Anda di halaman 1dari 5

Etika Poilitik dalam Pancasila

Pengertian Etika Politik

Secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti watak
atau dalam bahasa Indonesia diartikan kesusilaan. Etika adalah sebuah ilmu
yaitu sebagai salah satu cabang Ilmu Filsafat yang mengajarkan bagaimana hidup
secara arif atau bijaksana sehingga filsafat etika dikenal juga sebagai filsafat
moral.

Menurut Mustansyir (2001:29) etika mengandung tiga pengertian;

1) kata etika digunakan dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang
menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok,

2) etika berarti kumpulan asas atau nilai moral misalnya kode etik,

3) etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk.

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Filsafat teoritis, dalam filsafat teoritis mempertanyakan segala sesuatu yang ada
dan berusaha mencari jawabannya. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat
realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, dan lain-lain.

2. Filsafat praktis, membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada.
Etika filsafat praktis dibagi menjadi dua, yaitu: etika umum dan etika khusus.
Etika umum mempertanyakan prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia.

Politik berasal dari kata politics yang memiliki makna bermacam-


macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu. Secara operasional bidang politik menyangkut bidang-bidang
pokok yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijaksanaan, pembagian, serta alokasi.

Etika politik adalah suatu tata kelakuan atau hal yang sewajarnya
dilakukan dalam bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau
negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan
diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan kenegaraan. Sedangkan etika
politik berdasarkan Pancasila adalah etika berpolitik sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
Nilai-Nilai Etika dalam Pancasila

Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah seperangkat nilai yang harus dijunjung
tinggi baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Dengan kata lain, Pancasila
adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara.
Adapun nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila tertuang dalam
berbagai tatanan berikut ini:

1. Tatanan bermasyarakat.
2. Tatanan bernegara.
3. Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri.
4. Tatanan Pemerintah Daerah.
5. Tatanan hidup beragama.
6. Tatanan bela negara.
7. Tatanan pendidikan.
8. Tatanan berserikat.
9. Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan dengan nilai-
nilai dasar kesamaan bagi setiap warga negaradan kewajiban menjunjung
pemerintahan tanpa kecuali.
10. .Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran
masyarakat yang diutamakan dan bukan kemakmuran perseorangan

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu


nilai luhur merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma moral,
norma hukum maupun norma kenegaraan lainnya. Adapun nilai-nilai tersebut
akan dijabarkan secara jelas sehingga dapat dijadikan sebagai suatu pedoman.
Norma-norma tersebut meliputi

1. Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat
diukur dari sudut baik maupun yang buruk.

2. Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku


di Indonesia.

Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu


pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan
suatu sistem nilai–nilai etika yang harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-
norma etika, moral maupun normahukum dalam kehidupan kenegaraan
maupunkebangsaan. Adakah terdengar lagi gaungPancasila dalam kancah
kehidupan bangsaIndonesia dewasa ini? Agaknya untuk melihat hal itu, perlu
penelaahan yang cukup luas sudut pandangnya. Atau dapat dikatakanbahwa jika
Pancasila dilihat sebagai sebuahfenomena, maka perlu juga dilihat fenomenaatau
esensi dari fenomena itu, dengan begitusudut pandangnya tidak hanya dibatasi
padatataran luaran yang nampak, tetapi jugaberupaya melihat apa yang sedang
terjadi di dalamnya. Akhir-akhir ini kita tahu bahwa, Pancasila sedang mengalami
satu fasedelegitimize, keberadaan Pancasila akhir-akhir ini yang sebagai sebuah
pandangan hidupBangsa Indonesia sebagai pandangan hidupbersama tak lagi
“diakui”.

Pancasila sekarang sudah tidak sakti lagi, meski kita masih sering
mendengar tiap tahunnya pada akhir bulan September dan awal Oktober selalu
ada peringatan hari Kesaktian Pancasila. Ada satu hal yang selama ini menjadi
pertanyaan terkait dengan Pancasila ini. Apakah Pancasila benar-benar ada dalam
diri bangsa ini, yang sejak awal dirumuskan hingga sekarang ini, disepakati
sebagai pedoman peri kehidupan dan cara pandang bersama sebagai sebuah
bangsa yang beraneka ragam? Atau ia hanyalah sebuah slogan yang didengungkan
sebagai sebuah pilihan-pilihan para politis kita untuk melegitimasi atau
mengukuhkan keberadaan bangsa Indonesia. Hanya sebagai legitimator yang
sekali-kali digunakan kala dibutuhkan. Tak pernah benar- benar menjadi pedoman
hidup bangsa ini.

Dengan cara lain kita dapat melihat hal itu. Pertama, Pancasila ada sebagai
pedoman bangsa setelah dirumuskan dan ditetapkan sebagai pedoman hidup
bangsa ini. Kedua, Pancasila sebenarnya telah hadir dalam kelokalan-kelokalan
bangsa ini yang kemudian disintesiskan dan dinyatakan sebagai sebuah pedoman
hidup bersama oleh kelompok- kelompok lokal yang telah menyatu menjadi
sebuah Bangsa yang besar, yaitu Bangsa Indonesia.

Nilai-Nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik

Sebagai dasar filsafat negara, Pancasila tidak hanya merupakan sumber


derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber
moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan hukum
serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila I
serta sila II merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan.

Berdasarkan sila I, Indonesia bukanlah negara Teokrasi yang


mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraannya dalam legitimasi
religious.Kekuasaan pemimpin negara tidak mutlak berdasarkan legitimasi
religious melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan legitimasi demokrasi. Oleh
karena itu, sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” lebih berkaitan dengan legitimasi
moral. Secara moral kehidupan negaraharus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal
dari Tuhan. Terutama hukum serta moral kehidupan negara. Sila II juga
merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan masyarakat. Negara
pada prinsipnya merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk yang
memiliki Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagian dari umat manusia di
dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah dengan suatu cita-cita serta
prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama (sila III). Manusia merupakan
asas fundamental dalam kehidupan bernegara dan merupakan dasar
kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Maka dari itu,
asas-asas kemanusiaan bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum.
Lampiran

Hasan, Nur. 2016. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Semarang:


Unissula.

Press Kaelan. 2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Yanto,Dwi.2017.ETIKA POLITIK PANCASILA. STAI Al-Ma’arif Buntok ;


Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai