Anda di halaman 1dari 11

BAB I 

 
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung jawab


mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler. Hiperparatiroidisme adalah karakter
penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino
polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion
kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan
kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang,
meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal.
Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence
Kim, MD, 2005)

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang


tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.

B. TUJUAN

1.Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien gangguan kelenjar


paratiroid

2.Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami pengertian hiperparatiroid dan hipoparatiroid

b. Mahasiswa mampu memahami etiologi hiperparatiroid dan hipoparatiroid

c. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi hiperparatiroid dan hipoparatiroid

d. Mahasiswa mampu memahamimanifestasi klinik hiperparatiroid dan hipoparatiroid

e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroid dan hipoparatiroid

f. Mahasiswa mampu memahami komplikasi hiperparatiroid dan hipoparatiroid


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI  FISIOLOGI  KELENJAR  PARATIROID

1. ANATOMI

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus


ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid
dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan
kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid.
Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini
bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus,
bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam
parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)

Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di
kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup
bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan


tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman.
Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell)
yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan
granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil
yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar
mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit
dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih
belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak
lagi mensekresi sejumlah hormon.
2. FISIOLOGI

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH)


yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah.
Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila
kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang
reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus,
sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH
akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis
kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

B. KONSEP DASAR

1. Hipoparatiroidisme

a. Pengertian

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang


tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
(www.endocrine.com)

b. Etiologi

Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada
anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:

1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:

a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.

b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).

2) Hipomagnesemia.

3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.

4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)


c. Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,


yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa
sampai 9,5-12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid
karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah
untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid.
Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi
biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan
operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan
paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar
paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya
kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi
sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar
paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi


kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1)
pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %,
dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada
bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon
terganggu.

d. Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan
gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.

Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi
spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan
gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan
kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta
kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme
laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi
karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya
mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan
hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)

e. Pemeriksaan Diagnostik

Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif.
Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan
akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara
tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga
menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.

Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan
pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil
laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:

1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5-6
mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.

2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi

3. Fosfatase alkali normal atau rendah

4. Foto Rontgen:

a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak

b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid

5. Density dari tulang bisa bertambah

6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

f. Komplikasi

1) Kalsium serum menurun

2) Fosfat serum meninggi

g. Penatalaksanaan

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5
mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila
terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan
adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan
iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital
dapat dapat diberikan.

Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi


hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens
reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi
hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan
pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus


memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba,
cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar


kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu,
produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini
harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena
mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral
garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet.
Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat
fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal.

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau


Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya
diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Hipoparatiroidisme

a. Pengkajian

Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji


manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti
kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya
katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.

1. Sejak kapan klien menderita penyakit.

2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar


paratiroid atau tiroid.

4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.

2) Keluhan utama, antara lain :

1. Kelainan bentuk tulang.

2. Perdarahan sulit berhenti.

3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.

3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

1. Kelainan bentuk tulang.

2. Tetani.

3. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.

4. Pernapasan bunyi (stridor).

5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah; kulit
kering dan kasar.
4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.

2. Pemeriksaan radiologi.

b. Diagnosa Keperawatan

1) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium
serum.

2) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang


berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

c. Rencana Tindakan Keperawatan

1) Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium
serum.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh kadar kalsium
kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas darah dalam batas
normal.

Intervensi Keperawatan :

1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah terhadap


spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu set selang endotrakeal,
laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.

2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah tiroidektomi,


selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat tidur klien untuk segera
digunakan jika diperlukan.

3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk beberapa waktu
sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.

4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium karbonat seperti
Tums.
2) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik
(individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan
medikasi.

Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang dibuktikan oleh
pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet dan terapi.

Intervensi Keperawatan :

1. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis sangat penting


karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.

2. Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang harus


digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk vitamin D, kecuali
dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan
membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk melihat hasilnya.

3. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan klien untuk
menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya, karena makanan ini mengandung
fosfor.

4. Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien hopiparatiroidisme


kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali
setahun. Kadar kalsium serum harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi.
Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan regimen
terapeutik untuk memperbaiki ketidakseimbangan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi


hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan pada
penderita hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan paratiroid, namun
terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga menyebabkan hipoparatiroid.
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak
adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan
oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. Jadi kedua
penyakit diatas memiliki keterkaitan yang dapat saling mempengaruhi.

B. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin.Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Jakarta: EGC.

Kozier, et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley Publishing


Company.

www.endocrine.com

Anda mungkin juga menyukai