OLEH:
KELAS : A5
NO ABSEN : 17
NPP : 31.0623
JAWABAN:
1. Pengertian Etika Menurut Para Ahli
1. W. J. S. Poerwadarminto
Etika menurut Poerwadarminta ( 1953 ) etika bermakna sebagai
ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
2. Etika menurut Zain Badudu ( 1994 ) bahwa etika bermakna sebagai:
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk oleh masyarakat luas
ukuran nilai mengenai yang salah dan yang benar sesuai dengan anggapan umum
(anutan) masyarakat.
3. Etika menurut Sujarwa (2010), kata etika dalam Bahasa Indonesia sering
dipadankan dengan pengertian kata ethos yang kemudian dikombinasikan dengan
kata lain sehingga membentuk pemahaman ethos kerja, ethos profesi, ethos bisnis,
dan sebagainya. Pada konteks yang demikian, maka etika lebih dekat dengan prihal
dedikasi dan loyalitas.
4. Etika menurut Bertens (2007) sebagai suatu sains, istilah etika berasal dari kata
ethos yang dalam Bahasa Yunani Kuno bentuk tunggalnya mempunyai banyak arti,
yaiu tempat tinggal yang biasa, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan
cara berpikir. Jadi etika menurut Bertens adalah ilmu yang membahas dan
mengkaji nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan
hidup manusia dalam seluruh kehidupannya, yaitu berkaitan dengan perintah dan
larangan langsung yang bersifat konkret.
5. Etika menurut Franz Magnis Suseno (Keraf, 1998), bahwa etika adalah sebuah
ilmu dan bukan ajaran sehingga secara tidak langsung memberi perintah konkret
sebagai pegangan siap pakai atau bisa dirumuskan sebagai refleksi kritis dan
rasional.
6. Soegarda Poerbakawatja
Menurut Soegarda Poerbakawatja. Etika adalah sebuah filsafat berkaitan
dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan an kesusilaan.
7. Drs. O. P. Simorangkir
Menurut Drs. O. P. Simorangkir. Etika merupakkan pandangan manusia
terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.
8. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa. Etika merupakan ilmu yang menyelidiki mana yanhg
baik dan yang buruk dengan memperhatika amal perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahuin oleh akar pikirannya.
9. Aristoteles
Aristoteles membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu Terminius Technikus
dan Manner and Custom. Terminius Technikus merupaka etika yang dipelajari
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau
perbuatan manusia.
10. K. Bertens
Menurut K. Bertens. Etika merupakan nilai-nila dan norma-norma moral, yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur perilaku.
13. Martin
Menurut Martin. Etika adalah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan
atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.
Pancasila dalam posisinya sebagai sumber semua sumber hukum, atau sebagai sumber
hukum dasar nasional, berada di atas konstitusi, artinya Pancasila berada di atas UUD
1945. Jika UUD 1945 merupakan konstitusi negara, maka Pancasila adalah Kaidah
Pokok Negara yang Fundamental (staats fundamental norm)
Kaidah pokok yang fundamental itu mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap,
kuat dan tidak berubah bagi negara tersebut. Pancasila tidak dapat diubah dan
ditiadakan, karena Ia merupakan kaidah pokok yang fundamental. Bung Karno
menyebut Pancasila itu sebagai philosofische grondslag (fundamen filsafat), pikiran
sedalam-dalamnya, untuk kemudian di atasnya didirikan bangunan “Indonesia
merdeka yang kekal dan abadi”.
a) Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur
dari sudut baik maupun buruk.
b) Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang berlaku di
indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari
segala sumber hukum di negar Indonesia.
Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan politik yang sesuai
dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersila ketiga, bersila keempat,
bersila kelima, dan bersila kesatu.
Seperti yang kita ketahui, masalah etika adalah masalah nilai; sedangkan postulat
tentang nilai Ilmu Filsafat Pancasila adalah hakikat manusia Pancasila. Maka dari itu
rumus dari rangkaian kesatuan sila-sila dalam Pancasila yang berkenaan dengan etika
Politik Pancasila dimulai dari sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Untuk
menjabarkan rumus kunci tersebut ke dalam deskripsi yang cukup jelas mengenai
etika politik Pancasila harus disesuaikan dengan keperluannya. Yakni setiap sila
pancasila harus dijabarkan ke dalam pengertian-pengertiannya dari yang umum ke
yang semakin khusus-konkrit, dan bersamaan dengan itu tidak boleh dilupakan bahwa
setiap pengertian jabaran sila-sila Pancasila secara otomatis dikualifikasi oleh
keempat sila lainnya.
Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi politik
adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-
manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan suatu
kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila. Itu
tadi adalah pengertian “politik” yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian “politik”
yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan dalam
kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu “tujuan
menghalalkan cara”.
Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat dan bertindak yang
bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula tersembunyi keinginan/
kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain. Jelas ini tidak
lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila. Sejarah telah
menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang demikian ini tidak akan dan
tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilihat
dari segi “politik” dalam pengertiannya yang ilmiah ini betapa banyak politisi kita
yang nampaknya “bermasalah”.
Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden Sadam
Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti bukan
cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden Soekarno dan
presiden Suharto yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai masalah di
baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau. Semua ini menunjukkan
bahwa merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap
berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh
tidak mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. Kalau tidak
diupayakan dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-
godaan akan selalu membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk
menjalankan “politik” dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik Pancasila.
4. Seorang ASN harus menanamkan nilai etika dan moral dalam bekerja, karena etika
dan moral kita mencerminkan bagaimana seorang pemimpin mengatur negara ini.
Kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan negara, merupakan salah satu
kunci suksessistem pemerintahan yang akuntabel dan bebas KKN. Untuk
mewujudkan ini ASN harus memiliki etika dalam pelaksanaan pemerintahan. Nilai-
nilai etika harus menjadi landasan moral bagi ASN penyelenggara pemerintahan.
Karena dengan memiliki etika dan norma yang baik masyarakat menerima dan
mempercayai pelayanan yang dilakukan oleh seorang ASN. Sebagai seorang ASN
harus memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan
melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme.Setiap ASN/PNS wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan
dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah.Untuk menjamin agar setiap ASN/PNS selalu berupaya terus
meningkatkan kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan
perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan ASN/PNS,
baik di dalam maupun di luar dinas. Selain itu, ASN/PNS adalah pembentuk citra
pemerintah dimata masyarakat jika citra ASN/PNS sudah buruk dimata masyarakat,
masyarakat bisa sangat menyimpulkan pemerintahan nya pun buruk.