Anda di halaman 1dari 95

-1-

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
TENTANG
STANDAR DAN INSTRUMEN AKREDITASI
PUSKESMAS EDISI KEDUA, VERSI TAHUN 2020

BAB 1. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)

Standar
1.1 Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan secara
terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas bersama dengan
lintas program dan lintas sektor serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Perencanaan Puskesmas mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan tata
nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis peluang pengembangan
pelayanan, serta analisis risiko pelayanan termasuk umpan balik dari
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.

Kriteria
1.1.1 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai,
analisis kebutuhan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan, analisis
risiko pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan
dalam perencanaan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang (UKPP) tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah
kerjanya.
• Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang kesehatan yang
bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja profesional harus memiliki Visi, Misi,
-2-

Tujuan dan Tata Nilai yang mencerminkan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai
penyedia layanan UKM maupun UKPPP.
• Visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas ditetapkan oleh Kepala Puskesmas mengacu
visi, misi dan tujuan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan. Sebagai
acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas.
• Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata
nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil
analisis risiko pelayanan dan peraturan perundang-undangan.
• Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu dilakukan analisis
situasi data kinerja Puskesmas, analisis situasi dan perumusan masalah yang dirasakan
masyarakat termasuk hasil pelaksanaan PIS-PK yang disusun secara terpadu yang
berbasis wilayah kerja Puskesmas.
Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh
karena itu perlu dilakukan analisis peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.
• Risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam penyelenggaraan
pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat maupun Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang perlu diidentifikasi, dianalisis dan dikelola agar pelayanan yang
disediakan aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
• Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan, sehingga upaya
pencegahan dan mitigasi risiko sudah direncanakan sejak awal serta disediakan
sumber daya yang memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko.
• Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan penyusunan
perencanaan Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan dan harapan masyarakat, b) hasil
identifikasi dan analisis peluang pengembangan pelayanan pada area prioritas, dan c)
hasil identifikasi dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit pelayanan baik dari
sisi KMP, UKM, maupun UKPP termasuk risiko terkait bangunan, prasarana, peralatan
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi acuan dalam
penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga
evaluasi kinerja Puskesmas. (R)
2. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan berdasarkan hasil identifikasi dan
analisis sesuai dengan yang diminta pada pokok pikiran pada paragraf terakhir (R,D,W)

Kriteria
1.1.2 Perencanaan Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas,
analisis peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, capaian kinerja
dan analisis kebutuhan masyarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota yang disusun secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas
serta dapat direvisi sesuai dengan capaian kinerja dan apabila ada perubahan
kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
-3-

Pokok Pikiran:
• Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis kesehatan masyarakat,
analisis peluang pengembangan pelayanan, dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas
bersama dengan sektor terkait dan masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang
diselaraskan dengan rencana strategis dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, serta
sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas.
• Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya kesehatan
masyarakat (UKM), dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang (UKPP).
• Berdasarkan rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana Operasional
Puskesmas yang dituangkan dalam Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang merupakan usulan ke Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/ Kota, dan menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun berjalan
berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
• Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui penetapan Tim
Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam musrenbang desa dan musrenbang
kecamatan untuk kemudian diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
• Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan berdasar hasil perbaikan
proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil pencapaian terhadap indikator kinerja
yang ditetapkan.
• Perubahan rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah
tentang upaya/kegiatan Puskesmas maupun dari hasil perbaikan dan pencapaian
kinerja upaya/kegiatan Puskesmas.
• Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya
pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Rencana Lima Tahunan disusun dengan dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor serta berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
(D)
2. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, Rencana Lima Tahunan
Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (D)

3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara lintas program sesuai
dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
4. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Kegiatan Tahunan serta hasil pemantauan dan capaian kinerja bulanan. (D)
5. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan revisi
perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan. (D, W)

Kriteria
1.1.3 Peluang perbaikan dan pengembangan dalam penyelenggaraan upaya Puskesmas
diidentifikasi dan dianalisis sebagai dasar dalam perencanaan.
-4-

Pokok Pikiran:
• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah,
oleh karena itu perlu diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.
• Keterbatasan sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang terjadi di
Puskesmas dapat diukur dan diperbaiki di waktu yang sama.
• Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai hasil analisis
kebutuhan masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area prioritas perbaikan untuk
tingkat Puskesmas yang menjadi fokus untuk melakukan inovasi perbaikan, dan
didukung baik oleh Keppemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya
Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang (UKPP)

Area prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas Puskesmas.


• Contoh masalah prioritas tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan
permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi tuberkulosis,
maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKPP yang terkait dengan penyediaan
pelayanan klinis untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan
kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan
manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan area prioritas tingkat Puskesmas untuk perbaikan dan
pengembangan tingkat Puskesmas sesuai dengan masalah kesehatan yang ada di
wilayah kerja yang terdiri atas area KMP, UKM dan UKPP. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan pengembangan
penyelenggaraan upaya Puskesmas untuk indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas
yang sudah ditetapkan dan upaya perbaikan dituangkan dalam dalam perencanaan
Puskesmas. (D, W)

Standar
1.2 Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan
kemudahan akses pengguna layanan
Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat
pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan,
dan untuk menyampaikan umpan balik

Kriteria
1.2.1 Masyarakat sebagai pengguna layanan, seluruh tenaga Puskesmas dan lintas sektor
mendapat informasi yang memadai tentang jenis-jenis pelayanan dan kegiatan-kegiatan
Puskesmas serta masyarakat memanfaatkan pelayanan sesuai kebutuhan.
-5-

Pokok Pikiran:
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib menyediakan
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Puskesmas harus menyampaikan informasi tentang jenis-jenis pelayanan dan kegiatan
yang dilengkapi dengan jadwal pelaksanaannya.
• Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya perlu diketahui oleh
masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas program, dan sektor terkait untuk
meningkatkan kerjasama, saling memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dan upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan
pembangunan berwawasan kesehatan.
• Jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dimanfaatkan secara optimal oleh
masyarakat, sebagai wujud pemenuhan akses masyarakat terhadap pelayanan yang
dibutuhkan.

Elemen Penilaian:
1. Masyarakat, Lintas Program dan Lintas Sektor mengetahui jenis-jenis pelayanan yang
disediakan oleh Puskesmas. (W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi kepada
masyarakat, lintas program maupun lintas sektor serta pemanfaatan pelayanan dan
kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan jadwal yang disusun. (D, W)

Kriteria
1.2.2 Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan, dan untuk
menyampaikan umpan balik terhadap pelayanan. (Lihat juga KMP : 1.8.3 dan UKM :
2.2.1; 2.2.2; 2.9.5; 2.9.6)

Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, baik pengelola
maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses oleh masyarakat ketika masyarakat
membutuhkan baik untuk pelayanan preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif
sesuai dengan kemampuan Puskesmas.
• Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan
Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain melalui papan pengumuman, pemberian
arah tanda yang jelas, media cetak, telepon, short message service (sms), media
elektronik, ataupun internet.
• Umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan terhadap pelayanan
dan penyampaian umpan balik.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat. (D, O, W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap keluhan dan umpan balik dari masyarakat.
(D, O, W)
-6-

Standar
1.3 Tata kelola organisasi Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan
Tata kelola organisasi Puskesmas meliputi struktur organisasi,
pengendalian dokumen, pengelolaan jaringan dan jejaring, manajemen
data dan informasi serta penyelenggaran pelayanan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).

Kriteria
1.3.1 Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan tata
hubungan kerja.

Pokok Pikiran:
• Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu disusun struktur
organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan daerah
Kabupaten/Kota.
• Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, perlu ada kejelasan tugas,
wewenang, tanggungjawab dan persyaratan jabatan.
Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam struktur organisasi
yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
• Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan berdasarkan
persyaratan jabatan oleh Kepala Puskesmas dengan menetapkan penanggungjawab
masing-masing upaya.
• Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung Jawab Upaya Puskesmas
• Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara periodik oleh
Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada dan efektivitas organisasi agar
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.
• Sebagai wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab upaya Puskesmas
wajib melakukan pendelegasian wewenang kepada pelaksana kegiatan apabila
meninggalkan tugas.
• Perlu diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian wewenang terkait dengan
besarnya beban dalam pelaksanaan kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun
penanggung jawab upaya, agar proses pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada
orang yang tepat (pendelegasian wewenang yang dimaksud adalah pendelegasian
manajerial)

Elemen Penilaian:
1. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota dengan kejelasan alur komunikasi dan koordinasi antar posisi dalam
struktur (R)
2. Ada uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat uraian tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan persyaratan jabatan. (R)
-7-

3. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya Puskesmas.


(R)

4. Terdapat kriteria dan prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dan dari Penanggung jawab upaya
kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana
kegiatan apabila meninggalkan tugas. (R

Kriteria
1.3.2 Kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan dan prosedur terkait pelaksanaan kegiatan
disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan, serta dokumen bukti pelaksanaan
kegiatan dikendalikan.

Pokok Pikiran:
• Untuk menyusun, mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh dokumen perlu
disusun Pedoman tata naskah.
• Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen regulasi yang
meliputi kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur, maupun dalam
pengendalian dokumen dan dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
• Pedoman tata naskah mengatur antara lain:
a. penyusunan, kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan, pedoman, panduan,
kerangka acuan, dan prosedur) oleh orang yang ditunjuk
b. proses dan frekuensi kajian dan keberlanjutan persetujuan
c. pengendalikan dokumen
d. perubahan dokumen dan identifikasi histori perubahan
e. pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f. pengeloaan dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas
g. retensi dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundangundangan yang
berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut tidak digunakan
secara salah.
• Untuk memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan terlaksana secara konsisten dan
reliabel maka perlu disusun pedoman kerja dan prosedur kerja.
• Prosedur kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan dikendalikan, demikian juga
dokumen bukti rekaman sebagai bentuk pelaksanaan prosedur juga harus dikendalikan
sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
• Masalah dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja harus ditindak lanjuti
dengan upaya perbaikan.
• Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang maupun Upaya Kesehatan Masyarakat dapat terlaksana secara efektif
dalam mencapai tujuan yang diharapkan harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas untuk pelaksanaan kegiatan tiap
upaya kesehatan masyarakat.
-8-

• Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun pedoman


pelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam proses pemberian pelayanan
kesehatan perseorangan. Dalam memberikan pelayanan kepada pengguna layanan,
tenaga kesehatan wajib bekerja sesuai dengan rincian wewenang klinis dan
berdasarkan pada panduan praktik klinis dan/ atau prosedur yang jelas dalam
pelaksanaan pelayanan klinis.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana diminta dalam pokok pikiran
mulai dari huruf a sampai huruf g. (R)
2. Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan KMP,
penyelenggaraan UKM dan penyelenggaraan UKP. (R)
3. Kegiatan KMP, UKM dan UKP dilaksanakan mengacu pada kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang ditetapkan. (R, D)

Kriteria
1.3.3 Jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan di wilayah kerja dikelola dan
dioptimalkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di wilayah kerja
Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau rujukan di bidang upaya kesehatan
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Upaya Puskesmas mempunyai kewajiban
untuk melakukan pembinaan terhadap jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas kesehatan kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
Agar jaringan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi implementasi PIS PK
baik dalam bentuk pelayanan UKM dan UKPP yang mudah diakses oleh masyarakat.
Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi: Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan
praktik bidan desa, atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku
• Jejaring fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya seperti klinik, Puskesmas,
apotek, laboratorium, praktik mandiri tenaga kesehatan, dan Fasilitas kesehatan
lainnya.
• Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKPP, termasuk pembinaan
ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam upaya pemberian pelayanan
yang bermutu

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan kesehatan yang ada di
wilayah kerja Puskesmas. (D)
2. Disusun rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring fasilitas kesehatan
tingkat pertama dengan jadwal dan penanggung jawab yang jelas. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal pelaksanaan program
pembinaan jaringan dan jejaring. (D)
-9-

Kriteria
1.3.4 Adanya jaminan ketersediaan data dan informasi melalui
terselenggaranya sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas .

Pokok Pikiran:
• Pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat
perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi.
• Sistem manajemen data dan informasi tersebut harus dapat menjamin ketersediaan
data dan informasi hasil kinerja Puskesmas .
• Data dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja, demografi, budaya
dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit terbanyak, surveilans epidemiologi, evaluasi
dan pencapaian kinerja, PIS-PK, data dan informasi lain yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan daerah kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan .
• Data dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan keputusan di
Puskesmas dalam peningkatan pelayanan maupun pengembangan program-program
kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan
pada tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota termasuk
penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak terkait.
• Selain itu, ketersediaan data dan informasi juga sangat penting untuk kebutuhan
kegiatan penilaian kinerja Puskesmas, Peningkatan Mutu Puskesmas, Keselamatan
Pengguna layanan, dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
• Data Peningkatan Mutu, Keselamatan Pengguna layanan, dan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi: a) Hasil pengukuran indikator
mutu dan kinerja KMP, UKM, UKPP
(layanan klinis).

b) Hasil pengukuran indikator Keselamatan Pengguna layanan


c) Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) .
-10-


Hasil perbaikan dan evaluasi pengukuran indikator mutu dan kinerja KMP, UKM dan UKPP.
Sistem manajemen data dan informasi juga diperlukan untuk dapat menyediakan data
untuk mendukung penilaian kinerja karyawan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga non
kesehatan.
• Dengan adanya sistem manajemen data dan informasi tersebut maka pada gilirannya akan
memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para penanggung jawab upaya pelayanan, dan
masing-masing pelaksana pelayanan baik UKM maupun UKPP di masing-masing unit kerja
dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi keberhasilan upaya
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pengguna layanan.
• Sistem Manajemen Data dan Informasi di Puskesmas mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Sistem Informasi Puskesmas
• Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik dan/atau secara
nonelektronik

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di sistem manajemen data dan
informasi di Puskesmas (D)
2. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan pelaporan serta distribusi
informasi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (D
3. Tersedia data dan informasi hasil kinerja dalam sistem manajemen data dan informasi
Puskesmas yang dapat diakses oleh para penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan untuk dimanfaatkan peningkatan mutu dan Keselamatan Pengguna
layanan, PPI, dan Manajemen Risiko, serta penilaian kinerja karyawan (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap sistem manajemen data dan informasi
Puskesmas secara periodik (D, W)

Kriteria
1.3.5 Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3).

Pokok Pikiran:
• Karyawan yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar infeksi terkait dengan
pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan pengguna layanan baik langsung maupun tidak
langsung, oleh karena itu karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan perlindungan terhadap kesehatannya.
• Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian juga pemberian imunisasi bagi karyawan
sesuai dengan hasil identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program
perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses pelaporan jika terjadi
paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
• Karyawan juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan yang dilakukan oleh
pengguna layanan, keluarga pengguna layanan, maupun oleh sesama karyawan. Program
perlindungan karyawan terhadap kekerasan fisik termasuk proses pelaporan, tindak lanjut
pelayanan kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan diterapkan.
Dalam pengelolaan limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain harus memperhatikan
jarum suntik dan limbah benda tajam yang lain dikumpulkan dalam wadah khusus untuk
membuang jarum suntik dan limbah benda tajam yang bersifat tertutup, tidak tembus
benda tajam, dan tidak bocor.
-11-

• Jika limbah-limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain diserahkan kepada pihak ketiga,
harus dipastikan bahwa limbah tersebut dikelola oleh pihak ketiga sesuai dengan prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:

1. Disusun dan ditetapkan program K3 bagi karyawan (R, D, W)


2. Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk menjaga kesehatan
karyawan sesuai dengan program yang telah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W)
3. Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi karyawan sesuai dengan tingkat risiko dalam
pelayanan. (D, W)
4. Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang terpapar penyakit infeksi
atau cedera akibat kerja. (D, W)

Standar
1.4 Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan perlu memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan
kerja.

Kriteria
1.4.1 Tersedia Sumber Daya Manusia (SDM) dengan jumlah, jenis, dan kompetensi sesuai kebutuhan dan
jenis pelayanan yang disediakan.

Pokok Pikiran:
• Agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan aman bagi pengguna
layanan dan masyarakat yang dilayani perlu dilakukan analisis kebutuhan tenaga baik
dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non kesehatan sebagai dasar
penyusunan pola ketenagaan dan rencana pengembangan tenaga,
• Untuk memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan pengguna layanan
dan masyarakat, dilakukan upaya untuk pemenuhan ketersedian tenaga baik jenis, jumlah
dan persyaratan kompetensi.
• Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai dengan struktur
organisasi Puskesmas dan jabatan fungsional tenaga Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis tenaga yang
dibutuhkan. (R)
2. Disusun pola ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai dengan pelayanan yang
disediakan serta rencana pengembangan tenaga sesuai dengan hasil analisis kebutuhan
tenaga.(D, W)
3. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai dengan rencana
pengembangan tenaga yang disusun. (D)

Kriteria
1.4.2 Setiap karyawan mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam pelaksanaan tugas maupun
penilaian kinerja.
-12-

Pokok Pikiran:
• Uraian tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan. Setiap karyawan wajib memahami uraian tugas masing-masing agar dapat
menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
• Uraian tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan.
• Tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan pengangkatan sebagai
jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
• Bagi tenaga non ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan surat keputusan
pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas berdasarkan standar kompetensi
lulusan
• Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada karyawan untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
• Contoh tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga bidan yang diangkat kedalam
jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan tugas sebagai bendahara. Jadi tugas pokok
karyawan tersebut adalah Bidan, dan tugas tambahannya adalah sebagai bendahara.
• Jenis tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan terhadap sistem,
mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan kepuasan pengguna jasa.
• Indikator penilaian kinerja setiap karyawan Puskesmas disusun dan ditetapkan berdasarkan:
a. uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya baik uraian tugas pokok dan
tugas tambahan
b. tata nilai yang disepakati termasuk di dalamnya profesionalisme
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan
uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
• Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok bagi karyawan ASN dapat
menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan
uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
• Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja masing-masing karyawan.
• Penilaian kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian kinerja karyawan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas tambahan untuk setiap
karyawan. (R)
-13-

2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja karyawan sebagaimana diminta dalam pokok pikiran.
(R)
3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan minimal setahun sekali dan tindak lanjut terhadap
hasil penilaian kinerja karyawan untuk perbaikan. (D, W)

Kriteria
1.4.3 Setiap karyawan mempunyai dokumen (file) kepegawaian yang lengkap dan mutakhir.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan yang bekerja di
Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang bekerja memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan dilakukan upaya pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut.
• Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat Tanda Registrasi
(STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
• File kepegawaian tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan, bukti dilakukan
verifikasi terhadap Pendidikan (ijazah), registrasi (STR) dan perizinan (SIP) serta bukti
kredensial bagi tenaga kesehatan, bukti pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan
pengalaman yang dipersyaratkan, uraian tugas karyawan dan/atau rincian wewenang klinis
tenaga kesehatan, hasil penilaian kinerja karyawan, dan bukti evaluasi penerapan hasil
pelatihan termasuk bukti orientasi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan yang bekerja di Pukesmas
yang terpelihara sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap kelengkapan dan
pemutakhiran data kepegawaian. (D)

Kriteria
1.4.4 Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti orientasi agar memahami dan mampu
melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Pokok Pikiran:
• Agar memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru dan alih tugas, baik yang
diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas, Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator
pelayanan, maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.
• Kegiatan orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus.
• Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis besar visi, misi, tata
nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas
dan keselamatan pengguna layanan, serta program pengendalian infeksi.
• Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas yang menjadi tanggung
jawab dari karyawan yang bersangkutan. Pada kegiatan orientasi ini karyawan baru
diberi/dijelaskan terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan
dengan aman sesuai dengan Panduan Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya dan pedoman
program lainnya.

Elemen Penilaian:
1. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun. (D, W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi (D.W)

1.5 Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan


keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sarana
-14-

(bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan lingkungan


dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dikaji
dengan memperhatikan manajemen risiko.

Kriteria
1.5.1 Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan (MFK) yang
meliputi keselamatan dan keamanan fasilitas, pengelolaan bahan dan limbah berbahaya,
manajemen bencana, pengamanan kebakaran, alat kesehatan, dan sistem utilisasi

Pokok Pikiran :
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas dan
menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas, dan
masyarakat.
• Puskesmas perlu menyusun program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) untuk
menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, petugas, dan masyarakat.
• Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan, yang meliputi:
a) Manajemen Keselamatan dan keamanan.
Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana bangunan, halaman/ground,
prasarana, peralatan Puskesmas, tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi
pengguna layanan, petugas dan pengunjung, dan masyarakat
Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan, pengrusakan dan
kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kodekode darurat atau akses serta
penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang.

b) Manajemen Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3), yang


meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya lainnya harus
dikendalikan, dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.
Program B3 meliputi:

1) penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan
2) pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
3) sistem pelabelan B3 sesuai ketentuan peraturan perundangundangan
4) sistem pendokumentasian dan perizinan B3 sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
5) penanganan tumpahan dan paparan B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
6) sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan atau paparan sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan
7) penggunaan APD sesuai ketentuan peraturan perundangundangan
c) Manajemen Bencana/disaster, yaitu tanggapan terhadap wabah, bencana dan
keadaan kegawatdaruratan akibat bencana direncanakan dan efektif.
Program manajemen bencana perlu disusun dalam upaya menanggapi bila terjadi
bencana internal dan/ atau eksternal yang meliputi:

1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang mungkin terjadi
(HVA),
2) menentukan peran Puskesmas dalam kejadian tersebut
3) strategi komunikasi jika terjadi bencana,
-15-

4) manajemen sumber daya,


5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan, dan manajemen konflik
yang mungkin terjadi pada saat bencana,
7) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya masyarakat yang
tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu program kesiapan
menghadapi bencana yang disimulasikan setiap tahun yang meliputi 2) sampai
dengan 6) dari program manajemen bencana.

d) Manajemen Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib melindungi properti dan


penghuni dari kebakaran dan asap.
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara umum meliputi
pencegahan terjadinya kebakaran dengan melakukan identifikasi area berisiko bahaya
kebakaran dan ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang mudah
terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif. Secara khusus, program
penanggulangan akan berisi:

1) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem proteksi dan


penanggulangan kebakaran secara periodik
(minimal satu kali dalam satu tahun)

2) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan.
3) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran dilakukan
selama kurun waktu 12 bulan
4) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi pengguna layanan yang
efektif pada situasi bencana
e) Manajemen Alat kesehatan
Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan dipilih, dipelihara dan digunakan sesuai
dengan ketentuan. Kegiatan tersebut ditujukan untuk:

1) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan berfungsi dengan baik
2) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan memiliki kualifikasi
yang sesuai dan kompeten
f) Manajemen Sistem utilitas meliputi sistem listrik bersumber PLN, sistem air,
sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya seperti generator (Genset),
perpipaan air dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan
harus dipastikan tersedia 7 (tujuh) hari 24 ( dua puluh empat ) jam
g) Pendidikan (edukasi) petugas tentang Manajemen MFK.
• Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, petugas, pengunjung
dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan peta terhadap area berisiko yang
meliputi poin a sampai dengan f.
• Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang merefleksikan keadaan-
keadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas.
• Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan atau penanggung jawab yang
ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
• Program MFK perlu dievaluasi minimal per tri wulan untuk memastikan bahwa Puskesmas
telah melakukan upaya penyediaan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, petugas,
dan masyarakat sesuai dengan rencana.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat petugas yang bertanggung jawab dalam MFK serta tersedia rencana program MFK
yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi risiko. (R)
-16-

2. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi huruf a sampai huruf f pada
pokok pikiran. (D,W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap pelaksanaan program MFK
meliputi huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D)

Kriteria
1.5.2 Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya beracun serta
pengendalian dan pembuangan limbah bahan berbahaya beracun dilakukan berdasarkan
perencanaan yang memadai dan ketentuan perundang-undangan.

Pokok Pikiran:
• Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan secara
aman.
• WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan katagori
sebagai berikut: infeksius; patologis dan anatomi; farmasi; bahan kimia; logam berat;
kontainer bertekanan; benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif.
• Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan jumlah serta limbahnya
disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang
terjadi di tempat penyimpanan.
• Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan
penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
• Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program limbah B3 sesuai angka satu sampai enam pada huruf b pada kriteria
1.3.1. (R)
2. Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan
penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
3. Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (D, O)
4. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut tumpahan, paparan/pajanan terhadap B3 dan atau
limbah B3. (D,W)

Kriteria
1.5.3 Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi program tanggap darurat
bencana internal dan eksternal

Pokok Pikiran:
• Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu dan yang lain.
• Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut bertanggung jawab untuk
berperan aktif dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bila terjadi bencana baik internal
maupun eksternal.
• Strategi dan rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun sesuai dengan potensi
bencana yang mungkin terjadi berdasarkan hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard
Vulnerability Assesment).
• Program kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan (disaster drill) setiap
tahun secara internal atau melibatkan komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk
menilai kesiapan sistem 2) sampai dengan 6) yang telah diuraikan di kriteria 1.4.1.
• Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi dalam pelaksanaan
program tanggap darurat agar siap jika sewaktuwaktu terjadi bencana yang diselenggarakan
minimal setahun sekali.
-17-

• Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi bersama peserta
simulasi dan observer yang bertujuan untuk menindaklanjuti hasil dari simulasi.
• Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal sesuai dengan letak
geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap pelayanan. (D)
2. Dilaksanakannya program manajemen bencana/disaster meliputi angka satu sampai
dengan angka lima huruf c pada kriteria 1.3.1 (D, W).
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan meliputi angka dua sampai dengan angka enam
huruf c pada kriteria 1.3.1 terhadap program kesiapan menghadapi bencana yang disusun,
yang dilanjutkan dengan debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W)
4. Dilakukan perbaikan terhadap program kesiapan menghadapi bencana sesuai hasil simulai
dan evaluasi tahunan. (D)

Kriteria
1.5.4 Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan evaluasi program pencegahan
dan penanggulangan bahaya kebakaran termasuk sarana evakuasi.

Pokok Pikiran:
• Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko terhadap terjadinya
kebakaran. Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai
wujud kesiagaan Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran,
pengguna layanan, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan dijaga keselamatannya.
• Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi kebakaran baik aktif
mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor panas, dan
detektor asap, sedangkan proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu
darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
• Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi sumber terjadinya
kebakaran. Puskesmas harus menetapkan larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik
bagi petugas, pengguna layanan, dan pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi oleh
petugas, pengguna layanan dan pengunjung, dan dilakukan perbaikan terhadap
pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran angka satu sampai angka
empat huruf d pada kriteria 1.3.1 (D, O, W)
2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi dini asap dan
kebakaran, jalur evakuasi, serta keberfungsian alat pemadam api. (D, O, W)
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program pengamanan kebakaran. (D, W)
4. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pengguna layanan, dan pengunjung di
area Puskesmas. (R)

Kriteria
1.5.5 Puskesmas menyusun program untuk menjamin ketersediaan alat kesehatan yang dapat digunakan
setiap saat.

Pokok Pikiran:
• Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) oleh Puskesmas
dilakukan untuk memastikan pemenuhan terhadap standar sarana, prasarana, dan alat
kesehatan.
-18-

• Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus diinput dalam ASPAK dan
divalidasi untuk menjamin kebenarannya
• Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan pengguna layanan, alat
kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap digunakan setiap saat diperlukan.
Program yang dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai
dengan panduan produk tiap alat kesehatan.
• Dalam melakukan pemeriksaan alat kesehatan, petugas memeriksa antara lain: kondisi, ada
tidaknya kerusakan, kebersihan, status kalibrasi, dan fungsi alat.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan sesuai dengan ASPAK. (R)
2. Dilakukan inspeksi dan testing terhadap alat kesehatan secara periodik (D, 0, W)
3. Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara periodik (D,O,W)

Kriteria
1.5.6 Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk memastikan semua prasarana atau
sistem utilisasi berfungsi dan mencegah terjadinya ketidaktersediaan, kegagalan, atau
kontaminasi.

Pokok Pikiran:
• Prasarana atau sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan sistem penunjang lainnya
seperti genset, panel listrik, perpipaan air dan lainnya.
• Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pengguna layanan, dibutuhkan ketersediaan
listrik, air dan gas medis, serta prasarana lain, seperti Genset, panel listrik, perpipaan air,
ventilasi, sistem jaringan dan teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Program pengelolaan sistem utilitas perlu
disusun untuk menjamin ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan
Puskesmas.
• Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.
• Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika terjadi kegagalan air
dan/ atau listrik.
• Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset, perpipaan air, panel
listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk menjaga ketersediaannya untuk mendukung
kegiatan pelayanan pengguna layanan.
• Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih, termasuk pemeriksaan uji
kualitas air secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem penunjang lainnya sesuai
huruf f pada kriteria 1.3.1. (R)
2. Sumber air, listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam untuk pelayanan di
Puskesmas. (D)

Standar
1.6 Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan secara
periodik.
Untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat, maka dilakukan pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja dapat berupa pemantauan, supervisi, lokmin, audit
internal, dan rapat tinjauan manajemen.
-19-

Kriteria
1.6.1 Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan menggunakan indikator kinerja
yang ditetapkan sesuai dengan jenis pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah.

Pokok Pikiran:
• Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan dengan menggunakan
indikator kinerja yang jelas untuk memudahkan melakukan perbaikan penyelenggaraan
pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya
• Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan dan manajemen
Puskesmas
• Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu disusun, dipantau dan
dianalisis secara periodik sebagai bahan untuk perbaikan kinerja dan perencanaan periode
berikutnya
• Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi:
a) Indikator kinerja Manajemen Puskesmas
b) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKM
c) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKPP
• Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada Standar Pelayanan
Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Pedoman
dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk
memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas serta perencanaan tahunan dan
perencanaan lima tahunan.
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja KMP, UKM, dan UKPP
diumpan balikkan pada lintas program dan lintas sektor untuk mendapatkan
masukan/asupan dalam perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan
pada periode berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
dan kebijakan pemerintah (R)
2. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara periodik sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan hasilnya diumpanbalikkan pada lintas program
dan lintas sektor (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan dan penilaian kinerja
terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji banding dengan Puskesmas lain (D)
4. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja untuk
digunakan dalam perencanaan kegiatan masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk
perencanaan Puskesmas (D)
5. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja disediakan dan digunakan
sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi
perencanaan kegiatan bulanan (D, W)
6. Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk Laporan Penilaian
Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan kinerja dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/ Kota
(D)

Kriteria
1.6.2 Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor dilakukan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur.
-20-

Pokok Pikiran :
• Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu dikomunikasikan oleh Kepala
Puskesmas, Penanggung jawab Upaya baik KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas
program dan lintas sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas pelaksanaan
upaya Puskesmas.
• Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya mini bulanan lintas program dan
Lokakarya mini triwulan lintas sektor dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
• Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih terinci kegiatan-kegiatan
yang akan dilaksanakan selama 1 (satu) bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat,
sasaran, pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang diperlukan, serta
metode dan teknologi yang digunakan; menggalang kerjasama dan keterpaduan serta
meningkatkan motivasi petugas.
• Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara konkrit dukungan lintas
sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan mendatang, melalui
sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor (antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan;
menggalang kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan
kegiatankegiatan pembangunan di tingkat kecamatan; meningkatkan motivasi dan rasa
kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan masyarakat kecamatan

Elemen Penilaian
1. Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten dan periodik untuk
mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan upaya – upaya Puskesmas
(D,W)
2. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam pelaksanaan kegiatan dan
rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini (D,W)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini bulanan dan triwulan dalam
bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan. (D,W)

Kriteria
1.6.3 Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan, pengendalian kinerja, dan
kegiatan perbaikan kinerja melalui audit internal yang terencana sesuai dengan masalah
kesehatan prioritas, masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan

Pokok Pikiran:
• Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu dipantau apakah
mencapai target yang ditetapkan.
• Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan pengendalian yang
dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas
• Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab atau
Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim
Keselamatan Pengguna layanan, dan Penanggung jawab atau Tim PPI, Penanggung jawab
Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan.
• Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh pimpinan dan karyawan Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk
ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.
• Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan dipantau serta ditindaklanjuti.
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik melakukan pertemuan
tinjauan manajemen untuk membahas umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil
audit internal, hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya Puskesmas
dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan kebijakan mutu jika diperlukan,
-21-

serta membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk
perbaikan.
• Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab Mutu.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian tugas, wewenang, dan
tanggung jawab yang jelas. (R)
2. Disusun rencana program audit internal tahunan yang dilengkapi kerangka acuan audit dan
dilakukan kegiatan audit sesuai dengan rencana yang telah disusun. (R)
3. Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala Puskesmas, Tim Mutu,
pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
4. Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil audit internal baik oleh
kepala Puskesmas, penanggung jawab maupun pelaksana. (D)
5. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan pertemuan tinjauan
manajemen dan pelaksanaan pertemuan tinjauan manajemen dilakukan dengan agenda
sebagaimana pokok pikiran. (D,
W)

6. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti dan dievaluasi. (D)

Standar
1.7 Peran Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan Puskesmas melalui
Akreditasi
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Puskesmas mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.

Kriteria
1.7.1 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota dalam rangka perbaikan kinerja Puskesmas

Pokok Pikiran :
• Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan kepada Puskesmas
sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki otonomi dalam rangka sinkronisasi dan
harmonisasi pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah.
• Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan bagian dari tugas, fungsi
dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
• Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab, Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis dan supervisi, pemantauan evaluasi, dan
pelaporan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
• Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam hal
penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi
kinerja Puskesmas. Pembinaan tersebut dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan
dalam rangka pencapaian target PISPK, target Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan
Program Prioritas Nasional.

Elemen Penilaian :
1. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menetapkan struktur organisasi Puskesmas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (R)
-22-

2. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pembinaan Puskesmas


secara periodik yang dituangkan dalam program kerja yang jelas dan terukur (R, D)
3. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan secara
terpadu kepada Puskesmas yang berkesinambungan dengan menggunakan indikator
pembinaan program dan menyampaikan hasil pembinaan kepada Puskesmas. (D,W)
4. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pendampingan penyusunan
Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan. (D, W)
5. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menindaklanjuti pelaksanaan lokakarya
mini Puskesmas yang menjadi wewenang dalam rangka membantu menyelesaikan masalah
kesehatan yang tidak bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas. (D, W)
6. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan verifikasi dan memberikan
umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas. (D, W)
7. Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembinaan Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota. (D, W)

BAB 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang berorientasi


pada upaya promotif dan preventif sesuai prinsip five level prevention

Standar
2.1. Perencanaan pelayanan UKM dilaksanakan secara terpadu Perencanaan
pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja
Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor sesuai
dengan analisis kebutuhan masyarakat, data hasil penilaian kinerja
Puskesmas termasuk memperhatikan hasil pelaksanaan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) dan capaian target Standar
Pelayanan Minimal (SPM) daerah Kabupaten/Kota.

Kriteria
2.1.1. Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja
Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, analisis data
pencapaian kinerja pelayanan UKM dengan memperhatikan data PIS PK dan SPM.

Pokok Pikiran:
• Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan UKM dilakukan dengan
Survei Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa maupun melalui pertemuan
pertemuan konsultatif lainnya dengan masyarakat seperti jajak pendapat, temu muka,
survei mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya.
• Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat mengacu pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
• Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah dianalisis dan dibahas
bersama lintas program dan lintas sektor, selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam
penyusunan rencana usulan kegiatan UKM.
• Data capaian kinerja pelayanan UKM dianalisis dengan memperhatikan hasil pelaksanaan
PIS PK dan capaian target SPM yang berbasis wilayah kerja Puskesmas. Hasil analisis
tersebut dibahas secara terpadu bersama lintas program dan lintas sektor sebagai dasar
dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM.
-23-

• Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun oleh Kepala


Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas mengacu pada analisis data kinerja
dengan memperhatikan data PIS PK, analisis capaian SPM daerah Kabupaten/Kota,
pedoman atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dengan mengutamakan
program prioritas nasional (antara lain penurunan Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi,
Penanggulangan TB, pengendalian Penyakit Tidak Menular, penurunan Angka Kematian Ibu/
AKI dan Angka Kematian Neonatus/ AKN), serta memperhatikan kebutuhan dan harapan
masyarakat.
• Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk menggantikan kata
“program”, contoh: Program Promkes menjadi Pelayanan Promkes.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga
dan individu yang merupakan sasaran pelayanan UKM sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan. (D, W)
2. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis bersama dengan lintas
program dan lintas sektor sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun rencana
kegiatan. (D,W)
3. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama lintas program dan lintas
sektor dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK sebagai bahan untuk pembahasan
dalam menyusun rencana kegiatan yang berbasis wilayah kerja. (D,W)
4. Tersedia rencana usulan kegiatan UKM yang disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja
Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil
pembahasan analisis data capaian kinerja pelayanan UKM dengan memperhatikan hasil
pelaksanaan kegiatan PIS PK (D,W)

Kriteria
2.1.2. Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan
pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat, dimana proses kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan
oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi oleh Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap pelaksana kegiatan,
koordinator pelayanan, dan penanggung jawab UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi
pembangunan yang berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
• Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya disebut Pemberdayaan
masyarakat adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan
individu, keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan yang
dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan masalah melalui pendekatan edukatif
dan partisipatif serta memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat
• Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi :
a. peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan
mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi;
b. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat;
c. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;
d. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan;
e. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kemasyarakatan,
organisasi kemasyarakatan,dan swasta;
-24-

f. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal; dan
• Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahap :

a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;


b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian.
g. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan Pemberdayaan
Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyaraka
• Perencanaan pemberdayaan masyarakat terintegrasi dengan Profil Kesehatan Keluarga
(Prokesga) melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS
PK).
• Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam
pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan peran dan fungsi organisasi masyarakat
dalam pembangunan kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari
kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan membahas bersama tentang
kebutuhan dan harapan mereka, berdasarkan prioritas masalah kesehatan sesuai dengan
sumber daya yang dimiliki.
• Bentuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan
UKBM seperti Komunitas Peduli Kesehatan Remaja, Komunitas Peduli HIV/AIDS, Peduli TB,
Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya dan/atau melalui kegiatan di
tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren, pasar, tempat ibadah dan lain-lain.
• Kegiatan fasilitasi berupa:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan
dan mitra terkait untuk mendukung pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
b. melakukan pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan penyelenggaraan
pemberdayaan masyarakat
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah
kerja Puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat;
d. membangun kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan swasta di wilayah
kerja Puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat
e. mengembangkan media komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan terkait
Pemberdayaan Masyarakat dengan
memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal;
f. melakukan peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping
Pemberdayaan Masyarakat dan Kader;
g. melakukan dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat;
h. menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat;
i. melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di
tingkat kecamatan dan
kabupaten/kota secara berkala; dan
j. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas secara berkala
-25-

• Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan
evaluasi terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut.
• Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam Rencana Usulan
Kegiatan dan Rencana Kerja setiap Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang dituangkan dalam RUK dan RPK
Puskesmas dan sudah disepakati bersama masyarakat sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan. (D, W)
2. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi untuk mengatasi masalah
kesehatan di wilayahnya. (D.W)
3. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat dan atau kontribusi swasta. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan berwawasan kesehatan. (D)

Kriteria
2.1.3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Pelayanan UKM terintegrasi lintas program dan mengacu
pada Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi lintas program agar
efektif dan efisien serta melalui tahapan perencanaan Puskesmas.
• Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK. Jika sebagian kegiatan yang direncanakan dalam
RUK tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya, maka dimungkinkan
sebagian kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK
• RPK pelayanan UKM menggambarkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas
dalam kurun waktu satu tahun dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan setiap
bulan.
• RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk diubah/ disesuaikan dengan kebutuhan
berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan dan kondisi – kondisi tertentu.
• RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing pelayanan UKM dan disusun
Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan UKM yang terintegrasi dalam
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas dengan kejelasan siapa yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya untuk setiap kegiatan. (R)
2. Tersedia RPK bulanan untuk masing-masing pelayanan UKM yang disusun setiap bulan
dengan kejelasan pelaksana tiap kegiatan. (R)
3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing Pelayanan
UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R)
4. Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil
pemantauan (D.W)
5. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil pemantauan,
kebijakan atau kondisi tertentu maka dilakukan penyesuaian rencana pelaksanaan kegiatan
(D

Standar
-26-

2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan


UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan masyarakat terhadap
pelaksanaan pelayanan UKM
Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan masyarakat,
untuk mendapatkan informasi kegiatan serta penyampaian umpan balik dan
keluhan.

Kriteria
2.2.1. Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati bersama dengan
memperhatikan masukan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan
lintas sektor yang dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana.

Pokok Pikiran:
• Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dan disepakati bersama.
Jadwal tersebut memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan.
• Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor berperan aktif dalam kegiatan,
maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM harus disampaikan kepada sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dengan memanfaatkan media
komunikasi yang sudah ditetapkan.
• Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan tempat pelaksanaan
kegiatan UKM harus disepakati dan diinformasikan dengan jelas dan tempat kegiatan
mudah diakses oleh sasaran kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun berdasarkan hasil kesepakatan
dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait.
(D,W)
2. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok
masyarakat, lintas program, dan lintas sektor melalui media komunikasi yang sudah
ditetapkan (D, W).
3. Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi perubahan jadwal
pelaksanaan kegiatan (D,W)
4. Hasil penyampaian informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM dievaluasi dan
ditindaklanjuti (D.W)

Kriteria
2.2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM memastikan akses
sasaran dan masyarakat terhadap informasi, kegiatan UKM, dan akses untuk
menyampaikan umpan balik dan keluhan.

Pokok Pikiran:
• Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan jadwal kegiatan, perlu
disampaikan pada lintas program dan lintas sektor terkait agar mereka dapat optimal
berkontribusi dalam pencapaian tujuan kegiatan UKM.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan individu yang menjadi sasaran perlu mendapatkan
informasi tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal
pelaksanaan, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan mereka, dan
menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
• Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu evaluasi terhadap penerimaan
informasi oleh sasaran dan pemberian informasi yang dilaksanakan Puskesmas.
-27-

• Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung pada peran aktif


masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan individu yang menjadi sasaran.
• Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan kegiatan UKM perlu
mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai budaya masyarakat sebagai dasar untuk
menetapkan metode dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti untuk perbaikan dalam
mempermudah akses dan penyediaan kegiatan UKM.
• Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan dan tidak berbelit-belit
dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Ceramah, diskusi,
pembinaan, kunjungan rumah dan lain sebagainya. Teknologi adalah media/audio visual aid
yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar balik, model, LCD, film dan
lain sebagainya.
• Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran kegiatan diperlukan umpan
balik dari masyarakat dan sasaran kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-
perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
• Umpan balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari masyarakat,
kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan UKM.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat menyampaikan keluhan
secara langsung maupun tidak langsung kepada Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.
• Keluhan dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau pertemuan konsultatif
dengan tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, masyarakat atau individu yang
merupakan sasaran melalui forum-forum yang ada, misalnya badan penyantun Puskesmas,
konsil kesehatan masyarakat dan forum-forum komunikasi yang lain.
• Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM membahas umpan balik dan keluhan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan jadwal kegiatan
disampaikan kepada kelompok masyarakat, masyarakat, sasaran, lintas program dan lintas
sektor terkait. (D,W)
2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang dikenal oleh masyarakat
atau sasaran. (D,W)
3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran diidentifikasi dan
ditindaklanjuti. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap akses informasi, akses kegiatan UKM, dan
akses untuk menyampaikan umpan balik dan keluhan terhadap kegiatan UKM.(D,W)

Standar
2.3. Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan dikoordinasikan
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait.
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai dengan
kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang disusun
dan dikoordinasikan melalui forum lokakarya mini bulanan dan triwulan.

Kriteria
2.3.1. Dilakukan komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan pelayanan UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
-28-

• Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika dilakukan komunikasi
dan koordinasi baik lintas program maupun lintas sektor terkait mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM.
• Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan antara lain melalui
pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan penggunaan media/tekhnologi informasi.
• Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan UKM
perlu ditetapkan dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Evaluasi komunikasi dan koordinasi dilaksanakan sesuai dengan mekanisme komunikasi dan
koordinasi yang ditetapkan

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
melakukan komunikasi dan koordinasi kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai
kebijakan, panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan komunikasi dan koordinasi yang
sudah dilaksanakan (D.W).

Standar
2.4. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan
secara berjenjang agar efisien dan efektif dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang
untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan, menganalisis penyebab
masalah dan merencanakan tindak lanjut.

Kriteria
2.4.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan
UKM, dan penggunaan sumber daya,

Pokok Pikiran:
• Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM Puskesmas mempunyai
kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk
pembinaan, pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.
• Pembinaan penanggung jawab UKM Puskesmas kepada koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian
masalah dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Pembinaan juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan UKM.
• Dalam melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan pelaksanaan kegiatan UKM,
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
mengidentifikasi masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan
merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan kegiatan UKM.
Dilakukan evaluasi terhadap hasil implementasi tindak lanjut tersebut dengan maksud
untuk menilai sejauhmana tindak lanjut tersebut menyelesaikan masalah.

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan jadwal yang disepakati.(D,W)
-29-

2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan UKM, (D,W)
3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah dan hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.(D,W)
4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan
evaluasi dan tindaklanjut terhadap hasil pelaksanaan pada elemen penilaian 3 (tiga). (D,W)

Standar
2.5. Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya
mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui
pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM) dan tatanan-tatanan sehat yang
merupakan bentuk implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas).

Kriteria
2.5.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM bersama dengan
Tim Pembina Keluarga melaksanakan pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan
permasalahan keluarga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.

Pokok Pikiran:
• Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina
Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada
keluarga sebagai intervensi awal dan didokumentasikan.
• Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry pada aplikasi keluarga
sehat dan atau pada profil keluarga sehat (Prokesga).
• Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan hasil intervensi lanjut.
• Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi (pemutakhiran/update)
dokumentasi dilakukan oleh tim data Puskesmas (admin dan surveior).
• Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil kunjungan keluarga serta
berkoordinasi dengan penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM agar dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut
• Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang dibentuk oleh Kepala
Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala Puskesmas.
• Kegiatan UKM melalui PIS PK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan sesuai dengan jadwal
yang disepakati dengan masyarakat yang menjadi sasaran.

Elemen Penilaian :
1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveior dengan uraian tugas yang
jelas. (R)
2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi awal yang telah
direncanakan melalui proses persiapan, dan didokumentasikan. (D,W)
3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada tingkat
keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan
Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi Keluarga Sehat). (D)

4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan kepada Kepala


Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
untuk bersama-sama melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
-30-

5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut kepada keluarga sesuai permasalahan
kesehatan pada tingkat keluarga.(D,W)
6. Penanggung jawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut. (D,W)
7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan intervensi lanjut dan
melaporkan hasil yang telah dilaksanakan kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya
dilakukan pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)

Kriteria
2.5.2. Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas berdasarkan permasalahan yang
sudah dipetakan dan dilaksanakan terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan penyusunan rencana
berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas, baik yang spesifik terhadap RT, RW,
desa/kelurahan ataupun yang secara wilayah kerja Puskesmas.
• Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas program dan dapat
melibatkan lintas sektor terkait, didasarkan pada analisis IKS awal.
• Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain dilakukan melalui kegiatan
UKM (termasuk yang bersifat inovatif), pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM
dan tatanantananan (sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah dan lain-lain).
• Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi lanjutan oleh Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang
terjadi dalam pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti.
• Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiatan pelayanan UKM
Puskesmas.
• Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan mulai dari tahap
persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan
analisis Indeks Keluarga Sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis
perubahan IKS.
• Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan kegiatan masing-masing
pelayanan UKM Puskesmas.
• Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang bertujuan untuk
menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan
serta informasi kondisi kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi
dapat dipertanggungjawabkan.

Elemen Penilaian :
1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM melakukan analisis IKS
awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan wilayah, sebagai dasar dalam menyusun
rencana intervensi lanjut secara terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas
sektor terkait (D, W)
2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dalam lokakarya mini
bulanan dan lokakarya triwulan Puskesmas.(D,W)
3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang disusun (D,W)
4. Penanggung jawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan Penanggung jawab UKPP,
Penanggung jawab Jaringan dan Jejaring Pelayanan Puskesmas melakukan perbaikan
pelaksanaan intervensi lanjutan yang dilakukan (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan PIS PK antara lain
melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan pertemuan-pertemuan penilaian kinerja.
(D,W)
-31-

2.5.3. Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai


bagian dari intervensi lanjut dalam bentuk peran serta masyarakat
terhadap masalah-masalah kesehatan

Pokok pikiran
• Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan sistematis dan terencana
yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
• Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut terhadap masalah-
masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat
yang dapat dilihat dari perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang semakin membaik.
• Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap produktif, hidup dalam
lingkungan yang bersih, ditandai dengan kegiatankegiatan sebagai berikut : peningkatan
edukasi hidup sehat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan deteksi
dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan
perilaku hidup sehat dan peningkatan aktivitas fisik.
• Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan Germas, yaitu seluruh
lapisan masyarakat, termasuk individu, keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola
hidup sehat sehari-hari.
• Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain melalui kegiatan
pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur melalui Indeks individu dan keluarga
sehat, pemberdayaan masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan Indeks Masyarakat
Sehat dan Indeks Tatanan Sehat.
• Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis kegiatan, indikator untuk
tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas.

Elemen Penilaian :
1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas oleh Kepala
Puskesmas. (R)
2. Dilaksanakan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi dalam kegiatan UKM
Puskesmas. (D,O,W)
3. Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan lintas program dan lintas
sektor terkait untuk mewujudkan perubahan perilaku sasaran Germas. (D,W)
4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam mewujudkan gerakan
masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan semakin membaiknya IKS tingkat keluarga
dan wilayah dan terbentuknya UKBM. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan pembinaan gerakan masyarakat
hidup sehat. (D,W)

Standar
2.6. Penyelenggaraan UKM Esensial
Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial direncanakan, dilaksanakan
dipantau dan dievaluasi

Kriteria
2.6.1. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan

Pokok Pikiran:
-32-

• Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan:


1. 3 (tiga) indikator utama yaitu:
a. presentasi posyandu aktif,
b. terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman
c. melakukan proses pemberdayaan masyarakat.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Promosi Kesehatan tambahan yang ditetapkan oleh
Kepala Puskesmas.
• Persentase Posyandu Aktif adalah posyandu yang mampu melaksanakan kegiatan utamanya
secara rutin setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB, imunisasi, gizi,
pencegahan dan penanggulangan diare) dengan cakupan masing-masing minimal 50% dan
melakukan kegiatan tambahan.
• Terbentuknya Tatanan Sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya yang dilakukan petugas
Puskesmas dalam membentuk tatanan/tempat yang mengupayakan kesehatan dengan
melakukan proses untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan menginformasikan,
mempengaruhi dan membantu masyarakat agar berperan aktif untuk mendukung
perubahan perilaku dan lingkungan sehat serta menjaga dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan lain-lain
• Melakukan Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah memfasilitasi proses pemberdayaan
masyarakat dengan tahapan : a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan dilakukan upaya-upaya promotif
dan preventif sebagai berikut:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan dan
masyarakat;
b. pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan pemberdayaan masyarakat;
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah
kerja puskesmas;
d. membangun kemitraan dengan ormas dan swasta di wilayah kerja puskesmas,
mengembangkan media KIE,
e. melakukan peningkatan kapasitas; memfasilitasi edukasi kesehatan kepada
masyarakat; dan
f. penggerakan masyarakat.
g. upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan indikator tambahan yang
ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada pedoman/panduan dan atau
ketentuan yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja
pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Promosi
Kesehatan yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan sesuai dengan
yang diminta dalam pokok pikiran. (R,D).
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial promosi
kesehatan. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Promosi Kesehatan sebagaimana pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam
-33-

RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan
(D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang terintegrasi
ke dalam RUK. (D,W)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
(D.W.O)

Kriteria
2.6.2. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan

Pokok Pikiran:
• Cakupan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan diukur dengan:
1. Ada 3 (tiga) indikator utama, yaitu:
a. jumlah desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
b. Persentasi Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat kesehatan dan;
c. Persentasi Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat kesehatan.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Lingkungan tambahan yang ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan Lingkungan dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif sebagai berikut:
- pemicuan, pendampingan verifikasi desa STBM serta update data, dan lain-lain
- melakukan inspeksi kesehatan lingkungan TFU dan TPP, pembinaan, update data
dan lain-lain
- upaya-upaya promotive dan preventif sesuai dengan indikator tambahan yang
ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada pedoman/panduan dan atau
ketentuan yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja
pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Lingkungan yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian :

1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan (R.D)


2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Lingkungan. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Kesehatan Lingkungan sebagaimana pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam
RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan
(D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang terintegrasi
ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
(D.W.O)

Kriteria
2.6.3. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga.
-34-

Pokok Pikiran:

• Cakupan UKM Esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan:


1. Ada 3 (tiga) indikator utama, yaitu:
a. presentasi ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal terpadu
b. presentasi balita yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
pelayanan minimal
c. presentasi remaja yang mendapatkan pelayanan kesehatan peduli remaja
d. presentasi calon pengantin yang mendapatkan pelayanan kesehatan
e. presentasi lanjut usia yang mendapatkan pelayana.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Keluarga tambahan yang ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas
• Pelayanan Antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas
yang diberikan kepada semua ibu hamil serta terpadu dengan program lain yang
memerlukan intervensi selama kehamilannya.
• Sasaran pelayanan antenatal adalah seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
• Pelayanan Kesehatan Balita sebagaimana dalam standar pelayanan minimal:
a. penimbangan berat badan
b. pengukuran panjang badan/tinggi badan
c. pemantauan perkembangan
d. imunisasi
e. pemberian vitamin A
f. pelayanan balita sakit
• Sasaran pelayanan balita sehat adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas
• Kriteria Puskesmas mampu laksana Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) jika
memenuhi kriteria:
a. ada tenaga terlatih/terorientasi PKPR
b. ada pedoman PKPR
c. menyediakan layanan konseling bagi remaja
• Layanan untuk remaja di Puskesmas PKPR melalui pelayanan dalam dan luar Gedung,
meliputi layanan medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya, konseling,
pemberian KIE dan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), Pemberdayaan kader
remaja baik di sekolah maupun di masyarakat melalui posyandu remaja.
• Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Puskesmas PKPR mengikuti prinsip-prinsip
menjamin privasi dan kerahasiaan, mempromosikan kemandirian remaja tanpa
mensyaratkan izin orang tua, kebebasan berkunjung, biaya terjangkau/gratis,
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
• Pelayanan kesehatan reproduksi Calon Pengantin (Catin) minimal meliputi:
a. anamnesa
b. pemeriksaan fisik
c. pemeriksaan status gizi
d. pemeriksaan darah (hb, golongan darah)
e. skrining imunisasi TT
f. KIE Kesprocatin
• Pelayanan kesehatan lanjut usia meliputi: skrining kesehatan
(pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna pengguna layanan Geriatri, pemeriksaan
lab sederhana: gula darah, kolesterol, asam urat), Anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan
fisik, IMT, pengobatan, rujukan dan pemberian Buku Kesehatan Lansia)
-35-

• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial KIA dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif
berikut:
a. Pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, minimal 50% desa sudah mempunyai
kelas ibu hamil dan kelas ibu balita
b. Puskesmas sudah melakukan orientasi P4K
c. Puskesmas melaksanakan penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali dalam setahun
d. Peningkatan peran masyarakat dalam pemanfaatan buku KIA melalui pelaksanaan
kelas ibu balita, sosialisasi/orientasi kader kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan
kelompok BKB
e. Puskesmas PKPR menjangkau sasaran remaja di luar Gedung melalui UKS baik di
sekolah umum maupun SLB, pesantren, posyandu remaja, pramuka, pelayanan ke
panti/LKSA dan rutan anak/LPKA
f. Puskesmas melakukan kerja sama dengan KUA, Lembaga agama lin dan LS, terkait
lainnya dalam mendorong catin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi.
g. Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin yang berkualitas
dengan penyediaan SDM dan sarana prasarana untuk melakukan KIE dan skrining
kesehatan
h. Pemanfaatan kohort usia reproduksi dalam memantau pelayanan bagi catin dan
pelayanan KB
i. Pelayanan Lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti prinsip-prinsip:
- memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas
- memberikan prioritas pelayanan kepada lansia dan penyediaan sarana yang
aman dan mudah diakses
- memberikan dukungan/bimbingan pada lansia dan keluarga secara
berkesinambungan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
- melakukan pelayanan secara proaktif melalui kegiatan pelayanan di luar
gedung
- melakukan koordinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup
- dan melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi kemasyarakatan
maupun dunia usaha dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia.
• Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 5 indikator utama (pelayanan
antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balita pelayanan kesehatan peduli remaja,
pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan
reproduksi calon pengantin yang pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta laporan kegiatan.
• Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan
Keluarga yang dituangkan atau ditindaklanjuti melalui RUK Puskesmas.
• Adanya sumber pembiayaan dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan UKM Esensial
Kesehatan Keluarga yang dituangkan dalam RKA Puskesmas.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja
pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial KIA yang
telah dilakukan.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan Keluarga (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam
RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan
(D.W.O)
-36-

4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang terintegrasi
ke dalam RUK
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
(D.W.O)

Kriteria
2.6.4. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Gizi.

Pokok Pikiran:

• Ibu hamil KEK apabila tidak ditangani akan berisiko melahirkan bayi Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR) yang menjadi salah satu penyumbang masalah stunting.
• ASI Eksklusif merupakan salah satu standar emas Pemberian Makan Bayi dan
Anak yang akan berkontribusi berkurangnya kejadian Gizi Kurang dan stunting.
• Surveilan gizi berupaya memantau secara terus menerus masalahmasalah yang
terjadi agar bila ada masalah cepat tertangani dan menjadi dasar untuk
perencanaan yang baik
• Cakupan UKM Esensial Gizi diukur dengan:
1. 3 (tiga) indikator utama :
a. Puskesmas melaksanakan Surveilans Gizi
b. presentasi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI
Eksklusif.
c. pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Gizi tambahan yang ditetapkan oleh
Kepala Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif sebagai berikut: a. Melaksanakan Surveilans Gizi,
melalui:
• pengumpulan data dalam EPPGBM (elektronik pencatatan dan pelaporan gizi
berbasis masyarakat)
• pengolahan dan analisis data EPPGBM
• diseminasi pemanfaatan data EPPGBM
• pemberian PMT kepada ibu hamil KEK
• pemberian TTD kepada ibu hamil
• pemberian TTD pada remaja putri
b. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan melalui:
• Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif kepada ibu hamil dan ibu
balita
• Pelaksanaan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui
• Pelaksanaan kegiatan Kelompok pendukung Ibu Menyusui dan ibu balita
c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita, melalui:
• Tersedianya Tim Asuhan Gizi yang kompeten dalam pencegahan dan Tata
Laksana Gizi Buruk pada balita
• Puskesmas mempunyai Pedoman/NSPK/SOP dalam Tata
Laksana Gizi Buruk pada balita
• Tersedianya pelayanan Tata Laksana Gizi Buruk (rawat jalan/rawat inap)
-37-

• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian


indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja
pelayanan UKM esensial Gizi yang telah dilakukan meliputi:
a. Pelaksanaan EPPGBM yang memuat:
1) data sasaran serta pemberian pmt bumil kek
2) pemberian TTD pada ibu hamil
3) pemberian TTD pada remaja putri
b. Analisa dan diseminasi hasil EPPGBM
c. Adanya Tim Asuhan Gizi dalam penanganan dan Tata Laksana Gizi
Buruk, adanya pelaporan Gizi buruk yang telah ditindak lanjuti

d. Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif pada ibu hamil dan ibu balita
e. Pelaksanaan konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak

Elemen Penilaian:

1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Gizi (R.D)


2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Gizi sebagaimana pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang terintegrasi
ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
(D.W.O)

Kriteria
2.6.5. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

Pokok Pikiran:

• Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit diukur dengan:


1. 5 (lima) indikator utama berdasarkan prioritas masalah di Puskesmas yang ditetapkan
oleh Kepala Puskesmas.
2. Indikator UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tambahan lainnya yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dilakukan
upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan kebijakan, pedoman dan panduan yang
berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja
pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:

1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit. (R.D)
-38-

2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebagaimana pokok pikiran, yang sudah
tercantum di dalam RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan
yang telah ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang terintegrasi
ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
(D.W.O)

Standar
2.7. UKM Pengembangan
Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Kriteria
2.8.1 Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan dievaluasi.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan berdasarkan
permasalahan yang ada di wilayah kerja.
• Cakupan UKM Pengembangan diukur dengan 3 indikator utama Pengembangan yang
ditetapkan oleh Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja UKM Pengembangan dilakukan upaya-upaya promotif dan
preventif sesuai dengan pedoman yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja
pelayanan UKM Pengembangan dan upaya pencapaian kinerja yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan sasaran program UKM Pengembangan sesuai dengan ketentuan. (R)


2. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan. (R,D)
3. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja UKM Pengembangan yang telah
ditetapkan. (D.W.O)
4. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Pengembangan sebagaimana pokok pikiran sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan
dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D.W.O)
5. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
6. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang terintegrasi
ke dalam RUK. (D.W.O)
7. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
(D.W.O)

Standar
-39-

2.8. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM Puskesmas


dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk menilai
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesuaian dengan
rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat.
Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja pelayanan UKM dilaksanakan
dalam bentuk pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan pelayanan
UKM dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM.

Kriteria
2.8.1. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi untuk
mengendalikan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas secara periodik.

Pokok Pikiran:
• Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan melalui
pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik dengan jadwal yang jelas.
• Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas, sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.
• Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas melaksanakan kegiatan supervisi
dan bersama Koordinator Pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
merencanakan tindak lanjut perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas.
• Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM memberitahukan kepada Koordinator
Pelayanan terhadap rencana pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian
• Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan pelaksana kegiatan yang
sedang melaksanakan kegiatan.
• Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada koordinator dan
pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat menyiapkan bahan yang diperlukan.
b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas yang akan disupervisi
meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM yang
dilaksanakan secara langsung di tempat kegiatan.
d) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan UKM, maka dilakukan pembahasan dan tindak lanjut perbaikan

Elemen Penilaian:
1. Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan
pelayanan UKM Puskesmas
2. Kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM . (D.W)
3. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melaksanakan analisis
mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas sebelum supervisi
dilakukan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi sesuai
dengan kerangka acuan kegiatan supervisi dan jadwal yang disusun. (D,W)
5. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas menyampaikan hasil supervisi
kepada Koordinator pelayanan dan pelaksanan kegiatan (D,W)
6. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti hasil supervisi dengan
tindakan perbaikan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan. (D,W)
Kriteria
-40-

2.8.2. Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya pelaksanaan kegiatan UKM
sesuai dengan jadwal yang sudah disusun agar dapat mengambil langkah tindak lanjut
untuk perbaikan.

Pokok Pikiran:
• Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan UKM terkait
dengan waktu, tempat, akses sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi yang
digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan jadwal
pelaksanaan kegiatan UKM.
• Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang disusun pada bulan
sebelumnya digunakan untuk menuntaskan penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas
sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan yang disusun.
• Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya Mini bulanan untuk
menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada bulan berikutnya, dan dalam lokakarya
mini triwulan untuk memantau peran lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan
UKM.
• Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat direvisi bila perlu, sesuai
dengan perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau
sasaran, serta usulan-usulan perbaikan yang rasional.
• Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulan dan menjadi
bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini bulanan Puskesmas.
• Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanakan perbaikan terhadap
komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran kegiatan, pelaksana, serta metode dan
teknologi.
• Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila terjadi perubahan
kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun
hasil perbaikan dan pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan
usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor terkait.
• Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai
upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap kerangka acuan dan
jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W)
2. Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian kegiatan pelayanan
UKM oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini triwulan.
(D,W)
3. Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana melakukan
tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil pemantauan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM bersama Lintas Program dan Lintas Sektor
terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan hasil perbaikan dan dengan
tetap mempertimbangkan kebutuhan dan harapan masyarakat atau sasaran.(D,W)
5. Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian rencana kegiatan
kepada koordinator pelayanan, pelaksanan kegiatan, sasaran kegiatan, lintas program dan
lintas sektor terkait. (D,W)

Kriteria
2.8.3. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM melakukan upaya perbaikan terhadap hasil
penilaian capaian kinerja pelayanan UKM

Pokok Pikiran :
-41-

• Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja pelayanan UKM yang disusun berdasar
Standar Pelayanan Minimal, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/
Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota dan kebijakan Puskesmas untuk masing- masing kegiatan UKM.
• Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM yang tercantum dalam
laporan pelaksanaan pelayanan UKM disampaikan kepada penanggungjawab UKM setiap
bulan dengan tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan pengumpulan laporan.
• Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
melakukan analisis terhadap capaian kinerja berdasarkan indikator kinerja pelayanan UKM
dan indikator mutu pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk melihat pencapaian
kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM. (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pengumpulan data capaian
indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM sesuai dengan
periodisasi pengumpulan yang telah ditetapkan. (D,W)
3. Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana kegiatan melakukan
pembahasan terhadap capaian kinerja bersama dengan lintas program. (D,W)
4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian kinerja pelayanan
UKM. (D,W)
5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta kegiatan UKM kepada Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota. (D)
6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/kota terhadap
laporan upaya perbaikan capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. (D)
7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota.
(D)

Kriteria
2.8.4. Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM dilaksanakan secara
periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengelolaan pelayanan UKM.

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM bertanggung jawab dalam membudayakan perbaikan kinerja secara
berkesinambungan, konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas.
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakukan penilaian terhadap
kinerja pelayanan UKM secara periodik.
• Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukkan akuntabilitas dalam pengelolaan dan
pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak
mencapai target yang diharapkan.
• Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama dengan Penanggung
jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab UKM , Koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian kinerja paling sedikit dua kali setahun
(D,W)
2. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian kinerja pelayanan UKM
(D,W).
-42-

3. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (D)
4. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan UKM (D)

5. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota ditindaklanjuti.
(D)
-43-

Bab 3 . Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang (UKPP)

Standar
3.1. Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari proses Pendaftaran
Pengguna layanan sampai dengan pemulangan dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan dan keselamatan.
Proses pendaftaran pengguna layanan memenuhi kebutuhan dan
keselamatan yang didukung oleh sarana, prasarana dan lingkungan.

Kriteria
3.1.1. Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari pendaftaran dilaksanakan dengan
efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pengguna layanan, serta mempertimbangkan hak
dan kewajiban pengguna layanan, keluarga dan petugas. informasi tentang pendaftaran dan
fasilitas rujukan tersedia pada waktu pendaftaran.

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan
penyelenggaraan pelayanan klinis kepada pengguna layanan yang melindungi hak pengguna
layanan dan keluarga. Seluruh karyawan harus mengetahui dan mengerti hak dan kewajiban
pengguna layanan dan keluarga, serta hak dan kewajiban sebagai karyawan Puskesmas
dalam memberikan pelayanan sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis wajib mengarahkan dan
memastikan bahwa seluruh petugas bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan
hak dan pemenuhan kewajiban dalam pelayanan pengguna layanan. Untuk melindungi
secara efektif dan mengedepankan hak pengguna layanan, Kepala Puskesmas dan
penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama dan berusaha memahami tanggung jawab
mereka dalam hubungannya dengan komunitas yang dilayani, sedangkan petugas yang
melayani dijamin akan memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana
ditetapkan.
• Hak pengguna layanan dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar dari proses
pelayanan di Puskesmas, yang melibatkan petugas pengguna layanan dan keluarga.
Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa petugas
Puskesmas yang terkait dalam pelayanan pengguna layanan memberi respons terhadap hak
pengguna layanan dan keluarga, ketika mereka melayani pengguna layanan. Hak pengguna
layanan tersebut perlu dipahami baik oleh pengguna layanan maupun oleh petugas yang
memberikan pelayanan, oleh karena itu pengguna layanan perlu mendapatkan informasi
tentang hak dan kewajiban pengguna layanan sejak proses pendaftaran.
• Hak dan kewajiban meliputi :
Hak-hak pengguna layanan meliputi:

(1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
(2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
(3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga pengguna layanan
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
(4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter dan dokter
gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas;

(6) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-
data medisnya;
-44-

(7) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya
perkiraan biaya pengobatan;
(8) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
(9) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
(10) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal
tersebut tidak mengganggu pengguna layanan lainnya;
(11) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Puskesmas;
(12) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Puskesmas terhadap dirinya;
(13) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianut;
(14) mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran termasuk kerahasiaan
rekam medik;
(15) mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
(16) memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian dalam suatu
penelitian kesehatan;
(17) menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan yang diterima;
(18) mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(19) menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila Puskesmas diduga


memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana.

Kewajiban Pengguna layanan:

(1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;


(2) memberikan ijin kepada fasilitas pelayanan kesehatan terhadap akses rekam medis,
baik rekam medis non elektronik maupun rekam medis elektronik
(3) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
(4) menghormati hak-hak pengguna layanan lain, pengunjung dan hak Tenaga
Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Puskesmas ;
(5) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
(6) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya;
(7) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di
Puskesmas dan disetujui oleh Pengguna layanan yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(8) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana
terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi
petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan
penyakit atau masalah kesehatannya; dan
(9) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
• Selama proses pelaksanaan layanan pengguna layanan, petugas kesehatan harus
memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan hak pengguna layanan. Kebutuhan dan
keluhan pengguna layanan diidentifikasi selama proses pelaksanaan layanan. Perlu
ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keluhan
-45-

pengguna layanan/keluarga pengguna layanan, menindaklanjuti, dan menggunakan


informasi tersebut untuk perbaikan
• Pengguna layanan harus diberi kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan. Pendaftaran pengguna layanan meliputi: pendaftaran pengguna
layanan rawat jalan, pendaftaran pengguna layanan rawat inap, dan menahan pengguna
layanan untuk observasi atau stabilitasi.
• Kebutuhan pengguna layanan perlu diperhatikan, diupayakan dan dipenuhi sesuai dengan
misi dan sumber daya yang tersedia di Puskesmas. Jika kebutuhan pengguna layanan tidak
dapat dipenuhi, maka dapat dilakukan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan (FKRTL)
• Kebijakan dan prosedur pendaftaran perlu disusun yang memuat:
a) proses pendaftaran
b) identifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan
c) keselamatan pengguna layanan
d) koordinasi pendaftaran dengan unit kerja yang lain
• Keselamatan pengguna layanan dan petugas sudah harus diperhatikan sejak pertama
pengguna layanan kontak dengan Puskesmas, dengan demikian prosedur pendaftaran
sudah mencerminkan penerapan upaya keselamatan pengguna layanan, terutama dalam
hal identifikasi pengguna layanan minimal dengan 2 identitas yang relatif tidak berubah:
nama lengkap pengguna layanan, tanggal lahir, nomor identitas kependudukan dan nomor
rekam media.
• Pedoman pendaftaran perlu disusun sebagai acuan bagi petugas dalam melaksanakan
pelayanan pendaftaran di Puskesmas. Dalam melaksanakan pelayanan pendaftaran perlu
dibuat acuan tentang alur pendaftaran, kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang
diperlukan pada saat pendaftaran serta tetap memperhatikan sasaran keselamatan
pengguna layanan.
• Di tempat pendaftaran, pengguna layanan dan masyarakat dapat memperoleh informasi
tentang sarana pelayanan, antara lain: tarif, jenis pelayanan, alur dan proses pendaftaran,
alur dan proses pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas
perawatan/rawat inap.
• Informasi di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas, mudah diakses, dan dipahami
oleh pengguna layanan dan masyarakat, dengan memperhatikan latar belakang tata nilai,
budaya dan bahasa.
• Pengguna layanan mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang tahapan
pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses kajian sampai pemulangan. Tahapan
pelayanan klinis adalah tahapan pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan
meninggalkan tempat pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika diperlukan. Informasi
tersebut termasuk apabila pengguna layanan perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi.
• Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk ketersediaan Perjanjian
Kerja Sama (PKS) dengan FKRTL yang memuat jenis pelayanan yang disediakan.
• Persetujuan umum diminta pada waktu mendaftar rawat jalan dan setiap rawat inap, dan
persetujuan tindakan medik yang berisiko tinggi diminta sebelum pelaksanaan tindakan
berisiko tinggi.
• Puskesmas wajib meminta persetujuan umum (general consent) kepada pengguna
layanan atau keluarganya yang berisi persetujuan terhadap tindakan yang berisiko rendah,
prosedur diagnostik, pengobatan medis lainnya, batas-batas yang telah ditetapkan, dan
persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan penjelasan tentang hak dan
kewajiban pengguna layanan
• Persetujuan umum tersebut diminta pada saat pengguna layanan datang pertama kali untuk
rawat jalan dan setiap rawat inap.
• Salah satu cara melibatkan pengguna layanan dalam pengambilan keputusan tentang
pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan informed
-46-

consent/informed choice. Setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap


pengguna layanan, harus mendapatkan persetujuan. Untuk menyetujui/memilih tindakan,
pengguna layanan harus diberi penjelasan/konseling tentang hal yang berhubungan dengan
pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan untuk suatu keputusan persetujuan.
• Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup :
a) diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b) tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c) alternatif tindakan lainnya dan risikonya
d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f) perkiraan pembiayaan
• Informed Consent atau Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh
pengguna layanan atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pengguna layanan
• lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam proses pelayanan.
Misalnya, informed consent diperoleh ketika pengguna layanan masuk rawat inap dan
sebelum suatu tindakan atau pengobatan tertentu yang berisiko. Proses persetujuan
ditetapkan dengan jelas oleh Puskesmas dalam kebijakan dan prosedur, yang mengacu
kepada undang-undang dan peraturan yang berlaku.
• Pengguna layanan dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan, prosedur, dan pengobatan
mana yang memerlukan persetujuan dan bagaimana mereka dapat memberikan
persetujuan (misalnya, diberikan secara lisan, dengan menandatangani formulir
persetujuan, atau dengan cara lain). Pengguna layanan dan keluarga memahami siapa yang
dapat memberikan persetujuan selain pengguna layanan. Petugas pelaksana tindakan yang
diberi wewenang telah terlatih untuk memberikan penjelasan kepada pengguna layanan
dan mendokumentasikan persetujuan tersebut.
• Pengguna layanan atau mereka yang membuat keputusan atas nama pengguna layanan,
dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau pengobatan yang direncanakan
atau meneruskan pelayanan atau pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak
untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
• Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pengguna layanan dan keluarganya tentang hak
mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan tanggung
jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut. Pengguna layanan dan keluarganya
diberitahu tentang alternatif pelayanan dan pengobatan.
• Yang dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah alternatif lain dalam
tindakan pelayanan maupun pengobatan misalnya pengguna layanan diare menolak diinfus
maka pengguna layanan diedukasi agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pengguna
layanan
• Pengguna layanan dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus diidentifikasi dan
difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis yang optimal.
• Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk diantaranya pengguna
layanan dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus, antara lain: balita, ibu hamil,
disabilitas, lanjut usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat
terjadinya hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen maupun pemberian asuhan
klinis.
• Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi agar dapat dilakukan upaya untuk
mengurangi dan menghilangkan kesulitan atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran,
pemberian asuhan, sampai dengan pemulangan

Elemen Penilaian:
-47-

1. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan
dengan menginformasikan hak dan kewajiban serta memperhatikan keselamatan pengguna
layanan (O,W,S)
2. Pemenuhan hak dan kewajiban pengguna layanan dilakukan pada saat anamnesis,
pemeriksaan, pelaksanaan asuhan, pemberian tindakan, dan pemindahan sesuai dengan
kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W, S)
3. Persetujuan umum (general consent) diminta saat pertama kali pengguna layanan masuk
rawat jalan dan setiap kali masuk rawat inap dan hasil pelaksanaannya didokumentasikan.
(D, W)
4. Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan memperoleh informasi mengenai tindakan
medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan sebelum memberikan
persetujuan atau penolakan (informed consent) termasuk konsekuensi dari keputusan
penolakan tersebut. (D)
5. Dilakukan identifikasi, fasilitasi dan tindak lanjut terhadap pengguna layanan dengan
keterbatasan, kendala dan/atau berkebutuhan khusus dalam proses pelayanan. (D)

Standar
3.2. Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pemberian Asuhan dilaksanakan secara
paripurna.
Kajian pengguna layanan dilakukan secara paripurna untuk mendukung
rencana dan pelaksanaan pelayanan oleh petugas kesehatan profesional
dan/atau tim kesehatan antar profesi yang digunakan untuk menyusun
keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan pendidikan pengguna
layanan/keluarga dilaksanakan sesuai rencana yang disusun, dipandu oleh
kebijakan dan prosedur, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku

Kriteria
3.2.1. Proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai kebutuhan dan harapan
pengguna layanan/keluarga.

Pokok Pikiran:
• Proses kajian pengguna layanan merupakan proses yang berkesinambungan dan dinamis,
baik untuk pengguna layanan rawat jalan maupun pengguna layanan rawat inap. Proses
kajian pengguna layanan menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan.
• Kajian pengguna layanan meliputi tugas proses utama, yaitu:
a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisis, psikologis, status sosial, dan
riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut dilakukan
anamnesis (data Subjektif = S), pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang (data
Objektif = O).
b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan masalah, kondisi, dan
diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pengguna layanan (asesmen atau analisis
= A)
c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu menyusun solusi untuk
mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pengguna layanan.
• Pada saat pengguna layanan pertama kali diterima dilakukan kajian awal, untuk selanjutnya
dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik pada pengguna layanan rawat jalan
maupun pengguna layanan rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi kesehatannya.
• Ketika pengguna layanan diterima di Puskesmas untuk memperoleh pelayanan klinis perlu
dilakukan kajian awal yang paripurna oleh tenaga medis, keperawatan/kebidanan, dan
disiplin yang lain meliputi: status fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi,
riwayat kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh, asesmen fungsional
(gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, , kebutuhan edukasi, dan rencana
pemulangan.
-48-

• Kajian awal hanya dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan rincian wewenang klinis.
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil kajian harus dicatat dalam rekam
medis. Informasi yang ada dalam rekam medis harus mudah diakses oleh petugas yang
bertanggung jawab dalam memberikan asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan
pada saat dibutuhkan demi menjamin kesinambungan dan keselamatan pengguna layanan.
Rekam medis pengguna layanan adalah catatan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelayanan medis, penunjang medis, dan keperawatan/kebidanan.
• Kajian awal sampai pada penegakan diagnosis dan penetapan pelayanan/tindakan sesuai
kebutuhan serta rencana tindak lanjut dan evaluasinya.
• Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat keputusan perlu atau tidaknya
dilaksanakan review/kajian ulang pada situasi yang meragukan, dengan kajian medis, kajian
penunjang medis, kajian keperawatan/kebidanan, dan kajian lain wajib didokumentasikan
dengan baik. Hasil kajian tersebut harus dapat dengan cepat dan mudah ditemukan kembali
dalam rekam medis atau dari lokasi lain yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh
petugas yang melayani pengguna layanan.
• Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pengguna layanan memerlukan rencana
pemulangan (discharge planning) berdasar kriteria yang ditetapkan sesuai dengan
keragaman kebutuhan pengguna layanan.
• Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pengguna layanan mengalami
kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan
terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan
• Ada beberapa cara untuk membantu menilai nyeri dengan menggunakan skala
assessment nyeri, misalnya :
▪ Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai
nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin
dialami seorang pengguna layanan. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10
cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini
dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada
nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi.
Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala
hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pengguna layanan anak >8 tahun dan
dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana.
Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS
memerlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi

No Pain
Worst

Possible
Pain

▪ Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri.
Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala
reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pasca bedah,
karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan
motorik. Skala verbal menggunakan kata - kata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri,
-49-

sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang,
sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini
membatasi pilihan kata pengguna layanan, skala ini tidak dapat membedakan berbagai
tipe nyeri.

No Mild Moderate
Very
Severe Worst Pain
Pain Pain
Pain
Severe Possible
Pain Pain

▪ Numeric Rating Scale (NRS)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan
perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun,
kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri,
tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap
terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik.

▪ Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pengguna layanan dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka

• Tenaga kesehatan dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang profesional melakukan kajian
pengguna layanan untuk menetapkan diagnosis dan rencana asuhan.
• Kajian pengguna layanan dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh tenaga
professional yang kompeten. Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau
jika diperlukan oleh tim kesehatan antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan kebutuhan
pengguna layanan.
-50-

• Kajian pengguna layanan baik kajian awal maupun kajian ulang harus dicatat dalam rekam
medis untuk mengetahui histori dan perkembangan kondisi pengguna layanan sebagai dasar
untuk menyusun rencana asuhan.
• Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan dalam bentuk diagnosis
dan asuhan klinis yang akan diberikan.
• Luaran klinis tergantung dari ketepatan dalam penyusunan rencana asuhan yang sesuai
dengan kondisi pengguna layanan dan standar pelayanan klinis, oleh karena itu dalam
menyusun rencana asuhan perlu dipandu oleh panduan praktik klinis dan/atau standar
pelayanan yang ditetapkan.
• Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus dilakukan koordinasi
dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.
• Yang dimaksud dengan tenaga profesional yang kompeten adalah tenaga yang dalam
melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh standar dan kode etik profesi, dan mempunyai
kompetensi sesuai dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan
dengan adanya sertifikat kompetensi.
• Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan
pemberi asuhan yang lain secara tertulis. Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat
dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada ditempat, dan/atau karena
keterbasatan ketersediaan tenaga medis.
• Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut dilakukan dengan
ketentuan:
1) Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah
dimiliki oleh penerima pelimpahan
2) Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan
3) Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan
4) Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar
pelaksanaan tindakan
5) Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
• Rencana asuhan klinis disusun bersama pengguna layanan dengan memperhatikan
kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan tata nilai budaya pengguna layanan.
• Pengguna layanan mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang akan
diperoleh. Pengguna layanan/keluarga diberi peluang untuk bekerjasama dalam menyusun
rencana asuhan klinis yang akan dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan tersebut harus
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan memperhatikan nilai-
nilai budaya yang dimiliki oleh pengguna layanan.
• Resiko yang mungkin terjadi pada pengguna layanan antara lain resiko alergi, infeksi, jatuh
dan efek samping asuhan serta obat
• Rencana asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan edukasi pada pengguna
layanan dan keluarga
• Asuhan Pengguna layanan diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi lulusan dengan
kejelasan rincian wewenang yang sesuai dengan wewenang yang dimiliki
• Kompetensi Lulusan Medis
a) Setiap pengguna layanan dilayani oleh dokter atau dokter gigi penanggung jawab
pelayanan yang mempunyai rincian wewenang klinis sesuai kompetensi yang dimiliki.
Asuhan medis dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan medis dan/atau prosedur
pelayanan medis sesuai dengan rencana asuhan yang disusun. Dalam keadaan dokter
atau dokter gigi tidak tersedia atau tidak berada di tempat, dapat dilakukan pemberian
wewenang delegatif kepada perawat atau bidan atau dengan pemberian wewenang
khusus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
-51-

b) Pelayanan klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam perencanaan maupun
pelaksanaannya harus menghindari pengulangan yang tidak perlu. Untuk itu diperlukan
upaya pendukung yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan dipadukan sebagai
hasil kajian dalam merencanakan dan melaksanakan layananklinis bagi pengguna
layanan.
c) Pengulangan yang tidak perlu dapat berupa pemeriksaan fisis dan neuorologi,
permintaan pemeriksaan penunjang yang sebelumnya sudah dilakukan, pemberian obat
sejenis atau dengan tujuan yang sama, maupun pemberian asuhan yang lain.
d) Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu, dilakukan prosedur terintegrasi, semua
pemeriksaan penunjang, pemberian obat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat dalam
rekam medis sehingga petugas pemberi asuhan dapat menggunakannya sebagai
pertimbangan sebelum membuat keputusan asuhan ataupun permintaan pemeriksaan
penunjang.
• Kompetensi Lulusan Keperawatan/Kebidanan :
• Setiap pengguna layanan dilayani oleh perawat/bidan dan praktisi klinis lain yang
mempunyai rincian wewenang klinis sesuai kompetensi yang dimiliki. Asuhan dilaksanakan
berdasarkan panduan pelayanan keperawatan/kebidanan dan/atau prosedur pelayanan
klinis lain sesuai dengan rencana asuhan yang disusun
• Pelaksanaan asuhan terpadu dikoordinir oleh dokter dan dilaksanakan sesuai dengan
rencana asuhan terpadu, yang disusun untuk memenuhi kebutuhan pengguna layanan dan
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
• Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit tuberculosis dengan malnutrisi maka perlu
penanganan secara terpadu dari dokter, nutrisionis dan penanggung jawab program TB,
pengguna layanan memerlukan asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan
keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai dengan kebutuhan
pengguna layanan.
• Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan berkewajiban mengkoordinasikan
pelaksanaan asuhan terpadu untuk mencapai luaran klinis yang diharapkan, dan upaya
promotif maupun preventif bagi keluarga dan masyarakat.
• Pengguna layanan/keluarga memperoleh edukasi kesehatan dengan pendekatan yang
komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami
• Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama antara petugas
kesehatan dan pengguna layanan/keluarga. Pengguna layanan/keluarga perlu mendapatkan
penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis
pengguna layanan, oleh karena itu penyuluhan dan pendidikan pengguna layanan/keluarga
perlu dipadukan dalam pelayanan klinis. Pendidikan dan penyuluhan kepada pengguna
layanan termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
• Agar penyuluhan dan pendidikan pengguna layanan/keluarga dilaksanakan dengan efektif
maka dilakukan dengan pendekatan komunikasi interpersonal antara pengguna layanan dan
petugas kesehatan, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pengguna
layanan/keluarga.
• Dalam proses memberikan penyuluhan/ pendidikan pada pengguna layanan, didorong agar
pengguna layanan/keluarga pengguna layanan untuk berbicara/ bertanya terkait dengan
masalah kesehatan, pengobatan, dan pemenuhan kebutuhan pengguna layanan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara kolaboratif antar praktisi
klinis serta dilakukan kajian awal oleh tenaga yang kompeten mengacu pada standar profesi,
dicatat dalam rekam medis, digunakan untuk penyusunan rencana asuhan, koordinasi
dalam pemberian asuhan, dan rencana pemulangan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. (R, D, W)
2. Dilakukan kajian dan penanganan nyeri. (D,O,W)
-52-

3. Disusun rencana pemulangan untuk pengguna layanan yang memerlukan rencana


pemulangan sesuai dengan hasil kajian awal (D, W)
4. Dilakukan kajian pengguna layanan dalam penetapkan diagnosis dan rencana asuhan oleh
tenaga yang profesioanl dan kompeten sesuai dengan panduan praktik klinis yang
dituangkan ke dalam rekam medis. (R,D,O)
5. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat dilakukan pelimpahan
wewenang tertulis kepada perawat dan/ atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, untuk
melakukan kajian awal medis dan pemberian asuhan medis sesuai kewenangan delegative
yang diberikan. (R,D)
6. Asuhan Pengguna layanan diberikan oleh dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan pemberi asuhan yang lain, sesuai rencana asuhan dan panduan praktik klinis
dan/atau prosedurprosedur asuhan klinis, agar tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu
(D, W)
7. Dokter bertanggung jawab terhadap pelayanan pengguna layanan melakukan koordinasi
pelaksanaan asuhan terpadu melaksanakan secara kolaboratif sesuai dengan rencana
asuhan terpadu, panduan praktik klinis, dan prosedur asuhan klinis dan dicatat dalam rekam
medis secara terintegrasi . (D)
8. Dilakukan penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi pengguna layanan dan keluarga dengan
metode yang dapat dipahami oleh pengguna layanan dan keluarga. (D,O)
9. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap efektivitas penyampaian informasi kepada
pengguna layanan/ keluarga pengguna layanan agar mereka dapat berperan aktif dalam
proses layanan dan memahami konsekuensi layanan yang diberikan.(D)

Standar
3.3. Pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan segera sebagai prioritas
pelayanan.
Tersedia pelayanan gawat darurat yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan darurat, mendesak atau segera

Kriteria
3.3.1. Pengguna layanan gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen sebagai bentuk pelaksanaan
triase.

Pokok Pikiran:
• Pengguna layanan gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase mengacu pada
pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan penentuan atau penyeleksian
pengguna layanan yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu
pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat meninggal dalam hitungan jam
c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal
Pengguna layanan-pengguna layanan tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum
pengguna layanan yang lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan
diberikan pengobatan sesuai dengan kebutuhan.
• Pengguna layanan harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila tidak tersedia
pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan pengguna layanan dengan kondisi
emergensi dan pengguna layanan memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
mempunyai kemampuan lebih tinggi.
• Dalam penanganan pengguna layanan dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera,
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan untuk pengguna layanan dengan
risiko penularan infeksi, misalnya infeksi melalui udara/airborne.
-53-

Elemen penilaian:
1. Pengguna layanan diprioritaskan atas dasar kegawatdaruratan seperti yang tercantum di
pokok pikiran sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (W,O,S)
2. Pengguna layanan gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL, diperiksa dan dibuat stabil
terlebih dahulu sesuai kemampuan Puskesmas dan dipastikan dapat diterima di FKRTL
sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)

Kriteria
3.3.2. Pelaksanaan layanan bagi pengguna layanan gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi lainnya
dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Pokok Pikiran:
• Pengguna layanan berisiko tinggi adalah pengguna layanan yang dikategorikan berisiko
tinggi karena usia, kondisi kesehatan, atau mempunyai kebutuhan kritis untuk segera
mendapat pertolongan, termasuk pengguna layanan rentan yang karena kondisinya tidak
mampu menjaga diri sendiri terhadap adanya bahaya atau kekerasan.
• Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi perlu diidentifikasi, dan
ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam pelayanan pengguna layanan gawat darurat 24
jam
• Kasus-kasus berisiko tinggi dapat berupa kasus berisiko tinggi terjadinya kematian atau
cedera termasuk kasus gawat darurat pada
ibu hamil/ melahirkan, risiko bagi masyarakat atau lingkungan, dan kasus yang
memungkinkan terjadinya penularan infeksi bagi petugas, pengguna layanan dan
masyarakat.
• Prosedur penanganan pengguna layanan gawat darurat disusun berdasar panduan praktik
klinis untuk penanganan pengguna layanan gawat darurat dengan referensi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
• Penanganan pengguna layanan gawat darurat di Puskesmas Non Rawat Inap dilakukan di
ruang tindakan untuk pelayanan pengguna layanan gawat darurat.
• Penanganan kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan terjadinya penularan baik bagi
petugas maupun pengguna layanan yang lain perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kasus-kasus gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi yang sering
terjadi.(D)
2. Pemberian asuhan pada pengguna layanan gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi
dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (O, W)

Standar
3.4. Pelayanan anastesi lokal dan tindakan di Puskesmas dilaksanakan sesuai
standar.
Tersedia pelayanan anestesi lokal dan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
pengguna layanan

Kriteria
3.4.1. Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pokok Pikiran:
-54-

• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutama pelayanan gawat
darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana kadang-kadang memerlukan tindakan
tindakan yang membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan lokal anestesi tersebut harus
memenuhi standar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kebijakan dan
prosedur yang berlaku di Puskesmas.
• Kebijakan dan prosedur memuat:
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara dewasa, geriatri dan
anak atau pertimbangan khusus
b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi efektif
c) persyaratan persetujuan khusus
d) kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana
e) ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi
f) teknik melakukan anestesi lokal
g) frekuensi dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan
h) tata laksana pemberian bantuan resusitasi yang tepat
i) tata laksana terhadap komplikasi
j) bantuan hidup dasar

Elemen Penilaian:
1. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan
kebijakan dan prosedur . (D, O, W)
2. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal dan pemantauan status fisiologi pengguna layanan
selama pemberian anestesi lokal oleh petugas dan dicatat dalam rekam medis pengguna
layanan (D)

Kriteria
3.4.2. Pelayanan tindakan medis di Puskesmas direncanakan dan dilaksanakan memenuhi standar dan
ketentuan peraturan perundang-undangan

Pokok Pikiran:
• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutama pelayanan gawat
darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana kadang-kadang memerlukan tindakan
tindakan yang membutuhkan anestesi. Pelaksanaan tindakan tersebut harus memenuhi
standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di
Puskesmas.
• Dokter dan/ atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis wajib :
a. menyampaikan informasi dan hasil kajian pengguna layanan
b. menyusun rencana tindakan medis berdasar kajian pengguna layanan
c. edukasi pada pengguna layanan/keluarga terkait tindakan medis yang akan dilakukan,
termasuk komplikasi yang mungkin terjadi dan hasil yang tidak diharapkan
d. melaksanakan prosedur tindakan medis yang aman
e. menyusun laporan tindakan medis yang meliputi: diagnosis sesudah pembedahan,
nama dokter yang melakukan pembedahan, prosedur pembedahan yang dilakukan
dan rincian temuan, ada tidaknya komplikasi, spesimen yang dikirim untuk diperiksa
(jika ada), tanggal, waktu, tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
f. melakukan perbaikan pengguna layanan pada saat pemulihan
g. melakukan perbaikan pasca tindakan termasuk memberikan instruksi pemulangan.

Elemen Penilaian:
-55-

1. Dokter atau dokter gigi atau tenaga klinis yang akan melakukan tindakan medis sesuai
kewenangannya membuat kajian sebagai dasar untuk menyusun rencana asuhan tindakan.
(D, W)
2. Pengguna layanan/ keluarga pengguna layanan mendapat penjelasan oleh okter atau dokter
gigi yang akan melakukan tindakan, tentang risiko, manfaat, komplikasi potensial, dan
alternatif pelayanan sebelum memberikan persetujuan atau penolakan terhadap tindakan
yang akan dilakukan.(D, O, W)
3. Dilakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur, dan dilakukan pemantaun status fisiologi
pengguna layanan secara terus menerus selama dan segera setelah tindakan dan dicatat
dalam rekam medis dalam bentuk laporan tindakan medis.(D, W)

Standar
3.5. Terapi gizi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengguna layanan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Terapi gizi diberikan sesuai dengan status gizi pengguna layanan secara
regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya dan bila
dimungkinkan pilihan menu makanan. Pengguna layanan berperan serta
dalam perencanaan dan seleksi makanan

Kriteria
3.5.1. Pemberian terapi gizi sesuai dengan status gizi pengguna layanan dan konsisten dengan asuhan
klinis tersedia secara reguler.

Pokok Pikiran
• Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pengguna layanan membutuhkan asupan makanan
dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan perlu disediakan secara regular, sesuai
dengan rencana asuhan, umur, budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan.
Pengguna layanan berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
• Pemesanan dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan terapi gizi yang telah
ditetapkan.
• Setiap orang harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar angka kecukupan gizi
• Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi
semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal
• Terapi Gizi kepada pengguna layanan di Puskesmas diberikan secara reguler sesuai dengan
rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian status gizi dan kebutuhan pengguna layanan
sesuai Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) yang tercantum di dalam Pedoman Pelayanan
Gizi di Puskesmas.
• Terapi Gizi kepada pengguna layanan rawat inap harus dicatat dan didokumentasikan
dengan baik.
• Keluarga pengguna layanan dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan bila sesuai
dan konsisten dengan kajian kebutuhan pengguna layanan dan rencana asuhan dengan
sepengetahuan dari petugas kesehatan yang berkompeten.
• Bila keluarga pengguna layanan atau pihak lain menyediakan makanan pengguna layanan,
mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang/ kontra indikasi dengan
kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan
makanan.
• Terapi gizi adalah adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pengguna layanan (klien)
berdasarkan pengkajian gizi, yang meliputi terapi diit, konseling gizi dan pemberian
makanan khusus dalam rangka penyembuhan pasien.

Elemen Penilaian
-56-

1. Disusun rencana asuhan gizi berdasar kajian kebutuhan gizi pada pengguna layanan sesuai
dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pengguna layanan. (D)
2. Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan pemesanan dan
didokumentasikan. (D, W)
3. Pengguna layanan dan/ atau keluarga diberi edukasi tentang pembatasan diit pengguna
layanan dan keamanan/kebersihan makanan, bila keluarga ikut menyediakan makanan bagi
pengguna layanan. (D)

Standar
3.6. Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan dilakukan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan
Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan dilakukan dengan
prosedur yang tepat. Jika pengguna layanan memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan
kondisi pengguna layanan ke sarana pelayanan lain diatur dengan
kebijakan dan prosedur yang jelas.

Kriteria
3.6.1 Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan yang bertujuan untuk kelangsungan layanan
dipandu oleh prosedur yang baku

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur
pemulangan pengguna layanan dan tindak lanjut.
• Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain menyusun rencana
pemulangan yang berisi instruksi dan/ atau dukungan yang perlu diberikan baik oleh
Puskesmas maupun keluarga pengguna layanan pada saat pemulangan maupun tindak
lanjut di rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
• Pemulangan dilakukan oleh dokter/ dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pengguna
layanan.
• Pemulangan pengguna layanan dilakukan berdasar kriteria yang ditetapkan oleh
dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pengguna layanan untuk memastikan
bahwa kondisi pengguna layanan layak untuk dipulangkan dan akan memperoleh tindak
lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya pengguna layanan rawat jalan yang tidak
memerlukan perawatan rawat inap, pengguna layanan rawat inap tidak lagi memerlukan
perawatan rawat inap di Puskesmas, pengguna layanan yang karena kondisinya
memerlukan rujukan ke FKRTL, pengguna layanan yang karena kondisinya dapat dirawat di
rumah atau rumah perawatan, pengguna layanan yang menolak untuk perawatan rawat
inap, pengguna layanan/ keluarga yang meminta pulang atas permintaan sendiri.
• Resume medis berisikan :
a) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic
b) Indikasi pengguna layanan rawat inap, diagnosis dan kormobiditas lain
c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan
d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e) Kondisi kesehatan pengguna layanan
f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pengguna layanan, termasuk nomor
kontak yang dapat dihubungi dalam situasi darurat
• Informasi yang diberikan kepada pengguna layanan/ keluarga pada saat pemulangan atau
rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan agar pengguna layanan/keluarga
memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.
-57-

• Resume Medis pengguna layanan paling sedikit terdiri dari :


a) Identitas Pengguna layanan
b) Diagnosis Masuk dan indikasi pengguna layanan dirawat
c) Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan
rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan
d) Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan pelayanan
kesehatan
• Resume Medis yang diberikan kepada pengguna layanan saat pulang dari rawat inap terdiri
dari :
e) Data umum pengguna layanan
f) Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
g) Pemeriksaan
h) Terapi, tindakan dan atau anjuran Elemen Penilaian:
1. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain melaksanakan
pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan rencana yang disusun dan kriteria
pemulangan. (D)
2. Resume medis diberikan kepada pengguna layanan dan pihak yang bekepentingan saat
pemulangan atau rujukan. (D, O, W)

Standar
3.7 Rujukan
Rujukan dilaksanakan apabila pengguna layanan memerlukan penanganan
yang bukan merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama

Kriteria
3.7.1 Terdapat kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas

Pokok Pikiran:
• Jika kebutuhan pengguna layanan akan pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas,
maka pengguna layanan harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan
pelayanan berdasarkan kebutuhan pengguna layanan.
• Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk alternatif rujukan
sehingga pengguna layanan dijamin memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di tempat
rujukan pada saat yang tepat.
• Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan untuk memastikan
kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL.
• Pengguna layanan yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai dengan standar rujukan
• Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan mempunyai hak untuk memperoleh
informasi tentang rencana rujukan. Informasi yang perlu disampaikan kepada pengguna
layanan meliputi: alasan rujukan, fasilitas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas
kesehatan lainnya, jika ada, sehingga pengguna layanan/keluarga dapat memutuskan
fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan harus dilakukan.
• Jika pengguna layanan perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib diupayakan
proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan
dan pilihan pengguna layanan agar pengguna layanan memperoleh kepastian mendapat
pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan tersebut dengan konsekuensinya.
• Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pengguna layanan (misalnya kebutuhan
transportasi, petugas kompeten yang mendampingi, sarana medis dan keluarga yang
menemani termasuk pilihan fasilitas kesehatan rujukan) selama proses rujukan.
-58-

• Selama proses rujukan pengguna layanan secara langsung, pemberi asuhan yang kompeten
terus memantau kondisi pengguna layanan, dan fasilitas kesehatan penerima rujukan diberi
resume tertulis mengenai kondisi klinis pengguna layanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
• Merujuk pengguna layanan secara langsung ke fasilitas kesehatan lain dapat merupakan
proses yang singkat dengan pengguna layanan yang sadar dan dapat berbicara, atau
merujuk pengguna layanan koma yang membutuhkan pengawasan keperawatan atau medis
yang terus menerus. Pada kedua kasus tersebut pengguna layanan perlu dipantau oleh
petugas yang kompeten. Kompetensi pemberi asuhan yang mendampingi selama transfer
ditentukan oleh kondisi pengguna layanan. Petugas yang mendampingi pengguna layanan
memberikan informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pengguna layanan kepada
petugas penerima transfer pengguna layanan.
• Yang dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan yang dilakukan pihak
Puskesmas dengan menggunakan fasilitas transportasi yang disediakan oleh pihak
Puskesmas, dilakukan perbaikan oleh pemberi asuhan yang kompeten, dan diserahkan
kepada petugas di fasilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah dihubungi sebelumnya.
• Yang dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang dilakukan dengan proses
pelaksanaannya diserahkan kepada pengguna layanan.
• Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi mengenai kondisi pengguna layanan
dikirim bersama pengguna layanan. Salinan resume pengguna layanan tersebut diberikan
kepada fasilitas kesehatan penerima rujukan bersama dengan pengguna layanan.
• Resume tersebut memuat kondisi klinis pengguna layanan, prosedur, dan pemeriksaan yang
telah dilakukan dan kebutuhan pengguna layanan lebih lanjut.

Elemen Penilaian:
1. Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan memperoleh informasi rujukan dan memberi
persetujuan untuk dilakukan rujukan berdasarkan kebutuhan pengguna layanan dan kriteria
rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan ke fasilitas kesehatan yang lain (D, W)
2. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan rujukan dan tindakan
stabilisasi pengguna layanan sebelum dirujuk sesuai kondisi pengguna layanan, indikasi
medis dan kemampuan dan wewenang yang dimiliki agar keselamatan pengguna layanan
selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin. (D,W)
3. Jika pengguna layanan/keluarga pengguna layanan menolak untuk dilakukan rujukan,
pengguna layanan/keluarga pengguna layanan harus menyatakan secara tertulis penolakan
rujukan setelah mendapat informasi tentang konsekuensi jika menolak rujukan, dan
tanggung jawab mereka akibat menolak rujukan, dan alternatif pelayanan yang mungkin
dilakukan (D, W)
4. Tersedia fasilitas transportasi sesuai standar untuk merujuk dan Selama proses rujukan
secara langsung semua pengguna layanan selalu dipantau dan dicatat oleh pemberi asuhan
yang kompeten dengan memperhatikan kondisi pengguna layanan. (D, W)
5. Dilakukan serah terima pengguna layanan yang disertai dengan informasi yang lengkap
(SBAR) kepada petugas di FKRTL dengan membawa resume klinis pengguna layanan yang
memuat kondisi pengguna layanan, prosedur dan tindakan-tindakan lain yang telah
dilakukan serta kebutuhan pengguna layanan akan pelayanan lebih lanjut, ketika melakukan
rujukan secara langsung. (D, W)

Kriteria
3.7.2 Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL

Pokok Pikiran:
• Pengguna layanan yang dirujuk balik dari FKRTL sesuai dengan umpan balik rujukan dan
dicatat dalam rekam medis.
-59-

• Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pengguna layanan dari fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain, maka perlu dilakukan tindak lanjut
terhadap pengguna layanan sesuai prosedur yang berlaku melalui proses kajian dengan
memperhatikan rekomendasi umpan balik rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian ulang kondisi medis
sebelum menindaklanjuti umpan balik dari FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan. (D,O)
2. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak lanjut terhadap
rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
(D,O,W)

Standar
3.8 Penyelenggaraan Rekam Medis
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data dan
informasi asuhan pengguna layanan yang dibutuhkan untuk pelayanan
pengguna layanan, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan pemberian
asuhan, manajemen dan pihak di luar organisasi yang diberi hak akses
terhadap rekam medis untuk kepentingan pengguna layanan, asuransi,
sesuai peraturan perundang-undangan.

Kriteria
3.8.1 Tata kelola penyelenggaraan rekam medis dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pokok Pikiran:
• Standarisasi terminologi, definisi, kosa kata dan penamaan, memfasilitasi pembandingan
data dan informasi di dalam maupun di luar Puskesmas termasuk FKRTL. Keseragaman
penggunaan kode diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan dan
analisis data.
• Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang tidak boleh
digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan standar lokal, nasional, dan
internasional.
• Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin kesinambungan pelayanan,
memantau kemajuan respon pengguna layanan terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas
menetapkan kebijakan dan prosedur kelengkapan rekam medis.
• Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain bersama-sama menyepakati
isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan
asuhan pengguna layanan.
• Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan dari sejak pengguna layanan
masuk sampai pengguna layanan pulang, dirujuk atau meninggal, meliputi kegiatan :
a. Registrasi pengguna layanan
b. Pendistribusian rekam medis
c. Isi rekam medis dan pengisian informasi klinis
d. Pengolahan data dan pengkodean
e. Klaim pembiayaan
f. Penyimpanan rekam medis
g. Penjaminan mutu
h. Pelepasan informasi kesehatan
i. Pemusnahan rekam medis
-60-

• Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan yang
melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan
• Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan
dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis dibuat secara terintegrasi
• Rekam Medis harus segera dicatat secara lengkap dan jelas setelah pengguna layanan
menerima pelayanan serta mencantumkan nama, waktu dan tanda tangan Dokter, Dokter
gigi dan/atau Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan secara berurutan sesuai
waktu pelayanan dan sesuai dengan kompetensi lulusannya
• Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam Medis, Dokter, Dokter gigi, dan/atau
Tenaga Kesehatan lain dapat dilakukan pembetulan. Apabila pencatatan rekam medis
dilakukan secara konvensional maka pembetulan dilakukan dengan cara mencoret 1 (satu)
garis, diparaf dan diberi tanggal, dalam hal diperlukan penambahan kata atau kalimat
diperlukan paraf dan tanggal
• Isi rekam medis yang merupakan dokumentasi informasi klinis pada rawat jalan di FKTP,
paling sedikit meliputi :
▪ Identitas pengguna layanan
▪ Tanggal dan waktu
▪ Hasil anamnesis
▪ Hasil pemeriksaan
▪ Diagnosis
▪ Rencana penatalaksanaan
▪ Pengobatan dan atau tindakan
▪ Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan
▪ Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan
• Dalam hal pengguna layanan rawat inap atau perawatan 1 (satu) hari isi rekam medis
sebagaimana pada rawat jalan ditambahkan dengan :
▪ Lembaran monitoring untuk pengguna layanan rujukan sebelum masuk ruang rawat inap
▪ surat rujukan untuk pengguna layanan rujukan;
▪ catatan perjalanan perawatan pengguna layanan mulai dari dirawat inap sampai
pengguna layanan pulang
▪ salinan resume medis
• Rekam Medis untuk pengguna layanan gawat darurat, ditambahkan :
▪ Hasil pemeriksaan triase
▪ Identitas dan nomor kontak pengantar pengguna layanan
▪ Sarana transportasi yang digunakan untuk mengantar pengguna layanan
• Resume Medis pengguna layanan paling sedikit terdiri dari : ▪ Identitas Pengguna layanan
▪ Diagnosis Masuk dan indikasi pengguna layanan dirawat
▪ Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan
rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan
▪ Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan
• Resume Medis yang diberikan kepada pengguna layanan saat pulang dari rawat inap terdiri
dari :
▪ Data umum pengguna layanan
▪ Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
▪ Pemeriksaan
▪ Terapi, tindakan dan atau anjuran
• Koreksi dan penambahan data pada rekam medis dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang menjadi pedoman retensi
berkas rekam medis pengguna layanan dan data serta informasi lainnya. Berkas rekam
-61-

medis klinis pengguna layanan, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk
suatu jangka waktu yang cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku guna mendukung asuhan pengguna layanan, manajemen, dokumentasi yang sah
secara hukum, riset dan pendidikan. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) konsisten
dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Ketika periode retensi yang
ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam medis klinis pengguna layanan dan catatan lain
pengguna layanan, data serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya kecuali
ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik dalam jangka waktu tertentu sesuai
peraturan yang berlaku.
• Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi ditindak lanjuti serta didokumentasikan
dalam rekam medis.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan,
terminologi lain, singkatan-singkatan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam
pelayanan klinis. (R)
2. Penyelenggaraan rekam medis yang meliputi a sampai dengan i, dilakukan sesuai dengan
kebijakan dan pedoman yang disusun (D, O, W)
3. Rekam Medis diisi secara lengkap oleh Dokter, Dokter Gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang
melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
pedoman pelayanan rekam medis (D, O, W)

Standar
3.9 Penyelenggaraan Pelayanan laboratorium dan kefarmasian dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pelayanan Laboratorium dan kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan

Kriteria
3.9.1 Pelayanan laboratorium dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
• Perlu ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di Puskesmas
• Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil pemeriksaan yang
tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan laboratorium mulai dari
permintaan, penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan reagen
pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang
membutuhkan, serta pengelolaan limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3).
• Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap spesimen yang berisiko infeksi
pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan kecurigaan tuberculosis, darah dari
pengguna layanan dengan kecurigaan hepatitis B, HIV/AIDS.
• Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang meliputi kebijakan dan
pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan laboratorium yang mengatur tentang:
a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan kemampuan Puskesmas
b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen, pengambilan, dan
penyimpanan specimen
e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat inap atau puskesmas
yang menyediakan pelayanan di luar jam kerja
f) proses pemeriksaan laboratorium
-62-

g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium


h) penggunaan alat pelindung diri
i) pengelolaan reagen
• Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan upaya pemantapan
mutu internal maupun eksternal di Puskesmas. Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan
jenis dan ketersediaan peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• Puskesmas wajib mengikuti Pemantapan Mutu Eskternal (PME) secara periodik yang
diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah
• Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil pemeriksaan secara
periodik dan berkesinambungan dengan mengirimkan sampel yang sama ke laboratorium
lain/ rujukan.
• Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas karena keterbatasan
kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan pemeriksaan laboratorium yang dipandu
dengan prosedur yang jelas
• Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan
hasil tes laboratorium. Hasil dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan
pengguna layanan, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan petugas pemberi pelayanan
klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam kerja serta pada akhir minggu
termasuk dalam ketentuan ini.
• Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat diberikan perhatian
khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan laboratorium dilakukan bekerja sama dengan
pihak luar, laporan hasil pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak.
• Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan laboratorium bagi
pengguna layanan harus diidentifikasi dan ditetapkan. Suatu proses yang efektif untuk
pemesanan atau menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan.
• Semua reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau instruksi penyimpanan yang
ada pada kemasan. Evaluasi periodik dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan
semua reagensia untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
• Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan pemberian label yang lengkap dan
akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan merujuk pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratorium, perlu ditetapkan
rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.
• Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan klinis, sebagai bagian
dari laporan atau dalam dokumen terpisah
• Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil pemeriksaan harus
dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi perubahan metoda atau peralatan yang
digunakan untuk melakukan pemeriksaan, atau perubahan terkait perkembangan ilmu dan
tehnologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi bila perlu terhadap ketentuan tentang rentang
nilai pemeriksaan laboratorium.
• Ada prosedur rujukan spesimen dan pengguna layanan, jika pemeriksaan laboratorium tidak
dapat dilakukan di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal, rentang nilai rujukan untuk setiap jenis
pemeriksaan yang disediakan, dan nilai kritis pemeriksaan laboratorium (R)
2. Reagensia esensial dan bahan lain tersedia sesuai dengan jenis pelayanan yang ditetapkan,
pelabelan dan penyimpanannya, termasuk proses untuk menyatakan jika reagen tidak
tersedia. (D, W)
-63-

3. Penyelenggaraan pelayanan laboratorium yang meliputi a sampai dengan i, dilaksanakan


sesuai dengan kebijakan dan pedoman yang ditetapkan. (D, O, W)
4. Dilakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal terhadap pelayanan
laboratorium sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilakukan perbaikan
jika terjadi penyimpangan (D,O,W)
5. Pimpinan Puskesmas menetapkan dan melakukan evaluasi dan tindak lanjut waktu
pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R)

Kriteria
3.9.2 Pelayanan kefarmasian dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu jenis dan jumlah obat,
serta bahan medis habis pakai harus tersedia sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
• Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) terdiri dari:
o Perencanaan kebutuhan obat dan BMHP o Permintaan obat dan BMHP o
Penerimaan obat dan BMHP o Penyimpanan obat dan BMHP o Pendistribusian
obat dan BMHP o Pengendalian obat dan BMHP o Pencatatan, pelaporan dan
pengarsiapan obat dan BMHP o Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat
dan BMHP
• Pelayanan farmasi klinik di Puskesmas terdiri dari: o Pengkajian resep dan penyerahan obat
o Pemberian informasi obat (PIO) o Konseling o Visite pasien (khusus Puskesmas rawat
inap) o Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO) o Pemantauan terapi obat
(PTO) o Evaluasi penggunaan obat
• Obat kadaluarsa/rusak/out of date /substitusi, ditarik dari peredaran dikelola sesuai
kebijakan dan prosedur
• Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia
di Puskesmas perlu disusun sebagai acuan dalam pemberian pelayanan pada pengguna
layanan, mengacu pada formularium nasional dan pemilihan jenis obat melalui proses
kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna
layanan, keamanan, dan efisiensi.
• Dalam hal Puskesmas belum dapat melakukan pelayanan farmasi untuk Program Rujuk Balik
(PRB), maka obat dapat dilakukan kerjasama dengan apotek yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan • Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok
nasional atau sebab lain yang tidak dapat diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang
normal, perlu diatur suatu proses untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang
kekurangan obat tersebut dan saran untuk penggantinya.
• Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanan, oleh karena itu perlu
dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat. Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.
• Kebijakan, pedoman dan prosedur pelayanan farmasi harus disusun sebagai acuan dalam
pelayanan, meliputi:
a. perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
b. pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai
c. proses peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat
d. penggunaan obat-obatan pengguna layanan rawat inap, yang dibawa sendiri oleh
pengguna layanan/ keluarga pengguna layanan
e. menjaga tidak terjadinya pemberian obat yang kedaluwarsa kepada pengguna
layanan
-64-

f. jika terjadi kekosongan obat


g. pengendalian pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat
h. pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat
i. ketersediaan formularium obat
• Pemberian obat untuk mengobati seorang pengguna layanan membutuhkan pengetahuan
dan pengalaman yang spesifik. Puskesmas bertanggung jawab untuk mengidentifikasi
petugas dengan pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diizinkan
berdasarkan lisensi, sertifikasi, Undang-Undang atau peraturan untuk pemberian obat.
Dalam situasi emergensi, perlu diidentifikasi petugas tambahan yang diizinkan untuk
memberikan obat. Untuk menjamin agar obat tersedia dengan cukup dan dalam kondisi
baik, tidak rusak, dan tidak kedaluwarsa, maka perlu ditetapkan dan diterapkan kebijakan
pengelolaan obat mulai dari proses analisis kebutuhan, pemesanan, pengadaan,
pendistribusian, pelayanan peresepan, pencatatan dan pelaporan.
• Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep petugas farmasi wajib
melakukan pengkajian/telaah resep yang meliputi pemenuhan persyaratan administratif,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis sesuai peraturan perundangundangan,
antara lain: a) ketepatan identitas pengguna layanan, obat, dosis, frekuensi, aturan
minum/makan obat, dan waktu pemberian; b) duplikasi pengobatan; c) potensi alergi atau
sensitivitas;
d) interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan;
e) variasi kriteria penggunaan; f) berat badan pengguna layanan dan atau informasi
fisiologik lainnya; dan g) kontra indikasi.
• Dalam pemberian obat harus juga dilakukan kajian benar, meliputi: ketepatan identitas
pengguna layanan, ketepatan obat, ketepatan dosis, keterpatan rute pemberian, dan
ketepatan waktu pemberian.
• Apabila persyaratan petugas yang diberi wewenang dalam penyediaan obat tidak dapat
dipenuhi, petugas tersebut mendapat pelatihan khusus tentang penyediaan obat.
• Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pengguna layanan/pengobatan sendiri,
baik yang dibawa ke Puskesmas atau yang diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui
dan dicatat dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat,
terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
• Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita
salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pengguna layanan.
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
- obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik;
- obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look
alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine
dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM);
• Agar obat layak dikonsumsi oleh pengguna layanan, maka kebersihan dan keamanan
terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari proses pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pengguna layanan serta penatalaksanaan
obat kedaluwarsa dan/atau rusak/out of date/substitusi.
• Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian obat kepada pengguna
layanan agar pengguna layanan memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek
samping yang mungkin terjadi.
• Pengguna layanan, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja bersama
untuk memantau pengguna layanan yang mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk
mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pengguna layanan atau penyakitnya dan
untuk mengevaluasi pengguna layanan terhadap kejadian efek samping obat.
• Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat disesuaikan dengan
memperhatikan pemberian obat secara rasional. Sudah seharusnya dilakukan pemantauan
-65-

secara ketat respons pengguna layanan terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan
kepada pengguna layanan. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons
terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi,
untuk mencegah risiko bagi pengguna layanan. Memantau efek obat termasuk
mengobservasi dan mendokumentasikan setiap kejadian salah obat (medication error).
• Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan pelaporan semua kejadian
salah obat (medication error) yang terkait dengan penggunaan obat, misalnya: salah
peresepan obat, salah penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute
pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang. • Bila terjadi
kegawatdaruratan pengguna layanan, akses cepat terhadap obat emergensi yang tepat
adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi penyimpanan obat emergensi di tempat
pelayanan dan obat-obat emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut.
• Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, perlu tersedia prosedur
untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan terhadap obat dimaksud.
Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kedaluarsa.
Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat penyimpanan obat
emergensi perlu dipenuhi.
• Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan,
duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan
terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer
dan sebaliknya.
• Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
• Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan
digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan,
diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat
yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat
tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping,
efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan
dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan
rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3
(tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun
Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan
akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan di antara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula
terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini
dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep
maupun tidak disengaja (unintentional) di mana dokter tidak tahu adanya
perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidak sesuaian , maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain
yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja.
2. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti.
3. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
-66-

d. Komunikasi, melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau


perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab
terhadap informasi Obat yang diberikan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai oleh tenaga
kefarmasian sesuai dengan pedoman dan prosedur yang telah ditetapkan. (D,O,W)
2. Dilakukan rekonsiliasi obat, dan pelayanan farmasi klinik oleh tenaga kefarmasian sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan kajian resep dan pemberian obat dengan benar pada setiap pelayanan pemberian
obat (D, O, W)
4. Dilakukan edukasi pada setiap pasien tentang indikasi dan cara penggunaan obat
5. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana diperlukan, dan dapat diakses untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi, dipantau dan diganti tepat waktu setelah
digunakan atau bila kadaluarsa. (O, D, W)
-67-

BAB 4. Program Prioritas Nasional (PPN)


Program Prioritas Nasional dilaksanakan melalui integrasi pelayanan UKM
dan UKP sesuai dengan prinsip five level prevention

Standar
4.1. Pencegahan dan Penurunan Stunting
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting beserta
pemantauan dan evaluasinya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Kriteria
4.1.1. Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi dengan
melibatkan lintas program, lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus Pemerintah yang
bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal
disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta berinovasi dan
berkompetisi di tingkat global.
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan
saja, tetapi perlu dilakukan dengan pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui
perbaikan pola makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih.
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting dilakukan terintegrasi baik lintas program
antara lain dalam pelayanan pemeriksaan kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi dan
konseling (menyusui dan gizi), pemberian suplemen dan kegiatan internvesi lainnya,
maupun intervensi yang dilakukan bersama lintas sektor. Kegiatan tersebut diharapkan pada
akhirnya akan berdampak pada peningkatan cakupan intervensi pada sasaran 1.000 HPK.
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya-upaya prmotif dan preventif
untuk meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif
sesuai dengan pedoman yang berlaku.
• Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:
a) perlindungan sosial
b) penguatan pertanian
c) perbaikan air dan sanitasi lingkungan
d) keluarga berencana
e) perkembangan anak usia dini
f) kesehatan mental ibu
g) perlindungan anak
h) pendidikan dalam kelas
• Intervensi gizi spesifik meliputi:
1) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
2) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
3) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
4) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping ASI yang
tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak)
5) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
6) tata laksana balita gizi buruk
7) pemberian vitamin A bayi dan balita
8) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
9) penganekaragaman makanan
-68-

10) perilaku pemberian makanan dan situasi


11) suplementasi/fortifikasi gizi mikro
12) manajemen dan pencegahan penyakit
13) intervensi gizi dalam kedaruratan
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin terlaksananya
pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai prosedur terutama pengukuran tinggi
badan menurut umur (TB/U) dan perkembangan balita.
• Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara akurat dan sesuai
prosedur.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai dengan pedoman,
panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisa masalah yang terdapat
di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi dengan penyusunan
RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran stunting dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
(R)

2. Tercapainya indikator kinerja stunting yang disertai dengan analisa capaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting melalui upaya-upaya promotif
dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas sesuai
upaya yang disebutkan dalam pokok pikiran dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D, W)
4. Dilakukan verifikasi data terkait pemantauan status gizi balita yang berasal dari laporan
posyandu dan sumber data lainnya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
5. Pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi spesifik dan sensitif
dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas
program dan lintas sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan
yang telah ditetapkan. (D, O, W)
6. Dilakukan tata laksana kasus tuberculosis mulai dari diagnosis, pengobatan (D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
pencegahan dan penurunan stunting (D, W).
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D)

Standar
4.2. Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian neonatus
(AKN).
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan,
pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan dan evaluasinya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Kriteria
4.2.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin,
pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga melahirkan.
• Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut persalinan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya
persalinan hingga 6 (enam) jam sesudah melahirkan.
-69-

• Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau


serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah
melahirkan).
• Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan kesehatan neonatal
esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28
hari.
• Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah melahirkan, dan bayi baru
lahir dilakukan sesuai dengan standar dalam pedoman yang berlaku.
• Upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan terintegrasi dengan lintas program
dalam rangka penurunan stunting.
• Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan standar
kualitas.
1) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4) dengan
ketentuan:

a) Satu kali pada trimester pertama.


b) Satu kali pada trimester kedua.
c) Dua kali pada trimester ketiga
2) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T, meliputi:

a) Pengukuran berat badan dan tinggi badan.


b) Pengukuran tekanan darah.
c) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
d) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
e) Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
f) Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
g) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
h) Tes Laboratorium.
i) Tatalaksana/penanganan kasus.
j) Temu wicara (konseling)
• Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1) Persalinan normal.
2) Persalinan dengan komplikasi
• Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN) sesuai standar.
1) Dilakukan di fasilitas kesehatan.
2) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:
a) Dokter dan bidan, atau
b) 2 (dua) orang bidan, atau
c) Bidan dan perawat.
• Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
FKTP dan FKRTL.
• Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4 kali:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah persalinan
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan.
Dengan ruang lingkup meliputi:

a) pemeriksaan status mental ibu


b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c) pemeriksaan tinggi fundus uteri
-70-

d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan


e) pemeriksanaan jalan lahir
f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g) pemberian kapsul vitamin A
h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
i) konseling
j) identifikasi risiko dan komplikasi
k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
• Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan standar kualitas.
1) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali selama periode
neonatal, dengan ketentuan: a) Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam

b) Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari


c) Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari 2) Standar kualitas:
a) Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam). Perawatan neonatal
esensial saat lahir meliputi:

(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama


(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD). (5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat
waktu ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu
b) Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi

(1)
menjaga bayi tetap hangat
(2)
konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
(3)
memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku KIA).
(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas kesehatan atau
belum mendapatkan injeksi vitamin K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam yang lahir tidak
ditolong tenaga kesehatan.
(6) Perawatan metode kanguru bagi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi
• Bagi Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus melakukan pelayanan sesuai
dengan wewenangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
• Untuk menjamin kesuksesan penyusunan program penuruan angka kematian ibu dan angka
kematian neonatus dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif dengan melibatkan Lintas
Program dan Lintas Sektor dan memberdayakan masyarakat. Bentuk keterlibatan dalam
kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang bertujuan untuk
menurukan AKI dan AKN di tingkat kecamatan, Desa Siaga dengan pendekatan P4K, Suami
Siaga dan kegiatan pemberdayaan lainnya.
-71-

• Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu
bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru
lahir dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan program kesehatan
keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi lahir mati dan kematian neonatal
serta pengisian dan pemanfaatan buku KIA.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai dengan pedoman,
panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisa masalah yang terdapat
di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian neonatus
(AKN) terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran pelayanan ibu, bayi dan balita sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja pelayanan ibu, bayi dan balita yang diserta dengan analisa
capaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN melalui upaya-upaya preventif dan promotif
yang disusun berdasarkan analisis masalah Kesehatan Ibu dan Anak dengan melibatkan
lintas program dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
4. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir termasuk
standar alat kegawatdaruratan maternal dan neonatal sesuai dengan standar dan dikelola
sesuai dengan prosedur. (D, O, W)
5. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan, masa sesudah
melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang ditetapkan termasuk kewajiban
penggunaan partograph pada saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi pra rujukan
pada kasus komplikasi sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan
yang telah ditetapkan. (D, O, W)
6. Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan
dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D, O, W)
7. Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D, W)
8. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan kesehatan pada masa hamil, persalinan dan
bayi baru lahir di Puskesmas. (D, W)
9. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D)

Standar
4.3. Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Kriteria
4.3.1. Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi dalam upaya peningkatan
capaian cakupan dan mutu imunisasi.

Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular yang dapat dicegah
melalui imunisasi, Puskesmas wajib melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari
program prioritas nasional.
• Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu direncanakan, dilaksanakan, dipantau
dan dievaluasi agar dapat mencapai cakupan imunisasi secara optimal.
-72-

• Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah, identifikasi dan
penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM, penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan
imunisasi serta jadwal dan mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun
untuk memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik. Micro planning
disusun dengan melibatkan lintas program terkait.
• Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara akurat dan sesuai
prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan pemakaian vaksin dan logistik lainnya,
kondisi peralatan rantai vaksin dan KIPI.
• Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan, berjenjang dan
dilakukan analisa serta rencana tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan
hasil.
• Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi
dilaksanakan meliputi upaya-upaya promotif dan preventif dalam rangka penjangkauan
sasaran dan meningkatkan cakupan imunisasi melalui:
1) kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS (Sustainable
Outreach Services) untuk daerah geografis sulit, defaulter tracking, Backlog
Fighting, Crash Program dan Catch Up Campaign;
2) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan vaksin yang sesuai
prosedur, pemberian imunisasi yang aman dan sesuai prosedur, kegiatan validasi data
sasaran, Data Quality Self assessment (DQS), Rapid Convenience
Assessment (RCA) untuk melakukan validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan
supervisi berkala; serta
3) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan sosialisasi melalui
berbagai media komunikasi, peningkatan keterlibatan lintas program dan lintas sektor
terkait dan pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai dengan pedoman,
panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisa masalah yang terdapat
di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi terintegrasi dengan
penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran imunisasi dengan ketentuan yang telah ditetapkan. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja imunisasi yang disertai dengan analisa capaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program imunisasi melalui upaya-upaya promotif dan preventif yang disusun
secara rinci dan melibatkan lintas program terkait yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R,
D, W)
4. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program.
5. Dilakukan pengelolaan vaksin untuk memastikan rantai vaksin dikelola sesuai dengan
prosedur. (D, O, W)
6. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan bersama lintas program dan lintas
sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program imunisasi sesuai hasil
kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W)
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D)

Standar
4.4. Program Penanggulangan Tuberkulosis
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pengguna layanan TB mulai dari
penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan diagnosis,
-73-

penetapan klasifikasi dan tipe pengguna layanan TB, tata laksana kasus
terdiri dari pengobatan pengguna layanan beserta pemantauan dan
evaluasinya untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Kriteria
4.4.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pengguna layanan TB mulai dari penemuan kasus TB
kepada orang yang terduga TB, penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe
pengguna layanan TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pengguna layanan beserta
pemantauan dan evaluasinya.

Pokok Pikiran:
• Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek
promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan
untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau
kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak
negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.
• Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan ditindak
lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis.
• Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional, Pemerintah Daerah
provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menetapkan target Penanggulangan
TB tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
• Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global maupun nasional.
Upaya untuk penanggulangan penularan tuberkulosis merupakan salah satu program
prioritas nasional bidang kesehatan
• Pelayanan pengguna layanan TB dilaksanakan melalui:
a) pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari:

1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif


2. diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes cepat molekuler,
mikroskopis, dan biakan
3. pengobatan TB sesuai standar
4. perbaikan pengguna layanan TB dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis di
akhir bulan 2 (dua), akhir bulan 5 (lima) dan akhir pengobatan.
b) pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan:

1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif


2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO dan merujuk terduga
untuk melakukan diagnosis jika diperlukan
3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pengguna layanan TB RO
4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan laboratorium, follow up
bagi pengguna layanan TB RO.
c) pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d) pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB dan etika batuk
kepada pengguna layanan dan keluarga.
e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat (PMO) bagi pengguna
layanan TBC SO dan TBC RO.
f) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional Penanggulangan TBC.
g) mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC sesuai ketentuan
Program TBC.
• Dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif dalam rangka penanggulangan program TB
sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.
-74-

• Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan dikoordinasikan baik dalam upaya
preventif maupun upaya kuratif di Puskesmas melalui strategi DOTS.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai dengan pedoman,
panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisa masalah yang terdapat
di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program penanggulangan tuberkulosis terintegrasi dengan penyusunan RUK
dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja program Tuberkulosis yang disertai dengan analisa
capaiannya. (R, D)
2. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis melalui upayaupaya promotif dan
preventif berdasarkan analisis masalah TB dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, analis
laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan terlatih (R)
4. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan kebutuhan program serta
dikelola sesuai dengan prosedur (D, W)
5. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pengobatan, pemantauan,
evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undanganan sesuai
dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan ( D, O,
W).
6. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D, W)
7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D) (P3
belum ada)

Standar
4.5. Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya Puskesmas
melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama yang meliputi
hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara dan leher rahim, Pengguna
layanan Rujuk Balik (PRB) Penyakit Tidak Menular (PTM) dan penyakit
katastropik lainnya sesuai kompetensi di tingkat primer, serta penanganan
faktor risiko PTM.

Kriteria
4.5.1. Program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan ditindaklanjuti dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular.

Pokok Pikiran:
• Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta komplikasinya tidak hanya
berdampak pada terjadinya peningkatan angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas,
namun juga berdampak kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi
baik tingkat individu, keluarga, dan masyarakat
• Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui berbagai kegiatan promotif
dan preventif tanpa mengesampingkan tindakan kuratif dan rehabilitatif.
• Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya:
a) Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat
agar tumbuh kesadaran untuk ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan
lingkungannya.
b) Preventif
-75-

1) Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar penyelenggaraannya tertib 1


kali/bulan dengan kader terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir)
yang melakukan deteksi dini faktor risiko PTM:

1.1. ukur Tekanan Darah (TD)


1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs)
1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan
1.4. memberikan edukasi sesuai indikasi
1.5. menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok (UBM) dengan
tenaga terlatih
1.6. menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan Puskesmas.
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan
instansi terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di 7
tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, angkutan
umum, fasilitas umum, dan tempat bermain anak)
2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker payudara dan kanker
leher rahim dengan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual
Asam Asetat (IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
• Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya:
a) menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan menguatkan
keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan PTM dan faktor risiko PTM
sesuai wewenang dan kompetensi di FKTP.
b) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai standar
• Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk mencegah terhadinya
peningkatan kasus PTM.
• Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada dokter dan tenaga
kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
• Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, antara lain: diabetes, pola
makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan
secara terintegrasi melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK.
• Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat menjamin terlaksananya
pencatatan dan pelaporan yang akurat dan terpadu sesuai ketentuan.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai dengan pedoman,
panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisa masalah yang terdapat
di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan tindaklanjut dilakukan secara terintegrasi lintas
program dan lintas sektor.
• Penyusunan program penanggulangan penyakit menular dan faktor risikonya terintegrasi
dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang disertai dengan
analisis capaiannya. (R,D)
2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan program promosi kesehatan
termasuk kegiatan skrining PTM melalui
Posbindu dan pendekatan keluarga, untuk pencegahan penyakit

tidak menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang disusun berdasarkan
analisis masalah PTM dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor yang dipimpin
oleh Kepala Puskesmas.(R, D, W)
-76-

3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai


dengan rencana yang telah disusun bersama Lintas Program dan Lintas Sektor sesuai dengan
kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D, O, W)
4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan dan tindaklanjut pada
pengguna layanan dengan penyakit tidak menular sesuai dengan panduan praktik klinis oleh
tenaga kesehatan yang berkompeten. (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)
6. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D)

BAB 5. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)

Standar
5.1 Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan Peningkatan
mutu dilakukan melalui upaya perbaikan
berkesinambungan, upaya keselamatan pengguna layanan, upaya Manajemen
risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meminimalkan
risiko bagi pengguna layanan, sasaran UKM, masyarakat, dan lingkungan.

Kriteria
5.1.1. Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan Mutu Puskesmas

Pokok Pikiran:
• Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan Pengguna layanan, Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI), dan Manajemen Risiko (MR) dapat dikelola dengan baik dan
konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan Mutu, Keselamatan Pengguna layanan,
PPI, dan Manajemen Risiko.
• Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan Mutu, Tim Manajemen
Risiko, dan Tim Keselamatan Pengguna layanan, Tim PPI sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, namun jika tidak tersedia sumber daya maka cukup dengan
penunjukkan penanggung jawab Mutu, Keselamatan Pengguna layanan, PPI, dan
Manajemen Risiko
• Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas. Persyaratan kompetensi tersebut antara lain
adalah: Minimal D3 Kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu,
keselamatan pengguna layanan, manajemen risiko, dan PPI, serta mempunyai pengalaman
kerja di Puskesmas.
• Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai tugas untuk
melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan membudayakan kegiatan peningkatan
mutu, keselamatan pengguna layanan, manajemen risiko, dan pencegahan dan
pengendalian infeksi. Para tim tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
-77-

• Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai acuan Kepala Puskesmas,
penanggung jawab upaya pelayanan Puskesmas dan koordinator dan pelaksana kegiatan
Puskesmas dalam hal 1) peningkatan mutu, 2) keselamatan pengguna layanan, 3)
manajemen risiko, 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
• Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan menyediakan sumber daya
yang dibutuhkan untuk program peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan,
program manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan ketersediaan anggaran dan
sumber daya yang ada di Puskesmas
• Program peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program manajemen risiko,
dan program PPI disusun secara kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian, dan penilaian
• Program peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program manajemen risiko,
dan program PPI sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan harapan masyarakat,
perubahan regulasi, perkembangan teknologi dan perubahan pedoman dalam rangka
upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk memperbaiki perencanaan maupun
pelaksanaan kegiatan pelayanan
• Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program peningkatan mutu, keselamatan
pengguna layanan, program manajemen risiko, dan program PPI didokumentasikan,
disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan.

Elemen Penilaian:

1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung jawab peningkatan mutu,
keselamatan pengguna layanan, manajemen risiko, dan PPI yang memenuhi persyaratan
kompetensi yang disertai dengan uraian tugasnya. (R, D, W)
2. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan upaya perbaikan
berkesinambungan terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu, keselamatan
pengguna layanan, program manajemen risiko, dan program PPI. (D,O,W)

Kriteria
5.1.2. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan
pengguna layanan berkomitmen untuk membudayakan peningkatan mutu secara
berkesinambungan melalui pengelolaan indikator mutu.

Pokok Pikiran:
• Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan kebijakan Indikator Mutu
Nasional (IMN), prioritas permasalahan di wilayah kerja Puskesmas, SKP, dan PPI.
• Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di Puskesmas maka perlu
ditetapkan indikator mutu.
• Pengelolaan indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu terdiri dari :
a. Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja

b. Indikator mutu prioritas Program :


1) Indikator mutu nasional
2) Indikator Sasaran Keselamatan Pengguna layanan (SKP)
• Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Pemilihan prioritas didasarkan pada
proses yang berimplikasi risiko tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar
(high volume), melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost), capaian
kinerja rendah (bad performance), atau cenderung menimbulkan masalah (problem
prone).
-78-

• Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan,
adanya ketidakpuasan sasaran, dan ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal
pelayanan yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah
terkait dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan pelayanan UKPP Puskesmas
• Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan kesehatan di wilayah kerja
disebut dengan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP) yang upaya perbaikannya harus
didukung KMP, UKM dan UKPP.
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan permasalahan
kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya
perbaikan pada kegiatan UKP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk
mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan UKM untuk
menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah
tuberkulosis.
• Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab menyusun indikator
mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang akan melibatkan banyak jenis pelayanan,
banyak tenaga, membawa dampak besar bagi Puskesmas.
• Indikator Sasaran Keselamatan Pengguna layanan (SKP) untuk masing-masing sasaran yang
terdiri atas identifikasi pengguna layanan, komunikasi efektif, pengelolaan obat dengan
kewaspadaan tinggi, upaya untuk memastikan benar pengguna layanan, benar prosedur,
dan benar sisi pada pengguna layanan yang menjalani tindakan medis, kebersihan tangan,
dan proses untuk mengurangi risiko jatuh.
• Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengendalian infeksi dikaitkan
dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi: kajian risiko pada pelayanan kesehatan
perseorangan dan pelayanan klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), Peralatan perawatan pengguna layanan, pengelolaan linen, pengelolaan limbah
infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi, pengelolaan makanan secara
higienis, penyuntikkan yang aman, risiko infeksi pada saat pembongkaran, konstruksi dan
renovasi bangunan, penanganan outbreak infeksi, upaya pengendalian infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI, serta perbaikan dan penggunaan anti
mikroba secara bijak.
• Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang indikator tersebut
yang antara lain meliputi: a. judul indikator,
b. dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c. dimensi mutu,
d. tujuan,
e. definisi operasional,
f. tipe indikator,
g. satuan pengukuran,
h. numerator,
i. denominator,
j. target pencapaian,
k. kriteria inklusi dan eksklusi,
l. formula pengukuran,
m. desain pengumpulan data,
n. sumber data,
o. populasi atau sampel,
p. frekuensi pengumpulan data,
q. periode waktu pelaporan data,
r. periode analisis data,
s. penyajian data,
t. instrumen pengambilan data
-79-

u. penanggung jawab indikator


• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan
pengguna layanan,petugas yang diberi tanggung jawab indikator, petugas yang diberi
tanggung jawab untuk mengumpulkan data, dan petugas yang diberi tanggung jawab
untuk validasi data, harus bertanggung jawab dan memerlukan peran serta aktif dalam
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal keterbatasan tenaga, maka
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data dapat dirangkap oleh petugas
penanggung jawab indikator.
• Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan (contoh: indikator
kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu,
melakukan koordinasi dalam pengumpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait
di beberapa unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat jalan dan waktu
tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu melakukan
integrasi dalam pengumpulan data. Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran akan
memberikan kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan
pengguna layanan,petugas penanggung jawab indikator, petugas yang diberi tanggung
jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data,
mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data.
• Peningkatan kapasitas pengolahan data dapat dilakukan melalui pelatihan, lokakarya, kaji
banding, on the job training atau in house training
• Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama tahun berjalan maka
dapat diganti dengan indikator mutu baru. Indikator mutu yang belum mencapai target
dapat tetap diukur di tahun berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Indikator Mutu Prioritas Puskesmas (IMPP), indikator sasaran keselamatan
pengguna layanan (SKP), dan indikator upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
yang dilengkapi dengan profil indikator yang meliputi huruf (a) sampai huruf (u) seperti
disebutkan di pokok pikiran.
2. Pengumpulan untuk indikator mutu yang sudah ditetapkan dan analisis data dilakukan oleh
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi
tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab indikator (D, W)

Kriteria
5.1.3. Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk menjamin data yang
dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu dan penyampaian informasi kepada
masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu yang dikumpulkan dapat
dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan menyampaikan informasi tentang mutu
pelayanan Puskesmas perlu dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika:
a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu pelayanan
b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada masyarakat melalui media
informasi yang ditetapkan
c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara lain: perubahan
numerator atau denominator, perubahan metode pengumpulan, perubahan sumber
data, perubahan subjek pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari
indikator. • Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat untuk
mendukung keputusan yang diambil terkait dengan perubahan kebijakan maupun
upaya perbaikan mutu, dan untuk mendukung kesahihan data yang disampaikan pada
masyarakat.
-80-

• Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi operasional numerator dan
denominator, membandingkan hasil pengukuran ulang dengan sumber data yang sama,
atau membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber data yang lain
untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah dilakukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk melakukan validasi data
indikator mutu. (R)
2. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana diminta pada pokok pikiran
dan hasilnya digunakan untuk pengambilan keputusan, upaya perbaikan mutu, dan untuk
penyediaan informasi tentang capaian mutu kepada masyarakat sesuai dengan prosedur
dan metode yang telah ditetapkan. (D, O, W)
Kriteria
5.1.4. Dilakukan analisis data dalam upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan

Pokok Pikiran
• Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat keputusan maka data harus
digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi yang berguna.
• Analisis data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami manajemen
informasi, mempunyai keterampilan dalam metode pengumpulan data, dan mengetahui
cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada
Kepala Puskesmas yang bertanggung jawab akan proses atau hasil yang diukur dan yang
mampu menindaklanjuti.
• Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya dalam menafsirkan
variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram
kontrol (control charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik
yang sangat berguna untuk memahami pola dan variasi dalam pelayanan kesehatan
• Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data harus dikumpulkan
dan dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung pada kegiatan program tersebut dan area
yang diukur serta frekuensi pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu dari
laboratorium klinis mungkin dianalisis setiap minggu untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan dan data tentang pengguna layanan jatuh mungkin dianalisis setiap
bulan apabila jatuhnya pengguna layanan jarang terjadi. Maka, pengumpulan data pada
titik-titik waktu tertentu akan memungkinkan Puskesmas menilai stabilitas proses
tertentu atau dapat menilai prediksi hasil tertentu terkait dengan ekspektasi yang ada.
• Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan data-data Puskesmas melalui kaji
banding dalam empat hal:
a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data (analisis trend),
misalnya data PIS PK dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun;
b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang sejenis seperti melalui
database eksternal nasional tentang data PIS PK;
c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.
d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang diinginkan yang dalam
literatur digolongkan sebagai best practice (praktik terbaik) atau better practice
(praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan praktik klinik).

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pengumpulan data, analisis dengan menggunakan metode dan teknik statistik
sesuai kebutuhan, dan hasilnya disajikan dalam bentuk informasi yang berguna untuk
mengidentifikasi kebutuhan perbaikan yang harus dilakukan. (D,W)
2. Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang disebutkan dalam pokok
pikiran dan hasilnya disampaikan kepada
-81-

Kepala Puskesmas D,W)

Kriteria
5.1.5. Peningkatan Mutu dicapai dan dipertahankan.

Pokok Pikiran:
• Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan dan
mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan. Data memberikan kontribusi untuk
pemahaman potensi perbaikan terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang
sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan keselamatan pengguna
layanan/masyarakat antara lain dapat menggunakan siklus Plan (merencanakan perbaikan),
Do (uji coba perbaikan), Study (mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan),
Action (menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
• Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan mengumpulkan data lagi
selama masa uji yang ditentukan dan dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa
perubahan adalah benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada
perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis berkelanjutan
• Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk penetapan kebijakan,
perbaikan standar operasional prosedur, pendidikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi
di unit kerja yang lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh Puskesmas
didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen peningkatan mutu dan keselamatan
pengguna layanan dan program perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan pengguna layanan/ sasaran dan telah diuji cobakan berdasarkan hasil capaian
indikator mutu. (D,W)
2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil uji
coba perbaikan (D.W)
3. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan, dikomunikasikan serta disosialisasikan
dan dijadikan laporan PMP (D,W)

Standar
5.2 Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan
identifikasi, analisa dan penatalaksanaan risiko untuk mengurangi
cedera, dan mengurangi risiko lain terhadap keselamatan pengguna
layanan, staf dan sasaran pelayanan UKM serta masyarakat.
Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja
manajemen risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko yang
mencakup : identifikasi, analisis, penatalaksanaan risiko dan monitor
perbaikannya.

Kriteria
5.2.1 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap

pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan diidentifikasi, dianalisis


dan dilakukan penatalaksanaannya

Pokok Pikiran:
• Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko. Risiko terhadap
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan perlu dikelola oleh
-82-

penanggung jawab dan pelaksana untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/


atau minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan tersebut
• Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponenkomponen pentingnya
meliputi: a. identifikasi risiko,
b. prioritas risiko,
c. pelaporan risiko,
d. manajemen risiko
e. investigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pengguna layanan, petugas keluarga
dan pengunjung
f. manajemen terkait tuntutan (klaim)
• Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi didokumentasikan
dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang belum terjadi dan berpotensi
menimbulkan kejadian/ insiden didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko
Tinggi
• Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan KMP, UKPP, dan UKM.
• Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus dibuat sebagai
dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk membantu petugas Puskesmas
mengenal dan mewaspadai kemungkinan risiko dan akibatnya terhadap sasaran program,
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan
kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam area KMP, UKM, dan UKPP
yang dituangkan dalam register risiko.
2. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi dalam area KMP, UKM,
dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi Proses Berisiko Tinggi (D,W)

Kriteria
5.2.2 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap pengguna layanan, keluarga,
masyarakat, petugas, dan lingkungan yang telah diidentifikasi dianalisis dan ditindak lanjuti.

Pokok Pikiran:
• Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan untuk mereduksi atau
memitigasi risiko, disusun setiap tahun, terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas,
berdasarkan identifikasi dan analisis risiko baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/
insiden maupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian/ insiden.
• Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk control) dan pembiayaan
risiko (Risk Financing)
Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance), Mencegah kerugian (Loss
Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian / dampak (Loss Reduction – Severity),
Segregasi dan Transfer
Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance)

misalnya dengan konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing) adalah memindahkan


risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan, misalnya : asuransi kebakaran.
• Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses manajemen risiko berupa
identifikasi, analisis, penatalaksanaaan risiko dan monitor perbaikannya untuk menentukan
Strategi reduksi dan mitigasi risiko.
• Satu alat/metode analisis proaktif terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah failure
mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan). Dipilih minimal satu proses
prioritas yang berisiko untuk dilakukan analisis efek modus kegagalan setiap tahun.
-83-

• Untuk menggunakan metode/ alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa secara efektif,
Kepala Puskesmas harus mengetahui dan mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati
daftar proses yang berisiko tinggi dari segi keselamatan pengguna layanan dan staf, dan
kemudian menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis hasil,
pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses-proses yang ada
atau mengambil tindakan serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses yang ada.
• Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan
didokumentasikan pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian yang sudah terjadi dan hasil
identifikasi proses berisiko tinggi dan menjadi bagian terintegrasi dalam perencanaan
Puskesmas (D, W)
2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan mitigasi risiko dan monitor
perbaikannya terkait kesehatan dan keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko, dan rencana tindak lanjut risiko yang
telah diidentifikasi. (D, W)
4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis (analisis efek modus
kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang diprioritaskan (D,W)

Standar
5.3 Sasaran Keselamatan Pengguna layanan diterapkan dalam Upaya
Keselamatan Pengguna layanan
Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan
pengguna layanan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan.

Kriteria
5.3.1 Proses Identifikasi pengguna layanan dilakukan dengan benar.

Pokok Pikiran:
• Salah identifikasi pengguna layanan dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses pelayanan
pengguna layanan sebagai akibat dari kondisi kesadaran pengguna layanan, perpindahan
ruang rawat, dan kondisi lain yang menyebabkan terjadinya salah identitas.
• Kebijakan dan prosedur identifikasi pengguna layanan perlu disusun termasuk identifikasi
pengguna layanan pada kondisi tertentu.
• Pada kondisi tertentu, misalnya pengguna layanan tidak mempunyai identitas, atau
mempunyai nama sama, pengguna layanan dengan penurunan kesadaran, tidak dapat
menyebutkan nama, dan tidak memiliki kartu identitas, dilakukan cara identifikasi yang
tepat supaya tidak terjadi salah pengguna layanan.
• Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif tidak berubah, antara lain:
nama lengkap tanggal lahir, atau nomor rekam medis, dan tidak boleh menggunakan nomor
kamar pengguna layanan atau lokasi pengguna layanan dirawat.
• Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik, tindakan, pemberian
obat, dan pemberian diit.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi pengguna layanan sebelum dilakukan prosedur diagnostik, tindakan,
pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan. (D,O,W)
2. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti disebutkan pada pokok
pikiran (D,O,W)
-84-

Kriteria
5.3.2 Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian asuhan ditetapkan dan
dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan dapat terjadi akibat
komunikasi yang tidak efektif dalam proses asuhan pengguna layanan
• Komunikasi yang tidak efektif antara lain : 1) terjadi pada saat pemberian perintah secara
verbal, 2) pemberian perintah verbal melalui telpon, 3) penyampaian hasil kritis
pemeriksaan penunjang diagnosis, 4) serah terima antar shift, dan 5) pemindahan
pengguna layanan dari unit yang satu ke unit yang lain.
• Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan diterapkan dalam
penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat telpon, penyampaian nilai kritis hasil
pemeriksaan penunjang diagnosis, serah terima pengguna layanan pada serah terima jaga
maupun serah terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan
penunjang, dan pemindahan pengguna layanan ke unit lain.
• Pelaporan kondisi pengguna layanan dalam komunikasi verbal atau lewal telpon antara lain
dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR (Situation, Background,
Asessment, Recommendation)
• Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh
penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan.
• Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang angka normal secara
mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko tinggi atau mengancam jiwa harus
ditetapkan dan segera dilaporkan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam
pelayanan penunjang kepada dokter penanggung jawab pengguna layanan sesuai dengan
ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk pemeriksaan yang dilakukan
oleh perawat atau bidan langsung di tempat perawatan pengguna layanan (point of care
testing), misalnya pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan oleh perawat di tempat
perawatan pengguna layanan.
• Pelaksanaan serah terima pengguna layanan dilakukan dengan teknik SBAR, memperhatikan
kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan (readback, repeat back),
menggunakan formulir yang baku, dan berisi informasi kritikal yang harus disampaikan
antara lain: tentang status/kondisi pengguna layanan, pengobatan, rencana asuhan, tindak
lanjut yang harus dilakukan, adanya perubahan status/kondisi pengguna layanan yang
signifikan, dan keterbatasan maupun risiko yang mungkin dialami oleh pengguna layanan.
• Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi efektif maka perlu dilakukan
edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakrya, on
the job training atau bentuk lain yang dianggap efektif transfer skill dan pengetahuan
terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan komunikasi efektif

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi komunikasi efektif kepada tenaga kesehatan pemberi asuhan seperti
disebutkan dalam pokok pikiran (D,W)
2. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis lengkap, dibaca ulang oleh
penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan
dicatat dalam rekam medis termasuk identifikasi kepada siapa nilai kritis hasil pemeriksaan
laboratorium dilaporkan serta informasi apa yang didokumentasikan dalam rekam medis
D,O,W,S)
3. Proses komunikasi serah terima pengguna layanan yang memuat halhal kritial dilakukan
secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan menggunakan form yang dibakukan
(D,O,W,S)

Kriteria
-85-

5.3.3 Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai ditetapkan dan
dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Pemberian obat pada pengguna layanan perlu dikelola dengan baik dalam upaya
keselamatan pengguna layanan. Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu diwaspadai
dapat menimbulkan cedera pada pengguna layanan.
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam penggunaannya
sering menyebabkan kesalahan dan/ atau kejadian sentinel, berisiko tinggi untuk
penyalahgunaan, antara lain: obatobatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin, anti
koagulan, kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan obat-obatan dengan nama
dan rupa mirip
• Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat dengan nama dan rupa
obat mirip (look alike sound alike)
• Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur pengelolaan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama dan rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan,
peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan, evaluasi penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama atau rupa mirip

Elemen Penilaian:
1. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip serta
dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D,O,W)
2. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan psikotropika/narkotika
dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai (high alert). (D, W)

Kriteria
5.3.4 Proses untuk memastikan tepat pengguna layanan, tepat prosedur, tepat sisi pada pengguna
layanan yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan dilaksanakan.

Pokok Pikiran:
• Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan oleh salah pengguna
layanan, salah prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan invasif atau tindakan pada
pengguna layanan.
• Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya, yang meliputi semua
tindakan yang meliputi sayatan/ insisi atau tusukan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
pencabutan gigi, biopsi, dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di mana prosedur
invasif dilakukan.
• Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan pengguna layanan yang
benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar yang dilakukan tindakan dengan
menerapkan Protokol Umum (Universal Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
• Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk verifikasi benar pengguna
layanan, benar prosedur, benar sisi, memastikan semua dokumen, persetujuan tindakan
medis, rekam medis, hasil pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan
obat-obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan, peralatan medis
atau implant tersedia dan siap digunakan.
• Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan/ prosedur melibatkan pengguna layanan jika
memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali dan tidak
membingungkan. Tanda harus dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan
-86-

dilakukan pada semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti salah
satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ), beberapa struktur (seperti jari, jari
kaki, lesi), atau beberapa tingkat (tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti
pencabutan gigi, penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen gigi atau
odontogram. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang akan melakukan
tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur dan tetap bersama pengguna layanan
selama prosedur berlangsung
• Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai selama pengguna
layanan terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda. Adakalanya pengguna layanan
tidak memungkinkan untuk berpartisipasi, misalnya: pengguna layanan anak-anak, atau
ketika pengguna layanan tidak kompeten membuat keputusan tentang perawatan
kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten oleh pemberi pelayanan
yang akan melakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
2. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk memastikan benar identifikasi
pengguna layanan, benar prosedur, benar sisi, persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi
bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan dengan mencatat waktunya. (D,O,W)

Kriteria
5.3.5 Proses untuk mengurangi risiko pengguna layanan jatuh disusun dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Cedera pada pengguna layanan dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan. Risiko
jatuh pada pengguna layanan termasuk adanya riwayat jatuh, penggunaan obat, minum
minuman beralkohol, gangguan keseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan
sebab yang lain.
• Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus ditetapkan. Penapisan
secara umum dapat dilakukan dengan Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak
atau observasi dengan skor yang diberikan berdasarkan respons pengguna layanan,
misalnya apakah pengguna layanan pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
terakhir, apakah pengguna layanan mengalami vertigo, apakah pengguna layanan
mengkonsumsi obat yang mengganggu keseimbangan, apakah pengguna layanan perlu
bantuan ketika berdiri/berjalan.
• Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun untuk
meminimalkan terjadinya risiko jatuh pengguna layanan rawat jalan di Puskesmas.
• Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pengguna layanan di rawat jalan dengan
mempertimbangkan :
1) kondisi pengguna layanan, contoh : pengguna layanan geriatri, dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan obat, sedasi, status
kesadaran dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol
2) diagnosis, contoh pengguna layanan dengan diagnosis penyakit Parkinson
3) situasi : Pengguna layanan yang mendapatkan sedasi atau pengguna layanan dengan
riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari
ambulans, perubahan posisi akan meningkatkan risiko jatuh
4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko terjadi pengguna
layanan jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala penerangan atau mempunyai
barrier/penghalang yang lain, misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
• Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh pada pengguna
layanan. Kriteria untuk melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus
ditetapkan baik untuk pengguna layanan rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan
upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan. Contoh
-87-

alat untuk melakukan penapisan pada pengguna layanan rawat inap adalah skala Morse
untuk pengguna layanan dewasa, dan skala Humpty Dumpty untuk pengguna layanan anak,
sedangkan untuk pengguna layanan rawat jalan dengan menggunakan get up and go
test, atau dengan menanyakan tiga pertanyaan:
a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan orang lain. Jika satu
dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban ya, maka pengguna layanan tersebut
dikategorikan berisiko jatuh

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan penapisan pengguna layanan dengan risiko jatuh sesuai dengan kebijakan dan
prosedur serta dilakukan upaya mengurangi risiko jatuh pada pengguna layanan (O,W,S)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko terhadap situasi dan lokasi
yang diidentifikasi berisiko terjadi pengguna layanan jatuh (D, O, W).

Standar
5.4 Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pengguna
layanan dan pengembangan budaya keselamatan Pelaporan insiden
keselamatan pengguna layanan berhubungan dengan budaya keselamatan di
Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden lebih lanjut atau berulang
di masa mendatang yang akan membawa dampak merugikan yang lebih
besar bagi Puskesmas

Kriteria
5.4.1 Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana penyelesaian masalah, upaya
perbaikan, dan pencegahan insiden keselamatan pengguna layanan.

Pokok Pikiran:
• Insiden keselamatan pengguna layanan adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah
pada pengguna layanan. Insiden keselamatan pengguna layanan terdiri atas : 1) Kejadian
tidak diharapkan (KTD), 2) Kejadian nyaris cedera (KNC), 3) Kejadian tidak cedera, 4) kondisi
potensial cedera (KPC), dan 5) Kejadian sentinel (KS)
• Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat fisik, motorik, sensorik, psikologis dan
intelektual.
• Contoh yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pengguna layanan seperti kesalahan
obat (medication errors), kesalahan identifikasi pengguna layanan, kesalahan asuhan
klinis dan faktor lingkungan.
• Upaya keselamatan pengguna layanan dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden. Jenis
Insiden terdiri dari :
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pada
pengguna layanan. Misalnya pengguna layanan jatuh dari tempat tidur dan
menimbulkan luka pada pergelangan kaki.
2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai / terpapar pada
pengguna layanan tapi tidak terjadi cedera. Misalnya Perawat salah memberikan obat
pada pengguna layanan, obat telah diminum tapi pengguna layanan tidak mengalami
cedera.
3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi terkait perawatan
pengguna layanan yang sangat berpotensi cedera pada pengguna layanan. Misalnya :
Alat Inkubator rusak yang diletakan di ruang bayi/neonatus .
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi belum mengenai /
terpapar pada pengguna layanan karena dapat dicegah. Misalnya: perawat mau
-88-

memberikan obat kepada pengguna layanan, ketika di cek ternyata obat yang diberikan
oleh farmasi milik pengguna layanan yang lain yang namanya mirip, sehingga obat
tersebut tidak jadi diberikan.
5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected occurrence) yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Kejadian sentinel dapat berupa:
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya pada:
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pengguna
layanan atau kondisi pengguna layanan
(contoh: kematian akibat proses transfer yang terlambat)

- kematian bayi aterm


- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pengguna layanan atau
kondisi pengguna layanan
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pengguna layanan
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan
rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas
pengguna layanan, anggota staf, dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika
berada dalam lingkungan Puskesmas
• Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan
pengguna layanan. Pelaporan insiden terdiri dari Laporan Insiden Internal dan Laporan
Insiden Eksternal.
• Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam Puskesmas untuk peduli
akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi pada pengguna layanan. Pelaporan
juga penting digunakan untuk memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error)
sehingga dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan menjadi awal
proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
• Puskesmas perlu melakukan analisis Matriks grading risiko yang akan menentukan jenis
investigasi insiden yang dilakukan setelah Laporan insiden internal. Investigasi terdiri dari
Investigasi sederhana (Simple RCA) dan Investigasi Komprehensif (Comprehensive
RCA /Root Cause Analysis)
• Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang meliputi: kebijakan, alur
pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan, insiden yang harus dilaporkan internal
yaitu semua jenis insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan, kejadian
nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial cedera. Sedangkan laporan eksternal yang
dilaporkan adalah Sentinel, KTD. Ditentukan juga siapa saja yang membuat laporan, batas
waktu pelaporan, investigasi dan tindak lanjutnya
• Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan dilaporkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan ke
Tim keselamatan pengguna layanan yang disertai dengan analisis dan investigasi insiden,
serta tindak lanjut terhadap insiden (D,W)
2. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pengguna layanan (KNKP) terhadap
insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu yang ditetapkan (D)

Kriteria
5.4.2 Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki perilaku dalam
pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya mutu dan budaya keselamatan.
-89-

Pokok Pikiran:
• Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pengguna layanan menjadi
tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pengguna layanan.
• Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain yang
diberi wewenang dan bertanggung jawab melaksanakan asuhan pengguna layanan.
• Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan bersama;
b) bekerja dengan pengguna layanan atau klien
c) bekerja dengan tenaga kesehatan lain
d) bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
e) meminimalisir risiko
f) mempertahankan kinerja profesional
g) perilaku profesional dan beretika
h) memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i) upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan dalam pelaporan dan
tindak lanjut insiden
• Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang
merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat, memaki;
b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan
secara berulang, bentuk tindakan verbal atau non verbal yang membahayakan atau
mengintimidasi staf lain, adalah komentar sembrono di depan pengguna layanan yang
berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari negatif hasil
tindakan atau pengobatan staf lain di depan pengguna layanan, misalnya “obatnya
ini salah, tamatan mana dia...?”, melarang perawat untuk membuat
laporan insiden, memarahi staf klinis lainnya di depan pengguna layanan,
kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar membuang rekam medis di ruang
rawat;
c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk
gender;
d) pelecehan seksual.
• Puskesmas perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi budaya keselamatan. Budaya
keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola
perilaku dari individu maupun kelompok, yang menentukan komitmen terhadap
keselamatan, serta kemampuan manajemen Puskesmas, dicirikan dengan komunikasi yang
berdasarkan rasa saling percaya, dengan persepsi yang sama tentang pentingnya
keselamatan, dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
• Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada, tetapi juga
perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap
perilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada sistem
pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan budaya keselamatan, dan
budaya perbaikan pelayanan klinis yang berkelanjutan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan /
"tidak dapat diterima" dan upaya perbaikannya (D,O,W)
2. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pengguna layanan pada semua
tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W)

Standar
-90-

5.5 Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan untuk mencegah


dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait dengan pelayanan
kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah
upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pengguna layanan, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
kesehatan.

Kriteria
5.5.1 Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh seluruh
karyawan Puskesmas secara komprehensif untuk mencegah dan meminimalkan risiko
terjadinya infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pengguna layanan, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.
• Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi yang didapat dan
ditularkan diantara pengguna layanan, staf, tenaga profesional kesehatan, tenaga kontrak,
tenaga sukarelawan mahasiswa dan pengunjung.
• Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan dengan optimal perlu
diidentifikasi staf yang terlatih dan ditetapkan oleh pimpinan Puskesmas berdasarkan
kebijakan dan pedoman yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
• Puskesmas perlu menyusun program PPI yang meliputi implementasi kewaspadaan isolasi
yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, Pendidikan
dan pelatihan (dapat berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi petugas maupun
pengguna layanan dan keluarga, serta masyarakat, penyusunan dan penerapan bundles
Hais, surveilans serta penggunaan anti mikroba secara bijak.
• Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada kompleksitas kegiatan klinis
dan pelayanan Puskesmas, besar kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan
populasi yang dilayani, geografis, jumlah pengguna layanan, dan jumlah pegawai dan
merupakan bagian terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.
• Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun indikator-indikator sebagai
bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan yang direncanakan.

Elemen Penilaian:
1. Puskesmas menyusun rencana dan mengimplementasikan program PPI secara
komprehensif pada penyelenggaraan pelayanan di puskesmas. (R, D, O)
2. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program PPI
dengan menggunakan indikator yang ditetapkan. (D, W)

Kriteria
5.5.2 Dilakukan identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan risiko infeksi dengan
menerapkan strategi untuk mengurangi risiko infeksi.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian pemberian asuhan yang memiliki risiko infeksi
terhadap pengguna layanan, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan.
Pelaksanaan identifikasi dan kajian pemberian asuhan harus sesuai prinsip-prinsip PPI
dengan memastikan :
a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamata pelindung, masker,
sepatu dan gaun pelindung;
-91-

b. ketersediaan linen yang benar;


c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan;
d. terlaksananya penyuntikan yang aman;
e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi yang tepat, jika tersedia
dan digunakan di pusat;
f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan pembuangan limbah klinis
dan limbah yang berpotensi menular yang memerlukan pembuangan khusus seperti
benda tajam / jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin bersentuhan
dengan tubuh cairan;
g. proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali pakai.
• Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Pemaparan debu
dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran dan bahaya lain dapat merupakan
bahaya potensial terhadap fungsi paru dan keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh
karena itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk menangani dampak tersebut
yang dituangkan dalam bentuk regulasi tentang penilaian risiko dan pengendalian infeksi
(infection control risk assessment/ICRA).

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan penyelenggaraan pelayanan di
Puskesmas. (O,W)
2. Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan di Puskesmas dengan
memastikan setidaknya a) sampai g) di dalam pokok pikiran. (D,W)

Kriteria
5.5.3 Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko infeksi
yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
• Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta ditempel pada tempat
yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu
diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga dilakukan
untuk pengguna layanan, dan keluarga pengguna layanan.
• Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga
Puskesmas harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan.
• Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan 5 (lima) kesempatan
melakukan kebersihan tangan dengan benar.
• Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk melakukan kebersihan
tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering tangan/handuk sekali
pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alkohol yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga kesehatan, seluruh
karyawan Puskesmas, pengguna layanan dan keluarga pengguna layanan. (D,W)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di tempat pelayanan. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan kebersihan tangan. (D, W)
-92-

Kriteria
5.5.4 Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan perlu melaksanakan
dan mengimplementasikan program PPI, untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi
pengguna layanan, petugas, keluarga pengguna layanan, masyarakat, dan lingkungan.

Pokok Pikiran:
• Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah untuk
mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan infeksi di antara pengguna
layanan, petugas, keluarga dan masyarakat dan lingkungan melalui kewaspadaan standar
yang benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. Alat Pelindung Diri
(APD)
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan
mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan
benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi, APD yang dimaksud meliputi
tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung,
sepatu pelindung digunakan secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan
digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pengguna layanan

b. Penyuntikan yang aman


Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat yang
digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum suntik steril
harus sekali pakai, dan berlaku juga pada penggunaan vial multi dosis untuk
mencegah timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pengguna
layanan. Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi

(1) menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat injeksi.


(2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk satu pengguna
layanan dan satu prosedur walaupun jarum suntiknya berbeda.
(3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/ flushing.
(4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai
perundang-undangan yang berlaku.
c. Dekontaminasi
Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui proses
pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan, disinfeksi dan /atau sterilisasi
dengan mengacu pada kategori Spaulding. meliputi :

(1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan steril
atau sistim pembuluh darah dengan menggunakan Tehnik Sterilisasi,
seperti instrumen bedah, partus set.
(2) semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan area kecil
dikulit yang lecet dengan menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi
(DTT), seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca
gigi.
(3) non kritikal peralatan yang digunakan pada permukaan tubuh yang
berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan Disinfeksi Tingkat
Rendah, seperti tensimeter atau termometer.
Proses dekontaminasi tersebut meliputi:
• pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan
menggunakan APD dengan cara membersihkan dari semua kotoran, darah dan
-93-

cairan tubuh dengan air mengalir, untuk kemudian dilakukan transportasi ke


tempat pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
• pembersihan merupakan proses secara fisik membuang semua kotoran, darah,
atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan secara manual atau
mekanis dengan mencuci bersih dengan detergen (golongan disinfenktan dan
klorin dengan komposisi sesuai dengan standar yang berlaku) atau larutan
enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi atau sterilisasi.
• disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi kritikal untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospore
bacterial dengan cara merebus, menguapkan atau menggunakan disinfektan
kimiawi.
• sterilisasi merupakan proses menghilangkan semua mikroorganisme termasuk
endospore menggunakan uap bertekanan tinggi (autoclave), panas kering
(oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan lingkungan yang berada di
sekitar pengguna layanan dari kemungkinan kontaminasi darah, produk darah atau
cairan tubuh. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan
seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang
terkontaminasi darah dan produk darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan
lain sesuai ketentuan.

d. Linen
Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk menurunkan
resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius dan linen kotor
infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-
hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan
kebersihan tangan sesuai prinsip PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas
kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan. Penatalaksanaan linen meliputi
penatalaksanaan linen di ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan
penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan linen adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan
steril atau dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan pada
tempat yang terpisah

e. Limbah
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah infeksius, benda
tajam dan jarum yang apabila pengelolaan pembuangan dilakukan dengan tidak
benar dapat menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi
pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel laboratorium, benda tajam
(seperti jarum) dalam safety box (penyimpanan khusus), dan limbah B3. Proses
edukasi kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan tempat
penyimpanan khusus dan pelaporan pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum
dan benda tajam. Pengelolaan limbah meliputi :

(1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh,
sample laboratorium, produk darah dan lain-lain, yang dimasukan kedalam
kantong plastik berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam
yang dimasukkan ke dalam safety box (penyimpanan khusus tahan tusukan
dan tahan air). Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.
(3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan limbah cair (spoel
hoek)
-94-

(4) pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penampungan,


pengangkutan, tempat penampungan sementara, pengolahan akhir limbah
Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar merupakan salah satu
penyebab bahaya luka tusuk jarum yang berisiko pada penularan penyakit infeksi
melalui darah sehingga diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan.
Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau petugas yang diberi
tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik dalam penyelenggaraan kegiatan
pelayanan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
(1) Terdapat bukti penerapan dan pemantauan prinsip-prinsip pengelolaan sesuai
pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e sesuai prosedur yang ditetapkan .
(D,O,W)
(2) Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e yang
dilaksanakan oleh pihak ketiga, Puskesmas harus memastikan standar mutu
pada pihak ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (D,W)

Kriteria
5.5.5 Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses pelayanan dan transfer pengguna
layanan dengan penyakit yang dapat ditularkan melalui transmisi air borne

Pokok Pikiran:
• Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi. Kewaspadaan transmisi terdiri dari kontak, droplet dan air borne.
Penularan penyakit air borne disease salah satunya risiko yang paling banyak di
Puskesmas
• Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya dengan menggunakan
APD, penataan ruang periksa, penempatan pengguna layanan, maupun transfer pengguna
layanan dilakukan sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk
memberikan perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pengguna layanan.
Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pengguna layanan tinggal di
puskesmas dan pembersihan kembali setelah pengguna layanan pulang harus dilakukan
sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi.
• Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan identifikasi pengguna
layanan yang berisiko dengan memberikan masker, menempatkan pengguna layanan di
tempat tersendiri atau kohorting dan mengajarkan etika batuk.
• Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan SOP pengelolaan
pengguna layanan sesuai ketentuan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui transmisi airborne yang
dilayani di Puskesmas serta upaya pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan pengguna layanan,
maupun transfer pengguna layanan, sesuai dengan regulasi yang disusun. (D,O,W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan terhadap pelaksanaan
penataaan ruang periksa, penggunaan APD, penempatan pengguna layanan, transfer
pengguna layanan untuk mencegah transmisi infeksi (D.O.W)

Kriteria
5.5.6 Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi baik di Puskesmas atau di
wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran:
-95-

• Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana penanggulangan sesuai


dengan wewenangnya, untuk menjamin perlindungan kepada petugas, pengunjung dan
lingkungan pengguna layanan.
• Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah:
(1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak lama tidak pernah
muncul yang diakibatkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan yang berdampak risiko
infeksi baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode sebelumnya.
(3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang sama

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik yang terjadi di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
2. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang disusun serta dilakukan evaluasi dan tindak lanjut tentang penanggulangan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D.W)

Anda mungkin juga menyukai