Anda di halaman 1dari 2

1.

Kasus TBC yang tidak ditangani dengan baik di kalangan pekerja dapat
memberikan dampak pada pekerja maupun perusahaan. Produktivitas pekerja
dapat berkurang dan pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas perusahaan.
Ditambah dengan stigma yang masih tinggi terhadap penderita TBC, hal ini
berisiko pada pemutusan hubungan kerja terhadap penderita TBC sehingga
dampak lainnya dapat terjadi pada sosio-ekonomi pekerja.

2. Tiga faktor kegagalan pengobatan

Studi kami yang baru-baru ini terbit di BMC Public Health mengungkap
permasalahan faktual yang dihadapi para pasien TB di Indonesia. Setidaknya ada tiga
permasalahan utama yang menyebabkan kegagalan terapi pasien TB: masalah sosio-
demografi dan ekonomi, pengetahuan dan persepsi, dan efek pengobatan TB.

Studi kualitatif dengan teknik wawancara dan diskusi kelompok berhasil


mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi, yaitu pasien TB, dokter,
perawat, apoteker, aktivis TB, dan pengelola program TB.

Pada aspek sosio-demografi dan ekonomi, kegagalan terapi TB disebabkan beberapa


hal. Seperti adanya stigma, kurangnya dukungan keluarga, dan kesulitan dalam
mengakses fasilitas kesehatan akibat biaya, jarak, dan transportasi. 

Stigmatisasi yang melahirkan diskriminasi terhadap pasien TB muncul tidak hanya di


masyarakat, tapi juga di lingkungan keluarga dan tenaga Kesehatan. 

Pasien TB mengungkapkan pengalamannya dijauhkan dari masyarakat sekitar dan


keluarganya karena menderita TB. Selain itu, keengganan tenaga kesehatan untuk
memeriksa juga turut dirasakan, karena kekhawatiran tenaga kesehatan akan
tertularnya penyakit tersebut. 

Rendahnya dukungan keluarga juga disampaikan menjadi kendala dalam pengobatan.


Pada kasus di lapangan, ditemukan anggota keluarga yang justru memberikan saran
untuk menghentikan pengobatan, bahkan hingga kejadian perceraian akibat
pasangannya menderita TB. 

Permasalahan semakin kompleks ketika pasien merasakan kesulitan mengakses


fasilitas kesehatan. Hal ini karena jarak yang jauh ke fasilitas kesehatan khususnya
pada masyarakat yang tinggal di pinggiran kota atau pedalaman. Meski biaya obat TB
telah ditanggung pemerintah, pasien TB tetap perlu merogoh kocek untuk biaya
transportasi. 

Pasien TB-ROG, misalnya, butuh waktu tempuh sekitar 3 jam untuk datang berobat di
rumah sakit yang menyediakan pelayanan TB-ROG. Permasalahan makin diperparah
ketika pasien TB merupakan tulang punggung ekonomi keluarga yang kehilangan
pendapatan bulanannya akibat berhenti atau dikeluarkan dari pekerjaannya. Hal ini
menyebabkan tingginya angka putus obat pada kelompok pasien ini.

Anda mungkin juga menyukai