Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak pidato Soekarno pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), telah terlahir Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila dijadikan pedoman
dalam kegiatan berkenegaraan dan bermasyarakat, yang menjadikan dasar dalam setiap tindakan
baik secara pemerintahan maupun bermasyarakat. Pancasila dianggap sebagai pilar agar
terwujudnya kegiatan tanpa pengkotak-kotakan.

Pancasila adalah ideologi yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
salah satu unsur fungsinya adalah sebagai sistem etika, dimana etika merupakan gabungan dari
tiga unsur yaitu nilai, norma, dan moral. Ketiga unsur ini saling berhubungan satu sama lain.

Pada hakikat nya Pancasila bukan suatu pedoman yang bersifat normative ataupun
praksis melainkan suatu system nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma. Namun pada
kenyataan saat ini sudah berubah, perilaku masyarakat Indonesia dalam prakteknya sudah tidak
lagi mencerminkan bentuk Pancasila dan tidak lagi menunjukan nilai etika yang baik itu sendiri.

Hanya sedikit masyarakat Indonesia yang menggunakan nilai Pancasila dalam


kehidupannya. Jangankan mengaplikasikan dalam kehidupan, masih banyak masyarakat dalam
halnya anak zaman milennial saat ini lupa atau tertukar dengan sila-sila Pancasila. Hal ini
disebabkan karena kita jarang menyebutkan lagi sila-sila Pancasila, sewaktu masih sekolah kita
selalu melakukan upacara bendera merah putih, menyanyikan lagu Indonesia dan lagu wajib,
bahkan kita serentak menyebutkan Pancasila. Tapi sekarang hanya sebagian kecil yang masih
menganggap Pancasila itu merupakan pedoman dan sesuatu yang penting bagi pribadi bangsa
Indonesia itu sendiri.

1.2 Pengertian Etika

Etika adalah  suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku
di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk. Etika (Etimologi) yang berasal
dari bahasa Yunani yaitu “Ethos”. Etika selalu berkaitan dengan kata moral yang menurut

1
Bahasa latin “Mos” yang berarti cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
dan menghindari tindakan yang buruk. Etika dan moral memiliki perbedaan dalam kegiatan
sehari hari yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan sedangkan etika
utuk pengkajian sistem nilai – nilai yang berlaku. Etika dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
Etika Umum dan Etika Khusus.

A) Etika Umum

Etika umum adalah mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan
dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung didalamnya.
B) Etika Khusus
Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik  sebagai individu (etika individual) maupun makhluk
sosial (etika sosial). Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu Etika Individual dan Etika
Sosial
A. Etika Individual adalah membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan
dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung jawabnya
terhadap Tuhannya.
B. Etika Sosial membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya
dengan manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.
Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai etika, yaitu :
 Soergarda Poerbakawatja, menurutnya pengertian etika adalah suatu ilmu yang
memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan manusia.
 H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang menyelidiki terhadap suatu perilaku
yang baik dan yang buruk dengan memerhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang
diketahui oleh akan serta pikiran manusia.
 DR. James J. Spillane SJ, etika adalah memperhatikan suatu tingkah laku manusia di
dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan moral. Etika lebih mengarah ke
penggunaan akal budi dengan objektivitas guna menentukan benar atau salahnya serta
tingkah laku seseorang terhadap lainnya.

2
 Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah sebuah cabang ilmu filsafat yang
membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku
manusia ke dalam kehidupannya.

1.3 Sejarah Dalam Memahami Pancasila

Sesuai fakta sejarah, Pancasila tidak terlahir dengan seketika pada tahun 1945, tetapi
membutuhkan proses penemuan yang lama, dengan dilandasi oleh perjuangan bangsa dan
berasal dari gagasan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Proses konseptualisasi yang
panjang ini ditandai dengan berdirinya organisasi pergerakan kebangkitan nasional, partai
politik, dan sumpah pemuda. Dalam usaha merumuskan dasar negara(Pancasila), muncul
usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia antara lain:

a) Muhammad Yamin, pada tanggal  29 Mei 1945 berpidato mengemukakan


usulannya tentang lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan,
Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia berpendapat bahwa
ke-5 sila yang diutarakan tersebut berasal dari sejarah, agama, peradaban, dan hidup
ketatanegaraan yang tumbuh dan berkembang sejak lama di Indonesia. Mohammad
Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.

b) Soekarno,  pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan PancaSila sebagai dasar negara


dalam pidato spontannya yang selanjutnya dikenal dengan judul "Lahirnya
Pancasila". Ir. Sukarno merumuskan dasar negara: Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan
sosial, KeTuhanan yang maha esa Dari banyak usulan-usulan yang mengemuka, Ir.
Soekarno berhasil mensintesiskan dasar falsafah dari banyak gagasan dan pendapat
yang disebut Pancasila pada 1 Juni 1945. Rumusan dasar Negara ini kemudian
didadar kembali oleh panitia yang dibentuk BPUPKI(Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dimasukkan ke Piagam Jakarta. Selanjutnya
pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila secara sah menjadi dasar Negara yang
mengikat. Sebelum disahkan, terdapat bagian yang di ubah” Ke-Tuhanan, dengan

3
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Rumusan butir-butir Pancasila yang pernah digagas, baik yang disampaikan dalam pidato
Ir. Soekarno ataupun rumusan Panitia Sembilan yang termuat dalam Piagam Jakarta adalah
sejarah dalam proses penyusunan dasar negara. Rumusan tersebut semuanya otentik sampai
akhirnya disepakati rumusan sebagaimana terdapat pada alinea keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Berdasarkan sejarah, ada tiga rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila, yaitu
rumusan konsep Ir. Soekarno yang dibacakan pada pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang
BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan
rumusan pada Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18
Agustus 1945.

Dengan demikian, rangkaian dokumen sejarah yang bermula dari 1 Juni 1945, 22 Juni 1945,
hingga teks final 18 Agustus 1945 itu, dapat dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses
kelahiran falsafah negara Pancasila.

1.4 Filsafat Pancasila

Sebagai suatu paham filosofis, pemahaman terhadap Pancasila pada hakekatnya dapat
dikembalikan kepada dua pengertian pokok, yaitu pengertian Pancasila sebagai pandangan
hidup dan sebagai Dasar Negara. Secara etimologis kata ”filsafat“ berasal dari bahasa Yunani
“philosophia” yang berarti “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berasal dari kata“philos”
(pilia, cinta) & “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti
juga cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga bermakna “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga
filsafat dapat juga bermakna cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka
mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup
yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana,
karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai
kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam
mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya
4
(merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat
sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana
atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan

1.5 Pengertian Pancasila

Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang dalam, yang kemudian dituangkan


dalam suatu “sistem” yang tepat. Sedangkan Notonagoro (Ruyadi, 2003:16) menyatakan,
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari
Pancasila. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat, memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis dan dasar aksiologis tersendiri, yang membedakannya dengan sistem filsafat
lain.

Secara lebih lanjut hal ini bisa dijelaskan, bahwa yang berkeTuhanan Yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta yang berkeadilan sosial adalah manusia.

Kajian epistemologis filsafat Pancasila, dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari


hakekat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Menurut Titus (Kaelan,
2007:15) terdapat tiga persoalan mendasar dalam epistemologi yaitu :

 tentang sumber pengetahuan manusia;

 tentang teori kebenaran pengetahuan manusia ;dan

 tentang watak pengetahuan manusia.

Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana diketahui bahwa Pancasila digali


dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri serta dirumuskan secara bersama-sama oleh
“The Founding Fathers” kita. Jadi bangsa Indonesia merupakan Kausa Materialis-nya
Pancasila.

Selanjutnya, Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki susunan yang bersifat
formal logis, baik dalam arti susunan sila-silanya maupun isi arti dari sila-silanya. Susunan
sila-sila Pancasila bersifat hierarkhis piramidal.

5
Selanjutnya, sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan
dasar aksiologinya yaitu nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakekatnya juga
merupakan suatu kesatuan.

1.6 Permasalahan

Bangsa Indonesia dengan segenap potensi yang ada, merupakan bangsa yang besar dan
kaya. Memiliki keuntungan demografi, dengan posisi strategis di antara jalur-jalur distribusi
barang dan jasa internasional, dan memiliki SDA hayati dan non-hayati yang melimpah serta
diberkahi dengan sumber energi yang seakan tak ada habisnya. Tepat apabila dijuluki sebagai the
winning region (kawasan pemenang), karena negara ini memiliki segalanya.

Kebesaran bangsa Indonesia dengan segala sumber dayanya itu sangat rentan menjadi
negara yang hancur (failed state). Karena Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang
memiliki perbedaan dari segala bidang (naturally fragmented). Keanekaragaman baik dari suku,
agama, maupun golongan sangat mudah memicu terjadinya perpecahan bangsa.

Pengalaman sejarah menunjukkan beberapa kali Indonesia juga pernah diterpa dengan
perpecahan antaranak bangsa. Namun, pada akhirnya negara ini mampu untuk bertahan.
Kemampuan untuk bertahan dari perpecahan bangsa itu, bukan tanpa sebab. Hal ini disebabkan
bangsa Indonesia memiliki alat pemersatu bangsa (national cohesion) yang terbentuk secara
alamiah dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Seperti pada zaman Kerajaan Majapahit, Mpu
Tantular di dalam Kitab Sutasoma telah menuliskan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma
Mangrwa yang mengisahkan bahwa pada masa itu tidak ada perselisihan sedikitpun yang
disebabkan perbedaan baik agama maupun suku bangsa.

Hal ini menjadi bukti bahwa menghormati perbedaan telah diyakini nenek moyang
bangsa Indonesia beratus-ratus tahun yang lalu. Sedangkan, di belahan dunia lain, sekelompok
manusia masih memperlakukan manusia lainnya sebagai alat untuk membangun atau
menghancurkan bangsa itu sendiri yang terjadi pada negara negara timur tengah dan ada pula
yang dijadikan sebagai budak dan dipekerjakan secara kasar tanpa upah yang layak karena
perbedaan ras dan warna kulit semata.

6
Oleh karena itu, sangat disayangkan jika sejarah kerukunan bangsa Indonesia yang sudah
tumbuh beratus-ratus tahun lamanya ini harus dihancurkan oleh kebencian yang disebabkan oleh
keserakahan dan perebutan kekuasaan di antara kelompok-kelompok tertentu.
Tentunya perpecahan seperti negara-negara itu tidak kita inginkan terjadi di negara yang kita
cintai ini. Tanggung jawab ini terletak pada kita semua, terlebih pada bahu dan pundak para
generasi muda yang hidup di zaman now khususnya bagi generasi milenial.  

Generasi milienial atau generasi Y (teori William Straus dan Neil Howe) yang saat ini
berumur antara 18–36 tahun, merupakan generasi di usia produktif. Generasi yang akan
memainkan peranan penting dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.        
Keunggulan generasi ini memiliki kreativitas tinggi, penuh percaya diri serta terkoneksi antara
satu dengan lainnya. Namun, karena hidup di era yang serba otomatis, generasi ini cenderung
menginginkan sesuatu yang serba instan dan sangat gampang dipengaruhi.

Hal inilah yang menjadi titik kritis bagi masa depan negara dan bangsa kita. Sungguh
merupakan suatu ironi di tengah masifnya perkembangan teknologi komunikasi saat ini, tetapi di
sisi lain, ternyata hal itu tidak mampu mendekatkan dan menyatukan anak bangsa. Era
komunikasi terbukti memberi jaminan akses dan kecepatan memperoleh informasi. Akan tetapi,
menciptakan masalah yang beberapa tahun belakang sempat heboh karena banyak genk motor
yang menggunakan perkembangan teknologi sebagai sarana untuk mencari lawan atau musuh
yang terkadang mengakibatkan korban.

7
BAB II

ISI

2.1 Contoh Kasus Penerapan Pancasila

Pancasila yang harus dihayati dan diamalkan adalah Pancasila yang sila-silanya
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sila-sila Pancasila itu adalah sebagai berikut. 

A. SILA KE- 1 : “Ketuhanan Yang Maha Esa ”

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Allah, pencipta segala yang ada dan semua
mahluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zat-Nya,
Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri
dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa
perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa,
mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam
semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu
dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran,
melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat
diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.

Contoh kasus : 

Positif

Jakarta, CNN Indonesia - Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal, jadi dua simbol agama,
Islam dan Katolik di Indonesia. Kedua tempat tersebut terletak saling berseberangan,
Gereja Katedral di Jalan Katedral nomor 7B dan Masjid Isiqlal di Jalam Taman Wijaya
Kusuma, keduanya di pusat Jakarta,memiliki sejarah toleransi beragama yang panjang.
Salah satu bentuk kecil dari toleransi beragama yang muncul dari kehadiran Katedral dan
Istiqlal adalah soal berbagi lahan parkir. Seperti diketahui, akhir pekan ini umat Katolik,
dan Kristen tentunya, sedang merayakan hari besar yang mereka namakan Paskah.

Analisis : 

8
Menurut saya prilaku ini mencerminkan sikap seperti sila pertama yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, dimana setiap individu pasti memiliki kepercayaan dan keyakinannya masing-
masing. Seperti yang ditunjukan oleh contoh diatas, dimana Masjid Istiqlal dengan
Gereja Katedral merupakan dua tempat ibadah yang berebeda. Letak kedua tempat ibadah
ini saling berhadapan, meskipun demikian mereka memiliki sikap toleransi dan peduli
satu sama lain. Seperti saat hari raya Idul Fitri atau hari besar lainnya, bila lahan parkir di
daerah Masjid Istiqlal penuh mereka para pengunjung dapat menitipkan kendaraannya di
Gereja Katedral, begitu pula sebaliknya

Negatif

Banyaknya akun-akun di media sosial yang dibuat oleh oknum-oknum untuk melakukan
tindakan ujaran kebencian.

Analisi :

Masih banyak masyarakat yang menjadikan agamanya sebagai alat untuk menindas atau
mendominasi agama dan kepercayaan lain, karena menganggap agamanya sebagai
mayoritas.

B. SILA KE-2 : “ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab ”

Kemanusiaan yang berasal dari kata manusi, yaitu makhluk yang paling sempurna
dari makhluk-makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang membedakan
manusia dengan yang lainya adalah manusia dibekali akal dan pikiran untuk melakukan
segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi makhluk yan paling sempurna dari
semua makhluk ciptaan-Nya.

Kata adil memiliki arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran
atau norma-norma yang obyektif dan tidak subyektif sehingga tidak sewenang-wenang .
Kata beradab berasal dari kata adab, yang memiliki arti budaya. Jadi adab mengandung
arti berbudaya, yaitu sikap hidup, keputusan dan tindakan yang selalu dilandasi oleh
nilai-nilai budaya, terutama norma-norma social dan kesusilaan atau norma yang ada di
masyarakat.

9
 Contoh Kasus :

“Pembunuhan seorang perempuan di Banyuwangi oleh rekan kerja karena diejek


gendut seperti boboho ”

Analisis Positif

Polisi dengan cepat dan mengungkap pelaku pembunuhan tersebut.

Negatif 

Cara yang dilakukan pelaku dalam menghasbisi korbannya dengan cara dibakar
merupakan cara yang tidak beradab dan tidak manusiawi

C. SILA KE-3 : “ Persatuan Indonesia ”

Persatuan Indonesia merupakan sila ke-3 dalam Pancasila. Sudah kita ketahui pula
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural dimana terdapat banyak sekali
kebudayaan, suku, dan ras di dalamnya. Semua perbedaan tersebut hanya bisa bergabung
mengunakan Persatuan.  Makna “ Persatuan Indonesia “dibentuk dalam proses sejarah
yang cukup panjang sehingga seluruh bangsa Indonesia memiliki suatu persamaan nasib,
satu kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah serta satu kesatuan asas kerokhanian
Pancasila yang terwujud dalam persatuan bangsa, wilayah, dan susunan negara.

Contoh Kasus :  

“Bahasa Indonesia Sebagai alat Pemersatu Bangsa”

Fungsi dari bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia adalah sebagai pemersatu
suku-suku bangsa di Republik Indonesia yang beraneka ragam. Setiap suku bangsa
yang begitu menjunjung nilai adat dan bahasa daerahnya masing-masing disatukan
dan disamakan derajatnya dalam sebuah bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, dan
memandang akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, maka setiap
suku bangsa di Indonesia bersedia menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional. Selain itu, fungsi dari bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa ibu yang
dapat digunakan sebagai alat komunikasi bagi yang yang tidak bisa bahasa daerah.
Seiring perkembangan zaman, sebagian besar warga negara Indonesia melakukan
transmigrasi atau pindah dari daerah dia berasal ke daerah lain di Indonesia, sehingga

10
di sinilah peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi antar suku
bangsa yang berbeda, agar mereka tetap dapat saling berinteraksi. Kedudukan bahasa
Indonesia di negara Republik Indonesia itu selain sebagai bahasa persatuan juga
sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional dan sebagai budaya. Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan, maksudnya sudah jelas karena fungsi dari bahasa
Indonesia itu sendiri adalah sebagai pemersatu suku bangsa yang beraneka ragam
yang ada di Indonesia. Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia itu
selain sebagai bahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional dan
sebagai budaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maksudnya
sudah jelas karena fungsi dari bahasa Indonesia itu sendiri adalah sebagai pemersatu
suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara atau bahasa Nasional, maksudnya bahasa Indonesia itu adalah bahasa
yang sudah diresmikan menjadi bahasa bagi seluruh bangsa Indonesia. Sedangkan
bahasa Indonesia sebagai budaya maksudnya, bahasa Indonesia itu merupakan bagian
dari budaya Indonesia dan merupakan ciri khas atau pembeda dari bangsa yang lain.

D. SILA KE-4 : “ Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan dan Perwakilan”.  

Artinya masyarakat Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya ia menyadari perlunya selalu
memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan masyarakat.
Karena mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya
tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil
keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah.

Contoh Kasus :

 Positif

         “Pemilihan Ketua RT”

Calon ketua RT yang diajukan merupakan hasil dari muysawarah masyarakat, dimana
dianggap memiliki kredibilitas untuk menjadi ketua RT.

11
Negatif

 “Skandal Pemilihan Gubernur DKI Jakarta”

Kemenangan Anies Baswedan ditenggarai adanya unsur ketidaksukaan terhadap


Basuki Thaja Purnama yang saat itu terlibat dalam kasus penistaan agama.

E. SILA KE-5 : “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia ”

Sila ini berhubungan dengan perilaku kita dalam bersikap adil pada semua orang.
Contoh sikap yang mencerminkan sikap tersebut seperti berusaha menolong orang lain
sesuai kemampuan, menghargai hasil karya orang lain, tidak mengintimidasi orang
dengan hak milik kita, menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, menghormati hak dan
kewajiban orang lain.

Contoh Kasus Positif :

Pemerintah mengeluarkan kebijakan gas 3 kg untuk rakyat kurang mampu.

Contoh Kasus Negatif :

Ternyata pembeli gas 3KG salah sasaran yang dapat membeli ternyata tidak hanya
masyarakat kurang mampu.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nilai-nilai luhur dari sila-sila Pancasila dari dulu hingga sekarang tidak pernah
berubah, yang mewakili kepribadian bangsa Indonesia. Akan tetapi saat ini penerapan
atau implementasi nilai-nilai Pancasila sudah mulai luntur, yang diakibatkan semakin
pesatnya arus globalisasi, dekadensi moral, dan sebagainya. Jika nilai-nilai Pancasila
tersebut diamalkan maka akan tercipta generasi millennial yang baik. Apabila salah satu
sila Pancasila diterapkan, maka nilai dari sila yang lain akan terlaksana juga karena antar
sila yang satu dengan sila yang lain dalam Pancasila memiliki keterkaitan yang kuat.
Pancasila dapat berfungsi sebagai filter untuk menyaring pengaruh buruk dari luar
Indonesia agar tidak masuk kedalam masyarakat Indonesia. Salah satu hal yang dapat
dilakukan adalah penanaman nilai-nilai Pancasila sejak dini, bisa melalui keluarga dan
masyarakat, ataupun melalui pelajaran PKn dan kuliah Pendidikan Pancasila.

3.2 Saran dan Pendapat

Sekiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan filsafah negara kita
republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari
Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Kesadaran dan
kemauan untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila secara baik ditumbuhkan
dalam diri pribadi manusia Indonesia, ditanamkan dalam jiwa pemuda Indonesia, lalu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjadi generasi millenial yang
pancasilais.

13
Daftar Pustaka

Budiyanto, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Erlangga,

14

Anda mungkin juga menyukai