Anda di halaman 1dari 11

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

Sebagai sebuah ideologi dan dasar filsafat negara, pancasila layak untuk dikaji kembali relevansinya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila
yang terdiri atas lima sila itu merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 1B Agustus 1945
oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk negara saat itu.
Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila ikut berproses
pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara namun interpretasi dan
perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang silih berganti. Pada
akhirnya kesepakatan bangsa terwujud kembali pada masa kini yaitu dengan keluarnya ketetapan
MPR No. XVIIVMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
penegasan pancasila sebagai dasar Negara. Pasal 1 ketetapan tersebut menyatakan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bemegara.
A. PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam
pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Pancasila. Untuk
mendapatkan pengertian yang mendalam dan mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang
membentuk Pancasila itu. Dari masing-masing sila, kita cari intinya, hakikat dari inti dan selanjutnya
pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.
1. Nilai-Nilai yang Terkandung pada Pancasila
Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
(Kaelan; 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV
adalah sebagai berikut.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratan/perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan perasan
dari sila-sila pancasila tersebut adalah :
NilaiKetuhanan;
Nilai Kemanusiaan;
Nilai Persatuan;
Nilai Kerakyatan;
NilaiKeadilan
Beberapa pengertian tentang nilai diberikan sebagai berikut. Nilai adalah sesuatu yang berharga,
baik, dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut
jenis dan minat. Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat
menjadi dasar penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu:
Berguna (useful)
Keyakinan (beliefl
Memuaskan (satisfying)
Menarik (interesting)
Menguntungkan ( ProfitabIe)
Menyenangkan ( Pleasant)

Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut.
Suatu realitas abstrak.
Bersifat normatif.
Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.

Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan nilai,
yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang
bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak
perlu dipertanyakan.
2. Nilaiinstrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. umumnya berbentuk norma sosial dan norna
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga
negara.
3. Nilaipraksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis sesungguhnya menjadi batu
ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
2. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara
Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia
dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam
wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam
sebuah norma. Dengan demikian pada dasarnya norma adalah perwujudan dari nilai. Tanpa
dibuatkan norma, nilai tidak bisa praklis artinya tidak mampu berfungsi konkret dalam kehidupan
sehari-hari.
Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma
yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut.
a. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan noffna religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau keagamaan
ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada
Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah ajaran-ajarankepercayaan atau agamayang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-
pelanggaran nonna kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.
b. Norma moral (etik)
Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral atau etik
adalah nonna yapg paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang.
Norma kesusilaan berhubungan. dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dan manusia sendiri yang bersifat otonom dan
tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas
pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norrna adat, sopan santun, tatakrama atau normafatsoen. Norma
sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam
masyarakat. Daerah berlakunya norma kesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi.
Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat, berbeda
pula sopan santunnya. Sanksi atas pelanggaran norna kesopanan berasal dari masyarakat setempat.
d. Norma Hukum
Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia
yang memaksakan kepada kita. Masyarakat secara resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi
atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili
masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat ini bertujuan untuk:
(1) memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek
(2) menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat;
(3) menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa, bemegara, dan bermasyarakat.

Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut.
a. Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur,
saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong-menolong di antara
sesama manusia dan anak bangsa.
b. Etika Pemerintuhan dan Politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta
menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa
bertanggungjawab ,tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan,
kesediaan untuk menerima pendap atyang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun
kelompok orang, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.


c. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika ini dimaksudkan agarprinsip danperilaku ekonomi, baik olehpribadi institusi maupun pengambil
keputusan dalam bidang ekonomi.
d. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan
keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh
peraturan yang ada
e. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi
agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan objektif.


B. MAKNA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai dasar negara.
Pernyataan demikian berdasarkan ketentuan Pembukaan ULID 1945 yang menyatakan sebagai
berikut:
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Kata berdasarkan
tersebut secara jelas
menyatakan bahwa Pancasila yang terdiri atas 5 (lima ) sila merupakan dasar dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara yang dimaksud adalah sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah
negara Qthilosophische grondslag) dari negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat oleh
karena pancasila merupakan rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai Pancasila adalah nilai-
nilai filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan dasar hukum r..egara yang dalam hal ini
adalah UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) negara, sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum)
negara Indonesia.
2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilai nilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai
Pancasilapada dasarnya adalah nilai nilai filsafati yang sifatnya mendasar. Nilai dasar Pancasila
bersifat abstrak, normatif dan nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan
bernegara.
Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi pedoman normatif bagi
penyelenggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan pemerintahan negara
Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai
Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh
menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan.
Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan politis ini berakibat
pada:
a. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos;
b. Pancasila dipahami secara politik ideologis untuk kepentingan kekuasaan;
c .Nilai-nilai Pancasila menj adi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia.

C. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut teori jenjang
norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat hukum, dasar negara
berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara atau disebut norna fundamental
Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norna hukum tertinggi dalam negara. Di
bawah grundnorm terdapat nonna-norrna hukum yang tingkatannya lebih rendah dan grundnorm
tersebut Norma-norma hukum yang bertingkat-tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang
disebut sebagai tertib hukum.
Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam
suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang lebih rendah berdasar, bersumber dan
berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku
pada norma lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada norma yang tertinggi yang tidak
dapat ditelusuri lebih lanjut, Norma tertinggi itu dikatakan sebagai norma dasar (grundnorm). Norma
dasar (grundnorm) ini sebagai norma tertinggi tidak dibentuk lagi oleh norma yang lebih tinggi lagi
sebab apabila norma dasar ini masih berdasar, bersumber dan berlaku pada normayatg lebih tinggi
lagi maka ia bukanlah norma tertinggi dan akan terus berjenjang tidak ada habisnya. Norma tertinggi
ini ditetapkan oleh masyarakat sebagai norna dasar yang merupakan tempat bergantung norna-
nonna di atasnya.
Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Hans Nawiasky
menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan negara. Menurut Hans
Nawiasky, norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu
tertib hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi,
norrna yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi
demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam Negara yang disebutnya sebagai Norma
Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm). Norma dalam negara itu selain berjenjang,
bertingkat dan berlapis juga membentuk kelompok norma hukum.

Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri atas 4 (empat) kelompok
besar, yaitu :
1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,
2. Staqtgrundgesetz atau aturan dasar/pokok flegata,
3. Formellgesetz atauundang-undang,
4. Verordnung dan Autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom

Cita hukum mengarahkan hukum kepada cita-cita dan masyarakat yang bersangkutan. Dengan cita
hukum maka hukum yang dibuat dan dibentuk dapat sesuai atau selaras dengan cita-cita atau
harapan masyarakat
Pancasila sebagai cita hukum memiliki dua fungsi, yaitu
a) fungsi regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil atau tidak bagi
masyarakat;
b) fungsi konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita hukum maka
hokum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.
Norma fundamental ini berisi norma yang menjadi dasarbagi pembentukan konstitusi atau undang-
undang dasar suatu negara. Di dalam Negara Staatsfundamentalnorm merupakan landasan dasar
filosofi yang mengandung kaidah kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.
Di Indonesia, norma tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut sebagai:
1. Norma dasar;
2. Staatsfundamentalnorm;
3. Norma pertama;
4. Pokok kaidah negara yang fundamental;
5. Cita Hukum (Rechtsidee)

Di Indonesia aturan dasar negara ini tertuang dalam Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR
serta hukum dasar tidak tertulis yang disebut Konvensi Ketatanegaraan.
Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut'
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia'
3. Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang_Undang (perpu).
5. Peraturan Pemerintah.
6. Keputusan Presiden.
7. Peraturan Daerah.




D.MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesiajuga berkedudukan sebagai ideologi nasional
Indonesia. Apa makna pancasila sebagai ideologi nasional ?
1. Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata idea yangberarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita,
dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide. Dalam
pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah
cita-cita bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar,
pandangan/paham.
Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, di
mana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-
nilai tersebut.
Ideologi yang pada mulanya berarti gagasan dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu
paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seorang atau sekelompok
orang untuk menjadi pegangan hidup.
2. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara dan bangsa Indonesia
adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. XVIIVMPR/l998 tentang Pencabutan
Ketetapan MPR RI No. IVMPR/ 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan pengamalan pancasila (Eka
prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan pancasila sebagai dasar Negara.
Pada Pasal I ketetapan tersebut dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Adapun makna Pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah bahwa nilai-
nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan
bernegara. Secara luas dapat
diartikan bahwa visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia
adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan,
yang ber-Kerakyatan dan yang ber- Keadilan.
Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-cita adalah sejalan dengan fungsi
utama dari sebuah ideologi sebagaimana dinyatakan di atas. Adapun fungsi lain ideologi Pancasila
sebagai sarana pemersatu masyarakat sehingga dapat dijadikan prosedur penyelesaian konflik,
dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri negara kita tentang pentingnya mencari nilai-nilai
bersama yang dapat mempersatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.
Banyak pihak telah sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi nasional merupakan titik temu, rujukan
bersama, commom platform, kesapakatan bersama dan nilai integratif bagi bangsa Indonesia,
Kesepakatan bersama bahwa pancasila adalah ideologi nasional inilah yang harus terus kita
pertahankan dan tumbuh kembangkan dalam kehidupan bangsa yang plural ini.
Berdasarkan uraian di atas, Pancasila sebagai ideologi nasional lndonesia memiliki makna sebagai
berikut:
1) Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi cita-cita normative penyelenggaraan
bernegara;
2) Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan oleh
karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.

E. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang
mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret, dan operasional aplikatif sehingga
tidak menjadi slogan belaka. Daiam Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa pancasila
perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara.

1. Perwujudan Ideologi pancasila sebagai cita-cita Bernegara
Perwujudan Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti menjadi cita-cita penyelenggaraan
bernegara terwujud melalui ketetapan No.VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. Dalam
ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu
1. Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Alenia kedua dan keempat;
2. Visi Antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3. Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Pada visi Antara dikemukakan bahwa visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia
yarng religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih
dalam penyelenggaraan negara.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan perwujudan Visi Indonesia 2020 dipergunakan indikator-
indikator utama sebagai berikut :
1. Religius.
2. Manusiawi.
3. Bersatu.
4. Demokratis.

5. Adil.
6. Sejahtera.
7. Maju.
8. Mandiri.
9. Baik dan Bersih dalam Penyelenggaraan Negara.

2. Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Nilai Integratif Bangsa
Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian konflik perlu
pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam
masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung dalam nilai integratif
Pancasila. Pancasila sudah diterima olehmasyarakat Indonesia sebagai sarana pemersatu, artinya
sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disefujui sebagai
milik bersama. Pancasila menjadi semacarn social ethics dalam masyarakat yang heterogen.
Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini mengandung
makna pula sebagai konsensus bahwa daram hal konflik maka lembaga politik yang diwujudkan
bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Jadi, apakah pancasila dapat digunakan secara
rangsung mempersatukan masyarakat dan mencegah konflik? Tidak, tetapi prosedur penyelesaian
konflik yang dibuat bersama, baik meliputi lembaga maupun aturan itulah yang diharapkan mampu
menyelesaikan konflik yang terjadi di masyaratat. Fungsi Pancasila di sini adalah bahwa dalam hal
pembuatan prosedur penyelesaian konflik, nilai-nilai pancasila menjadi acuan normatif bersama.
Nilai-nilai Pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyeresaian konflik yang ada di
masyarakat. Secara normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu konflik
hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religius, menghargai derajat kemanusiaan, mengedepankan
persatuan, mendasarkan pada prosedur demokratis dan berujurrg pudu terciptanya keadilan.

F. PENGAMALAN PANCASILA
Tibalah saatnya akhiruraian mengenai pancasila ini pada kata pengamaran Pancasila, Sering sekali
kita dengar terutama sejak masa orde Baru perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Namun, selalu saja terkesan slogan belaka dan tidak
membumi. pada ketetapan MPR No. XVIII/MPR 1998 dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam
GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula bahwa misi pertama penyeleng garaan bernegara adalah
pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bagaimana sesungguhnya melaksanakan atau mengamalkan Pancasila secara konsisten dalam
kehidupan bernegara itu?
Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan perundang-
undangan sebagai norma hukum negara yang berlandaskan pada Pancasila.
1. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud norma
etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Dalam istilah lain, Kaelan (2002) menyatakan perlunya akftralisasi Pancasila. Aktualisasi Pancasila
dibedakan atas dua macam, yaitu aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu realisasi pada setiap
individu dan aktualisasi objektif, yaitu realisasi dalam segala aspek kenegaraan dan hukum. Sebagai
dasar (filsafat) negara ada keharusan moral setiap warga negara Indonesia untuk mengaktualisasikan
Pancasila. Demikian pula sebagai dasar (filsafat) Negara ada kewajiban moral dari negara
(penyelenggara negara) untuk melaksanakan nilai Pancasila.
Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara untuk menerapkannya.
Seorang warga negara atau penyelenggara Negara yang berperilaku menyimpang dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi. Pengamalan secara objektifbersifat
memaksa serta adanya sanksi hukum, artinya bagi siapa saja yang melanggar norna hukum akan
mendapatkan sanksi. Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai
dasar Pancasila sebagai norna hukum negara.
Di samping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara dan penyelenggara negara
wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam
rangka pengamalan secara subjektif ini, Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan
bertingkah laku setiap warga negara dan penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan
bernegara yang bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan
MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norrna etik yang dapat kita amalkan. Melanggar norma etik
tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi yang berasal dari diri sendiri. Adanya pengamalan
secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik
berbangsa dan bernegara.

Anda mungkin juga menyukai