Anda di halaman 1dari 9

POTENSI DAN TANTANGAN BIOMASSA TANDAN KOSONG

KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN


(Potential and Challenges of Palm Oil Empty Bunch Biomass
as a Renewable Energy Source)

Gunawan Priambodo*, Yani Kartika Pertiwi, Endang Susiani


Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik
Jl. Sokonandi No.9, 55166, Indonesia
e-mail: gun.kemenperin@gmail.com

ABSTRAK
Ketersediaan sumber energi konvensional seperti minyak bumi dan batubara mengalami penurunan
dikarenakan penggunaan secara terus menerus dan dalam waktu yang lama. Disamping itu, penggunaan
sumber energi ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa emisi gas rumah kaca. Conference
of the Parties ke-26 (COP26) menghasilkan keputusan bahwa negara-negara di dunia, termasuk Indonesia,
sepakat untuk mengurangi penggunaan batubara sebagai bahan bakar fosil secara bertahap. Dengan demikian,
perlu adanya pemanfaatan sumber energi alternatif yang dapat diperbarui sebagai sumber energi baru dan
terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan seperti biomassa. Salah satu potensi biomassa di Indonesia
adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang merupakan hasil samping dari industri pengolahan kelapa
sawit dengan kapasitas besar. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan tantangan pemanfaatan
limbah industri sawit berupa tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan yang ramah
lingkungan. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode review berbagai literatur
terkait dengan pemanfaatan data sekunder. Hasil tinjauan menunjukkan bahwa TKKS berpotensi menjadi
bahan bakar pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm), bioethanol, biodiesel, biopelet, briket dan karbon
aktif. Tantangan pemanfaatan TKKS sebagai sumber energi terbarukan antara lain adalah biaya administrasi
dan prosedur perijinan, tingginya kandungan air TKKS, kemunculan kalium pada pipa boiler dan polusi yang
dihasilkan saat pembakaran. Strategi dan kebijakan pemerintah untuk mendukung pemanfaatan biomassa
sebagai sumber energi terbarukan sangat diperlukan.
Kata kunci: biomassa, EBT, potensi, tantangan, TKKS

ABSTRACT
The availability of conventional energy sources such as oil and coal has decreased due to continuous and long-
term use. In addition, the use of this energy source lead to negative impact on the environment such as
greenhouse gases emissions. The 26th Conference of the Parties (COP26) resulted in a decision that most
countries, including Indonesia, agreed to reduce the use of coal as fossil fuel gradually. Thus, it is necessary to
use alternative energy sources as new and renewable energy sources (EBT) that are more environmentally
friendly, such as biomass. One of the potentials of biomass in Indonesia is palm oil empty bunch (TKKS) which
is a by-product with a large capacity from palm oil processing industry. This paper aims to determine the potential
and challenges of utilizing palm oil industry waste in the form of palm oil empty bunches as an environmentally
friendly renewable energy source. The method used in this writing paper was a review of various related
literatures using secondary data. The results of the review showed that TKKS has the potential to be utilized as
fuel for biomass power plants (PLTBm), bioethanol, biodiesel, biopellets, briquettes and activated carbon. The
challenges of utilizing TKKS as a renewable energy source included administrative costs and licensing
procedures, the high water content of TKKS, the appearance of potassium in boiler pipes and the pollution
generated during combustion. Government strategies and policies to support the utilization of biomass as a
renewable energy source are urgently needed.
Keywords: biomass, challenges, empty bunch, potential, renewable energy

PENDAHULUAN
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, dan pesatnya
perkembangan sektor industri berakibat pada semakin meningkatnya kebutuhan akan energi.
Namun demikian, konsumsi energi seringkali berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber
energi khususnya sumber energi konvensional yang berasal dari bahan bakar fosil. Laju penggunaan
sumber energi konvensional yang jauh lebih tinggi daripada laju ketersediaannya menyebabkan
penurunan jumlah sumber energi konvensional secara signifikan. Apabila hal ini terjadi secara terus
menerus, maka dikhawatirkan terjadi krisis energi yang pada akhirnya akan mengakibatkan habisnya
sumber energi konvensional.
Gunawan Priambodo, Yani Kartika Pertiwi, dan Endang Susiani
Potensi dan Tantangan Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Terbarukan
1
Hasil Conference of the Parties ke-26 (COP 26) menyebutkan bahwa negara-negara di dunia,
termasuk Indonesia, sepakat untuk mulai menghentikan pemakaian batu bara sebagai bahan bakar
secara bertahap dalam rangka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses
pembakarannya paling lambat tahun 2030 bagi negara-negara yang tergabung dalam OECD
(Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) dan tahun 2040 bagi negara-negara non-
OECD (World Health Organization, 2021). Batubara termasuk jenis bahan bakar yang tidak dapat
diperbarui (non-renewable) sehingga pada penggunaan yang terus menerus dalam jangka waktu
lama akan berakibat pada semakin menipisnya ketersediaan batu bara, disamping juga berdampak
terhadap kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya pemanfaatan sumber energi alternatif
yang dapat diperbarui (renewable) yang berasal dari lingkungan sekitar dan mudah diperoleh.
Diantara berbagai macam sumber energi alternatif yang tersedia, biomassa merupakan salah satu
sumber alternatif yang menarik perhatian karena sifatnya yang dapat diperbarui dan ramah
lingkungan. Berbeda dengan bahan bakar fosil, bahan bakar biomassa memiliki keunggulan dalam
mempertahankan siklus karbon tertutup tanpa menimbulkan efek terhadap kesetimbangan CO2 di
atmosfer (Pradana, Kurniawan, & Budiman, 2014).
Berdasarkan laporan The Renewable Energy Policy Network for The 21st Century (REN21)
2021 menunjukkan bahwa biomassa menyuplai energi bahan bakar untuk industri dan bangunan,
transportasi dan produksi listrik. Secara keseluruhan, bioenergi menyumbang sekitar 11,6%, atau
44 exajoule (EJ) dari total konsumsi energi pada tahun 2019. Lebih dari 50% dari total bioenergi ini
berasal dari penggunaan biomassa secara tradisional, yang menyediakan sekitar 24,6 EJ energi di
negara – negara berkembang (Renewables 2021 Global Status Report, 2021). Hal ini menunjukkan
bahwa biomassa merupakan sumber daya yang potensial untuk menggantikan sumber energi
konvensional seperti minyak bumi, gas alam dan batubara. Bioenergi, energi yang berasal dari
biomassa, merupakan penyumbang terbesar untuk pasokan energi terbarukan.
Secara umum, semua senyawa organik yang berasal dari tanaman/hewan, produk, limbah
industri (pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan) yang dapat diproses
menjadi bionergi disebut dengan biomassa. Material yang termasuk biomassa adalah sisa hasil
hutan dan perkebunan, hasil samping pertanian, limbah kayu, limbah hewan, limbah industri serta
limbah padat dari pemukiman (Suryani & Setyaningsih, 2012). Keuntungan penggunaan biomassa
sebagai sumber energi adalah terjaminnya ketersediaan sumber biomassa yang stabil dan harga
yang ditentukan oleh kondisi lokal sehingga menjadi lebih kompetitif.
Indonesia, sebagai negara yang terletak disekitar garis khatulistiwa, memiliki kekayaan
keanekaragaman hayati (biodiversitas) nomor dua setelah Brazil yang dapat dilihat dari berbagai
macam ekosistem yang ada, baik berupa tumbuhan, hewan, maupun jasad renik yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar
untuk dimanfaatkan terutama sebagai sumber energi, baik yang berasal dari limbah hewan maupun
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dengan lebih baik.
Potensi biomassa sebagai bioenergi diperkirakan mencapai 49,8 GW dari sumberdaya
bioenergi yang melimpah di Indonesia, tetapi hanya sekitar 3,25% yang termanfaatkan (Abimanyu,
2014). Biomassa dengan nilai ekonomis rendah, yaitu berupa limbah dari produk primer, merupakan
biomassa yang paling sesuai digunakan sebagai bahan baku energi. Jenis biomassa ini dapat
diproses menjadi bahan bakar cair sebagai substitusi bahan bakar fosil yang semakin berkurang
ketersediaannya. Proyeksi ketersediaan energi baru terbarukan di Indonesia disajikan pada Gambar
1 dibawah ini yang menunjukkan bahwa bauran EBT di tahun 2019 baru mencapai 9,3% dari total
penyediaan energi primer. Pada tahun 2025, pangsa EBT diperkirakan hanya sebesar 15,2% dan
tahun 2050 sebesar 18,0% yang masih cukup jauh dari target Kebijakan Energi Nasional (PPIPE,
2021).

2 Prosiding Semnas Akselerasi Ekonomi Berbasis Industri Hijau


Melalui Implementasi Pembangunan Rendah Karbon
ISBN : xxxxx Vol. xx No. xx Tahun 2021, hal xx - xx
Sumber: (PPIPE, 2021)
Gambar 1. Penyediaan Energi Baru Terbarukan di Indonesia

Produk samping sektor perkebunan yang berupa limbah kelapa sawit merupakan salah satu
potensi besar biomassa di Indonesia yang dapat digunakan sebagai bioenergi untuk menghasilkan
bahan bakar alternatif. Biomassa hasil samping dari kelapa sawit pada umumnya dapat diperoleh
dalam bentuk pelepah daun, cangkang, serat, tandan kosong kelapa sawit, dan limbah cair industri
(Hermawati, 2014). Indonesia, sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, menunjukan
tren pertumbuhan luas areal kelapa sawit yang cukup tinggi (Gambar 2) pada kurun waktu 2010-
2019, dimana rata-rata pertumbuhan luas arealnya mencapai 6,63% per tahun atau mengalami
penambahan 0,68 juta ha per tahun (Setjen Kementerian Pertanian, 2019).

Sumber: (Setjen Kementerian Pertanian, 2019)


Gambar 2. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia
Menurut Status Pengusahaan di Indonesia, 2010–2019

Produksi CPO Indonesia juga mengalami kenaikan produksi sejalan dengan tren perkembangan
luas areal kelapa sawit pada periode 2010 – 2019 (Gambar 3) dengan rata-rata pertumbuhan
produksi mencapai 8,41%.

Gunawan Priambodo, Yani Kartika Pertiwi, dan Endang Susiani


Potensi dan Tantangan Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Terbarukan
3
Sumber: (Setjen Kementerian Pertanian, 2019)
Gambar 3. Perkembangan Produksi Crude Palm Oil Indonesia Menurut
Status Pengusahaan, 2010-2019

Kelapa sawit banyak ditanam di perkebunan di Indonesia terutama di pulau Sumatera,


Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Industri pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit
menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit sebanyak 23%, cangkang
sebanyak 6,5%, lumpur sawit 4%, serabut (fiber) 13% (Haryanti, Norsamsi, Sholiha, & Putri, 2014)
serta limbah cair (POME) sebanyak 50% (Rosaira, Hermawati, & Putera, Implementasi Teknologi
Energi Biomassa di Tingkat Industri, 2014). Secara umum, cangkang dan serat digunakan sebagai
bahan bakar untuk boiler sedangkan tandan kosong digunakan sebagai pupuk, briket, bioethanol,
dan bahan bakar pembangkit listrik tenaga biomassa (Wulandari, Sumanto, & Saefudin, Pengelolaan
Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi, 2019).
Tulisan ini menyajikan potensi dan tantangan dalam pemanfaatan limbah industri sawit berupa
tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang diproses lebih lanjut sebagai sumber energi terbarukan
yang ramah lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan perhatian
khususnya bagi para pelaku industri tentang pentingya upaya untuk mengurangi emisi karbon dalam
rangka mengatasi krisis perubahan iklim melalui pemanfaatan biomassa limbah produk primer yang
dihasilkan.

METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode review atau tinjauan dari
berbagai literatur yang terkait dengan pemanfaatan limbah industri pengolahan sawit berupa tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Data –
data yang digunakan dalam makalah ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai
artikel, jurnal, dan literatur ilmiah yang terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Potensi TKKS menjadi sumber energi terbarukan
Indonesia memiliki potensi energi dari residu biomassa terbesar di ASEAN (407 TWh), diikuti
oleh Thailand (194 TWh), Vietnam (153 TWh) dan Filipina (118 TWh), karena sektor pertanian
berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan memiliki lahan yang luas. Residu biomassa
dari kelapa sawit memiliki potensi energi 51 TWh (TKKS) dan 17 TWh (POME) (Stich,
Ramachandran, Hamacher, & Stimming, 2017). Potensi pemanfaatan limbah padat industri sawit
ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Potensi pemanfaatan limbah padat industri sawit


Jenis limbah padat Pemanfaatan Potensi per ton TBS (%)
TKKS pupuk, pulp kertas, energi 23
lumpur pupuk, pakan ternak 4
cangkang arang, karbon aktif, papan partikel 6,5
serat energi, pulp kertas, papan partikel 13
(Atmawinata, 2011)

4 Prosiding Semnas Akselerasi Ekonomi Berbasis Industri Hijau


Melalui Implementasi Pembangunan Rendah Karbon
ISBN : xxxxx Vol. xx No. xx Tahun 2021, hal xx - xx
Berdasarkan Tabel 1, TKKS memiliki potensi per ton TBS terbesar untuk kategori biomassa
dibanding limbah padat industri sawit yang lain. TKKS mengandung abu 1,6% dan pektin 12,85%
(Putra & Yuriandala, 2012) selulosa 41,3%-46,5%, hemi selulosa 25,3%-32,5% dan lignin 27,6%-
32,5% (Susanto, Santoso, & Suwedi, 2017),. Kebun kelapa sawit dengan luas 1 hektar dapat
menghasilkan sekitar 1,5 ton TKKS kering atau 2,64 ton TKKS dengan kadar air 50% (Putra &
Yuriandala, 2012). Kandungan air pada TKKS relatif tinggi yaitu sebesar 60% moisture content
sehingga perlu dikeringkan sebelum diolah menjadi sumber energi (Dinata, Junaidi, & Kurniawan,
2019). Tingginya kandungan air pada TKKS disebabkan karena karakterisitik fisik TKKS yang
bersifat menyimpan air (hidrophylic). Hal ini menjadi salah satu permasalahan utama dalam
pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar karena kandungan air yang tinggi akan menurunkan
efisiensi pembakaran. Oleh karena itu, proses pretreatment TKKS secara maksimal menjadi salah
satu tantangan yang muncul dalam pemanfaatan biomassa TKKS sebagai bahan bakar.
Biomassa dapat dikonversi menjadi cairan, gas, dan arang. Pirolisis TKKS secara lambat
menghasilkan bio-oil, char (arang) dan gas. Pirolisis merupakan proses dekomposisi biomassa
dalam reaktor tanpa udara yang menghasilkan produk cair, gas, dan arang. Pirolisis biomassa
adalah degradasi termal bahan dan terjadi sebelum atau bersamaan dengan reaksi gasifikasi dalam
gasifier. Pengembangan teknologi gasifikasi biomassa menggunakan reaktor yang disebut gasifier.
Proses gasifikasi biomassa merupakan proses pembakaran tidak sempurna bahan baku padat
biomassa (Rosaira, Hermawati, & Putera, Implementasi Teknologi Energi Biomassa di Tingkat
Industri, 2014). Pirolisis menghasilkan bahan bakar energi dengan rasio feed yang tinggi, sehingga
efisien untuk konversi biomassa dan metode yang paling mampu bersaing dengan sumber daya
bahan bakar fosil yang tidak terbarukan (Shafie, Mahlia, Masjuki, & Ahmad-Yazid, 2012). Tabel 2
menunjukkan ringkasan potensi TKKS menjadi sumber energi terbarukan.

Tabel 2. Potensi TKKS menjadi sumber energi terbarukan


Potensi Konversi Proses
bahan bakar PLTBm pembakaran TKKS digunakan untuk
memanaskan air di dalam
boiler
bioethanol hidrolisis dan fermentasi pre-treatment, hidrolisa,
fermentasi, pemurnian
biodiesel gasifikasi TKKS dimasukkan ke dalam
reactor
bio-oil, char dan gas pirolisis Pirolisis TKKS secara lambat
biopelet reduksi ukuran TKKS hasil pencacahan
dicampur perekat
briket pirolisis pencampuran TKKS hasil
pirolisis dengan perekat
arang aktif pirolisis aktivasi TKKS hasil pirolisis

TKKS dapat diolah menjadi bahan bakar pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm). Pembangkit
listrik yang menggunakan TKKS sebagai feed, mempunyai biaya pembangkitan yang relatif lebih
rendah dibanding dengan PLTU batubara. Industri kelapa sawit di Jambi memanfaatkan limbah
TKKS sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga biomassa. TKKS digunakan untuk
memanaskan air di dalam boiler, sehingga menghasilkan suhu uap dan tekanan untuk memutar
turbin uap menghasilkan sekitar 18.867,84 MWh per tahun (Djufri, 2016 ). Limbah TKKS di Distrik
Jair, Papua dapat membangkitkan listrik sebesar 7,33 MW (Haryanti, Norsamsi, Sholiha, & Putri,
2014) sedangkan PLTU Biomassa di Sumatera Utara dapat menghasilkan 15 MW dari 29.375 kg
TKKS/jam (Erivianto, 2018). Namun demikian, potensi pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar
PLTBm juga tergantung pada pretreatment TKKS itu sendiri misalnya pada desain alat pengering
TKKS untuk menurunkan kadar air dalam TKKS dibawah 30% sehingga siap sebagai feed di boiler
PLTBm. Saat ini pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar PLTBm baru dikembangkan di beberapa
wilayah dan masih dalam skala kecil karena ketersediaan biomassa TKKS lebih terkonsentrasi di
beberapa tempat di Sumatera dan Kalimantan serta beberapa wilayah di Sulawesi dan Papua.
Pengumpulan biomassa TKKS karena lokasinya yang tersebar akan menjadi salah satu tantangan
Gunawan Priambodo, Yani Kartika Pertiwi, dan Endang Susiani
Potensi dan Tantangan Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Terbarukan
5
tersendiri dalam pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar PLTBm karena akan menimbulkan
penambahan biaya operasional selain itu juga karakteristik dari biomassa yang tidak homogen.
TKKS dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bioethanol melalui proses hidrolisis dan
fermentasi bakteri karena kandungan selulosa yang tinggi. Tahapan pertama adalah pemisahan
lignin dari komponen holoselulosa. Tahap kedua adalah hidrolisis holoselulosa TKKS menjadi gula
reduksi. Tahap berikutnya adalah fermentasi untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol. Tahap
terakhir adalah pemurnian bioethanol (Herdiningrat, Mardawati , Putri, & Yuliani, 2020). Beberapa
penelitian telah dilakukan terkait pemanfaatan TKKS untuk produksi bioethanol seperti pemurnian
secara adsorpsi menggunakan zeolite (Herdiningrat, Mardawati , Putri, & Yuliani, 2020), fermentasi
menggunakan bakteri Zymomonas mobilis yang mampu menghasilkan etanol sebesar 56,44%
(Haryanti, Norsamsi, Sholiha, & Putri, 2014), pre-treatment menggunakan NaOH pada proses
konversi lignoselulosa menjadi bioethanol (Muryanto, Sudiyani, & Abimanyu, 2016).
Potensi lain berupa energi terbarukan dari TKKS adalah biodiesel yang dibuat melalui
proses gasifikasi. Kelebihan biodiesel dibanding bahan bakar diesel dari minyak bumi antara lain
tidak beracun dan dapat terbiodegradasi, mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan
NOx, terdapat dalam fase cair (Atmawinata, 2011). Emisi gas buang partikulat dari biodiesel
diperkirakan 30% lebih rendah dari keseluruhan emisi partikulat dari minyak solar (Dolah, Karnik, &
Hamdan, 2021). Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati (bioetanol dan biodiesel)
menjanjikan kelebihan berupa efisiensi energi, penghematan biaya, mengurangi tempat penimbunan
sampah (Leko, Noor, & Usman, 2021).
Pirolisis TKKS dilakukan dalam reaktor batch, dimana hasil bio-oil optimum adalah 10,83%wt
diperoleh pada 500 °C, maksimum arang adalah 35,39%wt, diperoleh pada pirolisis suhu 400 0C,
sedangkan hasil maksimum gas adalah 37,71%wt pada suhu pirolisis 450 0C (Pradana, Kurniawan,
& Budiman, 2014). Penelitian lain menghasilkan nilai densitas dan viskositas Bio-oil secara berurutan
yaitu 0,9938-1,0083 g/cm3 dan 3,8407-5,7456 Cst. Nilai kalor bio-char sebesar (5,5069x10-6-
5,7859x10-6) Kcal/Kg. Selain itu, berdasarkan uji GCMS komposisi Bio-oil didominasi oleh senyawa
fenol dan dekanoit (Febriyanti, Fadila, Sanjaya, Bindar, & Irawan, 2019).
Bentuk energi terbarukan dari limbah tandan kosong kelapa sawit juga dapat berupa biopelet.
Pembuatannya diawali dengan sortasi TKKS kemudian dicacah, diperkecil ukurannya, diayak lalu
dicampur dengan perekat amilum dan menghasilkan biopelet dengan nilai kalor 4151,67 kal/g ( Falah
& Nelza, 2019). Arang TKKS digunakan sebagai bahan bakar alternative dalam bentuk briket
menggunakan campuran perekat, dimana nilai kalor, volatil meter dan kadar fix karbon yang baik
menggunakan perekat kanji (Amalia , Kurniawan, & Jalaluddin, 2020). Pembuatan briket TKKS
diawali dengan proses pirolisis kemudian dihancurkan dan diayak sebelum dicampur dengan perekat
untuk kemudian dicetak dan dilakukan pengeringan (Putra & Yuriandala, 2012). Arang TKKS juga
memiliki potensi menghasilkan karbon aktif. Proses pembuatan karbon aktif dari TKKS dilakukan
melalui pengecilan ukuran, pengeringan, pirolisisis atau karbonasi, aktivasi, pencucian dan
pengeringan (Budianto, Kusdarini, Amrullah, & Aidawiyah, 2020). Sebelum dimanfaatkan menjadi
sumber energi dapat juga dilakukan ekstraksi terhadap kandungan lignin dari TKKS namun harganya
sangat mahal.

Tantangan pemanfaatan TKKS menjadi sumber energi terbarukan


Tanaman yang menjadi bahan baku biomassa sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
pemanfaatan biomassa. Hal utama dalam keberlanjutan produksi biomassa adalah memastikan
tetap terlaksananya konservasi, regenerasi, daur ulang dan substitusi sumber daya dengan tetap
menjaga keanekaragaman hayati (Wulandari, Sumanto, & Saefuddin, Pengelolaan Biomassa
Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi, 2019). Berikut
dijabarkan beberapa tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan TKKS menjadi sumber EBT.
Biaya administrasi dan prosedur perijinan merupakan salah satu tantangan bagi industri untuk
konversi energi konvensional ke energi terbarukan. Produsen sering tidak mempertimbangkan
potensi pembangkit listrik bioenergi sebagai bagian dari bisnis inti untuk mengurangi konsumsi
bahan bakar fosil.
Tarif feed-in untuk pembangkit listrik tenaga biomassa tidak berlaku untuk proyek yang lebih
besar dari 10 MW, yang mengurangi potensi produsen yang memang berniat untuk terhubung ke
jaringan untuk mencapai ekonomi skala besar. Penyederhanaan prosedur perizinan dan biaya
administrasi untuk interkoneksi pembangkit listrik bioenergi, sosialisasi untuk meningkatkan
kesadaran di antara industri tentang potensi yang ditawarkan bioenergi dan meningkatkan
maksimum ukuran proyek pembangkit listrik bioenergi yang memenuhi syarat untuk tarif feed-in
hingga melebihi 10 MW untuk memungkinkan skala ekonomi untuk mengurangi biaya pembangkitan
merupakan beberapa jalan keluar dari tantangan yang dihadapi (IRENA, 2017). Selain itu

6 Prosiding Semnas Akselerasi Ekonomi Berbasis Industri Hijau


Melalui Implementasi Pembangunan Rendah Karbon
ISBN : xxxxx Vol. xx No. xx Tahun 2021, hal xx - xx
pembangunan infrastruktur yang memadai menjadi tantangan lain dalam pemanfaatan TKKS karena
industri pengolahan sawit umumnya berada di pedalaman.
Pembakaran langsung dengan mengubah biomassa menjadi briket atau pellet merupakan
proses yang mudah dan konvensional namun efisiensinya sangat rendah, yaitu 20–25% (Rosaira,
Hermawati, & Putera, Implementasi Teknologi Energi Biomassa di Tingkat Industri, 2014).
Pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar padat boiler terkendala pada tingginya kandungan air
(moisture content/MC) sebesar 60% dan polusi yang dihasilkan saat pembakaran ( Falah & Nelza,
2019). Limbah TKKS memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga pemanfaatannya sebagai
bahan bakar boiler memerlukan perlakuan awal untuk mengurangi kadar air hingga mencapai kadar
air minimal (Susanto, Santoso, & Suwedi, 2017). TKKS memiliki kandungan energi yang setara
dengan serat jika dikeringkan hingga MC kurang dari 40%. Proses pengurangan kadar air dapat
melalui dicacah, dipres, kemudian dikeringkan dengan pengering, atau dijemur di bawah sinar
matahari. Proses lain dapat menggunakan mesin grinder-dryer (Dinata, Junaidi, & Kurniawan, 2019).
Perlakuan lain dapat berupa TKKS diolah menjadi TKKS press kemudian dicacah dapat langsung
dimasukkan ke dalam fuel boiler karena kadar air dari 60% turun menjadi 30%.
Kebutuhan udara saat pembakaran biomassa TKKS sebesar 10,22 kg udara / kg bahan bakar.
Hal ini dikarenakan TKKS memiliki kadar atom karbon dan hidrogen yang lebih tinggi dari biomassa
lainnya. Selain itu, TKKS memiliki potensi terbesar untuk kemunculan Kalium pada pipa boiler. Gas-
gas hasil pembakaran biomassa umumnya mengandung debu, gas-gas seperti sulfur dioksida,
nitrogen oksida, karbon monoksida, asam hydroklorat dan logam-logam (Rahman, 2018). Penelitian
lain menyebutkan bahwa pembakaran biomassa tidak menyebabkan tambahan gas rumah kaca di
atmosfir, mengurangi potensi akumulasi metana akibat proses dekomposisi limbah, dan mengurangi
timbunan limbah di sekitar pabrik. Abu pembakaran biomassa ini bersifat normal alkaline, sehingga
tidak akan menimbulkan pengasaman tanah (Susanto, Santoso, & Suwedi, 2017).
Proses perkebunan komersial seperti kelapa sawit menjadi skala besar membutuhkan waktu
10-15 tahun, sehingga langkah awal harus segera dimulai untuk substitusi ke energi terbarukan.
Upaya mempercepat pemanfaatan biomassa sebagai energi terbarukan memerlukan strategi dan
kebijakan pemerintah. Koordinasi, konsistensi, dan transparansi dalam penerapan kebijakan dan
pengelolaan energi terbarukan juga sangat dibutuhkan (Rosaira, Hermawati, & Putera, Implementasi
Teknologi Energi Biomassa di Tingkat Industri, 2014).

KESIMPULAN
Permintaan sumber energi konvensional seperti minyak bumi dan batu bara yang lebih tinggi
daripada ketersediaannya serta efek samping yang ditimbulkan berupa emisi gas rumah kaca
memacu negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, sepakat untuk mulai menghentikan
pemakaian sumber energi konvensional secara bertahap dalam rangka mengurangi emisi gas rumah
kaca. Biomassa merupakan sumber daya yang potensial untuk menggantikan sumber energi
konvensional. Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar untuk dimanfaatkan. Produk
samping dari sektor perkebunan berupa limbah kelapa sawit merupakan salah satu potensi besar
biomassa di Indonesia karena rata-rata pertumbuhan luas areal serta produksi CPO menujukkan
kecenderungan untuk meningkat tiap tahun.
TKKS (tandan kosong kelapa sawit) merupakan limbah padat terbesar (23%) dari industri
pengolahan kelapa sawit. Biomassa TKKS dapat dikonversi menjadi cairan, gas, dan arang. TKKS
dapat diolah menjadi bahan bakar boiler pada pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm),
pembuatan bioethanol melalui proses hidrolisis dan fermentasi, biodiesel yang dibuat melalui proses
gasifikasi, serta biopelet, briket dan karbon aktif. Tantangan pemanfaatan TKKS menjadi sumber
energi terbarukan antara lain biaya administrasi dan prosedur perijinan, rendahnya kesadaran
produsen untuk memanfaatkan limbah menjadi biomassa serta tarif feed-in PLTBm hanya berlaku
untuk proyek yang lebih rendahdari 10 MW. Selain itu, tingginya kandungan air TKKS, rendahnya
efisiensi dari pembakaran langsung, potensi muncul kalium pada pipa boiler dan polusi yang
dihasilkan saat pembakaran juga merupakan tantangan dalam menggunakan TKKS sebagai EBT.

Gunawan Priambodo, Yani Kartika Pertiwi, dan Endang Susiani


Potensi dan Tantangan Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Terbarukan
7
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, H. (2014). Biomassa: Potensi untuk Energi Alternatif. In H. Abimanyu, & S. Hendrana,
Konversi Biomassa untuk Energi Alternatif di Indonesia: Tinjauan Sumber Daya, Teknologi,
Manajemen, dan Kebijakan (p. 6). Jakarta: LIPI Press.
Amalia , N., Kurniawan, E., & Jalaluddin. (2020). Pemanfaatan Arang Tandan Kosong Sawit Sebagai
Bahan Bakar Alternative dalam Bentuk Briket. Seminar Nasional Penelitian 2020. Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Atmawinata, A. (2011). Laporan Studi 2011 - Penguatan Struktur Industri dalam Pengembangan
Klaster Industri Berbasis Biomaterial. Jakarta: Kementerian Perindustrian RI.
Budianto, A., Kusdarini, E., Amrullah, N., & Aidawiyah, A. (2020). Kelapa Sawit Sebagai Basis
Indonesia Penghasil Utama Biofuel dan Karbon Aktif. In Katalog Buku Karya Dosen ITATS
(pp. 61-82). Surabaya: ITATS.
Dinata, T., Junaidi, & Kurniawan, E. (2019). Studi Pemanfaatan Biomassa Limbah Padat Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Untuk Pembangkit Energi Listrik. Jurnal Teknologi Rekayasa Teknik
Mesin.
Djufri, U. (2016 ). Studi Keekonomian Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Pembangkit
Listrik Biomassa Muaro Jambi. Jurnal Civronlit, 83-107.
Dolah, R., Karnik, R., & Hamdan, H. (2021). A Comprehensive Review on Biofuels from Oil Palm
Empty Bunch (EFB): Current Status, Potential, Barriers and Way Forward. Sustainability
2021, 13, 1-29.
Erivianto, D. (2018). Kajian ekonomis pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan
bakar PLTU biomasa. Seminar Nasional Royal (SENAR) 2018 (pp. 417 – 422). Asahan:
STMIK Royal – AMIK Royal.
Falah, M., & Nelza, N. (2019). Pembuatan Biopelet dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) Sebagai Bahan Bakar Terbarukan. ReadyStar Vol 2, No 1, 90-95.
Febriyanti, F., Fadila, N., Sanjaya, A. S., Bindar, Y., & Irawan, A. (2019). Pemanfaatan Limbah
Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi Bio-Char, Bio-Oil dan Gas dengan Metode Pirolisis.
Jurnal Chemurgy, Vol. 03, No.2, 12-17.
Haryanti, A., Norsamsi, Sholiha, P., & Putri, N. (2014). Studi Pemanfaatan Limbah Padat Kelapa
Sawit. Konversi, 20-29.
Herdiningrat, R., Mardawati , E., Putri, S., & Yuliani, T. (2020). Karakterisasi Bioetanol TKKS dengan
Metode Pemurnian Adsorpsi menggunakan Zeolit. Jurnal Industri Pertanian Vol 2 No 1.
Hermawati, W. (2014). Sumber Daya Biomassa Untuk Energi Terbarukan di Indonesia: Potensi
Biomassa Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Sampah Kota. In P. P. Iptek, Konversi
Biomassa untuk Energi Alternatif di Indonesia: Tinjauan Sumber Daya, Teknologi, (pp. 13-
34). LIPI Press.
IRENA. (2017). Renewable Energy Prospects: Indonesia, a REmap analysis. Abu Dhabi:
International Renewable Energy Agency.
Muryanto, Sudiyani, Y., & Abimanyu, H. (2016). Optimasi Proses Perlakuan Awal NaOH Tandan
Kosong Kelapa Sawit. J.Kim.Terap.Indones., 18(1), 27-35.
PPIPE. (2021). Perspektif Teknologi Energi Indonesia: Tenaga Surya untuk Penyediaan Energi
Charging Station. In E. Hilmawan, I. Fitriana, A. Sugiyono, & Adiarso, Outlook Energi
Indonesia 2021 (p. 42). BPPT.
Pradana, Y., Kurniawan, A., & Budiman, A. (2014). Bio-oil Derived from Indonesian Oil Palm Empty
Fruit Bunch (EFB) using Middle-scale Slow Pyrolysis. Proceeding the International Oil Palm
Conference. Bali.
Putra, H., & Yuriandala, Y. (2012). Produk Ramah Lingkungan dari Tandan Kosong Kelapa Sawit.
Seminar Nasional 2012 - Waste Management I. Surabaya: Laboratorium Teknologi
Pengelolaan Limbah Padat dan B3.
Rahman, A. (2018). Karakteristik Bahan Bakar Biomassa Jenis Tandan Kosong, Cangkang Dan
Serat Kelapa Sawit Serta Pengaruh Timbulnya Pengotoran Alat Penukar Kalor Pada Ketel
Uap. Medan: Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8 Prosiding Semnas Akselerasi Ekonomi Berbasis Industri Hijau


Melalui Implementasi Pembangunan Rendah Karbon
ISBN : xxxxx Vol. xx No. xx Tahun 2021, hal xx - xx
Renewables 2021 Global Status Report. (2021). Retrieved from https://www.ren21.net/wp-
content/uploads/2019/05/GSR2021_Full_Report.pdf
Rosaira, I., Hermawati, W., & Putera, P. (2014). Implementasi Teknologi Energi Biomassa di Tingkat
Industri. In H. Abimanyu, & S. Hendrana, Konversi Biomassa untuk Energi Alternatif di
Indonesia: Tinjauan Sumber Daya, Teknologi, Manajemen, dan Kebijakan (pp. 83-102).
Jakarta: LIPI Press.
Rosaira, I., Hermawati, W., & Putera, P. B. (2014). Implementasi Teknologi Energi Biomassa di
Tingkat Industri. In H. Abimanyu, & S. Hendrana, Konversi Biomassa untuk Energi Alternatif
di Indonesia: Tinjauan Sumber Daya, Teknologi, Manajemen, dan Kebijakan (pp. 83-102).
Jakarta: LIPI Press.
Setjen Kementerian Pertanian. (2019). Keragaan Kelapa Sawit Nasional: Perkembangan Luas
Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia. In R. Putra W, Outlook Komoditas
Perkebunan Kelapa Sawit (pp. 11-26). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Shafie, S., Mahlia, T., Masjuki, H., & Ahmad-Yazid, A. (2012). A review on electricity generation
based on biomass residue in Malaysia. Renewable and Sustainable Energy Reviews 16,
5879–5889.
Stich, J., Ramachandran, S., Hamacher, T., & Stimming, U. (2017). Techno-economic estimation of
the power generation potential from biomass residues in Southeast Asia. Energy Volume
135, 930-942.
Suryani, A., & Setyaningsih, D. (2012). Bionergi dari Biomassa. In R. Poerwanto, I. Siregar, & A.
Suryani, Merevolusi Revolusi Hijau (pp. 158 - 174). Bogor: IPB Press.
Susanto, J., Santoso, A., & Suwedi, N. (2017). Perhitungan Potensi Limbah Padat Kelapa Sawit
untuk SumberEnergi Terbaharukan dengan Metode LCA. Jurnal Teknologi Lingkungan,
165-172.
World Health Organization. (2021). COP26 special report on climate change and health: the health
argument for climate action.
Wulandari, S., Sumanto, & Saefuddin. (2019). Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri
Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi . Perspektif Vol. 18 No. 2, 135-149.

Gunawan Priambodo, Yani Kartika Pertiwi, dan Endang Susiani


Potensi dan Tantangan Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Terbarukan
9

Anda mungkin juga menyukai