Anda di halaman 1dari 11

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG MENGEDEPANKAN KONSEP

PARTISIPATIF

Oleh : Mangapul Eben Ezer Aruan


Fakultas Hukum Universitas Jayabaya Jakarta
Email : mangapularuan16@gmail.com

Abstrak – Partisipasi masyarakat Kata Kunci: Partisipatif, Peraturan


merupakan salah satu unsur penting yang Daerah, Masyarakat.
harus diperhatikan dalam pembentukan
Peraturan Daerah (Perda). Undang-Undang 1. Pendahuluan
No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Indonesia adalah negara yang menganut
Peraturan Perundang-undangan, dalam konsep negara hukum. Konsep negara
pasal 53 nya secara jelas mengatur hukum Indonesia adalah konsep negara
mengenai Partisipasi Masyarakat dalam
hukum yang telah dinetralkan yang mana
Pembentukan Peraturan Perundang-
menurut Undang-Undang Dasar Tahun
undangan termasuk Perda. Partisipasi
1945 sebelum amandemen, dijelaskan
masyarakat ini merupakan salah satu
bentuk partisipasi politik masyarakat yang pada penjelasannya bahwa Indonesia
sangat penting dalam rangka menciptakan adalah negara hukum (rechtsstaat). Namun
good governance. Metode penelitian yang setelah dilakukan amandemen, ketentuan
digunakan adalah metode penelitian yang ada pada penjelasan tersebut
hukum normative Metode pendekatan dimasukkan ke dalam Pasal 1 ayat (3) dan
perundang-undangan (statute approach) berbunyi “Negara Indonesia adalah negara
dilakukan dengan menelaah semua hukum” tanpa disebut rechtstaat ataupun
undang-undang dan regulasi yang rule of law. Oleh karena itu, Indonesia
berkaitan dengan isu hukum yang sedang sebagai negara hukum adalah berbentuk
dijalani. Peran serta masyarakat akan lebih penggabungan unsur-unsur yang baik dari
meningkatkan kualitas keputusan yang berbagai konsep yang berbeda ke dalam
dihasilkan dan mendorong para pembentuk satu konsep yang menyatu yang
hukum untuk membuat peraturan daerah
implementasinya disesuaikan dengan
yang implementatif sesuai kebutuhan dan
tuntutan perkembangan. Dalam hal
harapan masyarakat dan dapat
ini,contohnya, konsep negara Indonesia
diminimalisir dari gejolak ataupun
tuntutan ketidak puasan masyarakat. menerima prinsip kepastian hukum di
Sehubungan dari sisi peraturan perundang- dalam rechtsstaat sekaligus menerima
undangan tidak diatur secara tegas tentang prinsip rasa keadilan di dalam rule of law.1
harus dilibatkannya partisipasi masyarakat Oleh karena itu, Indonesia tetap
dalam pembentukan peraturan daerah,
memberlakukan peraturan perundang-
maka diperlukan komitmen dari
pembentuk hukum di daerah dalam hal ini
Kepala Daerah dan DPRD untuk 1
Moh. Mahfud. M.D, Perdebatan Hukum
melibatkan masyarakat dalam setiap Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,
pembahasan peraturan daerah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 52.
undangan sebagai bentuk kepastian hukum Perda, masukan masyarakat tersebut dapat
dan juga menerapkan prinsip keadilan baik dilakukan secara lisan maupun tertulis, hak
dalam pembentukannya hingga masyarakat tersebut dilaksanakan sesuai
penerapannya. Sebagaimana menurut pasal dengan peraturan tata tertib DPRD.
28 D yang berbunyi: “Setiap orang berhak
Dengan demikian, partisipasi masyarakat
atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan
dalam penyusunan Perda merupakan hak
kepastian hukum yang adil serta perlakuan
masyarakat,yang dapat dilakukan baik
yang sama di hadapan hukum.” Setiap
dalam tahap penyiapan maupun tahap
orang berhak atas kepastian hukum dan
pembahasan. Dalam konteks hak asasi
keadilan,yang mana jaminan perlindungan
manusia, setiap hak pada masyarakat
terhadap setiap orang pun perlindungan
menimbulkan kewajiban pada pemerintah,
dari tindakan kesewenangan-wenangan
sehingga haruslah jelas pengaturan
pemerintah itu sendiri. Sehingga dalam
mengenai kewajiban Pemerintahan Daerah
proses pembentukan peraturan perundang-
untuk memenuhi hak atas partisipasi
undangan harus dilakukan dengan
masyarakat dalam penyusunan Perda
menjamin setiap orang yang mana berhak
tersebut. Dari penjelasan pasal diatas dapat
atas pengakuan, jaminan perlindungan dan
diketahui bahwa kewajiban tersebut
kepastian hukum yang adil.
adapada DPRD. Hal ini terindikasikan dari
Dalam nuansa yang demokratis memang penjelasan bahwa “hak masyarakat dalam
sudah sewajarnya pembentukan peraturan ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan
perundang-undangan dilakukan secara Peraturan Tata Tertib DPRD”. Berdasarkan
demokratis pula dengan memperhatikan penjelasan tersebut, partisipasi masyarakat
aspirasi masyarakat, dari segala golongan dalam penyusunan Perda hanya pada tahap
tertutama kali dari kelompok masyarakat penyiapan dan pembahasan rancangan
yang lemah, termarjinalkan, atau bahkan Perda di DPRD.
minoritas pada suatu wilayah dimana
2. Permasalahan
peraturan perundang-undangan tersebut
akan diterapkan. Hal ini tentu sejalan Penulisan jurnal ini memfokuskan
dengan tuntutan negara hukum yang pembahasan dalam bagaimana
awalnya ditujukan untuk membatasi pembentukan peraturan daerah yang
kekuasaan negara agar tidak melakukan mengedepankan konsep partisipatif serta
tindakan sewenang-wenang dan bagaimana idealnya peraturan daerah.
melindungi hak-hak masyarakat.
3. Kerangka Teori
Pasal 139 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep
2004 Tentang Pemerintahan Daerah juga
yang sebenarnya merupakan abstraksi dari
terdapat ketentuan bahwa masyarakat
hasil pemikiran atau kerangka dan acuan
berhak memberikan masukan secara lisan
yang pada dasarnya bertujuan
atau tertulis dalam rangka penyiapan atau
mengadakan kesimpulan terhadap
pembahasan rancangan Perda. Dari
dimensi-dimensi. Setiap penelitian selalu
pemaparan Pasal tersebut maka dapat
disertai dengan pemikiran-pemikiran
diketahui bahwa masyarakat berhak
teoritis, dalam hal ini karena adanya
memberikan masukan dalam rangka
hubungan timbal balik yang erat antara
penyampaian atau pembahasan rancangan
teori dengan kegiatan pengumpulan, menjadi berjenjang-jenjang dan berlapis-
pengolahan, analisis, dan kostruksi.2 lapis membentuk suatu Hierarki.4

3.1 Teori Hierarki Perundang- Hans nawiasky, salah seorang murid hans
Undangan Kelsen, mengembangkan teori gurunya
tentang teori jenjang norma dalam kaitan
Tidak ada sistem didunia ini yang secara dengan suatu negara. Hans Kelsen dalam
positif mengatur tata urutan peraturan bukunya allegemeine
perundang undangan. kalaupun ada Rechtslehre mengemukahkan bahwa
pengaturannya hanya hanya sebatas pada sesuai dengan teori Hans Kelsen suatu
asas yang menyebutkan misalnya: norma hukum dari negara manapun selalu
“Peraturan daerah tidak boleh bertentang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang,
dengan dengan peraturan perundang- dimana norma yang dibawah berlaku,
undangan yang lebih tinggi tingkatannya’ berdasar dan bersumber dari norma yang
atau dalam hal UUD ada ungkapan “the lebih tinggi lagi, norma yang lebih tinggi
supreme law of the land”3 berlaku berdasar dan bersumber dari orma
Menurut Hans Kelsen, norma itu yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu
berjenjang berlapis-lapis dalam suatu norma yang tertinggi disebut Norma
susunan hierarki. Pengertiannya, norma Dasar. Tetapi Hans Nawiasky juga
hukum yang dibawah berlaku dan berpendapat selain norma itu berlapis-lapis
bersumber, dan berdasar dari norm yang dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari
lebih tinggi, dan norma lebih tinggi juga suatu negara itu juga berkelompok-
bersumber dan berdasar dari norma yang kelompok. Hans Nawiasky juga
lebih tinggi lagi begitu seterusnya sampai mengelompokan norma-norma hukum
berhenti pada suatu norma tertinggi yang dalam suatu negara itu menjadi empat
disebut sebagai Norma Dasar kelompok besar yang terdiri atas:
(Grundnorm) dan masih menurut Hans a. kelompok I Staatspundamental norm
Kelsen termasuk dalam sistem norma yang (Norma Pundamental Negara ).
dinamis. Oleh sebab itu, hukum selalu b. Kelompok II Staatgrundsetz (aturan
dibentuk dan dihapus oleh lembaga- dasar/pokok negara)
lembaga otoritas-otoritasnya yang c. Kelompok III Formell
berwenang membentuknya, berdasarkan Gesetz (Undang-undang formal)
norma yang lebih tinggi, sehingga norma d. Kelompok IV Verordnung dan
yang lebih rendah (Inferior) dapat autonome satzung (aturan pelaksana
dibentuk berdasarkan norma yang lebih danaturan otonom).5
tinggi (superior), pada akhirnya hukum Kelompok-kelompok noma hukum
tersebut selalu ada tata susunan norma
hukumsetiap negara walaupun

4
Aziz Syamsuddi, Proses Dan teknik
2
L. Moleong, Metode Penelitian Penyusunan Undang-undang, Cetakan Pertama,
Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 14-15.
2002), hal. 34-35. 5
Hans Nawiasky, Allgemeine als recht
3
Ni’matul Huda, Negara Hukum System Lichen Grundbegriffe,
Demokrasi dan Judicial Review, Cetakan Pertama (ensiedenln/Zurich/koln, benziger, cet. 2 1948), hal.
(Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 48. 31
mempunyai istilah berbeda-beda ataupun otonomi daerah dan tugas pembantuan.
jumlah normayang berbeda dalam setiap Sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun
kelompoknya. 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, yang dimaksud
4. Metode Penelitian dengan peraturan daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh
Metode penelitian yang digunakan adalah
dewan perwakilan rakyat daerah dengan
metode penelitian hukum normatif. Studi
persetujuan bersama kepala daerah.
ini mempergunakan pendekatan Peraturan
Peraturan Daerah merupakan penjabaran
Perundang-Undangan dan pendekatan
lebih lanjut dari peraturan perundang-
Konseptual.6 Studi ini mempergunakan
undangan yang lebih tinggi serta
bahan hukum primer yang meliputi segala
merupakan peraturan yang dibuat untuk
Peraturan Perundang-Undangan terkait
melaksanakan peraturan perundang-
mengenai Pembentukan Peraturan
undangan yang ada di atasnya dengan
Perundang-Undangan, bahan hukum
memperhatikan ciri khas masing-masing
sekunder berupa literatur, karya tulis
daerah. Peraturan daerah dilarang
ilmiah, artikel, dan lain-lainnya. Bahan
bertentangan dengan kepentingan umum,
hukum tersebut dikumpulkan melalui
peraturan perundang-undangan yang lebih
teknik bola salju dan dianalisa melalui
tinggi serta Perda daerah lain.9
teknik deskriptif, evaluatif, dan
argumentatif. 7
Menurut Soehino sebagaimana dikutip
oleh B. Hestu Cipto Handoyo
Metode pendekatan perundang-undangan mengemukakan bahwa materi muatan
(statute approach) dilakukan dengan peraturan daerah meliputi;
menelaah semua undang-undang dan a. Materi-materi atau hal-hal yang
regulasi yang berkaitan dengan isu hukum memberi beban kepada penduduk,
yang sedang dijalani. Hasil telaah tersebut misalnya pajak dan retribusi daerah;
merupakan suatu argument untuk b. Materi-materi atau hal-hal yang
memecahkan isu yang dihadapi. Bagi mengurangi kebebasan penduduk,
peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar misalnya mengadakan larangan-
ontologis lahirnya undang-undang larangan atau kewajiban-kewajiban
tersebut. 8
yang biasanya disertai dengan
ancaman atau sanksi pidana;
5. Temuan dan Analisis c. Materi-materi atau hal-hal yang
membatasi hak-hak penduduk
Sebagai daerah otonom pemerintah daerah
misalnya penertiban garis sepadan.
berwenang utnuk membuat peraturan
d. Materi-materi atau hal-hal yang telah
daerah guna menyelenggarakan urusan
ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang sederajat
6
Efendi, Joanedi dan Ibrahim, Johnny,
Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,
(Jakarta: Kencana. 2016), hal. 146.
7
Diantha, Made Pasek, Metodologi 9
Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Suko Waluyo, Otonomi Daerah Dalam
Hukum, (Jakarta: Kencana, 2016), hal. 180. Negara Hukum Indonesia, Pembentukan Peraturan
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Daerah Partisipatif, (Jakarta: Faza Media, 2006),
Hukum, (Jakarta: Kencana 2009), hal 93. hal. 127.
dan tingkatannya lebih tinggi, harus c. setiap orang mempunyai hak-hak
diatur dengan peraturan daerah.10 politik berupa hak atas kebebasan
berpendapat dan berkumpul;
Philipus M. Hadjon mengemukakan
d. badan perwakilan rakyat
bahwa konsep partisipasi masyarakat
mempengaruhi pengambilan
berkaitan dengan konsep keterbukaan.
keputusan melalui sarana “(mede)
Dalam artian, tanpa keterbukaan
beslissing-recht” (hak untuk ikut
pemerintahan tidak mungkin masyarakat
memutuskan dan atau melalui
dapat melakukan peranserta dalam
wewenang pengawas;
kegiatan-kegiatan pemerintahan. Menurut
e. asas keterbukaan dalam pengambilan
Philipus M. Hadjon, keterbukaan, baik
keputusan dan sifat keputusan yang
“openheid” maupun “openbaar-heid”
terbuka;
sangat penting artinya bagi pelaksanaan
f. dihormatinya hak-hak kaum minoritas.
pemerintahan yang baik dan demokratis.
Dengan demikian keterbukaan dipandang Dalam proses pengambilan keputusan,
sebagai suatu asas ketatanegaraan termasuk pengambilan keputusan dalam
mengenai pelaksanaan wewenang secara bentuk Perda, terdapat hak masyarakat
layak.11 untuk berpartisipasi dalam proses
penyusunan Perda, yakni memberi
Konsep partisipasi terkait dengan konsep
masukan secara lisan atau tertulis dalam
demokrasi, sebagaimana dikemukakan
persiapan maupun pembahasan rancangan
oleh Philipus M. Hadjon bahwa sekitar
Perda. Menurut Sad Dian Utomo manfaat
tahun 1960-an muncul suatu konsep
partisipasi masyarakat dalam pembuatan
demokrasi yang disebut demokrasi
kebijakan publik, termasuk dalam
partisipasi. Dalam konsep ini rakyat
pembuatan Perda adalah:
mempunyai hak untuk ikut memutuskan
a. Memberikan landasan yang lebih baik
dalam proses pengambilan keputusan
untuk pembuatan kebijakan publik.
pemerintahan. Dalam konsep demokrasi,
b. Memastikan adanya implementasi
asas keterbukaan atau partisipasi
yang lebih efektif karena warga
merupakan salah satu syarat minimum,
mengetahui dan terlibat dalam
sebagaimana dikemukakan oleh Burkens
pembuatan kebijakan publik.
dalam buku yang berjudul “Beginselenvan
c. Meningkatkan kepercayaan warga
de democratische rechsstaat” bahwa:
kepada eksekutif dan legislatif.
a. pada dasarnya setiap orang
d. Efisiensi sumber daya, sebab dengan
mempunyai hak yang sama dalam
keterlibatan masyarakat dalam
pemilihan yang bebas dan rahasia;
pembuatan kebijakan publik dan
b. pada dasarnya setiap orang
mengetahui kebijakan publik, maka
mempunyai hak untuk dipilih;
sumber daya yang digunakan dalam
10
B. Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-
sosialisasi kebijakan publik dapat
Prinsip Legal Drafting & Desain Naskah dihemat.12
Akademik, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya
Yogyakarta, 2008), hal. 128.
11
Philipus M. Hadjon, “Keterbukaan 12
Sad Dian Utomo, Partisipasi
Pemerintahan Dalam Mewujudkan Pemerintahan Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan, dalam
Yang Demokratis”, Pidato, diucapkan dalam Indra J. Piliang,Dendi Ramdani, dan Agung
Lustrum III Ubhara Surya, 1997, hal 7-8. Pribadi, Otonomi Daerah: Evaluasi dan Proyeksi,
Titik tolak dari penyusunan peraturan pertama dari unsur pemerintahan diluar
daerah adalah efektivitas dan efisiensi DPRD dan pemerintah daeraah, seperti
pada masyarakat. Tujuan dasar dari peran polisi, kejaksaan, pengadilan, perguruan
serta masyarakat adalah untuk tinggi dan lain-lain. Kedua dari
menghasilkan masukan dan persepsi yang masyarakat, baik individual seperti ahli-
berguna dari warga negara dan ahli atau yang memiliki pengalaman atau
masyarakat yang berkepentingan (publik dari kelompok seperti LSM. Mengikut
inters) dalam rangka meningkatkan sertakan pihak-pihak luar DPRD dan
kualitas pengambilan keputusan, karena pemerintah daerah sangat penting untuk:
dengan melibatkan masyarakat yang a. menjaring pengetahuan, keahlianatau
terkena dampak akibat kebijakan dan pengalaman masyarakat sehingga
kelompok kepentingan (interest grups), Perda benar-benar memenuhi
para pengambil keputusan dapat syaratperaturan perundang-undangan
menangkap pandangan, kebutuhan dan yang baik;
penghargaan dari masyarakat dan b. menjamin Perda sesuai dengan
kelompok tersebut, untuk kemudian kenyataan yang hidup dalam
menuangkannya ke dalam satu konsep.13 masyarakat;
c. menumbuhkan rasamemiliki (sense of
Terkait partisipasi masyarakat dalam
belonging), rasa bertanggung jawab
pembentukan peraturan perundang-
atas Perda tersebut.14
undangan sebagaimana diatur dalam Pasal
10 Undang-Undang nomor 10 Tahun Menurut Bagir Manan partisipasi dapat
2004, bahwa masyarakat berhak dilakukan dengan cara:
memberikan masukan secara lisan atau
a. mengikut sertakan dalam tim atau
tertulis dalam rangka penetapan maupun
kelompok kerja penyusunan Perda.
pembahasan rancangan undang-undang
b. melakukan publik hearing atau
dan rancangan peraturan daerah.
mengundang dalam rapat-rapat
Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat (1)
penyusunan Perda.
Undang-Undang 32 Tahun 2004
c. melakukan uji sahih kepada pihak-
menyatakan bahwa hak masyarakat untuk
pihak tertentu untuk mendapat
berpartisipasi dalammemberikan masukan
tanggapan.
secara lisan atau tertulis dalam rangka
d. melakukan loka karya (workshop) atas
pemyiapanatau pembahasan rancangan
Raperda sebelum secara resmi dibahas
peraturan daerah.
oleh DPRD.
Partisipasi dimaksudkan sebagai e. Mempublikasikan Raperda agar
keikutsertaan pihak-pihak luar DPRD dan mendapat tanggapan publik.
pemerintah daerah dalam menyusun dan Dari berbagai uraian di atas untuk
membentuk rancangan peraturan daerah
membentuk peraturan daerah yang dapat
atau Perda. Ada dua sumber partisipasi;
memenuhi aspirasi yang diinginkan

(Jakarta : Penerbit Divisi Kajian Demokrasi Lokal 14


Bagir Manan, Menyongsong Fajar
Yayasan Harkat Bangsa, 2003), hal. 267. Otonomi Daerah, (Yogyakarta: PSH Fak. Hukum
13
Mahendra Putra Kurnia, dkk., Pedoman UII, 2001), hal. 85.
Naskah Akademik Perda Partisipatif, (Yogyakarta:
Kreasi Total Media, 2007), hal.71.
masyarakat tentunya harus diimbangi bagaimana masyarakat patuh terhadap
dengan keterlibatan masyarakat, meliputi; materi peraturan daerah karena merasa
a. Keterlibatan dalam penyusunan sudah sesuai aspirasi, atau justru
rancangan peraturan daerah. Pada kebalikannya masyarakat merasa
tahap ini masyarakat dapat terlibat dirugikan atau tidak merasa
dalam proses penyusunan dalam tersalurkan aspirasi. Apabila
tim/kelompok kerja, terlibat dalam masyarakat merasa dirugikan dapat
penyiapan naskah akademik, maupun menempuh jalur memberikan
penyampaian masukan yang masukan kepada lembaga pembentuk
disampaikan secara lisan, tulisan, peraturan perundang-undangan, dan
ataupun melalui media massa bisa dijadikan sebagai bahan
ditujukan kepada penggagas peraturan pertimbangan untuk melakukan
daerah/tim. Adapun yang menjadi perubahan ataupun mencabut
kendala adalah sejauh mana peraturan tersebut.
transparansi serta komitmen Selanjutnya juga bisa diambil langkah
stakeholder terkait, sehingga melalui judicial review. Menurut Ni’matul
masyarakat mengetahui dan dapat Huda, pengaturan judicial review oleh
memberi masukan tentang agenda Mahkamah Agung, diatur dalam UU No. 4
yang sedang dan akan dibahas. Tahun 2004 Pasal 11 ayat (2) huruf b dan
b. Keterlibatan dalam proses ayat (3) yang menegaskan, Mahkamah
pembahasan peraturan daerah. Proses Agung mempunyai kewenangan menguji
ini sebagian besar berada pada posisi peraturan perundang-undangan di bawah
pembahasan antara DPRD dan undang-undang terhadap undang-undang.
Pemerintah Daerah. Dalam tahap ini Pernyataan tidak berlaku peraturan
seharusnya sebelum dibahas terlebih perundang-undangan sebagai hasil
dahulu diumumkan di media massa pengujian, dapat diambil baik dalam
untuk memberi kesempatan kepada pemeriksaan tingkat kasasi maupun
masyarakat menyampaikan berdasarkan permohonan langsung kepada
aspirasinya. Selanjutnya dalam proses MA.15
pembahasan masyarakat bisa Pembuatan Perda, tentu saja memiliki
memberikan masukan secara lisan, syarat-syarat tertentu dalam
tertulis ataupun pada saat rapat-rapat pembentukannya. Syarat inilah yang akan
pembahasan perda. Terhadap menjadi panduan agar Perda yang
kehadiran dalam rapat memang dihasilkan, dapat memenuhi prinsip-
menjadi dilema, karena hal tersebut prinsip pembentukan Perda yang baik.
tergantung keinginan DPRD maupun Berikut adalah 10 (sepuluh) syarat yang
pemerintah daerah apakah akan dapat dijadikan pedoman dalam
mengundang masyarakat atau pembentukan Perda, baik dari segi
membiarkan proses pembahasan substansi maupun dari segi teknis.
berjalan tanpa keterlibatan
masyarakat.
c. Keterlibatan pada pelaksanaan 15
Ni’matul Huda, Negara Hukum,
peraturan daerah. Keterlibatan Demokrasi & Judicial Review, (Yogyakarta: UII
Press, 2005), hal. 115.
masyarakat pada tahap ini bisa terlihat
a. Sinkron dengan peraturan di atasnya, tanpa ada batasan. Karena itu Pasal 18
atau peraturan induk (umbrella act). ayat (5) UUD 1945, menegaskan
Harus dipahami bahwa Perda itu bahwa, “Pemerintah daerah
bukanlah peraturan yang semata-mata menjalankan otonomi seluas-luasnya,
menguatkan eksistensi daerah, tetapi kecuali urusan pemerintahan yang
lebih dipandang sebagai perpanjangan oleh undang-undang ditentukan
tangan Pemerintah pusat. Karena sebagai urusan Pemerintah Pusat”.
peraturan induk tidak bisa menjangkau Sebagai contoh, daerah manapun tidak
keberagaman semua daerah, maka boleh membentuk Perda yang
Perda adalah jawaban secara teknis. berkaitan dengan hal-hal yang
Karena Perda lah yang mampu berkaitan dengan keagamaan. Sebab
memotret kondisi khas daerah masing- pengaturan mengenai keagamaan
masing, beserta kearifan lokal (local adalah mutlak menjadi kewenangan
wisdom) yang dimilikinya. Prinsinya, penuh pemerintah pusat. Dalam Pasal
tidak boleh ada pertentangan norma 10 ayat (1) UU Pemda, disebutkan
(conflict of norm) antara Perda dan bahwa terdapat 6 (enam) “urusan
peraturan induknya. Secara umum, pemerintahan absolut” yang
dalam ilmu perundang-undangan, sepenuhnya menjadi kewenangan
prinsip ini dikenal dengan istilah, “lex Pemerintah Pusat, yakni : politik luar
superior derogat legi inferior”, artinya negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
peraturan yang lebih tinggi moneter dan fiskal nasonal, dan
mengesampingkan peraturan yang agama.
lebih rendah. Perda yang bertentangan c. Bukan pengulangan dari peraturan
dengan peraturan yang lebih tinggi, yang sudah ada, atau peraturan yang
berkonsekuensi dapat dibatalkan lebih tinggi. Ini adalah masalah yang
(vernietigbaar). Hal ini juga muncul sejak dulu. Perda yang dibuat,
ditegaskan dalam Pasal 250 ayat (1) tidak lain adalah pengulangan isi dari
UU Pemda, yang menyebutkan undang-undang, peraturan pemerintah
bahwa, “Perda dan Perkada dilarang atau peraturan menteri. Ini jelas
bertentangan dengan ketentuan mubazir jika dipandang dari sisi
peraturan perundang-undangan yang pembuatan Perda. Logikanya, buat apa
lebih tinggi, kepentingan umum, Perda dibuat jika peraturan yang telah
dan/atau kesusilaan”. ada, cukup untuk menjawab
b. Mengatur hal yang sesuai dengan permasalahan yang ada di daerah.
kewenangannya. Jika diterjemahkan d. Bukan salinan atau plagiasi. Dalam
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, maka beberapa kasus, Perda yang dibuat
sesungguhnya daerah memiliki hak terkadang merupakan hasil salinan
dalam Pembentukan Perda. Tetapi (copy paste) dari daerah lain. Apa
pembentukan Perda tersebut, harus yang berlaku di daerah A, tidak bisa
didasari oleh kewenangan yang kita telan mentah-mentah untuk
diberikan oleh peraturan perundang- diberlakukan di daerah B, begitupun
undangan. Konsep otonomi seluas- sebaliknya. Sebab selalu ada
luasnya, tidak boleh dimaknai bahwa kekhususan disetiap daerah yang tidak
daerah boleh mengatur segala hal bisa diadopsi begitu saja. Kebiasaan
menyalin Perda daerah lain macam pokok. Manfaat dan kegunaan Perda
ini, lebih tepat disebut sebagai bagi masyarakat, jauh lebih penting
kemalasan kolektif. dari apapun.
e. Selaras dengan rencana pembangunan i. Perda harus berbasis riset, bukan
daerah. Perda harus linier dengan disusun dibelakang meja. Ketepatan
Rencana Pembangunan Jangka dalam penyusunan materi muatan
Panjang Daerah (RPJPD), Rencana dalam Perda, sangat bergantung
Pembangunan Jangka Menengah kepada hasil penelitian. Semakin
Daerah (RPJMD), maupun Rencana akurat basis data yang didapatkan,
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). maka semakin tepat pula materi
Kebanyakan Perda justru keluar dari muatan yang disusun dalam Perda. Ini
jalur rencana yang ditetapkan oleh sekaigus menjawab, kenapa naskah
Pemerintah Daerah. akademik begitu penting dalam setiap
f. Melibatkan partisipasi masyarakat penyusunan Perda.
secara luas. Selama ini, dalam tahapan j. Harus terbuka dan transparan. Prinsip
proses sosialiasi Perda, baik dalam ini mesti dipraktekkan sejak dari
bentuk dengar pendapat, seminar, penyusunan, pembahasan, penetapan
maupun uji publik, partisipasi hingga pengundangan Perda dalam
cenderung bersifat formalitas serta lembaran daerah. Anehnya, tidak
terbatas melibatkan kelompok tertentu jarang Perda tiba-tiba diundangkan
saja. Itupun umumnya digelar di tanpa proses yang terbuka dan
tempat-tempat mewah yang jauh dari transparan, atau sering juga disebut
jangkauan masyarakat. Idealnya, dengan isilah “Perda Siluman”. Kita
sosialiasi itu dilakukan dikantong- tidak boleh berlindung dibalik
kantong massa yang mudah diakses penerapan teori fiksi (fiction theory),
oleh masyarakat. Selain lebih efektif, dimana setiap orang dianggap paham
cara itu juga bisa lebih hemat biaya dan mengetahui suatu Perda sejak
dibanding dilakukan di hotel-hotel dan diundangkan. Sebab setiap Perda yang
tempat sejenisnya. dibuat, ada hak masyarakat untuk
g. Responsif terhadap persoalan- mengetahui baik isi dan prosesnya
persoalan pokok yang terjadi di tengah secara terbuka dan transparan.
masyarakat. Perda yang baik tentu saja
yang mampu menjawab kebutuhan
masyarakat. Menurut Jeremy
Bentham, kebaikan publik hendaknya 6. Kesimpulan
menjadi tujuan legislator; manfaat
Semakin majunya perkembangan suatu
umum menjadi landasan
negara dan semakin kompleksnya
penalarannya.
permasalahan kehidupan, tentu
h. Bukan didasari oleh bisnis atau
memerlukan peraturan perundang-
mencari keuntungan (base on project).
undangan yang bisa mengakomodasi dan
Ini yang terkadang merusak marwah
merepresentasikan kepentingan
dari Perda. Bahwa proses penyusunan
masyarakat umum, serta mencerminkan
Perda memerlukan biaya, iya. Tetapi
rasa keadilan masyarakat. Untuk
tidak menempatkannya sebagai hal
mewujudkan hal tersebut merupakan Justifikasi Teori Hukum, Jakarta:
tuntutan dan tantangan bagi pembentuk Kencana.
hukum untuk membuat peraturan
Efendi, Joanedi dan Ibrahim, Johnny,
perundang-undangan (peraturan daerah)
2016, Metode Penelitian Hukum:
yang partisipatif.
Normatif dan Empiris”, Jakarta:
Peran serta masyarakat akan lebih Kencana.
meningkatkan kualitas keputusan yang Hans Nawiasky, 1948, Allgemeine als
dihasilkan dan mendorong para recht System Lichen Grundbegriffe,
pembentuk hukum untuk membuat (ensiedenln/Zurich/koln, benziger,
peraturan daerah yang implementatif cet. 2.
sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat
dan dapat diminimalisir dari gejolak L. Moleong, 2002, Metode Penelitian
ataupun tuntutan ketidak puasan Kualitatif, Bandung: PT Remaja
masyarakat. Rosdakarya.
Mahendra Putra Kurnia, dkk., 2007,
Sehubungan dari sisi peraturan
Pedoman Naskah Akademik Perda
perundang-undangan tidak diatur secara
Partisipatif, Yogyakarta: Kreasi
tegas tentang harus dilibatkannya
Total Media.
partisipasi masyarakat dalam
pembentukan peraturan daerah, maka Moh. Mahfud. M.D, 2013, Perdebatan
diperlukan komitmen dari pembentuk Hukum Tata Negara Pasca
hukum di daerah dalam hal ini Kepala Amandemen Konstitusi, Jakarta: PT
Daerah dan DPRD untuk melibatkan Raja Grafindo Persada
masyarakat dalam setiap pembahasan Ni’matul Huda, 2005, Negara Hukum,
peraturan daerah. Demokrasi & Judicial Review,
Daftar Pustaka Yogyakarta: UII Press.
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian
Buku-buku:
Hukum, Jakarta: Kencana.
Aziz Syamsuddi, 2011, Proses Dan teknik
Philipus M. Hadjon, 1997, “Keterbukaan
Penyusunan Undang-undang,
Pemerintahan Dalam Mewujudkan
Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar
Pemerintahan Yang Demokratis”,
Grafika.
Pidato, diucapkan dalam Lustrum III
B. Hestu Cipto Handoyo, 2008, Prinsip- Ubhara Surya.
Prinsip Legal Drafting & Desain
Sad Dian Utomo, 2003, Partisipasi
Naskah Akademik, Yogyakarta:
Masyarakat dalam Pembuatan
Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Kebijakan, dalam Indra J.
Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Piliang,Dendi Ramdani, dan Agung
Otonomi Daerah, Yogyakarta: PSH Pribadi, Otonomi Daerah: Evaluasi
Fak. Hukum UII. dan Proyeksi, Jakarta : Penerbit
Diantha, Made Pasek, 2016, Metodologi Divisi Kajian Demokrasi Lokal
Penelitian Hukum Normatif dalam Yayasan Harkat Bangsa.
Suko Waluyo, 2006, Otonomi Daerah Pembentukan Peraturan Daerah
Dalam Negara Hukum Indonesia, Partisipatif, Jakarta: Faza Media.

Anda mungkin juga menyukai