Anda di halaman 1dari 26

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per01/Men/1980. Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada rendahnya penerapan peraturan tersebut di lapangan. Akibat penegakan hukum yang sangat lemah, King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh pada terjadinya kecelakaan kerja adalah sebagai berikut: 1. Kelalaian pekerja ( manusia ) ( 74.3 % )

2. Kelengkapan alat kerja (5.7 % ) 3. Kelengkapan alat keselamatan kerja ( 2.9 % ) (Agus dan Diyarto, 2009) Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada kedua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi. Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya

tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi

menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1 sampai dengan bahkan 17:1 (The Business Roundtable, 1991). Faktor terbesarnya terdapat pada kelalaian yang dilakukan oleh pekerja. Bisa diperkirakan bahwa kelalaian pekerja tersebut salah satunya adalah karena kurangnya konsentrasi pekerja saat melakukan kerja. Kurangnya konsentrasi tersebut karena kurangnya asupan gizi yang seharusnya dikonsumsi. Kalori yang dikonsumsi hendaknya harus seimbang dengan yang dikeluarkan. Jumlah angkatan kerja di Indonesia terus meningkat. Saat ini mencapai 113,74 juta jiwa dan yang bekerja mencapai 104,49 juta jiwa (BPS, 2009). Pemenuhan kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu bentuk penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah satu aspek kesehatan kerja yang memiliki peran penting dalam peningkatan produktivitas kerja. Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak, terutama pengelola tempat kerja mengingat para pekerja umumnya menghabiskan waktu sekitar 8 jam setiap harinya di tempat kerja. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat kurangnya

motivasi kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi pekerja. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi serta meningkatkan produktivitas kerja.

Berat ringannya beban kerja seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya semakin pendek waktu kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya

1.2

Rumusan Msalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : a. Bagaimana cara mengetahui status gizi pekerja ? b. Bagaimana cara mengetahui beban kerja pekerja ? c. Apakah ada pengaruh antara status gizi dengan produktifitas pekerja? d. Apa sajakah yang mempengaruhi status gizi kerja terhadap produktifitas pekerja ?

1.3

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui status gizi pekerja. b. Untuk mengetahui beban kerja pekerja. c. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara status gizi dengan produktifitas pekerja. d. Untuk mengetahui apa sajakah yang mempengaruhi status gizi kerja terhadap produktifitas pekerja.

1.4

Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Peneliti dapat merancang suatu metode pencegahan kecelakaan melalui cara pemenuhan asupan gizi pekerja. b. Dapat menambah wawasan peneliti dan pembaca mengenai pencegahan kecelakaan melalui pencukupan asupan gizi pekerja. c. Penelitian dapat bermanfaat bagi peneliti maupun pembaca.

1.5

Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah ditujukan kepada pekerja yang bekerja dalam kegiatan konstruksi bangunan dan hanya mencari tahu tentang pengaruh status gizi terhadap produktifitas pekerja.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Gizi Kerja Jumlah angkatan kerja di Indonesia terus meningkat. Saat ini mencapai 113,74 juta jiwa dan yang bekerja mencapai 104,49 juta jiwa (BPS, 2009). Pemenuhan kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu bentuk penerapan keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya meningkatkan serajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah satu aspek keselamatan kerja yang memiliki peran penting dalam peningkatan

produktivitas kerja. Hal itu perlu menjadi perhatian semua pihak, terutama pengelola tempat kerja umumnya menghabiskan waktu sekitar 8 jam setiap harinya di tempat kerja. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat kurangnya motivasi kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi kerja. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi serta meningkatkan produktivitas pekerja. Gizi adalah kesehatan seseorang yang dihubungkan dengan makanan yang dikonsumsikan sehari-hari. Makanan adalah semua bahan yang dapat dimakan oleh manusia baik dalam bentuk alamiah maupun bentuk buatan atau olahan, kecuali obat-obatan. Kerj adalah gerak daripada bahan pikiran seseorang untuk menghasilkan barang atau jasa guna memelihara kelangsungan hidup dan memuaskan kebutuhan. Gizi kerja adalah penyediaan dan pemberian masukan zat gizi kepada tenaga kerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan selama berada di tempat kerja guna mendapatkan tingkat kebutuhan dan produktifitas kerja setinggi-tingginya. (Depnakertrans RI, 2009) Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpso, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara dikonsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zatzat gizi tersebut, atau keadaan fifsiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Malnutrisi/gizi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Kekurangan energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsii energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. (Idrus Deswarni dan Kunanto Gatot, 1990)

2.2

Klasifikasi Beban Kerja Pekerja Berat ringannya beban kerja seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya semakin pendek waktu kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Pengelompokan aktifitas atau beban kerja (ringan, sedang, dan berat) berdasarkan proporsi waktu kerja dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi Beban Kerja
Kelompok Aktifitas Ringan : - Laki-laki - Perempuan Jenis Kegiatan 75% dari waktu yang digunakan adalah waktu untuk duduk atau berdiri dan 25% untuk kegiatan berdiri dan berpindah (moving) 25% dari waktu yang digunakan adalah waktu untuk duduk atau berdiri dan 75% untuk kegiatan kerja khusus dalam bidang pekerjaannya 40% daari waktu yang digunakan adalah untuk duduk atau berdiri dan 60% untuk kegiatan kerja khusus dalam bidang pekerjaannya. Faktor Aktifitas 1,58 1,45 Contoh Aktifitas Aktifitas kantor tanpa olahraga, aktifitas fisik yang tidak menguras tenaga, duduk memotong kedua ujung batang rokok (perempuan), berdiri di depan mesin memasukkan seng ke dalam mesin pembuat tutup kaleng (laki-laki). Bekerj anaik turun tangga, olahraga ringan, peekerjaan rumah tangga, berdiri mengisikan batang korek api (perempuan), mengambil kotak berisi pentul korek api dan berjalan memindahkannya ke sekitar mesin (laki-laki). Pekerjaan lapangan, kuli bangunan, driller, ngeprek/mememcah batu (perempuan), berdiri mmengangkat balok kayu dan memasukkannya ke dalam mesin (laki-laki).

Sedang : - Laki-laki - Perempuan

1,67 1,55

Berat : - Laki-laki - Perempuan

1,88 1,75

Sumber : Prosiding WNPG VIII,2004

2.3

Penilaian Status Gizi Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing-masing penelitian tersebut akan dibahas secara umum sebagai berikut : 2.3.1 Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat keitdakseragaman asupan protein dan energi.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. 2.3.2 Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat dari jaringan epitel (supervical epithelal tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. 2.3.3 Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. 2.3.4 Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertenti seperti kejadian buta senja epidermik (epidermic of night blindness). Cara lain yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

2.4

Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut : 2.4.1 Survei Konsumsi Makanan Survei makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan gizi. 2.4.2 Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan status vital adalah dengan menganalisa data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya bagian yang dari berhubungan. indikator Penggunaan langsung

dipertimbangkan

sebagai

tidak

pengukuran status gizi.

2.4.3 Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakay di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. (Schrimshaw, 1964)

Penilaian Status Gizi

Pengukuran Langsung

Pengukuran Tidak Langsung

1.Antropometri 2.Biokimia 3.Klinis 4.Biofisik

1. Survei Konsumsi 2. Statistik Vital 3. Faktor Ekologi

Gambar 2.1 Metode Penilaian Status Gizi (Sumber : Disarankan dari Jeliffe D. B. dan Jelliffe E. F. Patrice. 1989. Community Nutrition Assesement, Oxford University Press) 2.5 Survei Konsumsi Makanan Survei diet atau penilaian makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelitian status gizi perorangan atau kelompok. Pada awal taun empat puluhan survei konsumsi, terutama metode Recall 24 jam banyak digunakan dalam penelitian kesehatan dan gizi. Di Amerika Serikat survei konsumsi makanan digunakan sebagai salah satu cara dalam penentuan status

gizi (Willet, 1990). Di Indonesia survei konsumsi sudah sering digunakan dalam penelitian di bidang gizi. 2.5.1 Tujuan Survei Konsumsi Makanan a. Tujuan Umum Secara umum survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengariuh terhadap konsumsi makanan tersebut. b. Tujuan Khusus Secara lebih khusus, survei konsumsi digunakan untuk berbagai macam tujuan antara lain : 1. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan pangan masyarakat. 2. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program

pengadaan makanan. 3. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi. (Supriasa I. D. N, MPS, Bakri Bachyar, SKM, Mkes, Fajar Ibnu, SKM, 2002) 2.5.2 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan Berdasarkan Jenis Data yang Diperoleh Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan jenis data konsumsi, yaitu bersifat kuantitatif dan kualitatif. a. Metode Kualitatif Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuesni konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran makanan bersifat kualitatif antara lain :

y y y y

Metode frekuensi makanan (frequency food) Metode dietaru history Metode telepon Metode pendaftarn makanan

b. Metode Kuantitatif Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Maknan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukaan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (DURT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain : y y y y y y Metode recall 24 jam Perkiraan makanan (estimate food records) Penimbangan makanan (food weighing) Metode food account Metode Inventaris (inventary method) Pencatatan (household food record) Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara lain : y y 2002) 2.5.3 Perencanaan dan Pengorganisasian Survei Konsumsi Untuk menjamin ketetapan dan kebenaran dat hasil survei konsumsi makanan, maka diperlukan sutu perencanaan dan Metode recall 24 jam Metode riwayat makanan (dietary history)

(Supriasa I. D. N, MPS, Bakri Bachyar, SKM, Mkes, Fajar Ibnu, SKM,

pengorganisasian yang lebih baik dalam menentukan metode, teknis pelaksanaan, pengolahan, dan analisis data serta interpretasinya.

a. Penentuan Tenaga Pelaksanaan b. Pelatihan Tenaga c. Penentuan Sasaran dan Besar Sampel Penelitian d. Pemilihan Alat dan Bahan e. Periode Waktu Penelitian (Supriasa I. D. N, MPS, Bakri Bachyar, SKM, Mkes, Fajar Ibnu, SKM, 2002) 2.5.4 Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Data Hasil Pengukuran Konsumsi Makanan 1. Faktor Konversi Setelah data konsumsi diperoleh maka pengolahan tahap pertama yang dilakukan adalah konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram) atau dari satuan harga ke satuan berat. Dalam melakukan konversi tersebut diperlukan berbagai daftar antara lain : y y y y y Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Daftar Kandungan zat Gizi makanan dan Jajanan (DKGJ) Daftar Konversi Berat Mentah Masak (DKMM) Daftar Konversi Penyerapan Minyak (DKPM) Daftar Ukuran Rumah Tangga (DURT)

2. Bagian yang Dpat Dimakan Pada daftar komposisi bahan makanan biasanya terdapat daftar bagian yang tidak dapat dimakan pada setiap 100 gram jenis makanan. Dengan demikian dapat diperhitungkan berat bagian yang dimakan. 3. Konversi Berat Mentah Masak Daftar Konversi Mentah Masak (DKKM) yang dibuat oleh Puslitbang Gizi Bogor (1974) memutar faktor konversi untuk beberapa makanan olahan. Untuk menaksir berat bahan makanan mentah dari makanan olahan (masak) atau sebaliknya dapat digunakan rumus sebagai berikut :

- Digunakan untuk menaksirkan berat bahan makanan mentah dari berat masak    - Digunakan untuk menksirkan berat bahan makanan dari berat mentah  Keterangan : Fj = Faktor konversi berat mentah masak dari makanan J

BMj = Berat bahan makanan J dalam bentuk mentah BOj = Berat bahan makanan J dalambentuk olahan (masak) 4. Kehilangan dan Penambahan Zat Gizi Puslitbang Gizi Bogor (1947) telah mengadakan penelitian dan membuat Daftar Konversi Penyerapan Minyak (DKPM). Daftar ini digunakan apabila pada DKBM dan DKGJ tidak dijumpai makanan yang diolah dengan minyak goreng tersebut. Untuk menghitung zat gizi makanan tersebut, maka harus dipisahkan antara berat mentah makanan tersebut dengan minyak goreng yang digunakan. Secara umum rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :  Keterangan : BKa = Berat minyak yang diserap bahan makanan a (gram) Ma = Faktor konversi penyerapan minyak pada makanan a (%) Ma = Berat bahan makanan a dalam bentuk mentah BDD (gram) 5. Analisa Zat Gizi a. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) b. Daftar Kandungan zat Gizi dan Jajanan (DKGJ) c. Daftar Ukuran Tumah Tangga (DURT) 6. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi     

Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan saat ini secara nasional adalah hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. 7. Interpretasi Hasil a. Tingkat konsumsi Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990), klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of points masing-masing sebagai berikut : y y y y Baik Kurang Kurang Defisit : : : : > 100% AKG 80-90% AKG 79-80 % <70 %

b. Skor pola pangan harapan (PPH) Untuk menghitung skor Pola Pangan Harapan (PPH), dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : y Hitung jumlah energi masing-masing kelompok bahan

makanan dengan menggunakan DKBM. y Hitung presentase energi masing-masing kelompok bahan makanan tersebut. % terhadap total energi (kkal)   y      

Hitung skor PPH tiap kelompok bahan makanan, dengan rumus sebagai berikut :

Jumlahkan skor PPH semua kelompok bahan makanan, sehingga diperoleh total skor PPH

8. Validasi Data Hasil Pengukuran Konsumsi Makanan a. Validasi dan Akurasi Menurut Willet (1990), ada beberapa cara untuk menguji validitas suatu metode survei konsumsi, yaitu :

Melakukan observasi langsung terhadap makanan yang dikonsumsi responden.

Menimbang semua bahan makanan yang sudah dipilih sebelum mulai makan.

Membandingkan dua metode yang digunakan dalam survei konsumsi.

Melakukan analisa kimia dari sebagian contoh makanan yang diambil dari responden pada waktu makan. Melakukan pemeriksaan biokimia terhadap variabel yang berhubungan secara fisiologis dengan zat gizi yang dimaksud. Contohnya untuk menentukan jumlah konsumsi protein, dilakukan pemeriksaan kadar nitrogen dalam urine selama 24 jam.

b. Presisi dan Reabilitas Tingkat presisi suatu metode dalam survei konsumsi ditentukan oleh beberapa hal, antara lain : y y y y Lama waktu pengamatan yang digunakan Macam populasinya diteliti Zat gizi yang ingin diketahui Alat yang dipakai untuk mengukur harus sesuai tingkat ketelitiannya. y 2002) Varians antara dan intra responden

(Supriasa I. D. N, MPS, Bakri Bachyar, SKM, Mkes, Fajar Ibnu, SKM,

2.6

Penilaian Status Gizi Pekerja Penilaian status gizi pekerja perlu dilakukan, karena dengan mengetahui status gizi pekerja dapat ditentukan kebutuhan gizi yang sesuai serta pemberian intervensi gizi bila diperlukan. Penilaian status gizi dilakukan melalui beberapa cara antara lain : pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis, pemeriksaan biofisik, dan antropometri.

Antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian sttaus gizi. Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut :        

Pengukuran IMT merupakan cara sederhana untuk menilai status gizi, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa berumur >18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada perempuan hamil. Setelah diketahui klasifikasinya, intervensi yang tepat dapat diberikan misalnya dengan pengaturan. Tabel 2.2 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT
IMT <17,0 17,0-18,5 18,5-25,00 >25,00-27,00 >27,00 Status Gizi Gizi Kurang Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Gizi Lebih Kategori Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Sangat Gemuk

(Sumber : PUGS, 2005) Kebutuhan gizi terutama energi dipengaruhi oleh : usia, ukuran tubuh, dan jenis kelamin. Faktor lain penentu kebutuhan gizi yaitu : jenis pekerjaan atau aktifitas yang dilakukan sehari-hari, keadaaan fisiologis, keadaan lingkungan kerja. Faktor-faktor tersebut di atas harus menjadi dasar dalam perhitungan besarnya energi, komposisi zat gizi dan menu untuk konsumsi pekerja.

Tabel 2.3 Kebutuhan Gizi per Hari bagi pekerja menurut umur, jenis kelamin, dan aktifitas fisik
Jenis Kelamin /umur/BB Aktifitas Energi Protein Zat Seng Yodium Vit A Vit C Vit Vit Vit Niacin (kal) (g) Besi (mg) (mg) (mg) (mg) B1 B2 B6 (mg) (mg) (mg) (mg) (mg)

Laki-laki 19-29 th (BB 56 kg) Laki-laki 30-49 th (BB 62 kg) Laki-laki 50-64 th (BB 62 kg) Perempuan 19-29 th (BB 52 kg) Perempuan 30-49 th (BB 55 kg) Perempuan 50-64 th (BB 55 kg)

Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat

2400 2550 2800 2200 2350 2600 2150 2300 2550 1800 1900 2150 1700 1800 2050 1650 1750 2000

60 60 60 60 60 60 60 60 60 50 50 50 50 50 50 50 50 50

13 13 13 13 13 13 13 13 13 26 26 26 26 26 26 12 12 12

12,1 12 12 13,4 13 13 13 13 13 9,3 9,3 9,3 9,8 9 9 9 9 9

150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150

600 600 600 600 600 600 600 600 600 500 500 500 500 500 500 500 500 500

90 90 90 90 90 90 90 90 90 75 75 75 75 75 75 75 75 75

1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1

1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,7 1,7 1,7 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3

16 16 16 16 16 16 16 16 16 14 14 14 14 14 14 14 14 14

Contoh : Seorang perempuan usia 35 tahun, memiliki berat badan 52 kg dengan aktifitas sedang, maka kebutuhan energinya adalah :    Kebutuhan energi selama bekerja (8jam) adal;ah 40-50% dari kebutuhan sehari. Bila diterjemahkan keadaan menu menjadi kebutuhan untuk 1 kali makan dan 1 kali snack. Kebutuhan energi dan protein selama bekerja sama seperti tercantum tabel di bawah ini :

Tabel 2.4 Kebutuhan energi dan protein selama bekerja (8 jam)


Usia/Jenis Kebutuhan Energi (kkal) Pekerjaan Laki-laki Perempuan 19-29 tahun Ringan 960 720 Sedang 1020 760 Berat 1120 860 30-49 tahun Ringan 880 680 Sedang 940 720 Berat 1040 820 50-64 tahun Ringan 860 660 Sedang 920 700 Berat 1020 800 Kebutuhan Protein (g) Laki-laki Perempuan 24 24 24 24 24 24 24 24 24 20 20 20 20 20 20 20 20 20

(Sumber : AKG, 2004) Setelah mengetahui kebutuhan energi (kalori), perli diperkirakan cara memenuhi kebutuhan tersebut dalam menu pekerja sehari-hari. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral, serta zat-zat lain dalam tubuh perlu diperhatikan proporsinya agar seimbang (WNPG VIII, 2004), yaitu : Karbohidrat (50-65 % dari total energi), Protein (10-20 % dari total energi), lemak (20-30 % dari total energi). Kebutuhan energi diterjemahkan ke dalam porsi bahan makanan menggunakan daftar bahan makanan penukar. Pemberian makanan utama di tempat kerja dilakukan saat istirahat (4-5 jam setelah kerja) diselingi pemberian kudapan (makanan selingan).

Berikut adalah standar porsi makanan bagi pekerja menurut usia dan kategori aktifitas fisik :

Gambar 2.1 Standar porsi makanan pekerja laki-laki dan perempuan selama bekerja (8jam) *jumlah minimum kebutuhan air minum Catatan : y Berat ini adalah berat bersih bahan mentah yang dapat dimakan, tidak termasuk tulang, cangkang, kulit, batang dan bagian-bagian lain yang tidak dapat dimakan y Ukuran adalah berdasarkan daftar satuan penukar.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Suatu kerangka penelitian atau metode penelitian sangat diperlukan dalam menyusun penelitian ilmiah ini. Kerangka penelitian harus disusun secara sistematis dan terarah untuk mendapatkan hasil penelitian yang tepat sasaran sesuai dengan rumusan masalah tujuan penelitian. Adapun langkah-langkah dalam proses penelitian ini antara lain: 3.1 Latar Belakang Pada tahap awal adalah pemilihan topik yang ada di latar belakang. Latar belakang berisi tentang beberapa masalah atau kasus yang menjadi dasar terciptanya topik atau judul.

3.2 Studi Literatur Studi literatur akan digunakan untuk mendapatkan kajian secara teoritis, mengetahui metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini. Teori-teori yang digunakan meliputi teori tentang gizi kerja, beban kerja, produktifitas dan antropometri. Selain itu juga dilakukan studi terhadap penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dan acuan bagi penelitian yang akan dilakukan.

3.2 Studi Lapangan Studi lapangan dilaksanakan untuk mengamati objek yang akan diteliti. Dari hasil pengamatan dilapangan akan didapatkan hasil bagaimana selanjutnya penelitian ini. Dari studi lapangan diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang pendekatan yang sesuai untuk pelaksanaan penelitian.

3.3 Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah Pada tahap ini bertujuan untuk menggambarkan latar belakang masalah yang terdapat dalam penelitian, dan merumuskan masalah sebagai bahan yang akan dibahas dalam penelitian, menetapkan tujuan yang akan dicapai, serta menentukan asumsi dan batasan yang dapat membantu dalam penyelesaian masalah dalam penelitian. 3.4 Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dapat diambil melalui PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk. yang menunjang penelitian ini. Data yang diperlukan antara lain: 1. Data antropometri pekerja dengan cara random sample. 2. Data IMT (Indeks Masa Tubuh) pekerja dari data antropometri 3. Data mengenai beban pekerja di tempat kerja selama 8 jam
4. Data pengaruh status gizi pekerja dalam bekerja

3.5 Tahap Pengolahan Data Data data yang telah terkumpul tersebut, kemudian diolah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Yakni menyeragamkan data, kemudian menentukan percentile (95 persentil) yang digunakan dari masing-masing dimensi. Kemudian dilakukan analisa seperti tahapan setelah ini.

3.6 Analisa Tahap ini bertujuan untuk menganalisa hasil pengolahan data yang telah dilakukan sebelum melakukan kesimpulan dan saran.

3.7 Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini memberikan gambaran mengenai kesimpulan yang didapatkan dari pembahasan serta saran-saran untuk menunjang lebih lanjut penelitian selanjutnya.

3.8 Flowchart Latar Belakang

Studi Literatur

Studi Lapangan

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Pengolahan dan Hasil Data

Analisa Data

Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

R.W King dan R. Hudson, 1981, Construction Hazard And Safety Hnd Book. Butterworths, London Herbert Spirer dan Louise Spirer, 1997, Analisis Data Untuk Memantau HAM. Penerbit ITB Bandung Bennet N.B. Silalahi dan Ratumondang B Silalahi, 1991, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. PT. PUSTAKA BINAMAN PRESSINDO Supriasa I. D. N, MPS, DKK, 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta Depnakertrans R/I, 2009. Pengawasan Kesehatan Kerja. Direktorat Pengawasan Keselamatan Kesehatan Kerja, Jakarta Barasi Mary, 2007. At a glance Ilmu Gizi. Erlangga Medical Series, Jakarta Depnakertrans R/I, 2009. Himpunan Peraturan Keselamatan Kerja. Direktorat Pengawasan Keselamatan Kesehatan Kerja, Jakarta http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/747

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP PRODUKTIVITAS PEKERJA

NAMA NRP

: :

AULIA MEIRZA SETYANINGTYAS 6508040011

TEKNIK KESELAMATAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011

Anda mungkin juga menyukai