Anda di halaman 1dari 4

Pengertian Kebangkrutan

Kebangkrutan merupakan kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga


perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik.
Sedangkan kesulitan keuangan (financial distress) adalah kesulitan keuangan atau
likuiditas sebagai tanda awal kebangkrutan (Paath, 2010). Elmabrok, et al. (2012)
berpendapat bahwa kebangkrutan atau kegagalan keuangan terjadi ketika jumlah
kewajiban melebihi nilai wajar aset atau ketika kewajiban lancar melebihi aktiva
lancar. Ramadhani dan Lukviarman (2009) serta Ghosh (2013) menyatakan bahwa
kebangkrutan perusahaan ditandai dengan adanya penurunan kondisi keuangan
perusahaan yang terjadi secara berkepanjangan dan terus-menerus (financial
distress). Untuk memprediksi peluang kebangkrutan suatu perusahaan yang ditinjau
dari aspek keuangan dapat digunakan model univariat dan model multivariat.
Model Univariat : Beaver Model
Model univariat dalam prediksi kebangkrutan suatu perusahaan digunakan
untuk mengkaji hubungan antara rasio keuangan tertentu dengan kebangkrutan
suatu perusahaan. Atau dengan kata lain model univariat mengkaji rasio keuangan
secara parsial.
Model dikembangkan oleh William Beaver (mulai tahun 1966) selama lima
tahun dengan menggunakan sample perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut. Dari
hasil penelitian tersebut, Beaver menemukan enam rasio keuangan yang dianggap
mempunyai daya pembeda (discriminating power) yang sangat baik yang dapat
membedakan perusahaan yang sehat dan tidak sehat. Keenam rasio keuangan
tersebut adalah:

1. Laba bersih sebelum depresiasi, deplesi, dan amortisasi terhadap total


kewajiban (net income before depreciation, depletion, &
amortization to total liabilities)
Rasio ini menunjukkan risiko solvabilitas jangka panjang, dimana hasil
pengukurannya menunjukkan besarnya arus kas dari kegiatan operasi
yang tersedia untuk dapat memenuhi seluruh kewajiban perusahaan.
Semakin besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi perusahaan.
Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi
perusahaan.

2. Laba bersih terhadap total aktiva (net income to total assets)

Rasio ini menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan, dimana hasil


pengukurannya menunjukkan tingkat produktivitas aktiva yang
diinvestasikan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih.

3. Total utang terhadap total aktiva (total debt to total assets)


Rasio ini menunjukkan risiko solvabilitas jangka panjang perusahaan,
dimana hasil pengukurannya menunjukkan besarnya pendanaan utang
yang digunakan untuk membiayai seluruh aktiva perusahaan. Semakin
besar rasio ini maka semakin besar risiko bagi perusahaan. Sebaliknya,
semakin kecil rasio ini maka semakin kecil risiko bagi perusahaan.
4. Modal kerja bersih terhadap total aktiva (net working capital to total
assets)

Rasio ini menunjukkan risiko likuiditas jangka pendek perusahaan,


dimana hasil pengukurannya menunjukkan struktur aktiva perusahaan.
Semakin besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi perusahaan.
Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi
perusahaan.

5. Aktiva lancar terhadap kewajiban lancar (current assets to current


liabilities)

Rasio ini menunjukkan risiko likuiditas jangka pendek perusahaan,


dimana hasil pengukurannya menunjukkan besarnya aktiva lancar yang
tersedia untuk dapat memenuhi kewajiban lancar perusahaan. Semakin
besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi perusahaan. Sebaliknya,
semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi perusahaan.

6. Kas, surat-surat berharga, piutang usaha terhadap beban-beban


operasi tidak termasuk depresiasi, deplesi, dan amortisasi (cash,
marketable securities, account receivable to operating expenses
excluding depreciation, depletion, & amortization)

Rasio ini menunjukkan risiko likuiditas jangka pendek perusahaan,


dimana hasil pengukurannya menunjukkan tersedianya alat likuiditas
untuk dapat memenuhi beban-beban operasi tunai perusahaan. Semakin
besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi perusahaan. Sebaliknya,
semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi perusahaan.

(Risky Mahira. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Diperoleh 29


Oktober 2017, dari http://riskymahira.blogspot.co.id/2012/11/analisis-
laporan-keuangan-kebangkrutan.html)
Model Multivariat: Model Altman Z-Score

Rasio keuangan merupakan salah satu informasi yang dapat


digunakan sebagai alat untuk memprediksi kinerja perusahaan termasuk
informasi tentang prediksi potensi kebangkrutan yang berguna bagi banyak
pihak, terutama bagi pihak kreditur dan investor.
Dalam penelitiannya, Altman menggunakan sampel 33 pasang
perusahaan yang pailit dan tidak pailit dengan model yang disusunnya secara
tepat dan mampu mengidentifikasikan 90 persen kasus kepailitan pada satu
tahun sebelum kepailitan terjadi. Dalam proses penentuan Z-Score altman
menggunakan teknik statistical dengan menggunakan Multiple Discriminant
Analysis. Multiple Discriminant Analysis (MDA) dapat dipergunakan untuk
mengetahui variabel-variabel penciri yang membedakan kelompok populasi
yang ada, juga dapat dipergunakan sebagai criteria pengelompokan. MDA
secara umum adalah Z = V1(X1) + V2(X2) +.... + Vn(Xn) dimana VI dan
V2 adalah parameter (weights) sedangkan XI, X2...Xn merupakan rasio-
rasio keuangan yang berkontribusi pada model prediksi.
Kelemahan dari model ini adalah tidak ada rentang waktu yang pasti
kapan kebangkrutan akan terjadi setelah hasil Z skor diketahui lebih rendah
dari standar yang ditetapkan. Model ini juga tidak dapat mutlak digunakan
karena adakalanya terdapat hasil yang berbeda jika kita menggunakan obyek
yang berbeda. Meskipun demikian, penggunaan metode Altman dapat
digunakan oleh perusahaan untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan
(early warning) apabila terindikasi sudah berada pada kondisi menuju
kebangkrutan.
Adapun formula Altman Z-Score(original) adalahsebagaiberikut:

Z-Score = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0.999X5

Z-Score = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0.999X5


Keterangan :

- X1 = Working Capital / Total Assets,


- X2 = Retained Earnings / Total Assets,
- X3 = Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets
- X4 = Market Value of Equity / Book Value of Total Debt
- X5 = Sales/ Total Assets

Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai


Z yang diperoleh, yaitu:

1. Untuk nilai Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 berarti
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan risiko tinggi.
2. Untuk nilai Z-Score antara 1,81 sampai 2,67 maka perusahaan
dianggap berada pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini,
perusahaan mengalami masalah keuangan yang harus ditangani
dengan penanganan manajemen yang tepat. Kalau terlambat dan
tidak tepat penanganannya, perusahaan dapat mengalami
kebangkrutan. Jadi pada grey area ini ada kemungkinan
perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak tergantung
bagaimana pihak manajemen perusahaan dapat segera mengambil
tindakan untuk segera mengatasi masalah yang dialami oleh
perusahaan.
3. Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,67, memberikan penilaian
bahwa perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga
kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.

Anda mungkin juga menyukai