Anda di halaman 1dari 2

Nama: Gulam Rafli Rafsanjani

Npm: 19-146
Kelas: 04 sore Semester 2
Mata Kuliah: Hukum Pidana
Hari/Tanggal: 23 Juni 2020

1. ius constituendum: yang berarti hukum yang dicita-citakan atau yang diangan-
angankan.
Ius constitutum: yang artinya hukum yang berlaku saat ini atau hukum yang telah
ditetapkan.
Ius poenale: sejumlah peraturan yang mengandung larangan- larangan atau
keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman.
Ius puniendi: adalah peraturan hukum yang menetapkan tentang penyidikan lanjutan,
penuntutan, penjatuhan dan pelaksanaan pidana.

2. Strafbaarfeit: perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dengan mana
disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.
Wederrechtelijkheid: Setiap tindak pidana yang dibentuk dengan dirumuskan dalam
UU mengandung sifat melawan hukum.

3. Menurut Pompe: melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum pengertian


yang lebih luas, bukan hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga dengan
hukum yang tidak tertulis.
Menurut Van Hamel: melawan hukum adalah onrechmatig atau tanpa hak/wewenang.

4. Asas teritorial:
Yaitu hukum pidana berlaku bagi semua orang yang melakukan tindak pidana di luar
wilayah RI.
Asas nasional aktif:
Yaitu hukum pidana berlaku bagi orang Indonesia jika melakukan tindak pidana di
luar wilayah RI.
Asas nasional pasif:
Yaitu hukum pidana berlaku bagi WNI maupun WNA yang melakukan tindak pidana
di luar wilayah RI.
Asas universalitas:
Yaitu hukum pidana berlaku terhadap tindak pidana yang terjadi di luar wilayah RI
yang bertujuan untuk merugikan kepentingan Internasional.

6. Delik sengaja (Opzettelijke delicten) yaitu suatu perbuatan yang dalam melakukan
suatu tindakannya dilakukan dengan sengaja.
Contoh : sesuai pasal 354 dengan sengaja melukai orang lain.
Culpooze delicten (Delik Kealpaan) seseorang dapat dipidana bila kesalahannya itu
berbentuk kealpaan.
Contoh : Pasal 189 yaitu karena kealpaan menyebabkan kebakaran.

7. Syarat kodifikasi hukum :


- Merupakan pengetahuan hukum tertinggi.
- Kodifikasi itu harus memperoleh dukungan dari masyarakat.

8. Unsur delik dalam pasal 362 KUHP:


Unsur Obyektif: mengambil barang yang seluruh nya atau sebagian milik orang lain.
Unsur Subyektif: dengan maksud mengambil barang atau benda untuk dirinya sendiri
secara melawan hukum.

9. Unsur melawan hukum dalam rumusan Pasal 362 KUHP mengandung makna
sebagai unsur melawan hukum yang subjektif yaitu suatu perbuatan dapat
disebut melawan hukum apabila perbuatan mengambil barang milik orang lain
dengan maksud memilikinya, telah terbukti dilakukan berdasarkan dengan
kehendak atau niat yang jahat dan orang yang melakukannya sadar telah
melakukan perbuatan melawan hukum.

10. Tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Prinsip ini menjadi prinsip
utama dalam hukum pidana. Yang dimaksud dengan "kesahan" itu sendiri terbagi
menjadi dua kategorisasi, yakni kesengajaan dan kelalaian. Namun suatu aksi
preventif / affirmative guna membela diri, tidak termasuk dalam kategorisasi
"kesalahan".

Analogi dapat kita temukan dalam kasus "main hakim sendiri" (eigenrichting),
semisal contoh dua orang terdampar di tengah lautan, sementara hanya terdapat satu
buah papan pelampung yang hanya dapat membawa satu orang. Bila salah seorang
diantara mereka melempar satu orang diantaranya hingga tewas tiada pelampung,
maka tindakan demikian pun tidak termasuk suatu kesalahan, karena adanya
pembelaan diri secara terpaksa sebagai suatu alasan pemaaf.

Ketentuan hukum mengenai hal tersebut diatur dalam Bab III Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dengan judul “hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau
memberatkan pidana”.

Anda mungkin juga menyukai