Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH ETIKA PROFESI

NAMA: GULAM RAFLI RAFSANJANI

KELAS: 04 SORE SEMESTER 6

NPM: 19.146

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

SAMARINDA
Latar belakang lahirnya Etika Profesi.
Munculnya etika profesi berasal dari terjadinya banyak penyimpangan perilaku dari
penyandang profesi terhadap sistem nilai, norma, aturan ketentuan yang berlaku dalam
profesinya. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as
the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan
memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di
dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni
pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang
secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip moral yang ada dan pada saat
yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan
yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan
demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala
sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri.

Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan


berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan
berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu
hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi
dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di
sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan
kehlian (Wignjosoebroto, 1999).

Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang
semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi
sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan
nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek
maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.

Perkembangan Awal Sejarah Etika Profesi Hukum


Etika profesi hukum (kode etik profesi) merupakan bagian yang terintegral dalam
mengatur perilaku penegak hukum sebagai wujud penegakan hukum yang baik sekaligus
berkeadilan. Penegakan hukum menuntut sikap integritas moral, sikap ini menjadi modal bagi
penyelenggara profesi hukum dalam menjalankan tugas profesinya. Tolok ukur utama menjadi
penyelenggara profesi hukum dalam menegakkan hukum terletak pada indepensi
penyelenggara profesi dan kuatnya integritas moral ketika menghadapi beragam permasalahan
yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk menjadi penyelenggaraa profesi hukum yang baik
dalam menjalankan tugas profesinya dalam menegakkan hukum dibutuhkan praktisi yang
memiliki kualifikasi sikap, sikap kemanusiaan, sikap keadilan, mampu melihat dan
menempatkan nilai-nilai obyektif dalam suatu perkara yang ditangani, sikap jujur, serta memiliki
kecakapan teknis dan kematangan etis.

Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang patut dikerjakan
seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum dari hukum yang berlaku dalam suatu
negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa
subyek hukum berpredikat profesi hukum yaitu : Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad,
pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.

Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup mikro
maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika. Urgensi etika adalah, pertama,
dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor kehidupan manusia baik mikro maupun makro
diharapakan dapat terwujud pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai dengan
panduan etika yang wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan bermasyarakat, ketiga,
dapat ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran, keterbukaan dan keadilan,
keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia, kelima, dapat dihindarkan terjadinya
free fight competition dan abus competition dan terakhir yang dapat ditambahkan adalah
penjagaan agar tetap berpegang teguh pada norma-norma moral yang berlaku dalam
masyarakat sehingga tatanan kehidupan dapat berlangsung dengan baik.

Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi pembahasan utama
dengan tulisannya yang berjudul " Ethika Nicomachela". Aristoteles berpendapat bahwa tata
pegaulan dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan oleh egoisme atau
kepentingan individu, akan tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik, yaitu memperhatikan
orang lain. Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi etika berkaitan dengan kepedulian dan
tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan berpegang pada etika, kehidupan manusia
manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari keinginan untuk melakukan pengrusakan dan
kekacauan-kekacauan.

Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh suatu deskripsi
umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum. Keduanya memiliki kesamaan
substansial dan orientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan manusia. Dalam hal ini
etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik buruknya perilaku manusia.
Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak bilamana ada ketentuan secara normatif
yang merumuskan bahwa hal itu bertentangan dengan pesan-pesan etika. Begitupun seorang
dapat disebut melanggar etika bilamana sebelumnya dalam kaidah-kaidah etika memeng
menyebutkan demikian.

Sementara keterkaitannya dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum


maupun etika kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai
manusia, yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan
yang melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang merugikan dan
melanggar hak-hak orang lain. Pendapat Scholten menunjukan bahwa titik temu antara etika
dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang mengatur tentang perilaku-perilaku
manusia. apa yang dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan koreksi dari ketentuan-
ketentuan hukum dan etika yang menentukannya. ada keharusan, perintah dan larangan, serta
sanksi-sanksi.

Isi Ringkas Pengantar Esay George Sharswood: Legal Ethics


Bagian memorial

Ringkasan itu menyampaikan tentang George Sharswood dia lahir di kota Phila delphia
pada 7 Juli 1810, dan setelah lulus di Departemen Klasik Universitas Penn sylvania, ia memulai
studi hukum di bawah pra kepemimpinan mendiang JOSEPH R. INGERSOLL , dan saat dia
menjadi seorang hakim penagilan, dan banyak sus yang ditanganinya seperti v . Hubert, 16
Penn. St.Rep.50; Ryland v. Peters, 1 Fila. ( halaman kaki ), 264 ; s. c. 20 Pen. St Rep 497 ; Borie v.
Trott, 5 Phila. 366 ( Perkara Tender Hukum ). Pada tahun 1867 terjadi kekosongan di bangku
Mahkamah Agung Pennsylvania, yang disebabkan oleh berakhirnya masa jabatan Ketua Hakim
WOODWARD, dan dia pun diangkat untuk mengisi kekosongan tersebut. Dia pun di angao
hakim yang akurat dan diskriminatif tetapi dia tetap rendah hati, selain menjadi Hakim
SHARSWOOD adalah seorang penulis di bidang hukum, Pada tahun 1854 ia memberikan kepada
publik Esainya tentang Etika Profesional, yang berbunyi melalui empat edisi dalam hidupnya,
yang terbaru adalah di 1876. Hakim SHARSWOOD adalah contoh hidup dari keunggulan moral
tertinggi selama seluruh masa jabatannya kantor. Untuk berbicara tentang dia hanya sebagai
hakim yang tidak memihak, adalah untuk mengungkapkan nilainya dalam hal ini sangat tidak
sempurna. Dia tidak tunduk pada pengaruh apa pun, selain pengaruh hukum dan keadilan
penyebabnya. Ketika di bangku dia tahu, dia melihat, tidak lain adalah kasus di depannya, dan
cara mencapainya yang benar keputusan, dan Sebagai penutup pemberitahuan tentang
kehidupan Hakim SHARSWOOD ini, kita harus menyebutkan hubungannya dengan HUKUM
DEPARTMENT dari University of Pennsylvania Cabang ini pembelajaran ditambahkan ke
departemen Seni lainnya dan Sains di Universitas , dalam dekade terakhir abad terakhir Selama
bertahun-tahun keberadaannya hanyalah nominal, dan sementara pada interval waktu yang
cukup kadang-kadang dihidupkan kembali menjadi energi sementara , sebagai Sebuah
departemen pendidikan Universitas yang hidup itu tidak bisa dikatakan telah sebuah tempat
hingga pertengahan masa kini abad ada musim semi 1850 , yang terhormat GEORGE
SHARSWOOD terpilih sebagai Profesor Hukum untuk tiga tahun Dia menerima penunjukan itu
dan memutuskan menyelenggarakan Kuliah Pengantar pertamanya pada tanggal 30 September
berikutnya. Reputasi dosen sekaligus mendirikan sekolah, dan dia menemukan dirinya sendiri
dihadiri oleh anggota Bar dalam praktik aktif sebagai serta di bawah lulusan. Fakultas hukum
penuh adalah tak lama kemudian didirikan , Hakim SHARSWOOD menjadi terpilih menjadi
ketua Institut Hukum, termasuk Internasional, Konstitusional, Komersial dan Sipil Hukum. Dia
melanjutkan hubungannya dengan sekolah ini sampai awal tahun 1868, tak lama setelah
pemilihannya ke Bangku Mahkamah Agung, ketika dia mengundurkan diri jabatan professor
Hakim SHARSWOOD hanya selamat dari masa pensiunnya dari bangku beberapa bulan,
meninggal pada tanggal 28 Mei 1883. Jadi kesimpulannya kata pengantar tersebut adalah
biodata dan kisah hidup dari seorang yang Bernama George Sharswood tentang kehabatan
seorang sharswood saat menjadi seorang hakim yang baik dan tegas selain itu dia pun tidak
takut kepada siapapun selain pada hukum.

Isi Ringkas Pengantar Canon of Profesional Ethics


Ringkasan itu menyatakan tentang peraturan-peraturan :

BAB I. PENGACARA DAN MASYARAKAT

KANON 1 - PENGACARA HARUS MENJAGA KONSTITUSI, MENATAHKAN HUKUM NEGERI DAN


MELAKUKAN HORMAT TERHADAP HUKUM DAN PROSES HUKUM.

PENGACARA HARUS MEMBUAT LAYANAN HUKUMNYA TERSEDIA DENGAN CARA EFISIEN DAN
NYAMAN SESUAI DENGAN INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN EFEKTIFITAS PROFESI.

CANON 3 - PENGACARA DALAM MEMBUAT LAYANAN HUKUMNYA HANYA HARUS


MENGGUNAKAN INFORMASI ATAU PERNYATAAN FAKTA YANG BENAR, JUJUR, Adil,
Bermartabat, DAN OBJEKTIF.

KANON 4 - PENGACARA BERPARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM DENGAN


MEMULAI ATAU MENDUKUNG UPAYA REFORMASI HUKUM DAN PENINGKATAN ADMINISTRASI
PERADILAN.

KANON 5 - PENGACARA HARUS SELALU MENGIKUTI PERKEMBANGAN HUKUM, BERPARTISIPASI


MELANJUTKAN PROGRAM PENDIDIKAN HUKUM, DUKUNG UPAYA MENCAPAI STANDAR TINGGI
DI SEKOLAH HUKUM SERTA PELATIHAN PRAKTIS DAN PELATIHAN HUKUM DAN PELATIHAN
HUKUM.
KANON 6 - KANON INI AKAN BERLAKU BAGI PENGACARA DI JASA PEMERINTAH DALAM
MELAYANI TUGAS MEREKA.

BAB II. PENGACARA DAN PROFESI HUKUM

CANON 7 - PENGACARA SETIAP SAAT MENJAGA INTEGRITAS DAN MARTABAT PROFESI HUKUM
DAN MENDUKUNG KEGIATAN BAR TERPADU.

CANON 8 - PENGACARA HARUS MELAKUKAN DIRINYA DENGAN KEBIJAKSANAAN, KEADILAN,


DAN KETERBUKAAN TERHADAP KOLEGA PROFESIONALNYA, DAN HARUS MENGHINDARI TAKTIK
PELECEHAN TERHADAP PENASIHAT MELAWAN.

CANON 9 - PENGACARA TIDAK, LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG, MEMBANTU DALAM


PRAKTEK HUKUM YANG TIDAK BERWENANG.

BAB III. PENGACARA DAN PENGADILAN

CANON 10 - PENGACARA BERUTANG KETERBUKAAN, KEADILAN DAN IMAN BAIK KEPADA


PENGADILAN.

CANON 11 - PENGACARA HARUS MEMPERHATIKAN DAN MEMPERTAHANKAN HORMAT


TERHADAP PENGADILAN DAN PARA PEJABAT PERADILAN DAN HARUS MEMINTA PERILAKU
YANG SAMA OLEH ORANG LAIN.

CANON 12 - PENGACARA HARUS MELAKUKAN SETIAP UPAYA DAN MEMPERTIMBANGKAN


KEWAJIBANNYA UNTUK MEMBANTU ADMINISTRASI KEADILAN YANG CEPAT DAN EFISIEN.

KANON 13 - PENGACARA HARUS MENGANDALKAN KELEBIHAN PENYEBABNYA DAN MENJAGA


DARI SETIAP KETIDAKPAPAN YANG Cenderung MEMPENGARUHI, ATAU MEMBERIKAN
KETERAMPILAN MEMPENGARUHI PENGADILAN.

BAB IV. PENGACARA DAN KLIEN

CANON 14 - PENGACARA TIDAK MENOLAK LAYANANNYA KEPADA YANG MEMBUTUHKAN.

CANON 15 - PENGACARA HARUS MEMPERHATIKAN KETERBUKAAN, KEADILAN DAN LOYALITAS


DALAM SEMUA HUBUNGAN DAN TRANSAKSI DENGAN KLIENNYA.

CANON 16 - PENGACARA HARUS MEMPERCAYAKAN SEMUA UANG DAN PROPERTI KLIENNYA


YANG MUNGKIN DATANG KE PROFESINYA.

CANON 17 - PENGACARA BERUTANG KESETIAAN UNTUK KLIENNYA DAN DIA HARUS


MEMPERHATIKAN KEPERCAYAAN DAN PERCAYA DIRI KLIENNYA.

CANON 18 - PENGACARA HARUS MELAYANI KLIENNYA DENGAN KOMPETENSI DAN


KETEKUNAN.
CANON 19 - PENGACARA HARUS MEWAKILI KLIENNYA DENGAN SEMANGAT DALAM BATASAN
HUKUM.

CANON 20 - PENGACARA HANYA MEMBAYAR BIAYA YANG ADIL DAN WAJAR.

Dari seluruh pasan yang ada di atas menjelaskan tentang hak-hak seorang pengacara,
kewajiban seorang pengacara, peraturan-peraturan tentang seorang pengacara, hak yang
dimiliki seorang klien dan hal yang yang menjadi kewajiban seorang pengacara dalam
menangani sebuah kasus.

Anda mungkin juga menyukai