Anda di halaman 1dari 106

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkaitan dengan ruang

dibagi atas wilayah nasional, provinsi, kabupaten/kota yang masing-masing

merupakan subsistem ruang menurut batasan administrasi. Hal ini dapat dipahami

dari sudut pandang negara dan pemerintah dalam arti formal atau statis

menempatkan negara dan pemerintah sebagai penguasa yang menguasai seluruh

wilayah negara. Akan tetapi bila dilihat dari sudut pandang materiel atau dinamis,

yang ada secara nyata hanyalah wilayah kabupaten dan kota yang sudah membagi

habis seluruh wilayah negara. Maka sesuai dengan apa yang tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) sudah merupakan

hal lumrah pasti membicarakan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah.

Konsep desentralisasi yang timbul di Indonesia sebagai upaya untuk

mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan mengakhiri pemerintahan yang

sentralistik. Dari sudut organisasi pemerintahan hakikat desentralisasi adalah untuk

mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Desentralisasi bisa dikatakan sebagai

sarana untuk mempercepat pembangunan di daerah. Hal inilah yang melatar

belakangi timbulnya sistem otonomi daerah melalui penyerahan kewenangan

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang

1
pemerintah yang ada di daerah.1 Kewenangan pemerintah daerah kabupaten dan

pemerintah daerah kota secara umum pada dasarnya sama. Dalam hal ini yaitu sama-

sama memiliki wewenang asli yang dapat ditambah dengan pelimpahan wewenang

dari pemerintah dan pemerintah daerah provinsi dengan mekasisme persyaratan yang

sama pula. Pembentukan peraturan daerah menjadi kewenangan oleh pejabat

pemerintah daerah yaitu kepala daerah dan DPRD. Dalam Pasal 25 Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada paragraf kedua bagian

keempat menyatakan secara jelas bahwa salah satu tugas dan wewenang serta

kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah yaitu mengajukan rancangan

peraturan daerah dan menetapkan peraturan daerah yang telah mendapat persetujuan

bersama DPRD. Materi muatan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah

kabupaten/kota dimuat dalam Pasal 14 Undang-Uundang Nomor 12 Tahun 2011

yang berbunyi : “Materi muatan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah

kabupaten/kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah

dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran

lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Berdasarkan materi

muatan peraturan daerah tersebut selain menampung mengenai kondisi daerah juga

merupakan penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan daerah kabupaten/kota yang disusun dan dibentuk berdasarkan pada

penjabaran peraturan perundang-undangan yang yakni mengenai Penataan Ruang.

Oleh karena itu kewenangan pemerintah daerah kabupaten dalam penyusunan dan
1
Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang, Jakarta : Kencana, 2014, halaman 116.

2
pembentukan peraturan daerah harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan lintas

sektor, lintas wilayah dan juga pemangku kepentingan sesuai dengan asas

keterpaduan. Pemangku kepentingan dalam hal ini yakni pemerintah, pemerintah

daerah dan juga masyarakat. Dapat dipahami dalam asas keterpaduan penataan ruang

diadakan untuk menjamin semua kepentingan yang mencakup lintas generasi.

Keterpaduan juga bermakna melibatkan semua pihak terkait dengan penataan ruang

yakni pihak yang terkena dampak penataan ruang baik dampak dari perencanaannya

sampai penegakannya. Sehingga dapat dipahami bahwa hasil dari penataan ruang

ialah untuk kepentingan seluruh lapisan kelompok masyarakat.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam bidang penataan ruang

secara terperinci tertuang dalam Pasal 11 ayat (1) hingga ayat (6) Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang selanjutnya disebut UUPR,

sebagai berikut: 2

1. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan

ruang meliputi:

a) Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota, dan kawasan strategis kabupaten/kota;

2
Ibid, halaman 124-125.

3
b) Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

c) Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d) Kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.

2. Wewenang pemerintah daerah kabupaten kota dalam pelaksanaan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b)

meliputi:

a) Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

c) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah

kabupaten/kota melaksanakan:

a) Penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;

b) Perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;

c) Pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup merupakan

indikator utama dari terjaminnya kualitas pelayanan publik (public service) yang

baik.3 Kesuksesan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik adalah

kunci utama karena langsung dengan masyarakat di daerah, oleh karena itu kualitas

3
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik, Bandung : Nuansa, 2009, halaman 66.

4
pelayanan publik menjadi program unggulan.4 Masyarakat memiliki hak untuk hidup

sehat dengan ketersediaan infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah. Salah satu

bentuk dari wujud implikasi peningkatan kualitas hidup sehat adalah lewat

penyediaan infrastruktur ruang terbuka hijau yang selanjutnya disebut RTH. Ciri

sebuah kota hijau dapat dilihat dari ketersediaan RTH yang memadai yakni sesuai

dengan ketentuan UUPR. Maka dari itu, masyarakat berhak mendapatkan jaminan

hak publik atas ketersediaan RTH yang salah satunya berupa taman kota sebagai

sarana kegiatan ekonomi, ekologi, sosial, arsitektural maupun kegiatan lain pada

tingkat lingkungan.5

RTH yang ideal sebagai wujud dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) harus

sesuai dengan ketentuan dalam UUPR yang mensyaratkan RTH memiliki luas

minimal 30% dari total keseluruhan luas wilayah. Dengan perincian prosentase RTH

yang dimiliki publik sebesar 20%, sedangkan RTH yang dimiliki privat sebesar 10%.

Untuk melaksanakan aturan tersebut diperlukan rencana yang berkesinambungan dan

terpadu sesuai asas keterpaduan agar tidak terjadi perusakan lingkungan yang dapat

merugikan masyarakat. Kota harus disusun dengan sistem jaringan RTH terstruktur

yang meliputi taman atau kebun rumah, taman lingkungan, taman kota, lapangan

olahraga, makam, hutan kota/lindung/mangrove, kebun raya, dan daerah tangkapan

air (situ/waduk/danau) dihubungkan koridor pepohonan jalur hijau jalan, jalur pejalan

4
Ibid, halaman 166.
5
Nirwono Joga, Gerakan Kota Hijau, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013, halaman
54.

5
kaki dan pesepeda, bantaran rel kereta api, hutan lindung kawasan industri, dan

pengolahan sampah ramah lingkungan sebagai bagian dari RTRW. 6 Taman kota

merupakan salah satu perwujudan dari penyediaan RTH bagi publik. Taman kota

memiliki berbagai fungsi dalam perkotaan, yakni dapat mengurangi pencemaran,

meredam kebisingan, memperbaiki iklim mikro, sebagai daerah resapan dan

penyangga sistem kehidupan dan keamanan. Hal ini yang kemudian harus

diperhatikan karena taman kota sebagai wujud RTH harus memperhatikan aspek

ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya serta kepentingan di dalamnya.7

Penyebaran kepadatan penduduk yang tidak merata dan perpindahan

penduduk yang tak terkendali maka akan mengakibatkan terjadinya penumpukan

transportasi yang menyebabkan kelumpuhan lalu-lintas. Kemacetan akan semakin

parah disetiap sudut kota. Hal ini yang membuat waktu, energi, dan biaya warga

terbuang sia-sia dan tidak efisien. Perencanaan kota yang baik, termasuk antisipasi

terhadap isu pemanasan global dan perubahan iklim adalah tuntutan utama saat ini.

Untuk itu dibutuhkan perencanaan sistem perkotaan yang mengintegrasikan dunia

ekonomi, bisnis, pemerintahan, dan lingkungan hidup dalam meningkatkan kualitas

hidup penduduk dengan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.8

6
Ibid, halaman 54.
7
Yunus Wahid, Op.cit, halaman 2.
8
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 46.

6
Penduduk yang berurbanisasi dengan jumlah semakin banyak akan

berdampak pula pada semakin banyaknya bangunan yang didirikan. 9 Pemerintah

daerah kabupaten/kota berkewajiban untuk melestarikan, memelihara dan

memulihkan lingkungan hidup secara utuh. Pembangunan gedung-gedung, pabrik-

pabrik, dan sarana prasarana umum lainya tentu saja tidak serta merta dapat

dipisahkan dari dampak kerusakan lingkungan apabila tidak direncanakan dengan

baik. Paradigma pembangunan tak berkelanjutan yang mengejar pertumbuhan

ekonomi, tetapi meniadakan kesejahteraan sosial dan pelestarian ekologi telah

mengakibatkan banyak kerusakan lingkungan.10 Contoh dampak langsung yang bisa

kita rasakan adalah timbulnya polusi. Polusi merupakan masuk atau dimasukkanya

makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lainnya ke dalam air/udara, dan atau

berubahnya tatanan komposisi air/udara akibat dari kegiatan manusia serta proses

alam sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi

sesuai dengan peruntukanya.11 Selain polusi, dampak nyata lainnya yang sering kita

rasakan adalah perubahan iklim secara ekstrim, peningkatan permukaan air laut,

udara semakin panas dan gangguan ekologis yang berdampak pada keadan sosial.

Kenyataannya diberbagai kota-kota besar di Indonesia, RTH baik berupa taman kota

maupun yang lainnya memang ada, akan tetapi kawasan seperti ini telah lama tidak

diurus dan tidak dipelihara dengan baik oleh pemangku kepentingan terkait. Bahkan

diantaranya terkesan sengaja dibiarkan terlantar bertahun-tahun dengan alasan klise,


9
Tim Sainducation, Ensiklopedia Seri Ekosistem Dunia, Semarang: Aneka Ilmu, 2009,
halaman 45.
10
Nirwono Joga, Greenesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014, halaman 14.
11
Tim Sainducation, Op.cit, halaman 50.

7
keterbatasan dana.12 Hal tersebut berbanding lurus dengan realisasi penyediaan RTH

dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota (RTRWK) masih banyak yang

tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan dalam UUPR.

Kota hijau harus dibangun dengan mendidik manusia kota yang berinisiatif,

partisipatif, dan bekerja sama dalam melakukan perubahan dan gerakan yang sama.

Penataan kota yang partisipatif dan mengadaptasi modal dan relasi sosial masyarakat

akan menghasilkan penataan RTH kota hijau. Tanpa modal sosial yang kuat, masalah

sosial akan mulai bermunculan, seperti kriminalitas, pengangguran, kualitas

lingkungan memburuk dan akan diikuti dengan tingkat kesejahteraan yang semakin

menurun. Kota hijau dibangun untuk mendorong inisiatif dan tindakan masyarakat

perkotaan, mengembangkan jaringan kerjasama kreatif pemerintah daerah dengan

berbagai pemangku kepentingan perkotaan. Hal ini agar tercipta mekanisme dan

reformasi birokrasi dalam pelaksanaan kegiatan bidang penataan ruang yang

mengakomodasi inisiatif masyarakat secara berkesinambungan. Sehingga,

keberhasilan mewujudkan kota hijau sangat tergantung pada keberhasilan penataan

ruang, perencanaan kota,dan tata pemerintahan yang baik agar kota hijau dengan

RTH terpadu dapat terwujud.13

Kabupaten Rembang sebagai pintu gerbang Jawa Tengah dari arah timur

secara tidak langsung akan memberikan kesan pertama terhadap Jawa Tengah. Oleh

12
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 20.
13
Nirwono Joga, Gerakan Kota Hijau, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013, halaman
48.

8
karena itu diperlukan strategi khusus dalam melakukan penataan perkotaan sehingga

dapat memberikan kesan yang positif terhadap Jawa Tengah. Kabupaten Rembang

merupakan kabupaten kecil yang memiliki luas wilayah sebesar 101.408.035 Ha

karena kondisi geografisnya yang sebagian besar berhadapan langsung dengan lautan.

Abrasi pantai dan kekeringan sering terjadi terutama di wilayah yang resapan airnya

kurang. Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan hidup baik karena

terjadinya pencemaran atau terkurasnya sumber daya alam adalah timbulnya ancaman

atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian

ekonomi (economic cost), dan terganggunya sistem alami (natural system).14 Maka,

membangun kota tanggap bencana merupakan investasi di masa depan karena

tantangan dan peluang di bidang perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan

berbagai pelayanan publik harus mengacu pada kota tanggap bencana.

Pemerintah daerah kabupaten Rembang berkewajiban untuk melindungi dan

memulihkan serta melestarikan lingkungan hidup secara utuh, untuk memenuhi

kewajiban sebagai penyelenggara negara. Berbagai pembangunan gedung-gedung,

pabrik semen, PLTU Sluke dan sarana prasarana umum lainya tentu saja tidak serta

merta dapat dipisahkan dari dampak kerusakan lingkungan apabila tidak

direncanakan dengan baik. Selain polusi, dampak nyata lainnya yang sering kita

rasakan adalah perubahan iklim secara ekstrim, peningkatan permukaan air laut,

udara semakin panas dan gangguan ekologis yang berdampak pada keadan sosial di

14
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
2011, halaman 3.

9
kabupaten Rembang, maka dari itu pelaksanan tata ruang harus diwujudkan dengan

baik, terkoordinir serta berkesinambungan. Pemerintah kabupaten Rembang

mempunyai kewajiban menyediakan dan membangun RTH untuk menjaga

kelestarian lingkungan dan kebutuhan mayarakat akan ruang publik. RTH wilayah

perkotaan yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat dijaman modern seperti sekarang

ini adalah ruang terbuka seperti taman kota yang bersifat aktif serta sarana umum

lainnya yang menunjang kegiatan sosial demi terwujudnya interaksi sosial di

lingkungan masyarakat agar terjaga dengan baik. Oleh karena itu, kini saatnya kota-

kota di Indonesia khususnya kabupaten Rembang harus dibangun dengan

perencanaan penataan ruang yang baik agar mampu mengantisipasi, beradaptasi, dan

memitigasi terhadap perubahan iklim serta menjamin terwujudnya hak-hak publik

masyarakat kabupaten Rembang terhadap RTH. Maka, berdasarkan uraian serta

penjabaran di atas, penulis akan melakukan penelitian terhadap hak publik atas RTH

yang dikomparasikan antara idealitas sebagai suatu yang dicita-citakan (das sollen)

dengan realitas yang terjadi dikenyataan (das sein) dengan judul “HAK PUBLIK

ATAS RUANG TERBUKA HIJAU ANTARA REGULASI DAN REALITA : Studi

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang

RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 dalam Penyediaan Taman Kota”.

B. Rumusan Masalah

10
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hendak merumuskan pokok

permasalahan dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) dalam penyediaan

RTH di kabupaten Rembang?

2. Bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun

2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 sebagai realisasi

kebijakan RTH taman kota di Kabupaten Rembang?

3. Apa saja kendala dari implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Rembang

Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031

dalam penyediaan taman kota dan bagaimana solusinya?

C. Tujuan Penelitian

Pemerintah Republik Indonesia lewat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

telah menetapkan ketentuan bahwa kebutuhan RTH suatu wilayah harus memiliki

luas minimal 30% dari luas keseluruhan wilayah tersebut. Hal tersebut dimaksudkan

agar mampu mewujudkan keseimbangan lingkungan baik mikro maupun makro. 15

Maka berdasarkan penjabaran di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui rencana tata ruang wilayah (RTRW) dalam penyediaan RTH

di kabupaten Rembang.

15
Muhamad Erwin, Op.cit , halaman 152.

11
2. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan pembangunan taman kota sebagai

salah satu wujud nyata dari RTH di kabupaten Rembang.

3. Untuk mengetahui kendala dari implementasi Peraturan Daerah Nomor 14

Tahun 2014 tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 dalam

penyediaan taman kota.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pendalaman kajian

ilmiah dalam bidang ilmu pengetahuan hukum administrasi negara,

terkait hak publik atas ruang terbuka hijau antara regulasi dan realita.

b. Berguna untuk menambah wawasan penulis dan para ahli tentang

konsep-konsep hukum administrasi negara dalam perencanaan penatan

ruang.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi jawaban atas

permasalahan yang diteliti dalam penulisan hukum.

b. Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam kebijakan rencana

tata ruang wilayah kabupaten/kota (RTRWK) yang ada di Indonesia

sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada.

12
c. Memberikan sumbangan informasi praktis terhadap khazanah ilmu

pengetahuan hukum khususnya kepada segenap Civitas Akademika

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

d. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian program studi strata 1

(S1) pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika merupakan paparan singkat secara menyeluruh dari suatu karya

ilmiah dalam hal ini adalah penulisan hukum yang akan dilakukan nantinya.

Sistematika penulisan yang dibuat secara ringkas, jelas serta sistematis akan dapat

membantu para pembaca memahami penulisan hukum yang dihasilkan dengan lebih

mudah. Adapun sistematika penulisan yang akan disusun adalah sebagai berikut :

1) BAB I PENDAHULUANBab ini menguraikan latar belakang penelitian yang

menjadi pengantar menuju ke pokok permasalahan yang akan dibahas,

perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

2) BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tinjauan kepustakaan mengenai rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota,ruang terbuka hijau kota dalam penataan ruang, ruang terbuka

hijau sebagai hak publik, klasifikasi ruang terbuka hijau, ruang terbuka hijau

taman kota.

13
3) BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode pendekatan, spesifikasi penelitian, metode

pengumpulan data, dan metode analisis data.

4) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas dan menguraikan rencana tata ruang wilayah (RTRW)

dalam penyediaan RTH di kabupaten Rembang, pelaksanaan kebijakan

pembangunan taman kota sebagai salah satu wujud nyata dari RTH di

kabupaten Rembang, serta kendala dari implementasi Peraturan Daerah Nomor

14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang

Tahun 2011-2031 dalam penyediaan taman kota.

5) BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan ditarik dari uraian tentang

hasil penelitian dan pembahasan. Kemudian dari kekurangan-kekurangan yang

ditemui, penulis mencoba memberikan saran terkait pokok bahasan.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemanfaatan Ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Indonesia menggunakan rencana tata ruang wilayah sebagai pedoman dalam

upaya pemanfaatan wilayah negara yang dijadikan strategi untuk perencanaan jangka

pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Secara sederhana, eksistensi RTRW

merupakan alat keterpaduan menuju penataan ruang yang berkelanjutan dan

terencana. Pemerintah pusat mempunyai kewajiban menyelanggarakan penataan

ruang guna mengatur ruang didalam suatu wilayah/kawasan, sehingga tercipta

persyaratan yang bermanfaat secara ekonomi, sosial budaya dan politik, serta

menguntungkan bagi perkembangan masyarakat wilayah tersebut. Penataan ruang

dirumuskan dengan perencanaan tata ruang wilayah agar pemanfaatan ruang secara

optimal serta efisien bagi kegiatan usaha manusia di wilayah yang berupa

pembangunan sektoral, daerah, swasta atau masyarakat dapat dicapai dalam kurun

waktu tertentu. Tanpa adanya perencanaan tata ruang wilayah yang matang maka

dapat mengakibatkan pembangunan di berbagai wilayah Indonesia menjadi tidak

efisien dan tidak efektif, serta semakin memperlebar jarak perbedaan antara wilayah

maju dengan wilayah tertinggal. Jelasnya tanpa perencanaan RTRW yang matang,

maka dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial berskala besar. Perencanaan

tata ruang yang matang diwujudkan dengan dasar keterpaduan, hal ini hanya dapat

dilakukan bila usaha pembangunan benar-benar dilakukan secara kemitraan,

15
berkaitan dan mempertimbangkan aspek lokasi/kawasan secara kebersamaan dalam

satu kesatuan sistem. Artinya, keterpaduan dapat diwujudkan jika didukung oleh

rencana tata ruang yang memadai pada semua tingkatan, karena semua kegiatan yang

dilakukan berlangsung pada ruang tertentu atau secara sederhananya eksistensi

RTRW sebagai alat keterpaduan pembangunan.16

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, tata ruang ialah wujud struktural ruang dan pola ruang. Adapun

yang dimaksud dengan struktural pemanfaatan ruang ialah susunan unsur-unsur

pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan, sosial, lingkungan buatan yang secara

hirarkis berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan

pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja,

industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan, di mana tata

ruang tersebut adalah tata ruang yang direncanakan, sedangkan tata ruang yang tidak

direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai,

gua, gunung, dan lain.17 Penataan ruang berdasarkan aspek administratif dibagi

kedalam kelompok-kelompok secara vertikal, yakni: (a) ruang wilayah nasional; (b)

ruang wilayah provinsi; (c) ruang wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan pendekatan

penataan ruang tersebut, maka penataan ruang secara garis besar dibagi dalam dua

16
Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang,Jakarta : Kencana, 2014, halaman 184.
17
Juniarso Ridwan dan Ahcmad Sodik, Op.cit, halaman 24.

16
kelompok. Pertama, Rencana Umum Tata Ruang atau RUTR yang tersusun secara

hierarkis terdiri atas:18

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);

2. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP);

3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK).

Presiden melaksanakan wewenang penetapan RTRWN melalui peraturan pemerintah

atau PP, dengan penetapan RTRWN ini, maka seluruh ruang wilayah nasional telah

ditentukan peruntukannya berdasarkan fungsi utama kawasan dan aspek lain yang

juga dijadikan dasar dalam penataan ruang. Sedangkan Gubernur melaksanakan

wewenang penetapan RTRWP melalui peraturan daerah provinsi, serta RTRWK yang

ditetapkan dengan wewenang penetapan peraturan daerah kabupaten/kota oleh

Bupati/Walikota. Kriteria tersebut dapat berubah dan bertambah sesuai dengan

perkembangan yang dihadapi pada saat penataan ruang dilaksanakan. Hal ini

termasuk prioritas yang akan ditempuh selama kurun waktu tertentu bagi RTRW

yang bersangkutan. Kedua, Rencana Rinci Tata Ruang atau RRTR yang terdiri atas:19

1. Rencana Tata Ruang Pulau/kepulauan dan Rencana strategis kawasan

nasional;

2. Rencana Tata Ruang kawasan strategis provinsi;

3. Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR kabupaten/kota dan Rencana Tata

Ruang kawasan strategis kabupaten/kota.


18
Yunus Wahid, Op.cit, halaman 37.
19
Ibid, halaman 39.

17
Dalam hal ini RRTR pada dasarnya merupakan penjabaran dari RUTR. RRTR

merupakan sub bagian rencana yang terkandung didalam RUTR dan tidak dapat

dipisah-pisah dengan RUTR yang bersangkutan. Dengan demikian, maka RTRW ini

harus dilaksanakan secara terpadu dan tidak terpisah-pisah.

B. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

RTRWK sejatinya merupakan penjabaran dari RTRWN dan RTRWP

khususnya dalam hal pemanfaatan ruang dan perencanaan wilayah kabupaten/kota

kedalam kebijakan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota. Selain berguna

dalam kebijakan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota, RTRW juga

berperan sebagai arahan strategi pemanfaatan ruang wilayah kota. Hal ini sesuai

dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi

secara keseluruhan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke

dalam rencana struktur dan pola ruang operasionalnya.20

Gambar 1.
Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota

RTRW Nasional

20
Ibid, halaman 184.

18
RTRW Provinsi Rencana rinci
Rencana tata ruang
tata ruang
strategis Kabupaten
Kabupaten

RTRW
Rencana teknik ruang Rencana detail tata
Kabupaten ruang Kabupaten

RTRWK lain berbatasan

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1 Tahun 2009

Penyusunan RTRWK harus mengacu pada hierarki rencana tata ruang wilayah

nasional (RTRWN), rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP), pedoman dan

petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang. Selain itu RTRWK juga tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya yang memilki strata

lebih tinggi atau bertentangan RTRWK wilayah lainnya, maka dalam perumusan

RTRWK harus dipertimbangkan secara matang agar tidak bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan tersebut. Rencana tata ruang kawasan perkotaan secara jelas

dijabarkan dalam:21

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW);

2. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR);

3. Rencana Teknik Ruang (RTR).

21
Pasal 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008

19
Selain penjabaran diatas, penyusunan RTRWK juga harus memperhatikan

beberapa aspek penting lainnya, antara lain:22

a) Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan

ruang kabupaten/kota;

b) Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota;

c) Keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten/kota;

d) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e) RTRWK lain yang berbatasan.

Dalam rangka mewujudkan NKRI yang maju dan sejahtera, penataan ruang

harus diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut tertuang secara tegas

dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Penataan Ruang yang

menyatakan: “Dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang

diselenggarakan berdasarkan asas: (a) keterpaduan; (b) keserasian, keselarasan, dan

keseimbangan; (c) keberlanjutan; (d) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; (e)

keterbukaan; (f) kebersamaan dan kemitraan (g) perlindungan kepentingan umum (h)

kepastian hukum dan keadilan; dan (i) akuntabilitas”.

Adapun keterangan mengenai maksud atau makna dari masing-masing asas ini,

tertuang dalam penjelasan Pasal 2 UUPR tersebut, yakni:23

a) Asas keterpaduan, maksudnya penataan ruang diselenggarakan dengan

mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas


22
Yunus Wahid, Op.cit, halaman 100.
23
Ibid, halaman 16-19.

20
wilayah, dam lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan yang

dimaksud antara lain: pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat;

b) Asas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, maksudnya penataan ruang

diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola

ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,

keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;

c) Asas keberlanjutan, maksudnya penataan ruang diselenggarakan dengan

menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung

lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang;

d) Asas keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, maksudnya penataan ruang

diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumberdaya yang

terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas;

e) Asas keterbukaan, maksudnya ialah penataan ruang diselenggarakan dengan

memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan

informasi yang berkaitan dengan penataan ruang;

f) Asas kebersamaan dan kemitraan, maksudnya penataan ruang diselenggarakan

dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan;

g) Asas pelindungan kepentingan umum, maksudnya ialah penataan ruang

diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat;

21
h) Asas kepastian hukum dan keadilan, maksudnya penataan ruang diselenggarakan

dengan berlandaskan hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan dan

bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan

masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan

jaminan kepastian hukum; dan

i) Asas akuntabilitas, maksudnya penyelenggaraan penataan ruang dapat

dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

RTRWK menjadi dasar untuk kepentingan penerbitan perizinan lokasi

pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu berlakunya adalah 20 tahun

dan ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun. RTRWK dapat ditinjau lebih dari

satu kali dalam lima tahun dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten, hal ini

diatur dalam Pasal 26 ayat (3-7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataaan Ruang (UUPR).24

a. Kegiatan Kawasan

Pasal 5 ayat 4 UUPR menyatakan bahwa jika penataan ruang dilihat berdasarkan

kegiatan kawasan, maka akan terdiri dari penataan ruang kawasan perkotaan dan

penataan ruang kawasan perdesaan. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 4 UUPR tata

ruang yang dilaksanakan berdasarkan kegiatan kawasan, meliputi: 25

1. Tata ruang Kawasan Perkotaan

24
Loc.cit.
25
Yunus wahid, Op.cit, halaman 102.

22
Kegiatan tata ruang kawasan perkotaan meliputi tempat pemukiman,

perkotaan serta tempat pemusatan dan pendistribusian kegiatan bukan

pertanian, seperti kegiatan pelayanan jasa pemerintah, sosial, dan ekonomi.

2. Tata Ruang Kawasan Perdesaan

Kegiatan tata ruang kawasan perdesaan meliputi tempat pemukiman

perdesaan, kegiatan pertanian, kegiatan terkait pengelolaan tumbuhan alami,

kegiatan pengelolaan sumber daya alam, kegiatan pemerintahan, kegiatan

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (Penjelasan Pasal 5 ayat (4) UUPR)

Jadi, perbedaan tata ruang kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan

terletak pada kegiatan pertanian untuk kawasan perdesaan dan bukan

pertanian untuk kawasan perkotaan. Sementara untuk kegiatan sosial

ekonomi pada prinsipnya hampir sama, diera 2000-an seperti sekarang

hampir tidak bisa ditemukan lagi jarak pemisah antara pusat-pusat kota

dengan perdesaan. Permasalahannya sekarang adalah ekspansi wilayah

perkotaan yang selalu mengurangi dan mengubah fungsi lahan di kawasan

perdesaan dan harus diselesaikan melalui RTRWK.

C. Rencana Pemanfaatan RTRWK dalam Penyediaan RTH

Salah satu aspek yang menjadi gagasan materi muatan konstitusi adalah

kebijakan hukum pengelolaan lingkungan. Konstitusi yang memuat kebijakan

23
hukum pengelolaan lingkungan inilah yang oleh Jimly Asshiddiqie disebut dengan

konstitusi hijau atau green constitution. Konstitusi hijau atau green constitution yang

terdapat pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan”. Semakin lengkapnya hal-hal mendasar mengenai norma

pengelolaan lingkungan dimuat dalam konstitusi, maka semakin hijaulah suatu

konstitusi atau semakin pantas disebut konstitusi hijau dan demikian pula

sebaliknya.26

Adapun rencana penyediaan dan Pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan dapat

dilihat pada gambar berikut ini: 27

Gambar 2.
Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTH dalam RTR Kawasan Perkotaan

UU Peraturan/Kebijakan terkait Standar


Penataan (PP, Keppres, Kepmen, Literatur
Ruang Permen) dan informasi
26 SNI, Pedoman Terkait lainnya
Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan, Depok : PT. Rajagrafindo Persada, 2012,
halaman 13.
27
Peraturan MenteriPekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M Tahun 2008

PEDOMAN PENYEDIAAN DAN


PEMANFAATAN RTH DI
KAWASAN PERKOTAAN 24

Remcana Umum
Rencana Rinci
RDTR Kabupaten
Rencana
Penyediaan dan
RTR Kawasan Strategis Kota
Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau

Rencana Rinci

RDTR Kota

RTR Kawasan Strategis Kota

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan akhir Rencana Tindak Penataan RTH
Kabupaten Rembang, 2014

Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang

dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang rencana rinci tata ruang.

Berdasarkan wilayah administrasinya, penataan ruang terdiri atas penataan ruang

wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, penataan ruang wilayah

kabupaten/kota yang memiliki batasan kewenangan masing-masing dalam penataan

ruang menurut wilayah administrasinya, baik Presiden, Gubernur maupun

Bupati/Walikota.

25
Pemerintah daerah kabupaten/kota melalui Bupati/Walikotanya mempunyai

kewajiban dalam penyediaan RTH di wilayah kabupaten/kota sesuai Undang-undang

No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa perencanaan

tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH

yang luas minimalnya sebesar 30% dari keseluruhan luas wilayah kota. 28 Pemerintah

daerah kabupaten/kota dalam menyusun rencana pemanfaatan RTH di kawasan

perkotaan harus mengacu pada pedoman atau peraturan/kebijakan terkait dalam

penyediaan dan pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan yakni PP, Keppres,

Kepmen. Rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH selain dimuat dalam RTRWK,

RDTRK, atau RTRK juga dimuat dalam RTRK yang merupakan RRTR

kabupaten/kota yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota yang

diselenggarakan melalui Dinas Pertamanan, Dinas Kehutanan mtaupun Dinas

Pekerjaan Umum yang tentunya di setiap kabupaten/kota satu dengan yang lainnya

berbeda.

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau harus disusun

secara jelas, serasi, terpadu dan berkelanjutan sesuai ketentuan dalam Undang-

undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tanpa mengorbankan

kepentingan masyarakat.29

Gambar 3. Klasifikasi Ruang Terbuka

Open Space

28
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
29
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

26
Utility Green Corridor Multi-Use
Open Spaces Open Spaces Open Spaces Classification

WILDERNESS AREAS NATURAL PARK AREAS URBAN PARK AREAS URBAN DEVELOPMENT
OPEN SPACES

PROTECTED AREAS RECREATIONAL AREAS

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan akhir Rencana Tindak Penataan RTH
Kabupaten Rembang, 2014

Klasifikasi ruang terbuka maupun ruang terbuka hijau didasarkan pada suatu

kriteria di mana penggunaan lahan RTH harus dapat merefleksikan unsur dan struktur

alaminya. Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari ruang terbuka (open space).

Dalam klasifikasi ini ruang terbuka (open space) dibagi dalam 4 (empat) kategori

utama (Urban Planning and Design Criteria, second edition), yaitu:30

1. Ruang terbuka utilitas (utility spaces)

2. Ruang Terbuka Hijau (green open spaces)

3. Ruang terbuka koridor (corridor spaces)

4. Ruang Multiguna (multi-use classification)

30
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 9.

27
Klasifikasi ke empat (multi-use classification) adalah lahan yang mengandung

unsur dan struktur alami tetapi dapat berperan dalam beberapa penggunaan. Kriteria

klasifikasi ruang terbuka maupun ruang terbuka hijau didasarkan pada :31

1. Kegunaan fungsi utama (primary functional use)

2. Keterkaitan terhadap pembangunan (relation to development values)

3. Luas lahan (size of land)

4. Ruang kota dan desa (urban-rural)

5. Intensitas penggunaan (intensity of use)

6. Karakteristik lahan (land characteristics)

7. Kondisi lainnya (other conditions)

Oleh karena itu RTH merupakan bagian dari ruang terbuka (open space) yang

diklasifikasikan sebagai ruang atau lahan yang mengandung unsur dan struktur alami.

RTH ini dibedakan dalam dua macam yaitu RTH alami dan RTH binaan :32

a. RTH alami terdiri dari daerah hijau yang masih alami (wilderness area), daerah

hijau yang dilindungi agar tetap dalam kondisi alami (protected area), dan

daerah hijau yang difungsikan sebagai taman publik tetapi tetap dengan

mempertahankan karakter alam sebagai basis tamannya (natural park areas).

b. RTH binaan terdiri dari daerah hijau di perkotaan yang dibangun sebagai taman

kota (urban park areas), daerah hijau yang dibangun dengan fungsi rekreasi bagi

warga kota (recreational areas), dan daerah hijau antar bangunan maupun
31
Loc.cit
32
Ibid, halaman 9.

28
halaman-halaman gedung yang digunakan sebagai area penghijauan (urban

development open spaces). Khusus daerah hijau di kawasan perkotaan dapat

dikembangkan sebagai plaza, square, jalur hijau jalan maupun sabuk hijau kota

(greenbelt).

a. Wilderness Area adalah kawasan yang yang masih murni alami untuk

melindungi pemandangan yang indah, formasi geologi yang unik, atau

mempunyai nilai ekologis tinggi. Sebagai habitat satwa liar yang dilindungi,

dan minimal akses kekawasan. Kawasan ini juga ditujukan untuk melindungi

kawasan alami yang unik dan bernilai tinggi, terutama untuk tujuan

preservasi lingkungan alam.

b. Protected Areas merupakan kawasan alami yang harus dilindungi dari

berbagai kegiatan pembangunan untuk tujuan mempertahankan nilai alami

dan pemandangan yang indah (protection of special areas of scenic and

other natural values). Termasuk dalam lingkup mini adalah: Wildlife

Refuges; Scenic Areas; Areas of Cultural or Historical Interest or Value;

Coastline and Shore Areas.

c. Natural Park Areas merupakan kawasan alami yang dapat diakses oleh

publik tetapi tetap mengedepankan perlindungan kawasan. Termasuk dalam

lingkup ini adalah: National Parks and Forest; State Park; Natural

Environment Areas; Regional Parks (large-scale parks).

29
d. Urban Park Areas merupakan kawasan alami yang ada di wilayah kota yang

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk rekreasi, edukasi maupun

interaksi sosial. Termasuk dalam lingkup ini adalah: Botanical Garden;

Arboretum; Wooded Areas; Zoos; Nature Trails, Riding Areas; Special

open-air facilities: fairgrounds, aquarenas, amphitheaters, outdoor cultural

facilities; Boating and other water facilities.

e. Recreational Areas merupakan kawasan rekreasi alami maupun binaan yang

ditujukan untuk rekreasi masyarakat. Termasuk dalam lingkup ini adalah:

f. Recreation Lands, kawasan rekreasi yang berbasis keunikan pemandangan,

keunikan geologi maupun keunikan alam (natural features) Recreation Sites,

pada umumnya merupakan tapak yang dibangun untuk rekreasi masyarakat

seperti Camping ground, Area Piknik.

g. Urban Recreation Areas merupakan tempat rekreasi di perkotaan yang

banyak dikunjungi masrakat. Termasuk dalam hal ini adalah: Lapangan golf,

Playground, Swimming pool, Lapangan tenis.

h. Urban Development Open Spaces merupakan lahan hijau di kawasan kota

berupa Greenbelt, Greenways, Buffer, Plazas, Squares, Building entaourage,

Setback and Open Space araound building for planting.

RTH mempunyai hakikat dasar sebagai suatu lahan/kawasan, baik berbentuk

area atau jalur yang mengandung unsur dan struktur alami yang ditumbuhi berbagai

tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak perdu dan pohon

30
atau tanaman tinggi berkayu diatas lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai

ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun.

Sedangkan RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu

wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik,

introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang

dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,

kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.33

Sebagai gambaran, ruang terbuka dapat dibedakan menjadi RTH alami dan

RTH non-alami/binaan. RTH alami berupa kawasan hutan lindung, habitat satwa liar,

kawasan lindung dan taman nasional. Sedangkan RTH binaan adalah taman, lapangan

olahraga, taman makam, jalur hijau jalan dan sebagainya. Di Indonesia Ruang

Terbuka Hijau banyak dikelola oleh instansi pemerintah, yang sering disebut sebagai

RTH Publik, sedangkan RTH yang dikelola oleh masyarakat, swasta dan individu

disebut sebagai RTH Privat.34

RTH dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis dan bentuknya, seperti RTH

Pertanian, RTH Kehutanan, RTH Pertamanan, RTH Olahraga, RTH Pemakaman dan

berbagai jenis RTH lainnya. Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, terutama

RTH Publik pada umumnya dikelola oleh instansi pemerintah. Seperti taman-taman

kota, taman lingkungan, dan taman interaksi dikelola oleh Dinas Pertamanan; Hutan

33
Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30%! Resolusi (kota) Hijau, Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2011, halaman 91.
34
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 14.

31
lindung, hutan kota, hutan rekreasi, taman hutan raya dikelola oleh Dinas Kehutanan;

sedangkan Jalur Hijau dikelola oleh berbagai instansi terkait seperti jalur hijau jalan,

jalur hijau sungai, jalur hijau pantai dan sebagainya. Sedangkan RTH Privat adalah

lahan disekitar bangunan berupa halaman atau pekarangan berupa taman bangunan

maupun taman-taman rekreasi yang dikembangkan oleh pihak swasta.35

Sedangkan, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun

2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di

Kawasan Perkotaantersebut RTH dapat dikategorikan sebagai kawasan hijau lindung

dan kawasan budidaya/kawasan hijau Binaan.36

1. Kawasan Hijau Lindung, adalah bagian dari kawasan hijau yang memiliki

karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat

setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.

2. Kawasan Hijau Binaan/Hijau Budidaya, adalah sebagian dari kawasan hijau di

luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina malalui

penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang

diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis

maupun sarana sosial kota yang sesuai untuk fungsi penghijauan tersebut.

Adanya penetapan kawasan hutan lindung yang berhadapan langsung dengan

kawasan hijau binaan/budi daya merupakan hal mendasar dalam perlindungan

35
Ibid, halaman 15.
36
Ibid, halaman 8.

32
dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) sebagai upaya pelestarian fungsi

lingkungan hidup guna menjamin kepentingan manusia secara lintas generasi. 37

Kawasan lindung, termasuk didalamnya yaitu kawasan hutan lindung, kawasan

bergambut, kawasan resapan air, sekitar danau/waduk, sekitar mata air, kawasan

suaka alam, termasuk pada laut dan perairan lainnya, kawasan pantai/bakau, taman

nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu

pengetahuan, dan kawasan rawan bencana alam.38

D. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Hak Publik

Kota hijau adalah kota yang dibangun dengan memanfaatkan ruang publik

yang lebih alami dan tidak membahayakan kesehatan serta keselamatan

penduduknya. Keberadaan ruang publik diperlukan untuk mendukung manusia dalam

memenuhi kebutuhannya. Hal ini sejalan dengan pemenuhan hak-hak publik untuk

dapat menikmati dan memanfaatkan RTH sebagai fasilitas publik. Keberadaan RTH

dengan segala fungsinya secara tidak langsung akan mendukung kesehatan manusia

baik sehat secara fisik maupun rohani karena ketersediaan tempat untuk berolahraga,

rekreasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain. Bahkan RTH dapat menjadi alat

ukur bagi proses demokrasi suatu wilayah kabupaten/kota karena ketersediaannya

adalah sebagai bukti bahwa hak masyarakat akan ruang terbuka sudah dipenuhi suatu

37
Yunus Wahid, Op.cit, halaman 97.
38
Ibid, halaman 91.

33
wilayah tersebut. Maka sudah merupakan kewajiban pemerintah daerah

kabupaten/kota untuk membangun kota terencana dengan efisien dan cerdas.39

Pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai penyelenggara hak publik,

hendaknya memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pemerintah daerah

sendiri sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat sebagai subjek yang terkena

dampak dari kebijakan. Mayarakat perkotaan berhak mendapatkan pelayanan publik

berupa penyediaan RTH taman kota sebagai salah satu perwujudan pemenuhan hak

publik.40

Hak-hak publik yang berkaitan dengan RTH dalam penataan ruang yakni:41

a. Mengetahui rencana tata ruang;

b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunann yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

39
Nirwono Joga, Gerakan Kota Hijau, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013,
halaman 4.
40
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Op.cit, halaman 66.
41
Pasal 60 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007

34
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin

apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang

menimbulkan kerugian.

Suasana kota yang padat bangunan dengan dinamika kehidupan yang serba

cepat dan rutinitas pekerjaan sehari-hari membuat warga cepat jenuh. Warga

membutuhkan suasana baru untuk bersantai dan keluar dari rutinitas sehari-hari.

Mereka membutuhkan tempat rekreasi dan wisata alami. Oleh karena itu, keberadaan

RTH mendukung ketersediaan tempat sebagai sarana rekreasi dan interaksi sosial

masyarakat untuk memenuhi hak publik.42

Tidak optimalnya RTH kota akan berdampak pada masyarakat di perkotaan,

dampak negatif dari tidak optimalnya RTH dimana RTH kota tersebut tidak

memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak

fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selanjutnya

menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama

dalam bentuk/kejadian:43

a. Menurunnya kenyamanan kota penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah

(pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat,

dll);

b. Menurunkan keamanan kota;

42
Ibid, halaman 97-101.
43
Nirwono Joga, Greenesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014, halaman 99.

35
c. Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artefak alami sejarah

yang bernilai kultural tinggi;

d. Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan

masyarakat secara fisik dan psikis), misalnya karena :

 Tidak terserap partikel timbal;

 Tidak ternetralisirnya bahaya hujan asam;

 Tidak terserapnya karbon-monoksida (CO);

 Tidak terserapnya karbon-dioksida (CO2);

 Tidak teredamnya kebisingan; dan

 Tidak tertahannya hembusan angin.

Untuk mencapai luasan RTH kota sebesar 30% sesuai amanat Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah daerah perlu

mengembangkan strategi baru untuk mempercepat pencapaian target RTH 30%

yaitu:44

1) Pertama, menetapkan daerah yang tidak boleh dibangun. Pertanyaan esensial

dalam pembangunan adalah bukan di mana boleh membangun tetapi justru di

mana tidak boleh membangun. Daerah-daerah yang sensitif terhadap perubahan

harus dipreservasi atau dikonservasi agar fungsi lingkungan tetap terjaga, seperti

habitat satwa liar, daerah dengan keanekaragaman hayati tinggi, daerah genangan

44
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 133-137.

36
dan penampungan air, daerah rawan longsor, tepian sungai/pantai sebagai

pengaman ekologis dan daerah-daerah yang memiliki nilai pemandangan tinggi.

2) Kedua, membangun lahan hijau baru. Pemerintah daerah membeli lahan untuk

RTH areal berupa taman lingkungan di perkampungan padat penduduk, taman

kota, taman pemakaman, lapangan olahraga, hutan kota, kebun raya, hutan

mangrove, dan situ/danau buatan baru, serta RTH jalur untuk jalur hijau jalan,

tepi sungai, situ, jalur rel kereta api, dan dibawah jalur tegangan tinggi.

Peremajaan kota di perkampungan padat penduduk dan bangunan maupun

pembangunan kawasan terpadu ramah lingkungan. Keterbatasan anggaran dapat

disiasati dengan melibatkan partisipasi masyarakat (Program Mitra Hijau)

sebagai tanggung jawab sosial korporasi (CSR) dalam membangun RTH kota.

3) Ketiga, mengembangkan koridor ruang hijau kota (links). Penataan pohon besar

secara massal untuk menciptakan koridor ruang hijau kota di sepanjang potensi

ruang jalur hijau sempadan sungai, tepian situ dan waduk, jalan tol, sempadan rel

kereta api, saluran umum tegangan tinggi, jalur pipa gas, dan pantai utara. Perlu

dibuat rencana induk RTH sebagai media diskusi saat sosialisasi, koordinasi, dan

konsolidasi antar instansi terkait.

4) Keempat, mengakuisisi RTH privat untuk mengejar target RTH privat sebesar

10% (kuantitas) dibayang-bayangi kecenderungan penurunan RTH privat untuk

37
berbagai keperluan bangunan. Perlu peraturan ketat terhadap pelaksanaan

koefisien dasar hijau (KDH) dan pemberian kompensasi insentif dan disinsentif.

5) Kelima, merefungsi RTH eksisting, merehabilitasi atau merestorasi RTH dan

penghijauan kembali kawasan hutan merupakan upaya meningkatkan kualitas

RTH. Pemerintah daerah harus merevitalisasi situ, danau, waduk, dan hutan

mangrove sebagai daerah resapan air. Refungsionalisasi RTH yang masih

digunakan fungsi lain, seperti SPBU di jalur hijau dan sempadan sungai yang

masih diokupasi masyarakat. Taman lingkungan, halaman sekolah, kantor, dan

area parkir dirumputi kembali agar berdaya serap air besar.

6) Keenam, menghijaukan langit kota. Akibat keterbatasan lahan, trend

pembangunan RTH dilakukan ke atap-atap bangunan menjadi taman atap dan

dinding hijau. Penghijauan bangunan, meski tidak menambah luasan RTH privat

akan tetapi upaya ini patut tetap didukung karena secara ekologis mampu

menurunkan suhu kota, menyerap gas polutan, meredam pemanasan pulau dan

radiasi sinar matahari, meredam sinar matahari, meredam tingkat kebisingan,

menyerap air hujan, menyimpan air sementara di lapisan tanah, mendinginkan

atap dan bangunan (insultasi alami), serta menghasilkan oksigen. Untuk

mengurangi krisis pangan, taman atap dapat dijadikan kebun sayuran dan buah-

buahan, serta apotek hidup.

38
7) Ketujuh, menyusun kebijakan hijau. Meningkatkan keyakinan kepada jajaran

pimpinan pemerintah daerah dan anggota dewan legislatif akan pentingnya

pengembangan RTH akan menentukan kelancaran penyediaan anggaran yang

besar untuk pembangunan RTH baru. Pemerintah daerah dapat melakukan

peningkatan kesadaran aparat lintas sektoral dalam pengembangan RTH.

8) Kedelapan, memberdayakan komunitas hijau. Partisipasi masyarakat sangat

diperlukan karena pada kenyataanya sebagian besar lahan hijau berada dibawah

kepemilikan masyarakat dan swasta (RTH privat). Ini merupakan pergeseran

model pembangunan kota dari tanggung jawab pemangku kepentingan menjadi

tanggung jawab bersama.

Tujuan pembangunan RTH sebagai infrastruktur hijau di wilayah perkotaan

adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar,

indah, dan bersih, sebagai sarana lingkungan perkotaan. Pembangunan RTH juga

menciptakan keserasian lingkungan alami dan lingkungan binaan yang berguna untuk

kepentingan masyarakat, dan menciptakan kota yang sehat serta layak huni.45 Hal ini

sesuai dengan prinsip asas keterpaduan yang menjadi landasan dalam penataan ruang

bahwa dalam penataan ruang harus memperhatikan unsur kepentingan bersama.

45
Ibid, halaman 97-101.

39
E. Ruang Terbuka Hijau Taman Kota

Taman kota merupakan suatu kawasan ruang terbuka hijau di wilayah

perkotaan, lengkap dengan segala fasilitasnya untuk kebutuhan masyarakat kota

sebagai tempat rekreasi secara aktif maupun pasif. Secara estetika, keberadaan

taman kota mampu memberikan efek visual berupa bangunan-bangunan arsitektural

yang indah di dalam ruang kota dan efek psikologis berupa tempat rekreasi yang

menimbulkan rasa nyaman dan tentram guna menurunkan tingkat stress akibat

kegiatan sehari-hari.

Selain itu kota juga memiliki peranan penting sebagai paru-paru kota,

pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, serta habitat berbagai flora dan

fauna. Penataan taman kota di suatu kawasan tidak asal jadi, tetapi tujuan penyebaran

tamannya harus jelas dan stategis. Seperti penempatan lokasi, luas taman,

kelengkapan sarana dan prasarana, keamanan dan kenyamanan harus sesuai dengan

kebutuhan standar kota. Apabila luas taman kota dan jumlah taman seimbang, dapat

memberikan citra kota yang asri dan berwawasan lingkungan.46

Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam membangun kota harus didukung

dengan sistem jaringan RTH terstruktur, meliputi taman/kebun rumah, taman

lingkungan, taman kota, lapangan olahraga, makam, hutan kota/lindung/mangrove,

kebun raya, dan daerah tangkapan air (situ/waduk/danau) dihubungkan koridor

46
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 130.

40
pepohonan jalur hijau jalan, jalur pejalan kaki dan pesepeda, kali, hutan lindung

kawasan industri, dan pengolahan sampah ramah lingkungan.

Pemerintah daerah kabupaten/kota harus menyediakan taman kota yang

ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota.

Pembangunan taman-taman (parks), meliputi taman kota, taman-taman lingkungan

serta taman-taman interaksi yang ada di kawasan pemukiman penduduk. Taman kota

memiliki berbagai fungsi dalam perkotaan, yaitu dapat mengurangi pencemaran,

meredam kebisingan, memperbaiki iklim mikro, sebagai daerah resapan dan

penyangga sistem kehidupan dan keamanan. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH

lapangan hijau, RTH yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan

kompleks olahraga dengan minimal RTH 30%.47 Semua fasilitas tersebut

dipergunakan dan bersifat terbuka untuk umum. Sebagai contoh kelengkapan taman

ini adalah sebagai berikut:48

Tabel I.
Contoh Kelengkapan Fasilitas Taman Kota
Jenis Taman Ruang hijau Fasilitas Vegetasi
Aktif 60-70% 1. Lapangan terbuka 1. Setidak-tidaknya 25
2. Trek lari dengan lebar 5 m dan pohon (pohon sedang
panjang 325 m dan kecil)
3. WC umum 2. Semak
4. 1 unit kios (jika diperlukan) 3. Perdu
5. Kursi-kursi taman 4. Penutup tanah
Pasif 70-90% 1. Sirkulasi jalur pejalan kaki, lebar 1. Setidak-tidaknya 50
1,5 – 2 m pohon (pohon sedang
2. WC umum dan kecil)
3. 1 unit kios (jika diperlukan) 2. Semak
4. Kursi-kursi taman 3. Perdu
4. Penutup tanah

47
Ibid, halaman 54.
48
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008

41
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Selain sebagai area hijau, taman kota menjadi tempat rekreasi paling mudah

dijangkau, murah meriah dan menyegarkan lingkungan dengan mengurangi polusi.

Keberadaan taman kota menjadi sangat penting karena juga berperan sebagai daerah

resapan air hujan, khususnya di kota besar, yang sebagian besar daerah resapan airnya

semakin berkurang. Maka keberadaan taman kota menjadi salah satu bentuk ruang

terbuka hijau yang sangat dibutuhkan fungsinya.49

Taman kota harus dirancang khusus agar siap bermetamorfosis menjadi ruang

evakuasi. Fasilitas di dalam taman haruslah lengkap, yakni menyediakan modul untuk

pemasangan cepat tenda-tenda darurat untuk tempat tinggal sementara, dapur umum,

sekolah dan ruang bermain anak jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam. Taman

dilengkapi toilet umum, pompa hidran untuk cadangan persediaan air bersih, dan

cadangan listrik berbasis energi surya. Taman dapat menjadi daerah resapan air, paru-

paru kota, dan tempat wisata warga. Taman kota di perkotaan dapat diklasifikasikan

menjadi dua jenis yakni:50

a. Taman aktif

Taman yang memiliki fungsi sebagai tempat bermain, dengan dilengkapi elemen-

elemen pendukung taman bermain antara lain ayunan, patung, dan sebagainya.

b. Taman pasif
49
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 131.
50
Ibid, halaman 36.

42
Taman ini hanya sebagai elemen estetis saja, sehingga kebanyakan untuk menjaga

keindahan tanaman di dalam taman tersebut akan dipasang pagar di sepanjang sisi

luar taman.

Taman-taman penghubung harus bisa membuat pejalan kaki dan pesepeda

nyaman ke berbagai tempat tujuan. Pemerintah kota perlu memperbanyak RTH baru

berupa taman evakuasi bencana di kawasan padat penduduk dan padat bangunan,

taman kota taman makam, lapangan olahraga, dan hutan kota, revitalisasi situ dan

hutan mangrove, penghijauan atap dan dinding bangunan (roof and wall garden),

serta pengembangan pertanian kota. Ada 8 cara untuk mewujudkan sebuah taman

yang benar-benar ramah lingkungan, yaitu:51

1) Sejak awal konsep perencanaan dan pembangunan taman dijiwai untuk

mewujudkan sebuah taman yang ramah lingkungan yaitu untuk mendorong kota

menuju kota hijau (green planning and design), selaras dengan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2) Taman yang difungsikan sebagai sarana edukasi, yakni berguna untuk

pengenalan berbagai jenis pohon dan satwa liar untuk memberikan suasana

belajar mengajar bagi siswa di ruang terbuka. Taman difungsikan sebagai sarana

ekologis yakni sebagai penyerap air, penghasil oksigen, habitat satwa liar yang

51
Nirwono Joga, Greenesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014, halaman 135-137.

43
sangat berguna bagi habitat perkotaan dan taman difungsikan sebagai sarana

ekonomi untuk meningkatkan nilai jual kawasan.

3) Pembangunan taman harus mengutamakan penyediaan pedestrian atau jalur

pejalan kaki/trotoar, zebra cross, dan jalur sepeda (tipe bike route). Hal ini untuk

melindungi para pejalan kaki dan pesepeda dari bahaya kendaraan bermotor.

Sistem jalur pedestrian yang baik juga akan mengurangi keterikatan masyarakat

terhadap penggunaan kendaraan bermotor di kawasan pusat kota, sehingga dapat

mengurangi dampak polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan-kendaraan

bermotor.

4) Pembangunan taman harus diikuti dengan penyediaan pos jaga dan toilet umum

yang dibangun saling berdekatan atau disatukan (untuk hemat lahan, praktis,

keamanan) dirancang memenuhi standar bangunan hijau. Bangunan pos jaga dan

toilet dibuat tanpa AC di bawah keteduhan pohon, dinding kaca menerangi

ruangan sepanjang hari sekaligus memudahkan pengawasan taman oleh para

petugas jaga.

5) Pembangunan taman harus dilengkapi dengan keberadaan polder di dalam taman.

Keberadaan polder di dalam taman ini dapat memberikan banyak keuntungan

terhadap taman, yakni sebagai pengendali banjir, suplai air untuk penyiraman,

dan menurunkan suhu udara sekitar. Selain tersedia polder, kawasan taman

idealnya juga harus mengembangan sistem ekodrainase dan zero runoff yang

dilengkapi sumur resapan air dan lubang biopori yang bertujuan menyerap air

44
sebanyak-banyaknya dengan menampung air hujan dan limbah air bersih ke

daerah resapan/tangkapan air.

6) Pengelolaan sampah, di dalam kawasan taman harus dilengkapi tempat sampah

organik dan anorganik, serta komposter untuk mengolah sampah organik menjadi

kompos yang dapat dimanfaatkan kembali yakni digunakan untuk pemupukan

pohon.

7) Taman harus berorientasi pada gerakan hemat energi sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor

70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Kawasan taman dilengkapi dengan

panel-panel surya yang diletakkan di atas pos jaga dan toilet yang bertujuan

untuk menyimpan energi listrik yang disalurkan untuk penerangan taman dan

menggerakkan pompa air penyiraman serta menyediakan pasokan listrik untuk

mengisi ulang baterai telepon genggam dan peralatan elektronik lainnya bagi

warga masyarakat yang berada di taman.

8) Taman kota diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh warga sekitar,

untuk berolahraga atau bersantai sambil belajar. Komunitas hijau (green

community) yang sudah banyak hadir di perkotaan diharapkan dapat

memanfaatkan taman kota untuk beraktivitas sekaligus menghidupkan taman.

45
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Pendekatan penelitian dipakai untuk menentukan dari sisi mana sebuah obyek

penelitian akan dikaji. Metode dalam penulisan hukum ini menggunakan metode

pendekatan yuridis empiris, yaitu pendekatan masalah yang diteliti dengan sifat

hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat,52 atau

dengan kata lain pendekatan yang berdasarkan hukum yang berlaku dan berdasarkan

52
Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
Bandung : Penerbit Mandar Maju, 1995, halaman 61.

46
kenyataan dalam praktek di lapangan. Yuridis disini karena penulis akan menelaah

kaidah-kaidah idealitas hukum dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan penataan ruang yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan RTRW

kabupaten Rembang yakni Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW

Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031. Sedangkan empiris karena penulis berusaha

menampilkan kondisi realitas hak publik pada taman kota sebagai salah satu wujud

nyata dari penyediaan RTH. Metode penelitian yuridis empiris bertujuan untuk

memperoleh pengetahuan atau data tentang bagaimana pelaksanaan pembangunan

taman kota dan RTH lainnya untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang

diangkat.53 Oleh karena itu penulis akan mengadakan penelitian langsung di lapangan

dengan maksud mendapatkan data yang obyektif dan valid sebagai bahan hukum

primer.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini ialah deskriptif analitis, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat

tertentu, yang biasanya dalam penelitian ini peneliti sudah mendapatkan data awal

tentang permasalahan yang akan diteliti. Dikatakan deskriptif analitis karena

penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis, dan

menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan hak publik

53
Hilman Hadikusuma, Op.cit, halaman 62.

47
atas RTH berdasar Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW

Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 dalam hal penyediaan taman kota.

C. Metode Penentuan Sampel

Penarikan sampel merupakan suatu proses dalam memilih suatu bagian yang

representatif dari sebuah populasi. Penelitian sampel merupakan cara penelitian yang

dilakukan hanya terhadap sampel-sampel dari populasi saja, cara ini kerapkali dipilih

karena alasan efisiensi dan efektifitas. Karena sampel itu lebih kecil dari populasi

maka pengumpulan dan pengolahan data dapat dilakukan lebih cepat, selanjutnya

karena sampel merupakan bagian dari populasi maka biaya pengumpulan informasi

menjadi lebih rendah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non

random sampling karena tidak semua individu dalam populasi diberi kesempatan

untuk menjadi anggota sampel. Metode penentuan sampel dilakukan berdasarkan

purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel bertujuan dilakukan dengan cara

mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dipilih

karena alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya54.

Sampel dalam penelitian ini adalah diambil dari populasi pegawai Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, yakni :

1. Kepala Seksi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang;

54
Gatut, P.S, Tinjauan Yuridis atas Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Lembaga
Pengadaan secara Elektronik (Lpse) sesuai Perpres Nomor 70 Tahun 2012 : Studi Kasus di Lpse
Kementerian Keuanganwilayah Jawa Tengah, Skripsi, Semarang : Universitas Diponegoro, 2014.

48
2. Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Rembang.

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum merupakan suatu cara untuk memperoleh data

yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan

hukum yang digunakan ialah teknik pengumpulan bahan hukum primer dan teknik

pengumpulan bahan hukum sekunder yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Primer

Teknik pengumpulan bahan hukum primer yaitu teknik pengumpulan bahan

hukum yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian

untuk mencari data-data lengkap dan valid yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti yakni tentang RTH taman kota di kabupaten Rembang. Teknik ini

dilakukan melalui:

a. Wawancara

Penulis akan berusaha mendapatkan bahan hukum primer dengan cara

melakukan penelitian di lapangan, yaitu melakukan penelitian langsung pada

instansi yang menjadi obyek penelitian dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Rembang. Adapun bahan hukum primer ini diperoleh dengan

cara wawancara langsung. Salah satu metode pengumpulan data dengan cara

49
komunikasi, yakni melalui kontak antara peneliti (pewawancara) dengan

sumber data (responden).55 Wawancara dilakukan secara langsung, artinya

peneliti (pewawancara) berhadapan langsung dengan responden untuk

menanyakan secara lisan hal-hal yang diinginkan, dan jawaban responden

dicatat oleh pewawancara.56 Wawancara langsung ini dilakukan dengan

metode bebas terpimpin yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu

pertanyaan dengan ditambah variasi-variasi pertanyaan yang disesuaikan

dengan kondisi dan situasi pada saat wawancara dilakukan agar tidak

menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan. Wawancara ini

dilaksanakan dengan narasumber Suhardi selaku Kepala Seksi dan Ir. Endro

Riyadi, M.M selaku Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.

b. Metode Observasi

Observasi atau yang sering disebut pula dengan pengamatan merupakan

kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan

seluruh alat indra.57 Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara

mengamati secara langsung terhadap obyek penelitian kemudian mencatat

gejala-gejala dan kondisi nyata yang ditemukan di lapangan untuk

55
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2006, halaman 155.
56
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004, halaman 72.
57
Ibid, halaman 156.

50
melengkapi bahan hukum yang diperlukan sebagai acuan yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian yakni terhadap RTH di kabupaten

Rembang, khususnya taman kota.

2. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Sekunder

Teknik pengumpulan bahan hukum sekunder ialah teknik pengumpulan data

yang dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang dapat

mendukung teknik pengumpulan data primer. Teknik pengumpulan bahan hukum

sekunder dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut :

a. Penelitian kepustakaan

Penelitian kepustakaan merupakan suatu tekhnik pengumpulan data untuk

mendapatkan data yang bersifat sekunder. Sumber data diperoleh melalui studi

kepustakaan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, literatur-

literatur, dokumen-dokumen resmi dan tulisan para ahli atau hasil penelitian-

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan RTRW dan RTH. Bahan pustaka

yang juga disebut sebagai bahan hukum sekunder dapat diperoleh dari

perpustakaan.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Tersier

Teknik pengumpulan bahan hukum tersier merupakan teknik pengumpulan

bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan lebih lanjut

51
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya seperti kamus dan

ensiklopedia.

E. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan tahapan akhir berupa proses pengolahan data untuk

menghasilkan informasi yang lebih mudah dimengerti dan diinterpretasikan yang

akan berguna dalam penarikan kesimpulan. Data-data yang telah terkumpul tersebut

diteliti dan dianalisis dengan menggunakan metode berpikir induktif, yaitu pola

berpikir yang dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang sifatnya

khusus, kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya umum untuk mencapai kejelasan

permasalahan yang dibahas. Metode analisis data yang dipergunakan dalam

penyusunan karya ilmiah ini menggunakan metode analisis kualitatif dan deskriptif

analitis.

Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

metode kualitatif, yaitu penelaahan data dan fakta di Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Rembang dengan berdasarkan logika dalam bentuk penjelasan dalam

kata-kata dan bersifat deskriptif.58 Pada metode kualitatif tidak perlu diperhitungkan

jumlah data yang dianalisis, melainkan memperhitungkan data dari kemampuannya

mewakili keadaan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hasil dari penelitian dan

58
Suharsimi Arikunto, Op.cit, halaman 239.

52
analisis data tersebut akan disusun dalam bentuk laporan yang sistematis berupa

karya ilmiah atau penulisan hukum.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyediaan RTH dalam Konteks RTRW Kabupaten Rembang

1. Profil Umum Kabupaten Rembang

53
Kabupaten Rembang adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa

Tengah. Kota yang dikenal sebagai kota garam ini merupakan kota dengan kondisi

topografi datar sampai dengan dataran berbukit-bukit dan pegunungan. Kabupaten

Rembang secara geografis terletak pada koordinat 111º BT – 111º 30’ BT sampai 6º

30’ sampai 7º 60’ LS. Wilayah kabupaten Rembang memiliki jenis iklim tropis

dengan suhu maksimum mencapai 33 ˚C dan suhu rata-rata 23˚C yang dipengaruhi

lautan. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW

Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031, disebutkan bahwa luas wilayah kabupaten

Rembang seluruhnya 101.408 ha yang terdiri dari 14 kecamatan. Adapun batas-batas

administratif wilayah kabupaten Rembang adalah sebagai berikut :59

a. Sebelah Utara : Laut Jawa

b. Sebelah Timur : Kabupaten Tuban

c. Sebelah Selatan : Kabupaten Blora

d. Sebelah Barat : Kabupaten Pati

Berdasarkan penggunaan lahan, wilayah kabupaten Rembang terdiri dari

tanah sawah dan tanah kering. Tanah kering di kabupaten Rembang mencapai luas

70,45% dari luas wilayah kabupaten Rembang seluruhnya. Beberapa daerah bahkan

diketahui mengandung karst atau kapur yang sekarang sedang dimanfaatkan untuk

investasi pembangunan pabrik semen. Tanah kering paling luas terdapat di kecamatan

59
Bappeda Kabupaten Rembang, Proposal Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) Kabupaten
Rembang, Rembang: 2011, halaman 4.

54
Sale, sedangkan yang paling sedikit terdapat di kecamatan Kaliori. Hal ini

dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah di daerah tersebut. Lain halnya dengan

tanah kering, tanah sawah yang paling luas di kabupaten Rembang terdapat di

kecamatan Kaliori dan yang paling sedikit terdapat di kecamatan Gunem. Dari data

diatas maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan penggunaan lahan di wilayah

kabupaten Rembang mayoritas merupakan tanah kering yang tersebar di semua

bagian wilayah kabupaten Rembang.60

Pemerintah kabupaten Rembang menetapkan kawasan perkotaan kabupaten

Rembang sebagai pusat kegiatan lokal atau yang selanjutnya disebut dengan PKL

yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan kabupaten Rembang, pusat pemerintahan

kecamatan Rembang, pusat permukiman, pusat transportasi wilayah, pusat

perdagangan dan jasa, pusat pengembangan industri, pengembangan perikanan dan

kelautan, dan pariwisata. Dalam rangka memenuhi fungsinya diperlukan sarana dan

prasarana pendukung kegiatan masyarakatnya. Hal ini menimbulkan berkurangnya

lahan hijau akibat peningkatan lahan terbangun untuk mendukung fungsi perkotaan

Rembang dan menjamin hak-hak publik masyarakat. Kabupaten Rembang sebagai

pintu gerbang Jawa Tengah dari arah timur memberikan kesan pertama terhadap Jawa

Tengah. Oleh karena itu diperlukan strategi khusus dalam melakukan penataan

perkotaan kabupaten Rembang sehingga dapat memberikan kesan yang positif

terhadap Jawa Tengah.61

60
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 78.
61
Bappeda Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 60.

55
2. Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang dalam Penataan
RTRW Kabupaten

Peraturan penataan ruang tersusun secara hierarki berdasarkan wilayah

administratifnya yakni RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten.

Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang mempunyai kewenangan dari pemerintah

pusat dalam menyelenggarakan penataan ruang di daerahnya, hal ini diwujudkan

dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011

tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 yang mengacu pada RTRW

Provinsi Jawa Tengah yakni Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun

2010 Tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029. Sistem pemerintahan

daerah ini merupakan perwujudan dari asas dekonsentrasi melalui penyerahan

kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Rembang dalam

hal penataan ruang. Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang juga memiliki

kewenangan desentralisasi yang diwujudkan dalam rencana penyediaan dan

pemanfaatan RTH sesuai dengan tuntutan kehidupan dan kondisi lingkungan di

wilayah kabupaten Rembang. Selain kewenangan dalam menyelenggarakan RTRW

Kabupaten dan rmenyelenggarakan rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH,

pemerintah daerah Kabupaten Rembang juga memiliki tugas pembantuan untuk

membantu pemerintah pusat mengenai penataan ruang dengan merencanakan RDTR

Kabupaten dan RTR kawasan strategis Kabupaten. Pemerintah kabupaten Rembang

memiliki kewenangan dalam hal merencanakan, mengatur, membina, dan mengawasi

pelaksanaan penataan ruang di wilayahnya, serta melaksanakan kerjasama antar

56
kabupaten/kota lainnya dalam hal penataan ruang dengan mengikut sertakan peran

masyarakat kabupaten Rembang.

Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW

Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031 ini memuat kebijakan, pola, struktur dan

arahan pemanfaatan penataan ruang wilayah kabupaten yang dapat dijabarkan

sebagai berikut:62

1. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang terdapat pada Bab III Pasal 7-

11 Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011;

2. Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang terdapat pada Bab IV Pasal 12-31

Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011;

3. Penetapan kawasan strategis wilayah kabupaten yang terdapat pada Bab V

Pasal 32-33 Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011;

4. Sedangkan untuk arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dan ketentuan

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang terdapat pada Bab

IV dan VII Pasal 41-65 Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun

2011.

Perumusan suatu peraturan daerah kabupaten/kota harus memuat ke-4 penyusunan

rencana tata ruang wilayah kabupaten tersebut, sehingga Peraturan Daerah

Kabupaten Rembang 14 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun

2011-2031 yang dibentuk oleh pemerintah daerah kabupaten Rembang ini bisa
62
Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011

57
disimpulkan bahwa, secara yuridis telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam

Permen Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan

RTRW Kabupaten.

Penataan ruang di kabupaten Rembang ini juga disusun dan diselenggarakan dengan

memperhatikan asas tidak tertentu pada Pasal 2 UUPR yang bisa dijabarkan sebagai

berikut:63

1. Asas keterpaduan, dalam Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor

14 Tahun 2011 disebutkan penataan ruang di kabupaten Rembang

diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat

lintas sektor, lintas wilayah, dam lintas pemangku kepentingan. Sebagai contoh

konkrit dari asas keterpaduan ini terlihat dari Peraturan Daerah Kabupaten

Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penataan Ruang Kabupaten Rembang

Tahun 2011-2031 yang bertujuan untuk mewujudkan penataan ruang wilayah

yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, sektor kelautan

perikanan, pertambangan dan industri dalam keterpaduan pembangunan wilayah

utara dan selatan serta antar sektor yang berwawasan lingkungan dengan

menyelaraskan kepentingan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah

kabupaten Rembang serta masyarakat.

1) Kawasan Budidaya64

63
Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011
64
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 23.

58
a. Lokasi hutan produksi hampir tersebar merata di seluruh kecamatan di

Kabupaten Rembang terdapat di Kecamatan Sumber, Sulang, Bulu,

Gunem, Sale, Sedan, dan Sarang.

b. Lokasi rencana peruntukan lahan untuk pertanian lahan basah di Kawasan

Sulang, Pamotan, Sarang, Kragan, Lasem, Sale, Sedan, Pancur, Gunem,

Bulu, dan Sluke.

c. Kawasan Peruntukan Industri meliputi peruntukan industri besar,

peruntukan industri menengah dan peruntukan industri kecil dan mikro

yang tersebar di Kecamatan Rembang, Sluke, Gunem.

d. Kawasan peruntukan perikanan terdiri dari kawasan peruntukan perikanan

tangkap, kawasan peruntukan perikanan budidaya, kawasan pengolahan

dan pemasaran hasil perikanan serta sarana dan prasarana perikanan yang

terdapat di Kecamatan Rembang, Pamotan, Sumber, Sulang.

2. Asas keberlanjutan, penataan ruang di kabupaten Rembang terhadap

pemanfaatan lingkungan diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan

kelangsungan lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi

mendatang agar tidak menimbulkan kerusakan pada kondisi lingkungan serta

investasi jangka panjang hal ini diwujudkan dengan pembangunan PLTU Sluke

yang disekitarnya dibuatkan wilayah peredam polusi udara dengan hutan

mangrove yang ada di Kecamatan Sluke;

59
3. Asas keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, penataan ruang dikabupaten

Rembang diselenggarakan dengan memperhatikan batas-batas daya dukung dan

daya tampung ruang dan lingkungan hidup demi menjamin terwujudnya

penataan ruang yang bermanfaat dan berkualitas bagi masyarakat kabupaten

Rembang. Hal ini tertuang dalam Bab VII Peraturan Daerah Kabupaten

Rembang Nomor 14 Tahun 2011 yang memuat ketentuan pengendalian

pemanfaatan ruang contohnya meliputi pengembangan wisata alam, wisata

budaya dan wisata buatan/binaan manusia;

4. Asas keterbukaan, penataan ruang di kabupaten Rembang diselenggarakan

dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat kabupaten

Rembang untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang

kabupaten Rembang. Hal ini diwujudkan dengan memberikan sosialisasi

mengenai hak-hak masyarakat kabupaten Rembang berkaitan dengan

kepentingannya yang terkena dampak penataan ruang. Selain pemberian

sosialisasi mengenai hak-hak masyarakat, contoh konkrit dari perwujudan asas

ini yakni berupa sosialisasi tentang kewajiban mematuhi RTRW Kabupaten

Rembang yang diaplikasikan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan

penyuluhan dan diskusi seperti Forum Group Disscussion Aspirasi dan Visi Kota

Hijau Kabupaten Rembang;

5. Asas akuntabilitas, penataan ruang di kabupaten Rembang mengatur arahan

rencana penataan ruang dan realisasi dari perencanaan yang dapat dipertanggung

60
jawabkan, baik prosesnya, pengeluaran atau pembiayaannya, maupun hasilnya.

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengelolaan keuangan yang dipergunakan

secara tertib, efisien dan efektif yang terdapat pada penjabaran laporan realisasi

anggaran pendapatan dan belanja daerah dalam hal penyelenggaraan penataan

ruang yang dipublikasikan lewat situs web Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Rembang.

Oleh karenanya, Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun

2011 ini ditujukan untuk mengarahkan pembangunan di kabupaten Rembang dengan

memanfaatkan ruang wilayah secara terpadu yang melibatkan sektor ekonomi,

sektor pertanian dan sektor kelautan perikanan serta berkelanjutan agar dapat

dijadikan investasi jangka pendek, investasi jangka menengah dan investasi jangka

panjang dan berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat kabupaten Rembang dan pertahanan keamanan nasional. Peraturan

Daerah ini juga berlandaskan pada terwujudnya keterpaduan pembangunan antar

sektor, daerah, dan masyarakat. Sehingga RTRW ini merupakan arahan investasi

pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten Rembang

beserta masyarakat di kabupaten Rembang.

3. Realisasi Penyediaan RTH Kabupaten Rembang Berdasarkan RTRW


Kabupaten

Konsep pengembangan RTH kawasan kota Rembang harus sesuai dengan

tujuan, sasaran serta arah RTRW Kabupaten Rembang. Secara umum arah

61
pengembangan RTH kabupaten Rembang yang berwawasan lingkungan dan

berkelanjutan mengacu pada aspek: Tata Ruang (Planologis), Landscape Kota,

Arsitektural dan Estetika, Ekologis dan Ekosistem. Arah pengembangan RTH ini agar

dapat meningkatkan peran RTH sebagai salah satu komponen utama pembentuk

ruang kota, meningkatkan peran RTH sebagai sub-sistem Landscape kota. Disamping

itu, arah pengembangan RTH juga untuk pengendali pertumbuhan dan perkembangan

Kabupaten Rembang. Dengan demikian pengembangan RTH dapat untuk

menyeimbangkan ekosistem sesuai dengan daya dukung dan karakterisitk kawasan

serta meningkatkan kualitas fisik maupun visual kota.65

Gambar 4. Struktur RTH Kota

RUANG TERBUKA
(OPEN SPACE)

RUANG TERBUKA HIJAU


(GREEN OPEN SPACES)

RTH PERTANIAN
RTH PERTAMANAN RTH OLAH RAGA
RTH KEHUTANAN RTH PEMAKAMAN
Sawah, Kebun, Hutan Lindung, Hutan Kota, Hutan Rekreasi, Taman Hutan Raya RTH LAINNYA
Botanic Park, Zoo Park, Arboretum, Tempat Latihan Militer

JALUR HIJAU TAMAN

JALUR HIJAU JALUR HIJAU JALUR HIJAU TAMAN TAMAN


TEPIAN AIR PENGAMAN JALAN BERDASARKAN BERDASARKAN
BANTARAN65KALI
Dinas Pekerjaan Umum
BANTARAN RELKabupaten
KA Rembang, Op.cit, halaman
JHJ TOL HIRARKI
16. FUNGSI
TEPIAN SITU/DANAU SALURAN UMUM JHJ ARTERI (primer, sekunder) TAMAN RAYA TAMAN REKREASI
/WADUK TEGANGAN TINGGI (SUTET)
JHJ KOLEKTOR (primer, sekunderTAMAN KOTA TAMAN BANGUNAN
TEPIAN PANTAI/ SALURAN PIPA GAS JHJ LINGKUNGAN/lokal TAMAN LINGKUNGAN TAMAN ATAP
HUTAN MANGROVE JALUR MONOREL JHJ Lainnya (gang) TAMAN INTERAKSI 62
TAMAN DEKORASI/
JALUR KERETA GANTUNG TAMAN KANTONG TATA HIAS KOTA
(POCKET PARK)
Sumber: Nirwono Joga & Iwan Ismaun, RTH 30% Resolusi Kota Hijau, 2011

Pembangunan kota dikenal dengan adanya prasarana kota atau urban

infrastructure yang pada umumnya berupa jalan raya, jaringan drainase, jaringan

listrik, infrastruktur sosial seperti rumah sakit, sekolah dan sebagainya. Kini didalam

pembangunan kota yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dikenal istilah

RTH atau green open space. RTH ini merupakan jaringan ruang terbuka kota untuk

melindungi nilai dan fungsi ekosistem alami yang dapat memberi dukungan pada

kehidupan manusia. Dalam hal ini RTH bisa berupa RTH pertanian RTH kehutanan

sawah, kebun, hutan lindung, hutan kota, hutan rekreasi, taman hutan raya, taman

pemakaman, jaringan yang saling berhubungan antara sungai, lahan basah, hutan,

habitat kehidupan liar dan daerah alami di wilayah perkotaan; jalur hijau, kawasan

hijau dan daerah konservasi; daerah pertanian, perkebunan, dan berbagai jenis RTH

lain seperti taman-taman di wilayah perkotaan yang masing-masing jenis RTH

tersebut dapat dikategorikan berdasar fungsi ekonominya, ekologisnya,

arsitekturalnya maupun sosialnya. Pengembangan RTH dapat bermanfaat bagi

kehidupan warga, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih, yang memberi

63
kontribusi pada kesehatan dan kenyamanan warga kota serta memberikan manfaat

ekonomi bagi warga sekitar.66

Pembangunan RTH kabupaten Rembang harus jelas dan memperhatikan

kelestaraian lingkungan. Penentuan arah pembangunan RTH sangat ditentukan oleh

visi dan misi yang diemban, sehingga hasil pembangunan RTH Kabupaten Rembang

akan menciptakan kota yang berkarakter dan berbeda dengan kota lainnya.

Kabupaten Rembang diarahkan menjadi kota jasa dan sekaligus kota pemukiman

yang layak huni, nyaman dan indah. Hal ini sesuai dengan arahan RDTR Kabupaten

Rembang Tahun 2012 yang antara lain menyatakan bahwa pembangunan RTH kota

diarahkan untuk:67

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang bersih, indah, nyaman

sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan.

2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna

untuk kepentingan masyarakat.

Keterbatasan RTH akan mengakibatkan permintaan sarana dan prasarana

RTH kota menjadi meningkat. Hal yang sama terjadi di kabupaten Rembang, hampir

semua pengembang proyek perumahan yang ada di wilayah perkotaan tidak

melaksanakan penyediaan pembangunan RTH berupa taman di wilayahnya,

sedangkan lahan yang ada di wilayah perkotaan Rembang menjadi semakin sempit

66
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 53-54.
67
Ibid, halaman 42.

64
karena berbagai pembangunan infrastruktur kota seperti gedung baru, ruko dan

rumah warga.68 Keterbatasan RTH di kabupaten Rembang mengakibatkan permintaan

warga akan pembangunan RTH taman di wilayah perkotaan menjadi meningkat,

sehingga misi yang harus dipenuhi pemerintah daerah kabupaten Rembang dalam

pembangunan RTH kota adalah bagaimana mengendalikan dan mengoptimalkan

RTH yang telah ada. Disamping itu bagaimana pembangunan RTH ini untuk

meningkatkan kualitas perkotaan sehingga setiap unit RTH kota mempunyai fungsi

ganda (ekologis, sosial, estetika) yang berjalan sinergis. Setiap RTH yang ada

maupun yang akan dibangun harus berasaskan prinsip efisiensi dan efektifitas, karena

hal inilah yang menjadi dasar pembangunan dan pengembangan RTH. Kabupaten

Rembang mempunyai karakteristik RTH kawasan perkotaan yang dapat

dinterpretasikan berdasarkan analisis spasial terdiri dari jenis ruang terbuka hijau,

kepemilikan ruang terbuka hijau, dan fungsi ruang terbuka hijau. Berdasarkan jenis

RTH dapat ditentukan sebagai berikut:69

Tabel 2.
Jenis RTH Kawasan Perkotaan Kabupaten Rembang (Hasil Observasi 2014)

Luasan
No Jenis RTH (Ha)
1. Hutan Kota 703,89 0,3%
2. Taman Kota 59,81 Tambak 3,75%
86,05%
3. Pemakaman Umum 15,82
Hutan Mangrove 1,51%
4. Lapangan Olahraga 12,51 0,83%
4. Jalur Hijau Jalan 220,27 Jalur Hijau Jaringan Listrik
0,84%
Jalur Hijau 2,6%
5. Sempadan Sungai 631,04 Jalur Hijau Jalan 0,91%
68 0,05%
Endro Riyadi, Wawancara, Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Dinas Pekerjaan
Pemakaman Umum 0,07%
Umum Kabupaten Rembang, 25 Mei 2015 0,25%
69
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 2,89%
Hutan Kota
87.

0 20 40 60 80 100
65
Jalur Hijau Jaringan
6. Listrik 204,53
7. Hutan Lindung 201,49
8. Hutan Mangrove 368,2
9. Pertanian Sawah 20.925,23
10. Tambak 912,35
11. Kavling bangunan 73,74
Jumlah RTH 24328,88

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan Akhir Rencana Tindak Penataan RTH

Kabupaten Rembang,2014

Pemerintah pusat telah menetapkan peraturan penataan ruang dalam hal

penyediaan RTH yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang yang mensyaratkan RTH harus mempunyai luas 30% atau lebih dengan

rincian 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Hal ini berlawanan dengan yang

terjadi di kabupaten Rembang. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa RTH

yang mendominasi di kawasan perkotaan kabupaten Rembang berupa RTH privat

yang dimiliki oleh masyarakat maupun Lembaga yang berupa pertanian sawah,

tambak dan kavling bangunan atau halaman bangunan. Sehingga dapat disimpulkan

kontribusi RTH publik di wilayah perkotaan kabupaten Rembang hanya sebesar

9,9%, sedangkan kontribusi RTH privat yang ada di wilayah perkotaan kabupaten

Rembang mencapai hingga 90,1%.70

Tabel 3. Kondisi Hutan Kota di Perkotaan Rembang

LOKASI/ LUAS JENIS


NO JENIS RTH KONDISI
KELURAHAN (m²) TAMAN
1. Hutan Kota Besi  Dk.Besi, Desa  200.000  Aktif Terdapat tanaman
(Keputusan Bupati No Turusgede buah, tanaman
660.1/262/2009 tentang peneduh, tanaman
Penyediaan dan obat, tanaman langka,
70
Dinas Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 150.

66
LOKASI/ LUAS JENIS
NO JENIS RTH KONDISI
KELURAHAN (m²) TAMAN
Pemanfaatan Kawasan dan penutup tanah
GOR Kab Rembang
sebagai RTH

2 Hutan Kota Rowosetro Pasar Banggi 22.434 Pasif Terdapat tanaman


(Keputusan Bupati No buah, tanaman
660.1/262/2009 tentang peneduh, tanaman
Penetapan Kawasan obat, tanaman langka,
Embung Rowosetro dan penutup tanah
sebagai RTH Hutan
Kota

Sumber: Bappeda Kabupaten Rembang, Proposal Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) Kabupaten
Rembang, 2011
Gambar 5.
Kondisi Hutan Kota di kabupaten Rembang

Hutan Kota Rowosetro Hutan Kota Besi

Ruang RTH berdasarkan kepemilikannya dapat diketahui sebagai berikut:71

Tabel 4.
Kepemilikan RTH Kawasan Perkotaan Kabupaten Rembang (Hasil Observasi 2014)

No Kepemilikan Luas (Ha) 90.1%


1. Masyarakat 22.115,85 100
2. Lembaga 201,49 50 0,82% 8,22%
3. Pemerintah 1999,03
0
Jumlah 24.316,37 Masyarakat Lembaga Pemerintah

71
Ibid, halaman 156.

67
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan Akhir Rencana Tindak Penataan RTH
Kabupaten Rembang,2014

Kepemilikan RTH di kawasan perkotaan kabupaten Rembang mayoritas

dimiliki oleh masyarakat yakni seluas 22.115,85 Ha dan dimiliki oleh lembaga yakni

seluas 201,49 Ha. Hasil perhitungan Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Rembang

tersebut didapatkan karena kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor

14 Tahun 2011 yang mencantumkan lahan pertanian sawah dan tambak dalam

rencana pengembangan RTH di kawasan perkotaan Rembang. Masuknya lahan

sawah dan tambak dalam penghitungan RTH kawasan perkotaan tersebut

mengakibatkan prosentase antara RTH yang bersifat privat dan publik menjadi tidak

sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat yakni sebesar 20% untuk

RTH publik dan 10% untuk RTH privat. Jumlah prosentase RTH privat dan RTH

publik yang tidak sesuai aturan UUPR tersebut sebenarnya masih mungkin bertambah

dengan cara mengakuisisi lahan-lahan yang dimiliki oleh masyarakat dan lembaga

oleh pemerintah daerah kabupaten Rembang. Dengan mengakuisisi kepemilikan

lahan-lahan perkotaan yang dimiliki masyarakat tersebut diharapkan dapat menambah

jumlah prosentase RTH yang dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten Rembang,

sehingga prosentase 20% RTH publik dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah

kabupaten Rembang.

Gambar 6. Fungsi dan Pola Pemanfaatan RTH bagi Kesejahteraan Publik

Wilayah Perkotaan

Ruang terbangun Ruang terbuka

68
RT Non Hijau

Fungsi arsitektur Fungsi ekonomi Fungsi Sosial Fungsi ekologis


Sumber: Nirwono Joga, Gerakan Kota Hijau, 2013

RTH tidak bisa dilepaskan dari pola pemanfaatan ruang yang melingkupi

fungsi ekologis, sosial, ekonomi maupun arsitektur atau estetika. Keempatnya

mempunyai manfaat masing-masing yang tidak bisa dihiraukan atau dihilangkan.

Dalam hal ini fungsi ekologis dari RTH kota yakni untuk melindungi ekosistem alami

yang terdapat disekitar RTH agar dapat memberikan manfaat bagi kehidupan

manusia. Fungsi sosial dari RTH kota yakni sebagai ruang interaksi antar warga

perkotaan untuk beristirahat dari segala rutinitas sehari-hari. Selain dapat

memberikan manfaat ekologis dan sosial adanya RTH kota juga bisa memberikan

manfaat ekonomi bagi warga setempat melalui segala aktifitas perdagangan. RTH

kota juga bisa membuat kawasan kota terlihat lebih indah karena manfaat estetika

atau arsitektur dari pembangunan RTH, baik berupa taman kota atau yang lainnya.

Ketersediaan RTH kota yang masih kurang mengakibatkan fungsi/manfaat dari

keempat unsur diatas (ekologis, soaial, ekonomi dan arsitektur belum terjamin

sempurna. RTH yang berada di kabupaten Rembang sebagian besar merupakan

kawasan budidaya yang berupa lahan pertanian dan tambak sedangkan RTH di

perkotaan kabupaten Rembang yang berupa taman sebagai tempat interaksi kegiatan

warga hanya sebagian kecil dari prosentase RTH kabupaten Rembang (0,25%) yakni

69
seperti Taman Alun-alun kota, Taman Tugu Lilin, Taman Rekreasi Pantai Kartini,

dan lain-lain.72 Pemerintah kabupaten Rembang wajib menjamin keempat fungsi

tersebut agar berjalan secara efektif dan maksimal sehingga dapat memberikan timbal

balik untuk kepentingan masyarakat kabupaten Rembang.

Tabel 5.
Persebaran RTH Publik di Kawasan Kabupaten Rembang

Kebutuhan RTH
Daerah Jumlah RTH Kelebihan RTH
No. Luas Kawasan Publik (20% Luas
Kecamatan Publik Publik
Kaw.Perkotaan)
1.
Rembang 1083,52 216,704 220,466 3,76
2. 224,99 199,55
Kaliori 127,18 25,436
3. 133,96 88,38
Lasem 227,92 45,584
4.
Sluke 122,39 24,478 40,854 16,38
5.
Sarang 162,57 32,514 82,972 50,46
6.
Sedan 343,69 68,738 431,347 362,61
7.
Pamotan 251,52 50,304 443,216 392,91
8.
Bulu 134,17 26,834 279,4 252,57
9.
Pancur 94,38 18,876 52,648 33,77
10.
Sulang 131,11 26,222 100,98 74,76
11.
Sumber 278,66 55,732 61,356 5,62
12.
Kragan 51,37 10,274 10,79 0,52
13.
Sale 74,2 14,84 214,5 199,66
14.
Gunem 132,05 26,41 120,069 93,66
Jumlah
3214,73 642,95 2.417,549 1774,603

72
Suhardi, Wawancara, Kepala Seksi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Rembang
, 25 Mei 2015

70
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan Akhir Rencana Tindak Penataan RTH
Kabupaten Rembang,2014

Berdasarkan kebutuhan RTH di kawasan perkotaan kabupaten Rembang,

terutama ruang terbuka hijau publik dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil analisis

dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang dengan menggunakan metode luas

wilayah kota (RTH kota minimal mempunyai luas 30% dari wilayah kota dengan

perincian 10% RTH privat dan 20% RTH publik), maka dari tabel diatas menunjukan

bahwa keberadaan RTH eksisting di kawasan perkotaan kabupaten Rembang sudah

lebih besar dibandingkan kebutuhan RTH yang diamanatkan oleh UUPR yakni

sebesar 20%.73

PETA RTH KABUPATEN


REMBANG

73
Suhardi, Wawancara, Kepala Seksi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang,
Rembang , 25 Mei 2015

71
Meskipun sudah sesuai dengan yang diamanatkan UUPR, akan tetapi

implementasi penataan ruang RTH ini sebenarnya belum sesuai dengan rencana

Peraturan Daerah Kabupaten Rembang yang mencanangkan RTH dengan luas 32%

dengan rincian 22% RTH publik dan 10% RTH privat. Karena pada dasarnya

pembangunan RTH perkotaan dalam hal ini untuk pengadaan lahannya dan

penanaman pohonnya butuh proses, sehingga untuk mengatasi hal tersebut diatasi

dengan penyediaan lahan yang diajukan tiap desa masing-masing dan penyebaran

bibit pohon yang sudah besar. Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Rembang juga

bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) untuk melakukan pembagian

72
bibit-bibit pohon kesekolah-sekolah guna kepentingan peningkatan lingkungan

hijau.74 Belum terpenuhinya prosentase RTH kabupaten Rembang seluas 32% juga

dipengaruhi oleh perilaku para pengembang perumahan-perumahan di kabupaten

Rembang yang tak menghiraukan aturan dari tim penataan ruang kabupaten Rembang

yang terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda, dan BLH Kabupaten Rembang. 75

Seharusnya pemerintah daerah kabupaten Rembang mempersiapkan rencana jangka

menengah dan jangka pendek guna menunjang rencana jangka panjang seperti

rencana penataan ruang tahun 2011-2031 pada Peraturan Daerah Kabupaten

Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-

2031 agar progres pembangunannya dapat dipetakan sehingga apabila tidak mencapai

target rencana tindak penataan ruang sesuai yang direncanakan, maka dapat

diantisipasi agar target yang dicanangkan dapat tercapai. Ditinjau dari hasil

perbandingan antara keberadaan ruang terbuka hijau dengan kebutuhan ruang terbuka

hijau maka rencana tindak yang perlu dilaksanakan adalah penambahan RTH dan

peningkatan kualitas RTH agar kawasan perkotaan kabupaten Rembang ditinjau dari

kualitas kualitas lingkungan, udara, iklim dan resapan air dapat menjadi lebih baik.76

RTH merupakan bagian erat dari dua sisi koin kota, ruang terbangun kota

sebesar 70% dan RTH minimal sebesar 30%. Selaras dengan 3 pilar pembangunan

kota Rembang yang berkelanjutan dengan memperhatikan asas keterpaduan lintas

74
loc. cit.
75
loc. cit.
76
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 254.

73
sektoral. Ada 3 hal yang membuat RTH menjadi sangat penting bagi

keberlangsungan kota yaitu nilai ekologis, ekonomi, sosial. Dari segi ekologis, RTH

memiliki peran ganda yakni sebagai daerah resapan air seperti taman, hutan, kebun

raya, lapangan olahraga, daerah tangkapan air seperti danau, situ, waduk, kolam, dan

menjaga aliran air seperti jalur hijau bantaran sungai, pantai untuk mengatasi

permasalahan banjir. Menurut uraian tersebut maka RTH dapat berfungsi untuk

mengendalikan banjir, limpasan air laut atau rob, konservasi air tanah, dan penurunan

muka tanah. 77

Hasil kajian Nirwono Joga di atas juga dapat dipakai sebagai strategi

kebijakan tata ruang RTH di kabupaten Rembang yang akan dikembangkan untuk

meningkatkan aspek ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya serta kepentingan di

dalamnya termasuk hak masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas dari pemerintah

kabupaten Rembang.

Proporsi RTH perkotaan 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin

keseimbangan ekosistem kota maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan

ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat khususnya masyarakat

kabupaten Rembang dengan kondisi cuaca panas dan udara kering, serta sekaligus

dapat meningkatkan nilai estetika kota. Sehingga, keberadaan RTH kawasan

perkotaan di kabupaten Rembang ini harus tetap dipertahankan dalam mendukung

77
Nirwono Joga, Gerakan Kota Hijau, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013, halaman
130.

74
terciptanya lingkungan kota yang aman, nyaman, indah (fungsi estetika), terciptanya

kualitas lingkungan yang baik (fungsi ekologis) dan dapat dimanfaatkan sebagai

sarana interaksi warga Rembang (fungsi sosial).78

4. Fungsi dan Peruntukan RTH dengan Ketersediaan Hak Publik

RTH merupakan paru-paru kota yang berfungsi menyerap gas polutan dan

karbon dioksida, dan memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan bagi setiap

makhluk hidup.79 Itulah sebabnya mengapa RTH harus berada di pusat kota dan

ditengah-tengah pemukiman penduduk. Dilihat dari segi ekonomi, RTH memberikan

sumbangan kehidupan bagi kesejahteraan masyarakat kabupaten Rembang. Semakin

bertambah kuantitas RTH, semakin meningkat kualitas kehidupan kota. Permasalahan

banjir menurun, pencemaran berkurang, udara menjadi lebih bersih dan segar utnuk

menunjang kehidupan ekosistem di dalamnya. Warga menjadi lebih sehat, sehingga

mengurangi beban biaya kesehatan bagi masyarakat kota Rembang.80 Dari segi sosial,

RTH merupakan ruang untuk berinteraksi sosial yang murah meriah, demokratis

karena tidak mengenal strata sosial, dan menyehatkan. Ditengah-tengah kepenatan

tekanan pekerjaan, warga dapat melepas lelah, berinteraksi bersama keluarga,

berlatih, berolahraga, dan membuat kegiatan di taman kota. RTH merupakan

78
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 86.
79
Ibid, halaman 128.
80
Suhardi, Wawancara, Kepala Seksi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang,
Rembang , 25 Mei 2015

75
perwujudan pola ruang wilayah kawasan perlindungan setempat yang diantaranya

meliputi:81

a. Penyusunan masterplan RTH;

b. Pengadaan lahan dan pembangunan ruang terbuka hijau RTH publik meliputi:

hutan kota, taman kota, taman kelurahan, taman lingkungan dantaman

pemakaman umum;

c. Pembangunan sarana dan prasarana pendukung RTH; dan

d. Sosialisasi sadar penghijauan pada pekarangan atau RTH privat dan RTH

Publik.

Penataan ruang kabupaten Rembang ditujukan agar mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, sektor kelautan perikanan, pertambangan dan

industri dalam keterpaduan pembangunan wilayah utara dan selatan serta antar sektor

yang berwawasan lingkungan.82 Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Daerah

Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang

Tahun 2011-2031. Kawasan perkotaan Rembang yang berkaitan dengan Blora

(kawasan Rembang-Blora) diarahkan pengembangannya menjadi suatu kawasan

wisata pantai dan perikanan laut,sedangkan untuk sentra produksi serta industri

minyak di kawasan Blora.

81
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 31.
82
Ibid, halaman 20.

76
Selain itu, kawasan Bahari Rembang juga diarahkan sebagai kawasan wisata

pantai dan perikanan laut (Kawasan Bahari Terpadu Rembang) sebagai sumber

pendongkrak ekonomi daerah.83 Pada RTRWP Jawa Tengah, pengembangan kawasan

strategis menjadi sangat penting karena berkaitan dengan kota-kota didalamnya,

sesuai dengan peranan dan fungsinya bagi perkembangan wilayah sekitarnya bagi

pemanfaatan dan pemeliharaan SDA secara optimal dan berkesinambungan.84 Dalam

rangka mewujudkan visi kabupaten Rembang yang sejahtera sebagai kawasan pantai

unggulan, maka peruntukan RTH dirumuskan dan dijabarkan sebagai berikut:

i. Kawasan Lindung 85

1) Kawasan lindung berupa hutan lindung seluas 2.451 ha yang tersebar di

berbagai lokasi di Kecamatan Sedan, Kragan, Lasem, Pancur, Sluke;

2) Kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya berupa

kawasan resapan air yang luasnya 11.314 ha lokasi di kecamatan Lasem,

Bulu, Gunem, Sale, Sluke, Kragan, Sedan dan Pancur; 86

3) Kawasan Perlindungan Setempat;

a. Kawasan sempadan pantai luasnya 649 ha berada di kecamatan

Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, serta kecamatan Sarang.

83
Loc.cit
84
Yunus Wahid, Op.cit, halaman 15.
85
Bappeda Kabupaten Rembang, Proposal Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) Kabupaten
Rembang, Rembang: 2011, halaman 22.
86
Pasal 14 Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011

77
b. Kawasan sempadan sungaidan Saluran IrigasiSempadan sungai berada

di sepanjang aliran sungai di kabupaten Rembang yang mencapai luas

9.888 ha.

c. Kawasan sekitar waduk/embung/bendungan luas 116 ha yang berada

di kecamatan Sumber, Sulang, Gunem, Rembang, Kragan, Sarang,

Sluke, Pancur, Buludan Pamotan.

d. Kawasan sekitar mata airdengan luas mencapai 501 ha yang tersebar di

kecamatan Sumber, Kaliori, Rembang, Sulang, Pamotan, Sarang,

Kragan, Lasem, Sale, Sedan, Pancur, Gunem, Bulu dan kecamatan

Sluke.

e. Kawasan sempadan jalan dengan luas 1.034 ha yang berada

dikecamatan Sumber, Kaliori, Rembang, Sulang, Pamotan, Sarang,

Kragan, Lasem, Sale, Sedan, Pancur, Gunem, Bulu dan kecamatan

Sluke.

f. Kawasan RTH seluas kurang lebih 2.720 Ha yang luasnya 32% dari

luas perkotaan meliputi:87

a. Ruang terbuka hijau publik, berupa hutan kota, taman kota, jalur

hijau jalan dan sungai, Tempat Pemakaman Umum (TPU)

meliputi; Perkotaan Rembang; Lasem; Sumber; Kaliori; Sulang;

87
Pasal 16 ayat (7) Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011

78
Pamotan; Sarang; Kragan; Sale; Sedan; Pancur; Gunem; Bulu; dan

Sluke.

b. Ruang terbuka hijau privat, berupa kebun atau pekarangan rumah

tinggal, halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha dan taman

atap bangunan di seluruh kawasan kabupaten Rembang.

4) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, hutan bakau dan cagar budaya yang

tersebar diberbagai lokasi kabupaten Rembang dengan luas 392 ha;

5) Kawasan rawan bencana alam;

6) Kawasan lindung lainnya berupa kawasan perlindungan plasma nutfah

yang merupakan kawasan perlindungan terumbu karang yang tersebar

dalam 17 gugusan seluas 145 ha.88

ii. Kawasan Budidaya89

Kawasan budidaya di perkotaan Rembang adalah kawasan yang diperuntukan bagi

kegiatan sebagai berikut:

88
Pasal 20 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011
89
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit, halaman 23.

79
1) Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri dari hutan produksi terbatas

dan produksi tetap dengan luas 21.458 ha;

2) Kawasan peruntukan hutan rakyat diarahkan untuk menunjang fungsi

lindung, sosial dan ekonomi dengan luas 8.837 ha;

3) Kawasan peruntukan pertanian terdiri dari kawasan peruntukan tanaman

pangan, kawasan peruntukan hortikultura, kawasan peruntukan perkebunan

dan kawasan peruntukan peternakan;

4) Kawasan peruntukan perikanan terdiri dari kawasan peruntukan perikanan

tangkap, kawasan peruntukan perikanan budidaya, kawasan pengolahan

dan pemasaran hasil perikanan serta sarana dan prasarana perikanan;

5) Kawasan peruntukan pertambanganmeliputi pertambangan mineral dan

batubara serta pertambangan minyak dan gas bumi;

6) Kawasan peruntukan industri meliputi peruntukan industri besar,

peruntukan industri menengah dan peruntukan industri kecil dan mikro;

7) Kawasan peruntukan pariwisata meliputi pengembangan wisata alam,

wisata budaya dan wisata buatan/binaan manusia;

8) Kawasan peruntukan permukiman meliputi permukiman pedesaan seluas

6.090 ha berada di kawasan perdesaan dan permukiman perkotaan seluas

3.214 ha berada di perkotaan kabupaten dan perkotaan kecamatan di

kabupaten Rembang;

80
9) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupa pengembangan pulau-pulau

kecil seluas 85 ha meliputi Pulau Gede dan Pulau Marongan; dan

10) Kawasan peruntukan budidaya lainnya meliputi kawasan pertahanan dan

keamanan dan kawasan bumi perkemahan.

B. Realisasi Pembangunan Taman Kota sebagai Wujud Nyata RTH di


Kabupaten Rembang

1. Pelaksanaan Pembangunan Taman Kota di Kabupaten Rembang

Pembangunan kota dalam konteks penataan ruang kabupaten Rembang

memang tampak sangat dinamis, urbanisasi bergerak cepat, perekonomian kota

melesat pesat, sementara pertumbuhan perumahan dan pemukiman, transportasi dan

kelembagaan pembangunan kota justru jauh tertinggal. Kota yang sejatinya memiliki

arti filosofis sebagai panggung puncak peradaban manusia yang hadir dalam bentuk

sekolah yang mengajarkan budi pekerti, seni budaya, perekonomian yang

mensejahterakan warga, praktik keagamaan yang mengamalkan ajaran, dan taman-

taman yang menyejukkan hati dan memelihara keselarasan alam.

Bencana banjir dan pencemaran udara semakin menghantui masyarakat

kabupaten Rembang dan kebakaran yang begitu gampang melanda. Kawasan

perkotaan Rembang merupakan kota dengan banyak taman berskala kecil yang

tersebar di beberapa kecamatan dengan berbagai fungsinya yakni ekologis, ekonomi,

sosial dan estetis yang mempunyai tujuan sebagai tempat berinteraksi soaial bagi

81
masyarakat kabupaten Rembang. Taman kota dengan penanaman pohon-pohon yang

rindang dapat mengurangi pencemaran, meredam kebisingan, memperbaiki iklim

mikro, sebagai daerah resapan, penyangga sistem kehidupan dan kenyamanan.

Taman Kota mutlak dibutuhkan bagi warga kabupaten Rembang untuk

rekreasi aktif dan pasif, agar terjadinya keseimbangan mental dan fisik manusia,

sebagai berbagai habitat satwa berupa burung dan untuk menjaga keseimbangan

ekosistem. Taman kota pada umumnya dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Rembang melalui Bidang Tata Ruang dan Pertamanan yang salah satu

wujud pembangunannya berupa taman kota yang menjadi identitas kabupaten

Rembang yakni Alun-alun kabupaten Rembang. Program dan kegiatan penataan RTH

taman rekreasi di Kabupaten Rembang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

berikut:90

1. Tahap Perencanaan dan Persiapan melalui:

a. Sosialisasi pentingnya RTH publik;

b. Pelibatan para pemangku kepentingan dalam perencanaan.

2. Tahap Implementasi/Pelaksanaan melalui pelibatan dan pemberdayaan

pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pembangunan RTH taman rekreasi.

3. Tahap Pengawasan dan Pengendalian melalui :91

a. Monitoring dan Evaluasi pembangunan RTH Publik;

90
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Op.cit,halaman 162.
91
Loc.cit.

82
b. Monitoring dan Evaluasi pemanfaatan RTH oleh masyarakat;

c. Monitoring dan Evaluasi Pemeliharaan dan Pengelolaan RTH;

d. Pemberian Insentif dan Disinsentif dalam pengelolaan RTH; dan

e. Pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan masyakarat pengelolaan

RTH Publik.

Tabel 6.
Lokasi Taman Kota di Perkotaan Rembang

LOKASI/ LUAS SIFAT


NO JENIS RTH KONDISI
KELURAHAN (m²) TAMAN

Alun-alun Kota Terdapat berbagai


1. Kel. Kutoharjo 12.772 aktif
Rembang vegetasi

Taman Pertigaan Terdapat 6 jenis


2. Desa Tasikagung 31,5 pasif
Jembatan Karanggeneng vegetasi

Kelurahan Terdapat 5 jenis


3. Taman Pasar Pentungan 130,38 pasif
Magersari vegetasi

Taman Tugu Batas Kota Terdapat 7 jenis


4. Desa Tireman 420,84 pasif
Timur vegetasi
Taman Tugu Batas Kota
5. Desa Banyudono 460,84 pasif 8 jenis vegetasi
Barat
Taman Rekreasi
6. Desa Bulu 63,39 pasif 20 jenis vegetasi
Mantingan

Taman PKK Tugu Batas


7. Desa Ngotet 63,5 pasif terpelihara
Kota Selatan

Terdapat 3 jenis
8. Taman Tugu Adipura Kel. Kutoharjo 147,33 pasif
vegetasi

Terdapat 10 jenis
9. Taman Tugu Lilin Kel. Kutoharjo 660 pasif
vegetasi

Terdapat 21 jenis
10. Taman Jalan Veteran Kel. Kutoharjo 800 pasif
vegetasi

Terdapat 4 jenis
11. Kawasan Bahari Terpadu Desa Tasik Agung 432,5 pasif
vegetasi

83
LOKASI/ LUAS SIFAT
NO JENIS RTH KONDISI
KELURAHAN (m²) TAMAN
Terdapat 8 jenis
12. Taman Mondoteko Desa Mondoteko 205 aktif
vegetasi
Taman Bonang
13. Kel. Bonang 750 aktif Terdapat 19 vegetasi
Binangun
Taman Rekreasi Pantai Terdapat berbagai
14. Kel. Kutoharjo 72,8 pasif
Kartini vegetasi
Kel. Kabongan Terdapat 6 jenis
15. Taman Borotugel 43,8 aktif
Kidul vegetasi
Taman Museum RA Terdapat berbagai
16. Kel. Kutoharjo 425 aktif
Kartini jenis vegetasi
Jumlah 4258.8

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan Akhir Rencana Tindak Penataan RTH
Kabupaten Rembang,2014

a. Taman Kota Kabupaten Rembang

Kabupaten Rembang mewujudkan penataan ruang khususnya dalam hal

penyediaan RTH perkotaan berdasar sifat estetisnya yang indah dan nyaman, maka

diwujudkan dengan pembangunan Alun-alun kabupaten Rembang. Disamping

berfungsi sebagai hiasan kota dengan seni arsitekturnya, Alun-alun kabupaten

Rembang juga berfungsi sebagai ruang interaksi masyarakat kabupaten Rembang.

Pemberlakuan Car Free Day atau CFD dan berbagai kegiatan di dalamnya pada

hari minggu oleh pemerintah kabupaten Rembang, merupakan salah satu wujud

kebijakan yang sesuai dengan prinsip keterpaduan yang mengutamakan kepentingan

lintas sektoral berbagai pihak yang berorientasi untuk dapat memberikan keuntungan

dan manfaat untuk kepentingan berbagai pihak. Dalam hal ini antara pemerintah

daerah kabupaten Rembang dan masyarakatnya dengan segala kepentingan

84
didalamnya. Taman kota Alun-alun Rembang sendiri sudah memenuhi persyaratan

taman kota dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Hal ini dibuktikan dengan adanya pohon-pohon ukuran besar dan sedang yang ada di

area taman dengan jumlah lebih dari 30 pohon. Namun, secara fasilitas belum

memenuhi karena belum ada fasilitas toilet dan kursi-kursi di area taman.

Gambar 8.
Alun-Alun Kabupaten Rembang

Hak publik baik berupa hak fisik maupun rohani dalam hal penyediaan taman

kota oleh pemerintah daerah kabupaten Rembang pada dasarnya sudah terpenuhi

meskipun belum maksimal karena jumlah taman kota yang hanya sebagian kecil dari

prosentase RTH kawasan perkotaan yakni sebesar 0,25%. Taman kota yang berfungsi

sebagai penambah nilai estetika kota atau arsitektural kota seperti Taman Adipura

dan Taman Tugu Lilin. Taman Borotugel dan Taman Tugu Lilin mempunyai ukuran

luas ruang hijau lebih dari 75% dengan sekitar 15 pohon sedang dan 20 pepohonan

ukuran kecil dengan beberapa tanaman perdu disekitarnya. Taman Borotugel

85
dilengkapi dengan 2 toilet umum dengan bangunan taman bacaan yang dipergunakan

untuk warga yang ingin membaca buku-buku yang ada di dalamnya.

Gambar 9.
Taman Borotugel dan Taman Tugu Lilin

Taman kota kabupaten Rembang dirancang untuk menampung kegiatan

rekreatif penduduk kota yang mungkin bisa mencapai skala lebih luas dari batas kota.

Taman kota rekreasi umumnya terletak di pinggiran atau perbatasan wilayah antar

kota atau kabupaten, dimana diperlukan ruang yang relatif cukup luas untuk berbagai

kegiatan pemenuhan kebutuhan rekreasi sesuai target yang terkandung dari namanya.

Taman kota rekreasi kabupaten Rembang terletak di ruang terbuka (outdoor

recreation) tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau rekreasi yang berhubungan

dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya alam seperti air,

pemandangan alam atau kehidupan alam bebas. Taman kota yang difungsikan

sebagai tempat rekreasi yang ada di kawasan perkotaan kabupaten Rembang yakni

Taman Rekreasi Pantai Kartini dan Taman Bonang-Binangun di Kawasan Perkotaan

Sluke. Dari realisasi tentang kebijakan penyediaan RTH taman kota yang sudah ada

86
oleh pemerintah kabupaten Rembang timbul beberapa permasalahan yang dijabarkan

dalam tabel berikut:

Tabel 7.
Permasalahan Penyediaan RTH Taman Kota di Kawasan Perkotaan Rembang

SIFAT
NO JENIS RTH JENIS KONDISI PERMASALAHAN
TAMAN

Alun-alun Kota Terdapat berbagai


1. Taman Kota Baik Aktif
Rembang vegetasi
Taman Pertigaan
Taman Kota Terdapat 6 jenis
2. Jembatan Baik Pasif
Aksesoris vegetasi
Karanggeneng
Taman Pasar Taman Kota Terdapat 5 jenis
3. Sedang Pasif
Pentungan Aksesoris vegetasi

Taman Tugu Batas Taman Kota Terdapat 7 jenis


4. Sedang Pasif
Kota Timur Aksesoris vegetasi
Taman Tugu Batas Taman Kota
5. Sedang Pasif 8 jenis vegetasi
Kota Barat Aksesoris
Taman PKK Tugu Taman Kota
6. Sedang Pasif 20 jenis vegetasi
Batas Kota Selatan Aksesoris

Taman Rekreasi Taman Kota


7. Baik Aktif Terpelihara
Mantingan Rekreasi

Taman Tugu Taman Kota Terdapat 3 jenis


8. Baik Pasif
Adipura Aksesoris vegetasi

Terdapat 10 jenis
9. Taman Tugu Lilin Taman Kota Sedang Pasif
vegetasi

Taman Jalan Taman Kota Terdapat 21 jenis


10. Baik Pasif
Veteran Aksesoris vegetasi

Kawasan Bahari Terdapat 4 jenis


11. Taman Kota Baik Pasif
Terpadu vegetasi
Terdapat 8 jenis
12. Taman Mondoteko Taman Kota Sedang Aktif
vegetasi
Taman Bonang Taman Kota
13. Baik Aktif Terdapat 19 vegetasi
Binangun Rekreasi
Taman Rekreasi Taman Kota Terdapat berbagai
14. Sedang Pasif
Pantai Kartini Aksesoris vegetasi

87
SIFAT
NO JENIS RTH JENIS KONDISI PERMASALAHAN
TAMAN
Terdapat 6 jenis
15. Taman Borotugel Taman Kota Sedang Aktif
vegetasi
Taman Museum Taman Kota Terdapat berbagai
16. Sedang Aktif
RA Kartini Rekreasi jenis vegetasi

Jumlah 4258.8

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan Akhir Rencana Tindak Penataan RTH
Kabupaten Rembang,2014

Gambar 10.
Taman Rekreasi Pantai Kartini dan Taman Bonang-Binangun

Berdasarkan tabel sebagaimana di atas, sebagian besar kendala dalam

implementasi kebijakan penyediaan RTH taman kota terdapat pada pengelolaaan

pihak terkait dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan BLH yang belum optimal

sehingga mengurangi fungsi maksimal yang bisa diberikan oleh taman-taman RTH.92

Dalam hal ini dibutuhkan komitmen dari pihak-pihak terkait untuk dapat

memecahkan permasalahan RTH tersebut. Jika dikaitkan dengan Pasal 39 ayat (4)

Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011, dalam perwujudan penyediaannya

92
Endro Riyadi, Wawancara, Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Rembang, Rembang , 25 Mei 2015

88
pembangunan RTH publik memang sudah memenuhi objek yang dimaksudkan yaitu

taman kota, taman kelurahan, taman lingkungan, dan taman pemakaman umum. Akan

tetapi jika dikaji lebih dalam lagi, sebenarnya kewajiban pemerintah daerah tidak

hanya berhenti sampai disitu saja karena pada dasarnya penyediaan RTH baik dalam

bentuk taman kota maupun yang lainnya juga harus diikuti dengan tahap

pemeliharaan, perawatan, pengawasan serta monitoring. Maka, untuk mewujudkan

RTH taman kota yang ideal diperlukan perencanaan yang matang dari Pemerintah

Kabupaten Rembang melalui Bappeda kabupaten Rembang untuk jangka pendek,

jangka menengah dan jangka panjang guna merefleksikan investasi pembangunan

kota Rembang. Untuk mewujudkan RTH taman kota yang ideal juga dibutuhkan

keterpaduan dari berbagai pihak atau pemangku kepentingan yakni pemerintah

daerah kabupaten Rembang beserta masyarakatnya untuk menumbuhkan rasa

kesadaran diri dan rasa memiliki melalui berbagai kegiatan yang melibatkan langsung

mayarakat kabupaten Rembang seperti penanaman pohon masal dan berbagai forum

diskusi seperti Focus Group Discussion (FGD) agar bisa menjaga dan merawat

bersama-sama fasilitas-fasilitas taman kota yang sudah disediakan oleh pemerintah

daerah kabupaten Rembang.

2. Pemenuhan Hak-Hak Publik atas Penyediaan RTH di Kabupaten Rembang

Pemerintah daerah kabupaten Rembang mempunyai kewajiban dalam hal

menjamin terlaksananya pemenuhan hak-hak publik dalam penataan ruang kabupaten

Rembang sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 60 UUPR. Masyarakat kabupaten

89
Rembang mempunyai hak untuk mengetahui rencana tata ruang wilayah kabupaten

Rembang, termasuk di dalamnya mengenai rencana penataan ruang RTH Perkotaan.

Hal ini harus dilaksanakan agar penataan ruang di kabupaten Rembang

diselenggarakan sesuai dengan strategi yang tercantum dalam RTRW Kabupaten

Rembang.

Pemerintah kabupaten Rembang sudah mengupayakan pemenuhan hak

tersebut. Hal ini terwujud dengan diadakannya berbagai kegiatan diskusi dengan

masyarakat kabupaten Rembang melalui komunitas hijau dan kegiatan festival hijau,

tanam mangrove dan bersih-bersih lingkungan sungai di sekitar mangrove pada

forum diskusi Focus Group Discussion (FGD) Aspirasi dan visi Kota Hijau

Kabupaten Rembang. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan bisa memberikan akses

yang seluas-luasnya kepada masyarakat kabupaten Rembang untuk mendapatkan

informasi sekaligus ikut andil dalam proses peenataan ruang kabupaten Rembang.

Kegiatan diskusi komunitas hijau kabupaten Rembang juga dilaksanakan

dengan memberikan sosialisasi mengenai hak-hak masyarakat kabupaten Rembang

berkaitan dengan kepentingannya yang terkena dampak penataan ruang. Kepentingan

bagi masyarakat kabupaten Rembang yang terkena dampak yakni seperti penggantian

kerugian. Pemerintah daerah kabupaten Rembang harus menjamin hak publik

masyarakat Rembang agar mendapatkan ganti kerugian yang sesuai dengan

90
ketentuan terkait sehingga bisa tercapai keadilan sebagaimana dalam hakikat dari

penerapan hukum itu sendiri.93

Penyediaan infrastruktur publik untuk masyarakat umum berupa sekolah,

rumah sakit, pasar, ataupun RTH dalam berbagai wujud seperti taman kota dan

lainnya serta aksesibilitas dari bangunan satu kebangunan lainnya merupakan

kewajiban pemerintah daerah kabupaten Rembang dalam melaksanakan penataan

ruang. Kewajiban tersebut diwujudkan dalam pembangunan berbagai sarana

prasarana untuk keperluan masyarakat umum Rembang. Dalam konteks penataan

ruang RTH kabupaten Rembang diwujudkan dengan pembangunan taman kota

dikawasan perkotaan guna menunjang fungsi ekologis, ekonomi, sosial, maupun

estetika kota. Hal ini untuk menjamin terpenuhinya hak publik masyarakat kabupaten

Rembang untuk mendapatkan fasilitas umum untuk keperlaun pemenuhan kebutuhan

fisik mereka seperti berolahraga dan kebutuhan rohani seperti berinteraksi dengan

masyarakat lainnya.94

Kota modern dijaman sekarang memang lebih didominasi oleh infrastruktur

penunjang ekonomi semata, seperti pusat perbelanjaan swalayan, toko-toko,ruko-ruko

dan lainnya. Begitu juga dengan yang terjadi di kabupaten Rembang, jauh dari rasa

keadilan dan nilai humanis bagi masyarakat kabupaten Rembang sendiri. Sejatinya

pembangunan infrastruktur harus didukung dengan aksesibilitas kota yang baik

93
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Laporan Tim Swakelola P2KH Kabupaten
Rembang, halaman 22-25.
94
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 162.

91
berupa jalur pedestrian yang nyaman bagi para pejalan kaki. Jalur pedestrian atau

yang biasa disebut dengan trotoar merupakan fasilitas kota yang wajib disediakan

oleh kota-kota dengan infrastruktur kota yang padat bangunan guna mempermudah

akses pejalan kaki dan membuat kota lebih indah untuk dipandang. Hal tersebut

berbanding terbalik dengan yang terjadi di kabupaten Rembang. Jalur pedestrian

masih sangat sedikit, bahkan diantaranya dibiarkan kurang terawat dan banyak yang

dialih fungsikan untuk tempat warung-warung makan sehingga mengurangi fungsi

estetisnya. Padahal keberadaan pedestrian di kawasan perkotaan merupakan salah

satu hak publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah kabupaten Rembang.

Kabupaten Rembang sebagai kawasan kota dengan berbagai wisata pantainya

dituntut untuk mempunyai jaringan pedestrian yang tertata dan nyaman guna

menunjang kegiatan para pejalan kaki di kawasan perkotaan kabupaten Rembang.

Maka, perlu adanya pembenahan dalam urusan fasilitas untuk para pejalan kaki ini

yang haknya dirampas oleh pedagang kaki lima yang menempati berjajar disepanjang

jalur pedestrian kota. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peran keberadaan RTH baik

berupa taman ditengah perkotaan ataupun yang lainnya diperlukan untuk menjaga

ekosistem lingkungan maupun sosial di kabupaten Rembang. Hal ini berkaitan

dengan kewajiban pemenuhan hak-hak publik yang harus diwujudkan oleh

pemerintah daerah kabupaten Rembang. Diantaranya yang berkaitan dengan hak fisik

berupa penyediaan fasilitas prasarana RTH maupun sarana penunjang kehidupan

92
lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan rohani berupa kegiatan-kegiatan yang

bersifat publik.

Perlu disadari oleh pemerintah daerah kabupaten Rembang, pentingnya

pembangunan RTH taman kota sebagai perwujudan pelayanan publik dalam

penyediaan RTH. Dari data yang didapat oleh penulis maka dapat disimpulkan

bahwa, dalam pelaksanaan RTH kabupaten Rembang secara kualitatif memang sudah

memenuhi ketentuan luas 30% dari keseluruhan luas wilayah meskipun angka

perhitungan tersebut didapatkan dengan memasukkan kawasan budidaya milik

masyarakat kabupaten Rembang sebagai bagian penghitungan. Tetapi jika dilihat

secara kuantitatif dalam hal pelaksanaan penyediaan taman kota yang berkaitan

dengan kewajiban pemenuhan hak publik di kabupaten Rembang belum sesuai aturan

dalam UUPR karena dalam prosentase RTH kabupaten sebagian besar berupa RTH

privat kawasan budidaya pertanian dan juga hutan kota serta jalur hijau kota dengan

prosentase lebih dari 92% sedangkan untuk RTH taman kota hanya sebesar 0,25%.

Hal ini dibenarkan denganpembangunan taman kota yang hanya berjumlah sekitar 16

taman kota di pusat perkotaan serta jalur hijau disepanjang jalan kota yang benar-

benar bisa dikatakan sebagai taman kota, selebihnya taman kota kecil yang sifatnya

hanya sebatas hiasan kota.95 Hal tersebut sangat jauh dari konsep kota taman yang

diungkapkan Nirwono Joga yaitu dalam kota harus terdapat setidaknya 50 taman

95
Endro Riyadi, Wawancara, Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Rembang, Rembang , 25 Mei 2015

93
kota.96 Maka perlu adanya evaluasi dari segenap jajaran pemangku kepentingan di

kabupaten Rembang untuk meningkatkan jumlah taman kota guna menunjang

kepentingan masyarakat luas.

C. Kendala Realisasi Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun


2011 dalam Penyediaan Taman Kota Kabupaten Rembang beserta
Solusinya

Pemerintah kabupaten Rembang sebagai stakeholder terkait mempunyai

kewajiban dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kondisi sosial di dalam

masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan berbagai pembangunan infrastruktur di

kawasan perkotaan kabupaten Rembang. RTH jaringan inftrastruktur berupa jalur

hijau sepanjang jalan dengan taman-taman kota disekitarnya merupakan hal yang

wajib dimiliki kota di era modern seperti kabupaten Rembang sekarang ini.

Keberadaan taman kota di dalam kawasan perkotaan dibutuhkan untuk menunjang

kehidupan kota. Beberapa kendala yang ditemukan dalam penyediaan RTH taman

kota sebagai implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun

2011 berdasarkan data sekunder yakni meliputi :97

1. Kendala Yuridis

a. Tidak ada pedoman aturan minimal jumlah unit taman kota yang harus

dibangun mengakibatkan jumlah taman kota disetiap kabupaten/kota antara

satu dengan yang lainnya berbeda. Perbedaan jumlah taman kota ini
96
Nirwono Joga, Op.cit, halaman 147.
97
Suhardi, Wawancara, Kepala Seksi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang,
Rembang, 25 Mei 2015

94
disebabkan karena tidak adanya peraturan pemerintah pusat maupun peraturan

pemerintah daerah yang mengaturnya, maka tidak ada kepastian hukum yang

mengikat akan penyediaan RTH dengan jumlah tertentu disetiap

kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah kabupaten/kota tidak

sungguh-sungguh dalam menyediakan taman kota, sehingga jumlah taman

kota disetiap kabupaten/kota hanya sebagian kecil dari prosentase RTH.

Kabupaten Rembang juga tidak mempunyai peraturan daerah yang secara

khusus mengatur keberadaan jumlah taman kota di kabupaten Rembang.

Begitu juga dengan Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun

2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang yang tidak mengatur secara khusus

mengenai jumlah taman kota yang harus disediakan. Kabupaten Rembang

hanya mempunyai taman kota dengan jumlah 16, maka tidak sesuai dengan

konsep kota taman yang diungkapkan oleh Nirwono joga yang menjelaskan

bahwa setidaknya kota modern harus mempunyai 50 taman kota yang berada

di pusat kota.98

b. Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW

Kabupaten Rembang yang diterbitkan belum memberikan perhatian khusus

terhadap area taman konservasi mangrove/bakau di desa pasar mbanggi. Padahal

apabila pemerintah kabupaten Rembang mau mengoptimalkannya, taman

konservasi mangrove/bakau tersebut bisa memberikan manfaat besar bagi

ekonomi warga lewat pengelolaan area rekreasi (tiket masuk, parkir kendaraan
98
Nirwono Joga, halaman 147-148.

95
dan perdagangan makanan di area konservasi), ekologis melalui pengelolaan

kelestarian hutan bakau dan segala jenis satwanya yang dipelihara dan diawasi

setiap kurun waktu tertentu maupun manfaat sosial bagi warga Rembang sebagai

tempat interaksi warga.

2. Kendala Non Yuridis

a. Penyediaan RTH khususnya taman kota yang masuk dalam visi misi kota

yang maju, mandiri, dinamis dan sejahtera tentu saja harus didukung dengan

perencanaan yang matang. Begitu juga dengan RTH taman kota,

pembangunan RTH taman kota juga harus memiliki rencana yang

merefleksikan tujuan dan manfaat jangka pendek, jangka menengah serta

jangka panjang.99 Dalam hal ini kewajiban pemerintah kabupaten Rembang

melalui Bappeda kabupaten Rembang dan BLH terhadap pembangunan

taman kota tidak lantas berhenti setelah pembangunan taman kota selesai.

Pembangunan taman kota juga harus diikuti dengan program

pengawasan/monitoring dan perawatan. Bahwa untuk membangun dan

menanam pohon untuk keperluan menuju kota hijau sudah sering dilakukan

bahkan dikelola oleh LSM kota hijau yang bekerjasama dengan pemerintah

ataupun dengan lembaga lain dalam melakukan penanaman. Akan tetapi

kendala yang kemudian muncul adalah kurangnya sokongan anggaran dari

pemerintah kabupaten Rembang untuk perawatan taman-taman kota


99
Endro Riyadi, Wawancara, Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Rembang, Rembang , 25 Mei 2015

96
tersebut, sehingga dengan keterbatasan anggaran ini pihak-pihak terkait

seperti Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang yang mempunyai tugas

membangun, merawat dan mengelola taman kota tidak bisa melaksanakan

tugasnya secara maksimal. 100

b. Kemajuan pembangunan taman kota tidak hanya menjadi tugas dan

kewajiban stakeholder terkait saja dalam hal ini pemerintah kabupaten

melalui Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang, Bappeda Kabupaten

Rembang dan BLH Kabupaten Rembang. Dalam hal pembangunan taman

kota sejatinya warga juga bertanggung jawab terhadap maju mundurnya

pembangunan taman kota di suatu daerah. Masyarakat dituntut untuk

memiliki rasa memiliki agar timbul kebiasaan menjaga dan merawat

fasilitas-fasilitas RTH di wilayah perkotaan khususnya taman kota. Hal ini

sangat penting karena maraknya aksi perusakan terhadap fasilitas umum di

kota- kota lain yang disebabkan oleh warga yang tidak bertanggung jawab.

Begitu juga yang terjadi di kabupaten Rembang, masih sering ditemukan

fasilitas taman kota yang rusak akibat ulah masyarakat sendiri. Padahal

untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan tersebut juga dibutuhkan biaya

yang tidak sedikit, sehingga hal ini akan membuat pengeluaran anggaran

untuk alokasi perawatan dan pengelolaan taman kota menjadi membesar.

Maka disinilah pentingnya pemerintah kabupaten Rembang meberikan

100
Loc.cit.

97
sosialisasi ke warganya terhadap pentingnya menjaga dan melestarikan

keberadaan taman kota.101

Khusus terhadap masalah kesadaran masyarakat, taman kota dengan

segala jenis vegetasi pepohonan di dalamnya berdasarkan monitoring yang

dilakukan oleh Bappeda kabupaten Rembang kebanyakan ditemukan rusak

akibat ulah dari masyarakat kabupaten Rembang sendiri atau kesadaran

masyarakat sendiri. Kebanyakan pepohonan dan bangunan dirusak warga

khususnya para pemuda dengan cara dicoret-coret cat pilox. 102 Hal inilah

yang kemudian membuat fungsi estetis taman kota sebagai hiasan kota

menjadi berkurang. Meskipun permasalahan ini bisa diatasi dengan

penggantian batu-batu lantai menjadi keramik sehingga mudah dibersihkan

ketika terkena cat pilox akan tetapi mestinya pemerintah kabupaten

Rembang harus mengupayakan strategi jitu agar permasalahan ini tak

muncul kembali.103

1) Solusi Kendala Yuridis

a. Mengenai permasalahan tidak adanya aturan minimal jumlah taman kota

dalam suatu kabupaten/kota, maka seharusnya pemerintah pusat melalui

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang secara khusus merumuskan

peraturan yang sebanding dengan Peraturan Menteri guna mengatur jumlah

101
loc. cit.
102
loc. cit.
103
loc. cit.

98
taman kota yang harus dibangun oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.

Hal ini agar ada standar khusus yang menjadi pedoman bagi pemerintah

daerah kabupaten/kota dalam menyediakan taman kota di wilayahnya.

b. Untuk mengatasi permasalahan pengelolaan kawasan konservasi hutan

mangrove yang tidak diatur dalam peraturan daerah Kabupaten Rembang,

maka pemerintah kabupaten Rembang seharusnya segera mengeluarkan

Surat Keputusan Bupati yang secara khusus berisi aturan mengenai

pengelolaan kawasan taman konservasi mangrove/bakau. Hal ini untuk

mengoptimalkan segala aspek keunggulan daerah secara maksimal sekaligus

dapat memberikan manfaat kepada masyarakat kabupaten Rembang

khususnya melalui bidang pariwisata dengan memperhatikan aspek

kelestarian lingkungan daripada mengejar pembangunan daerah melalui

infrastruktur perekonomian daerah seperti PLTU Sluke dan pabrik Semen

Indonesia.

2) Solusi Kendala Non Yuridis

a. Untuk mengatasi permasalahan kurangnya anggaran dari pemerintah daerah

kabupaten Rembang, maka diperlukan efektivitas penggunaan APBD. Hal

ini bisa diwujudkan dengan laporan pengeluaran belanja daerah yang

didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti tersebut harus mendapat

pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas

kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut. Prosedur

99
diatas dimaksudkan untuk menekan praktek-praktek penyelewengan APBD

yang bisa mengakibatkan terhambatnya prsoses pembangunan daerah salah

satunya RTH dalam penataan ruang. Dengan penggunaan APBD secara

efektif diharapkan dapat menekan pengeluaran belanja daerah sehingga

dapat digunakan atau dialokasikan untuk keperluan pembangunan daerah

seperti penataan ruang dalam hal pengelolaan RTH di kabupaten Rembang.

b. Mengenai permasalahan kurangnya kesadaran masyarakat sebenarnya bisa

diupayakan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan penyuluhan, pengelolaan

dan pemeliharaan taman-taman kota dan mengadakan forum diskusi seperti

Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan langsung masyarakat agar

mendorong dan menginspirasi masyarakat kabupaten Rembang untuk

menghijaukan kota. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan kesadaran

masyarakat kabupaten Rembang terhadap pentingnya taman kota akan

muncul dengan sendirinya karena rasa memiliki bersama. Maka dari itu,

diperlukan rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang

dari pemerintah kabupaten Rembang untuk mengatasi segala permasalahan

terhadap pembangunan RTH khususnya taman kota.

100
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. RTRW kabupaten Rembang dirancang dengan memperhatikan fungsi ekologis,

ekonomi, sosial dan artistik untuk kesejahteraan warga Rembang. RTRW

kabupaten Rembang terdiri dari ruang terbangun sebesar 70%, dan ruang terbuka

sebesar 30% dari keseluruhan luas wilayah. Meskipun dalam prakteknya

101
karakteristik RTH di kawasan perkotaan kabupaten Rembang menunjukan bahwa

RTH privat lebih mendominasi hingga mencapai 27% sedangkan kontribusi RTH

publik hanya sebesar 3% dari prosentase 30% RTH kabupaten Rembang.

2. Pembangunan RTH taman kota di kabupaten Rembang merupakan salah satu

perwujudan RTH kebijakan publik. Pelaksanaan pemenuhan RTH kabupaten

Rembang sudah memenuhi ketentuan luas 30% dari keseluruhan luas wilayah,

akan tetapi secara kuantitatif dalam hal pelaksanaan penyediaan taman kota yang

berkaitan dengan kewajiban pemenuhan hak publik (fasilitas, luas, jenis vegetasi)

di kabupaten Rembang belum sesuai aturan.

3. Kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Daerah Kabupaten

Rembang Nomor 14 Tahun 2011 antara lain:

Masalah Yuridis

a. Tidak ada aturan minimal jumlah taman kota yang harus dibangun

pemerintah daerah kabupaten/kota menyebabkan pemerintah daerah

kabupaten Rembang tidak sungguh-sungguh dalam menyediakan taman

kota.

b. Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang

RTRW Kabupaten Rembang yang diterbitkan belum memberikan perhatian

102
khusus terhadap area taman konservasi mangrove/bakau di desa pasar

mbanggi.

c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman

Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

yang menetapkan jenis vegetasi pohon tertentu seperti mahoni, tanjung,

kiara payung, angsana, akasia daun besar, palem raja, pinang jambe, lontar

yang harus ditanam di area RTH khususnya taman kota. Peraturan tersebut

justru bisa menjadi masalah karena tidak semua jenis vegetasi pohon bisa

hidup disemua daerah provinsi Jawa Tengah khususnya di kabupaten

Rembang.

Kendala Non Yuridis

a. Kurangnya sokongan anggaran dari pemerintah kabupaten Rembang untuk

perawatan taman-taman kota tersebut mengakibatkan pihak-pihak terkait

seperti Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Rembang yang mempunyai tugas

untuk membangun, merawat dan mengelola taman kota tidak bisa

melaksanakan tugasnya secara maksimal.

b. Warga Rembang juga bertanggung jawab terhadap maju mundurnya

pembangunan taman kota di kabupaten Rembang. Masyarakat Rembang

103
dituntut untuk memiliki rasa memiliki agar timbul kebiasaan menjaga dan

merawat fasilitas-fasilitas RTH di wilayah perkotaan khususnya taman kota.

Solusi Kendala Yuridis

a. Seharusnya pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

yang secara khusus merumuskan peraturan yang sebanding dengan Peraturan

Menteri guna mengatur jumlah taman kota yang harus dibangun oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota.

b. Untuk mengatasi permasalahan pengelolaan kawasan konservasi hutan

mangrove yang tidak diatur dalam peraturan daerah Kabupaten Rembang,

maka pemerintah kabupaten Rembang seharusnya segera mengeluarkan

Surat Keputusan Bupati yang secara khusus berisi aturan mengenai

pengelolaan kawasan taman konservasi mangrove/bakau.

Solusi Kendala Non Yuridis

a. Pemerintah daerah kabupaten Rembang perlu menggunakan APBD secara

efektif. Hal ini bisa diwujudkan dengan laporan pengeluaran belanja daerah

yang didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti tersebut harus

mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut.

b. Mengenai permasalahan kurangnya kesadaran masyarakat sebenarnya bisa

diupayakan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan penyuluhan, pengelolaan

104
dan pemeliharaan taman-taman kota dan mengadakan forum diskusi seperti

Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan langsung masyarakat agar

mendorong dan menginspirasi masyarakat kabupaten Rembang untuk

menghijaukan kota.

B. SARAN

Saran yang bisa diberikan penulis berkaitan dengan penyediaan RTH khususnya

berupa RTH taman kota di kabupaten Rembang yaitu :

1. Menambah jumlah RTH publik berupa taman kota ataupun yang lainnya

yang dimiliki pemerintah kabupaten Rembang dengan cara membentuk

mitra kerjasama dengan kabupaten lain ataupun LSM yang didukung dengan

investor, kemudian secara formal perlu dilegalkan melalui Surat Keputusan

Bupati Rembang sehingga mitra kerjasama RTH tersebut diharapkan dapat

menjadi mitra pemerintah daerah dalam mengelola RTH di kawasan

perkotaan kabupaten Rembang. Hal ini penulis harapkan dapat menambah

jumlah RTH publik kabupaten Rembang untuk menunjang kegiatan

masyarakat.

2. Mengatur pengelolaan kawasan konservasi hutan mangrove dengan surat

keputusan bupati Rembang agar bisa memberikan manfaat bagi masyarakat

kabupaten Rembang, baik dalam segi ekonomi ataupun ekologis kelestarian

lingkungan.

105
3. Mengadakan sekaligus memperbanyak kegiatan perawatan RTH taman kota

dengan melibatkan langsung peran warga Rembang terutama di daerah padat

penduduk untuk fungsi interaksi sosial warga dan ekologis. Hal ini untuk

menumbuhkan rasa memiliki dan tanggungjawab bersama akan sarana

umum yang telah disediakan oleh pemerintah daerah kabupaten Rembang

agar terhindar dari perusakan-perusakan oleh masyarakat sendiri.

106

Anda mungkin juga menyukai