(Legal Opinion)
Kasus Pidana Pencurian Tiga Buah Kakao oleh Nenek Minah
(PERKARA NOMOR 247/PID.B/2009/PN.PWT)
Oleh :
Cindy Chintia
(11000119120090)
I. Kasus Posisi
Kondisi ekonomi yang memprihatinkan membuat orang miskin tidak memiliki
pengetahuan tentang hukum. Mereka tidak sepenuhnya paham mengenai hak-hak
yang mereka miliki untuk mendapatkan akses kepada keadilan dan hukum apa saja
yang melindungi hak-hak dasar mereka (Sulistyowati Irianto, 2009: 19).
Kasus ini bermula ketika seorang wanita tua dari Desa Darmakradenan,
Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, yang bernama Nenek Minah
memetik 3 (tiga) buah kakao milik sebuah perusahaan pada 2 Agustus 2009. Tak ada
maksud apa-apa, katanya. Ketika tengah memanen kedelai, mata nenek Minah tertuju
pada pohon-pohon coklat yang berbuah dan ranum lalu iseng memetik 3 buah coklat
dikebun milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA).
Tak lama, seorang mandor perkebunan kakao milik PT. RSA lewat didepan
nenek Minah dan menanyakan siapa yang telah memetic buah kakao tersebut yang
lalu dijawab enteng oleh nenek Minah bahwa ialah yang telah memetik buah kakao
tersebut. Tetapi, saat itu hanya nasehat yang diberikan oleh mandor terhadap nenek
minah yang mana perbuatan itu adalah salah dan sama dengan perbuatan mencuri.
Nenek minah pun meminta maaf kepada sang mandor dan berjanji tidak akan
melakukannya lagi. Setelah itu, Nenek Minah menyerahkan 3 buah kakao itu kepada
mandor lalu kembali bekerja dengan dugaan bahwa kasus itu berhenti disitu saja.
Hakim lalu menyatakan bahwa Nenek Minah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah, menjatuhkan vonis pidana satu bulan 15 hari dengan masa
percobaan tiga bulan. Putusan hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa dengan
permohonan 6 bulan penjara. Nenek minah pun mengatakan bahwa ia menerima
putusan hakim itu karena sudah lelah berurusan dengan hukum yang berlaku.
II. Isu Hukum
1. Bagaimana penerapan Pasal 362 KUHP mengenai tindak Pidana Pencurian
terhadap kasus Pencurian 3 Buah Kakao oleh Nenek Minah?
2. Bagaimana penegakan keadilan terhadap kasus yang dialami oleh seorang wanita
tua bernama Nenek Minah sebagai tersangka kasus pencurian 3 buah kakao?
Apakah ada ketegangan antara tuntutan kepastian dengan keadilan?
3. Bagaimana pelalaran hukum oleh hakim dan apakah putusan hakim telah
mengakomodasi nilai keadilan dengan menemukan kebenaran materiil dalam
kasus Pencurian tiga buah kakao?
IV. Analisis
Dalam kasus ini, hukum yang terpenuhi adalah pasal 362 KUHP yaitu
berbunyi “Barangsiapa mengambil seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam
puluh rupiah”.
Melihat dari sisi sosiologi, maka kasus ini adalah kasus yang tidak layak untuk
dilanjutkan dalam proses peradilan, walaupun kenyataannya terbukti bersalah seperti
yang terkandung di dalam Pasal 362 KUHP yang mendapat ancaman hukum 5 Tahun
penjara. Seharusnya ini bisa diselesaikan dalam kekeluargaan tanpa dilanjutkan di
dalam peradilan. Kerugian yang di terima oleh PT. RSA tidak terlalu besar,
sedangkan kehidupan Nenek Minah saja kurang berkecukupan dan melihat usia saja
Nenek Minah sudah tua. Tidak sebanding dengan dampak sosial yang diderita oleh
Nenek Minah. Dalam hal ini hukum terklalu berpatok kepada apa yang tertulis di
dalam KUHP
V. Kesimpulan
Kesimpulan dari kasus ini adalah bahwa kasus ini memang memiliki kepastian
hukum, namun asas kemanfaatan dan keadilan tidak mengena terhadap terpidana.Asas
diatas adalah asas kemanfaatan, asas keadilan, dan asas kepastian hukum.
Dalam kasus Min, kita berada dalam situasi yang dilematis; terjadi ketegangan
antara tuntutan kepastian hukum dengan keadilan. Hukum memang tidak selalu
identik dengan keadilan, meski mungkin saja keadilan bisa diperoleh dari apa yang
legal. Jika hukum diasumsikan identik dengan keadilan, maka berbahaya, karena
pencarian keadilan di luar hukum akan dihentikan. Keadilan adalah suatu konsep yang
jauh melampaui hukum. Keadilan itu berada dalam wilayah nomena, dan hukum itu
adalah fenomena. Hukum tanpa keadilan tidak layak lagi disebut hukum, tetapi
keadilan tanpa hukum tetaplah keadilan, meskipun keadilan yang defisit. Karena itu,
agar keadilan tidak defisit, maka argumentasinya perlu dijustifikasi dengan prinsip-
prinsip hukum.
lalu, upaya hakim tidak hanya membaca teks hukum formal melainkan juga
melibatkan hati nuraninya sehingga berusaha keras mencari pertimbangan-
pertimbangan seadil-adilnya, patut mendapat apresiasi. Hal inilah yang menjadikan
pertimbangan hakim dalam putusan kasus Min terasa cukup bijak dengan
menjatuhkan putusan hukuman percobaan, jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum 6 bulan pidana penjara.
Kasus ini sekilas memang kelihatan remeh temeh (hanya tiga kakao) tetapi
sesungguhnya dibalik itu sarat dengan perselisihan paradigma, kepentingan, dan
pergulatan sejarah. Untuk ”hard case” tidak mudah untuk menemukan kebenaran
materiil jika hanya sidang diatas meja dengan waktu yang relatif singkat (apalagi jika
hakim harus berkonsentrasi menghadapi perkara-perkara lain), bagaimana mungkin
hakim bisa mengungkap fakta ”apa dibalik apa adanya”. Penemuan hukum
(rechtsvinding) adalah sebuah aspek penting dari praktik hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arief, Barda Nawawi. 2006. Perkembangan Asas-Asas Hukum Pidana, Bahan Refreshing
Course “On The Same Root and Different Development”, Surabaya, 11 April.
Sidharta, B. Arief. 2008. Struktur Ilmu Hukum Indonesia. Bandung: Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan.
Jurnal
Dwi, Widodo Putro. 2010. Jurnal Yudisial: Pergulatan Nalar dan Nurani. Mataram: Fakultas
Hukum Universitas Mataram. Vol-III/No-03/Desember.
Septia, Deni Wibowo. 2010. Analisis Studi Kasus Nenek Minah Dalam Perkara Nomor
Sumber Internet
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group. 2021. Nenek Minah Namamu Disebut.
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2050-nenek-minah-namamu-
disebut
Nia Winda Febriyani Redaksi Suara Baru. 2019. Kasus Pencurian.
https://suarabaru.id/2019/10/31/legal-opinion-tentang-kasus-pencurian/