with systemic lupus erythematosus. Clin Rheumatol 1999;18:238–240.
48. Ueda T, Mizushige K, Aoyama T, et al. Echocardiographic observation of
acute myocarditis with systemic lupus erythematosus. Jpn Circ J
2000;64:144–146.
49. Urowitz M, Bookman A, Koehler B, et al. The bimodal mortality pattern
of systemic lupus erythematosus. Am J Med 1976;60:221–225.
50. Petri M, Perez-Gutthann S, Spence D, et al. Risk factors for coronary
artery disease in patients with systemic lupus erythematosus. Am J Med
1992;93:513–519.
51. Hearth-Holmes M, Baethge BA, Broadwell L, et al. Dietary treatment of
hyperlipidemia in patients with systemic lupus erythematosus. J
Rheumatol 1995;22:450–454.
52. Rahman P, Aguero S, Gladman DD, et al. Vascular events in hypertensive
patients with systemic lupus erythematosus. Lupus 2000;9: 672–675.
53. Bessant R, Hignorani A, Patel L, et al. Risk of coronary heart disease and
stroke in a large British cohort of patients with systemic lupus
erythematosus. Rheumatology 2004;43:924–929.
30
54. Toloza SMA, Uribe AG, McGwin G, et al. Systemic lupus erythematosus
in a multiethnic US cohort (LUMINA). Arthritis Rheum
2004;50:3947–3957.
55. Bertsias GK, Ioannidis JPA, Boletis J, Bombardieri S, Cervera R, Dostal
C, et al. EULAR recommendations for the management of systemic lupus
erythematosus (SLE). Report of a Task Force of the European Standing
Committee for International Clinical Studies Including Therapeutics
(ESCISIT). Ann Rheum Dis 2008;67:195–205
56. Supandiman I, Sumantri S, Fadjari TH, Fianza PI, Oehadian A. Pedoman
diagnosis dan terapi hematolog i onkologi medik. Bandung:
Qommunication; 2003.p.10-15, 107-109
57. Bermas B, Erkan D, Schur PH. Clinical manifestations and diagnosis of
antiphospholipid syndrome. Available from : www.uptodate.com
58. Bermas BL, Schur PH. Pathogenesis of the antiphospholipid syndrome.
Available from : www.uptodate.com
59. Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, Branch DW, Brey RL, Cervera R, et
al. International consensus statement on an uptodate of the classification
criteria for definite antiphospholipid syndrome (APS). Journal of
Thrombosis and Hemostasis 2006 ;4:295-306.
60. Elliott JR, Manzi S. Best Pract Res Clin Rheumatol. 2009;23(4):481-494.
61. McMahon M, Hahn BH. Curr Opin Immunol. 2007;19(60):633-639.
62. Symmons DP, Gabriel SE. Nat Rev Rheumatol. 2011;7(7):399-408.
63. Danchenko N, Satia JA, Anthony MS. Lupus. 2006; 15:308-318.
64. In: Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes (8th Ed).
Philadelphia, PA: Saunders; 2013:237-255.
65. Muscal E, Brey R. Neurol Clin. 2010;28(1):61-73.
66. Sanna G, Bertolaccini ML, Cuadrado MJ, et al. J Rheumatol.
2003;30(5):985-992.
67. Katsumata Y, Kawaguchi Y, Yamanaka H. J Rheumatol. 2011;38;2689.
31