Di zaman modern seperti sekarang ini, manusia tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan teknologi yang begitu cepat. Pada dasarnya, manusia membutuhkan teknologi untuk mempermudah segala aktivitas kehidupan. Perkembangan teknologi telah mengubah banyak aspek dalam kehidupan tanpa terkecuali aspek bisnis. Adanya teknologi, mampu memajukan dunia bisnis sehingga tidak tergerus oleh perkembangan zaman. Dalam konteks ini, teknologi telah memunculkan gaya baru dalam berbisnis. Semula, bisnis kebanyakan hanya dilakukan secara konvensional sedangkan pada saat ini banyak bermunculan perusahaan yang mengusung layanan jual beli online atau biasa disebut e-commerce. E-commerce merupakan suatu situs internet atau website yang digunakan untuk bertransaksi bisnis menggunakan sistem digital (online) dan memungkinkan transaksi perdagangan di antara organisasi dan individu (Laudon dan Traver, 2012). Shaw, (2012) menjelaskan e-commerce berarti transaksi paperless dimana inovasi seperti pertukaran data elektronik, surat elektronik, papan buletin elektronik, transfer dana elektronik dan teknologi berbasis jaringan lainnya diterapkan berdasarkan jaringan. Munculnya banyak bisnis e-commerce selaras dengan semakin banyaknya pengguna internet. Berdasarkan hasil survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) yang dilakukan pada tahun 2019 hingga 2020 disebutkan bahwa tingkat pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun selalu meningkat. Penetrasi pengguna internet Indonesia berjumlah 73,7 persen, naik dari 64,8 persen dari tahun 2018. Menurut Sekjen APJII, jika digabungkan dengan angka dari proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) maka populasi Indonesia tahun 2019 berjumah 266.911.900 juta, sehingga pengguna internet Indonesia diperkirakan sebanyak 196,7 juta pengguna. Jumlah tersebut naik dari 171 juta di tahun 2019 dengan penetrasi 73,7 persen atau naik sekitar 8,9 persen atau sekitar 25,5 juta pengguna. Angka ini bisa menjadi indikator bahwa pengguna internet mulai aktif memanfaatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk berbelanja online melalui e-commerce. Hal ini dapat dibuktikan melalui data berikut. Gambar 1.1 Diagram Presentase Penggunaan E-Commerce di Dunia
Sumber : katadata.co.id
Sebanyak 88,1% pengguna internet di Indonesia memakai layanan e-
commerce untuk membeli produk tertentu dalam beberapa bulan terakhir. Persentase tersebut merupakan yang tertinggi di dunia dalam hasil survei We Are Social pada April 2021. Tingginya pengguna internet yang mengakses layanan e-commerce dapat mempengaruhi perilaku belanja konsumen. Mereka akan lebih memilih berbelanja melalui media online daripada offline karena dinilai cukup praktis dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Hal ini lama-kelamaan dapat memicu munculnya fenomena pembelian impulsif pada konsumen. Pembelian impulsif merupakan suatu tindakan pembelian yang sebelumnya secara sadar tidak direncanakan (Mowen, 2002). Menurut Utami (2010:67) dalam Rosyida (2016) pembelian impulsif terjadi ketika konsumen secara tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli barang secepatnya dan tidak memikirkan hal yang lain. Dalam melakukan keputusan, pembelian impulsif lebih mengarah ke emosi dan perasaan daripada menggunakan logika. Adapun tiga faktor yang dapat memengaruhi pembelian impulsif secara online menurut Naeem (2020) yang pertama, yaitu atribut produk contohnya seperti karakteristik pada harganya dan kualitas produk. Faktor kedua, yaitu pemasaran yang membangun rangsangan stimulus kepada konsumen contohnya seperti iklan. Faktor ketiga, yaitu karakteristik dan sumber daya yang dimiliki oleh konsumen tersebut misalnya seperti kepribadian, waktu, dan uang. Neufeldt (dalam Zebua & Nurdjayadi, 2001) menyatakan bahwa kecenderungan pembelian impulsif menggambarkan tindakan yang tidak rasional sehingga secara ekonomis dapat menimbulkan pemborosan dan ketidakefisienan biaya. Pada masa ini, pembelian impulsif dapat didirong oleh beberapa hal yang salah satunya yaitu kemudahan dalam kegiatan berbelanja yakni kepraktisan dari segi tempat, waktu, dan tenaga. Berbagai inisiatif produk dan layanan muncul bersamaan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang serba online yang dirasa cepat dan mudah. Kini, masyarakat yang memiliki keterbatasan finansial pun dapat tetap melakukan transaksi pembelian dengan adanya fitur PayLater. Fitur PayLater merupakan fasilitas keuangan yang memungkinkan metode pembayaran secara cicilan tanpa kartu kredit namun prosesnya mudah. Saat ini, Paylater banyak diadopsi oleh e-commerce dan e-wallet seperti Traveloka, OVO, Gojek, Shopee dan lain-lain. Dengan adanya fitur ini, masyarakat didorong untuk bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa harus menunggu memiliki uang yang cukup. Meskipun menawarkan solusi, fitur ini juga berdampak negatif pada perilaku impulsif dalam melakukan pembelian. Sistem Paylater menciptakan upaya belanja minimal dalam satu klik yang mendorong konsumen untuk segera melakukan pembelian (Mitchell & Qadar, 2019). Grand Thornton Indonesia juga menyebutkan bahwa salah satu risiko penggunaan Paylater adalah perilaku konsumtif yang berlebihan (Setiawan, 2019). Pola sistem Paylater hampir sama dengan kartu kredit yang memberikan perilaku impulsif untuk keputusan pembelian karena adanya kemudahan untuk membeli sekarang dan membayar kemudian (Duke, Andy, & Andrew, 2019). Dengan demikian, fenomena fitur Paylater ini didengungkan untuk dapat mendorong pembelian impulsif dalam transaksi e-commerce. Di samping itu, berdasarkan hasil survei dari DailySocial mengenai layanan Paylater yang sering digunakan pada tahun 2021 disebutkan bahwa konsumen paling banyak menggunakan layanan Shopee PayLater. Presentasenya mencapai 78,4% , dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1.2 Layanan Paylater Paling Sering Digunakan pada 2021
Sumber : DailySocial.id, 23 Desember 2021
Shopee merupakan e-commerce yang memiliki fitur PayLater sebagai alternatif metode pembayaran belanja dengan mencicil atau bayar lunas pada jatuh tempo pinjaman dengan menggandeng perusahaan peer to peer lending PT Lentera Dana Nusantara (LDN). Untuk bisa menggunakan layanan ini pengguna akan diminta memberikan data pribadi, foto diri dan foto KTP. Di samping itu, fitur ini memiliki keamanan yang terjamin karena telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adanya fitur Shopee PayLater di aplikasi Shopee tentu membuat banyak masyarakat penasaran dan tertarik untuk mencoba bertransaksi secara online melalui fitur tersebut. Peluncuran fitur Shopee PayLater ini menjadi salah satu teknik marketing yang cerdas untuk menggaet para konsumen agar banyak yang berbelanja di Shopee. Hal ini dapat memicu munculnya perilaku pembelian impulsif pada diri konsumen. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti, salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika Sari (2020) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Paylater Terhadap Perilaku Impulse Buying Pengguna E-Commerce di Indonesia”. Membuktikan bahwa penggunaan paylater memberikan pengaruh positif kepada perilaku impulse buying. Atas dasar latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini dapat ditarik judul “PENGARUH FITUR PAYLATER TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF KONSUMEN E-COMMERCE SHOPEE DI INDONESIA”. Adanya penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pendorong pembelian impulsif dalam belanja online di e- commerce Shopee Indonesia akibat adanya fitur Paylater.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Munculnya gaya bisnis baru yang awalnya dilakukan secara konvensional, kini banyak bermunculan perusahaan yang mengusung layanan jual beli online atau biasa disebut e-commerce. 2. Kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan e-commerce dapat memicu munculnya fenomena pembelian impulsif pada konsumen. 3. Masyarakat yang memiliki keterbatasan finansial dapat tetap melakukan transaksi pembelian dengan adanya fitur PayLater.
4. Salah satu risiko penggunaan Paylater adalah perilaku konsumtif yang
berlebihan.
5. Fenomena fitur Paylater didengungkan untuk dapat mendorong
pembelian impulsif dalam transaksi e-commerce. C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas didapat
batasan masalah yang akan diteliti lebih lanjut. Hal ini dimaksudkan agar penelitian lebih terfokus pada subyek yang memang menjadi pokok permasalahan. Batasan masalah yang akan diteliti lebih lanjut adalah tentang analisis pengaruh fitur PayLater terhadap pembelian impulsif konsumen e- commerce Shopee di Indonesia.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
ditetapkan, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Adakah hubungan antara fitur PayLater dan pembelian impulsif pada konsumen e-commerce Shopee di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh fitur PayLater terhadap pembelian impulsif
konsumen e-commerce Shopee di Indonesia?
E. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian dilakukan tentunya memiliki beberapa tujuan, adapun
yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi hubungan antara fitur PayLater dan pembelian impulsif konsumen e-commerce Shopee di Indonesia.
2. Mendeskripsikan pengaruh fitur PayLater terhadap pembelian impulsif
konsumen e-commerce Shopee di Indonesia. F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat memberikan
kegunaan bagi semua pihak, yaitu : 1. Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi
manajemen untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada pengguna agar dapat merasakan pengalaman yang lebih menyenangkan ketika bertransaksi online menggunakan PayLater.
2. Civitas Akademika
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
penelitian dan masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan fitur PayLater dan pembelian impulsif.
3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
khazanah keilmuan serta pengalaman dalam menganalisis khususnya di bidang pemasaran.