Anda di halaman 1dari 67
PEDOMAN TEKNIS PENEMUAN DAN TATALAKSANA HIPERTENSI EEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIE INDONESIA DIRERTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK SUBDIT PENGENDALIAN PENYAKIT JANTUNG DAN PEI MBULUH DARAR 2013 PEDOMAN TEKNIS PENEMUAN DAN TATALAKSANA HIPERTENSI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR ‘SUBDIT PENGENDALIAN PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH EDISI REVIS! 2013 KATA PENGANTAR Kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan rahmatNya kami dapat menyelesaikan revisi buku ini, Revisi buku ini menjadi keharusan yang dilakukan mengingat perkembangan Pengendalian hipertensi, menjadi hal yang sangat penting dalam mengendalikan penyakit tidak menular khususnya penyakit jantung dan pembuluh darah. Lebin dari 60 tahun arah pembangunan dibidang kesehatan selama ini menekankan pengendalian terhadap penyakit menular, kondisi yang ada ternyata belum dapat tertanggulangi, tetapi pada satu sisi lain penyakit tidak menular (PTM) datanya menunjukkan peningkatan sehingga menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia (double bourden). ‘Angka prevalensi hipertensi terus meningkat dari tahun ke tahun maka diperlukan suatu strategi yang dapat membantu petugas maupun masyarakat untuk dapat mengetahui sedini mungkin kecenderungan penyakit hipertensi. Pengembangan pelayanan yang komprehensif hendaknya dapat dilakukan sejak di pelayanan primer dalam hal ini Puskesmas. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan Hipertensi ‘secara efektif dan terintegrasi dengan pelayanan penyakit tidak menular lainnya. Kementerian Kesehatan dalam hal ini Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular sesuai dengan tupoksinya, membuat acuan dalam pengendalian Hipertensi. Buku Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi sesuai dengan perkembangannya telah di revisi pada tahun ini. Kami mengucapkan terima kasih atas semua kerja keras tim sehingga dapat menyelesaikan buku ini. Kami menyadari, buku ini mungkin masih banyak kekurangan dan kelemahan karena itu adanya koreksi dan masukan diperlukan untuk memperbaiki buku ini demi berjalannya program dimasa mendatang agar lebih baik lagi. Jakarta, Mei 2012 Direktur Pengendalian PTM Dr. Ekowati RaHlajeng, SKM, M.Kes KATA SAMBUTAN Assalamu'alaikum Wr. Wb Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas selesainya penyusunan buku Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Buku ini merupakan review dari pedoman yang telah ada sebelumnya, sebagai penyesuaian terhadap arus globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Hipertensi menjadi salah satu faktor risiko pintu masuk berbagai penyakit degeneratif antara lain Penyakit Jantung Koroner, Stroke dan Penyakit Pembuluh Darah lainnya. Hipertensi terkait dengan perilaku dan pola hidup. Pengendalian Hipertensi dilakukan dengan perubahan perilaku seperti berhenti merokok dan menghindari asap rokok, diet sehat dengan kalori seimbang, rendah gula, garam dan lemak serta tinggi serat, rajin aktifitas fisk dan menghindari mengonsumsi alkohol. Semoga buku pedoman ini dapat menjadi acuan dalam pengendalian hipertensi di Indonesia. ‘Apresiasi dan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan pedoman ini, semoga mendapat ridho dan berkah dari Allah SWT. Wassalammu’alaikum Wr.W Jakarta, Meh 2012 Prof. ge-Tfandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE ili DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... KATA SAMBUTAN.... DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL. DAFTAR ALGORITMA..... DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR ... BABI — PENDAHULUAN . Latar Belakang. Tujuan Ruang Lingkup Sasaran Landasan Hukum moogp> BABII KLASIFIKASI, PATOFISIOLOGI, FAKTOR RISIKO HIPERTENSI! A. Klasifikasi Hipertensi B. Patofisilogi C.. Faktor Risiko... BAB IIl_PENEMUAN KASUS DAN STRATIFIKAS! RISIKO HIPERTENSI A. Deteksi Hipertensi B. Metode Pemeriksaar C. Diagnosis Hipertensi D. Stratiikasi Risiko Kardiovaskuler BAB IV TATALAKSANA HIPERTENS! ‘A. Pengendalian Faktor Risik B. Terapi Farmakologis vil vill viii eoeess Noaa BABV BAB VI BAB VII DAFTAR PUSTAKA TIM PENYUSUN.... vi C. Tindak Lanjut .. D. Deteksi Dini Komplikasi Hipertensi HIPERTENS! KRISIS A. Hipertensi Emergensi B. Hipertensi Urgensi MONITORING DAN EVALUASI A. Pencatatar B. Pelaporan PENUTUP, 46 47 888s @ae ses Noonan o 10 " DAFTAR GRAFIK DAN TABEL Grafik penyebab kematian pada semua usia. Tabel Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003 .. Tabel Kiasifikasi IMT Populasi Asia menurut WHO... Tabel batasan kadar lipid/lemak darah ......... Tabel Pedoman Gizi seimbang Tabel Modifikasi ietery Approach to Stop Hypertension (DASH) Tabel Dampak moditikasi terhadap penurunan tekanan darah Tebel Keamanan, Tolerabilitas, dan Efikasi Obat Antihipertensi pada Usia lanjut Tabel Pilhan Obat Pada Indikasi Khusus .. ‘Tabel Rekomendasi tindak lanjut Tabel Obat-obat Par enteral untuk penanganan hipertensi emergensi ‘Tabel obat-obat anti hipertensi oral untuk penanganan hipertensi urgensi eee .. 49 49 vii Rone viii DAFTAR ALGORITMA Algoritma Tatalaksana Hipertensi berdasarkan JNC VII... Algoritma Tatalaksana Teintegrasi Hipertensi dan Diabetes Mellitus WHO-PEN.... Algoritma Kriteria merujuk pasien Hipertensi.. DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR Bagan Kontrol Tekanan Darah ... Gambar Carta Prediksi Risiko .... Bagan Konseling Berhenti Merokok. Bagan 3 Alur Pelaporan Pengendalian Penyakit Hipertensi 40 46 BBBa BABI PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit, dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Peningkatan prevalensi PTM terjadi akibat gaya hidup tidak sehat,yang dipacu oleh urbanisasi, modemisasi dan globalisasi. Berlambahnya usia harapan hidup sejalan dengan perbaikan sosio-ekonomi dan pelayanan Kesehatan, membawa konsekuensi peningkatan penyakit degeneralif. Pergeseran pola penyakit ini tercermin pada grafik penyebab kematian berikut ini (Grafik 1). % 1W sKRr 1995 1B Ker 2001 I ISKESDAS 2007 Maternal" Penyakit “Penyakit Tidak Cedera Perinatal — Menuiar Menuar Grafik 1. Penyebab kematian pada semua usia di Indonesia Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) tahun 2011, satu milyar orang didunia menderita hipertensi, dua pertiga diantaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat tajam, diprediksikan pada tahun 2025 nanti, sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara, yang sepertiga populasinya menderita hipertensi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah 1 sebesar 31,7%. Prevalensi hipertensi tertinggi di provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat, merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka Nasional. Hipertensi berkaitan erat dengan pola hidup manusia. Direkomendasikan untuk mencegah dan mengatasi hipertensi dengan: diet sehat, aktivitas fisik teratur, menghindari konsumsi alkohol, mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal, serta hidup di lingkungan bebas asap rokok. Yang dimaksudkan dengan diet sehat adalah: makanan dengan kalori berimbang, banyak buah dan sayuran, produk makanan dan susu rendah lemak jenuh, rendah kolesterol, rendah garam dan gula. Telah dibuktikan di negara-negara maju, bahwa Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hipertensi dan modifikasi Pola hidup sesuai anjuran tersebut diatas, berhasil menurunkan kematian akibat hipertensi dan penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer). Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak tahu kalau dirinya mengidap hipertensi.Berdasarkan Riskesdas 2007 dan studi di Puskesmas, tidak lebih dari seperempat penderita hipertensi yang berobat teratur. Hal ini diduga karena kurangnya pemahaman penderita tentang komplikasi yang mungkin terjadi (gagal jantung kongestif, stroke dan gangguan ginjal kronik yang berakibat fatal), keterbatasan dana untuk berobatdan kurangnya fasilitas serta sumberdaya di Puskesmas, termasuk ketersediaan obat- obatan anti hipertensi. Pada saat ini Kementerian Kesehatan telah menyusun kebijakan dan strategi nasional pengendalian hipertensi, yang meliputi 3 komponen yaitu: 1) surveilens dan monitoring, 2) prevensi dan penurunan faktor risiko, 3) deteksi dini serta pengobatan yang tepat waktu dan kontinyu. Kebijakan tersebut tidak mungkin dilaksanakan hanya bersandarkan pada kemampuan pemerintah, tetapi harus melibatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat. Untuk itu, perlu disusun buku Pedoman dan Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi di Pelayanan Kesehatan Primer/Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). B. TUJUAN 1. Tujuan Umum : Terselenggaranya upaya Pengendalian Hipertensi di Puskesmas untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dan akibat hipertensi di Indonesia. 2. Tujuan Khusus : a. Terselenggaranya surveilans dan monitoring hipertensi. b. Terselenggaranya pengendalian faktor risiko hipertensi. c. Terselenggaranya deteksi dini dan tatalaksana hipertensi. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup pengendallan Hipertensi meliputi upaya pencegahan, deteksi dini, pengendalian faktor risiko dan tatalaksana hipertensi di Puskesmas, dalam upaya menurunkan morbiditas, mortalitas dan disabilitas akibat hipertensi. D. SASARAN Pedoman ini diperuntukan bagi petugas kesehatan di Pusat, Dinas Kesehatan, P Kabupaten/Kota, Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, di Puskesmas serta fasilitas pelayanan kesehatan dasar lainnya. E. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. (Lembaran Negara Rl tahun 2009 no.144, tambahan lembaran Negara Ril no 5063). 4. Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pengelolaan Keuangan Negara. 5. Sistem Kesehatan Nesional tahun 2009. 10. 1. 12, 13. Keputusan Menteri Kesehatan Fil Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota Keputusan Menteri Kesehatan Ri Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003, tentang Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular terpadu. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIIV/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Rl Kepmenkes nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan dasar Puskesmas. Kepmenkes nomor 828/Menkes/SK/IX/2008/ tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Kepmenkes 854/Menkes/SK/IX/2009 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Kepmenkes no.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPUPK) 2005-2025 Kepmenkes nomor 2500/Menkes/XI/2011 tentang Daftar Obat Essensial Nasional BAB II KLASIFIKASI, PATOFISIOLOGI, FAKTOR RISIKO HIPERTENSI Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik >140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik >90 mmHg (Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure VIl/ JNC-VII, 2003). A. KLASIFIKASI HIPERTENS! Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi 2 kelompok,yaitu 1) Hipertensi essensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya (90%) 2) Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan (10%), antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dan lain- lain. Menurut JNC — VII (2008) hipertensi diklasifikasikan sesuai tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VIl 2003 < 120 Pre-hipertensi 120 - 139 Hipertensi tingkat 1 140 -159 Hipertensi tingkat 2 > 160 (Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VIV JNC-VIl, 2003), Hipertensi sistolikterisolasi (HST) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik >140 mmHg dengan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Berbagai studi membuktikan bahwa prevalensi HST pada usia lanjut sangat tinggi akibat proses penuaan, akumulasi kolagen, kalsium, serta degradasi elastin pada arteri. Kekakuan aorta akan meningkatkan tekanan darah sistolik dan pengurangan volume aorta yang pada akhimya mengakibatkan Penurunan tekanan darah diastolik. HST juga dapat terjadi pada keadaan ‘anemia, hipertiroidisme, insufisiensi aorta, fistula arteriovena, dan penyakit paget. B. PATOFISIOLOGI Sebagian besar hipertensi (>90%) tidak diketahui penyebabnya. Ada beberapa mekanisme yang ikut serta dalam kontrol tekanan darah, seperti tampak pada alur berikut : Bagan 1. Kontrol Tekanan Darah Excass | [Reduces ‘Sess ‘Genetic ] [Obesity | [ Enaotetm sodum | | nephron Ataraton “sce volume Constrition a tPretoad Contractiity BLOOD PRESSURE = CARDIACOUTPUT © _X_ PERIPHERAL RESISTANCE yperension = — Increased CO ‘andlor Increased PVR [ais J-—t (Sumber : Kaplan N.M, 2002) 6 C. FAKTOR RISIKO Faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : 1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah Faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan tidak dapat diubah, antara lain : umur, jenis kelamin dan genetik. a. Umur Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Menurut Riskesdas 2007 pada kelompok umur> 55 tahun prevalensi hipertensi mencapai > 55%. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Kejadian ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar. b, Jenis Kelamin Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan, Karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria, akibat faktor hormonal. Menurut Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi pada perempuan sedikit lebih tinggi dibanding pria. ¢. Keturunan (genetik) Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor lingkungan lain ikut berperan. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak- anaknya. 2. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, dist rendah serat, konsumsi garam berlebih, kurang aktifitas fisik, berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol, dislipidemia dan stress: a. Kegemukan (obesitas) Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler, 1991). Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanen darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kai lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-38% memiliki berat badan lebih (overweight). Nilai IMT dihitung menurut rumus Berat Badan (kg) IMT = Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m) Klasifikasi IMT orang Indonesia berdasarkan rekomendasi WHO. pada populasi Asia Pasifik tahun 2000 dapat dilinat pada Tabel 2, dibawah ini : ‘Tabel 2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Populasi Asia Menurut WHO Indeks Massa Tubuh (Kg/em2) Kategori <18 Berat badan kurang 18,50 - 22,9 Normal 223 Berat badan lebih 23,00 - 24,9 Berisiko 25,00 - 29,9 Obesitas derajat 1 230 Obesitas derajat 2 ‘Sumber : The Asia Pasific Perspect, 2000 Batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman Kiinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang, b. Merokok Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan adanya kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah arteri c. Kurang Aktifitas Fisik Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermantaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olah raga aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun berat badan belum turun d. Konsumsi Garam Berlebihan Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan ‘meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus 9 hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rerata yang rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rerata lebih tinggi. Dislipidemia Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LOL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Untuk jelasnya dapat dilihat Tabel 3 di bawah Tabel 3. Batasan kadar lipid/lemak datam darah. Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikast Kolesterol Total < 200 Yang diinginkan 200 - 239 Batas tinggi > 240 Tinggi Kolesterol LOL < 100 Optimal 100 - 129 Mendekati optimal 130 ~ 159 Balas tinggi 160-189 Tinggi 2190 Sangat tinggi Kolesterol HDL <40 Rendah >60 Tinggi Trigliserida < 150 Normal 150-199 Batas tinggi 200 - 499 Tinggi 2500 Sangat tinggi (Sumber NCEP 2002) 10 f. Konsumsi Alkohol Berlebih Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan, namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar korlisol, peningkatan volume se! darah merah dan peningkatan kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol. Dikatakan bahwa, efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya g. Psikososial dan Stress Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Damayanti, 2003). Peningkatan tekanan darah akan lebih menonjol pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional tinggi (Pinzon, 1999). Menurut studi Framingham, wanita usia 45- 64 tahun mempunyai sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegang, masalah rumah tangga, tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, ansietas dan kemarahan terpendam. Kesemuanya ini berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi Klinik penyakit kardiovaskular apapun. Studi eksperimental di laboratorium binatang membuktikan bahwa, faktor psikologis stress merupakan faktor lingkungan sosial yang penting dalam menyebabkan peningkatan tekanan darah. Akan tetapi, stress merupakan faktor risiko yang sulit diukur secara n 12 kuantitatif dan bersifat spekulatif, sehingga tak mengherankan jika pengelolaan stress dalam etiologi hipertensi pada manusia menjadi kontroversial (Henry dan Stephens tahun 1997 dalam Kamso, 2000). BAB III PENEMUAN KASUS DAN STRATIFIKASI RISIKO HIPERTENSI Upaya pengendalian penyakit tidak menular (PTM) khususnya hipertensi, dilakukan terhadap semua orang yang berusia 18 tahun keatas. ‘Ada dua cara yang dijalankan, yaitu: 1) Upaya pengendalian di masyarakat, dan 2) Upaya pengendalian individual di Puskesmas. Penemuan kasus melalui skrining merupakan salah satu kegiatan pengendalian penyakit. A. DETEKSI DINI HIPERTENSI! Skrining faktor risiko PTM khususnya penemuan kasus hipertensi, dilakukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh masyarakat secara mandiri 1. Deteksi Hipertensi di Masyarakat Kegiatan skrining untuk deteksi dini hipertensi dapat dilakukan di masyarakat melalui kegiatan kemasyarakan, seperti Posbindu PTM Kegiatan ini dapat dilakukan oleh kader kesehatan yang telah dilatih. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan tensimeter digital maupun air raksa. Monitoring tekanan darah juga dapat dilakukan secara mandiri di rumah, sehingga tidak perlu datang ke fasilitas, pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan skrining untuk mendeteksi hipertensi dan faktor risikonya, dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut a. Wawancara menggunakan kuesioner, yang meliputi:identitas diri, riwayat penyakit, dan riwayat anggota keluarga yang menderita hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, dislipidemia. Pengukuran tekanan darah dan denyut nad Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan lingkar pinggul. d. Penghitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) 13 2 14 Deteksi Hipertensi di Puskesmas. Pelayanan kesehatan primer seperti Puskesmas, merupakan jung tombak dalam pengendalian hipertensi. Bila dilaksanakan dengan baik, dapat menurunkan angka kesakitan, komplikasi dan kematian akibat hipertensi. Puskesmas menerima rujukan dari kegiatan kemasyarakan seperti Posbindu. Penilaian faktor risiko di Puskesmas ideainya cillengkapi pemeriksaan darah untuk mengukur kadar gula, lipid, kreatinin, dan albumin urin, funduskopi serta rekam jantung (EKG). Dengan demikian dapat dideteksi risiko kerusakan target organ seperti jantung, ginjal, mata dan pembuluh perifer. Bila memungkinkan, Puskesmas diharapkan dapat melakukan Pemeriksaan enzim jantung untuk mendeteksi kasus infark miokard akut. Skrining juga ditakukan untuk menentukan stratifikasi faktor risiko hipertensi dan rencana penanggulangannya. Stratifikasi hipertensi ditentukan berdasarkan: © tingginya tekanan darah, © adanya faktor risiko lait adanya kerusakan organ target seperti: hipertrofi ventrikel kiri, kenaikan kadar kreatinin, mikroalbuminuria, gangguan pembuluh darah (plak sklerotik, penebalan tunika intima-media), dan © adanya penyakit penyerta tertentu, seperti stroke, infark miokard akut, angina pektoris, gagal jantung, kelainan pembuluh darah perifer dan retinopati METODE PEMERIKSAAN Pemeriksaan tekanan darah Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan oleh semua tenaga kesehatan di layanan kesehatan primer, atau oleh kader Kesehatan yang telah dilatin dan dinyatakan layak oleh petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar British Society of Hypertension, menggunakan alat sphygmo- manometer air raksa, digital atau anaeroid, yang telah ditera, a. Persiapan Dalam proses pengukuran tekanan darah hendaknya diperhatikan beberapa hal : - _ Lakukan pemeriksaan setelah pasien duduk tenang selama 5 menit dengan kaki menempel di tantai > Lengan disangga dan letakkan tensimeter setinggi jantung. - Gunakan manset yang sesuai: sedikitnya melingkari 3/4 lengan dan lebar manset 2/3 panjang lengan atas. + Letakkan bagian bawah manset 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop. - Pengukuran dilakukan minimal dua kali setiap kunjungan, dengan selang waktu 5 sampai 20 menit pada lengan kanan dan kiri. + Sebaiknya orang yang akan diperiksa tidak merokok, melakukan olah raga atau mengkonsumsi kopi 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah. + Bila perlu dapat dilakukan dua kall pengukuran b. Pengukuran dan Pencatatan + Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dikempiskan perlahan-lahan (kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung). + Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkott |), dan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V). 2. Pengukuran Tinggi Badan dengan Microtoise a. Persiapan + Responden diminta untuk melepas alas kaki + Responden berdiri tegak sejajar dengan garis lurus microtoise - Posisi kepala dan bahu bagian belakang, tangan, pantat, tumit menempel pada dinding tempat microtoise dipasang dan tepat pada garis lurus yang telah dibuat. - Pandang responden lurus ke depan (bila perlu peganglah dagunya) dan kedua lengan dalam posisi tergantung bebas. Bagian atas telinga dan mata berada pada satu garis lurus. 15 b Pengukuran dan Pencatatan Geser microtoise ke bawah sampai menyentuh bagian atas kepala responden. - Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis ‘merah, lurus/bertatap muka dengan responden. Jika pengukur lebih pendek, naiklah ke atas bangku kecil saat membaca hasil pengukuran. - Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1 em). 3. Pengukuran Berat Badan a. Persiapan = Responden diminta untuk melepas alas kaki, mengeluarkan isi kantong baju/celana dan tidak menggunakan pakaian yang berlebihan. b. Pengukuran dan Pencatatan - Minta responden untuk naik ke atas timbangan, berdiri tenang, tegak, lengan di samping badan, melihat lurus ke depan sampai muncul angka di kaca display uniscale. + Peneatatan dilakukan dengan Ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1 kg) 4, Penghitungan Indeks Massa Tubuh 16 Indeks massa tubuh (IMT) adalah hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (BB (kg) / TB*(m:). Klasifikasi IMT dapat dilihat pada Tabel 2. Pengukuran Lingkar Pinggang (waist circumference) Lingkar pinggang juga dipakai sebagai indeks antropometri yang menunjukan status kegemukan. Rekomendasi IDF tahun 2006, ukuran pinggang atau perut ideal untuk laki-laki maksimal adalah 90 om, sedangkan untuk perempuan adalah 80 cm. @. Persiapan = Gunakan pita ukur yang tidak lentur (bahan fiber glass) + Sebaiknya pengukur duduk di bangku di sisi responden yang berdiri. b. Pengukuran dan Pencatatan - Ukur titik tengah antara batas bawah tulang iga terbawah dengan tonjolan tulang iliaka di sisi tubuh. + Lingkarkan pita ukur secara horisontal melalui titik tengah tersebut. Pita ukur menempel langsung ke kulit. + Pengukuran dilakukan pada akhir ekspirasi normal dengan kedua lengan tergantung rileks di samping badan - Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1 cm) 6. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul (RLPP) Rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) merupakan salah satu indeks antropometri untuk menilai status kegemukan, terutama kegemukan sentral (central obesity atau abdomen adiposity). RLPP adalah rasio lingkar pinggang (cm) : lingkar pinggul (cm). Kategori menurut PERKENI 1998 : Laki-laki normal : < 0,9 Perempuan normal : <0,8 Berlebih : >0,9 Berlebih : > 0,8 Cara mengukur lingkar pinggul (hip circumference) a. Sebaiknya pengukur duduk di bangku di sisi responden yang berdiri. . Lingkar pinggul adalah lingkar horisontal terbesar di bawah tonjolan krista iliaka. Lingkarkan pita ukur secara horizontal Pembacaan dilakukan sampai dengan ketelitian 0,1 cm. ae C. DIAGNOSIS HIPERTENS! ‘Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (sifent killer). Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain: © sakit kepala © penglihatan kabur © gelisah © rasa sakit didada 7 © jantung berdebar-debar muah lelah, dan lain-lain © pusing Gejala akibat komplikasi hipertensi yang mungkin dijumpai sebagai berikut: © gangguan penglihatan © gangguan saraf © gangguan jantung © gangguan fungsi ginjal © gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang, perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma Di pelayanan kesehatan primer/Puskesmas, diagnosis hipertensi ditegakkan oleh dokter, setelah mendapatkan peningkatan tekanan darah dalam dua kali pengukuran dengan jarak satu minggu. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah >140/90 mmHg, bila salah satu baik sistolik maupun diastolik meningkat sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi. Monitoring mandiri tekanan darah dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan alat digital. Pengukuran dilakukan dua kali berturut-turut, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan estimasi nilai tekanan darah yang dapat dipercaya. Monitoring tekanan darah di rumah dapat mendeteksi ‘white coat hypertension’ (kenaikan tekanan darah karena ‘cemas melihat dokter, sehingga tekanan darah yang diukur di pelayanan kesehatan lebih tinggi daripada di rumah). D. STRATIFIKASI RISIKO KARDIOVASKULAR Prognosis penderita hipertensi bukan hanya ditentukan oleh derajat hipertensi, tetapi juga ada tidaknya faktor risiko kardiovaskular lainnya, kerusakan organ target, atau penyakit penyerta. Selain itu, obat-obatan yang diberikan, kondisi pribadi pasien dan situasi sosial ekonomi pasien juga ikut berpengaruh. 1, Faktor risiko kardiovaskular - Tingginya tekanan darah sistolik dan diastolik + Laki-laki usia > 85 tahun = Perempuan usia > 65 tahun 18 2 = Perokok - Obesitas - _ Dislipidemia : kolesterol -LDL > 3.36 mmol/L (>130 mg/dl) dan/ atau kolesterol - HDL < 1.0 mmol/L (<40 mg/dl) + Diabetes mellitus ~ _ Riwayat keluarga penyakit karciovakular prematur + C-reactive protein (CRP) > 1 mg/dl Kerusakan organ target + Hipertrofi ventrikel kiri (EKG, echocardiografi, atau foto toraks dada) + Proteinuria atau peningkatan kadar kreatinin plasma: laki-laki > 115-133 imol/l (>1.34-1.6 mg/dl), perempuan > 107~124 imol/ (>1.25-1.45 mg/dl) - Pemeriksaan ultrasonografi atau radiologi terbukti adanya plak ateroskelrosis (di aorta, arteri karotis, arteri iliaka, atau arteri femoral) + Penyempitan arteri retina lokal atau merata/luas Penyakit Penyerta serebrovaskular : stroke iskemik, pendarahan serebral, ~ _ Penyakit jantung : infark miokard, angina, revaskularisasi koroner, atau gagal jantung kongestif - _ Penyakit ginjal : nefropatik diabetika atau gagal ginjal - kreatinin laki-laki> 133 imoll (1.6 mg/dl), 9erempuan> 124 imoll (1.45 mg! di) - _ Penyakit pembuluh darah perifer: diseksi aneurisma atau penyakit arteri yang simptomatis, - Retinopati akibat hipertensi lanjut : pendarahan, eksudat atau papiledema Untuk kepentingan pelayanan kesehatan primer di negara-negara berpenghasilan rendah-sedang, WHO membuat Carta Prediksi Risiko Mengalami Kejadian Kardiovaskular (peryakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer) dalam kurun waktu 10 tahun mendatang (Gambar1). 19 Gambar 1. CARTA PREDIKSI RISIKO MENGALAMI KEJADIAN KARDIOVASKULAR FATAL ATAU NON FATAL DALAM KURUN WAKTU 10 TAHUN MENTADANG Tingkat Risiko HE 40 LAKI-LAKI PEREMPUAN D Perokok ‘Bukan Perokok rokok = (mmHg) ‘ 70 b 180 60 a a @ ‘€ 50 io 10 100. 160 40 ‘0 i) 45678 45678 45678 45678 Colesteral mn 20 —_ LAKI-LAKI PEREMPUAN (tahun) Bukan Perokok Perokok BukanPerokok Perokok —_(mmg) 10 160 0 0 18 16) a 0 180 te 10 0 18 160 10 0 70 60 40 s 45678 45678 45678 45678 Cholesterol mma Kolesterol: 4 mmolil = 154.4 mgd, 5 mmoll = 193.1 mg/l, 6 mmol = 231,7 mg/d, 7 mmol = 270,3 mg/dl, 8 mall = 308.9 mg/d NilaikonversiKolesterol 1 mg/al = 0,0259 mmolt Cara Menggunakan Carta Tentukan dahulu apakah subyek yang dlperksa perderta diabetes motitus atau tidak. Kemudian jonis kelaminnya apa (laki-laki pakal yang Kit dan perempuan pakai yang kanan). Solanjutnya fetapkan blok usia yang akan dpakai ~ pernatikan lajur angka paling kin (misairya untuk usia 46 tahun pakai blok usia 40, 68 tahun pakai biok 69 dst). Tekanan darah (TD) yang cipaka) adalan tekanan darah sistolk - perhatian lajur angka paling Kanan, Cae kolom yang sesuai untuk kadar Kolesterol (disini dlpakat mmol, sedangkan di indonesia umumnya monggunakan mg/d) Ponyasualannya tercantum datas). Tik tomu antare kolom TD dan kolom kolesterol menentukan Nisiko subyek Wama kotak menentukan basar sito untuk mengalamni penyakit kardiovaskular {penyanitjaruung, stroke, peryaks peroulun dara peer dalam KUrUN Waki 10 ann mendarang at BABIV TATALAKSANA HIPERTENS! Tatalaksana hipertensi meliputi non farmakologis dan farmakologi Tatalaksana non farmakologis meliputi modifikasi gaya hidup, upaya dapat menurunkan tekanan darah atau menurunkan ketergantungan penderita hipertensi terhadap penggunaan obat-obatan. Sedangkan tatalaksana farmakologis umiumnya dilakukan dengan memberikan obat- obatan antihipertensi di Puskesmas. Apabila upaya non farmakologis dan farmakologis belum mampu mencapai hasil yang diharapkan, Puskesmas bisa merujuk pasien ke pelayanan kesehatan sekunder yaitu rumah sakit, Dalam menangani hipertensi perlu juga dikelola faktor risiko kardiovaskular lainya, kerusakan organ target dan penyakit penyerta, Penanganan ini umumnya dikerjakan di fasilitas pelayanan kesehatan sekunder atau tersier. Komplikasi organ target yang mungkin terjadi antara lain : penyakit jantung koroner dan stroke, gagal jantung, gagal ginjal, penyakit vaskular perifer dan kerusakan pembuluh darah retina yang mengakibatkan gangguan penglihatan. A. PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO Tatalaksana hipertensi di masyarakat terbatas pada modifikasi faktor risiko, dengan menggunakan media komunikasi—informasi - edukasi (KIE) yang telah disediakan. KIE merupakan upaya promosi Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan penyakit. Aktifitas ini dilakukan di Posbindu oleh kader kesehatan yang telah dilatih mengenai program pengendalian PTM. Pola Hidup Sehat yang dianjurkan untuk mencegah dan mengontrol hipertensi adalah: 1. Gizi seimbang dan pembatasan gula, garam dan lemak (Dietary Approaches To Stop Hypertension) 2. Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal 3. Gaya hidup aktifolah raga teratur 22 4. Stop merokok dan 5. Membatasi konsumsi alkohol (bagi yang minum) Upaya pengendalian hipertensi hendaknya dilakukan dengan menjalin jelaring kerja sebagai forum komunikasi primer. Dalam melakukan promosi dapat dibentuk kelompok-kelompok pembelajaran untuk memotivasi perubahan pola hidup. Metode ini sangat efektif bila dilakukan dalam intensitas yang memadai, berkesinambungan dan dalam waktu yang cukup fama, Sarana promosi yang digunakan: media cetak dan elektronik. Tahapan dalam melakukan promosi adalah: 1) menentukan materi/ isi, 2) menentukan sasaran promosi, 3) menyediakan bahan promosi, 4) melakukan pelatihan kader kesehatan Pengendalian faktor risiko meliputi : 1. Makan Gizi Seimbang Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Prinsip diet yang dianjurkan adalah gizi seimbang : membatasi gula,garam , cukup buah, sayuran, kacang-kacangan, bijian, makanan rendah lemak jenuh, menggantinya dengan unggas dan ikan yang berminyak (Tabel 4). - Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan darah. Kalium klorida 60-100 mmol/hari akan menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) 2,5 mmHg. © Asupan natrium hendaknya dibatasi <100 mmol (2 g)/hari setara dengan 5 g (satu sendok teh kecil) garam dapur; cara ini berhasil menurunkan TDS 3,7 mmHg dan TDD 2 mmHg. Bagi pasien hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih rendah lagi, menjadi 1,5 ghhari atau 3,5 - 4 g garanvhari. Walaupun tidak semua pasien hipertensi sensitif terhadap natrium, namun pembatasan asupan atrium dapat membantu terapi farmakologi menurunkan tekanan darah dan menurunkan risiko penyakit kardioserebrovaskuler. Asupan natrium didapat dari berbagai sumber, antara lain: garam yang ditambahkan pada produk olahan/ industri (diasinkan, diasap, diawetkan), berbagai bahan makanan sehari-hari, dan penambahan garam pada waktu memasak atau saat makan. 23 Tabel 4. Pedoman Gizi Seimbang Garam (natrium klorida) + Batasi garam < 5 gram (1 sendok teh) per hari - Kurangi garam saat memasak + Membatasi makanan olahan dan cepat saji Buah-buahan dan sayuran - 5 porsi (400-500 gram) buah- buahan dan sayuran per hari (1 porsi setara dengan 1 buah jeruk, pel, mangga, pisang atau 3 sendok ‘makan sayur yang sudah dimasak.) Makanan berlemak - Batasi daging berlemak, lemak ‘susu dan minyak goreng (1,5-3 ‘sendok makan perhari) ~ Ganti sawit/minyak kelapa dengan zaitun, kedelai, jagung, lobak atau minyak sunflower - Gant daging lainnya dengan ayam (tanpa kulit) tkan - Makan ikan sedikitnya tiga kali per minggu + Utamakan ikan berminyak seperti tuna, makarel, salmon Untuk lebih detail, dianjurkan menggunakan Modifikasi Dietary Approaches To Stop Hypertension (DASH) sesuai Tabel 5. 24 Tabel 5. Modifikasi Dietary Approaches To Stop Hypertension (DASH) Bahan makanan Porsi harian | Ukuran rumah tangga ij-bijian/serealia utuh | 7-8 penukar | 1 irisfembar roti (whole grains) Ye gelas sereal kering Ye gelas nasi, pasta, atau sereal & serat Sayuran 4~5 penukar | 1 getas sayuran berdaun (mentah) Ye gelas sayuran matang % gelas jus sayuran Buah dan jus 45 penukar | 1 pig sdg buah segar % gelas buah kering ¥% mangkuk buah segar/buah frozenfouah kaleng +% gelas jus buah Susu tanpalrendah 2-3 penukar | 1 gelas susu, 1 gls yogur, atau Jemak dan produk 1 potong keju (= 45 9) olahannya Daging tanpa lemak, <2 penukar | 2 potong daging matang, unggas, ‘unggas, dan ikan atau ikan 1 butir putin tetur* Kacang-kacangan, Ye~1 penukar| ¥ gelas kacang-kacangan, seeds (bij-bijian) dan Ye gelas atau 2 sdm seeds, ‘polong-polongan 2 sendok makan selai kacang, Ye gelas kedelai atau kacang polong matang Lemak dan minyak 2~3 penukar | 1 sendok teh margarin 1 sendok teh minyak sayur 1 sendok makan mayonnaise rendah lemak/salad dressing ‘Sweets dan guia Spenukar’ | 1 sendok makan gula pasir minggu 1 sendok makan jelly atau selai ¥% gelas sorbet, gelatin 1 gelas lemonade Garam ‘penukar | 1 sendok teh kecil “Oleh karena tolur mengandung tinggi kolesterol, batasi asupan Kuning telur tidak lebin dari 4 ‘butr per minggu ‘Dattar asupan makanan di atas berdasarkan 2000 kkalhadi 25 2. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan. Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak dilaporkan. Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5 — 22.9 kg/m?, lingkar pinggang < 90 cm untuk laki-laki atau < 80 om untuk perempuan. 3, Melakukan olah raga teratur Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit (sejauh 3 kilometer) lima kali per-minggu, dapat menurunkan TDS 4 mmHg dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem syaraf, sehingga menurunkan tekanan darah. 4. Berhenti merokok Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Pendidikan atau konseling bethenti merokok bertujuan untuk : © Mendorong semua bukan perokok untuk tidak mulai merokok © Menganjurkan keras semua perokok untuk berhenti merokok dan membantu upaya mereka untuk berhenti merokok © Individu yang menggunakan bentuk lain dari tembakau sarankan berhenti Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai berikut a. Inisiatit Sendiri Banyak perokok menghentikan kebiasannya atas inisiatif sendiri, tanpa pertolongan pihak luar. Metode ini banyak menarik para perokok karena hal-hal berikut : = Dapat dilakukan secara diam-diam. = Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan. - Tidak periu menghadiri rapat-rapat penyuluhan. - Tidak memakai ongkos. b. Menggunakan permen yang mengandung Nikotin Kencanduan nikotin membuat perokok sult meninggalkan rokok. Permen nikotin dapat mengurangi penggunaan rokok. Ada jangka 26 waktu tertentu untuk menggunakan permen ini, dan selama menggunakan permen, penderita dilarang merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti merokok secara {otal sesuai jangka waktu yang ditentukan. Kelompok Program Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok berhenti marokok. Para anggota kelompok dapat saling memberi nasihat dan dukungan. Program ini banyak yang berhasil, tetapi memerlukan biaya dan waktu untuk menghadiri perlemuan- portemuan, sehingga seringkali menyebabkan keengganan bergabung. Konsultasi/konseling ke Klinik berhenti merokok. Dalam melakukan konseling berhenti merokok, gunakan tahapan sesuai Bagan 2. 7 Bagan 2. Konseling Berhenti Merokok At. Ask (tanyakan) Advice (essinatan) As: Assess (nila) Ad: Assist (bantu) Arrange (atur) ‘Apakah anda Ingatkan Kembali tahwa merokok perokok? [>] TIDAK [>] maningkatan ko ponyaki jantung v v Ya "Nasinatkan untuk berhenti merokok dengan memberkkan pandangan yang jerih, kuat dan individualist. “Terbakau meningkatkanrisko serengen jantuna sok, kanker paru dan penyakit respirasi Berhenti merokok merupakan hal tpentng yang peru anda lakukan untuk melindungiantung dan kosehatan anda, stop merokoksekarang,” v Apakah anda ingin berhenti merokok sekarang? : [ree] v SE Bantu mempersiapkan rencana berhenti merokok Menyediakan + Tetapkantanggal berhent merckok Informasi Kesehatan + Infomasikan kepada Keluarga dan teman tentang bahaya + Meminta dukungan mereka merokok dan + Bang jauhjauhrokok!tebakau rmemberkan leafit- + Singkikan benda-benda /arke yang merimbuikan || leaflet terkat kepada einginan merokok pasien + Mengaturkunjungan tidak lanjut* y Pada tindak anjut kunjungan * Ucapkan Selamat sukses berhent merokok dan ber semangat + ikapasien kamu merokok, pertimbangkan tnd anjut bi intensi dan ukungan dari keluarga setlaphilan ses Jka tak mem tekanan darah, ‘ealnya kunjungan kontrol (follow-up) kedua dianjurkan datam bulan yang sama, kemudian udahnya selama ¢bulan dan evaluasi setelah Ital ungkinkan lakukan Konseling setip kali pasion datang untuk pemeriksaan 28 5. Mengurangi konsumsi alkohol. Satu studi meta-analisis menunjukkan bahwa kadar alkohol seberapapun, akan meningkatkan tekanan darah. Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi yang biasa minum alkohol, akan menurunkan TDS rerata 3.8 mmHg. Dalam memberkan edukasi kepada pasien tentang alkohol, hendaknya dikemukakan hal-hal sebagai berikut: Pantang alkohol harus dipertahankan (jangan mulai minum alkohol) ¢ Jangan menganjurkan untuk mulai mengkonsumsi alkohol demi alasan kesehatan © Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per hari dan perempuan yang 1 unit per hari, jangan lebih dari 5 hari minum per minggu. Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur (10% alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol. © Sarankan pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol bila ada risiko tambahan antara lain - _ mengemudi atau mengoperasikan mesin - hamil atau menyusui = _ minum obat yang berinteraksi dengan alcohol = menderita gangguan medis yang dapat diperburuk oleh alkohol - kesulitan dalam mengendalikan kebiasaan minum Dengan mengadopsi gaya hidup sehat, diharapkan terjadi penurunan tekanan darah sebagai terlihat pada Tabel 6. 29 Tabel 6. Dampak modifikasi gaya hidup terhadap penurunan tekanan darah Modifikasi | Rekomendasi Penurunan TD (mmHg) Berat badan | Pertahankan IMT 18,5 ~ 22.9 kg/m 5-20mmHg/penurunan 10 kg Diet sehat | Konsumsi sayur & buah cukup, hindari temak | 8-14 mmHg Batasi garam | Konsumsi garam <1 sendok teh kecil | 2.8 mmHg Astittas fisik | Olah raga teratur : jalan kaki 30-45 menit, | @ ken)haei ~ 5 kali per-minggu 4-9 mmHg Batasi alkohol | Lakilaki = 2 unit minumanvhari Perempuan : 1 unit minumanihari 2-4 mmHg “IMT standar Asia NC Vit (2003) Pasion dan keluarga hendaknya selalu dinasehati untuk : ¢ Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji, makanan kaleng dan bumbu penyedap makanan/vetsin. © Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin secara teratur. Minumlah obat secara teratur, sesuai instruksi Dokter. tekanan darah yang diperiksa harus dicatat. B. TERAPI FARMAKOLOGIS Penanganan hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan, komplikasi dan kematian akibat hipertensi. Terapi farmakologis hipertensi dapat dilakukan di pelayanan strata primer/Puskesmas, sebagai penanganan awal. Berbagai penelitian Klinik membuktikan bahwa, obat anti-hipertensi yang diberikan tepat waktu, dapat menurunkan kejadian stroke hingga 35-40%, infark miokard 20-25% dan gagal jantung lebih dari 50%. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya 30 dititrasi, Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan atau kombinasi obat anti-hipertensi yang cocok bergantung pada keparahan hipertensi dan respon penderita terhadap obat. Beberapa prinsip pemberian obat anti- hipertensi perlu diingat, yaitu : a. b. Pengobatan hipertensi sekunder lebin mengutamakan pengobatan penyebabnya Pengobatan hipertensi esensial dityjukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur hidup. Jika tekanan darah terkontro! maka pemberian obat hipertensi di Puskesmas dapat diberikan disaat kontrol dengan catatan obat yang diberikan untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru. Untuk Penderita hipertensi yang baru didiagnosis (Kunjungan pertama) maka diperlukan kontrol ulang disarankan 4 kali dalam sebulan atau seminggu sekali, apabila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik >100 mmHg sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam dua minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol. Pada kasus hipertensi emergensi atau urgensi tekanan darah tidak dapat terkontrol setelah pemberian obat pertama langsung diberikan terapi_ farmakologis kombinasi, bila tidak dapat dilakukan rujukan. Jenis-jenis obat anti-hipertensi : a, Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang, tekanan darah turun dan beban jantung lebih ringan. Populasi lanjut usia lebih rentan mengalami dehidrasi dan hipotensi ortostatik akibat penggunaan thiazide. Jadi pengukuran tekanan darah posisi berdiri perlu dilakukan, disamping pemantauan kadar kalium serum. 31 32 Bila terjadi hipokalemia, berikan suplemen kalium atau tambahkan potassium-sparing diuretic seperti spironolactone, atau gunakan kombinasi obat-obatan seperti triemterene/ hydrochlorothiazide. Hal ini penting, karena menurut studi ‘SHEP : pasien lanjut usia dengan kadar kalium < 3,5 mg/dL akan kehilangan proteksi kardiovaskuler yang seharusnya didapat dari Penggunaan thiazide. Risiko intoksikasi digoksin (lanoksin) meningkat pada pasien yang juga mengkonsumsi thiazide secara bersamaan, karena thiazide dapat menginduksi hipokalemia. Obat anti-inflamasi non-steroid dapat menurunkan efek diuretik dan efek anti-hipertensi thiazide. Efikasi penggunaan thiazide juga menurun pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, walaupun belum ada suatu penelitian khusus mengenai hal ini, Pada studi ALLHAT (Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial) dibuktikan bahwa diuretik chlorthalidone lebih superior untuk mencegah gagal jantung akibat hipertensi dibanding amlopidin. ‘Asam urat dan thiazide berkompetisi dalam ekskresi pada tingkat tubulus renalis, jadi penggunaannya pada penderita hiperuricemia atau gout perlu perhatian khusus. Meskipun pemah 80 tahun dapat mengurangi kejadian stroke sebanyak 30% dan gagal jantung 64%, Bila diuretik dikonsumsi bersamaan dengan Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker, efek samping yang mungkin terjadi adalah hipotensi pada pemakaian awal, dengan konsekuensi insufisiensi renal akut. b. Penyekat beta (6-blockers) Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju nadi dan daya pompa jantung. Obat golongan f-blockers dapat menurunkan mortalitas dan morbiitas pasien hipertensi lanjut usia, menurunkan risiko penyakit jantung koroner, prevensi terhadap serangan infark miokard ulangan dan gagal jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita asma bronkhial. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia. Walaupun farmakokinetik dan farmakodinamik berbagai jenis B-Blockers berbeda-beda, efikasi antihipertensinya hampir serupa. Atenolol, metoprolol, dan bisoprotol bersifat kardioselektif dengan kelarutan terhadap lipid yang rendah, sehingga lebih umum dipilih bagi populasi lanjut usia. Obat -Blockers yang bersifat lipofilik (seperti propanolol) dapat menembus sawar darah otak, sehingga berefek sedasi, depresi, dan disfungsi seksual. -Blockers terutama golongan non-selektif seperti nadolol dan propanolol merupakan kontra-indikasi bagi pasien dengan gangguan reaktif saluran nafas yang berat. Terutama pada populasi lanjut usia, B-Blockers secara umum dapat menyebabkan bradikardia, abnormalitas konduksi, dan gagal jantung, terutama bila dosis awal terlalu tinggi atau pasien mempunyai riwayat penurunan fungsi ventrikel kiri. Perhatian khusus harus diberikan bila f-Blockers diberikan bersama dengan bat golongan kronotropik negatif, seperti diiazem, verapamil, atau digoksin. Pemberian f-Blockers tidak boleh langsung dihentikan, harus difitrasi perlahan untuk meminimalisasi refleks takikardia (rebound). ¢. Golongan Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE inhibitor/ ACEI menghambat kerja ACE sehingga perubahan angiotensin | menjadi angiotensin I! (vasokontriktor) terganggu. Sedangkan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) menghalangi ikatan zat angiotensin II pada reseptomya. Baik ACE/ maupun ARB mempunyai efek vasodilatasi, sehingga meringankan beban 33 jantung. ACEI dan ARB diindikasikan terutama pada pasien hipertensi dengan gagal jantung, diabetes mellitus, dan penyakit ginjal kronik, Menurut penelitian ON TARGET, efektiftas ARBsama dengan ACEI. Secara umum, ACEI dan ARB ditoleransi dengan baik dan efek sampingnya jarang (Tabel 4).Batuk terjadi pada 25% pasien yang mengkonsumsi ACE! dan seringkali menjadi penyebab terapi dihentikan, pada kondisi demikian ARB ‘merupakan alternatif pilihan. Obat-obatan yang termasuk golongan ACE/adalah valsartan, lisinopril, dan ramipril. Efek samping yang mungkin timbul : sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Lisinopril dan ramipril terutama diindikasikan untuk pasien pasca infark miokard, pasion dengan tisiko tinggi penyakit kardiovaskular dan mencegah rekurensi stroke. Hipotensi saat obat mulai diberikan (first-cose hypotension) harus diwaspadai pada pasien dehidrasi, gagal jantung, dan stenosis arteri renalis bilateral. Walaupun ACEI berpotensi menjaga fungsi ginjal, namun kadar kreatinin dapat meningkat bila diberikan kepada pasien dengan insufisiensi renal, dehidrasi, atau gagal jantung, kondisi demikian ini sering sekali ditemukan pada pasien lanjut usia, maka hipotensi dan fungsi ginjal harus dipantau ketat pada awal Pemberian obat tersebut. Tidak ada ketentuan batas nilai kreatinin yang menjadi kontraindikasi pemberian ACEI, tetapi peningkatan akut kadar kreatinin sebesar 30% merupakan peringatan untuk penghentian ‘sementara atau penurunan dosis ACEI. Karena ACE! juga dapat menyebabkan hiperkalemia, kadar elektrolit dan kretinin harus dimonitor pula secara periodik, terutama pada pasien yang mendapat diuretik tidak hemat kalium, Seperti halnya thiazide, anti-inflamasi non-steroid juga dapat menurunkan efikasi antihipertensi ACE/ dan ARB. 1. Golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Calcium channel blocker (CCB) menghambat masuknya kalsium ke dalam se! pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi arteri koroner dan juga arteri perifer. Ada dua kelompok obat CCB, yaitu dihidropyridin dan nondihidropyridin, keduanya efektif untuk pengobatan hipertensi pada lanjut usia. ‘Secara keseluruhan, CCB diindikasikan untuk pasien yang memiliki faktor risiko tinggi penyakit koroner dan untuk pasien- pasien diabetes. Kelompok nondihidropyridin (seperti diltiazem, verapamil) mempunyai efek inotropik dan kronotropik negatif, sehingga ‘sangat baik diberikan pada pasien-pasien dengan fibrlasi atrial dan takikardi supraventrikuler. Kelompok dihidropyridin (seperti amlodipine, felodipine) aman diberikan pada pasien dengan gagal jantung, hipertensi, atau angina stabil kronik. Calcium channel blocker dengan durasi kerja pendek tidak direkomendasikan pada praktek klinis.Tinjauan sistematik ‘menyatakan bahwa CCB ekuivalen atau lebih inferior dibandingkan dengan obat antihipertensi lain. Tetapi CCB lebih efektit pada pasien hipertensi yang sensitif terhadap garam, seperti populasi lanjut usia. Interaksi CCB dengan obat dan makanan lain telah dilaporkan (tabel 7). Grapefruit (di Indonesia dikenal sebagai jeruk Bali) meningkatkan bioavabilias felodipin secara signifikan, sehingga dapat menyebabkan hipotensi berat. Diltiazem dapat menghambat metabolism cyclosporine yang dikonsumsi rutin pasca transplantasi organ, sehingga dapat menyebabkan intoksikasi cyclosporine. Kelompok dihidropyridin, terutama nifedipin, dapat menyebabkan efek samping: hipotensi ortostatik, edema perifer dan hiperplasi gusi, terutama pada usia lanjut. Sedangkan verapamil sering menyebabkan konstipasi pada populasi usia lanjut. Golongan Antihipertensi Lain Penggunaan penyekat reseptor aifa perifer, obat-obatan yang bekerja sentral, dan obat golongan vasodilator pada populasilanjut usia sangat terbatas, karena efek samping yang signifikan. Walaupun obat-obatan ini mempunyai efektiftas yang cukup tinggi dalam menurunkan tekanan darah, tidak ditemukan asosiasi antara obat-obatan tersebut dengan reduksi angka mortalitas maupun morbiditas pasien-pasien hipertensi. Tabel 7. Keamanan, Tolerabi Agonis alfa sentral (termasuk klonidin, guanfacine, methyldopa, and reserpine) bekerja sentral sehingga dapat menimbulkan sedasi, mulut kering, dan depresi. Banyak pasien yang melaporkan hipotensi selain retensi air dan natrium. Penghentian tiba-tiba obat-obatan ini dari dosis tinggi (clonidin >1.2 mg/hari) akan menyebabkan efek rebound, sehingga betbahaya bila diberikan kepada pasien dengan kepatuhan minum obat yang rendah. Walaupun clonidine patch mahal, patch ini sangat berguna bagi alternatif terapi oral anti-hipertensi pada populasi lanjut usia. Seperti hainya agonis alfa sentral, obat golongan vasodilator hydralazine dan minoxidil mengakibatkan retensi kalium dan air serta refleks takikardia, sehingga tidak digunakan sebagai monoterapi. Pada pasien usia lanjut, pilinan obat antihipertensi hendaknya memperhatikan keamanan, tolerabilitas, efikasi danefisiensinya (Tabel 7). 1s, dan Efikasi Obat Antihipertensi pada Usia lanjut Betablocker_ ACEI& ARB cca Keamanan Ganggusn —«Groninarpasme -Gangguan elektro Nonahcropyrin, eektoit (tu-hiperalomia—~ AV block (rpokaiemia) ava GK) bagiara Inefisens renal Hiotens iricropyn, akut don ineflsione! ronal kit igotns, hiro angioedema reflex nears Tolerabiitas inerakst bat: Interakslobat; —__Intraksobat: Imoraks obat goten, ddgoksn, diiazem, NSAIDs, duretk —_—_sklospern NSAIDs worapar hemat kam js jou Bak Efkasi _Orestats, Seda depres, Sauk (ACE!) coma pares, konstpas Sisfungs soksual disfung’seksual—Hipertens abetes, hyperplasia gingival Niperensi HST. pers, apaianin, Hipetens, aabers, ostinfark’ mckard —postinfakmokard_dlabetes, ngaljntung gal janting, rsko risko inggi KV 8kO UngghKV fkotrag KY ting ck ‘angina stabi ron, prevensi prevensreluransi _ishemk moka rekurensl stoke or frig: trum Efisionsi 36 esha 1-24) han der han 2x ha 2. Tatalaksana Hipertensi Tatalaksana hipertensi yang banyak dianut hingga saat ini adalah sesuai rekomendasi JNC-VII 2003 (Algoritma 1) Algoritma 1. Tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC VII (2003). ‘MODIFIKAS! POLA HIDUP v “Target TO belum tercapal (140190 mmtig/<130/90 mmbg bagi pasien DMipenyakitginjalkonis) ‘OBAT PILIHAN AWAL ‘TANPA DENGAN Indias khusus, Indikesi Khusus DERAJAT 1 DERAJAT 2 } | Obat untuk indikast (ros 140-897TB0 9099:mmH) || (TOS >1607002100 mneg) || Khusus (hat taba 4) fernan:uebe ope Tazae,” || — Bensan:xonomaaZ coat” | | warnan: Oost atnpenerst Perumbangian ACEL ARB, 80, ‘Thazide » ACEVAR/ || linya rob, ACE, ARB, (CCB atau kombines! t BB / CCB) (BB, CCB) sesuai kebutuhen ‘TARGET TEKANAN DARAH BELUM TERCAPAI ‘Optimalkan dosistambahkan abat sampal target TD tercapal Pertimbangkan konsul keSpesialis “ACEI angiotensin cometng ene inkibter: ARB angiotesn cepa lockers): CCB (calcium chanel Ickes BB (het Blockers): TDS ekaasn aah st), TDD (kansn anh is) Keterangan Algoritmat 1) Pada saat seseorang ditegakkan diagnosisnya menderita hipertensi derajat satu, maka yang pertama dilakukan adalah mencari faktor risiko apa yang ada. Kemudian ditakukanlah upaya untuk menurunkan faktor risiko yang ada dengan modifikasi gaya hidup, sehingga dapat dicapai tekanan darah yang diharapkan. Bila dalam waktu 1 bulan tidak tercapai tekanan darah normal, maka terapi obat diberikan. Bila hipertensi derajat dua maka interfensi obat diberikan bersamaan dengan modifikasi gaya hidup. 37 2). Terapi obat yang diberikan sesuai dengan derajat hipertensi dan ada tidaknya indikasi khusus, seperti diabetes melitus, kehamilan, asma bronkial, kelainan hati atau kelainan darah 3) Terapi pilihan adalah pertama golongan tiazid, kedua ACEI, selanjutnya CCB. 4) Bila terapi tunggal tidak berhasil maka dikombinasikan dengan obat golongan lain. 5) Bila tekanan darah normal tidak tercapai baik melalui modifikasi gaya hidup dan terapi kombinasi, maka pasien perlu rujukan spesialistik Pemilihan obat hendaknya juga memperhatikan indikasi-indikasi khusus (Tabel 8), dan juga kondisi lain yang penting misalnya kehamilan. Tabel 8. Pilihan Obat pada Indikasi Khusus [inaiasinhusus——~([ Drea [-Bioaar | ACEI | ARB | GCB [AniAWostaron Goal ating : 2 Pacer mokard * Riso tinggi Puk_ Diabetes mellitus Pena pl tek Capa sich borden Pada kehamilan hendaknya penggunaan obat-obatan berikut ini dihindari : © ACEV/ARB, karena efek samping: teratogenik, hambatan pertumbuhan janin, gagal ginjal anuria pada _neonatus © -Blockers (atenolol), karena efek samping: hambatan pertumbuhan janin ¢ Diuretik golongan Thiazide (terutama pada kasus pre-eklampsia yang diinduksi hipertensi kronik), karena efek samping: deplesi cairan intravascular, bradikardia janin, berat lahir rendah (jika digunakan sejak awal kehamilan). - Walaupun pil kontrasepsi secara statistik bermakna meningkatkan risiko hipertensi, namun risiko definitif untuk terjadinya hipertensi 38 ccukup kecil, sehingga wanita tidak peru terlalu takut mengonsumsi pil kontrasepsi. = Pengguna pil kontrasepsi sebaiknya memeriksakan tekanan darah regular - Wanita dengan hipertensi disarankan tidak minum pil kontrasepsi (Chasan Taber L) - _ Pemberian kontrasepsi oral harus selektif dan mempertimbangkan untung ruginya secara individual. Jenis Obat Antihipertensi yang perlu disediakan di Puskesmas: = Diuretik : Thiazide, Furosemide, Spironolactone. + B-Blockers : Atenolol, Bisoprotol + Calcium Channel Blocker : Amlodipin, Nifedipin Long Acting + Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor : Enalapril = Aldosteron Receptor Blockers : Valsartan Dalam memberikan edukasi kepada pasien hipertensi, hendaknya juga diajarkan : © Cara minum obat di rumah ¢_Jelaskan perbedaan antara obat-obatan yang harus diminum untuk Jangka panjang (misalnya tekanan darah) dan pemakaian jangka pendek menghilangkan gejala (misalnya untuk mengatasi mengi) © Jelaskan cara kerja tiap-tiap obat © Jelaskan dosis yang digunakan untuk tiap obat dan berapa kali minum sehari © Bungkus masing-masing tablet dan berikan label © Periksa pemahaman pasien sebelum meninggalkan praktek anda Jelaskan pentingnya untuk : = menjaga kecukupan pasokan obat-obatan = minum obat teratur seperti yang disarankan meskipun tak ada gejala WHO telah membuat protokol Tatalaksana Hipertensi dan Diabetes yang Terintegrasi untuk Pelayanan Kesehatan Primer di negara berkembang (alogaritma 2). 39 wore femme vccntenmmmens «| | (penn emp nnoy erin mete nt ap ne tons a a ecient mun nent ae — peel econ Bear ‘anlurp wep Buek (Beg sojmyseroipey OnoH UENeEIOL y WEIBUET nam ate eu tit eR revere even cesn i t nn para rn raion cement aren una 2 une anu veeround veers 95 Unwind Levan amen fe 8 Beh wa cea ee Te enna en BL MO see oven mom] meus ee AC INS ‘sven enepund Pog anen ey inves mnvoee re 2 dep epg SC <1 BH OSOP «Kap LEVEE Ley oie comentu vase mere n+ Seve tet rand ‘crows noc _oxoypnen soe obey + Cel aa) (veryod esoury neue yu) 8 lund 0 MAL OAs mL EHOPHNN NAD + Pen ateec aastaeeeemate (puns es waar Une p> en lar oe Bu 9 OM VO UETEN, © _ehueBenyey uep vojeed fea veuleen 7 aadunfuny enwos mun wexni SHON © HeOUET eunpuy pre SALaGVia 8 ISNALUBEIH ISVUOAINIUAL YNVSMVTLVS id bTONOLOUd N3d-OHM Wunuew seyeqeiq uep jsueyediy jses6oqujio. euesyelereL “Z BUNLOBIV ‘WNVLuad NVONNTNAN vara de ep URD He wed ‘Hoe > oz ons Ha mwuog eOeqes euesyereey fe wox6ue) oy enwias sna Burduresip wnueaion ‘eucweBeqas nego 's wensuey at 42 Langkah-langkah yang harus dilakukan saat kunjungan pasien yang pertama. Langkah 1. Langkah 2. Langkah 3. Tanyakan Kepada Pasien tentang : © Adanya penyakit jantung, stroke, TIA, diabetes, penyakit ginjal ‘© Nyeri dada dan/atau sesak saat aktifitas, nyeri tungkai saat jalan Obat-obatan yang diminum pasien Merokok saat ini (ya/tidak) Konsumsi alkohol (ya/tidak) Pekerjaan (duduk saja atau banyak gerak) Berolah raga teratur (30 menivhari, § hari perminggu minggu): ya/tidak Lakukan Penilaian : © Borat Badan, Tinggi Badan dan Lingkar pinggang © Palpasi jantung, nadi perifer dan abdomen Auskultasi jantung dan paru Tekanan darah Gula darah puasa (GDP), sewaktu (GDS) - dinyatakan DM: kadar GDP>7 mmol/L (126 mg/dl) atau GDS > 11,1 mmol/L (200 mg/dl) © Proteinuria * Ketonuria pada diabetes yang baru didiagnosis (bila dimungkinkan) * Kolesterol plasma (bila dimungkinkan) © Bila ada DM : lakukan test sensasi (rasa) pada kaki dan pulsasi arteri dorsalis pedis/tbialis Kriteria Rujukan (untuk semua kunjungan) : © TDS> 140 mmHg atau TDD> 90 mmHg pada subyek usia < 40 tahun (untuk menyingkirkan hipertensi sekunder) © Diketahui menderita penyakit jantung, stroke, T/A, DM, penyakit ginjal (untuk penilaian bilamana diperlukan) © Angina pektoris, klaudikasio © Perburukan gagal jantung © Tekanan darah> 140/90 mmHg atau > 130/80mmHg pada DM yang sudah minum 2 - 3 obat © Proteinuria © Rujukan untuk kasus DM dilakukan bila : - kasus DM baru dengan keton 2+ atau berbadan kurus usia < 30 tahun = gula darah puasa > 14 mmol/L (250 mg/dl) meskipun sudah mendapat metformin dosis maksimal dengan! tanpa sulfonylurea - disertai infeksi berat dengar/tanpa luka di kaki + terjadi perburukan penglihatanitidak diperiksa mata dalam 2 tahun terakhir. Langkah 4. Tetapkan Risiko Kardioserebrovaskular bagi yang tidak irujuk : © Gunakan Carta risiko WHO/ISH sesuai ketentuan standar PEN-WHO ‘© Gunakan usia, jenis kelamin, status merokok, tekanan darah sistolik, diabetes mellitus (dan kadar kolesterol bila ada) © Bila usia 50-59 tahun pilih kolom kelompok usia 50, bila 60-69 tahun pilih kolom kelompok usia 60 dan ‘seterusnya; untuk usia < 40 tahun pilih kolom kelompok usia 40 Langkah 5. Penggunaan obat-obatan sebagai berikut : © Bila TD > 160/100 mmHg harus segera diberikan obat anti-hipertensi ¢ Semua pasien DM dan penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung Koroner, infark miokard, serangan iskemik transier/TIA, penyakit serebrovaskuler atau penyakit vaskuler perifer); bilamana stabil hendaknya terus minum obat yang sudah diresepkan, dan dianggap mempunyai risiko > 30% © Semua subyek dengan kadar kolesterol total > 8 mmol/ (320 mg/dl) harus diberi obat statin disamping nasihat pola hidup sehat © Bila Risiko < 20% : 43 44 Perlu konsulasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok + Bila risiko < 10% cek kembali dalam waktu 12 bulan ~ Bila risiko 10 -< 20% cek kembali tiap 3 bulan hingga target tercapai, selanjutnya tiap 6 - 9 bulan. © Bila Risiko 20 - < 30% + Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok + Bila TD menetap > 140/90 mmHg atau > 130/80 mmHg pada DM pertimbangkan pemberian salah satu dosis rendah obat : + Hydrochlorthiazide 25 - 50 mg pethari, + Enalapril 5 - 20 mg perhari, * Atenolol 50 - 100 mg perhari atau * Amlodipine 5 - 10 mg perhari, + cek teratur tiap 3 - 6 bulan © Bila Risiko > 30% : - Perlu konsultasi diet, aktfitas fisik, berhenti merokok + Bila TD menetap = 130/90 mmHg harus diberikan salah satu dosis rendah obat + Hydrochlorthiazide 25 - 50 mg perhari, + Enalapril 5 - 20 mg perhari, * Atenolol 50 - 100 mg perhari atau + Amlodipine 5 - 10 mg perhari, - Berikan statin + Cek teratur tiap 3 bulan Langkah-langkah yang harus dilakukan saat kunjungan pasien yang kedua. Ulangi langkah 2, 8, 4. Ikuti kri (langkah 3) Tatalaksana sebagai berikut * Bila Risiko < 20% - Cek ulang tiap 12 bulan - dinilai kembali risiko kardioserebrovaskuler = Konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (lihat lampiran konseling) © Bila Risiko 20 - < 30% : = Lanjutkan seperti langkah 4 dan cek ulang tiap 8 bulan ja rujukan untuk semua kunjungan Bila Risiko masih tetap > 30% setelah 3 - 6 bulan intervensi obat-obatan pada kunjungan pertama, rujuk ke tingkat sekunder. Langkah tambahan : untuk pasien diabetes mellitus (DM) © Bila dengan diet DM kadar gula puasa tetap diatas normal, berikan metformin © Titrasi metformin hingga kadar gula mencapat target yang diinginkan © Nasehatkan cara memelihara kaki © Cok teratur tiap 3 bulan © Beri statin bila usia > 40 tahun meskipun risiko kardioserebrovaskuler rendah © Rujuk untuk pemeriksaan mata setiap 2 tahun 3. Kriteria Merujuk Rujukan dari masyarakat maupun perorangan ke Puskesmas dapat di lakukan melalui Posbindu PTM atau langsung dari skrining yang dilakukan melalui kegiatan masyarakat. Bila kader atau masyarakat menemukan kondisi : = Prehipertensi, maka rujukan dilakukan bilamana upaya modifikasi pola hidup yang dilakukan oleh kader kesehatan tertatih tidak dapat menurunkan tekanan darah - Hipertensi derajat 1, maka segera dirujuk ke Puskesmas untuk konfirmasi diagnosis Rujukan dilakukan oleh Doktertenaga medis yang kompeten di Puskesmas, bilamana target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi yang diberikan, ada penyakit penyerta atau ada kerusakan organ target (sesuai Algoritma 3). ‘Yang penting adalah mempersiapkan penderita untuk rujukan tersebut sehingga tidak menimbulkan persepsi yang salah terhadap hasil pengobatan yang sudah dijalani. 45 Algoritma 3. Kriteria Merujuk Pasien Hipertensi HIPERTENS! DERAJAT 1 Tekanan darah = 140190-= 159/99 mmHg HIPERTENS! DERAJAT 2 Tekanan darah > 160/100 mmHg Nilaiisko Kardiovaskular Nilai kerusakan organ target Penanggulangan dengan obat Nilai penyakit penyerta dan diabetes Mulai cnmapeonen polahidup Nilai risiko kardiovaskular heparan et aes ‘Tanggulangi ecyatt penyerta dan Nilai penyakit penyerta dan diabetes v i] ‘Tentukan risiko totaVabsolut ‘Tingkatkan upayaperubahan polahidup 0 Koreksfaktorrisiko kardiovaskvlar Penanggulangan dengan obat ‘Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes RUJUKANDILAKUKAN BILA: target tekanan darah tidak tercapai dan ada penyakit penyerta atau kerusakan organ taget C. TINDAK LANJUT (FOLLOW UP) Rekomendasi tindak lanjut berdasarkan pengukuran tekanan darah awal pada pasien hipertensi dewasa tanpa kerusakan organ target (Tabel 9). Tabel 9. Rekomendasi tindak lanjut “Tekanan darah awal (mimHg)| Rekomen at + Normal | Pemerisaan ulang 2 tahun kemudian = Pre-hipertensi Pemerisaan wang 1 tahun kemucian, MGH Derejat 1hipertensi | Pastixan dalam tempo 2 bulan, modifkas! pola hidup Derajat 2—hipertensi | Evaluasi atau ujuk dalam tempo 4 bulan Bila tekanan >180/110 mmHg - evaluasi dan terapi segera atau rujuk dalam tempo 1 minggu tergantung situasi dan komplkas. 46 D. DETEKSI DIN! KOMPLIKAS! HIPERTENS! Bagian dari manajemen hipertensi yang tak kalah penting adalah ‘mengenali komplikasi akibat hipertensi sedini mungkin, upaya deteksi di komplikasi ini hendaknya dilakukan pada semua penderita hipertensi, Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mendeteksi komplikasi Moerena pada organ target antara lain : Pemeriksaan EKG : untuk melihat komplikasi pada jantung. + Pemeriksaan albuminuria atau proteinuria : untuk melihat komplikasi pada gi = Pemeriksaaan Vascular Cognitive Impairment (VCI) merupakan gangguan kognitf akibat kelainan pada pembuluh darah : untuk menilai komplikasi pada otak. + Pemeriksaan funduskopi: untuk melihat komplikasi pada mata, Pemeriksaan kompiikasi hipertensi dapat dilakukan tiap 6 bulan maksimal satu tahun sekali, pada saat penderita berkunjung rutin untuk ‘mengontrol tekanan darahnya atau untuk melanjutkan pengobatan. Bila ditemukan komplikasi pada penderita hipertensi, maka dapat dilakukan rujukan ke spesialis untuk penanganan lanjutan. Pemeriksaan komplikasi hipertensi seyogyanya (menurut WHO) dapat dilakukan di Puskesmas, sehingga ketersediaan sarana tersebut diatas sangat dianjurkan. Namun apabila belum tersedia, penderita dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang mampu melaksanakan pemeriksaan tersebut. a7 BABV HIPERTENSI KRISIS Hipertensi krisis adalah peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi, dimana tekanan diastolik melebihi 120-180 mmHg. Walaupun penatalaksaan hipertensi krisis seyogyanya dilakukan di rumah sakit oleh dokter spesialis, namun tenaga medis di Puskesmas dan di pelayanan primer perlu tahu apa yang mesti dilakukan sebelum merujuk penderita ke rumah sakit. Hipertensi krisis terdiri dari _hipertensi emergensi dan urgensi HIPERTENS! EMERGENSI Hipertensi emergensi adalah keadaan dimana terdapat tanda-tanda kerusakan organ target, yang memerlukan penurunan tekanan darah sesegera mungkin untuk membatasi atau menghindari_kerusakan organ target lebih lanjut. Pada Tabel 10 diperlihatkan keadaan-keadaan yang dapat timbul pada hipertensi emergensi. Keadaan yang dapat menyertai hypertensi emergensi : Hipertensi Ensefalopati Kejadian Intrakranial Akut Gagal Jantung Kiri Akut ‘Sindroma Koroner Akut (angina tidak stabilfinfark Diseksi Aorta Akut Krisis Feokromositoma Eklamsia kard akut) Penanganan pertama hipertensi emergensi seharusnya dilakukan di rumah sakit dan ideainya di ruang rawat intensif dengan pemberian obat antihipertensi intravena. Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan arteri rerata (mean arterial pressure) tidak lebih dari 25% (dalam waktu beberapa menit sampai 2 jam), atau menurunkan tekanan darah sampai kira-kira 160/100 mmHg dalam 2-6 jam. Pada penderita hipertensi yang disertai Aneurisma dissecans acute atau edema paru akut, penurunan tekanan darah dapat dilakukan dalam 5 sampai 10 menit. Obat-obat yang dapat digunakan dapat dilihat pada Tabel 10. 48 Tabel 10. Obat-obat parenteral untuk penanganan hipertensi emergensi ‘ovat | Gotongan | Dosis [Onset kerja] Masa hora Efek samping Sodium | Vasediator [028-10 | Segera | 1—2ment | Mual, Npotons,Keracunan rtroprusid | ater & vena] mghgiment Aosianat dan siaida, mmethomoglobuinoria ‘Nivogiserin | Vasodilator | 5-100 | 1-5 ‘Sekt Kopala, ua, akikario, ‘er & vena] mgment | monit munlah tolrans! waarapin | Antagonis | $—16mpjam | 5-15 ipotend, takikar, mua, Katsu ‘wonit ‘muna, rouka eran Widrassin | Vasodiator | 10-209 VA0- | 5-30 PPeringkaton uroh 50mg iM, | ment Jantunglayjantung, ket angsty 46 fepala angie B. HIPERTENS! URGENSI! Hipertensi urgensi adalah keadaan dimana tidak terdapat tanda-tanda kerusakan organ target.Penurunan tekanan darah dilakukan bertahap, dengan terapi oral dalam 24-48 jam. Tabel 11 memperiihatkan obat anti- hipertensi oral yang digunakan pada hipertensi urgensi. Kedaan yang dapat menyertai hipertensi urgensi : ‘Accelerated and malignant hypertension Hipertensi pasca bedah Hipertensi yang tidak terkontro! (pada penderita yang membutuhkan operasi akut) Hipertensi yang disertai penyakit jantung koroner . . . Tabel 11. Obat-obat anti hipertensi oral untuk penanganan hipertensi urgensi ‘Obat | Getongan | Doss (ra) Keverangan Kaptopat| ACE | 25-50 | Efek maksinal 3000 ment penurunan TD bia vom Kurang. innidtor | orataingua | Tidak crokomendastan pada slenoes ato rena Nvogisera| Vesodiotor| 1.25-2.5 | Elek maksimal dalam 16-30 mat ‘singual | Direkomendasikan pada pasion ponyait tung iskamk ‘Naarpin | Aniaganis | 30 | Sedikit peningkatan gu jntng dan menyebabken perarunan TO talsum | oray | yangtebh tambat abertahan ama didanding nifecin. suingual_| Dopat menyebabkan hipctansi& muka merah Wonidin | Agonis | 01-04 | Efek maksimal dalam +4 jam. erat | Menyebabkan kantuk, melayang, mult kerng dan Wipertens) akbbat pus obat Furosemid | Oiuratk | 4080 | Welaupun dak dberkan pada saat aval tise diberkanseeloh ot __| cbatobat ant hpertens in digunakan, | 49 BAB VI MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan penemuan dan penatalaksaan penderita hipertensi. Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala untuk mendeteksi bilamana ada masalah dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita hipertensi agar dapat dilakukan tindakan perbaikan. Pada prinsipnya semua kegiatan harus dimonitor dan dievaluasi antara lain penemuan penyakit hipertensi mulai dari langkah penemuan penderita dan faktor risikonya, penatalaksanaan penderita yang meliputi hasil Pengobatan, dan efek samping sehingga kegagalan pengendalian penyakit hipertensi di pelayanan primer dapat ditekan. Seluruh kegiatan tersebut harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses maupun keluaran (output). Cara pemantauan dapat dilakukan dengan menelaah laporan dari pencatatan yang dilakukan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana dan Penderita hipertensi. Pencatatan dan pelaporan kegiatan Pengendalian PTM khususnya tatalaksana faktor risiko penyakit hipertensi diperlukan dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan. Untuk itu kegiatan ini harus dilakukan secara cermat dan teliti, karena kesalahan dalam pencatatan dan pelaporan akan mengakibatkan kesalahan dalam menetapkan suatu tindakan. A. PENCATATAN Perlu suatu mekanisme pencatatan yang baik, formulir yang cukup serta cara pengisian yang benar dan teliti. Pencatatan dilaksanakan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: pencatatan kegiatan pelayanan pengendalian PTM. Formulir pencatatan terdiri dari ; a. Kartu rawat jalan untuk mencatat identitas dan status pasien yang berkunjung ke Puskesmas/sarana pelayanan kesehatan lain, untuk memperoleh layanan rawat jalan, b. Kartu rawat tinggal sama kegunaanya dengan kartu rawat jalan, tetapi diperuntukkan bagi pasien rawat inap di Puskesmas. c. Kartu Penderita Hipertensi yang berisikan identitas penderita hipertensi yang dilayani di Puskesmas dan diberikan kepada penderitanya. d. Formulir Laporan Bulanan penyakit hipertensi (sesuai format laporan surveillans) e. Buku Register. Contoh buku register seperti di bawah ini: 1. Buku Register Tatalaksana. 2. Buku Register Rujukan, Pada masing-masing buku disesuaikan dengan kondisi setempat. 1) Buku Register Tatalaksana Buku Register Tatalaksana berisi data identitas umum dan khusus dari penderita, buku juga disesuaikan dengan sistem pencatatan dari pedoman pengendalian penyakit tidak menular, Buku register tersebut hendaknya memuat hal-hal sebagai berikut : - Nomor urut/kode. - Tanggal registrasi - Tanga! mulai berobat - _ Nama/instansi Unit Pelayanan Kesehatan - denis Faktor Risiko (sex, umur, BB, TB, LP, pekerjaan, gaya hidup) - _ Keluhan penderita jika ada. + Klasifikasi Hipertensi Penderita = Regimen/obat yang diberikan - Keterangan. 2) Buku Rujukan Selain memuat seperti hal-hal diatas, buku rujukan juga mengandung informasi tentang tindakar/terapi yang sudah dilakukan dan mengapa penderita diryjuk serta keadaan/kondisi terakhir penderita. 51 B. PELAPORAN Mekanisme pelaporan : 52 1. Di tingkat Puskesmas dari pustu, bides, dan kader posbindu ke pelaksana kegiatan di puskesmas. Pelaksana kegiatan merekapitulasi data yang dicatat baik di dalam gedung maupun di luar gedung, serta laporan dari pustu dan bides. Hasil fekapitulasi oleh pelaksana kegiatan diolah dan dimantaatkan untuk tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja yang menjadi tanggung jawabnya. Ditingkat Dinas KabupatervKota hasil rekapitulasi/entri data, setiap tanggal 15 disampaikan ke pengelola program kabupaten kemudian rekap dikoreksi, diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan untuk umpan balik, bimbingan teknis program dan tindak lanjut yang diperlukan dalam melaksanakan program. Setiap tiga bulan hasil rekap dikirimkan ke dinkes propinsi dan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes Rl. Di tingkat Dinas Kesehatan Propinsi laporan diterima untuk dikompilasi/direkap dan disampaikan untuk diolah dan dimanfaatkan dalam rangka tindak lanjut dan pengendalian yang diperlukan. Hasil kompilasi yang telah diolah menjadi umpan balik dinkes kabupaten/kota. Di tingkat pusat, hasil olahan yang telah dilakukan oleh Ditjen PP dan PL paling lambat 2 (dua) bulan setelah berakhirnya triwulan disampaikan pada pengelola program untuk di analisis serta dikirimkan ke dinas kesehatan propinsi sebagai umpan balik. Hasil laporan yang diolah kemudian dijadikan sebagai bahan koordinasi dengan institusi terkait di masing tingkatan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada bagan alur pelaporan dibawah ini. Bagan 3. Alur Pelapor n Pengendalian Hipertensi Deira sendoral Pngendafan Penyakt dan PenyehatanLingkungan Direkt! Pengoncaton Peryakt Tak Mentor — , ‘Dinas Kesehatan Propinsi BUK Bidangy Seki Penyakh Tidak Menlar PROMKES Rumah Sakit, PKM. PROFES! POKJA LSM/YAYASAN Bidang/SeksiPenyakit Tidak Menular umah Sak, PRM t 2 PUSKESMAS Gare Laporan; | > Pengella Program PTM Garis Umpan bali: =» t¥ Gat Koortnes: => ESA: POSBINDUIKADER PTH Frekuensi Pelaporan : a. Laporan dari Puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota ini menggunakan formulir standar yang sudah ada. Setiap bulan paling lambat tanggal 10 telah terkirimkan. b. Laporan di Dinkes Kabupater/Kota ke Propinsi/Pusat dalam disket hasil entry data/rekapitulasi frekuensi laporan triwulan dikirimkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya ke Dinkes propinsi / Direktorat Jenderal PP dan PL Kemenkes RI. 53 BAB VII PENUTUP Perbaikan sosial ekonomi Indonesia berhasil meningkatkan usia harapan hidup masyarakat, dengan konsekuensi kenaikan prevalensi penyakit degeneratit. Di sisi lain, urbanisasi, modemnisasi dan globalisasi, ternyata juga memacu terjadinya hipertensi. Masyarakat cenderung mengadopsi pola hidup tidak sehat, konsumsi makanan berlemak dan asin atau manis semakin sering dikonsumsi, aktifitas fisik lebih jarang dikerjakan karena adanya kendaraan dan berbagai alat dengan kendali jarak jaut/remote control. Pendidikan masyarakat yang rendah meningkat jumlah perokok aktif atau pasit. Program pengendalian hipertensi di Indonesia, meliputi: Penyuluhan (KIE), deteksi ini, penanganan faktorrisiko, peningkatan akses pelayanan tatalaksana, surveilans epidemiologi (kasus dan faktor risiko). Semua ini hanya dapat lerlaksana dengan baik, apabila didukung oleh seluruh unsur masyarakat. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi dibuat sebagai penjabaran dari tugas dan fungsi dan peranan Direktorat PPTM, melalui Subdit Penyakit Pengendalian Jantung dan Pembuluh Darah. Nantinya pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi petugas kesehatan yang mengelola kegiatan pengendalian hipertensi khususnya dan penyakit tidak menular umumnya, untuk menyusun, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kinerja program. DAFTAR PUSTAKA British Hypertension Society. Protocol Blood Press Monitoring. 2006; 19:27-32. Campbell, N. Et al. Canadian Hypertension Education Program (CHEP). 2009. Depkes Ril, Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan PTM, Departemen Kesehatan Rl, Jakarta, 2003. Depkes RI, Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP). Ditjen PPM & PL, Departemen Kesehatan Rll, Jakarta, Edisi |, 2003. Depkes RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Ril, Jakarta, 1996. Depkes Rll, Informasi Obat Nasional Indonesia 2000, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Al, Jakarta, 2001 Depkes Al, Arrime Pedoman Manajemen Puskesmas, Direktorat Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan Ri, Jakarta, 2002. Dede Kusmana, Pengaruh Stop Merokok disertai Olah raga Teratur, Dan/ Atau Pengaruh Kerja Fisik Terhadap Daya Survival Penduduk, Ringkasan Disertasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Program Studi $3, Jakarta, 2002, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, Revitalisasi Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Revisi Kepmenkes, Jakarta, 2011. FKUI, /imu Penyakit Dalam Jilid Il, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1997 FKUI, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1998. Kaplan N.M. Primary Hypertension; Pathogenesis in Clinicaol Hypertension 8" ged. William & Wilkins, Maryland 2002, Dalam Jumal Kardiologi Indonesia, vol 28, no.6 November 2007 55 Kearney PM et al. Global Burden of Hypertension: analyses of worldwide data. 2005:365;217-23. Knoops KT, de Groot LC, Kromhout D, Perrin AE, Moreiras-Varela O, Menotti A et al. (2004). Mediterranean diet, lifestyle factors, and 10- year mortality in elderly European men and women: the HALE project. JAMA 292, 1433-1439. Mancia, G; De Backer G, Dominiczak A (June 2007). “2007 Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC)". J. Hypertens.2007. (25): 1105-1187, National Cholesterol Education Program, Final Report, Adult Treatment Panel iti, National Heart, Lung and Blood Institute, National Institutes of Health, NIH Publication no. 02-5215, September 2002 National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI)-National Institute of Health. The Seventh of Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7) 2003. Package of Essential Noncommunicable (PEN) Disease Interventions for Primary Health Care in Low-Resource Settings. World Health Organization 2010 Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), 2011. Pethimpunan Hipertensi Indonesia, Ringkasan Eksekutif Penanggulangan Hipertensi, Ina-SH, 2007. Pusat Promosi Kesehatan, Jejaring Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Departemen Kesehatan Ri, 2005. RISKESDAS, Badan Penelitian dan Pengenbangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Ri, Desember, 2007 RSHK, Penyakit Kardiovaskuler dari Peaiatrik sampai Geriatrik, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, 2001. Stephanie E. Chiuve, Teresa T. Fung, ScD;, ScD; Marjorie L. McCullough, ‘ScD; Kathryn M. Rexrode, MD; Giancarlo Logroscino, MD, PhD; Frank 56 B. Hu, MD, PhD, et al. Adherence to a DASH-Style Diet and Risk of Coronary Heart Disease and Stroke in Women. 2008;168(7): 713-720. Trichopoulou A, Costacou T, Bamia C, Trichopoulos D (2003). Adherence to a Mediterranean diet and survival in a Greek population. N Eng J Med 348, 2599-2608, Hasil Pembahasan Bersama antara PT Askes (Persero) dengan PERNEFRI, PERKI dan PERDOSS! Field AE, et al. Impact of overweight on the risk of developing common chronic diseases during a 10-year period. Arch Intern Med 2001;161:1581-6. WHO, Hypertension Fact Sheet, Departement of Sustainable Development and Healthy Environment, September 2011 WHO, Ringkasan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular, Pendekatan WHO STEPwise, Non Comunicable Diseases and Mental Health, Geneva, 2001. 57 TIM PENYUSUN Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes dr. Lily Banonah Rivai, M.Epid dr. Syiviana Andinisari, M.Sc drg. Rifaunama Rachim, M.Si dr. Chita Septiawati, MKM dr, Prinandriyo Sri Hijranti dr. Agung Susanto, MARS dr. Tristiyenny P. M.Kes M. Sugeng Hidayat, SKM, MHP dr. Yeni Afrina Jamaludin, SKM Nengsin Hikmah S, SKM Mulyadi, SKM Hariyanti, SE H. Usman Effendi Penanggung Jawab Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kontributor dr. Anna Ulfa Rahajoe, SpJP(k) dr. Isman Firdaus SpJP dr, Adre Maeza, SpS dr. M. Kurniawan, SpS Drs. Heru Kusmantono, SKM,MBA,MM Dra. Ardiyani,Apt, M.Si dt. Ganda Raja Partogi S 58

Anda mungkin juga menyukai